Anda di halaman 1dari 20

MODUL PSIKODIAGNOSTIKA 4 (INTELIGENSI)

(PSI 334)

MODUL SESI 4
CULTURE FAIR INTELLIGENCE TEST (CFIT)

DISUSUN OLEH
NOVENDAWATI WAHYU SITASARI, M.PSI., PSIKOLOG

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


TAHUN 2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 20
CULTURE FAIR INTELLIGENCE TEST (CFIT)

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Mahasiswa mampu memahami CFIT
2. Mahasiswa mampu menjelaskan CFIT
3. Mampu melakukan instruksi CFIT
4. Mampu melakukan skoring CFIT
5. Mampu mengidentifikasi skor dalam CFIT
6. Mahasiswa menerapkan kode etik selama kuliah

B. Uraian dan Contoh


Sebagian besar tes psikologi yang dipakai di Indonesia, masih
merupakan adaptasi tes impor. Adaptasi tes impor ini diusahakan sedapat
mungkin sesuai dengan budaya Indonesia pada umumnya. Ini belum tentu
menjamin semua budaya Bhineka Tunggal Ika akan tercakup di dalannya.
Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, berbagai agama,
berbagai tingkat teknologi. Usaha meratakan keadilan dalam pengetesan
bagi berbagai budaya dilakukan dengan menghindari sebanyak mungkin
unsur-unsur budaya yang masuk dalam materi, prosedur, dan bentuk tes
(Anastasi, 1976). Tes kecerdasan Culture Fair berusaha menghindari antara
lain unsur-unsur: a) Bahasa untuk menghindari Bahasa tes kecerdasan
Culture Fair ini, hanya menggunakan gambar sebagai materinya. Ini juga
perlu dipertanyakan, apakah gambar-gambar yang digunakan cukup adil
budaya. Keadilan tidak hanya terletak pada isi tetapi juga bentuk gambar.
Kenyataan lain yang perlu diperhatikan ialah adanya asumsi bahwa fungsi
yang diukur dengan butir nonverbal sama dengan yang diukur dengan butir
verbal. Meskipun tampaknya serupa, dari analisis faktor terbukti bahwa tes
spatial analogies mengukur hal yang berbeda dengan verbal analogi, b)
Kecepatan sub-budaya berbeda dalam menghargai waktu. Masyarakat
agraris lebih toleran akan keterlambatan beberapa jam, sedangkan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 20
masyarakat industri segalanya serba cepat dan tepat waktu. Ini akan terbawa
dalam kehidupan sehari-hari dan tercermin dalam performancetes, c) Isi tes
yang meskipun tidak menggunakan bahasa dan tidak memerlukan
kemampuan membaca, membutuhkan pengetahuan yang khas dalam
kebudayaan tertentu. Pengetahuan mengenai fungsi suatu objek sangat
dipengaruhi oleh budaya dan teknologinya.
Suatu hal yang umum terjadi bahwa perbedaan budaya juga
merupakan hambatan bila seseorang keluar dari satu budaya atau subbudaya
dimana ia dibesarkan dan diusahakan dapat berfungsi, untuk bersaing dan
sukses dalam budaya atau subbudaya lain.
Culture fair intelligence tes (CFIT) dikembangkan oleh Raymond B.
Cattel (1949) untuk mengukur inteligensi individu dalam suatu cara yang
direncanakan untuk mengurangi pengaruh kecakapan verbal, iklim budaya,
dan tingkat pendidikan (Cattel dalam Kumara, 1989). Alasannya yaitu
perbedaan kebudayaan dapat memengaruhi performance test (hasil)
sehingga dikembangkan yang adil budaya (culture fair) antara lain CFIT.
Culture fair intelligence test adalah pengukuran non verbal terhadap
fluid intelligence yang diciptakan oleh Raymond B. Cattel. Tujuan dari
CFIT adalah untuk mengukur fluid intelligence (kemampuan analisis dalam
situasi abstrak) dalam pola yang sebebas mungkin dari pengaruh budaya
(Gregory, 2000). Culture Fair Intelligence Test dirancang untuk
memberikan sebuah estimasi kecerdasan yang relatif bebas dari pengaruh
bahasa dan budaya (Kaplan & Saccuzo, 2005).
Di Indonesia sendiri, CFIT diadopsi dan dikembangkan oleh
Universitas Indonesia pada tahun 1975. Cattel merancang CFIT untuk
mengurangi pengaruh budaya, perbedaan kecakapan verbal, dan perbedaan
tingkat pendidikan. CFIT dirancang untuk bebas dari bias budaya dan cocok
dipakai oleh beragam populasi, termasuk peserta tes yang tidak dapat
berbicara dalam bahasa Inggris (Lynn dkk, dalam “Buku Petunjuk
Penggunaan CFIT”, 2013), maka CFIT dapat digunakan di Indonesia tanpa
adanya perubahan atau adaptasi terhadap aitem-aitemnya (“Buku Petunjuk
Penggunaan CFIT”, 2013).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 20
Roberto Colom, Botella, Santacreu (2002) melaporkan bahwa Culture
Fair Intelligence Test (CFIT) merupakan tes yang cukup terkenal dalam
mengukur intelligensi fluid. Dalam penelitian ini menggunakan alat tes
CFIT, CFIT merupakan tes non verbal yang mengukur intelligensi
fluid yang terdiri dari empat bagian yang dibagi perwaktu pengerjaan
yakni series, classification, matrices, dan topology. Keempat bagian
tersebut terdiri atas problem pilihan ganda dengan taraf kesukaran yang
semakin meningkat, serta termasuk di dalamnya aspek-aspek dari
pemahaman visual spasial. Skor mentah kemudian dijumlahkan untuk
memperoleh skor komposit yang kemudian dikonversikan dalam IQ yang
terstandarisasi (Naderi & Abdullah, 2010).
Di Indonesia dikenal dengan nama :
1. Tes G skala 2A (A7A)

2. Tes G skala 2B (A7B)

3. Tes G skala 3A

4. Tes G skala 3B
Test Culture Fair Intelligence atau disingkat Tes CFIT terdiri dari 3
(tiga) skala yang disusun dalam Form A dan Form B secara paralel. Tes ini
dibuat oleh Raymond B. Cattel dan A. Karen S. Cattel serta sejumlah staff
penelitian dari Institute of Personality and Ability Testing (IPAT) di
Universitas Illinois, Champaign, Amerika Serikat tahun 1949. Tes ini adalah
bentuk skala 3 Form A dan B yang biasanya digunakan untuk tes klasikal
bagi subjek-subjek berusia 13 tahun sampai dengan dewasa.
Culture Fair Intelligence Test dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan umum (General Ability) atau di sebut dengan G-Factor.
Menurut teori kemampuan yang dikemukakan oleh Raymond B. Cattell,
Culture Fair Intelligence Test adalah untuk mengukur Fluid
Ability seseorang. Fluid Ability adalah kemampuan kognitif seseorang
yang bersifat herediter. Kemampuan kognitif yang Fluid ini di
dalam perkembangan individu selanjutnya mempengaruhi kemampuan
kognitif lainnya yang disebut sebagai Cristalized Ability. Cristalized
Ability seseorang merupakan kemampuan kognitif yang diperoleh dalam

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 20
interaksi individu dengan lingkungan disekitarnya. Kemampuan kognitif
seseorang tergantung dari sampai berapa jauh keadaan Fluid Abilitynya dan
bagaiamana perkembangan Cristalized Abilitynya.
Atas dasar pengertian ini, maka penggunaan Culture Fair Intelligence
Test akan lebih lengkap apabila disertai pula dengan penggunaan tes-tes
intelegensi umum lainnya yang mengukur Cristalized Ability, misalnya tes
intelegensi umum 69 (TINTUM 69) atau Tintum bentuk A atau bentuk B.
Tes ini dapat disajikan secara individual maupun klasikal. Tes ini
berbentuk non verbal dan hanya mengharuskan testee mampu memahami
petunjuk penyajian dan mampu mempersepsikan hubungan dalam ujud
bentuk dan gambaran. Disamping tester, perlu pengawas tambahan bagi
kelompok yang terdiri dari 25 orang atau lebih. Tes ini dipergunakan untuk
keperluan yang berkaitan dengan faktor kemampuan mental umum atau
kecerdasan.
Skala 1
Usia 4-8 tahun dan orang dengan Retardasi Mental
Tidak ada bentuk A & B
Terdiri atas 8 subtes
Skala 2
Usia 8-15 tahun
Untuk orang dewasa yang memiliki kecerdasan dibawah normal
Ada bentuk A & B
Terdiri atas 4 subtes
Skala 3
Usia > 15 tahun (untuk usia sekolah lanjutan atas)
Untuk orang dewasa dengan kecerdasan tinggi
Ada bentuk A & B
Terdiri atas 4 subtes

Seluruh penyajian untuk setiap bentuk membutuhkan waktu sekitar 20


sampai 40 menit, tergantung pada daya paham kelompok atau subyek.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 20
Waktu Pelaksanaan Skala 1
Tes 1. Subitusi : 3’
Tes 2. Klasifikasi : 2’
Tes 3. Mazes : 2,5’
Tes 4. Selecting Name : 2,5’
Tes 5. Following Direction : 4’
Tes 6. Wrong Picture : 2,5’
Tes 7. RiddlesN : 3,5’
Tes 8. Similarities : 2’

Waktu Pelaksanaan Skala 2 & 3

Subtes 1. Seri : 3 menit

Subtes 2. Klasifikasi : 4 menit

Subtes 3. Matriks : 3 menit

Subtes 4. Persyaratan : 2,5 menit

Perkembangan reset dan desain tes CFIT. Kenyataan menunjukkan bahwa


konsep intelegensi telah berubah. Dengan demikian permintaan akan jasa
psikologi lebih tepat dan lengkap mengenai apa yang diteskan dari tes pemula
separti Binet dan tes verbal lainnya, tes yang tanpa faktor dengan ramuan prestasi
sekolah dan latar belakang sosial.
Lapangan psikologi modern bertujuan untuk menmendapatkan tes yang
lebih tepat makna dan jika mungkin lebih ekonomis dalam waktu, biaya, dan
tenaga. Selain itu dapat berfungsi untuk membedakan secara jelas kemampuan
umum dari penampilan secara umum baik yang berasal dari sekolah yang baik
ataupun jelek yang dapat digunakan untuk memutuskan dan meramalkan dan
bebas dari bias skolastik.
Perkembangan penelitian di sekolah yaitu untuk membuat seleksi dan
klasifikasi konsepsi kita dari struktur kemampuan. Adapun tahap-tahap
perkembangan dan desain tes adalah sebagai berikut: a) demonstrasi analisis
faktor oleh Thrust one yang mempermasalahkan keberadaan yang jelas tentang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 20
kurang lebih selusin kemampuan primer dan tentang factor urutan ke dua diantara
yang primer sebagimana telah ditunjukkan oleh Rimoldi dan Bohmid
berkorespondensi dengan faktor 'intelegensi umum dari Spearman yang asli yang
berkaitan dengan apa IQ mencapai arti (0. 50, 0.57, Cattell, 1973). b) Penemuan
bahwa lebih dari satu faktor urutan kedua ada di antara kemampuan primer, dan
bahwa beberapa faktor general dari kecepatan dan efisiensi respons yang bukan
faktor abilitas umum, bermula dari kebanyakan abilitas primer. Dalam beberapa
kasus, seperti yang telah dilakukan oleh Cronbach, Furneaux (Cattell, 1973) dan
lainnya, seperti respons set dalam tes tetapi dalam kasus-kasus yang l.ain mereka
benar-benar faktor kepribadian dan temperamen umum yang hingga sekarang
telah dikacaukan dengan intelegensi umum dan seharusnya diukur secara terpisah,
c) Penemuan dan penelitian lebih lanjut dari tipe perseptual tes intelegensi ialah
suatu bentuk tes yang tidak mencakup baik pembacaan maupun rujukan pada
gambar-gambar yang terikat pada pengaruh kebudayaan, diciptakan oleh Line,
Raven, Cattell, Porteus, Feingold, dan Sarason (Cattell, 1973).
Selanjutnya Jones dan Tyler, Keehn dan Prothero dan beberapa ahli
lainnya telah menunjukkan bahwa tes-tes lebih baik dibandingkan dengan tes
standar, dengan subjek-subjek orang Amerika, sedang sebaliknya penelitian
Keston dan Jiminez dan Roca (Cattell, 1973) menyarankan bahwa mereka adalah
jawaban yang baik bagi kebutuhan akan tes untuk orang-orang yang tidak
men.ggunakan bahasa Inggris. Kedua peneliti tersebut menyimpulkan bahwa
terjemahan Stanford-Binet, WAIS bukan jawaban bagi masalah perbandingan
lintas budaya dan bahwa mereka membiarkan perbandingan tersebut tetap tidak
adil (curang).
Selain itu tes CFIT penting karena lebih lengkap dalam penggunaannya
dapat untuk mengetahui kemampuan lapisan kelas sosial, dan cocok untuk
digunakan analisis klinis. Jadi tes CFIT ini sangat berperan bidang sekolah, klinis,
sedang psikolog industri menghadapi berbagai latar belakang budaya dan sosial
yang luas, menggunakan skala ini dalam menambah jumlah, baik di Indonesia
maupun di luar negeri.
Tes CFIT disediakan bagi praktisi yang ingin maju dengan keuntungan-
keuntungan dari perkembangan sebelunnya. Tujuan utama yaitu: a) Untuk

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 20
mendapatkan validitas yang setinggi-tingginya, b) Untuk menjamin kebebasan
dari kontaminasi dari efek kebudayaan dan perbedaan sosial, c) untuk
memberikan reliabilitas yang benar-benar adekuat dalam tes baik bentuk A
maupun B.
Skala 2 telah diselidiki validitasnya untuk anak-anak SD kelas VI dan V di
Kabupaten Sleman DIY (Sukadji, 1983; Susilowati, 1982). Menurut manual
aslinya (Cattel, 1973) reliabilitas lebih kuat bila digunakan kedua bentuk;
penyajian bentuk A langsung diikiuti penyajian bentuk B, atau dengan istirahat
diantaranya.
Validitas dan Reliabilitas CFIT skala 3. Dari hasil penelitian ternyata
ditemukan validitas yang tinggi pada Thurstone pada faktor abilitas yang umum
0.47; 0.53 atau faktor G dari Spearman yang disebut juga kapasitas mental (Cattell,
1973).
Validitas tes ini dicari secara langsung mengkorelasikan dengan faktor
kemampuan general seperti ditentukan secara unik oleh analisis faktor. Korelasi
yang ditemukan dengan faktor g dari 4 tipe subtes bergerak dari 0.53 - 0.99. Buros
melakukan validitas eksternal dengan Stanford - Binet ditemukan 0.56; dengan
Otis 0.73; dengan ACE 0.59 dan Tilton menemukan korelasi sebesar 0.84 dengan
WAIS (Cattell, 1973).
Tujuan faktor general juga direncanakan oleh Cattell Test untuk mengukur
dengan melalui perbandingan tes yang seragam baik bagi anak maupun orang
dewasa dalam keseluruhan tes dan sesuai dengan kemampuannya.
Reliabilitas diukur dengan teknik tes-retes tanpa selangwaktu bergerak
antara 0.84 - 0.94 untuk empat kelompok mahasiswa yang untuk tiap-tiap
kelompok jumlah anggotanya 100 orang. Dengan menggunakan interval waktu
yang cukup lama akan ditemukan koefisien stabilitas. Rod menemukan 0.53.
Percobaan yang dilakukan oleh Knapp yang memisahkan administrasi power dari
speed menemukan reliabilitas dari 0.71 hingga 0.94 pada pengukuran kedua
(Cattell, 1973).
Koefisien homogenitas dengan menggunakan teknik belah dua dengan
mengkoreksi. panjang tes dari data 3 kelompok mahasiswa yang masing-masing
jumlah anggotanya yaitu, 100, 155, 212 adalah 0.82, 0.91, 0.95 (Cattell, 1973).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 20
Petunjuk dan Pelaksanaan Tes CFIT Tes CFIT skala 3 A dan 3 B dapat
diberikan secara individual misalnya untuk keperluan klinis, selain itu dapat pula
digunakan untuk tes kelompok. Petunjuk penyajian hendaknya diberikan secara
jelas dan terang oleh instruktur. Jika kedua bentuk A dan B diberikan adalah lebih
baik apabila memberikan bentuk A lebih dahulu. Ke dua bentuk ini perlu waktu
istirahat sejenak untuk menghindari kejenuhan.
Bagi kelompok yang besar disarankan untuk memulai dengan pengantar
situasi yang tepat membangkitkan semangat subjek untuk bekerja sebaik mungkin.
Selain itu yang perlu diingat untuk tidak mengobrol terlalu lama, melainkan harus
segera ke persoalan, juga jangan terlalu cepat. Tempatkan subjek pada rasa yang
nyaman sehingga dia menikmati tes dan akan bekerja sebaik mungkin. Telitilah
dengan hati-hati apakah subjek telah benar-benar menemukan hal-hal yang
dimaksud pada tiap-tiap subtes. Perhatikan apakah tiap subjek memiliki cukup
pensil dan penghapus.

Pengaruh Adaptasi Waktu Administrasi yang disebabkan Penggunaan


Lembar Jawaban Komputer terhadap Hasil CFIT 3 A dan 3 B

Ilmu psikologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah harus dapat diuji dan
dibuktikan kebenarannya. Salah satu cara untuk mengujinya yaitu dengan
menggunakan sebuah alat ukur. Hal ini dapat membuat perkembangan ilmu
psikologi pada akhirnya akan selalu diikuti dengan perkembangan alat ukurnya.
Jika pada zaman dahulu pengukuran dalam ilmu psikologi banyak
dilakukan dengan menggunakan paper and pencil test, maka pada saat ini
pengukuran dalam ilmu psikologi sudah menggunakan computer. Kumar dan
Helgeson (1995) yang melakukan penelitian mengenai penggunaan komputer
dalam pengetesan menemukan bahwa metode ini mampu memperbaiki efektivitas
dan efisiensi dalam pencatatan, penyimpanan, dan analisis data.
Salah satu bentuk pemanfaatan komputer dalam pengetesan yaitu dengan
digunakannya Lembar Jawab Komputer (LJK). Pada metode ini peserta tes
mengerjakan tes atau memberikan jawaban pada LJK dengan cara menghitamban
bulatan dari alternatif jawaban yang dipilihnya. LJK kemudian di-scan dengan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 20
menggunakan sebuah alat khusus yang terhubung dengan komputer. Komputer
yang sudah ter-install program beserta kunci jawaban tes akan langsung
memeriksa jawaban peserta tes, sehingga hasil tes dapat diketahui secara cepat.
LJK biasanya digunakan untuk tes-tes yang diikuti oleh banyak peserta. Jika
pemeriksaan tersebut dilakukan secara manual, maka akan membutukan waktu
yang lama. Program-program komputer untuk beberapa jenis tes psikologis yang
dikerjakan dengan menggunakan LJK bahkan telah tersedia dan diperjualbelikan
oleh sebuah perusahaan (SMR Indonesia, 2012).
Tes psikologis merupakan alat ukur objektif yang telah distandardisasikan
atau dibakukan cara dan ketentuan pengukurannya. Hasil tes psikologis dapat
menunjukkan berbagai aspek psikologis dari mereka yang mengerjakannya
(Anastasi & Urbina, 2007). Berbagai tes psikologis tersedia untuk mengungkap
aspek-aspek psikologis seseorang, antara lain yaitu aspek inteligensi, bakat, minat,
dan kepribadian.
Azwar (2010) mendefinisikan tes inteligensi sebagai tes yang mengungkap
kemampuan mental individu. Ahli-ahli lain memberikan definisi yang beragam
tentang inteligensi, sehingga pengembangan tes inteligensi pun menjadi beragam.
Beberapa ahli tersebut kemudian ada yang mengembangkan tes inteligensi
berdasarkan definisi inteligensi yang disusunnya sendiri. Salah satu tes inteligensi
yang berkembang dan saat ini masih digunakan adalah Culture Fair Intelligence
Test (CFIT). Tes ini dikembangkan oleh Cattell berdasarkan pandangannya
mengenai inteligensi. Alat ini mengukur general intelligence (Cattell, 1949).
Cattell (1971) menyebut inteligensi sebagai general intelligence.
Inteligensi terdiri dari dua faktor, yaitu fluid intelligence dan crystalized
intelligence. Fluid intelligence adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
logikanya dalam menyelesaikan permasalahan dan mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Permasalahan tersebut
tidak hanya berupa permasalahan yang sudah pernah dihadapi sebelumnya, namun
juga permasalahan-permasalahan baru yang menuntut penyelesaian dengan cara
berpikir logis.
Cattell (1971) selanjutnya menyebutkan bahwa crystalized intelligence
merupakan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan segenap keterampilan,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 20
pengetahuan, dan pengalaman yang telah dimilikinya secara optimal. Kemampuan
ini terkait dengan bagaimana seseorang mampu memanfaatkan ingatan jangka
panjang yang dimilikinya. Kemampuan ini juga akan meningkat dengan semakin
bertambahnya usia seseorang.
Cattell dan Cattell (1973) menyebutkan bahwa CFIT terdiri dari tiga jenis
tes atau skala. Masing-masing skala diberi nama dengan angka, sehingga nama-
nama skala tersebut adalah skala 1, skala 2, dan skala 3. Skala 1 dapat
dimanfaatkan untuk mengungkap kecerdasan anak-anak yang berumur empat
sampai dengan delapan tahun, atau orang dengan usia yang lebih tua namun
mengalami kesulitan belajar. Skala 2 dapat dimanfaatkan untuk mengungkap
kecerdasan anak-anak yang berusia delapan sampai dengan empatbelas tahun,
atau orang dewasa yang memiliki kecerdasan normal. Terakhir yaitu skala 3.
Skala ini dapat dimanfaatkan untuk mengungkap kecerdasan orang yang berusia
empat belas tahun ke atas, atau orang dewasa yang memiliki taraf kecerdasan
superior. Skala CFIT 2 dan 3memiliki bentuk pararel, yaitu A dan B. Hal ini
berarti bahwa skala CFIT 2 terdiri dari 2A dan 2B, sedangkan skala CFIT 3 terdiri
dari 3A dan 3B.
Cattell dan Cattell (1973) selanjutnya mengungkapkan bahwa skala CFIT
3 terdiri dari empat subtes. Keempat subtes tersebut yaitu series, classification,
matrices, dan conditions atau topology. Setiap subtes hanya boleh dikerjakan
dalam waktu yang telah distandardisasikan. Peserta tes atau teste mulai
mengerjakan tes setelah mendapatkan tanda dari tester. Teste kemudian harus
meletakkan alat tulisnya ketika tester memerintahkan untuk berhenti karena waktu
yang ditentukan telah habis. CFIT 3 dikerjakan dengan cara memberikan satu
garis diagonal atau satu garis coret pada pilihan jawaban yang dianggap benar.
Tanda garis diagonal tersebut diberikan pada lembar jawaban, bukan pada buku
soal CFIT. Tes CFIT pada saat ini sudah dapat dikerjakan dengan menggunakan
lembar jawaban komputer (SMR Indonesia, 2012). Penggunaan jenis lembar
jawaban tersebut membuat teste harus menghitamkan bulatan pada alternatif
jawaban yang dipilihnya.
Hal ini tentunya membutuhkan tambahan waktu dalam pemilihan alternatif
jawaban, dan dengan sendirinya akan mengurangi waktu teste untuk memikirkan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 20
alternatif jawaban yang benar. Tester sendiri pada umumnya tidak memberikan
waktu tambahan atau memberikan waktu khusus bagi teste untuk menghitamkan
bulatan alternatif jawaban yang dipilihnya. Tester tetap berpedoman dan
menggunakan standar waktu yang sama dengan cara pemberian jawaban yang
dicoret. Kondisi di atas juga terjadi dalam proses pemberian tes psikologis yang
mempergunakan lembar jawaban komputer. Hal ini berpotensi memengaruhi hasil
pengetesan.
Saptoto (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat
perbedaan waktu yang signifikan antara kelompok subjek yang mengerjakan CFIT
dengan cara mencoret alternatif jawaban dan kelompok subjek yang mengerjakan
CFIT dengan cara menghitamkan bulatan alternatif jawaban. Kelompok subjek
pertama membutuhkan waktu yang lebih cepat daripada kelompok subjek kedua.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saptoto (2012) juga menemukan
bahwa terdapat perbedaan hasil CFIT yang signifikan antara kelompok subjek
yang mengerjakan CFIT dengan cara mencoret alternatif jawaban dan kelompok
subjek yang mengerjakan CFIT dengan cara menghitamkan bulatan alternatif
jawaban. Kedua kelompok subjek tersebut mengerjakan CFIT dengan
menggunakan waktu yang sama, yaitu waktu standar administrasi CFIT yang
berlaku. Kelompok subjek pertama secara konsisten mendapatkan hasil CFIT
yang lebih tinggi dari pada kelompok subjek kedua. Kelompok subjek pertama
selalu mendapatkan hasil CFIT yang lebih tinggi dibandingkan kelompok subjek
kedua pada pengetesan dengan menggunakan CFIT 3A dan CFIT 3B. Bahkan jika
hasil CFIT 3A dan 3B digabungkan, kelompok subjek pertama tetap masih
mendapatkan hasil CFIT yang lebih tinggi daripada kelompok subjek kedua. Hal
ini menunjukkan adanya pengaruh jenis lembar jawaban terhadap hasil CFIT.
Oleh karena itu diperlukan adanya adaptasi waktu administrasi CFIT yang
menggunakan lembar jawaban komputer.
International Test Commission (selanjutnya disingkat ITC) dibentuk pada
tahun 1991 untuk memenuhi kebutuhan akan adaptasi tes. Komisi tersebut
kemudian menyusun panduan dalam penerjemahan dan adaptasi tes supaya
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Panduan ini dipublikasikan pada tahun
1994 (Gregoire & Hambleton, 2009). Namun demikian, penggunaan internet dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 20
komputer dalam penyelenggaraan tes telah mengubah proses penyajian, penilaian,
dan pelaporan hasil tes. Hal ini memunculkan kebutuhan untuk mengubah tata
cara dalam penyajian tes kepada para pengambil tes (Hambleton, Merenda &
Spielberger, 2005). ITC pada tahun 2005 kemudian membentuk komite baru
untuk memperbaiki tata cara penerjemahan dan adaptasi sebuah tes (Gregorie &
Hambleton, 2009). Komite ini kemudian menghasilkan tata cara baru dalam
penerjemahan dan adaptasi tes pada tahun 2016.
Panduan ITC (2017) menyebutkan bahwa ada dua hal yang perlu
dilakukan oleh peneliti pada saat akan menerjemahkan dan mengadaptasi tes.
Pertama, peneliti harus menyiapkan semua material dan instruksi secara seksama
untuk meminimalisasi masalah-masalah terkait budaya dan bahasa yang
disebabkan oleh prosedur administrasi dan cara pemberian respon, sehingga
memengaruhi validitas atas kesimpulan yang ditarik dari skor tes. ITC selanjutnya
menjelaskan bahwamasalah-masalah lain dalam administrasi tes yang dapat
memengaruhi hasil tes juga perlu diperhatikan, termasuk di dalamnya adalah
mekanisme dalam memberikan jawaban (misalnya bentuk lembar jawaban), dan
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tes. ITC menekankan pentingnya
waktu dalam administrasi tes, karena kesalahan yang jamak terjadi yaitu
pengambil tes tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan sebuah tes.
Hal kedua yang harus dilakukan dalam proses penerjemahan dan adaptasi
tes adalah menjelaskan kondisi tes yang seharusnya diikuti secara cermat,
termasuk batasan waktu dalam pengerjaan tes (ITC, 2017). Tujuan dari aturan ini
adalah untuk menjamin pengambil tes dapat menunjukkan pengetahuan,
kemampuan,dan keterampilan yang dimilikinya secara sesungguhnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa adaptasi
administrasi CFIT perlu dilakukan agar validitas hasil tes dapat dipercaya. Peneliti
selanjutnya mengajukan enam hipotesis di dalam penelitian ini, yaitu: 1) Tidak
terdapat perbedaan hasil raw score CFIT 3A antara kelompok subjek yang
menggunakan waktu standar administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3A,
dengan kelompok subjek yang menggunakan adaptasi waktu standar administrasi
pada saat mengerjakan CFIT 3A. 2) Tidak terdapat perbedaan hasil raw score
CFIT 3B antara kelompok subjek yang menggunakan waktu standar administrasi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 20
pada saat mengerjakan CFIT 3B, dengan kelompok subjek yang menggunakan
adaptasi waktu standar administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3B. 3) Tidak
terdapat perbedaan hasil raw score CFIT 3A + 3B antara kelompok subjek yang
menggunakan waktu standar administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3A + 3B,
dengan kelompok subjek yang menggunakan adaptasi waktu standar administrasi
pada saat mengerjakan CFIT 3A + 3B. 4) Tidak terdapat perbedaan inteligensi
dari CFIT 3A antara kelompok subjek yang menggunakan waktu standar
administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3A, dengan kelompok subjek yang
menggunakan adaptasi waktu standar administrasi pada saat mengerjakan CFIT
3A. 5) Tidak terdapat perbedaan inteligensi dari CFIT 3B antara kelompok subjek
yang menggunakan waktu standar administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3B,
dengan kelompok subjek yang menggunakan adaptasi waktu standar administrasi
pada saat mengerjakan CFIT 3B. 6) Tidak terdapat perbedaan inteligensi dari
CFIT 3A + 3B antara kelompok subjek yang menggunakan waktu standar
administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3 A + 3 B, dengan kelompok subjek
yang menggunakan adaptasi waktu standar administrasi pada saat mengerjakan
CFIT 3A + 3B.
Peneliti pada awalnya membuka kesempatan untuk menjadi subjek
penelitian kepada mahasiswa di Fakultas Psikologi sebuah Perguruan Tinggi X.
Informasi mengenai hal ini disampaikan melalui poster maupun sistem informasi
akademik. Peneliti kemudian mencatat ketersediaan waktu yang mereka miliki
untuk pengambilan data, dan sekaligus menyusun jadwal pengambilan data yang
dapat diakomodasi oleh para subjek penelitian. Desain penelitian yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Penelitian ini sendiri
terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengidentifikasi
perbedaan waktu yang diperlukan untuk memberikan jawaban dengan cara
mencoret dan menghitamkan bulatan pada alternative jawaban yang sesuai.
Perbedaan waktu yang ditemukan kemudian digunakan sebagai dasar untuk
melakukan adaptasi waktu administrasi CFIT 3A dan 3B dengan menggunakan
lembar jawaban komputer. Penelitian tahap kedua bertujuan untuk membuktikan
bahwa adaptasi waktu administrasi yang telah dilakukan dalam pengerjaan tes
dengan menggunakan LJK tidak mengubah hasil tes. Hal ini karena pemberian

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 20
jawaban dengan menggunakan LJK membutuhkan waktu yang lebih banyak,
sedangkan pemberian jawaban pada lembar jawaban manual sesuai manual asli
CFIT hanya membutuhkan waktu yang sangat singkat.
Seluruh subjek penelitian mengikuti eksperimen tahap pertama yang
terdiri dari dua aktivitas. Para subjek pada aktivitas pertama diminta untuk
memberikan jawaban pada lembar jawaban manual dengan cara memberikan satu
garis diagonal atau satu garis coret pada pilihan jawaban. Setiap nomor pada
lembar jawaban manual hanya perlu dicoret sekali pada sebuah alternatif pilihan
jawaban yang sudah ditentukan sebelumnya. Penentuan alternatif jawaban
tersebut dilakukan secara random sebelum penelitian dimulai.
Peneliti berikutnya memberikan LJK setelah semua subjek menyelesaikan
tugasnya yang pertama. Para subjek lalu diberi tugas untuk menghitamkan bulatan
pada alternatif jawaban yang telah ditentukan pada LJK. Setiap nomor pada LJK
hanya perlu dihitamkan bulatannya satu kali. Alternatif jawaban yang dihitamkan
bulatannya sama dengan alternatif jawaban pada tugas sebelumnya. Eksperimen
tahap pertama selesai sampai di sini.
Semua subjek pada eksperimen pertama maupun kedua sama sekali tidak
mengerjakan CFIT 3A maupun 3B. Mereka hanya mencoret lembar jawaban
manual pada aktivitas pertama, selanjutnya menghitamkan bulatan alternatif
jawaban pada aktivitas kedua. Waktu yang diperlukan oleh setiap subjek untuk
menyelesaikan aktivitas pertama maupun kedua dicatat dan dihitung, demikian
juga dengan selisih waktu di antara keduanya.
Eksperimen berlanjut ke tahap kedua. Para subjek dikelompokkan secara
random ke dalam kelompok kontrol atau kelompok eksperimen. Kelompok
control pada eksperimen tahap kedua sesi pertama diberi tugas untuk mengerjakan
CFIT 3A dengan cara memberikan coretan sekali pada alternatif jawaban yang
dipilihnya di lembar jawaban. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan tes ini
adalah waktu standar administrasi CFIT 3A. Mereka selanjutnya pada tahap kedua
sesi kedua kembali diberi tugas untuk mengerjakan CFIT 3B dengan cara
memberikan coretan sekali pada alternatif jawaban yang dipilihnya di lembar
jawaban. Tes juga dilaksanakan dengan menggunakan waktu standar administrasi.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 20
Kelompok eksperimen pada eksperimen tahap kedua sesi pertama diberi
tugas untuk mengerjakan CFIT 3A dengan cara menghitamkan bulatan pada
alternative jawaban yang dipilihnya di LJK. Waktu yang digunakan untuk
mengerjakan tes ini bukanlah waktu standar administrasi, namun adaptasi waktu
standar administrasi. Mereka selanjutnya pada tahap kedua sesi kedua kembali
diberi tugas untuk mengerjakan CFIT 3B dengan cara menghitamkan bulatan pada
alternative jawaban yang dipilihnya di LJK. Tes juga dilaksanakan dengan
menggunakan adaptasi waktu standar administrasi.
Jawaban semua subjek pada saat mereka mengerjakan CFIT 3A dan 3B,
baikyang berasal dari kelompok control maupun kelompok eksperimen, kemudian
dikoreksi. Jawaban-jawaban benar dari setiap soal kemudian dijumlahkan
sehingga menghasilkan raw score. Raw score ini selanjutnya dikonversikan
menadi angka inteligensi dengan menggunakan norma CFIT 3A dan 3B.
Pengambilan data penelitian tahap pertama dilakukan terhadap 125
mahasiswa yang mendaftar sebagai subjek penelitian dan hadir pada saat
pengambilan data. Waktu yang dibutuhkan oleh setiap subjek untuk memberikan
jawaban dengan cara menyilang atau menghitamkan bulatan alternatif jawaban
pada lembar jawaban yang sesuai diukur dengan menggunakan stopwatch.
Penelitian tahap pertama menggunakan desain eksperimen yang disebut
sebagai simple design (Myers & Hansen, 2002). Desain ini memiliki beberapa
bentuk. Bentuk yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu simple design
with repeated measure. Masing-masing subjek penelitian akan dikenai dua kali
pengukuran. Peneliti melakukan pengamatan terhadap semua pengukuran yang
dilakukan. Jarak waktu antara pengukuran pertama dan kedua adalah 15 menit.
Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fatique effects, yaitu penurunan
performa subjek karena mengalami kelelahan setelah mengikuti beberapa
eksperimen secara terus menerus (Myers & Hansen, 2002).
Pengambilan data penelitian tahap kedua dilakukan satu minggu setelah
seluruh subjek menyelesaikan eksperimen tahap pertama. Hal ini karena
eksperimen tahap pertama membutuhkan waktu yang lebih intensif. Setiap subjek
harus didampingi secara individual pada saat mencoret lembar jawaban manual

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 20
maupun menghitamkan bulatan alternatif jawaban, sebab masing-masing aktivitas
waktunya harus dicatat secara teliti dengan menggunakan stopwatch.
Penelitian pada tahap eksperimen kedua menggunakan two independent
group design (Myers & Hansen, 2002). Peneliti pada tahap ini menggunakan dua
jenis kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Subjek
kelompok kontrol berbeda dengan subjek kelompok eksperimen. Masing-masing
kelompok mendapatkan jenis perlakuan yang berbeda. Penempatan subjek ke
dalam kelompok kontrol atau kelompok eksperimen dilakukan dengan
menggunakan random assignment atau acak. Menurut Myers dan Hansen (2002)
random assignment akan membuat setiap subjek memiliki kesempatan yang sama
untuk ditempatkan ke dalam kelompok kontrol ataupun kelompok eksperimen.
Hal ini akan membuat kondisi awal kedua kelompok berada pada tingkatan yang
setara, sehingga keduanya juga dapat diperbandingkan secara setara. Jarak waktu
antara pengukuran pertama dan kedua adalah 15 menit. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya fatique effects. Subjek pada kelompok kontrol dan
eksperimen mengerjakan tes di ruang yang sama, namun waktunya berbeda.
Hipotesis-hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini akan
diuji dengan menggunakan metode statistik. Metode analisis data yang digunakan
untuk menguji keenam hipotesis penelitian adalah independent sample t-test.
Pengujian statistik dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer. Program
atau software yang digunakan adalah Statistical Product and Service Solution
(SPSS) 17.0 for Windows. Taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5 %.
Pengambilan data tahap pertama menunjukkan bahwa mean waktu yang
dibutuhkan subjek untuk memberikan jawaban dengan cara menyilang alternatif
jawaban pada setiap nomor adalah 0,926 detik. Selanjutnya mean waktu
yangdibutuhkan subjek untuk memberikan jawaban dengan cara menghitamkan
bulatan alternatif jawaban pada setiap soal adalah 4,370 detik. Oleh karena itu,
tambahan waktu yang diperlukan untuk setiap soal yang dikerjakan dengan cara
menghitamkan bulatan alternatif jawaban = 4,370 detik – 0,926 detik = 3,444
detik.
Tambahan waktu tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah soal pada
setiap subtes CFIT. Hasil pengkalian yang berupa total tambahan waktu kemudian

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 20
ditambahkan pada waktu standar administrasi CFIT pada setiap subtes.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka didapatkan adaptasi waktu standar
administrasi CFIT.
Statistik deskriptif menunjukkan bahwa perbedaan rerata raw score antara
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada CFIT 3A, 3B, dan skor total
CFIT 3A ditambah CFIT 3B tidak melebihi 1.5 nilai. Sedangkan perbedaan rerata
scaled score antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada CFIT 3A,
3B, dan skor total CFIT 3A ditambah CFIT 3B tidak melebihi 3 nilai.
Independent sample t-test terhadap raw score hasil skala CFIT 3A pada
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menghasilkan t = 1,045 (p > 0,05).
Hipotesis penelitian pertama diterima. Tidak terdapat perbedaan hasil raw score
CFIT 3A antara kelompok subjek yang menggunakan waktu standar administrasi
pada saat mengerjakan CFIT 3A, dengan kelompok subjek yang menggunakan
adaptasi waktu standar administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3A.
Independent sample t-test terhadap raw score hasil skala CFIT 3B pada
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menghasilkan t = 0,368 (p > 0,05).
Hipotesis penelitian kedua diterima. Tidak terdapat perbedaan hasil raw score
CFIT 3B antara kelompok subjek yang menggunakan waktu standar administrasi
pada saat mengerjakan CFIT 3B, dengan kelompok subjek yang menggunakan
adaptasi waktu standar administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3B.
Independent sample t-test terhadap raw score hasil skala CFIT 3A dan 3B
pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menghasilkan t = 0,791 (p >
0,05). Hipotesis penelitian ketiga diterima. Tidak terdapat perbedaan hasil raw
score CFIT 3A dan 3B antara kelompok subjek yang menggunakan waktu standar
administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3A dan 3B, dengan kelompok subjek
yang menggunakan adaptasi waktu standar administrasi pada saat mengerjakan
CFIT 3A dan 3B.
Independent sample t-test terhadap inteligensi hasil skala CFIT 3A pada
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menghasilkan t = 1,063 (p > 0,05).
Hipotesis penelitian keempat diterima. Tidak terdapat perbedaan inteligensi dari
CFIT 3A antara kelompok subjek yang menggunakan waktu standar administrasi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 20
pada saat mengerjakan CFIT 3A, dengan kelompok subjek yang menggunakan
adaptasi waktu standar administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3A.
Independent sample t-test terhadap inteligensi hasil skala CFIT 3B pada
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menghasilkan t = 1,470 (p > 0,05).
Hipotesis penelitian kelima diterima. Tidak terdapat perbedaan inteligensi dari
CFIT 3B antara kelompok subjek yang menggunakan waktu standar administrasi
pada saat mengerjakan CFIT 3B, dengan kelompok subjek yang menggunakan
adaptasi waktu standar administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3B.
Independent sample t-test terhadap inteligensi hasil skala CFIT 3A dan 3B
pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menghasilkan t = 0,771 (p >
0,05). Hipotesis penelitian keenam diterima. Tidak terdapat perbedaan inteligensi
dari CFIT 3A dan 3B antara kelompok subjek yang menggunakan waktu standar
administrasi pada saat mengerjakan CFIT 3A dan 3B, dengan kelompok subjek
yang menggunakan adaptasi waktu standar administrasi pada saat mengerjakan
CFIT 3A dan 3B.

C. Latihan
1. Mengapa CFIT dikatakan tes bebas budaya…
a. Karena direncanakan untuk mengurangi pengaruh kecakapan verbal,
iklim budaya, dan tingkat pendidikan
b. Karena aitem dalam skalanya sama
c. Karena bisa digunakan untuk semua usia
2. Apa yang dimaksud dengan fluid ability…
a. Kemampuan kognitif secara umum
b. Kemampuan kognitif yang bersifat herediter
c. Kemampuan kognitif yang diperoleh dalam interaksi individu dengan
lingkungan disekitarnya
3. Apa yang dimaksud dengan cristalized ability….
a. Kemampuan kognitif secara umum
b. Kemampuan kognitif yang bersifat herediter
c. Kemampuan kognitif yang diperoleh dalam interaksi individu dengan
lingkungan disekitarnya

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
18 / 20
4. Tes yang mengukur ketajaman diferensiasi ada pada subtes…
a. Series
b. Classsification
c. Topology
5. Tes yang mengukur mengenai pemahaman konsep ada pada subtes…
a. Series
b. Classsification
c. Topology

D. Kunci Jawaban
1. a
2. b
3. c
4. b
5. c

E. Daftar Pustaka
Aiken, L. R., & Marnat, G. G. (2008). Psychological Testing and Assessment.
USA: Allyn and Bacon
Anastasi, A., & Urbina, S. (2003). Tes Psikologi (Psychological testing 7e –Jilid
1). Jakarta: PT Indeks Gramedia Grup.
Groth, G., & Marnat. (2002). Handbook of Psychological Assessment. New York:
Wiley
http://www.konsultanpsikologijakarta.com/culture-fair-intelligence-scale-cfit/ Y
Kumara, A. (1989). Studi Validitas Dan Reliabilitas Culture Fair Intellegence Test
Skala 3 Sebagai Alat Ukur Inteligensi Pada Para Mahasiswa (Laporan
Penelitian). Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Saptoto, R. (2018). Pengaruh Adaptasi Waktu Administrasi yang disebabkan
Penggunaan Lembar Jawaban Komputer terhadap Hasil CFIT 3 A dan 3 B.
Jurnal Psikologi, 45(1), 52-65

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
19 / 20

Anda mungkin juga menyukai