Anda di halaman 1dari 5

TES KECERDASAN CULTURE FAIR INTELLIGENCE TEST

(CFIT)

Ray Rido Imanuel Sembiring


Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Rayridoimanuel13@gmail.com

Pendahuluan
Tes Kecerdasan Culture Fair Intelligence test (CFIT) adalah tes yang dirancang
dengan meminimalisir pengaruh kelancaran verbal, kondisi budaya dan tingkat
pendidikan (Cattel & Cattel, 2006). Test intelegensi Culture Fair ini berusaha
menghindari unsur bahasa, kecepatan, dan isi yang terikat budaya. Sehingga apabila
dilakukan di wilayah dengan bahasa yang berbeda dan budaya yang berbeda pula, akan
tetap mampu dikatakan valid. Hal ini menjadikan CFIT masih sering dipergunakan.
Perkembangan zaman dan teknologi komputer ternyata juga mempengaruhi metode dan
prosedur pengukuran. Hasil penelitian yang dilakukan Kumar dan Helgeson (1995)
menunjukkan bahwa penggunaan komputer pada proses pemeriksaan atau pengetesan
mampu meningkatkan kualitas dan efisiensi perekaman, penyimpanan, dan analisis data.
Fisteus, Pardo, dan Garcia (2012) juga mengemukakan bahwa penggunaan komputer
akan mengurangi waktu dalam koreksi dan penilaian, serta meningkatkan reliabilitas hasil
penelitian dibandingkan metode konvensional. Intelegensi dan keberhasilan dalam
pendidikan adalah dua hal yang saling terkait. Pada umumnya anak yang memiliki
intelegensi tinggi akan memiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan dengan
prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan.
Secara umum intelegensi itu pada hakikatnya adalah merupakan suatu
kemampuan umum untuk memperoleh suatu kecakapan yang mengandung berbagai
komponen. Untuk mengungkap kemampuan individu biasanya dipergunakan instrumen
tes intelegensi. Tes intelegensi mengukur kecakapan potensial yang bersifat umum.
Kecakapan ini berkenaan dengan kemampuan untuk memahami, menganalisis,
memecahkan masalah dan mengembangkan sesuatu dengan menggunakan rasio atau
pemikirannya. Tes intelegensi sebagai suatu instrumen tes psikologis dapat menyajikan
fungsi-fungsi tertentu, diantaranya: dapat memberikan data untuk membantu peserta
didik dalam meningkatkan pemahaman diri (self understanding), penilaian diri (self
evaluation), dan penerimaan diri (self acceptance).
Hasil pengukuran dengan menggunakan tes intelegensi juga dapat meningkatkan
persepsi dirinya secara maksimal dan mengembangkan eksplorasi dalam beberapa bidang
tertentu. Hal ini diperlukan untuk mendukung siswa dalam mencapai prestasi yang
optimal di sekolah. Furlow, Armijo-Prewitt, Gangestad, dan Thornhill (1997) kemudian
meneliti hubungan ketidaksimetrisan tubuh de ngan inteligensi. Mereka menggunakan
CFIT untuk mengukur inteligensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidak
simetrisan tubuh ternyata memiliki hubungan negatif dengan inteligensi. Hal ini membuat
mereka kemudian menyimpulkan bahwa meningkatkan kualitas lingkungan
perkembangan seseorang akan meningkatkan inteligensinya.
DEFENISI CULTURE FAIR INTELLIGENCE TEST CFIT)
CFIT (Culture Fair Intelligence Test) merupakan salah satu test psikologi yang
mampu untuk mengukur intelegensi individu dalam suatu cara yang direncanakan untuk
mengurangi pengaruh kecakapan verbal, iklim budaya, dan tingkat Pendidikan. Tes CFIT
sendiri menurut Cattell dan Cattell (1973) sebenarnya cukup dikerjakan dengan cara
memberikan tanda centang pada lembar jawaban CFIT. Penggunaan lembar jawaban
komputer membuat waktu yang dapat dipergunakan testi untuk berpikir dan
menyelesaikan masalah menjadi berkurang, karena testi juga harus meluangkan waktu
untuk menghitamkan bulatan alternatif jawaban yang dipilihnya. Kondisi ini berpotensi
mempengaruhi hasil tes inteligensi.
Test CFIT (Culture Fair Intelegency Test) diciptakan berdasarkan hasil penelitian
Raymond Bernard Cattell. Raymond Bernard Cattell (20 Maret 1905 s/d 2 Februari 1998)
adalah seorang psikolog Inggris dan Amerika, yang dikenal untuk eksplorasinya banyak
wilayah di psikologi. Daerah ini meliputi: dimensi dasar kepribadian dan temperamen,
berbagai kemampuan kognitif, dinamika dimensi motivasi dan emosi, dimensi klinis
kepribadian, pola kelompok dan perilaku sosial, aplikasi penelitian kepribadian untuk
psikoterapi dan teori pembelajaran, prediktor kreativitas dan prestasi. Cattell terkenal
produktif, dengan usia selama 92 tahun telah menerbitkan banyak buku, artikel dan lebih
dari 30 alat tes terstandar.
Culture Fair Intelligence Test dimaksudkan untuk mengukur kemampuan
umum (General Ability) atau di sebut dengan G-Factor. Menurut teori kemampuan yang
dikemukakan oleh Raymond B. Cattell, Culture Fair Intelligence Test adalah untuk
mengukur Fluid Ability seseorang. Fluid Ability adalah kemampuan kognitif seseorang
yang bersifat herediter. Kemampuan kognitif yang Fluid ini di dalam perkembangan
individu selanjutnya mempengaruhi kemampuan kognitif lainnya yang disebut
sebagai Cristalized Ability. Cristalized Ability seseorang merupakan kemampuan
kognitif yang diperoleh dalam interaksi individu dengan lingkungan disekitarnya.
Kemampuan kognitif seseorang tergantung dari sampai berapa jauh keadaan Fluid
Ability-nya dan bagaiamana perkembangan Cristalized Ability.
JENIS SKALA CULTURE FAIR INTELLIGENCE TEST
1. SKALA 1
Skala 1 dipergunakan untuk mengukur inteligensi kecerdasan anak-anak berumur
empat sampai dengan delapan tahun dan orang-orang yang lebih tua namun memiliki
kesulitan belajar, dan juga orang yang mengidap gangguan reterdasi mental. Cattell
(1961) menyebutkan bahwa pengerjaan skala 1 sebenarnya tidak dibatasi oleh waktu.
Testi umumnya dapat menyelesaikan skala 1 dalam waktu 22 menit. Pada skala 1 terdiri
atas 1 formulir dengan 8 sub-tes.
2. SKALA 2
Skala 2 dipergunakan untuk mengukur inteligensi anak-anak yang berusia delapan
sampai dengan empat belas tahun dan orang dewasa yang memiliki kecerdasan
normal.
3. SKALA 3
Skala 3 dipergunakan untuk mengukur inteligensi orang berusia empat belas
tahun ke atas dan orang dewasa yang memiliki taraf kecerdasan superior. Pada
skala 3 terdiri dari 2 formulir isian dengan masing-masing 4 sub-tes.
Skala CFIT 2 dan skala CFIT 3 memiliki bentuk para- relnya, yaitu form A dan
form B. Hal ini membuat skala CFIT 2 terdiri dari CFIT 2A dan 2B, sedangkan
skala CFIT 3 terdiri dari CFIT 3A dan 3B. Cattell dan Cattell (1973) selanjutnya
menyebutkan bahwa skala CFIT 3A dan 3B terdiri dari empat subtes. Subtes-subtes
tersebut yaitu series, classification, matrices, dan conditions atau topology. Skala 2
dan skala 3 pada sisi lain pengerjaannya dibatasi. Kedua skala tersebut hanya diberi
waktu pengerjaan selama 12,5 menit. Rinciannya yaitu series dikerjakan selama tiga
menit, classification dikerjakan selama empat menit, matrices dikerjakan selama tiga
menit, dan conditions atau topology dikerjakan selama 2,5 menit.
SEJARAH
Sejarah Culture-Fair Scale dimulai dalam pekerjaan yang dilakukan oleh Cattell
pada akhir 1920-an, dipicu oleh penelitian ilmiah dari Charles Spearman dan yang
lainnya ke dalam sifat dan pengukuran kecerdasan yang akurat. Pada tahun 1930,
pekerjaan tersebut menghasilkan publikasi skala inteligen kelompok Cattell (Cattell
group Intelligence scale). Lima tahun kemudian, banyak skala, terutama yang
dimaksudkan untuk digunakan anak-anak direvisi dan disusun kembali ke dalam bentuk
non-verbal dengan tujuan untuk mengurangi efek kefasihan verbal yang tidak
diinginkan dan tidak perlu dalam pengukuran kecerdasan murni. Penelitian dan
penyempurnaan berlanjut dan pada tahun 1940, revisi lain dari tes tersebut muncul.
Pada saat ini, item telah menjadi sepenuhnya perseptual dan diatur ke dalam 6
subtes. Sebelum penerbitan edisi ini, empat item analisis berturut-turut dilakukan pada
sampel siswa SMA, mahasiswa, siswa kelas 7 dan 8 dan jurusan psikologi.
Dari 158 item yang dianalisis, 72 validitas dan reliabilitas yang memuaskan
dipertahankan untuk versi yang diterbitkan. Pada tahun 1949, Skala Culture-Fair
mengalami revisi lain dan mengadopsi format yang telah dipertahankan sejak saat itu,
terdiri dari empat subtes (Seri, Klasifikasi, Matriks dan Kondisi) di masing-masing dari
dua tingkat kesulitan. CFIT dikembangkan untuk mengukur intelegensi individu dalam
suatu cara yang direncanakan untuk mengurangi pengaruh kecakapan verbal, iklim
budaya, dan tingkat pendidikan (Cattel, dalam Kumara, 1989). Alasannya yaitu
perbedaan kebudayaan dapat mempengaruhi performance test (hasil) sehingga
dikembangkan tes yang adil budaya (culture fair) antara lain CFIT. Test Culture
Fair Intelligence (CFIT) terdiri dari 3 (tiga) skala yang disusun dalam Form A dan
Form B secara paralel. Tes ini dibuat oleh Raymond B. Cattel dan A. Karen S. Cattel
serta sejumlah staff penelitian dari Institute of Personality and Ability Testing (IPAT)
di Universitas Illinois, Champaign, Amerika Serikat tahun 1949.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEST CULTURE FAIR
INTELLIGENCE (CFIT)
Kelebihan
Culture-fair test adalah tes yang dirancang untuk sedapat mungkin bebas dari bias
budaya, sehingga tidak ada budaya yang memiliki keunggulan di atas yang lain. Tes ini
dirancang untuk tidak dipengaruhi oleh kemampuan verbal, iklim budaya, atau tingkat
pendidikan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan keuntungan, atau kerugian sosial
atau budaya, yang mungkin dimiliki seseorang karena pengasuhan mereka. Sebagian
besar tes kecerdasan, terutama yang memiliki unsur bahasa, memiliki komponen budaya
di dalamnya. Culture-fair test adalah tes yang menggunakan kertas dan pensil serta
non-verbal yang dapat diberikan kepada pasien yang berusia empat tahun.
Tes dapat diberikan kepada siapa saja, dari negara mana pun, yang berbicara
dalam bahasa apa pun. Tes budaya yang adil dapat membantu mengidentifikasi
pembelajaran atau masalah emosional. Pasien hanya membutuhkan kemampuan untuk
mengenali bentuk dan figur dan memahami hubungan masing-masing. Beberapa contoh
tugas dalam tes mungkin termasuk:
• menyelesaikan seri
• mengklasifikasikan
• memecahkan matriks
• mengevaluasi kondisi
Kekurangan
Culture-fair test adalah abstraksi ideal yang tidak pernah tercapai di dunia nyata.
Semua pengetahuan didasarkan pada budaya dan diperoleh dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu, sebuah tes tidak bisa bebas dari pengaruh budaya tetapi hanya dapat
mengandaikan pengalaman yang umum untuk budaya yang berbeda. Jadi, seperti yang
dicatat Scarr (1994), tidak ada yang namanya tes bebas budaya. Tidak mungkin suatu
ujian berlaku adil bagi semua kelompok budaya.
Tes yang meniadakan membaca mungkin adil secara budaya dalam satu situasi,
tes tanpa bahasa di situasi lain, tes kinerja di situasi ketiga dan seterusnya. Setiap tes
cenderung mendukung orang-orang dari budaya di mana tes itu dikembangkan.
Penggunaan kertas dan pensil belaka atau penyajian tugas-tugas abstrak yang tidak
memiliki signifikansi praktis langsung akan menguntungkan beberapa kelompok
budaya dan menghambat yang lain. Faktanya, tingkat pengenalan tertentu dengan
simbol non-verbal diperlukan agar subjek dapat mengerjakan tes ini dengan baik
PENUTUP
CFIT dikembangkan untuk mengukur intelegensi individu dalam suatu cara
yang direncanakan untuk mengurangi pengaruh kecakapan verbal, iklim budaya, dan
tingkat pendidikan (Cattel, dalam Kumara, 1989). Alasannya yaitu perbedaan
kebudayaan dapat mempengaruhi performance test (hasil). CFIT terdiri dari tiga jenis
tes atau skala, yaitu skala 1, skala 2, dan skala 3. Skala CFIT 2 dan skala CFIT 3
memiliki bentuk pararelnya, yaitu form A dan form B. skala CFIT 3A dan 3B terdiri
dari empat subtes. Subtes-subtes tersebut yaitu series, classification, matrices, dan
conditions atau topology. Masing-masing tes harus dikerjakan dalam waktu yang telah
ditetapkan.
REFERENCE
Cattel & Cattel.2006. Manual CFIT Skala 3A/B. Depok: Urusan Reproduksi dan
Distribusi Alat Tes Psikologi (Urdat) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Rohmah, U. (2011). Tes Intelegensi Dan Pemanfaatannya Dalam Dunia Pendidikan.
Jurnal Cendikiana Vol 9 No 1.indd
Saptoto, R. (2012). Perbedaan Waktu Pemberian Jawaban dan Hasil Tes Inteligensi
Ditinjau
dari Perbedaan Lembar Jawaban. Jurnal Psikologi, 39(2), 222-232.
Sejarah Tes CFIT, https://nsd.co.id/posts/10002-sejarah-tes-cfit-culture-fair-intelligence-
test.html. Diakses tanggal 10 Juli 2023

Anda mungkin juga menyukai