Nama/NIM
Marsya Sukma Ardini
1824090127
Dosen:
Febi Herdajani, S.Psi., M.Si., Psi
Kelas:
Kamis, 15:20 - 17:50
FAKULTAS PSIKOLOGI
• Norma — IQ
• Norma IST didasarkan pada USIA dan TARAF PENDIDIKAN.
3. Jumlahkan ke bawah.
4. Lihat norma untuk mendapatkan skor SW
IST adalah tes intelegensi dengan maksud untuk memahami diri dan pengembangan diri,
merencanakan pendidikan dan karir, mengambil keputusan dalam hidup individu dengan
mengerjakan sembilan subtes yang terdiri dari 176 item soal.
Klasifikasi Inteligensi
CFIT dipergunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan faktor kemampuan mental
umum/kecerdasan. Tes ini mengukur Intelegensi individu dalam suatu cara yang direncanakan
untuk mengurangi pengaruh percakapan verbal, iklim budaya, tingkat pendidikan. Tes ini
dikembangkan sebagai tes non verbal untuk mengukur fluid intelligence (Gf).
3. SPM (Standard Progressive Matrices)
Merupakan salah satu contoh bentuk skala inteligensi yang dapat diberikan secara individual
ataupun kelompok. Skala ini dirancang oleh J.C. Raven pada tahun 1960. SPM merupakan tes
yang bersifat nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan
ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar.
SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level
intelektualitas dalam beberapa kategori, menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu:
Grade I : Kapasitas intelektual Superior.
Grade II : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata
Tes SPM mengukur kecerdasan orang dewasa. Tes ini mengungkapkan faktor general (G faktor)
atau kemampuan umum seseorang. Tes SPM digunakan secara individual atau kelompok dan
bentuk soalnya berupa gambar.
4. SB (Skala Binet)
Tes Binet dipublikasikan pertama kali pada tahun 1905 di Paris, Perancis oleh Binet – Simon.
Pertama menggunakan 30 soal yang disajikan secara urut. Revisi 1 (1916) di Stanford
University Amerika Serikat oleh Terman (revisi yang paling terkenal). Revisi 2 (1937), bersama
Merril, tes direvisi menjadi 2 bentuk, yaitu L & M. Revisi 3 (1960), menggabungkan bentuk L &
M menjd L-M. Pada tahun 1972 restandardisasi tabel IQ. Revisi 4 (1986) oleh Thorndike dkk.
Tes Binet yang digunakan di Indonesia: revisi ke 3 dari Terman & merril pada tahun 1960, yaitu
Stanford Binet Intellegence Scale Form L-M. Hasil tes berupa IQ yang dapat dilihat pd tabel IQ
atau dengan melihat perbandingan antara MA & CA.
Tes Binet dikenakan secara individual dan pemberi tes memberikan soal-soalnya secara lisan.
Meski begitu, skala ini tidak cocok untuk dikenakan pada orang dewasa, sekalipun terdapat level
usia dewasa dalam tesnya. Hal ini karena level tersebut merupakan level intelektual dan hanya
dimaksudkan sebagai batas-batas dalam usia mental yang mungkin dicapai oleh anak-anak.
· SKALA VERBAL
Information (Informasi)
Comprehension (Pemahaman)
Arithmetic (Hitungan)
Similarities (Kesamaan)
Vocabulary (Kosakata)
Digit span (Rentang angka)
· SKALA PERFORMANSI
WAIS mengukur 2 aspek kemampuan potensial subyek yaitu aspek verbal dan aspek
performance. Tes ini digunakan oleh orang dewasa usia 16-75 tahun atau lebih. Pelaksanaan tes
ini dilakukan secara individu.
6. Tes Pauli
Tes Pauli dikembangkan pada tahun 1983, oleh Dr.Richard Pauli bersama dengan Dr. Wilhem
Arnold dan Prof. Dr. Van Hiss. Pada dasarnya, Richard Pauli tergolong dalam suatu aliran yang
ingin membuat psikologi menjadi bidang ilmu pasti, yaitu membuat psikologi sebagai suatu
bidang eksperimen. Di dalam penyusunan atau pembuatan test pauli ini, Richard Pauli
mengambil cara yang dipergunakan oleh Kraeplin, yaitu menggunakan suatu metode dengan cara
mengerjakan penghitungan sederhana di mana yang hendak dilihat adalah kurva kerja dari testee.
Kraeplin adalah seorang psikiater atau dokter jiwa yang menggunakan metode dengan menyuruh
testee menghitung.
Adapun ciri dari test Pauli antara lain adalah: penjumlahan yang mengalir, angka yang
ditulis hanya satuan, hasil penjumlahan tidak dijumlahkan dengan angka berikutnya.
Tujuan pengukuran tes Pauli adalah mengetahui batas perbedaan kondisi individu,
melihat prestasi dengan tepat, dan mengetahui pengaruh sikap kerja terhadap prestasi.
Aspek kepribadian yang diukur dalam tes Pauli antara lain:
Kekuatan kemauan
Daya tahan dan keuletan
Ketekunan dan konsentrasi
Daya penyesuaian
Vitalitas/energi (dengan asumsi, energi = prestasi)
Kecermatan dan ketelitian
Stabilitas emosi
ikap terhadap tugas, sikap dalam menghadapi tantangan, dan cara mengendalikan
diri.
Tes Pauli menggunakan suatu metode dengan cara mengerjakan penghitungan sederhana di
mana yang hendak dilihat adalah kurva kerja dari testee. Tes Pauli mengukur kekuatan kemauan,
daya tahan dan keuletan, ketekunan dan konsentrasi, daya penyesuaian, vitalitas/energi,
kecermatan dan ketelitian, stabilitas emosi, sikap terhadap tugas, sikap dalam menghadapi
tantangan, dan cara mengendalikan diri
CPM dapat digunakan pada anak-anak dengan rentang usia lima sampai sebelas tahun dan orang
dewasa namun dengan syarat memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Tes yang dibuat
dikarenakan adanya keperluan pengetesan intelegensi pada anak-anak yang tidak dapat
menggunakan alat tes Raven sebelumnya yaitu SPM.
9. SON
SON merupakan akronim dari Snijders Oomen Non Verbal Scale. SON merupakan salah satu
tes inteligensi non verbal digunakan untuk individu dengan rentan usia 3 – 16 tahun. Alat tes
ini juga tidak hanya sebatas untuk individu dalam kondisi normal namun juga
dapat digunakan untuk individu dengan disabilitas seperti tunarungu. Alat tes ini dapat
digunakan oleh individu dengan tunarungu dikarenakan tes SON berbentuk puzzle dan
rangkaian gambar yang perlu dicocokan dan peserta tidak dituntut untuk menjawab
perintah yang diberikan. SON sendiri dirancang mulai pada tahun 1939 – 1942, di
Amsterdam dan kemudian dalam perkembangannya banyak dilakukan revisi-revisi pada
aitem alat tes ini.
Alat tes ini dapat digunakan oleh individu dengan tunarungu dikarenakan tes SON berbentuk
puzzle dan rangkaian gambar yang perlu dicocokan dan peserta tidak dituntut untuk menjawab
perintah yang diberikan. Digunakan untuk individu dengan rentang usia 3 – 16 tahun.
Setelah itu, akan dibuat profil berdasarkan skala Bannatyne dari skor masing-masing
subtes. Profil ini menunjuk pada empat kelompok kemampuan yaitu (1) Kemampuan
spatial yang mencakup skor pada subtes-subtes yaitu melengkapi gambar, rancangan
balok, dan merakit objek; (2) Kemampuan konsep yang meliputi skor pada subtes-subtes
pengertian, persamaan, dan perbendaharaan kata; (3) Pengetahuan serapan yang meliputi skor
pada subtes subtes informasi, hitungan, dan perbendaharaan kata; dan (4)
Kemampuan mengurutkan yang mencakup skor pada subtes-subtes rentang angka,
mengatur gambar, dan coding (Andayani, 2001). Melalui profil tersebut dapat memberikan
gambaran secara umum bagaimana kemampuan seorang anak serta dapat digunakan untuk
mendeteksi kesulitan belajar anak (Andayani, 2001). Beberapa penelitian juga telah
menggunakan WISC untuk mengungkap gejala-gejala gangguan klinis pada anak, di
antaranya seperti main brain disfunction/brain damage, emotional disturbance, learning
disabilities, anxiety, delinquency, dan lain-lain (Mudhar & Rafikayati, 2017).
Tes WISC dapat mendeskripsikan berbagai aspek kecerdasan anak dan dapat mengukur
kemampuan kognitif seseorang dengan melihat pola-pola respon pada tiap-tiap subtes. WISC
digunakan untuk tes inteligensi pada anak usia 8-15 tahun. Tes WISC terdiri atas tes verbal dan
tes performance.
Atribut psikologis dan kemampuan-kemampuan yang diukur oleh alat tes ini terdiri dari 2
penilaian besar, yaitu tes verbal yang mencangkup atas tes kemampuan menerima
informasi, kemampuan pemahaman, kemampuan berhitung, kemampuan melihat
persamaan dan pengertian; serta tes prestasi yang terdiri atas rumah binatang dengan
mencocokan nama binatang dan tempat tinggalnya, penyelesaian gambar dengan
melengkapi gambar yang kosong, mencari jejak, bentuk geomteris, labirin dan puzzle
balok (Siswina et al., 2016).
Alat tes WPPSI juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan anak-
anak dengan keterlambatan kemampuan kognitif, mengevaluasi keterlambatan
kemampuan kognitif, gangguan intelektual dan autisme. WPPSI juga dapat digunakan untuk
menentukan jenis sekolah yang tepat bagi anak hingga melihat apakah anak
mengalami kerusakan pada otak (Wechsler, 2012).
Alat tes WPPSI dirancang dan ditujukan untuk anak-anak pada usia sebelum masuk sekolah atau
anak-anak yang ada pada tingkat taman kanak-kanak. Alat tes ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat kecerdasan anak secara keseluruhan serta dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi
karakteristik keterlambatan atau kesulitan anak tersebut