Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MATA KULIAH ASESMEN & INTERVENSI INTELIGENSI

TEORI INTELIGENSI

Dosen Pengampu : Daria. Diana Rusmawati

Oleh:

M. Sahal Machfudh 15000118130148

Andreyzal Helansusanda P 15000118130160

Gabriel Christoffel Tobing 15000118140203

Levinthira Reyhan Hernanda 15000118140212

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asesmen dan Intervensi Inteligensi.
Makalah ini berisi mengenai materi tentang Teori Inteligensi dari berbagai tokoh
psikologi.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan dan
petunjuk pembelajaran. Harapan penulis, semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.

Semarang, Febuari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

1.1 Latar Belakang...............................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................5

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN..........................................................................6

2.1 Teori Inteligensi Weschler.............................................................................6


2.2 Teori Inteligensi Binet.................................................................................10
2.3 Teori Inteligensi Cattel.................................................................................15
2.4 Teori Inteligensi Spearman ..………...……………………………………16

2.5 Teori Inteligensi Raven ………………………………………………….. 15


2.6 Teori Inteligensi Guilford ………………………………………………...15
2.7 Teori Inteligensi Gardner ………………………………………………...15
2.8 Teori Inteligensi Stenberg ………………………………………………...15
2.9 Teori Inteligensi Thrustone ……………………………………………….15

BAB III PENUTUP...............................................................................................21

3.1 Kesimpulan..................................................................................................21
3.2 Saran ............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

Lampiran …………………...………………………………………………….. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana teori inteligensi menurut tokoh psikologi pendidikan?
2. Bagaimana perbedaan teori inteligensi antartokoh?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui teori inteligensi menurut tokoh psikologi pendidikan
2. Mengetahui perbedaan teori inteligensi antartokoh.

4
BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Teori Inteligensi Wechsler


David Wechsler, pencipta skala-skala inteligensi. Pengertian
intelegensi yang paling banyak dianut para ahli adalah apa yang dikemukakan
oleh Wechsler, yang mengatakan bahwa intelegensi merupakan pembangkit
atau kapasitas global individu untuk bertindak bertujuan, berpikir rasional, dan
berhubungan efektif dengan lingkungannya. Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang
melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak
dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai
tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Tiga puluh empat tahun setelah diterbitkannya tes intelegensi yang


pertama oleh Binet Simon atau dua tahun setelah munculnya revisi Stanford-
Binet, David Wechsler mmperkenalkan versi satu tes intelegensi yang
dirancang khusus untuk digunakan orang dewasa. Tes tersebut terbit pada
tahun 1939 dan dinamai Wechsler Bellevue Intellegent Scale (WBIS), disebut
juga skala W-B. Alasan Wechsler mengembangkan skala W-B adalah
kenyataan bahwa tes intelegensi yang digunakan untuk orang dewasa saat itu
hanya merupakan perluasan dari tes intelegensi untuk anak-anak dengan
menambahkan soal yang sejenis yang lebih sukar. Isi tes yang seperti itu,
menurut Wechsler seringkali tidak menarik minat dan perhatian orang dewasa.
Pada tahun 1949 Wechsler menerbitkan pula skala intelegensi untuk
digunakan pada anak-anak.

Adapun beberapa alat tes yang digunakan untuk mengukur tingkat


intelegensi seseorang berbeda beda yang dilihat berdasarkan usia subjek
tersebut. Contohnya :

1. Wechsler Preeschool and Primary Scale of Intelligence-Revised


tahun 1989. Tes ini untuk rentang usia 3 bulan sampai 6,5 tahun

5
2. Untuk anak-anak yang berusia 6,5 tahun sampai 16,5 tahun adalah
W.I.S.C (Wechsler Intelligence Scale for Childarien)
Tes WISC membutuhkan waktu 65-80 menit untuk
mengelola dan menghasilkan nilai IQ yang merupakan kemampuan
umum intelektual anak. Skala WISC terbagi atas 2 kelompok yaitu:
kelompok verbal dan kelompok performance. WISC terdiri atas 12
tes, dapat dipaparkan pada tabel sebagai berikut:

Untuk mengadakan standardisasi skala WISC, kedua belas


macam tes tersebut dikenakan pada tiap-tiap subjek. Skala Verbal
dan skala Performace, masing-masing menghasilkan IQ-Verbal
dan IQPerformansi, dan kombinasi dari keduanya menjadi dasar
untuk perhitungan IQ-deviasi sebagai IQ keseluruhan.
Dengan mengetahui hasil tes diatas dapat diketahui tingkat
kemampuan testee yang terangkum dalam 12 macam kemampuan,
akan diperoleh 2 macam nilai (skala) intelegensi yaitu nilai
intelegensi pada kemampuan verbal, dan nilai intelegensi
performance, untuk kemudian dijumlahkan sehingga ditemukan
nilai intelegensi total. Dari skala yang diperoleh, kemudian dapat
diinterpretasikan untuk mengetahui bakat anak.

3. Untuk orang-orang dewasa adalah W.B (Wechsler Bellevue), dan


W.A.I.S (Wechsler Adult Intelligence Scale)

6
WAIS merupakan alat pemeriksaan intelegensi yang
bersifat individu. WAIS merupakan alat tes yang paling populer
karena paling banyak digunakan di dunia saat ini. Semula bernama
Wechsler Bellevue Intellegence Scale (WBIS).
Tes intellegensi ini (WAIS) memiliki enam subtes yang
terkombinasikan dalam bentuk skala pengukuran ketrampilan
verbal dan lima subtes membentuk suatu skala pengukuran
ketrampilan tindakan.

Kekurangan skala Wechsler: kurangnya pendasaran teoritis yang


menyulitkan penemuan basis interpretasi yang koheren. Selain itu juga
komposisi skala-skala ini tampak menganggap bahwa domain kemampuan
yang dipilih oleh subtesnya dalam semua tingkat umur sama.

2.2 Teori Inteligensi Binet

Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Selain


kontribusi nyata pribadi beliau dengan menciptakan tes intelegensi, beliau
juga bekerja sama dengan Simon (1904) untuk membuat instrumen
pengukur intelegensi dengan skala pengukuran level umum pada soal-soal
mengenai kehidupan sehari-hari. Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini
mengembangkan penggunaan tes intelegensi dengan tiga puluh items
berfungsi mengidentifikasikan kemampuan sekolah anak.

Menurut Alfred Binet (1857-1911) & Theodore Simon, inteligensi


terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran
atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan

7
itu telah dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengritik diri sendiri
(autocriticism).

Binnet dan T. Simon adalah perintis tes IQ (mental age) pertama


kali di Prancis (1905). Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi performa
di sekolah. Jadi mereka ingin menentukan mana anak yang berkebutuhan
khusus atau tidak agar anak2 tsb dapat berkembang optimal. Untuk
mengukur kecerdasan anak-anak (3-13 tahun) ia lebih menekankan kepada
keterampilan verbal yang memiliki tingkat kesulitan yang teratur. Tes IQ-
nya dinamakan Binet-Simon Intelligence Scale. Rumus pengukuran IQ
Binet & Simon adalah :

Binet juga membuat skala yang pertama pada tahun 1905, dan
diberi nama Binet-Simon, yang terdiri dari 30 aitem. Selain mengukur
kemampuan mental juga mengukur aspek fisiologi, seperti :

1. Pengertian verbal (verbal comprehension)

2. Kemampuan angka-angka (numerical ability)

3. Penglihatan keruangan (spatial visualization)

4. Kemampuan penginderaan (perceptual ability)

5. Ingatan (memory)

6. Penalaran (reasoning)

7. Kelancaran kata-kata (word fluency)

8
2.3 Teori Inteligensi Cattel

Psikolog Inggris dan Amerika yang dikenal untuk penelitian


psikometrik ke dalam struktur psikologis di illinois University Ia menulis
hampir 60 buku-buku ilmiah, lebih dari 500 artikel penelitian Karyanya
yang terkenal adalah teori kepribadian dengan model 16 PF, dan ia juga
mengembangkan tes inteligensi pada pada PD II 1937 bekerja di Columbia
University, 1941 bergabung di Harvard University, 1945 bergabung di lab
di IIllinois University of Urbana-Champaign, hingga pensiun. Cattell
mengklasifikasikan inteligensi menjadi dua macam, yaitu :

a. Fluid intelligence (Gf), inteligensi yang merupakan faktor bawaan


biologis, yang diperoleh sejak lahir dan lepas dari pengaruh pendidikan
dan pengalaman. Inteligensi ini sangat penting dalam keberhasilan
melakukan tugas yang menuntut kemampuan adaptasi pada situasi baru.
Inteligensi ini cenderung tidak berubah setelah usia 14 atau 15 tahun.

b. Crystallized intelligence (Gc), inteligensi yang merefleksikan adanya


pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang.
Inteligensi ini masih dapat terus berkembang sampai usia 30 atau 40 tahun,
bahkan lebih. Hal ini disebabkan karena perkembangan inteligensi jenis ini
tergantung pada bertambahnya pengalaman dan pengetahuan sehingga
adanya peningkatan usia berarti peningkatan pengalaman akan terus
berpengaruh terhadap perkembangan intelegensi crystallized. Meskipun
berbeda, akan tetapi kedua intelegensi tersebut dapat tampak serupa. Pada
umumnya kemampuan keduanya menunjukkan korelasi yang tinggi satu
sama lain.

TES INTELEGENSI CATTEL CULTURE FAIR INTELIGENCE


SCALE (CFIT)

• CFIT oleh Raymond B. Cattel & A. Karen S., serta sejumlah staf peneliti
dari Institute of Personality and Ability Testing (IPAT) Illinois University,
Cahmpaign, USA tahun 1945.

9
• Tes ini terdiri dari 3 skala yang disusun dalam Form A dan Form B, scr
paralel. Pada tahun 1975 Fakultas Psikologi UI kedua bentuk itu untuk
skala 2 & 3 sudah mulai diterbitkan. Cara penyajiannya klasikal/massal
bagi subjek usia 13 tahun sampai usia dewasa.

• Tujuan tes ini untuk mengukur kemampuan umum atau general ability
(G Factor).

• Menurut Teori kemampuan Cattel, tes CFIT ini adl untuk mengukur
Fluid Ability, yaitu kemampuan kognitif seseorang yang bersifat herediter.
Kemampuan ini selanjutnya dalam perkembangan individu mempengaruhi
kemampuan kognitif lainnya yang dsbt Cristalized Ability, yaitu mrpkn
kemampuan kognitif yang diperoleh didalam interaksi seseorang dgn
lingkungan disekitarnya.

• Atas dasar pengertian diatas, maka penyajian tes CFIT akan lebih
lengkap apabila disertai pula dengan penggunaan testestes inteligensi
umum lainnya yang mengukur Cristalized AbilityCristalized Ability,
seperti, misalnya Tes Inteligensi Umum 69 (TINTUM 69) atau tintum
bentuk A atau bentuk B.

Nama Indonesia :

Tes“G”skala2A (A7A), Tes“G”skala2B (A7B), Tes“G”skala3A,


Tes“G”skala3B

• Skala II untuk anak-anak usia 8-14 tahun dan untuk orang dewasa yang
memiliki kecerdasan lemah.

• Skala III untuk usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan
kecerdasan tinggi.

Bentuk yang tersedia;

Buku soal dan lembar jawaban yang terpisah.

10
Penyajian

• Individual maupun klasikal. Perlu observer untuk jumlah testee lebih dari
25 orang.

• Waktu penyajian untuk seluruhnya pada setiap bentuk sekitar 20-40


menit, tergantung daya pemahaman testee. Perincian waktu sebagai
berikut:

• Sub tes 1. seri : 3 menit

• Sub tes 2. Klasifikasi : 3 menit

• Sub tes 3. Matriks : 3 menit

• Sub tes 4. Persyaratan : 3 menit

2.4 Teori Inteligensi Spearman

Menurut Spearman yang disebut dengan teori dua faktor,


kecerdasan merupakan kemampuan untuk berpikir dan menimbang.
Kecerdasan menurut Charles Spearman terdiri atas dua faktor utama, yaitu
faktor general (G) dan faktor specific (S). Yang pertama, faktor general
(G) dimiliki oleh semua orang sejak lahir, namun berbeda antara satu
dengan yang lainnya dan mencakup kegiatan intelektual yang dimiliki
setiap orang. Mereka yang memiliki faktor ‘G’ yang luas mempunyai
kemampuan untuk mempelajari matematika, bahasa, sains, sejarah, dan
sebagainya dengan menggunakan symbol abstrak. Sedangkan orang yang
memiliki faktor ‘G’ yang sedang atau rata-rata memiliki kemampuan yang
sedang dalam menguasai bidang tersebut. Seberapa besar faktor ‘G’
ditentukan dari kerja otak baik secara unit maupun keseluruhan.

Yang kedua, faktor specific (S) merupakan faktor khusus mengenai


bidang tertentu. Jika seseorang memiliki faktor ‘S’ yang dominan dalam
bidang tertentu, maka orang tersebut akan unggul dalam bidangnya. Faktor

11
‘S’ berkaitan dengan kemapmpuan-kemampuan khusus dari otak dalam
menjalakan kerjanya. Dalam tiap individu dapat memeroleh faktor ‘S’ dari
lingkungan yang dimilikinya dan dapat memiliki lebih dari satu kegiatan
pada individu tersebut. Jumlah faktor ‘S’ yang dimiliki tiap orang tentu
berbeda. Sebagai contoh seseorang yang menjalankan studinya sampai S-
1, S-2, atau S-3.

Menurut Spearman, performance pada faktor ‘G’ dan ‘S’ dapat


dirumuskan:

P=S+G

2.5 Teori Inteligensi Raven

Pada tahun 1936 di Inggris, John C. Raven mengembangkan sebuah


tes yang awalnya hanya digunakan untuk rekruitmen tentara dari rakyat
sipil. Tes ini dikembangkan berdasarkan pada teori Sperman yang disebut
dengan teori dua faktor. Teori ini terdiri dari dua faktor, yaitu faktor
general dan faktor spesial. Dari teori Spearman tersebut, Raven
memgembangkan alat tesnya sendiri yang dinamakan Ravens Progressive
Matrices (RPM) atau sering diebut Ravin Matriks. Selain awalnya hanya
untuk dijadikan sebagai alat rekrutmen, tes ini juga digunakan dalam
pengaturan pendidikan. Tes ini merupakan tes kelompok nonverbal.

Ravens Progressive Matrices (RPM) adalah tes kelompok


nonverbal dengan kemampuan penalaran berdasarkan rangsangan tes
figural serta mengukur kemampuan dalam membandingkan, analogi dan
mengatur persepsi spasial menjadi keseluruhan, tes ini biasanya digunakan
dalam pengaturan pendidikan. 

Tes Raven atau Ravens Progressive Matrices merupakan tes


intelegensi yang dapat disajikan secara kelompok maupun individual.
Materi dalam tes berupa gambar yang sebagian terpotong. Subjek mencari
potongan yang cocok untuk gambar tersebut berdasarkan potogan-

12
potongan yang sudah disediakan. Tes Raven menemukan taraf intelegensi
yang di bagi dalam grade I sampai grade V yang ditentukan berdasarkan
persentil.

Tes Raven Matriks memiliki tiga bentuk tes yang berbeda tingkat
kesulitannya yang didasarkan pada perbedaan usia, yaitu :
a. Standard Progressive Matrices (SPM)
Tes dirancang untuk usia 8 sampai 65 tahun. Dapat digunakan
secara individual, dimana terdiri dari 60 soal atau pola dalam 5 set
yaitu A, B, C, D, dan E, dan masing-masing set terdiri dari 12 tes. Soal
tersebut disusun dari yang termudah sampai yang tersulit.
b. Coloured Progressive Matrices (CPM)
Tes ini dirancang untuk anak yang berusia 5 sampai 11 tahun,
individu yang sudah lanjut usia serta individu yang mental dan fisiknya
terganggu. Tes CPM ini terdiri dari 36 soal dalam 3 set yaitu A, AB,
dan B.
c. Advanced Progressive Matrices (APM)
Tes ini dirancang untuk remaja, dewasa dan individu dengan
kemampuan intelektual diatas rata – rata. Terdiri dari 2 set berbentuk
non verbal. 

Tes Raven Matriks bermanfaat untuk mengukur intelegensi tanpa


dipengaruhi oleh  budaya atau Culture Fair, sehingga dapat digunakan
tanpa di pengaruhi oleh faktor bahasa (nonverbal). Tujuan tes ini untuk
mengukur kemampuan berpikir dan kecerdasan umum yang terdiri dari
dua komponen yaitu Eductive Ability yaitu kemampuan untuk berpikir
jernih tentang ide-ide yang kompleks dan Reproductive Ability
yaitu kemampuan untuk menyimpan dan mengingat informasi.

13
2.6 Teori Inteligensi Guilford

Pada teori Guilford, ia mengatakan bahwa kecerdasan seseorang


mengarah kepada kreativitas. Melalui penelitiannya pada 1869 terhadap
tokoh-tokoh yang memunculkan ide-ide cemerlang pada masa itu,
Guilford menjalankan penelitiannya dengan kemampuan seseorang dalam
menjawab situasi yang terjadi pada masa sekarang pada masa lalu dan
antisipasi yang dilakukan untuk di masa depan. Melalui hal ini, belajar
merupakan berpikir untuk menjawab segala masalah yang dihadapi. Dalam
menjelaskan teorinya, Guilford mengeluarkan teori Model Struktur Intelek
(Structure of Intellect), yang mana kreativitas berkaitan dengan proses
konvergen (cara berpikir memberikan satu-satunya jawaban yang benar
dan divergen (proses berpikir memberikan berbagai alternatif jawaban
yang bermacam). Model Struktur Intelektual (SI) diilustrasikan dengan
kubus oleh Guilford yang masing-masing mewakili faktor-faktor
intelektual yang bersesuaian satu sama lain. Ada 3 dimensi, yaitu:

a. Dimensi Content (isi yang dipikirkan), mencakup informasi yang diproses.


1. Figural, informasi berupa bentuk gambaran suatu obyek;
 Auditory, infromasi dirasakan dari melalui pendengaran;
 Visual, informasi dirasakan dari melihat;
2. Simbolik, informasi yang menggambarkan arti lain dari objek
tersebut. Sebagai contoh, lambang, not musik;
3. Semantik, informasi berupa input secara lisan;
4. Perilaku, informasi berupa tindakan individu. Sebagai contoh,
ekspresi muka atau suara.
b. Dimensi Produk (hasil berpikir), merupakan hasil penerapan dimensi
operasi terhadap dimensi isi.
1. Unit/satuan, satuan tunggal informasi;
2. Kelas, respon dalam kelompok kelas;
3. Hubungan, informasi yang saling berhubungan;
4. Sistem, respon yang saling berhubungan secara keseluruhan;
5. Transformasi, merupakan konversi, modifikasi, atau meredefinisi;
6. Implikasi, merupakan kesimpulan, prediksi, konsekuensi, atau
antisipasi pengetahuan.
c. Dimensi Operasi mental (proses berpikir), mengenai cara informasi
diproses.
1. Kognisi, menyimpan informasi yang lama dan menemukan
informasi yang baru;

14
2. Memori, memberikan kode terhadap informasi dan mengingat
kembali informasi yang diterima;
 Memori retensi, kemampuan mengingat informasi;
 Memori reproduksi, kemampuan untuk memproduksi
kembali informasi.
3. Produk Divergen, proses berpikir yang berbeda-beda atau
bermacam-macam dari informasi yang ada; cara berpikir kreatif;
4. Produk Konvergen, proses pemberian informasi tunggal yang
benar;
5. Evaluasi, pengambilan keputusan apakah informasi akurat atau
valid.

2.7 Teori Inteligensi Gardner

Menurut Gardner, inteligensi bukanlah satu kemampuan


sebagaimana disampaikan oleh Terman, Spearman, Sternberg, Thurstone,
dan Guilford. Inteligensi merupakan kemampuan ganda (multiple
intelligence). Kemampuan ganda dalam konsep inteligensi menurut
Gardner, terdiri dari sembilan kemampuan (Suparno, 2004). Kesembilan
kemampuan itu adalah (1) linguistik, (2) matematis – logis, (3) ruang, (4)
kinestetik – badani, (5) musikal, (6) interpersonal, (7) intrapersonal, (8)
lingkungan / naturalis, dan (9) eksistensial. Masing-masing kemampuan
dalam inteligensi menurut Gardner bersifat independen. Gardner (Good
dan Brophy, 1990: 595) menyatakan bahwa inteligensi bukanlah tunggal
tetapi jamak, yang masing-masing penting untuk bidangnya dan
independen satu sama lain. Tiap-tiap kemampuan bersifat independen.
Menurut Atkinson, Smith dan Bem (2003), tiap inteligensi merupakan
“modul terbungkus” di dalam otak yang bekerja menurut aturan dan
prosedurnya sendiri. Cedera otak tertentu dapat mengganggu salah satu
jenis inteligensi dan tidak memiliki pengaruh pada inteligensi lain.
Independensi kemampuan-kemampuan juga dijelaskan oleh Winkel
(1996). Menurutnya, independensi kemampuan didasarkan adanya bukti:
(1) kerusakan otak pada bagian tertentu tidak mengakibatkan gangguan
pada bagian lain, (2) orang sering menyolok pada suatu inteligensi tapi
tidak pada inteligensi yang lain.

15
2.8 Teori Inteligensi Stenberg

Stenberg mengemukakan teori intelegensi triarchic. Teori ini


berusaha menjelaskan secara terpadu hubungan antara (a) intelegensi dan
dunia internal seseorang, atau mekanisme mental yang mendasari
perilaku mental seseorang; (b) intelegensi dan dunia eksternal seseorang,
atau penggunaan mekanisme mental sehari-sehari guna mencapai
kesesuaian dengan lingkungan, dan (c) intelegensi dan pengalaman, atau
peranan perantara antara dunia eksternal dan internal dalam hidup
seseorang. Oleh karena itu sesuai dengan fungsinya, teori ini berisikan
tiga sub teori, yaitu konteks (contextual), subteori pengalaman
(experience) serta subteori komponen (componential) (Azwar, 2011).

Subteori konteks berusaha menjelaskan dan menunjukkan


perilaku-perilaku yang dianggap perilaku intelegen pada lingkungan
budaya tertentu, yaitu intelegensi. kontekstual. Menurut Stenberg,
perilaku intelegen suatu budaya adalah perilaku yang melibatkan
penyesuaian atau adaptasi pada lingkunga budaya tersebut, pemilihan
lingkungan yang optimal, atau pembentukan lingkungan yang ada
sehingga lebih sesuai dengan kemampuan, minat, dan nilai-nilai
seseorang. Jadi, perilaku intelegen menurut konteks ini bersifat relatif
menurut individu dan menurut keadaan sosialbudaya tempat individu
berbeda (Azwar, 2011).

Subteori pengalaman, menyatakan bahwa perilaku yang intelegen


menurut konteksnya tidak selalu berarti intelegen pula menurut aspek
pengalaman. Intelegensi pengalaman, menurut subteori ini, paling jelas
diperlihatkan oleh kemampuan indvidu dalam memberikan respon
terhadap situasi yang baru (novel) secara otomatis dan tanpa kesukaran.
Intelegensi pengalaman menekankan pentingnya insight dan kemampuan
untuk meneruskan gagasan-gagasan baru. Subteori komponen, berupaya
menunjukkan dan menjelaskan stuktur dan proses kognitif yang

16
mendasari semua perilaku intelegen, yaitu intelegensi komponensial.
Intelegensi komponensial menekankan pentingnya efektivitas pengolahan
informasi.

2.9 Teori Inteligensi Thrustone

Thurstone memandang inteligensi bersifat multifaktor. Faktor-


faktor yang membentuk inteligensi adalah faktor umum (common factors,
disingkat c) dan faktor khusus (specific factors). Faktor umum terdiri dari
tujuh faktor yang membentuk perilaku tertentu yang bersifat umum. Faktor
khusus adalah faktor-faktor yang mendasari perilaku yang bersifat khusus.
Menurut Suryabrata (2002), tingkah laku dibentuk oleh dua faktor yaitu
faktor umum (c) dan faktor khusus (s). Faktor c sebanyak tujuh macam,
sedang faktor s sebanyak tingkah laku khusus yang dilakukan oleh
manusia yang bersangkutan. Menurut Thurstone, tidak ada faktor g seperti
dalam teori Spearman. Kemampuan umum bukanlah faktor g melainkan
kombinasi kombinasi faktor faktor c. Faktor c adalah kemampuan mental
utama (primary mental abilities) yang merupakan kombinasi dari tujuh
faktor umum. Oleh karenanya teori Thurstone kadang dikenal sebagai teori
kemampuan mental utama (primary mental abilities theory). Thurstone
(dalam Heru Basuki, 2005) berpendapat bahwa intelegensi terdiri dari
faktor yang jamak (multiple factors), mencakup tujuh kemampuan mental
utama (primary mental abilities), yaitu:

1) Pemahaman verbal (verbal comprehension)

Kemampuan ini biasanya diukur melalui tes-tes kosakata, termasuk


sinonim dan lawan kata, dan testes kemampuan menyimak bacaan.

2) Kecepatan verbal (verbal fluency)

Kemampuan ini biasanya diukur melalui tes-tes yang menuntut


menghasilkan kata-kata secara cepat dan tepat, misalnya dalam waktu

17
yang singkat mampu menghasilkan sebanyak mungkin kata yang berawal
dengan huruf.

3) Bilangan (number)

Kemampuan ini biasanya diukur melalui pemecahan masalah-masalah


aritmatika. Dalam tes ini sangat ditekankan tidak hanya masalah-masalah
perhitungan dan pemikiran, tetapi juga penguasaan atau pengetahuan yang
sudah ada sebelumnya.

4) Visualisasi spasial (spatial visualization)

Kemampuan ini biasanya diukur dengan tes-tes yang menuntut manipulasi


mental atas simbolsimbol atau bangun-bangun geometris.

5) Ingatan (memory)

Kemampuan ini biasanya diukur melalui tes mengingat kembali kata-kata


atau kalimat yang dihafal dari gambar-gambar yang disertai keterangan
gambar (kata-kata).

6) Pemikiran (reasoning)

Kemampuan ini biasanya diukur melalui te-tes analogi-analogi (misalnya:


pengacara, klien, dokter, dan lain-lain), atau rangkaian huruf atau angka
untukdiselesaikan (2, 4, 7, 11, …, …, …).

7) Kecepatan persepsi (perceptual speed)

Kemampuan ini biasanya diukur melalui tes-tes yang menuntut


pengenalan simbol secara cepat, misalnya kecepatan menyilang atau
memberi tanda pada huruf f yang terdapat dalam deretan huruf-huruf
Menurut Bayley (dalam Slameto, 1995) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kemampuan intelektual individu, yaitu:

18
a. Keturunan

Studi korelasi nilai-nilai tes intelegensi diantara anak dan orang tua, atau
dengan kakek-neneknya, menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan
terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat
tertentu.

b. Latar belakang sosial ekonomi

Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial ekonomi


lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan
individu mulai usia 3 tahun sampai dengan remaja.

c. Lingkungan hidup

Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual


yang kurang baik pula. Lingkungan yang di nilai paling buruk bagi
perkembangan intelegensi adalah panti-panti asuhan serta institusi lainnya,
terutama bila anak ditempatkan disana sejak awal kehidupannya.

d. Kondisi fisik

Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan


fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah.

e. Iklim emosi

Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan


mental individu yang bersangkutan.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk membahas secara komprehensif
berbagai teori-teori inteligensi yang dikemukakan oleh beberapa tokok-tokoh
psikologi. Harapan kami teori ini dapat membuka cakrawala pengetahuan kita
mengenai daya inteligensi dan seberapa vitalnya fungsi inteligensi dalam proses
kognitif yang memiliki dampak pada setiap tindakan/ keputusan yang kita
lakukan.

3.2 Saran
Kedepan kami mengharapkan kajian literatur mengenai teori ini dapat
dikembangkan lebih mendalam lagi, sehingga penulis dan pembaca
memperoleh ilmu yang bermanfaat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2004). Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dalyono, M. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Fatmawiyati, J. (2018). Telaah Intelegensi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Idamanhaq, W. Multi Faktor. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.


https://www.academia.edu/36757915/Multi_faktor?auto=download. Diakses
pada tanggal 1 Maret 2020.

Santrock, J. (2010). Psikologi Pendidikan: Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.


Soemanto, W. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Spearman, C. (1923). The nature of intelligence and the principles of cognition.


London: Macmillan. Diakses pada tanggal 29 Februari 2020.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga

Atkinson, Rita L, Richard C; Smith, Edward E dan Bem, Daryl J. (2003).


Pengantar psikologi. Terjemahan oleh Widjaja Kusuma. Batam Centre:
Interaksara

Basuki, Heru. (2005). Pengujian Kontribusi Belajar yang Bermakna pada


Kreativitas, Self Regulated Learning, dan Prestasi Akademik (Studi Kasus

21
pada Siswa SMU di Jakarta). Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005.
ISSN: 18582559

Good, Thomas L dan Brophy, Jere E. (1990). Educational psychology a realistic


approach. New York: Longman

Suparno, Paul. (2004). Teori inteligensi ganda dan aplikasinya di sekolah.


Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Suryabrata, Sumadi. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada

Winkel, WS. (1996). Psikologi pengajaran. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana


Indonesia

Anastasia, A & Urbina S. (1998). Tes Psikologi (edisi Bahasa Indonesia). Jakarta:
PT.Prenhallindo

Azwar, S. 2011. Pengantar Psikologi Inteligensi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

22
Lampiran Lembar Kontribusi

M Sahal Machfudh (15000118130148): Membuat makalah, mencari materi teori


inteligensi thrustone dan gardner, membuat bab 1 dan bab 3, merivsi makalah dan
daftar pustaka, finalisasi makalah.
Levinthira Reyhan Hernanda (15000118140212): Membuat makalah, mencari
teori intelegensi Wechsler dan Binet, mengedit makalah, finalisasi makalah.
Gabriel Chistoffel Tobing (15000118140203): Mencari teori Cattel dan
Stanberg, menulis kesimpulan dan saran.
Andrezal Helansusanda (15000118130160) : Mencari teori Raven dan membuat
PPT

23

Anda mungkin juga menyukai