Oleh:
1. Zelika Azzahra (2111102433039)
2. Rizka Ayu Septafani (2111102433036)
3. Nor Asitah Mahdini (2111102433197)
4. Putri Wulani (2111102433037)
5. Fahra Norida (2111102433204)
6. Suci Cahyani ( 2111102433057)
7. Mega Mustika (2111102433062)
8. Andi Mulatang (2111102433188)
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………...
…………………..ii
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
BAB II LANDASAN
TEORI……………………………………………………………………………..3
BAB III
PEMBAHASAN…………………………………………………………………..4
BAB IV
KESIMPULAN……………………………………………………………………8
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………….………..9
ii
BAB I
LATAR BELAKANG
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia. Dalam
usaha memahami perilaku manusia diperlukan alat yang tepat, yang bisa
menggambarkan keseluruhan potensi yang dimiliki manusia, bahkan setiap
manusia mengingat adanya individual differences. Psikodiagnostik adalah
jawaban untuk bias memahami perilaku manusia. Untuk itulah psikodiagnostik
tidak pernah lepas di setiap kegiatan pengukuran di bidang psikologi, baik untuk
kebutuhan teoritis maupun kebutuhan praktis.
Psikodiagnostik muncul karena kebutuhan untuk mendapatkan data psikologis
yang tepat yang digunakan untuk memberi keputusan atau saran berkaitan dengan
potensi yang dimiliki manusia.
Psikodiagnnostik dipengaruhi oleh perkembangan dalam psikometri dan
oleh pertumbuhan pengetahuan pada subdisiplin/cabang ilmu psikologi.
Psikodiagnostik bukanlah sub-disiplin dari psikologi, seperti psikologi sosial,
psikologi klinis, psikologi perkembangan dan subdisiplin lainnya. Psikodiagnostik
menjadi bagian dari psikologi dan terikat dengan metode untuk asesmen
perbedaan individual dalam perilaku, termasuk sebagai alat dalam melakukan
proses identifikasi dalam permasalahan psikologis.
Pada awalnya pemeriksaan psikologi (asesmen psikologis) digunakan
untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis, baik pada individu, kelompok,
institusi atau bidang-bidang sosial. Psikodiagnostik ini muncul dilatarbelakangi
oleh kebutuhan klinis. Dalam perkembangannya kebutuhan, untuk membuat
diagnosis secara psikologis, tidak saja dalam lapangan klinis, sehingga
perkembangan psikodiagnostik semakin luas. Psikodiagnostik sering disamakan
dengan asesmen, tetapi psikodiagnostik lebih dari sekedar asesmen.
Psikodiagnostik didalamnya mengandung judgment atau advice
Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran intelegensi yang
hidup antara tahun 1857-1911, bersama Theodore Simon mendefinisikan
intelegensi sebagai kemampuan seseorang untuk berfikir secara abstrak.
Sedangkan H.H. Goddard pada tahun 1946 mendefinisikan intelegensi sebagai
tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalahmasalah
yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan
datang.
Suryasubrata mendefinisikan intelegensi sebagai kapasitas yang bersifat
umum dari individu untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru
atau problem yang sedang dihadapi.
1
Pengertian intelegensi yang paling banyak dianut para ahli adalah apa
yang dikemukakan oleh Wechsler, yang mengatakan bahwa intelegensi
merupakan pembangkit atau kapasitas global individu untuk bertindak bertujuan,
berpikir rasional, dan berhubungan efektif dengan lingkungannya.
“Intelligence is the aggregate or global capacity of an individual to act
purposively, to think rationally, and to deal effectively with his environment”.
Rudolf Amathauer berpendapat sedikit berbeda. Menurutnya, intelegensi
ialah suatu struktur khusus dalam keseluruhan kepribadian seseorang, suatu
keutuhan yang berstruktur yang terdiri atas kemampuan jiwa-mental dan
diungkapkan melalui prestasi, serta memberikan kemampuan kepada individu
untuk bertindak. Intelegensi hanya dapat dikenal melalui ungkapan-ungkapan,
yaitu terlihat melalui prestasi.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
David Weschsler adalah seorang psikolog yang berasal dari Amerika dan
juga seorang melakukan pengembangan tes intelegensi yang mendefinisikan
sebagai keseluruhan kapasitas seseorang untuk bertindak sebagai tujuan tertentu
seperti berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Pada tahun 1949 David weschler membuat tes untuk anak umur 5-15 tahun yang
dinamakan Weschler Intelligence Scale for Children (WISC). Wechsler Adult
Intelligence Scale (WAIS) diterbitkan pada tahun 1995, tes ini muncul
dikarenakan dari rasa tidak puas terhadap teori Stanford-Binet dalam
penggunaannya. Tujuan utama tes ini ialah menyediakantes kecerdasan bagi orang
dewasa umur 16-75 tahun bahkan lebih.
Hasil tes Wechsler berupa verbal IQ, performance IQ dan full IQ,
Wechsler menggunakan IQ deviasi dengan mean = 100 dan SD = 15. Materi tes
Wechsler adalah sebagai berikut :
WPPSI: Verbal (Informasi, perbendaharaan kata, hitungan, persamaan,
pengertian, rentangan angka), Performance (rumah hewan, melengkapi gambar,
mazes, desain geometri, rancangan balok, rumah hewan ulangan). WISC: Verbal
(informasi, pengertian, hitungan, persamaan, perbendaharaan kata, rentangan
angka), Performance (melengkapi gambar, mengatur gambar, rancangan balok,
merakit obyek, simbol, mazes). WAIS: Verbal (informasi, pengertian, hi tung a n,
persamaan, rentangan angka, perbendaharaan kata), Performance (simbol angka,
melengkapi gambar, rancangan balok, mengatur gam bar, merakit obyek)
3
BAB III
PEMBAHASAN
Sejarah
Pada tahun 1930, David wechsler yang bekerja di rumah sakit Belleveu di
New York, melakukan penelitian sejumlah tes-tes intelegensi yang terstandarisasi
dan memutuskan 11 sub tes yang berbeda sebagai battery-nya. Konsepsinya
perihal intelegensi adalah bersifat global yang mencerminkan suatu bagian dari
kepribadian sebagai keseluruhan (Marnat, 1985). Beberapa sub tesnya merupakan
adaptasi dari revisi Standford Binet (1937). Di antaranya, pengertian, hitungan,
rentangan angka, persamaan, perbendaharaan kata.
Pada tahun 1955 Scale Weshler Belleveu direvisi menjadi Weshler Adult
Intelegence Scale (WAIS) dan WAIS-R di tahun 1981. Terdiri dari 11 sub yang
dibagi 6 kelompok verbal, mengukur kecerdasan serta faktor ingatan (diskor
sebagai IQ verbal) dan kelompok nonverbal, atau performance, mengukur
kemampuan visual-spatial (diskor sebagai IQ Performance). IQ skala lengkap
diperoleh komposit dari 11 sub tes. Skor-skor tersebut dikonversikan ke dalam
distribusi skor IQ dari kelompok-kelompok yang seusia. Jadi, meskipun nilai skor
menurun pada orang yang usianya memang tua, IQ cukup konstan sepanjang
rentang kehidupan orang dewasa, (Korchin, 1976).
4
Dari beberapa penelitian yang telah menggunakan tes WISC yang mengungkap
gejala-gejala gangguan klinis pada anak seperti main brain disfunction, emotional
disturbance, anxiety, delinquency dan learning disabilities (Sattler, 1978).
Kelebihan dan Kelemahan Tes (WISC) :
Kelebihan :
Pada subtes WISC tidak menggunakan kata-kata non verbal, jadi subjek
merasa bermain saat mengerjakan tes
Kelemahan :
dalam tes WISC, yakni tes di lakukan dengan membutuhkan waktu selama
1,5 jam hingga 2 jam, jadi membuat subjek merasa bosan saat
mengerjakannya
5
seperti sakit yang terus menerus, dorongan, ketertarikan atau kebutuhan untuk
berprestasi. Tinjauan dari sebagian besar definisi intelegensi dinyatakan oleh
kebanyakan orang secara tidak langsung, mencakup 5 daerah elaborasi dibawah
ini:
Berfikir abstrak
Belajar dan pengalaman
Memecahkan persoalan melalui insight
Mengatur situasi baru
Fokus dan menyokong satu kemampuan untuk meningkatkan tujuan
keinginan
Praktek yang signifikan dari konseptual yang jelas dari intelegensi membolehkan
para pakar klinik untuk mengapresiasikan secara penuh evaluasi usaha mereka
yang meluas, seperti usaha yang diapresiasikan untuk memperkirakan yang cukup
dimana intelegensi klien yang sudah dinilai ataupun tidak ini juga membantu
mereka dalam mengevaluasi aset serta keterbatasan yang rumit yang digunakan
dengan kesesuaian item-item test menggunakan teori-teori intelegensi alami.
Model intelegensi yaitu menegaskan batasan kemampuan verbal karena hal itu
tidak akan menaksirkan seperti area pemecahan persoalan, non-verbal atau
mengatur situasi baru.
Melalui tinjauan luas sejarah serta intelegensi alami melampaui jangkauan atau
bidang pada bagian ini namun para pembaca yang tertarik dapat menemukan
diskusi yang menarik di dalam Sattler (1992), Stenberg (1982, 1992, 1994) or
Neisser at.al 1996. Sebagian besar diskusi yang berbeda dari fokus intelegensi
terdapat 4 tradisi utama yang muncul;
Pendekatan Psikometri
Pendekatan Neurology-biologi
Pengembangan Teori
Proses informasi
6
Mengetahhui fungsi kognitif individu mulai pola respon-respon untuk
setiap subtes. Misanya skor tinggi pada Ranc Balok dan Merakit
Obyek, membentuk kemampuan pada penyusunan persepsual. Skor
tinggi di hitungan dan rentang angka menghasilkan kuat mengingat
serta tak mudah terganggu konsentrasinya.
Membantu dalam penilaian variable kepribadian melalui cara
berinteraksi menggunakan tester dan gaya bahasa dalam merespon
tiap sub tes. Misalnya skor rendah pada rentangan angka, hitungan dan
simbol nomor menghasilkan adanya kemungkinan mengalami
kecemasan, mempunyai kelemahan pada perhatian atau keduanya.
Skor tinggi pada pengertian dan penyusunan gambar adanya
kemungkinan memiliki pertimbangan sosial yang cukup baik.
Kelemahan:
Norma yang tidak appllicablen untuk kelompok minoritas atau orang
dari tingkatan ekonomi bawah.
Kemungkinan subyektifitas scoring pada item-item pemahaman,
persamaan dan perbendaharaan kata.
Terbatasnya ruang lingkup, hanya pada yang mampu diukur serta tidak
menilai faktor penting seperti kebutuhan untuk berprestasi, motivasi,
dan keberhasilan dalam berhubungan dengan oranng lain atau
berkreativitas.
Informasi tentang validitasnya tidak memadai.
Tidak bebas budaya.
7
BAB IV
KESIMPULAN
Pada tahun 1930, David wechsler yang bekerja di rumah sakit Belleveu di New
York, melakukan penelitian sejumlah tes-tes intelegensi yang terstandarisasi dan
memutuskan 11 sub tes yang berbeda sebagai battery-nya. Konsepsinya perihal
intelegensi adalah bersifat global yang mencerminkan suatu bagian dari
kepribadian sebagai keseluruhan (Marnat, 1985). Terdiri dari 11 sub yang dibagi 6
kelompok verbal, mengukur kecerdasan serta faktor ingatan (diskor sebagai IQ
verbal) dan kelompok nonverbal, atau performance, mengukur kemampuan
visual-spatial (diskor sebagai IQ Performance). Skor-skor tersebut dikonversikan
ke dalam distribusi skor IQ dari kelompok-kelompok yang seusia.
Test WISC ialah tes inteligensi yang digunakan untuk mengukur sebuah taraf
kecerdasan anak usia 5 – 15 tahun. Dari beberapa penelitian yang telah
menggunakan tes WISC yang mengungkap gejala-gejala gangguan klinis pada
anak seperti main brain disfunction, emotional disturbance, anxiety, delinquency
dan learning disabilities (Sattler, 1978). Melalui tinjauan luas sejarah serta
intelegensi alami melampaui jangkauan atau bidang pada bagian ini namun para
pembaca yang tertarik dapat menemukan diskusi yang menarik di dalam Sattler
(1992), Stenberg (1982, 1992, 1994) or Neisser at.al 1996. Sebagian besar diskusi
yang berbeda dari fokus intelegensi terdapat 4 tradisi utama yang muncul;.
Misanya skor tinggi pada Ranc Balok dan Merakit Obyek, membentuk
kemampuan pada penyusunan persepsual. Misalnya skor rendah pada rentangan
angka, hitungan dan simbol nomor menghasilkan adanya kemungkinan
mengalami kecemasan, mempunyai kelemahan pada perhatian atau keduanya.
Skor tinggi pada pengertian dan penyusunan gambar adanya kemungkinan
memiliki pertimbangan sosial yang cukup baik. penentuan skor tidak
menggunakan Tes yang mengungkapkan intelegensi untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan umum seseorang untuk memperkirakan apakah suatu
pendidikan atau pelatihan tertentu dapat diberikan kepadanya. Nilai tes intelegensi
seringkali dikaitkan dengan umur dan menghasilkan IQ untuk mengetahui
bagaimana kedudukan relative orang yang bersangkutan dengan kelompok orang
sebayanya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Maarif, V., & Mandiri, A. E. W. S. N. (2017). Aplikasi Tes IQ Berbasis Android.
Indonesian Journal on Software Engineering (IJSE), 3(2).
Rohmah, U. (2011). Tes intelegensi dan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan.
Cendekia: Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, 9(1), 125-139.
Nur’aeni, S. (2012). Tes psikologi: Tes inteligensi dan tes bakat. Universitas
Muhammadiyah (UM) Purwokerto Press.
Nanik, N. (2007). Penelusuran karakteristik hasil tes inteligensi WISC pada anak
dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Jurnal Psikologi, 34(1),
18-39.
Damayanti, A. K., & Rachmawati, R. (2019). Kesiapan Anak Masuk Sekolah
Dasar Ditinjau Dari Tingkat Inteligensi Dan Jenis Kelamin. Psikovidya, 23(1),
108-137.
Anastasi, Anna.2006. Tes Psikologi Jakarta: PT Indeks Suryabrata, Sumadi, 1990.
Pembimbing ke Psikodiagnostik. Yogyakarta: Rake Sarasin
Afniola, S., Ruslan, R., & Artika, W. (2020). Intelegensi dan bakat pada prestasi
siswa. Al-Din: Jurnal Dakwah dan Sosial Keagamaan, 6(1).
http://dx.doi.org/10.35673/ajdsk.v6i1.844