Anda di halaman 1dari 10

Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA BETON AKIBAT PERLAKUAN


SUDUT BENGKOK DAN DIAMETER SPESIMEN

Syamsul Hadi1, Arif Rochman Fachrudin2, Mira Esculenta Martawati3, dan R.N. Akhsanu Takwim4
1,2,3,4
Dosen Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang
e-mail: syampol2003@yahoo.com1 rasya_fachrudin@yahoo.com2 mmilla20@gmail.com3
akhsanu.takwim@yahoo.com4

Abstrak
Tujuan penelitian untuk mendapatkan nilai TS baja beton setelah pembengkokan yang diluruskan kembali.
Metode penelitian meliputi: pemilihan bahan 9 mm, 11 mm, dan 12 mm; pemotongan spesimen standar;
pembengkokan bersudut 45o, 90o, 135o, dan 180o pembengkokan dan pelurusan memakai pipa dan ragum;
pembuatan spesimen standar; pengkodean; uji tarik; pengolahan data; dan penarikan simpulan. Hasil penelitian
berupa: (1) terdapat pengaruh sudut pembengkokan (β) terhadap TS baja beton, karena Fhitung faktor β=2,86 >
Ftabel=2,600, berarti H01 ditolak, dan H11 diterima, (2) terdapat pengaruh diameter spesimen () terhadap TS baja
beton, karena Fhitung faktor , 8,25 > Ftabel = 3,226, berarti H02 ditolak, dan H12 diterima, (3) tidak terdapat
pengaruh interaksi antara faktor β dan  terhadap TS baja beton, karena Fhitung interaksi antara faktor β dan faktor
, 0,77 < Ftabel = 2,174 yang berarti H03 diterima, (4) TS baja beton 12 mm menurun drastis dari β=90o ke 135o
kerena terjadi keretakan pada permukaan spesimen, yang mana TS (445 MPa) < TS sebelum pembengkokan (474
MPa), dan (5) semakin meningkat β baja beton, maka rasio TS/YS semakin turun dari rata-rata 1,42 ke 1,13, yang
berarti semakin besar β menghasikan rasio TS/YS yang semakin menurun.

Kata kunci: kekuatan tarik, kekuatan luluh baja beton, sudut bengkok spesimen, faktor keselamatan beton,
spesimen standar, dan baja beton bekas dibengkokkan.

1. Pendahuluan perubahan fisik menerima tegangan akibat


Betoneser atau baja beton yang telah pembengkokan dan berkarat sebagaimana Gambar 1.
dibengkokkan lalu diluruskan banyak digunakan untuk Karat pada permukaan baja jika dibiarkan terjadi
pembuatan tulangan baja beton. Kekeliruan titik oksidasi berlanjut akibat lingkungan. Korosi dapat
pembengkokan bisa saja terjadi karena lupa/salah ukur mengurangi kekuatan baja dimaksud karena terjadi
terhadap rancangan tulangan baja beton bertulang. TS oksida besi yang pada akhirnya dapat mengelupas dan
(tensile strength saja/TS) umumnya diperoleh dari menurunkan TS-nya. Pembengkokan dipengaruhi oleh
spesimen pabrik pembuatnya. Pengaruh radiusnya, semakin kecil radius pembengkokan
pembengkokan baja beton penting untuk diketahui semakin besar terjadinya kerusakannya. Radius
agar penentuan faktor keselamatan (safety factor) pembengkokan ditentukan sama untuk semua
dapat ditetapkan secara baik. Pembengkokan sebesar perlakuan. Pembengkokan menimbulkan tegangan sisa
180o tersebut dapat merusak dan dapat menurunkan pada bengkokan yang menjadi lebih korosif (Hadi,
TS-nya. Perkiraan perubahan TS penting untuk 1995; Hadi, 2016). Pembuatan beton bertulang untuk
diketahui. jalan, jembatan, bangunan dan fasilitas lainnya.
Masalah dirumuskan sebagai seberapa
berubahnya TS baja beton setelah pembengkokan
dibandingkan terhadap TS baja beton lurus untuk
beberapa  yang diuji tarik mengikuti dimensi standar.
Rumusan masalah diselesaikan dengan:
1) Penentuan TS baja beton sebelum dan sesudah
Gambar 1. Baja beton baru dibengkok (kiri), dan baja beton pembengkokan dengan sudut tertentu,
setelah dibengkok beberapa lama (kanan) (Anonim, 2016a) 2) Radius pembengkokan ditetapkan sama untuk
semua perlakuan, 15 mm,
Baja beton yang baru dibengkok menunjukkan 3) Spesimen dibuat mengikuti standar dimensi
permukaan bengkokan yang serupa dengan bagian spesimen silindris uji tarik, dan
yang lurus, tetapi bila pembengkokan telah dilakukan, 4) Analisis data dilakukan pada 9, 11, dan 12 mm
setelah sehari/lebih mengakibatkan permukaan
baja beton asli (bukan banci) dengan  0o, 45o, 90o,
berkarat, yang berarti pada bagian tersebut mengalami
135o, dan 180o.
27
Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

Masalah dibatasi hanya pada baja beton yang Karakteristik bahan yang diuji tarik
dibeli di perdagangan: menunjukkan fungsi perpanjangan spesimen dengan
1) Berukuran 9, 11, dan 12 mm, untuk baja prinsip kekekalan volume benda padat (Bolton 1998,
tulangan beton bangunan/jembatan, Callister, 2010, Surdia dan Saito, 1985).
2) Dipilih produsen yang sama dengan asumsi
kondisi proses produksi adalah sama, Tabel 2. Tanda/kode kelas baja tulangan beton dengan
3) Pembubutan dilakukan sepresisi dan sehalus warna (Anonim, 2002)
mungkin pada permukaan gauge length (L0),
4) Pengujian dilaksanakan dengan sebuah mesin uji
tarik Tarno Grocky, dan
5) Analisis data diolah dengan excel dan metode
analysis of variance (anova), two way anova with
replication. Standar spesimen
Hipotesis Spesimen standar ASTM E8/E8M-09
Hipotesis penelitian meliputi, hipotesis nul dan berdimensi sebagaimana Tabel 3.
hipotesis alternatif sebagai: Mesin uji tarik memunyai keterbatasan gaya
Hipotesis nul adalah: penarikan. Oleh karenanya gaya tarik (F) perlu
diperkirakan untuk memilih kelas BjTP dan d-nya.
H01: tidak ada pengaruh  terhadap TS baja beton,
Pembukaan grips ±12 mm, sehingga  kedua ujung
H02: tidak ada pengaruh  terhadap TS baja beton, dan
spesimen > 12 mm harus dibubut menjadi 12 mm.
H03: tidak ada pengaruh interaksi antara faktor  dan
faktor  terhadap TS baja beton. Tabel 3. Bentuk dan dimensi spesimen standar ASTM
Hipotesis alternatif adalah: E8/E8M-09 untuk L0=5d
H11: terdapat pengaruh  terhadap TS baja beton,
H12: terdapat pengaruh  terhadap TS baja beton, dan
H13: terdapat pengaruh interaksi antara faktor  dan
faktor  terhadap TS baja beton.
Tujuan penelitian untuk memperoleh ratio TS
L0 d R Ar
baja beton setelah/sebelum dibengkokkan untuk 9, Dimensi 24-36±0,1 6-9±0,1 8 45
11, 12mm, dengan =0o, 45o, 90o, 135o, dan 180o. Catatan: L0: gauge length, d: diameter gauge length, R:
Manfaat penelitian yaitu diketahui rasio TS radius filet, dan Ar: panjang penampang yang diperkecil.
setelah/sebelum dibengkokkan. Dapat dihindarinya
keruntuhan konstruksi beton akibat kealpaan adanya Prediksi F untuk spesimen 8 mm dengan A:
riwayat pembengkokan baja tulangan. luas penampang, F: gaya tarik, : tegangan tarik, jika
Luaran penelitian yaitu spesifikasi teknis rasio BjTP 40 (kuning), berarti YS-nya min. = 40 kgf/mm2.
TS baja beton baja tulangan polos (BjTP) SNI 07-  = F/A, (1)
2052-2002 setelah/sebelum dibengkokkan. maka F =  x A = 40 kgf/mm2 x /4 (8)2 = 2009,6 kgf.
Ukuran BjTP sebagaimana Tabel 4.
2. Tinjauan Pustaka
Sifat-sifat mekanis utama baja beton menurut Tabel 4. Ukuran baja tulangan beton polos
SNI 07-2052-2002 adalah kekuatan luluh (yield
strength/YS) atau TS-nya sebagaimana Tabel 1. Kelas
baja tulangan terdapat 5 kelas: BjTP 24, BjTP 30,
BjTP 35, BjTP 40, dan BjTP 50. BjTP 30 dibagi
menjadi 2 bagian yang dibedakan oleh regangannya.
Nilai setelah kode BjTP mengindikasikan YS
minimum dalam kgf/mm2. BjTP diberi kode warna Spesimen dibubut sebagaimana Tabel 5.
pada ujungnya sebagaimana Tabel 2. Tabel 5. Dimensi (mm) spesimen yang dibubut berdasar
ASTM E8-E8M-09
45,0 ± 0,1 Gauge Length, L0

Panjang Total, L
Radius filet, R

Jumlah* (bh)

Tabel 1. Sifat mekanis baja tulangan polos (BjTP) menurut Diameter (mm)
Penamaan

SNI 07-2052-2002 (Anonim, 2002, Idris, 2013)


No. Beton- Gauge Ujung
eser Length Spe-
d simen
D
1 P.10 10 sesuai 190 15
Min. 8
7-8

2 P.12 12 sesuai 190 15


3 P.14 14 12 190 15
Total = 45
*Catatan:  terdapat 5 macam, 0o, 45o, 90o, 135o, dan 180o
dengan pengulangan 3 kali.

28
Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

perbedaan temperatur uji, secara umum TS menurun dan


persentase pertambahan panjang naik dengan naiknya
temperatur, dan (5) perbedaan laju penarikan pada uji tarik.
Tabel 6. Ukuran spesimen uji tarik standar (BSEN 10002
Gambar 2. Ukuran spesimen uji tarik (ASTM E8/E8M-09) Part 1) penampang lingkaran (Bolton, 1998: 45)

Bahan spesimen dipilih pada P.10, P.12, dan


P.14 yang dibubut dengan rentang d=7-8 mm yang
mengacu ASTM E8/E8M-09 sebagaimana Gambar 2.
Jenis Spesimen Uji Tarik Persentase L bahan getas adalah kecil, dan
Uji tarik dimaksudkan terutama untuk mengukur persentase L baha ulet adalah besar.
YS (y), TS (u), dan modulus elastisitas bahan, E. Pada kedua ujung spesimen dibuat membesar
Uji tarik menggunakan peralatan standar (universal daripada d untuk menghindari putus pada daerah
testing machine) untuk mengukur gaya penarikan (force) jepitan/grips. Patahan bahan getas menunjukkan ciri
dan pertambahan panjang (extensometer/dial indicator) sekitar rata pada kedua permukaan tangkupannya dan
dengan laju penarikan yang konstan pada spesimen tidak mengecil penampangnya, tetapi bahan ulet
standar. Ukuran spesimen standar dimaksudkan agar menunjukkan tanda permukaan yang tidak rata (sepasang
diperoleh hasil yang akurat dan dapat dibandingkan cekungan dan cembungan/cup and cone) dan mengalami
dengan hasil pengujian sejenis oleh pihak lain di lain necking sebagaimana Gambar 4 (Dowling, 2007: 107).
tempat. Pertambahan panjang (L) diukur pada area gauge Penandaan kedua ujung d agar pengukurannya akurat
length yang memunyai penampang paralel (penampang dibuat dengan penitikan menggunakan penitik baja dan
melintang yang sama luasnya). Menurut British and palu (bukan menggunakan penanda/marker/spidol
European standards (BSEN 10002 Part 1) menyatakan permanen yang titiknya dapat melebar setelah spesimen
bahwa tegangan yang diberikan antara 2 dan 10 MPa/s jika putus). Pembacaan pertambahan panjang (L) harus
modulus tariknya < 150 GPa, dan 6 dan 30 MPa/s jika dikoreksi dengan L yang sebenarnya dari hasil
modulus tariknya > 150 GPa. Spesimen dikatakan pengukuran pada spesimen setelah putus, karena hasil
proporsional jika hubungan antara, L0 dan A adalah pembacaan dial indicator masih berkemungkinan terjadi
L0 = k  A (2) slip pada jepitan mesin/grips. Puncak penanda penitik baja
BSEN menyatakan bahwa konstanta, k, harus dan palu posisinya tetap walau spesimen telah putus.
bernilai 5.65 dan L0 harus ≥ 20 mm. Untuk lingkaran Pengukuran 2 titik d harus ditangkupkan secara
dengan diameter, d, maka A=¼π d2, sehingga pendekatan memadai/tenang atau diikat dengan seal tape bening dan
yang beralasan untuk nilai k, diperoleh hubungan bahwa: diyakini permukaan kontaknya adalah rapat untuk
L0 = 5d (3) mendapatkan ukuran d setelah putus (L1) yang akurat.
Untuk menghindari terjadinya slip pada jepitan mesin uji
tarik, ada yang membuat ulir pada kedua ujung
spesimennya/sangkutan dengan lasan.
Spesimen dan Mesin Uji Tarik
Spesimen dan mesin uji tarik yang dipakai dalam
penelitian adalah spesimen bentuk silindris sesuai standar
Gambar 3. Standar spesimen uji tarik (Bolton, 1998: 45) dan mesin uji tarik yang digunakan adalah jenis mesin uji
tarik dengan sistem hidraulik penghasil gaya tariknya.
Standar spesimen uji tarik penampang lingkaran Contoh spesimen sebelum dan sesudah ditarik
sebagaimana Gambar 3 dan Tabel 6 (Bolton, 1998: 45). sebagaimana Gambar 4 (Dowling, 2007: 107).
Pembuatan spesimen uji tarik haruslah paralel pada
daerah d, permukaannya tanpa ada goresan akibat ujung
pahat bubut untuk spesimen lingkaran atau akibat pisau
frais ataupun pengikiran terutama pada daerah bahu di
perbatasan radius dan d. Dianjurkan permukaan gauge
length dibuat sehalus mungkin, misalnya diampelas,
sehingga cacat permukaan awal tidak terjadi, juga
pembuatan bahu dipilih radius yang tidak terlalu kecil agar
dapat melokalisir konsentrasi tegangan (stress
concentrations) yang dapat putus lebih dini/prematur. Gambar 4. Spesimen uji tarik: (a) sebelum ditarik, (b)
Akurasi data uji tarik dipengaruhi oleh: (1) ketidak patahan getas spesimen besi cor kelabu, (c) patahan
seragaman laju pendinginan pada bagian yang berbeda spesimen Aluminium alloy 7075-T651 dan (d) patahan baja
(pada permukaan, pada bagian dalam atau pada bagian rol panas AISI 1020 ulet (Dowling, 2007: 107)
tipis, atau pada bagian tebal), (2) perbedaan struktur mikro
setelah perlakuan panas, perbedaan ukuran, besar atau YS, TS, dan kekuatan saat putus, b dihitung
kecil, (3) perbedaan arah terhadap arah pengerolan, (4) dengan rumus: b = F/A (4)

29
Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

dengan A: luas penampang spesimen, untuk penampang Pendekatan untuk beberapa logam dan paduannya
lingkaran, A=¼πd2. untuk daerah necking diusulkan sebagai
Regangan dihitung dengan rumus: T = K Tn (10)
 = L/L0 = ((L1 - L0) / L0) 100% (5) Dengan konstanta K dan n yang nilainya bervariasi
dengan satuan  dalam %. dari berbagai paduan dan tergantung pada kondisi bahan
Plot kurva - yang akurat dilakukan setelah data (apakah telah dideformasi plastis, apakah telah
pembacaan dial indicator dikoreksi dengan pengukuran L1 diperlakukan panas, dan seterusnya). Parameter n disebut
dari spesimen yang telah putus. sebagai eksponen pengerasan regangan (strain hardening
Contoh kurva - bahan getas besi cor kelabu exponent) yang nilainya < 1.
sebagaimana Gambar 5 dan bahan yang ulet baja karbon
rendah sebagaimana Gambar 6 (Dowling, 2007: 110).

Gambar 7. Perbandingan antara kurva teknik dan sebenarnya


(Callister, 2007: 152)

Gambar 5. Contoh - bahan getas (Dowling, 2007: 110) Tahapan penarikan spesimen uji tarik sebagaimana
Hasil plot - bahan getas tidak menunjukkan Gambar 8 (Anonim, 2016b). Spesimen saat awal
kejelasan daerah luluh yang ditandai dengan akhir garis menjelang dilakukan penarikan memiliki A0 dan L0.
linier sebagai batas elastis besi cor kelabu. Setelah spesimen mengalami luluh (awal deformasi
plastis) pemanjangan dan kontraksi pengecilan penampang
Plot - bahan ulet menunjukkan kejelasan daerah
proporsional sepanjang gauge length-nya yang
luluh yang ditandai dengan akhir garis linier sebagai batas
berdeformasi elastis (elastic deformation) dan pernyataan
elastis dari suatu bahan berupa baja karbon rendah diikuti
gradien (slope) sebagai modulus elastisitas (modulus
kelengkungan kurva sebagai tanda terjadinya deformasi
plastis yang tidak proporsional lagi dengan regangannya. Young). Gradien adalah - sampai pada titik tersebut.
Pada Gambar 7 ditunjukkan hubungan keadaan spesimen Dengan dilanjutkannya pemberian peningkatan beban,
spesimen berdeformasi plastis sampai mencapai kekuatan
dan posisinya pada -: (a) keadaan elastis, spesimen
tertinggi yang disebut TS dan spesimen mulai mengecil
mengalami deformasi elastis yang proporsional dengan
penampang setempatnya (necking). Dengan pengecilan
regangannya, (b) keadaan plastis, spesimen berdeformasi
penampang, bahan sudah tidak mampu lagi menahan gaya
plastis yang tidak proporsional dengan regangannya, (c)
tarik dan menuju patah dengan deformasi plastis yang
keadaan necking hingga dicapai TS sebagai kekuatan
tidak seragam (non-uniform plastic deformation) dan
tertinggi yang bisa dicapai suatu bahan dan uji tarik
akhirnya putus (fracture).
sebelum putus, dan (d) kondisi spesimen menuju putus.
Perbandingan - teknik untuk paduan terpilih
sebagaimana Gambar 9 (Smith, 2006: 225). Konversi
satuan 1 MPa =145 psi. Contoh pembacaan TS bahan SAE
1340 baja yang di-quenched dan ditemper pada 371oC =
242000 psi/1669 MPa.

Gambar 6. Contoh - bahan ulet (Dowling, 2007: 110)

Lebih lanjut regangan sebenarnya, T didefinisikan sebagai


T = ln (Li / L0) (6)
Jika perubahan volume tidak terjadi selama
deformasi, Ai Li = A0 L0 (7)
maka tegangan dan regangan teknik (engineering) dan
sebenarnya (true) menjadi: Gambar 8. Tahapan penarikan pada spesimen uji tarik
T =  (1+) (8) (Anonim, 2016b)
T = ln (1+) (9) Baja St37, St42, St50, St60 dan seterusnya adalah
Perbandingan antara - teknik (engineering) dan kode bahan standar DIN 17100 dengan St sebagai stahl
- sebenarnya (true) yang necking-nya dimulai pada titik (Bahasa Jerman). St37 memunyai TS minimal 37 kg/mm2.
M dalam kurva teknik dan M’ dalam sebenarnya. Penambahan angka di belakang 2 digit setelah tanda
Mengingat kompleksnya tegangan yang terjadi saat hubung menunjukkan tingkat kemurnian, untuk St37-2
necking, maka dilakukan koreksi (garis putus-putus- mengandung 0,21-0,25%C, 0,065%P, 0,065%S, dan
corrected) sebagaimana Gambar 7 (Callister, 2007: 152). 0,010%N, dan untuk St37-3 mengandung unsur-unsur
lebih murni dengan 0,19%C, 0,050%P, 0,050%S, dan

30
Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

0,0%N. Notasi DIN 17100 telah diperbaruhi dengan DIN pertambahan panjang dan Lo: panjang gauge length.
EN 10025, contoh St37 menjadi S235 (S235 yaitu baja Plot - untuk mengetahui pengaruh  dan  BjTP.
struktural dengan YS min. 235 N/mm2), dan St50 menjadi
E295 (E295 yaitu baja struktural dengan YS min. 295
N/mm2) (Anonim, 2015). Baja beton dikenal sebagai
bahan dengan kode St 37 dan seterusnya.

Gambar 9. Perbandingan - teknik (Smith, 2006: 225)


3. Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratoriun Uji
Gambar 12. Pembengkokan spesimen: (a) penjepitan
Bahan dan Bengkel Jurusan Teknik Mesin Politeknik spesimen, (b) pembengkokan pada 45 o, (c) pembengkokan
Negeri Malang dan waktunya April-Oktober 2016. pada 90o, alat bantu pembengkokan  25 mm, (d)
Populasi penelitian adalah baja beton yang ada pembengkokan pada 135o, (e) pembengkokan pada 180o,
di pasaran, dipilih satu produsen untuk memperoleh dan pembengkokan 30 mm atau radius 15 mm
keseragaman proses. Baja beton kelas BjTP 40
(kuning) dipilih untuk 9, 11, dan 12 mm asli
sejumlah 15 buah dengan panjang 190 mm. Kode
timbul baja beton 12 mm asli berkode SNI (Standar
Nasional Indonesia) sebagaimana Gambar 10.

Gambar 13. Spesimen uji tarik setelah dibengkokkan (kiri)


dan dibubut (kanan)
Gambar 10. Baja beton 12 mm calon spesimen uji tarik
Batang spesimen uji tarik 9 mm, 11 mm, dan
12 mm setelah dipotong sebagaimana Gambar 11.
Pada Gambar 12 pembengkokan spesimen
dilakukan dengan sebuah ragum meja, pipa
pembengkok sebagaimana Gambar 12a, alat bantu
Aluminium silindris  25 mm sebagaimana Gambar
12b yang terjadi spring back menjadi sekitar silindris Gambar 14. Uji tarik: (a) Penjepitan spesimen, (b) dial
 30 mm atau dengan radius pembengkokan 15 mm indicator dan 2 ganjal, dan (c) Mesin uji tarik
sebagaimana Gambar 12f. Hasil pembengkokan pada
sudut 45o sebagaimana Gambar 12b, pada 90o Data dianalisis dengan plot hubungan semua
sebagaimana Gambar 12c, pada 135o sebagaimana data antara YS dan TS yang diolah dengan anova
Gambar 12d, pada 180o sebagaimana Gambar 12e. (Zaiontz, 2016) untuk mengetahui pengaruh  dan .
Bahan penelitian: (1) Baja beton  9, 11, dan
12 mm, kelas BjTP 40 (kuning) dengan produsen dan
radius pembengkokan yang sama dengan pengulangan
3 buah sampel, (2) Amplas ukuran 120 mesh, (3)
Kertas dan alat tulis. Mesin dan peralatan penelitian:
(1) Mesin uji tarik Tarno Grocky, (2) Mistar sorong,
(3) Ragum, (4) Penitik+Palu baja, (5) Gergaji manual,
(6) Kikir, (7) Dial indicator+ 2 Ganjal (t=10mm), (8)
Gambar 11. Batangan spesimen uji tarik: (a) 9 mm, (b) 11 Komputer dan printer, dan (9) Kamera.
mm, dan (c) 12 mm
Spesimen setelah dibengkokkan dan dibubut 4. Hasil dan Pembahasan
sebagaimana Gambar 16. Mesin uji tarik yang juga dapat Teknik pengumpulan data
digunakan uji tekan/lentur/geser sebagaimana Gambar 17. Pengumpulan data dilaksanakan untuk data uji
Variabel yang diteliti: YS (y) dan TS (u) tarik dari gaya (F) dan pertambahan panjang (L)
melalui pencatatan F dan Lo. Perhitungan TS diperoleh sejak awal penarikan spesimen yang dicatat secara
dari, y = F/A, dengan F: gaya tarik dan A: luas periodik hingga bahan mencapai luluh dan putus.
penampang pada d. Regangan,  = L/Lo, dengan L: Harus dilakukan pencatatan d rata-rata untuk
31
Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

memperoleh akurasi pada tengah dan kedua ujung d, ketidakhomogenan bahan. Gambar 16 menunjukkan
juga pemberian tanda penitik mekanis dan pengukuran posisi antara titik YS dan titik TS baja beton semakin
jarak d serta kode spesimen sebelum dimulainya uji mendekati dengan semakin naiknya , yang berarti
tarik. Dicatat pula semua fenomena uji terutama saat rasio TS/YS 1.
luluh yang ditandai dengan tidak proporsionalnya data Hasil uji tarik 45 spesimen 9, 11, dan 12
antara pertambahan F dan L. mm dengan 5 perlakuan , 0o, 45o, 90o, 135o, dan 180o
dengan pengulangan 3 x setelah dihitung untuk YS dan
Data dalam penelitian regangannya, TS dan regangannya, regangan totalnya,
Contoh data baja beton lurus (Tabel 7). dan Rasio TS/YS sebagaimana Tabel 8.
Tabel 7. Data hasil uji tarik baja beton lurus
Spesimen Koreksi
Asal= 9 0.0806 kali
A1 slip=
d= 8.6 mm Lspesimen= 15.4 mm
L0= 58.8 mm L dibaca dalam mm/100
A= 58.06 mm2 L1= 74.2 mm

No. F(N) L(mm) Lkor(mm)  (%)
(N/mm2)
1 0 0 0.0 0.0 0
2 2590 0.69 0.7 1.2 45
… … … … … … …
24 17400 1.93 1.9 3.3 300
25 18500 2.17 2.2 3.7 319 y Gambar 16. Penggabungan - baja beton 9 mm pada 5 
26 19000 2.37 2.4 4.0 327
… … … … … … … Tabel 8. Data hasil YS dan TS (MPa) Baja beton
47 26500 12 12.0 20.4 456 No. Kode Asal YS  TS  total TS/YS
48 26800 15.07 15.1 25.6 462 u 1 A1 9 319 3.3 462 22.7 25.2 1.45
49 26000 16.08 16.1 27.3 448 2 A2 9 335 5.3 471 22 24.7 1.41
50 23000 16.75 16.8 28.5 396 3 A3 9 419 8.6 577 26.6 33.2 1.38
Catatan: 1 sebelum setelah 4 B1 9 395 2.6 535 10.1 13.5 1.35
N/mm2=1 MPa dikoreksi dikoreksi 5 B2 9 430 3.9 582 10.3 13.5 1.35
Contoh - baja beton lurus (Gambar 18). 6 B3 9 454 3.3 598 10.1 11.9 1.32
Kenyataannya pemegangan spesimen terjadi 7 C1 9 424 3 532 5.1 8.4 1.25
8 C2 9 442 4.8 546 8.3 10.6 1.24
slip pada 2 pasang grips, sehingga data pembacaan L 9 C3 9 550 3.3 688 6.2 10.6 1.25
dikoreksi sesuai dengan L yang ditunjukkan oleh 2 10 D1 9 514 4.3 626 8 10.5 1.22
titik ujung d yang diberikan secara mekanik permanen 11 D2 9 428 5.9 522 11 14.5 1.22
melalui pemukulan penitik baja sekitar 1 mm setelah 12 D3 9 589 5.1 749 9.1 11.7 1.27
13 E1 9 521 2.3 589 3.4 5.5 1.13
radius pertemuan antara  dan d ke arah tengah
14 E2 9 550 1.9 617 3.8 5.6 1.12
spesimen. Pengukuran jarak 2 titik batas d setelah 15 E3 9 559 6.6 627 9.2 13.3 1.12
penangkupan kedua permukaan patahan secara tepat 16 A1 11 378 4 554 13.4 17 1.47
sebagai L yang sebenarnya. Jadi pengukuran L … … … … … … … … …
yang diperoleh jika lebih panjang dari ukuran 30 E3 11 618 6.2 688 7.8 9.2 1.11
31 A1 12 319 4.9 446 13.8 15.7 1.40
sebebarnya pada spesimen haruslah dikoreksi untuk
… … … … … … … … …
memperoleh ukuran L setelah dikoreksi (Lkor) 45 E3 12 544 3 616 4.1 5 1.13
untuk memperoleh hitungan  yang akurat. Pembacaan Catatan: TS (u), YS (y), dan Rasio TS/YS.
L0 dari dial indicator adalah seperseratus milimeter.
Hasil - baja beton lurus sebagaimana 5. Analisis variansi data hasil penelitian
Gambar 15 dan penggabungan untuk 9 mm setelah Analisis hasil penelitian dengan anova untuk
dibengkokkan sebagaimana Gambar 16. perlakuan 2 parameter (faktor) yaitu  dan  dan
pengulangan 3x agar konsisten sebagaimana Tabel 9.
Tabel 9. Hasil olah data YS (MPa) dengan anova
SUMMARY YS-9 YS-11 YS-12 Total
Count for =0o 3 3 3 9
Sum 1073.00 1150.00 997.00 3220.00
Average 357.67 383.33 332.33 357.78
Variance 2885.33 1045.33 233.33 1528.69
Count for =45o 3 3 3 9
Sum 1279.00 1474.00 1227.00 3980.00
Average 426.33 491.33 409.00 442.22
Gambar 15. Hasil uji tarik baja beton lurus Variance 880.33 7241.33 5851.00 4906.19
Gambar 16 tampak bahwa  menjadi semakin Count for =90o 3 3 3 9
pendek dengan semakin naiknya  dan TS yang naik Sum 1416.00 1519.00 1383.00 4318.00

proporsional dengan semakin naiknya , kecuali pada


Average 472.00 506.33 461.00 479.78
Variance 4644.00 4702.33 441.00 2866.19
 pada 135o, sedikit kurang proporsional. Kekurang Count for =135o 3 3 3 9
proporsionalan - yang > pada =180o karena Sum 1531 1589 1125 4245
Average 510.33 529.67 375.00 471.67

32
Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

Variance 6490.33 10921.33 91.00 9702.00 135o 510.33 529.67 375.00


Count for =180o 3 3 3 9 180o 543.33 595.67 509.67
Sum 1630.00 1787.00 1529.00 4946.00
Plot data hasil rata-rata YS Anova diperoleh
Average 543.33 595.67 509.67 549.56
Variance 394.33 1130.33 4306.33 2866.28
sebagaimana Gambar 17.
Count for Total 15 15 15
Sum 6929.00 7519.00 6261.00
Average 461.93 501.27 417.40
Variance 6729.64 8666.64 5742.97
Anova-Source of
SS df MS F P-value Fcrit
Variation
Sample (Baris/) 173814.31 4 43453.58 12.72 0.000004 2.69
Columns () 52819.73 2 26409.87 7.73 0.001962 3.32
Interaction (-) 19619.82 8 2452.48 0.72 0.674334 2.27
Within 102515.33 30 3417.18
Total 348769.20 44
Gambar 17. Plot - rata-rata YS dari analisis Anova
Catatan: SS: jumlah kwadrat, df: derajat kebebasan, MS: kwadrat
tengah, F: Fhitung, P-value: probabilitas.
Diterima/ditolaknya suatu hipotesis diperlukan Gambar 20 menunjukkan bahwa baja beton 9
pembandingan antara hasil Fhitung dengan Ftabel. Nilai mm hanya mengalami kenaikan YS dengan naiknya ;
Ftabel diperoleh dari Tabel 10 (Anonim, 2016b). untuk 11 mm hanya naik YS-nya dengan naiknya ,
Tabel 10. Nilai Ftabel (Anonim, 2016c) tetapi menanjak pada 45o; dan untuk 12 mm hanya
YS-nya naik dengan naiknya  pada 45o, 90o, dan 180o,
tetapi turun drastis pada =135o.
Rasio antara YS setelah/YS sebelum
pembengkokan sebagaimana Gambar 18 yang tampak
nilai Rasio YS setelah/YS sebelum pembengkokan
meningkat untuk 9, 11, dan 12 mm untuk kenaikan
=45o dan 90o, tetapi menurun drastis untuk =135o
pada 12 dan tetap naik untuk 9 dan 11 mm.
Penurunan Rasio YS setelah/YS sebelum
pembengkokan secara drastis karena kerusakan bahan
akibat pembengkokan dan pelurusan spesimen.

Gambar 18. Rasio antara YS setelah/YS sebelum


Untuk faktor , derajat kebebasan (df1=k-1) pembengkokan
untuk senilai 4 dan df2 (df2=n-k-1) senilai 45-4=41 Hasil TS dengan anova sebagaimana Tabel 12.
diperoleh nilai Ftabel = 2,600. Untuk faktor , df1=k-1 Tabel 12. Hasil olah data TS (MPa) dengan Anova
senilai 2 dan df2 (df2=n-k-1) senilai 45-4=41 diperoleh SUMMARY TS-9 TS-11 TS- 12 Total
nilai Ftabel = 3,226. Untuk faktor interaksi antara faktor Count for =0o 3 3 3 9
 dan , df1=k-1 senilai 8 dan df2 (df2=n-k-1) senilai Sum 1510.00 1639.00 1422.00 4571.00
Average 503.33 546.33 474.00 507.89
45-4=41 diperoleh Ftabel = 2,174. Jadi Fhitung untuk Variance 4090.33 2494.33 1164.00 2929.86
faktor  12,72 > Ftabel = 2,600, berarti H01 ditolak, dan Count for =45o 3 3 3 9
H11 diterima, berarti terdapat pengaruh  terhadap YS Sum
Average
1715.00 1988.00
571.67 662.67
1636.00
545.33
5339.00
593.22
baja beton. Jadi Fhitung untuk faktor  7,73 > Ftabel = Variance 1072.33 14161.33 8230.33 8708.69
3,226, berarti H02 ditolak, dan H12 diterima, berarti Count for =90o 3 3 3 9
terdapat pengaruh  terhadap YS. Jadi Fhitung interaksi
Sum 1766.00 1882.00 1692.00 5340.00
Average 588.67 627.33 564.00 593.33
antara faktor  dan  adalah 0,72 < Ftabel = 2,174, Variance 7449.33 8292.33 871.00 4917.50
berarti H03 diterima, berarti tidak terdapat pengaruh Count for =135o 3 3 3 9
Sum 1897.00 1925.00 1336.00 5158.00
interaksi antara faktor  dan  terhadap YS. Rata-rata Average 632.33 641.67 445.33 573.11
YS sebagaimana Tabel 11. Variance 12912.33 17480.33 72.33 16816.61
Count for =180o 3 3 3 9
Sum 1833.00 2031.00 1714.00 5578.00
Tabel 11. Data hasil rata-rata YS (MPa) Average 611.00 677.00 571.33 619.78
 YS-9 YS-11 YS-12 Variance 388.00 597.00 5096.33 3657.19
0o 357.67 383.33 332.33 Total Count 15 15 15
45o 426.33 491.33 409.00 Sum 8721.00 9465.00 7800.00
90o 472.00 506.33 461.00 Average 581.40 631.00 520.00

33
Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

Variance 5782.97 8378.14 4970.00


Source of Variation SS df MS F P-value Fcrit
Sample (Baris/) 64352.31 4 16088.08 2.86 0.0404 2.69
Columns () 92755.6 2 46377.80 8.25 0.0014 3.32
Interaction (-) 34739.96 8 4342.49 0.77 0.6299 2.27
Within 168743.3 30 5624.78
Total 360591.2 44
Untuk faktor , df1=4 dan df2=41 diperoleh
nilai Ftabel = 2,600. Untuk faktor , df1=2 dan df2 =41 Gambar 20. Rasio TS setelah/TS sebelum pembengkokan
diperoleh nilai Ftabel = 3,226. Untuk faktor interaksi Kenaikan drastis rasio TS setelah/TS sebelum
antara faktor  dan , df1=8 dan df2=41 diperoleh nilai pembengkokan 11 mm dari =0o menuju  ke 45o
Ftabel = 2,174. Jadi Fhitung untuk faktor  2,86 > Ftabel = dan 12 mm dari  135o menuju  ke 180o karena
2,600, berarti H01 ditolak, dan H11 diterima, berarti terjadi pengerasan regangan (strain hardening) yang
terdapat pengaruh  terhadap TS baja beton. Jadi Fhitung besar, sedangkan penurunan TS 11 mm dari  45o
faktor =8,25 > Ftabel = 3,226, berarti H02 ditolak, dan menuju  ke 90o kerena terjadi keretakan pada
H12 diterima, berarti terdapat pengaruh  terhadap TS. permukaan luar spesimen. Untuk 12 mm dari =90o
Jadi Fhitung untuk interaksi antara faktor  dan faktor  menuju  ke 135o terjadi keretakan permukaan
0,77 < Ftabel = 2,174, berarti H03 diterima, berarti tidak spesimen yang sudah menuju titik putus, karena TS-
terdapat pengaruh interaksi antara faktor  dan  nya (445MPa) < TS sebelum dibengkokkan (474MPa).
terhadap TS. Data rata-rata TS sebagaimana Tabel 15.
Rasio TS dan YS semua spesimen
Tabel 15. Data hasil rata-rata TS (MPa) Rasio TS/YS spesimen untuk semua  dan 
 TS-9 mm TS-11 mm TS-12 mm
sebagaimana Gambar 21 yang tampak bersama Tabel
0o 503.33 546.33 474.00
45o 571.67 662.67 545.33 13 bahwa semakin meningkat  baja beton, maka rasio
90o 588.67 627.33 564.00 TS/YS semakin menurun dari rata-rata 1,42 menuju
135o 632.33 641.67 445.33 1,13 yang berarti makin besar  menghasilkan rasio
180o 611.00 677.00 571.33 TS/YS makin turun, berarti terjadi pengerasan
regangan akibat pembengkokan yang menaikkan YS
Plot data hasil rata-rata TS dari Anova menuju TS-nya. Patut diwaspadai pada
sebagaimana Gambar 19. pembengkokan 135o, Gambar 19, TS-nya menurun <
TS spesimen baja beton lurus dan pada Gambar 16
regangan makin menurun dengan meningkatnya ,
kecuali sedikit tidak proporsional pada =135o.

Gambar 19. Plot data hasil rata-rata TS dari analisis Anova

Dari Gambar 19 diperoleh hasil bahwa untuk


baja beton 11 mm mengalami kenaikan TS lebih
drastis dibandingkan dengan naiknya  9 dan 12 mm
dengan naiknya  ke 45o; tetapi 11 mm menurun
menuju  ke 90o, sementara  9 dan 12 mm tetap
naik menuju  ke 90o; untuk 12 menurun drastis TS-
nya menuju  ke 135o, dan  9 dan 11 tetap naik
menuju  ke 135o;  9 sedikit menurun, sementara 11
Gambar 21. Rasio TS /YS terhadap  baja beton (Hadi dkk,
naik sedikit menuju  ke 180o, dan 12 mm naik 2016)
drastis menuju  ke 180o. Tabel 13. Rasio TS/YS baja beton
Rasio antara TS setelah/TS sebelum TS/YS (MPa) Rasio

pembengkokan sebagaimana Gambar 20 cenderung  9 mm 11 mm 12 mm rata-rata
meningkat untuk 9, 11, dan 12 mm untuk kenaikan 0o 1,41 1,42 1,43 1,42
45o 1,34 1,35 1,34 1,34
untuk  0o sampai dengan 180o, kecuali 11 mm 90o 1,25 1,24 1,22 1,24
menurun dari  45o menuju untuk 90o, 12 mm 135o 1,24 1,21 1,19 1,21
menurun drastis dari  90o menuju 135o, dan 9 mm 180o 1,12 1,14 1,12 1,13
menurun dari  135o menuju 180o. Khusus 12 mm
yang menurun drastis dari  90o menuju 135o 6. Kesimpulan dan Saran
Simpulan dari hasil penelitian meliputi:
menandakan kerusakan yang berarti, sehingga rasio TS
setelah/TS sebelum pembengkokan menjadi < 1.

34
Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

1) Sudut pembengkokan () berpengaruh terhadap TS Hadi, S., 1995, Teknologi Bahan 3, Pusat Peng. Pen.
baja beton, karena Fhitung untuk faktor =2,86 > Politeknik, Dirjen Dikti, Kemdikbud, Bandung.
Ftabel = 2,600, berarti H01 ditolak, dan H11 diterima, Hadi, S., 2016, Teknologi Bahan, Andi Offset,
2) Terdapat pengaruh  terhadap TS baja beton, Yagyakarta.
karena Fhitung untuk faktor =8,25 > Ftabel = 3,226, Hadi, S.; Fachrudin, A.R.; dan Martawati, M.E., 2016,
berarti H02 ditolak, dan H12 diterima, Pengaruh Sudut Bengkok dan Diameter Spesimen
3) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara faktor  terhadap Kekuatan Tarik Baja beton, Laporan
dan  terhadap TS baja beton, karena Fhitung Penelitian Swadana, Politeknik Negeri Malang.
Idris, M.; Kurniawandy, A.; dan Fatra, W., 2013,
interaksi antara faktor  dan =0,77 < Ftabel = 2,174
Pengaruh Penghilangan Kulit Canai terhadap
yang berarti H03 diterima,
Sifat Mekanis Baja Tulangan Beton,
4) Baja beton 12 mm menurun drastis dari =90o http://repository.unri.ac.id/xmlui/handle/123456789/4809
menuju 135o yang menandakan terjadi kerusakan Smith, W. F., 2006, Foundations of Materials Science
yang berarti, dimungkinkan kerena retak and Engineering, 4th ed., McGraw Hill, Singapore.
permukaan luarnya yang sudah menuju titik putus, Surdia, T. dan Saito, S., 1999, Pengetahuan Bahan
karena TS-nya (445 MPa) telah < TS sebelum Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta.
dibengkokkan (474 MPa), dan Zaiontz, C., 2016. Two Factor ANOVA with
5) Semakin meningkat  baja beton, maka rasio Replication, University of South Florida, USA,
TS/YS semakin turun dari rata-rata 1,42 ke 1,13 http://www.real-statistics.com/appendix/author/
yang berarti semakin besar  menghasikan rasio diakses tanggal 11 September 2016.
TS/YS yang semakin menurun.

Saran tindak lanjut atas simpulan sebaiknya:


1) Diteliti baja beton berulir (>14 mm) dengan 
yang sama,
2) Pembubutan spesimen dengan mesin CNC, dan
3) Kedua ujung spesimen dilas dengan penahan agar
tidak slip pada penjepitan grips-nya.

Daftar Rujukan
Anonim, 2002, Baja Tulangan Beton, SNI 07-2052-
2002, Badan Standarisasi Nasional/BSN.
Anonim, 2010, Standard Test Methods for Tension
Testing of Metallic Materials, Designation
E8/E8M-09, ASTM International, US.
Anonim, 2015, Penomoran Baja Struktural Menurut
DIN 17100,
http://teknikmesinmanufaktur.blogspot.co.id/2015/02/pe
nomoran-baja-struktural-menurut-din.html, diakses 13
Juli 2016.
Anonim, 2016a, Baja beton,
https://www.google.co.id/, diakses 13 Juli 2016.
Anonim, 2016b, Tabel Uji F,
https://www.scribd.com/doc/72252802/Tabel-Uji-
F-Dan-Uji-t, diakses 11 September 2016.
Anonim, 2016c,
https://www.scribd.com/doc/72252802/Tabel-Uji-
F-dan-Uji-t, diakses 11 September 2016.
Anonim, 2016d, https://www.google.co.id/, diakses
tanggal 27 Mei 2016.
Bolton, W., 1998, Engineering Materials Technology,
3rd Ed., Butterworth, Heinemann, Linacre House,
Oxford OX2 8DP.
Callister, W. D., 2007, Materials Science and Eng.:
An Introduction, Wiley Asia Student Ed., John
Wiley & Sons, 7th Ed., Utah, USA.
Dowling, N. E., 2007, Mechanical Behavior of
Materials, Eng. Methods for Deformation,
Fracture, and Fatigue, Pearson, NJ 07458, USA.

35
Seminar Nasional Terapan Teknologi (SeNTerTek) 2016-JTM Polinema

(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)

36

Anda mungkin juga menyukai