Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Parotitis epidemika merupakan salah satu penyakit yang sudah lama
dikenal. Pada abad ke-5 SM, Hippocrates sudah pernah mencatat manifestasi
klinisnya. Ia menjelaskan bahwa penyakit ini bersifat epidemik dengan gejala
khas berupa pembengkakan tanpa supurasi pada daerah dekat teliga kadang-
kadang disertai rasa nyeri dan bengkak pada testis.
Insiden paroitis menurun sejak tahun 1988-1998 setelah
pelaksanaanprogram imunisasi masal yang dicanangkan di seluruh dunia oleh
WHO. Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin pada kasus parotitis.
Namun komplikasi yang ditimbulkan penyakit parotitis seperti adanya
10% kasus meningitis ringan, 10-20% penderita orchitis, 5 kasus dari 1000
kasus ensefalitis akibat virus, dengan bahaya dan banyaknya komplikasi yang
bisa ditimbulakan parotitis ini bidan sebagai tenaga paramedis dituntut untuk
memahami dan mampu melakukan upaya pencegahan maupun upaya
penyembuahan penyakit parotitis yang bersifat endemik dan tergolong sering
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari ini.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui definisi penyakit parotitis
2. Mengetahui etiologi penyakit parotitis
3. Mengetahui manifestasi penyakit parotitis
4. Mengetahui patofisiologi penyakit parotitis
5. Mengetahui klasifikasi penyakit parotitis
6. Mengetahui diagnosis penyakit parotitis
7. Mengetahui jenis pemeriksaan laboratorium penyakit parotitis
8. Mengetahui cara pencegahan penyakit parotitis

1
9. Mengetahui komplikasi penyakit parotitis
10. Mengetahui cara penatalaksanaan medis penyakit parotitis
11. Mengetahui management asuhan kebidanan penyakit parotitis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Parotits epidemika adalah penyakit akut, menular dengan gejala khas


pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis (Mansjoer, 2000).

Gondongan (Mumps, Parotitis Epidemika) adalah suatu infeksi virus


menular yang menyebabkan pembengkakan pada kelenjar liur disertai nyeri.
Gondongan jelas sekali berbeda dengan penyakit gondok/Goiter. Penyakit
gondok atau di Indonesia dikenal dengan nama GAKI, Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium, adalah penyakit hormonal yang dipicu oleh rendahnya
kadar iodium dalam tubuh sehingga mengganggu pembentukan hormon
tiroksin pada kelenjar tiroid. Disebut juga hipertiroidisme, karena ditemukan
adanya peningkatan kadar hormon tiroksin dalam bentuk T3 maupun T4
(Puspitasari, 2006).

Parotitis epidemika adalah penyakit akut, menular dengan gejala khas


pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Disebabkan oleh virus.
Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan
muntahan, bisa juga melalui urin (Suryanah, 1996).

Parotitis epidemika atau nama lainnya adalah mumps/gondong


merupakan salah satu infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengan tanda
khas berupa pembengkakan dari kelenjar air liur dan kadang-kadang dapat
juga mengenai kelenjar gonad, meningen, pancreas dan organ lainnya.
Parotitis epidemika sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan pada
umumnya memberikan gambaran klinis ringan, namun pada kasusu tertentu
dapat memberikan gambaran klinis berat, bahkan dapat menimbulkan
kematian (Rampengan, 2007).

3
B. ETIOLOGI
Mumps disebabkan oleh paramyxovirus. Virus ini ditularkan melalui
percikan ludah (air droplet) yang berasal dari bersin atau batuk penderita atau
karena bersentuhan langsung dengan benda-benda yang terkontaminasi oleh
ludah penderita.
Virus mumps stabil pada pH 5,8-8 dan hidup bertahun-tahun pada suhu
≥200-700C. Virulensi virus mumps akan hilang jika virus mumps dipanaskan
dalam suhu 55-600C, selama 20 menit. Virus mumps dapat diisolasi dari
kelenjar air liur, orificium ductus Stensen atau dari mulut, darah, kencing, air
susu ibu dan cairan otak.
Jika dibandingkan dengan campak atau cacar air, gondongan tidak terlalu
menular. Kebanyakan penyakit ini menyerang anak-anak yang berumur 2-12
tahun, jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun. Jika
seseorang pernah menderita gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan
seumur hidupnya.
Daerah yang sering terkena serangan biasanya adalah kelenjar
parotis/pipi, yaitu kelenjar ludah yang terletak di antara telinga dan rahang.
Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar),
system saraf pusat, pancreas, prostat, payudara, dan organ lainnya. Masa
inkubasi adalah 12-24 hari.

C. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas 14-24 hari dengan puncaknya pada hari ke 17-18. Parotitis
sangat menular sejak 6 hari sebelum dan 9 hari setelah terjadi pembengkakan.
Sekitar 30-40% penderita yang terkena parotitis memberikan gejala subklinis.
Gejala prodromal 1-2 hari berupa:
1. Demam
2. Anoreksia
3. Sakit kepala
4. Muntah

4
5. Nyeri otot

Temperatur tubuh biasanya meningkat sekitar 38,30-38,90C, tetapi


kadang-kadang suhu tetap normal atau malah meningkat hingga 410C.
Turunnya panas bervariasi dapat sampai satu minggu sebelum edema kelenjar
parotitis menghilang. Dalam 24 jam penderita mengeluh sakit telinga dan
diperparah bila mengunyah. Pada anak yang lebih besar dapat merasakan
adanya pembengkakan pada sudut mandibula pada stadium dini terutama
pada saat makan makanan asam (Rampengan, 2007).

Kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula


unilateral dan kemudian menjadi bilateral, disertai rasa nyeri spontan atau pun
pada perabaan terlebih-lebih saat pasien makan atau minum sesuatu yang
asam. Dapat terjadi trismus dan disfagia. Kadang-kadang kelenjar
submandibularis dan sublingualis dapat terkena (Mansjoer, 2000).

Gejala timbul dalam waktu 12-24 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:

1. Menggigil
2. Sakit kepala
3. Nafsu makan berkurang
4. Merasa tidak enak badan
5. Demam ringan sampai sedang (terjadi 12-24 jam sebelum satu atau
beberapa kelenjar liur membengkak), tetapi 25-30% penderita tidak
menunjukkan gejala-gejala tersebut.

Gejala pertama dari infeksi kelenjar ludah adalah nyeri ketika


mengunyah atau menelan, terutama jika menelan cairan asam (misalnya jus
jeruk). Jika kelenjar liur disentuh, akan timbul nyeri. Pada saat ini suhu
biasanya naik sampai 38,9-40° Celcius. Pembengkakan terjadi pada hari
kedua.
1. Gejala lain yang mungkin ditemukan:
2. Nyeri testis

5
3. Benjolan di testis
4. Pembengkakan skrotum (kantung zakar).

(Puspitasari, 2006).

D. PATOFISIOLOGI

Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab


parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:

1. Percikan ludah
2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
3. Muntahan
4. Urine

Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya
kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps
pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG
secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak
penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel
traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran
darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang
kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.

Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000).  Kemudian
dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula
unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan.
Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah,
air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan
nekrosis jaringan.

6
E. KLASIFIKASI
1. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia
antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti
sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
2. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-
bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita
usia lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan
adanya gangguan dehidrasi.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik
yang menunjukkan adanya pembengkakan di daerah temporomandibuler
(antara telinga dan rahang). Biasanya tidak perlu dilakukan pemeriksaan
khusus (Puspitasari, 2006).
Diagnosis mudah ditegakkan bila pada pemeriksaa fisis jelas, bila gejala
tidak jelas, diagnosis:
1. Terdapat virus dalam saliva, cairan cerebrospinal atau darah
2. Serum neutralization test
3. Kenaikan titer yang bermakna dari complement fixing antibody
selama masa penyembuhan
4. Didapatkan antibody di dalam serum terhadap antigen S selama
gejala parotitis epidemika ada
(Masjoer, 2000).

7
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Darah rutin

Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya


leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun.
Normalnya leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan
limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis
polimorfonuklear tingkat sedang.

2. Amilase serum

Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan


pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih
2 minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.

3. Pemeriksaan serologis

Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk


menunjukan adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:

a. Hemaglutination inhibition (HI) test

Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset
cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga.  Jika
perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka
kemungkinannya  parotitis.

b. Neutralization (NT) test

Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk


biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi
hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya
hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika.  Uji
netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya
untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.

8
c. Complement – Fixation (CF) test

Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan


jumlah respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi
diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen
V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan
berikutnya dan kemudian  menurun secara lambat 2 tahun sampai
suatu jumlah yang rendah dan tetap ada.  Peningkatan 4 kali lipat
dalam titer dengan analisis standar apapun menunjukan infeksi yang
baru terjadi.  Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering
mencapai maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang
dalam 6 sampai 12 minggu.

4. Pemeriksaan Virologi

Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus


dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor
serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada
pada biakan yang diberi serum hiperimun.

H. PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara


imunisasi pasif dan imunisasi aktif.

1. Pasif

Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau


mengurangi komplikasi.

2. Aktif 

Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis


epidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck,

9
sharp and dohme) atau diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan
(Ngastiyah, 2007).  Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain
dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular.  Menyebabkan
imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan
rubella (MMR yakni vaksin Mumps, Morbili, Rubella). Pemberian
vaksinasi dengan virus “mumps”, sangat efektif dalam menimbulkan
peningkatan bermakna dalam antibodi “mumps” pada individu yang
seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15 sampai
95 %.  Proteksi yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan tidak
mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis atau
vaksinasi variola yang diberikan serentak.

Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi


maternal; Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen
vaksin;  demam akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan;
limfoma;  sedang diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti
metabolit; sedang mendapat radiasi (Rampengan, 2007).

Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan


setelah pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin
“Mumps” dalam situasi ini.

I. KOMPLIKASI
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa
penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar dua
minggu.
Komplikasi bisa terjadi pada organ selain kelenjar liur, terutama jika
infeksi terjadi setelah masa pubertas. Komplikasi bisa terjadi sebelum,

10
selama, maupun sesudah kelenjar liur membengkak; atau terjadi tanpa disertai
pembengkakan kelenjar liur.
Tlg cari gambar2 dibawah ini ya… 
1. Orkitis: Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh,
testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis
yang permanen sehingga terjadi kemandulan.
2. Ovoritis: Peradangan pada salah satu atau kedua indung tekur. Timbul
nyeri perut yang ringan dan jarang menyebabkan kemandulan.
3. Ensefalitis atau meningitis: Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya
berupa sakit kepala, kaku duduk, mengantuk, koma atau kejang. Lima
sampai sepuluh persen penderita mengalami meningitis dan kebanyakan
akan sembuh total. Satu di antara 400-6000 penderita yang mengalami
ensefalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang
permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
4. Pankreatitis: Peradangan pancreas, bisa terjadi pada akhir minggu
pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut.
Gejala ini akan menghilang dalam waktu satu minggu dan penderita akan
sembuh total.
5. Peradangan ginjal bisa menyebabkan penderita mengeluarkan air kemih
yang kental dalam jumlah banyak.
6. Peradangan sendi bisa menyebabkan nyeri pada satu atau beberapa sendi.
7. Istirahat di tempat tidur selama badan panas.
8. Pada waktu suhu badan naik beri banyak minum dan kompres dingin.
9. Berikan penyuluhan pada orang tua anak bahwa penyakitnya tidak
berbahaya, dan penyakit ini akan sembuh sendiri dalam 2 minggu.

J. PENATALAKSANAAN MEDIS

Istirahat di tempat tidur selama masih demam dan pembengkakan


kelenjar parotis masih ada. Simtomatik diberikan kompres demam atau dingin
serta dapat diberikan analgetik. Diet makanan cair atau lunak tergantung dari

11
kemampuan menelan. Kortikosteroid diberikan selama 2-4 hari dan globulin
gama dipikirkan apabila terdapat orkitis (Masjoer, 2000).

Menurut Ika Puspitasari, 2006, penatalaksaan parotitis adalah sebagai


berikut:

1. Karena terdapat gangguan menelan/mengunyah, sebaiknya diberikan


makanan lunak dan hindari minuman asam karena bisa menimbulkan
nyeri.
2. Daerah pipi/leher bisa juga dikompres secara bergantian dengan panas
dan dingin.
3. Obat pereda nyeri (misalnya asetaminofen dan ibuprofen) bisa digunakan
untuk mengatasi sakit kepala dan tidak enak badan. Aspirin tidak boleh
diberikan kepada anak-anak karena memiliki risiko terjadinya sindroma
Reye.
4. Jika terjadi pembengkakan testis, sebaiknya penderita menjalani tirah
baring.
5. Untuk mengurangi nyeri, bisa dikompres dengan es batu.
6. Jika terjadi mual dan muntah akibat pancreatitis, bisa diberikan cairan
melalui infus.

K. ASUHAN KEBIDANAN

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Parotitis epidemika atau nama lainnya adalah mumps/gondong
merupakan salah satu infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengan
tanda khas berupa pembengkakan dari kelenjar air liur.Mumps disebabkan
oleh paramyxovirus.
Gejalanya berupa demam, anoreksia, sakit kepala, muntah, nyeri
otot. Kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula
unilateral dan kemudian menjadi bilateral. penyebaran paramyxovirus
antara lain akibat percikan ludah, kontak langsung dengan penderita
muntahan, urine. Parotitis dibagi menjadi parotitis kambuhan, dan parotitis
Akut.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik yang menunjukkan adanya pembengkakan di daerah
temporomandibuler. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi parotitis
yaitu dengan pemeriksaan darah rutin, amilase serum, pemeriksaan
serologis, pemeriksaan virology. Pencegahan terhadap parotitis epidemika
dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Komplikasi
parotitis antara lain orkitis, ovoritis, ensefalitis, Pankreatitis, Arthritis,
Nefritis, Tiroiditis, Miokarditis dll.
Istirahat di tempat tidur selama masih demam dan pembengkakan
kelenjar parotis masih ada.

B. SARAN
Sebagai seorang bidan harus mempunyai wawasan yang luas
termasuk wawasan tentang kesehatan masyarakat seperti pencegahan

13
penyebaran penyakit parotitis epidemika ini. Segera menanganinya apabila
menemukan kasus seperti ini.

DAFTAR PUSTAKA

Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat, Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: EGC.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: EGC.
Puspitasari, Ika. 2006. Cerdas Mengenali Penyakit dan Obat. Jakarta: B first.
Rampengan.2007.Penyakit Infeksi Topik pada Anak edisi 2.Jakarta:EGC
Suryanah. 1996. Keperawatan Anak untuk Siswa SPK. Jakarta: EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai