Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Pengertian Keselamatan dan kesehatan kerja
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang selamat, aman,
efisien dan produktif.( Permen PU 09 2008 )
UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 yang berisi
“pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja” . Jadi setiap pekerja harus
mendapatkan program ataupun ikut partisipasi untuk keselamatan maupun
kesehatan mereka yang didapat dari program perusahaan. Agar setiap
pekerja aman dalam setiap melakukan pekerjaan walaupun bekerja di
tempat yang memiliki risiko yang tinggi.
2.1.2 Kecelakaan kerja
kerugian terhadap proses penting tetapi dalam pelaksanaannya terdapat
banyak faktor penghambat dan resiko kerja. Dimana kurangnya
penerapan sistem ini akan mengakibatkan hal buruk seperti resiko
kecelakaan kerja yang berimbas juga terhadap kerugian perusahaan
dengan meningkatnya biaya akibat kecelakaan kerja ringan maupun
berat (Tannya et al., 2017)
2.1.3 Prinsip Identifikasi Potensibahaya
Zero accident merupakan faktor kunci dalam pengelolaan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Berbagai metode K3
diterapkan di perusahaan jasa dan manufaktur guna menghilangkan
dan meminmalisir risiko pekerjaan. PT Shell Indonesia merupakan
salah satu perusahaan multinasional yang menerapkan prinsip zero

5
6

accident. Semua karyawan mendapatkan pelatihan secara berkala


tentang K3 dalam berbagai aktivitas (Ilmansyah et al., 2020)
2.1.4 Prinsip Pengendalian Potensi Bahaya
Dalam upaya pengendalian potensi bahaya di tempat kerja,
maka perlunya pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar
pengendalian yang harus diikuti yaitu melalui tahapan sebagai
berikut:
1. Pengenalan potensi bahaya yang ada maupun yang
mungkin timbul (hazards identification)
2. Penilaian tingkat yang mungkin timbul (risk assessment)
3. Pemantauan dan pemilihan tindakan pencegahan dan
pengendalian yang tepat dengan menggunakan metode
hirarki pengendalian (risk control).
4. Penunjukan dan Penugasan kepada siapa yang akan
diberi tugas dan tanggungjawab untuk melakukan
tindakan pencegahan dan pengendalian.
5. Tinjau ulang untuk mengukur efektifitas penerapan
sarana pengendalian yang telah diterapkan (review of
control)
Secara prinsip, potensi bahaya dapat dikendalikan melalui 2
(dua) metode yaitu secara pengendalian permanen atau
pengendalian jangka panjang (long tram gain) dan sarana
pengendalian sementara atau pengendalian jangka pendek (short
trem gain). Sarana pngendalian tersebut dapat menggunakan skala
prioritas sebagai sebuah sistem, seperti dibawah ini :
1. Eliminasi atau meniadakan potensi bahaya;
2. Mengurangi potensi bahaya pada sumbernya
3. Menutup sumber bahaya;
4. Memindahkan pekerja dari sumber bahaya;
5. Mengurangi paparan pekerja dari sumber bahaya;
6. Menggunakan Alat Pelindung Diri.
7

2.1.5 Tahapan Analisa Keselamatan pekerjaan


Analisa keselamatan pekerjaan atau tugas-tugas harus
dilakukan secara berurutan dan teliti dari setiap tahapan proses kerja
dalam system kerja secara keseluruan. secara garis besar, langkah-
langkah dasar analisa keselamatan pekerjaan dapat diuraikan sbb:
Langkah 1: Pembuatan daftar pekerjaan, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah membuat dan meninjau daftar pekerjaan
yang ada di setiap departemen pabrik kedalam indeks
tugas-tugas.
Langkah 2: Penetuan jenis-jenis pekerjaan yang akan dianalisa, jenis-
jenis pekerjaan/tugas yang akan dianalisa terlebih dulu
perlu dibuat skala prioritas berdasarkan urgensi potensi
bahayanya dengan melihat keriteria-kriteria penentuan
sebagai berikut:
A. Tingkat frekuensi kecelakaannya tinggi;
B. Tingkat keparahan kecelakaanya tinggi;
C. Potensi bahaya yang mempunyai kecelakaan tinggi;
D. Terdapat pekerjaan/tugas-tugas baru, pekerjaan tidak
rutin atau terdapat perubahan pula pekerjaan
E. Pekerjaan/tugas-tugas yang bersifat rutin;
F. Menggunakan sistem rangking atau tingkat bahaya.
Langka 3: Mengurangi tugas ke dalam langkah-langkah dasar, setelah
dibuat daftar jenis pekerjaan/tugas dan ditentukan jenis
pekerjaan mana yang akan dianalisa, langkah selanjutnya
adalah menguraikan pekerjaan tersebut menjadi langkah-
langkah dasar. Setiap langkah dasar yang diuraikan harus
dapat menggambarkan tentang apa yang akan dikerjakan.
dengan demikian, uraian pekerjaan tersebut harus dibuat
8

secara berurutan sebagaimana pada saat pekerjaan


dilakukan.
Langkah 4: Identifikasi potensi bahaya pada setiap langkah dasar,
tujuan analisa pada langkah ini adalah untuk mengenali
atau mengidentifikasi dan mencatat sumber-sumber
bahaya yang ada pada setaip proses kerja. Dari identifikasi
potensi bahaya ini, akan dapat diketahui sebagai jenis
potensi bahaya yang mungkin timbul dan terjadinya
kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Di dalam
mengidentifikasi potensi bahaya pada setiap tahapan
proses kerja pergunakan daftar priksa (checklist) potensi
bahaya.
Langka 5: Pelaksanaan analisa keselamatan pekerjaan, untuk
melakukan analisa keselamatan pekerjaan perlu
dilakukan pengamatan secara terencana dilapangan.
analisa keselamatan pekerjaan yang telah disetujui
harus dijelaskan dan dikonsultasikan kepada tenaga
kerja yang terkait untuk mendapatkan masukan.
2.2 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Hazard (bahaya) menurut Undang Undang No 1 tahun 1970 adalah
potensi potensial yang dapat menyebabkan kecelakaan/kerusakan. Hazard
dapat berupa : bahan-bahan, bagian-bagian mesin, bentuk energi, metode
kerja atau situasi kerja.
a. Manusia baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap
pekerjanya
b. Properti termasuk peralatan kerja dan mesin-mesin
c. Lingkungan baik lingkungan di dalam perusahaan maupun diluar
perusahaan
d. Kualitas produk barang dan jasa;
e. Nama baik perusahaan (company’s public image)
9

Identifikasi adalah upaya sistematik untuk mengetahui bahaya yang


ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya,
kita dapat lebih berhati-hati, waspada, dan melakukan langkah-langkah
pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan. Karena itu, kita perlu suatu
teknik atau metode untuk mengetahui dan mengenal bahaya dengan mudah.
Berikut teknik yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya, antara
lain: (Ramli, 2013 : 22).
1. Data kejadian;
2. Daftar periksa;
3. Brainstorming;
4. What if analysis;
5. HAZOPS (Hazards And Operability Study);
6. Analisa mode kegagalan dan efek (failure mode And Effect Analysis-
FMEA);
7. Task analysis;
8. Analisis pohon kegagalan (fault tree analysis);
9. Event tree analysis;
10. Bow tie analysis;
11. Analisis keselamatan pekerja (Job Safety Analysis).
Masih banyak teknik lainnya yang dikembangkan oleh para ahli K3,
berbagai teknik ini dapat diterapkan sepanjang daur hidup organisasi mulai
dari tahap pengembangan sampai ke operasi.
Identifikasian bahaya sebelum bahaya tersebut menyebabkan
kecelakaan adalah inti seluruh kegiatan pencegahaan kecelakaan. akan tetapi
pengidentifikasian bahaya bukanlah ilmu pasti tetapi merupakan kegiatan
subjektif dimana ukuran bahaya yang teridentifikasi akan berada diantara
orang satu dengan orang lainnya yang tergantung pada pengalaman masing-
masing sikap dalam menghadapi risiko, familieritas terhadap proses yang
bersangkutan dan sebagainya. Banyak teknik identifikasi yang salah satunya
dapat dipilih sebagai yang mungkin paling efektif di organisasi tertentu atau
10

yang dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam proses tertentu


teknik-teknik tersebut meliputi
1. Survei Keselamatan Kerja ;
A. Kadang dinamakan inpeksi keselamatan kerja.
B. Inpeksi umum terhadap seluruh area kerja.
C. Cenderung kurang rinci dibandingkan teknik-teknik lainnya.
D. Memberikan gambaran yang menyeluruh tentang keadaan
pencegahan kecelakaan di seluruh area kerja tertentu.
2. Patroli Keselamatan Kerja;
A. Inpeksi terbatas pada rute yang ditentukan terlebih dulu.
B. Perlu merencanakan rute berikutnya untuk memastikan cakupan
menyeluruh atas area kerja.
C. Mempersingkat waktu saat inpeksi.
3. Pengambilan sampel keselamatan kerja;
A. Melihat pada saat aspek Kesehatan atau Keselamatan Kerja saja.
B. fokuskanlah perhatian untuk melakukan indentifikasi lebih rinci.
C. Perlu merencanakan serangkaian pengambilan sampel untuk
mencakup seluruh aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
4. Audit keselamatan kerja;
A. Inpeksi tempat kerja lebih teliti.
B. Lakukan pencarian untuk mengindentifiksi semua jenis bahaya.
C. Jumlah setiap jenis bahaya yang terindentifikasi harus dicatat.
D. Dapat dikembangkan menjadi sistem peringkat untuk mengukur
derajat kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan.
E. Audit ulang perlu dilakukan untuk menilai perbaikan-perbaikan apa
saja yang telah dilakukan.
F. Bisa menyita waktu.
5. Pemeriksaan lingkungan;
A. Dilakukan bedasarkan pengukuran konsentrasi zat-zat kimia di
atmosfer.
11

B. Dapat mengidentifikasi kemungkinan bahaya terhadap kesehatan


ditempat kerja
6. Laporan kecelakaan;
A. Dibuat setelah kecelakaan terjadi.
B. Kecelakaan kecil perlu dicatat dan juga kerugian berupa kehilangan
waktu atau jam kerja.
C. Informasi yang diperoleh dari laporan kecelakaan.
D. Laporan harus dapat mengindikasikan tindakan pencegahaan yang
diperlukan.
7. Laporan kecelakaan yang nyaris terjadi (near miss)
A. Laporan insiden-insiden yang dalam keadaan yang sedikit berbeda
dapat menyebabkan kecelakaan.
B. Memerlukan budaya keselamatan kerja yang tepat agar efektif.
8. Masukan dari para pekerja
A. Secara formal dapat diperoleh melaluin komite keselamtan kerja
atau secara informal memalui penyedia.
B. Membutuhkan budaya ‘tidak saling menyalahkan untuk
memberanikan pekerja melaporkan masalah.
C. Para pekerja sering lebih mengetahui dan dapat menyampaikan apa
yang perlu dilakukan.
D. Perlu umpan balik ke pekerja dalam bentuk tindakan untuk
mempertahankan kredibilitas manajemen.
2.3 Sebab-Sebab Potensi Bahaya
2.3.1 Unsafe action (perilaku tidak aman)
Unsafe action atau tindakan tindak aman biasa dikenal
dengan human error, human Error juga dapat terjadi karena
ketidak tahuan pekerja, ketidak mampuan pekerja, dan ketidak mau
tahuan pekerja. Ketidak tahuan pekerja yaitu pekerja tersebut
kurang pengetahuan dan kurang terampil yang disebabkan
kurangnya tingkat pendidikan, tidak mengetahui dan mengenali
sumber bahaya, dan tidak mengetahui peraturan yang dapat
12

menyebabkan terjadinya unsafe action yang mengakibatkan


terjadinya suatu kecelakaan atau penyakit akibat kerja. (Suma’mur,
1981 : 28)

2.3.2 Unsafe Condition (kondisi tidak aman)


Suatu pekerjaan dapat dinyatakan Aman apabila sumber
bahaya yang terdapat sudah dapat dikendalikan. Dan unsafe
condition atau kondisi tidak aman menurut Suma’mur 1981
merupakan suatu kondisi dimana lingkungan tempat kerja dan
sekitarnya mengandung potensi bahaya yang mengakibatkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Maka dari itu
unsafe condititon ini dapat diminimalisir dengan menginspeksi alat
atau mesin di lingkungan atau lokasi pekerjaan. .

2.4 Penilaian Risiko (Risk Assessment)

Risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya keceakaan atau


kerugian pada periodewaktu tertentu atau siklus operasi tertentu, sedangkan
tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability)
dan keparahan (consequence/severity) dari suatu kejadian yang dapat
menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cidera dan sakit yang mungkin
timbul dari pemaparan suatu hazards di tempat kerja. (Tarwaka, 2018 : 89)

KEKERAPAN KEPARAHAN

TINGKAT kemungkinan tingkat keparahan


RISIKO = terjadinya kecelakaan kecelakaan atau sakit:
atau sakit : Dinilai Dinilai dari jumlah orang
dari frekuensi dan yang terpapar hazards
durasi paparan pada periode tertentu
hazards
13

Gambar 2.1 Bagan Penentuan Tingkat Risiko

(Tarwaka. 2017 : 90)

Di dalam menilai suatu risiko bahaya ditempat kerja, secara umum


kita perlu mempertimbangkan “apa akibat atau risiko terburuk apabila itu
terjadi berapa sering kemungkinan itu terjadi”. Hal-hal atau risiko terburuk
yang mungkin terjadi antar lain meliputi:
A. Cidera (injury): jari putus, seseorang meninggal akibat kecelakaan atau
keracunan, akibat kronis atau akut, dll.
B. Sakit : gangguan paru secara permanen, sakit kepala, muntah-muntah
karena keracunan, ketulian menutup, stress, dll.
C. Kerusakan (damage): apakah terjadi peledakan, kebakaran, pelepasan
racun-racun bahan kimia, mesin-mesin tidak biasa beroperasi lagi, dll.
D. Biaya (cost) : pabrik tidak bisa berproduksi, bahaya kehilangan pekerja
terampil, biaya perawatan kesehatan, dll
E. Keselamatan umum (public safety): apakah pelanggan menderita
kerugian, apakah ada orang lain yang terkena dampaknya, dll.
Selanjutnya didalam melakukan penilaian risiko harus diakukan
secara sistematis dan terencana dengan mengikuti tahap-tahap proses
penilaian risiko seperti dibawah ini. Proses penilaian risiko ini dilakukan
untuk menilai tingkat risiko kecelakaan atau cidera dan sakit. penilaian
risiko ini proses kelanjutan dari proses indentifikasi bahaya (hazards).
Berikut proses peniaian risiko, yaitu:
1. Estimasikan kekerapan terjadinya keceakaan atau sakit di tepat kerja;
2. Estimasikan keparahan dari kemungkinan terjadinya keceakaan dan
sakit yang terjadi;
3. Tentukan tingkat risikonya;
4. Buatlah skala prioritas risiko yang telah dinilai untuk pengendalian
risiko.
5. Buatlah catatan penilaian risiko.
14

Penilaian risiko adalah cara-cara yang digunakan untuk dapat


mengelola dengan baik risiko yang di hadapi oleh pekerjanya dan
memastikan bahwa kesehatan dan keselamatan mereka tidak terkena risiko
pada saat bekerja. (Ridley, 2003 : 29)

Sasaran penilaian risiko adalah mengidentifikasi bahaya sehingga


tindakan dapat diambil untuk menghilangkan, mengurangi, atau
mengendalikannya sebelum terjadi kecelakaan yang dapat menyebabkan
cidera atau kerusakaan. Untuk mencapai sasaran tersebut dan untuk
mengefektifkan serta dapat menjalankan penilaian risiko, kita perlu
melakukan pendekatan yang sistematis. langkah-langkah berikut merupakan
pendekatan yang sistematis dan logis
1. Mendefinisikan tugas atau proses yang akan di nilai.
2. Mengidentifikasi bahaya
3. Menghilangkan atau mengurangi bahaya hingga minimum.
4. Mengevaluasi risiko dari bahaya residual.
5. Mengembangkan strategi-strategi pencegahan.
6. Menjalankan pelatihan metode-metode kerja yang baru.
7. Mengimplementasikan upaya-upaya pencegahan.
8. Memonitor kinerja.
9. Melakukan kajian ulang secara berkala dan membuat revisi jika perlu.
Ada beberapa langkah-langkah dalam melakukan penilaian risiko,
sebagai berikut:
A. Mempersiapkan program penilaian risiko;
B. Pilih area yang akan dinilai;
C. Mengidentifikasi bahaya;
D. Menghilangkan atau mengurangi bahaya;
E. Mengevaluasi risiko-risiko residual;
F. Mengembangkan strategi-strategi pencegahan;
G. Mengadakan pelatihan tentang operasi;
H. Penerapan tindakan pencegahan;
15

I. Memonitor kinerja;
J. Memeriksa kembali dan merevisi.

2.5 Pengendalian Risiko (Risk Control)

Apabila suatu risiko terdapat kecelakaan dan penyakit akibat kerja


telah diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus
diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang dapat
diterima bedasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang berlaku. (Ridley,
2003 : 41)
Di dalam memperkenalkan suatu saran pengendalian risiko harus
mempertimbangkan apakah sarana pengendalian risiko tersebut dapat
diterapkan dan dapat memberikan manfaat kepada masing-masing tepat
kerjanya. Hal-hal yang harus dipertimbangkan antara lain:
A. Tingkat keparahan potensi bahaya atau risikonya;
B. Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau risiko dan cara
memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko;
C. Ketersediaan dan kesesuian sarana untuk meniadakan atau
memindahkan potensi bahaya;
D. Biaya untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko.
Pengendalian Risiko dapat mengikuti pendekatan hirarki
pengendalian ( hirarchy of control). Hirarki pengendalian risiko adalah
suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang
mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan di
dalam hirarki pengendalian risiko terdapat 2(dua) pendekatan yaitu:
1) Pendekatan “long term gain” yaitu pengendalian berorientasi jangka
panjang dan bersifat permanen dimulai dari pengendalian subsitusi,
eliminasi, isolasi atau pembatasan, administrasi dan terakhir jatuh pada
penggunaan alat pelindung diri.
16

2) Pendekatan “short term gain” yaitu pengendalian berorientasi jangka


pendek dan bersifat temporari atau sementara. pendekatan ini
diimplementasikan selama pengendalian yang bersipat lebih permanen
belum dapat diterapkan. pilihan pengendalian risiko ini dimulai dari
penggunaan alat pelindung diri menuju keatas sampai dengan subsitusi.
Hirarki Pengendalian Risiko sebagai berikut:
a) Eliminasi (elimination)
Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat
permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan
prioritas pertama. eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan
objek kerja atau sistime kerja yang berhubungan dengan tempat kerja
yang kehadiranya pada batas yang tidak diterima oleh ketentuan,
peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melampaui Nilai
Ambang Batas (NAB) (Tarwaka, 2013 : 102)
b) Subsitusi (subsitution)
pengendalian ini dimaksudkan dengan pergantian bahan-bahan dan
peralatan yang berbahaya dengan yang lebih rendah bahayanya atau
yang lebih aman. (Tarwaka, 2013 : 102)
c) Rekayasa teknik (enginnering control)
Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk mengubah struktur
objek kerja untuk mencegah pekerja terpapar kepada potensi bahaya.
(Tarwaka, 2013 : 102)
d) Pengendalian administrasi (administration control)
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu
system kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang
terpapar potensi bahaya. (Tarwaka, 2013 : 103)
e) Alat Peindung Diri (Personal Protection Equipment)
Alat Pelindung Diri (APD) secara umum merupakan sarana
pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat
sentara mana kala system pengendaian yang lebih permanen belum
dapat diimplementasikan. (Tarwaka, 2013 : 104)
17

Pengendalian Risiko merupakan langkah penentuan dalam


keseluruhan manajemen risiko. bedasarkan hasil analisis dan evaluasi risiko
maka dapat ditentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak. jika
risiko dapat diterima, tentunya tidak diperlukan langkah pengendalian lebih
lanjut. (Ramli, 2013 : 55)

Berkaitan dengan risiko K3, pengendalian risiko dilakukan dengan


mengurangi kemungkinan atau keparahan melalui berbagai pendekatan
berikut.
1. Pengendalian teknis/rekayasa
Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis
yang ada di lingkungan kerja. Karena itu,pengendalian bahaya dapat
dilakukan perbaikan pada desain, penambahan peralatan, dan
pemasangan peralatan pengaman.
2. Pendidikan dan pelatihan
Pengendalian risiko juga dapat dilakukan melalui pendekatan
pendidikan dan pelatihan. Melalui program ini diharapkan pekerja
dapat akan memahami kondisi kerja yang berbahaya dan bagaimana
melakukan kegiatan dengan cara yang aman. Dengan demikian
peluang atau kemungkinan risiko dapat ditekan.
3. Insentif, penghargaan, dan motivasi diri
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi
pekerja dalam menjalankan pekerjaan dengan aman.
4. Penegakan hukum
Langkah lainnya yang mungkin kurang popular adalah melakukan
tindakan hukum (law enforcement) bagi mereka yang melakukan
pelanggaran ketentuan K3.
2.6 Job Safety Analysis (JSA)
2.6.1 Pengertian Job Safety Analysis (JSA)
Job Safety Analysis adalah analisis pekerjaan yang
dilakukan secara beraturan sebelum pekerjaan dimulai dan harus
18

terbaca berkaitan dengan rencana pekerjaan tersebut. Yang bertujuan


untuk mencari/menentukan adanya potensi bahaya pada setiap
tahapan/rangkaian proses pekerjaan dan berusaha untuk menghindar
nya.
Job safety Analysis merupakan identifikasi sistematik dari
bahaya potensial di tempat kerja yang dapat diidentifikasi, dianalisa,
dan direkam sehingga keselamatan kerja sama dapat terencana.
Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja
adalah dengan menetapkan dan menyusun prosedur pekerjaan dan
melatih semua pekerja untuk menerapkan metode kerja yang efisien
dan aman. Menyusun prosedur kerja yang benar merupakan salah
satu keuntungan dari menerapkan Job safety Analysis (JSA) yang
meliputi mempelajari dan membuat laporan setiap langkah
pekerjaan, identifikasi bahaya pekerjaan yang sudah ada atau potensi
(baik kesehatan maupun keselamatan), dan menentukan jalan terbaik
untuk mengurangi dan mengeliminasi bahaya ini.
JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan
menemukan bahaya yang :
1. Mungkin diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan
dalam desain pemesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan
proses

2. Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personel

3. Mungkin dikembangkan setelah pekerjaan dimulai.

2.6.2 Tujuan Penerapan Job Safety Analysis (JSA)

Untuk menyiapkan suatu lingkungan kerja yang aman


dengan cara pembuktian bagaimana pekerjaan yang dapat
menimbulkan kecelakaan dapat dikurangi dengan cara mengurangi
setiap pekerjaan ke dalam unsur-unsur dasar, yang kemudian
dianalisa untuk diketahui dan diambil tindakan dalam mengurangi
19

atau mengendalikan bahaya-bahaya yang mungkin terjadi, sebelum


memulai pekerjaan. Suatu cara yang dipakai untuk menilai (review)
metode atau langkah pekerjaan guna :

1. Menemukan sumber-sumber bahaya


2. Mengurangi/mengendalikan bahaya
3. Mewujudkan lingkungan kerja yang aman
Dengan melakukan JSA maka, dapat diidentifikasi bahaya-
bahaya yang terkait dengan suatu pekerjaan sehingga dapat
dilakukan langkah-langkah pencegahan terhadap terjadinya
kecelakaan.
2.6.3 Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Pembuatan JSA
a. Harus diketahui dan dimengerti seluruh karyawan yang
bersangkutan
b. Pastikan diikuti oleh seluruh karyawan yang bersangkutan
c. Harus selalu ditinjau kembali (review), dan harus selalu
diperbaiki dan ditingkatkan
d. Harus disosialisasikan
2.6.4 Teknik Pengembangan Job Safety Analysis (JSA) yang Efektif
Teknik yang efektif dalam mengembangkan suatu Job
safety Analysis (JSA) yang dapat dilakukan dengan pedoman
sebagai berikut :
1. Pilih orang yang sesuai untuk mengamati, biasanya dipakai
orang yang paling berpengalaman dalam mengerjakan pekerjaan
tersebut.
2. Beritahukan mereka tujuan dari JSA, apa yang ingin anda
sempurnakan atau perbaiki dan manfaatnya hasil studi ini bagi
pekerja dan pekerjaannya.
3. Amati mereka dalam menyelesaikan tugasnya (coba
menginterupsi bila mereka tidak berada pada urutan yang
mendasar).
20

4. Catat setiap langkah pekerjaan, beri penomoran.


5. Gunakan pada penomoran tersebut perkakas yang digunakan,
alat serta bahan yang dipakai.
6. Teruskan penomoran dan langkah-langkah selanjutnya sampai
seluruh pekerjaan selesai.
7. Setelah selesai bandingkan hasil observasi ini dengan hasil
observasi sebelumnya.
Dalam menunjuk petugas dalam pelaksanaan, hendaklah
selalu dipilih yang paling berpengalaman di bidang tersebut, punya
kemampuan melaksanakan tugas, dapat bekerja sama, dan punya
keinginan dalam berbagai ide.

Tenaga yang benar-benar telah terlatih, dan memiliki


background qualification yang sesuai baik dari segi pendidikan
maupun pengalaman yang meyakinkan, serta mengerti akan job
yang akan dianalisa. (Rompas,1981)

2.6.5 Mengembangkan Sebuah Job Safety Analysis (JSA)

1. Memilih pekerjaan

Pekerjaan dengan sejarah kecelakaan yang buruk


mempunyai prioritas dan harus dianalisa terlebih dahulu. Dalam
memilih pekerjaan yang akan dianalisa, supervisor sebuah
departmen harus memenuhi faktor berikut ini :
a. Frekuensi kecelakaan
Sebuah pekerjaan yang sering kali tentang kecelakaan
merupakan prioritas utama dalam JSA.
b. Tingkat cedera yang menyebabkan cacat.
Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus dimasukkan
ke dalam JSA.
c. Kekerasan potensi
21

Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah


kecelakaan namun mungkin berpotensi untuk menimbulkan
bahaya.
d. Pekerjaan baru
JSA untuk setiap pekerjaan baru harus dibuat sebisa mungkin.
Analisa tidak boleh ditunda hingga kecelakaan atau hampir
terjadi kecelakaan (nearmiss).
e. Mendekati bahaya
Pekerjaan yang sering hampir terjadi bahaya harus menjadi
prioritas JSA.
2. Membagi pekerjaan
Untuk membagi pekerjaan, pilihlah pekerjaan yang benar
untuk melakukan observasi. Pilihlah pekerja yang
berpengalaman, mampu dan kooperatif sehingga mampu
berbagi ide. Jelaskan tujuan dan keuntungan dari JSA kepada
pekerja.
Observasi performa pekerja terhadap pekerjaan dan tulis
langkah dasar JSA. Rekaman video pekerjaan dapat digunakan
untuk peninjauan di masa mendatang. Pertanyakan langkah
awal pekerjaan di lanjutkan langkah selanjutnya dan
seterusnya.
3. Identifikasi bahaya dan potensi kecelakaan kerja
Tahap berikutnya untuk mengembangkan JSA adalah
identifikasi semua bahaya termasuk dalam setiap langkah.
Identifikasi semua bahaya baik yang diproduksi oleh
lingkungan dan yang berhubungan dengan prosedur kerja.
Identifikasi bahayaa dilakukan bersama pengawas pekerjaan
dan safety departement.
4. Mengembangkan solusi
22

Langkah terakhir dalam JSA adalah mengembangkan prosedur


kerja yang aman untuk mencegah kejadian atau potensi
kecelakaan.
Beberapa solusi yang mungkin dapat diterapkan :
a. Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan
b. Mengubah kondisi fisik yang menimbulkan bahaya
c. Mengubah prosedur kerja
Mengurangi frekuensi pekerjaan.
Poin utama dari Job Safety Analysis (JSA) adalah
mencegah kecelakaan dengan antisipasi dan eliminasi serta
mengontrol bahaya yang ada sehingga berjalan dengan baik dan
sesuai harapan.
2.6.6 Keuntungan Melaksanakan JSA
1. Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan
prosedur kerja efesien.
2. Membuat kontak keselamatan pekerja.
3. Mempersiapkan observasi keselamatan yang terencana.
4. Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru.
5. Memberikan instruksi pre-job untuk pekerjaan luar biasa.
6. Meninjau prosedur kerja setelah kecelakaan terjadi.
7. Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan yang
memungkinkan dalam metode kerja.
8. Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di
tempat kerja.
9. Supervisor dapat belajar mengenai pekerjaan yang mereka
pimpin.
10. Partisipasi pekerja dalam hal keselamatan di tempat kerja.
11. Biaya kompetensi pekerja menjadi lebih rendah
12. Meningkatkan produktivitas.
13. Adanya sikap positif terhadap keselamatan.
2.7 Langka penyusunan JSA
23

A. Menentukan jenis pekerjaan yang akan dianalisa, merupakan


langkah awal membuat analisis keselamatan kerja (Job Safety
Analysis) yang dilakukan di PT. Wika Industri dan Kontruksi
semua tim dalam pembuatan JSA yaitu berdasarkan jenis
pekerjaannya, karena setiap pekerjaan mempunyai langkah
pekerjaan dan tingkat risiko yang berbeda-beda. Setiap jenis
pekerjaan menganalisa setiap aspek dan dampak pekerja serta
lingkungan kerjanya masing-masing.
B. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah kerja, setelah
menentukan jenis pekerjaan, kemudian dilakukan observasi
ketempat kerja sehingga dapat melakukan pengamatan proses
kerja dari awal sampai akhir untuk memudahkan pembuatan
JSA, dilakukan wawancara dan melakukan observasi diharapkan
dapat memberi gambaran mengenai tahapan pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga kerja dan mengetahui kondisi lingkungan
serta bahaya yang mungkin timbul.
C. Mengidentifikasi bahaya pada masing-masing pekerjaan, proses
identifikasi terhadap potensi bahaya untuk menentukan paparan
dan kerugian yang ada disetiap tahapan pekerjaan. Sehingga
dengan dilakukan identifikasi maka dapat menentukan tindakan
pengendalian bahaya untuk mencegah kecelakaan kerja.
D. Mengendalikan bahaya, dari penerapan analisis JSA tersebut
dapat mengendalikan bahaya dan risiko kecelakaan, yang dapat
diminimalisir dan dicegah. Dengan meninggalkan langkah kerja
yang berbahaya dan memperbaiki sistem kerja yang berisiko
tinggi. Pengendalian bahaya yaitu dengan eliminasi, subsitusi,
engineering control, administrative control dan APD.
E. Mengkaji ulang JSA tersebut, setelah dibuat analisis
keselamatan kerja (JSA) maka yang terkait akan mengkaji ulang
analisa keselamatan pekerja yang telah dibuat, mungkin ada
proses kerja yang akan dihilangkan atau ditambah. Jika
24

perubahan tersebut sudah disetujui dan disahkan maka


diinformasikan kepada tenaga kerja dan didokumentasikan oleh
departemen terkait.

2.8 What if/Check list


Dalam metode ini, setiap proses dipelajari melalui pendekatan
brainstorming untuk memformulasikan setiap pertanyaan meliputi kejadian
yang akan menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Masing-
masing pertanyaan dibagi ke dalam tahapan operasi, tekhnik, pemeliharaan
dan inspeksi. Setiap pertanyaan tersebut mempertimbangkan skenario
terjadinya insiden, identikasi konsekuensi, penilaian kualitatif untuk
menentukan tingkat keparahan konsekuensi, kemungkinan dari semua risiko
yang ada dan pembuatan rekomendasi untuk mengurangi bahaya. Metode
what if/ checklist dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya
potensial dari setiap tahapan proses. Metode ini akan efektif apabila
dilakukan oleh tim yang berpengalaman untuk evaluasi suatu proses
2.9 HAZOPS ( Hazard and Operability Study )
Hazard and Operability Study (HAZOPS) dipakai untuk
mengidentifikasi persoalan dari operasional proses yang bisa memengaruhi
efisiensi produksi serta keselamatan. HAZOPS adalah cara identifikasi
risiko yang fokus pada analisa terstruktur tentang operasi yang berlangsung.
Dengan memakai HAZOPS, kita harus mempelajari tiap-tiap tingkatan
proses untuk mengidentifikasi semua penyimpangan dari keadaan operasi
yang normal, menggambarkan bagaimana bisa berlangsung serta
memastikan perbaikan dari penyimpangan yang ada.
2.10 FMEA ( Failure Model and Effect Analysis )
Failure Model and Effect Analysis (FMEA) adalah cara identifikasi
risiko dengan mengkaji beberapa pertimbangan kesalahan dari perlengkapan
yang dipakai serta mengevaluasi dampak dari kekeliruan itu. Kelemahan
cara ini ialah tidak memperhitungkan kesalahan manusia. Dalam perihal ini,
25

FMEA mengidentifikasi peluang abnormal atau penyimpangan yang bisa


terjadi pada elemen atau perlengkapan yang terlibat dalam proses produksi
dan konsekuensi yang ditimbulkan.

2.11 FTA ( Fault Tree Analysisi )


Fault Tree Analysis (FTA) adalah suatu teknik yang bisa dipakai
untuk memprediksi atau menjadi alat investigasi setelah terjadinya
kecelakaan dengan melakukan analisa proses peristiwa. FTA nanti akan
menghasilkan penilaian kuantitatif dari probabilitas peristiwa yang tidak
diharapkan. FTA adalah cara yang sangat efisien dalam menemukan pokok
persoalan sebab bisa memastikan jika kerugian yang diakibatkan tidak
berasal dari satu kegagalan. FTA adalah kerangka berfikir terbalik dimana
evaluasi berawal dari insiden lalu dikaji sebabnya.
2.12 ETA ( Moment Tree Analysis )
Moment Tree Analysis (ETA) ialah cara yang menunjukkan dampak
yang mungkin berlangsung dengan diawali oleh identifikasi penyebab
peristiwa serta proses dalam tiap-tiap tingkatan yang memunculkan
terjadinya kecelakaan. Dalam melakukan ETA, kita perlu memahami
penyebab dari peristiwa serta manfaat skema keselamatan atau mekanisme
kegawatdaruratan yang ada untuk memastikan langkah perbaikan pada
dampak yang diakibatkan.
2.13 JHA ( Job Hazard Analysis )
Job Hazard Analysis (JHA) ialah teknik yang fokus pada tahapan
pekerjaan menjadi langkah untuk mengidentifikasi bahaya sebelum suatu
peristiwa yang tidak diharapkan muncul. Cara ini lebih fokus pada
hubungan pada pekerja, tugas/pekerjaan, alat serta lingkungan. Setelah
diketahui bahaya yang tidak bisa di hilangkan, maka dikerjakan usaha untuk
menghilangkan atau mengurangi risiko bahaya ke tingkat level yang dapat
di terima (OSHA 3071).
26

JHA bisa diaplikasikan pekerjaan dengan tingkat kecelakaan/kesakitan yang


tinggi Pekerjaan yang punya potensi mengakibatkan luka,cacat atau sakit
walau tidak ada insiden sebelumnya
Pekerjaan yang jika berlangsung sedikit kesalahan kecil akan menyebabkan
terjadinya kecelakaan parah atau luka
2.14 JSO ( Job Safety Observasi )
Job Safety observation (JSO) adalah suatu metoda pengamatan suatu
pekerjaan untuk meningkatkan mutu pelaksanaan keselamatan kerja.
Kegiatan ini biasanya dilakukan sewaktu-waktu oleh para pengawas tanpa
sepengetahuan operator yang di observasi. Bertujuan memperbaiki atau
meningkatkan mutu K3 melalui pengamatan sikap dan cara seseorang dalam
melakukan pekerjaan.
2.16 Kerangka Konsep

Input Proses Output

1. SDM 1. Perencanaan
2. Metode (kebijakan Ini hasil yg
2. Pelaksanaan diharapkan apa dr
dan SOP)
3. Monitoring dan evaluasi
3. Sarana dan program ini??
prasarana
27

Anda mungkin juga menyukai