Alkisah, pada waktu dunia masih berumur 4 abad. Kudungga raja pertama dari Kerajaan
Kutai yang pada saat itu baru masuk agama Hindu tengah melakukan ritual kelahiran anaknya
dengan para Brahmana. Anak Raja Kudungga diberi nama Aswawarman yang mencerminkan
Dewa Matahari yang besar kuasanya. Waktu terus berlalu dan Aswawarman pun tumbuh
menjadi laki-laki yang pantas untuk melanjutkan tahta Raja Kudungga. Hingga akhirnya Raja
Kudungga wafat dan Pangeran mahkota Aswawarman pun dinobatkan menjadi raja Kerajaan
Kutai.
Aswawarman : “Hai para rakyatku! Sebelumnya ayahku, Raja Kudungga telah memerintah
kerajaan ini dengan sangat baik, adil, dan bijaksana. Maka aku, Aswawarman
akan meneruskan kejayaan kerajaan ini.”
Rakyat : “Hidup Raja Aswawarman! Hidup Raja Aswawarman! Hidup Raja
Aswawarman!”
Aswawarman pun memimpin Kerajaan Kutai dengan sangat adil hingga Ia dijuluki raja yang
sangat mulia.
Tabib : “ Yang Mulia Raja, hamba ingin memberi kabar gembira kepada Yang Mulia!”
Aswawarman : “Ada kabar apa Tabib?”
Tabib : “Hamba ingin melaporkan kabar bahwa permaisuri sedang mengandung anak
ketiga Paduka raja.”
Brahmana : “Puja Dewa Siwa, sungguh beruntung Paduka. Hamba rasa, anak ketiga Paduka
akan menjadi raja yang dapat membawa kejayaan di kerajaan ini.”
Aswawarman : “Sungguh Dewa berbaik hati kepadaku. Pengawal, segera adakan upacara untuk
menyambut kelahiran anak ketigaku!”
Pengawal : “Baik Yang Mulia.”
Beberapa bulan kemudian.
Aswawarman : “Brahmana, tolong siapkan upacara pemberian nama anakku!”
Brahmana : “Baik yang Mulia, nama apakah yang akan Yang Mulia berikan untuk anak
ketiga Yang Mulia ini?”
Aswawarman : “Mulawarman. Aku berharap dengan nama ini, anakku akan menjadikan
Kerajaan Kutai lebih besar dan dapat memakmurkan rakyat Kutai kelak.”
Brahmana : “Nama yang indah Yang Mulia.”
Setelah kelahiran anaknya, raja Aswawarman berpikir seberapa besar batas wilayah Kerajaan
Kutai yang Ia pimpin.