Anda di halaman 1dari 14

ARTIKEL PENGANTAR KOMPUTER

FENOMENA PENIMBUNAN BARANG (PANIC BUYING) SAAT


PANDEMI VIRUS CORONA DAN DAMPAKNYA TERHADAP
PEREKONOMIAN INDONESIA

Disusun oleh :

Nama : I Gusti Bagus Ary Pranawa Putra


NIM. : 1917051063
Kelas : IIG

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2020
Daftar Isi

Cover

Daftar Isi ………………………………………………………………………….… i

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang …………………………………………………………. 1


B. Rumusan Masalah ……………………………………………………… 1
C. Tujuan ………………………………………………………………….. 2
D. Manfaat ………………………………………………………………… 2

BAB II Kajian Teori ……………………………………………………………….. 3

BAB III Metode Penelitian ………………………………………………………… 4

BAB IV Hasil dan Pembahasan …………………………………………………… 5

A. Definisi Penimbunan Barang …………………………………………. 5


B. Alasan Masyarakat Melakukan Penimbunan Barang ………………… 6
C. Dampak Panic Buying terhadap Perekonomian Indonesia …….…….. 7
D. Sikap Pemerintah dalam Mengatasi Panic Buying ……………………. 9

BAB V Kesimpulan dan Saran ……………………………………………………. 11

Daftar Pustaka ………………………………………………………………...…… 12

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pandemic virus Covid-19 atau yang biasa kita sebuit dengan virus Corona
merupakan momok yang begitu mengerikan bagi seluruh masyarakat dunia,
khususnya masyarakat Indonesia. Dikatakan mengerikan karena kita baru
pertama kali merasakan adanya virus ini dan penyebarannya yang cukup cepat,
apalagi seiring berjalannya hari, korban yang bertambah semakin lama semakin
banyak. Selain merugikan dari segi kesehatan, menyebarnya virus ini
menyebabkan perekonomian Indonesia juga mengalami dampak yang luar biasa
hebat.
Dampak ekonomi akibat virus ini semula hanya berdampak pada
terganggunya kegiatan ekspor impor dari China. Namun lambat laun, hal ini
berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah seiring dengan melambatnya
laju pertumbuhan ekonomi. Beberapa bulan belakangan, masyarakat Indonesia
dikejutkan dengan fenomena melambungnya berbagai harga barang yang dirasa
penting saat pandemic oleh beberapa oknum “nakal” dengan cara
menghabiskan seluruh stok barang yang tersedia lalu dijual kembali dengan
harga yang tidak masuk akal karena permintaan akan barang-barang tersebut
cukup tinggi. Ini merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan karena
penimbunan barang ini mengakibatkan orang lain yang benar-benar
membutuhkan barang tersebut akan kehabisan stok oleh orang-orang yang
sebenarnya tidak membutuhkan barang tersebut.
Untuk itulah diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang fenomena
penimbunan barang ini agar bagaimana caranya seluruh masyarakat mendapat
barang-barang yang diperlukan secara merata serta untuk menghindari dari
yang namanya penjualan barang yang ditimbun dengan harga yang tidak masuk
akal oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan mengambil
kesempatan saat pandemi virus Corona ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penimbunan barang (panic buying)?
2. Apa alasan masyarakat melakukan panic buying?
3. Apa saja dampak panic buying terhadap perekonomian Indonesia?
4. Bagaimana sikap pemerintah dalam mengatasi fenomena tersebut?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari penimbunan barang (panic buying).
2. Untuk mengetahui alasan masyarakat melakukan panic buying.
3. Untuk mengetahui dampak panic buying terhadap perekonomian Indonesia.
4. Untuk mengetahui sikap masyarakat dalam mengatasi fenomena tersebut.

D. Manfaat
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman secara
teori kepada pembaca tentang fenomena panic buying saat pandemic virus
Corona dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai panic buying dan diharapkan dapat menambah wawasan tentang
fenomena panic buying.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

Kajian teori dari artikel ini yaitu :


A. Coronavirus
Terdapat beberapa versi yang mendefinisikan pengertian dari
Coronavirus ini. Menurut Kemkes dalam website
infeksiemerging.kemkes.go.id, Coronavirus merupakan keluarga besar virus
yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia
biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa
hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Lauren M. Sauer dalam laman hopkinsmedicine.org
berpendapat bahwa Coronavirus adalah suatu bentuk dari virus dan memiliki
banyak sekali bentuk dan penyebabnya. Bentuk Coronavirus yang baru
berhasil diidentifikasi, SARS-CoV-2, adalah yang menyebabkan pandemic ini
menyerang sistem pernapasan manusia yang dikenal dengan nama Covid-19.

B. Panic Buying
Menurut Dr. M. Grohol dalam website sehatq.com, keinginan panic
buying bisa dipengaruhi orang lain karena adanya penularan emosi. Saat
pembeli pertama mengamati perilaku pembeli kedua yang menimbun bahan
belanja, pembeli pertama mungkin bisa terpengaruh untuk melakukan hal
yang sama. Sementara itu, menurut Dr. Dimitrios Tsivrikos mengemukakan
bahwa panic buying dapat terjadi karena kita tak bisa menerka berapa lama
krisis kesehatan masyarakat (termasuk COVID-19) akan berlangsung.
Informasi dari media pun memicu kita untuk masuk ke dalam mode panik
tersebut.

3
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Alasan Menggunakan Metode


Pada penelitian ini digunakan metode dengan pendekatan studi kasus.
Metode ini dilakukan dengan cara mempelajari referensi-referensi buku, artikel,
dan browsing internet serta literature review yang berhubungan dengan analisis
sistem. Pengumpulan data dengan memanfaatkan daftar pustaka ini agar dapat
lebih mendukung objek suatu penelitian dengan melakukan perbandingan teori-
teori yang sudah ada dengan praktek yang ada di lokasi sumber data.

4
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Definisi Penimbunan Barang (Panic Buying)


Penimbunan barang yang dilakukan oleh konsumen atau masyarakat
ketika ada situasi tertentu yang dipandang gawat atau darurat kerap dikenal
dengan istilah panic buying. Perilaku panic buying ini menurut Enny Sri
Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and
Finance (INDEF) dipicu oleh faktor psikologis yang biasanya terjadi karena
informasi tidak sempurna atau menyeluruh yang diterima oleh masyarakat.
Akibatnya, timbul kekhawatiran di masyarakat sehingga menimbulkan respons
tindakan belanja secara masif sebagai upaya penyelamatan diri. Terdapat dua
bentuk kekhawatiran yang terjadi di masyarakat. Pertama adalah khawatir kalau
tidak belanja sekarang, bisa saja besok harga barang naik. Kedua, jika tidak
belanja sekarang, maka esok hari barangnya sudah tidak ada.
Dalam ekonomi, maraknya orang yang memburu suatu barang, seperti
masker, memengaruhi sisi permintaan. Sebagaimana hukum permintaan dan
penawaran dalam ekonomi berlaku yaitu: jika terjadi permintaan tinggi karena
tidak jumlah barang yang sedikit, maka harga barang akan semakin mahal.
Faktor inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemburu rente atau
pencari keuntungan. Sebab, di tengah kondisi panic buying, masyarakat
cenderung membeli barang lebih dari yang dibutuhkan. Jika hal ini dilakukan
oleh banyak orang, maka akibatnya adalah terjadi kelangkaan barang yang
disebabkan ketidakseimbangan antara demand dan supply. Kelangkaan akibat
tidak seimbangnya permintaan dan penawaran ini berujung pada kenaikan
harga.
Steven Taylor, Profesor sekaligus Psikolog Klinis di University of British
Columbia, mengungkapkan, dalam kasus terjadinya bencana alam, terdapat
perbedaan gagasan yang jelas antara persiapan untuk menghadapi bencana dan
sekedar pembelian berlebih. Tapi, dalam kasus sebaran Virus Corona, ada
banyak ketidakpastian yang mendorong terjadinya perilaku pembelian berlebih.
Panic buying didorong oleh kecemasan dan keinginan untuk berusaha keras
menghentikan ketakutan tersebut. Dalam keadaan seperti ini, orang merasa
perlu untuk melakukan sesuatu yang sebanding dengan apa yang mereka
anggap sebagai tingkatan krisis.

5
B. Alasan Masyarakat Melakukan Penimbunan Barang (Panic Buying)
Sejak dikonfirmasinya dua kasus pertama positif virus Corona di
Indonesia pada bulan Maret, beberapa orang melakukan tindakan panic buying
atau memborong sembako di tengah kepanikan. Panic buying juga terjadi di
banyak negara yang sudah mengonfirmasi kasus COVID-19, termasuk
Singapura dan Amerika Serikat. Menurut beberapa ahli, masyarakat melakukan
perilaku panic buying dipengaruhi oleh beberapa alasan yaitu sebagai berikut.
1. Dikendalikan oleh emosi
Menurut Dr. M. Grohol dalam website sehatq.com, keinginan panic
buying bisa dipengaruhi orang lain karena adanya penularan emosi. Saat
pembeli pertama mengamati perilaku pembeli kedua yang menimbun
bahan belanja, pembeli pertama mungkin bisa terpengaruh untuk
melakukan hal yang sama. Terlebih lagi, di tengah wabah infeksi virus
Corona, rasa cemas terkait ketersediaan bahan makanan sering dirasakan.
Hal tersebut bisa berpindah ke orang lain dan bisa dipercepat oleh media
sosial. Bahkan, walau rasa cemas tersebut sebenarnya tidaklah rasional,
keinginan panic buying tetap bisa dirasakan. Tindakan panic buying
untuk ikut-ikutan dengan orang lain tersebut boleh jadi merupakan
perwujudan dari insting herding (herd instinct). Beberapa ahli pun
mengaitkan fenomena panic buying dengan insting herding yang menjalar
melalui media sosial.
2. Ingin meminimalisir resiko
Banyak peneliti menyimpulkan, alasan psikologis orang-orang melakukan
panic buying berakar dari keinginan mereka untuk menekan risiko. Bagi
pelaku panic buying, risiko yang menanti karena krisis mungkin akan
sedikit berkurang karena bahan-bahan yang ditimbun tetap bisa
digunakan di kemudian hari. Keinginan menekan risiko dengan
melakukan panic buying bisa dirangsang oleh hasrat diri, serta usaha
untuk menghindari penderitaan yang bisa muncul saat krisis. Penderitaan
tersebut dapat berupa penderitaan emosional dan fisik, serta penderitaan
yang memang terjadi atau yang masih dalam bayangan.
3. Merasakan kelegaan dan ketenangan
Perilaku menimbun barang dapat menimbulkan rasa ketenangan pada diri
pelakunya. Sensasi bahwa “semua sudah terkontrol dengan baik” pun
mungkin akan muncul di benak pelaku panic buying, begitu ia membawa
barang belanjaannya ke rumah. Tindakan panic buying memunculkan
“sense of relief” bagi pelakunya, serta mengikis ketakutan dan kecemasan
yang dirasakan.

6
4. Ketidakpastian krisis yang dihadapi
Menurut Dr. Dimitrios Tsivrikos mengemukakan bahwa panic buying
dapat terjadi karena kita tak bisa menerka berapa lama krisis kesehatan
masyarakat (termasuk COVID-19) akan berlangsung. Informasi dari
media pun memicu kita untuk masuk ke dalam mode panik tersebut. Lain
halnya dengan panik karena krisis bencana. Pada jenis kepanikan ini,
masyarakat cenderung tahu bahwa krisis ‘hanya’ akan berlangsung
beberapa hari saja. Dengan demikian, kita mungkin akan lebih rasional
dalam membeli produk rumah tangga.

C. Dampak Panic Buying terhadap Perekonomian Indonesia


Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan dunia
membawa dampak pada perekonomian Indonesia, salah satu yang paling
terlihat adalah kelangkaan stock berbagai barang karena gerakan penimbunan
barang secara serentak oleh oknom-oknum nakal yang memanfaatkan
kesempatan ditengah kepanikan pandemi ini. Mereka menimbun barang-barang
yang dianggap penting untuk dijual kembali dengan harga yang 10x lebih tinggi
daripada harga normal semata-mata untuk kepentingan pribadi mereka saja.
Contoh yang paling berasa yaitu masker untuk melindungi mulut dan hidung.
Sebelum terdengar kabar adanya virus ini, harga masker untuk 1 box isi 50 ply
normalnya yaitu sekitar Rp20.000 hingga Rp40.000 saja. Tetapi, setelah kasus
Corona ini menyebar di Indonesia dan oknum-oknum tidak bertanggung jawab
menimbun masker ini, harga sekotaknya saja bisa mencapai Rp350.000 hingga
Rp400.000. Bahkan disebuah situs jual beli online, masker tersebut bisa
mencapai harga Rp1.500.000.- . Pun dengan masker satuan. Masker yang
biasanya dijual di minimarket dekat rumah dengan harga sekitar Rp10.000
untuk 5 ply ini sekarang dijual tinggi dengan harga sekitar Rp40.000-an.
Kepolisian menduga harga masker melonjak tinggi di beberapa wilayah
di Indonesia, khususnya di daerah Jakarta karena ulah distributor barang.
Inspeksi mendadak yang dilakukan Polda Metro Jaya di kawasan Pasar
Pramuka, Jawa Timur, menemukan harga masker di tingkat pengecer
melambung karena harga dari distributor sudah dipatok tinggi. Menurut Yusri,
Polda Metro Jaya melakukan inspeksi mendadak pada hari itu karena menilai
ada keresahan masyarakat terkait dengan meroketnya harga masker di pasaran.
Dalam inspeksi tersebut didapatkan hasil bahwa Harga satu kotak masker di
Pasar Pramuka berkisar antara Rp200.000 ke atas, sedangkan untuk hand
sanitizer mencapai Rp100.000 ke atas per kemasan. Sementara itu, Ketua
Asosiasi Pedagang Pasar Pramuka Edi Haryanto menyebutkan kenaikan harga
disebabkan oleh aksi borong masyarakat yang memicu banyak pihak

7
memainkan harga. Ia mengatakan bahwa sebenarnya stok barang masih ada dan
masih cukup, tetapi ketika ada pembeli yang seolah-olah ingin memborong stok
secara keseluruhan, maka banyak tangan-tangan nakal yang “bermain”.
Lebih lanjut terkait kenaikan harga pasca Corona, beberapa barang
lainnya yang makin mahal karena pandemi ini yaitu sebagai berikut.
1. Jeruk Impor
Harga jeruk impor dari China di beberapa pasar melonjak usai pemerintah
memberlakukan penghentian impor makanan dan minuman dari China akibat
virus Corona, seperti jeruk Sunkist impor yang harganya bisa naik sampai tiga
kali lipat dari yang sebelumnya Rp25.000 per kilo, sekarang bisa sampai
Rp75.000. Dengan naiknya harga jeruk, berdampak pada menurunnya jumlah
pembeli dan berkurangnya omzet penjual.
2. Bawang Putih
Salah satu pedagang yang diwawancarai oleh liputan6.com mengaku
bahwa harga bawang putih naik sehubungan dengan berita wabah virus Corona.
Dia memperkirakan lonjakan bawang putih mencapai dua kali lipat lebih dari
yang sebelumnya hanya Rp25.000 sampai Rp30.000, kini bisa sampai
Rp60.000 lebih.
3. Emas
Dilansir dari halaman financial.bisnis.com, harga logam mulia di pasar
global diprediksi dapat menyentuh level US$3.000 per ons troys dalam periode
12-18 bulan ke depan, seiring dengan ketidakpastian ekonomi dunia yang
mengalami kontraksi. Harga emas Pegadaian juga mengalami kenaikan 21
persen dari awal tahun hingga akhir pekan lalu. Pada Januari, emas Pegadaian
berada di level Rp787.000 per gram dan hingga akhirnya pekan ini berada di
atas Rp956.000 per gram. Lalu apakah kita lebih baik menjual emas atau
menyimpan terlebih dahulu sampai harganya terus merangkak naik? Sekretaris
Perusahaan PT Pegadaian (Persero) R. Swasono Amoeng Widodo mengatakan,
saat terjadi kenaikan harga emas seperti saat ini, menabung emas adalah pilihan
yang bijak. Hal ini dikarenakan menabung dalam bentuk emas merupakan
investasi yang paling menguntungkan dan bersifat likuid atau mudah dicairkan.
Ia meneruskan jika kita membutuhkan dana, lebih baik dijaminkan ke lembaga
keuangan yang menyediakan skema pinjaman dengan jaminan emas.
Karena fenomena panic buying, setidaknya terdapat 3 kerugian yang
berdampak kepada perekonomian Indonesia yaitu :
1. Meningkatkan Inflasi
Aktivitas pembelian yang berlebihan tentu akan berpengaruh kepada
perekonomian, fenomena panic buying oleh masyarakat akan memicu
kelangkaan berbagai produk dan berdampak pada kenaikan harga barang

8
tersebut yang dapat menyebabkan kenaikan inflasi yang akan mengganggu
stabilitas Ekonomi Indonesia. Aksi panic buying yang hanya beberapa bulan
sebelum Idul Fitri akan menyebabkan kenaikan inflasi yang lebih awal dan
lebih lama.
2. Keuangan Rumah Tangga Terganggu
Saat kita merasa terancam, secara psikologis dapat berakibat pada
berkurangnya proses berpikir rasional dan lebih mudah terpengaruh dengan
pola pikir kelompok. Dalam kasus Virus Corona ini, dengan tersebarnya berita
banyaknya kelompok masyarakat yang langsung memborong barang rumah
tangga dalam jumlah banyak, ternyata otomatis langsung diikuti oleh kelompok
lainnya. Namun, patut dipahami secara tidak sadar hal tersebut akan berdampak
pada Keuangan rumah tangga, karena pembelian impulsif bisa saja menyedot
dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan reguler penting lainnya
seperti uang sekolah anak atau cicilan rumah. Belum lagi jika pembelian
dilakukan menggunakan fasilitas kredit seperti misalnya kartu kredit, terjadi
beban hutang konsumsi yang terlalu prematur dan tidak pada tempatnya. Dalam
perencanaan Keuangan rumah tangga, beban hutang konsumsi ini perlu
dikendalikan.
3. Pemborosan
Jika kita sudah terlanjur membeli semua barang yang dibutuhkan maupun
tidak, sedangkan pemerintah sudah menyiapkan stok barang yang cukup dan
kondisi virus Corona tidak seburuk yang ditakutkan di Indonesia. Maka,
pembelian berdasarkan Panic Buying tersebut dapat dikategorikan sebagai salah
satu tindak pemborosan karena akan cukup sulit untuk menghabiskan bahan
makanan tadi sebelum masa kedaluwarsanya. Misalnya, beras mungkin berkutu
dan rusak apabila disimpan terlalu lama. Untuk itu, daripada melihat potensi
kerugian yang akan diakibatkan oleh virus ini, lebih baik kita lebih bijak untuk
meahan diri dan bersikap sewajarnya dalam menanggapi pandemic ini.

D. Sikap Pemerintah dalam Mengatasi Panic Buying


Roy N Mandey selaku ketua umum Aprindo menyatakan bahwa tindakan
yang berlebihan akan membuat kepanikan baru yang tidak perlu terjadi, di saat
sebenarnya seluruh kebutuhan masyarakat tetap dapat terpenuhi. Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto
mengatakan produsen pun tak perlu khawatir kehabisan bahan baku karena efek
Corona. Ia menegaskan kembali kalau sampai saat ini Kemendag hanya
melarang importasi binatang hidup dari China. Untuk komoditas lain yang
langka seperti bawang putih dan gula konsumsi atau gula kristal putih (GKP),
Suhanto mengatakan pasokan keduanya akan segera masuk ke Indonesia--

9
diprediksi terealisasi sebelum Lebaran 2020. Seandainya ada gejolak harga,
beliau menegaskan Kemendag akan menggerakkan BUMN dan pelaku usaha
swasta melakukan operasi pasar. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani
menyatakan pemerintah telah memantau dampak Corona pada sektor riil.
Sebagai antisipasi, menurutnya sudah ada rencana untuk memberi kemudahan
izin impor bahan baku. Kemudahan ini akan diutamakan bagi 500 importir
bereputasi baik sesuai data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Beliau juga
membuka peluang mengeluarkan paket kebijakan ekonomi tambahan di sektor
riil agar tidak terlalu besar terkena imbas. Untuk itu, saat kita ingin membeli
persediaan kebutuhan sehari-hari di rumah, usahakan untuk membeli barang
seperlunya saja dan hindari penimbunan atau menyetok barang dengan
berlebihan. Terlebih barang-barang penting seperti makanan, obat-obatan, dan
pembersih. Penimbunan dapat mengakibatkan orang lain kekurangan saat ingin
membelinya. Di samping itu, penimbunan juga akan mengakibatkan barang-
barang menjadi langka. Jika sudah begini, maka harga pasar akan terganggu.
Dan satu lagi yang terpenting, selalu jaga jarak saat berpergian ke tempat ramai
agar kita senantiasa terhindar dari virus yang berbahaya ini.

10
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat
dampak dari penimbunan barang atau panic buying pada saat pandemi Covid-
19. Akibat dari adanya penimbunan ini, orang-orang sakit yang berhak
mendapatkan alat kesehatan tersebut menjadi semakin terancam kesehatannya.
Bahkan WHO pernah mengatakan bahwa penimbunan ini memberikan dampak
yang sangat besar bagi tenaga medis yang membutuhkan masker dan alat
pelindung diri untuk melindungi diri mereka sendiri dan pasien sehingga tidak
menginfeksi orang lain. Penimbunan seperti ini merupakan bentuk persaingan
yang curang karena bertujuan untuk mengambil keuntungan sebesar mungkin
dari adanya kenaikan harga yang melambung tinggi akibat kelangkaan. Ini
memperlihatkan adanya ketimpangan antara ekonomi orang pribadi lebih
diutama dan kebutuhan masyarakat diabaikan.

B. Saran
Dalam menghadapi dampak yang tidak diinginkan dari panic buying
terhadap keadaan ekonomi Indonesia, saran saya yaitu diperlukan kerjasama
antara pihak-pihak berwajib dengan masyarakat yang melihat, mendengar
ataupun merasakan mengenai penimbunan ataupun penyalahgunaan alat
kesehatan. Peningkatan pengawasan serta kerjasama menjadi upaya yang bisa
dilakukan demi tercapainya situasi yang kondusif ditengah kepanikan ini.
Pemerintah juga diharapkan bisa lebih transparan dan tidak menutup mata serta
telinga jika terjadi penimbunan barang dikemudian hari.

11
Daftar Pustaka

Pasys, Regina. 2020. “Sebelum ada Corona Barang-Barang Ini Dijual dengan Harga
Murah, Lihat Perbandingannya Sekarang, Mahal Banget!”. Dalam
https://kids.grid.id/read/472094791/sebelum-ada-corona-barang-barang-ini-
dijual-dengan-harga-murah-lihat-perbandingannya-sekarang-mahal-banget?
page=all.

Liputan6.com. 2020. “Daftar Harga Barang yang Naik Imbas Virus Corona, Apa
Saja?”. Dalam https://www.liputan6.com/bisnis/read/4172562/daftar-harga-
barang-yang-naik-imbas-virus-corona-apa-saja.

Gunawan, Arif. 2020. “Harga Emas Terus Naik di Tengah Corona, Jual atau
Simpan?”. Dalam
https://finansial.bisnis.com/read/20200428/55/1233535/harga-emas-terus-naik-
di-tengah-corona-jual-atau-simpan.

Syafina, Dea Chadiza. 2020. “Panic Buying dan Dampaknya Terhadap Ekonomi”.
Dalam https://tirto.id/panic-buying-dan-dampaknya-terhadap-ekonomi-eDDT.

Utari, Reni. 2020. “Penjelasan Ahli Mengenai Perilaku Panic Buying di Tengah
Pandemi Virus Corona”. Dalam https://www.sehatq.com/artikel/panic-buying-
di-tengah-krisis-dan-wabah-corona-apa-penyebabnya.

Pratiwi, Arizona. 2020. “Fenomena Panic Buying Akibat Corona, Ini 3 Kerugian
terhadap Ekonomi dan Keuangan”. Dalam https://akurat.co/ekonomi/id-
1046188-read-fenomena-panic-buying-akibat-corona-ini-3-kerugian-terhadap-
ekonomi-dan-keuangan.

12

Anda mungkin juga menyukai