Nim : 201902037
1. Klarifikasi Anemia
hemotokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok
(Ani, 2016).
eritrosit (sel darah merah) dan kadar hemoglobin (Hb) dalam setiap
millimeter kubik darah dalam tubuh manusia. Hampir semua gangguan pada
sistem peredaran darah disertai dengan anemia yang ditandai dengan warna
kepucatan pada tubuh, penurunan kerja fisik dan penurunan daya tahan
menurun di bawah normal. Sebelum terjadi anemia gizi besi, diawali lebih
dahulu dengan keadaan kurang gizi besi (KGB). Apabila cadangan besi
dalam hati menurun tetapi belum parah dan jumlah hemoglobin masih
normal, maka seseorang dikatakan mengalami kurang gizi beis saja (tidak
disertai anemia gizi besi). Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut dan
semakin parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, tubuh tidak akan lagi mempunyai cukup zat
besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan
a. Klasifikasi anemia
sebagai berikut:
pada pendarahan.
pembuatannya.
dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi, radiasi, leukimia dan
gangguan imunologis.
b. Etiologi anemia
banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan dengan
makanan hewani, sehingga kebutuhan
asupan makanan.
besi + 1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak
daripada pria.
kebutuhan.
2) Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah: makanan yang
tua, yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang
diantaranya meliputi:
1) Menstruasi
siklus kurang lebih setiap 28 hari, bisa berfluktuasi 7 hari dan total
Bambang, 2013).
2) Status Gizi
meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang dan tempat lain
sangat kurang atau tidak ada sama sekali (Gultom, 2003 dalam
dengan kematangan fisiologis seperti pembesaran jaringan sampai organ tubuh membuat remaja
memerlukan kebutuhan nutrisi yang
defisiensi besi juga dapat terjadi 2-4 kali pada wanita dan anak-anak
yang dialami oleh para remaja diantaranya yaitu anemia defisiensi zat besi, kelebihan berat
badan/obesitas dan kekurangan zat gizi. Hal
zat besi dalam darah sebagai pemicu anemia (Istiany & Rusilanti,
2013).
TB2
(dalam meter).
Untuk Perempuan :
b. Normal : 17 - 23 kg/ m2
c. Kegemukan : 23 - 27 kg/m2
putri adalah:
3) Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan
adalah:
1) Mudah lelah.
2) Kulit pucat.
3) Sering gemetar.
6) Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah dan telapak
remaja adalah:
optimal.
1) Pencegahan
Menurut Almatzier (2011), cara mencegah dan mengobati
anemia adalah:
makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati dan telur) dan bahan
tempe).
Tablet Tambah Darah (TTD). Tablet tambah darah adalah tablet besi
besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Wanita dan remaja putri
minum satu tablet setiap hari selama haid. Minumlah tablet tambah
darah dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi
2. Remaja
a. Pengertian
(Prawirohardjo, 2009).
batasan usia remaja. Menurut Ani (2016), remaja dapat dibagi menjadi
3 sub fase:
pada masa ini adalah suka membandingkan diri dengan orang lain,
depan.
jenis secara dekat dan lebih terfokus pada rencana karir masa depan.
keluarga terhadap anak berubah serta minat, perilaku dan rutinitas anak
berubah pada saat jumlah makanan yang dimakan di luar rumah semakin
nilai penerimaan dan pergaulan dengan sebaya, oleh sebab itu kebiasana
3. Menstruasi
a. Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari
b. Siklus Menstruasi
1) Fase Menstruasi
mengalami fertilisasi.
2) Fase Proliferatif
dibentuk kembali disebut sebagai fase degeneratif. Fase ini dikendalikan oleh estrogen dan terdiri
atas pertumbuhan
3) Fase sekretori
darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg besi untuk setiap hari
alkalinhaematin.23
menjadi 74%. Akibatnya, kehilangan darah asing tidak dapat lagi diabaikan. Untuk alasan ini,
piktogram internal
4. Hemoglobin
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan fungsi ini maka oksigen
Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin. Heme adalah gugus prostetik yang
terdiri dari atom besi, sedang globin
dalam sel-sel darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah
orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan
jumlah darah sekitar lima juga sel darah merah per milimeter darah.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat
a. Pembentukan hemoglobin
berlangsung sampai tingkat normoblast dan retikulosit. Dari penyelidikan dengan isotop diketahui
bahwa bagian hem dari
siklus krebs berikatan dengan glisin yang dipengaruhi oleh enzim asam
b. Kadar hemoglobin
c. Destruksi hemoglobin
sirkulasi rata-rata 120 hari sebelum didestruksi. Bila membran sel darah
merah rapuh, sel darah merah dapat pecah selama dalam perjalanannya
melalui membran yang sempit dari sirkulasi. Banyak sel darah merah
dipecahkan dalam limpa tempat sel darah merah terjepit. Bila limpa
dibuang, jumlah sel abnormal dan sel-sel tua yang beredar dalam darah
hemoglobin, jika darah hilang dari tubuh dan terjadi defisiensi besi maka
d. Manfaat hemoglobin
Sebanyak lebih dari 80% besi tubuh berada dalam hemoglobin. Menurut
jaringan tubuh.
tubuh.
1) Usia
Usia anak-anak, orang tua, wanita, serta ibu hamil akan lebih
tulang yang berfungsi memproduksi sel darah merah, selain itu usia
2) Jenis kelamin
dari hewan mempunyai kandungan protein dan zat besi yang cukup
tinggi.
a) Protein
Sumber protein antara lain: daging sapi, kerbau, ayam dan susu
(Proverawati, 2011).
b) Fe (Besi)
setelah perdarahan.
c) Asam folat
merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk
pendewasaannya folat berperan sebagai pembawa karbon
asam folat diantaranya: hati, daging tanpa lemak, srealia, biji- bijian, kacang-kacangan dan jeruk
(Soekarti, 2011).
d) Vitamin C
1) Hemoglobinometer digital
dengan bahan kimia pada strip yang digunakan. Bahan kimia yang
menghasilkan arus elektrik dan jumlah elektrik yang dihasilkan adalah bertindak balas langsung
dengan konsentrasi hemoglobin.
laboratorium standar. Alat ini juga stabil dan tahan rusak walaupun
pemeriksaannya.
Prosedur pemeriksaan:
wadahnya.
B. Landasan Teori
masa dewasa, pada masa ini terjadi pertumbuhan yang sangat pesat termasuk
remaja khususnya remaja putri banyak yang melakukan diit yang salah, yang
tidak sesuai dengan kebutuhan tubuhnya salah satunya adalah anemia. Menurut
Thompson (2007) dalam Arumsari (2008), status gizi berkorelasi positif dengan
menstruasi, lama menstruasi, banyak darah yang keluar saat menstruasi dan
status gizi. Siklus menstruasi yang lebih pendek lebih meningkatkan resiko
untuk terjadi anemia, sedangkan waktu menstruasi yang lebih lama akan
a. Determinan Kesehatan Ibu Hamil Tentang Tanda Bahaya Kehamilan dengan Pencapaian
Kontak Minimal 4 Kali Selama Masa Kehamilan (K4)
Kehamilan adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin yang sedang tumbuh di dalam
tubuhnya (yang pada umumnya di dalam rahim). Kehamilan pada manusia berkisar 40 minggu atau 9
bulan, dihitung dari awal periode menstruasi terakhir sampai melahirkan. Kehamilan merupakan
suatu proses reproduksi yang perlu perawatan khusus, agar dapat berlangsung dengan baik
kehamilan mengandung kehidupan ibu maupun janin. Resiko kehamilan ini bersifat dinamis, karena
ibu hamil yang pada mulanya normal, secara tiba-tiba dapat berisiko tinggi (Maternity dan Putri,
2017).
Standar pelayanan antenatal meliputi timbang berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan
darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin
dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi tetanus dan memberikan tetanus toxoid (TT) bila
diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, test laboratorium (rutin
dan khusus), tatalaksana kasus, serta temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan komplikasi (P4K), serta keluarga berencana pasca persalinan (Marniyati et al, 2016).
Masalah pengawasan kehamilan merupakan bagian terpenting dari seluruh rangkaian perawatan ibu
hamil. Melalui pengawasan tersebut dapat ditetapkan kesehatan ibu hamil, kesehatan janin, dan
hubungan keduanya sehingga dapat direncanakan pertolongan persalinan yang tepat. Sehingga ibu
harus mengetahui tentang bahaya-bahaya kehamilan yang dapat terjadi (Rukiyah, 2014).
Kurangnya pengetahuan tentang bahaya kehamilan dapat menyebab kematian maternalk antara lain
perdarahan (25%), infeksi (15%), aborsi yang tidak aman (13%), eklampsia (12%), persalinan yang
buruk (8%), penyebab obstetrik langsung lainnya (8%), dan penyebab tidak langsung (20%)
(WHO,2016). Beberapa penyebabkan kematian maternal tersebut disebabkan adanya komplikasi
yang dapat muncul melalui tanda bahaya kehamilan.
Berdasarkan Laporan Kematian Ibu (LKI) Kabupaten/Kota se Jawa Timur tahun 2018 sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target sebesar 101,4 per 100.000 kelahiran
hidup, maka kondisi tersebut menunjukkan keberhasilan Provinsi Jawa Timur dalam menekan
kematian ibu. Jumlah Kematian Maternal di Provinsi Jawa Timur berdasarkan laporan Kematian Ibu
Kab/Kota pada tahun 2018 tercatat sebanyak 598 kasus kematian dengan rincian 152 kematian masa
hamil, 163 waktu bersalin dan 283 pada masa nifas. Pada penelitian Fadiar (2018) dengan
responnden berjumlah 96 orang menunjukkan bahwa memiliki pengetahuan tinggi mengenai tanda
bahaya kehamilan dan memiliki perilaku yang kurang tepat dalam merawat kehamilan Penyebab
langsung kematian ibu antara lain perdarahan, eklampsia, partus lama, komplikasi aborsi dan infeksi
(Kementrian Kesehatan RI, 2016). Sementara itu yang menjadi penyebab tak langsung kematian ibu
adalah “Empat Terlambat” dan “Empat Terlalu” (Profil Jawa Timur, 2017).
b. PENGARUH EDUKASI KELAS IBU HAMIL TERHADAP KEMAMPUAN DALAM DETEKSI DINI
KOMPLIKASI KEHAMILAN
Salah satu upaya meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang deteksi dini komplikasi kehamilan
yaitu melalui kelas ibu hamil. Kelas ibu hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang
kesehatan bagi ibu hamil dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, perawatan kehamilan,
persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran,
sehingga melalui kelas ibu hamil diharapkan ibu hamil dapat memiliki kemampuan melakukan
deteksi dini komplikasi selama kehamilan sehingga dapat menurunkan AKI (Kementerian Kesehatan
RI, 2011).
Hasil penelitian Dewi Indu Ajeng (2016), tentang pengaruh kemampuan ibu hamil dalam melakukan
deteksi risiko preeklampsia terhadap paritas, pengetahuan dan keterpaparan informasi di Puskesmas
Sawahan Surabaya, hasil Analisis Regresi Logistik Ganda menunjukkan bahwa keterpaparan
informasi tanda bahaya Exp(B) 5,657 merupakan variabel yag signifikan dan paritas Exp(B) 9,060 juga
merupakan variabel yang signifikan. Hasil penelitian Wijayanti (2012), tentang efektifitas kelas ibu
hamil terhadap deteksi dini tanda bahaya kehamilan di Desa Kragilan Kecamatan Mojosongo
Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa kelas ibu hamil efektif meningkatkan kemampuan dalam
deteksi dini tanda bahaya kehamilan dengan nilai p=0,00 dengan korelasi erat 0, 765.
Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Nuryawati (2016), tentang hubungan kelas ibu hamil dengan
pengetahuan ibu hamil tentang tanda-tanda bahaya kehamilan di Desa Surawangi Wilayah UPTD
Puskesmas Jatiwangi Kabupaten Majalengka, menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelas ibu
hamil pengetahuan ibu tentang tanda bahaya kehamilan dengan nilai p=0,023. Puskesmas Tamalate
Makassar telah memiliki fasilitas kelas ibu hamil, namun masih ada beberapa ibu yang terkadang
tidak bisa mengikuti kelas ibu hamil dengan alasan bekerja dan sibuk mengurus rumah tangga. Hal
ini menunjukkan bahwa melalui kelas ibu hamil diharapkan ibu hamil dapat memiliki kemampuan
melakukan deteksi dini faktor resiko selama kehamilan sehingga dapat menurunkan angka kematian
dan kesakitan ibu. Tujuan umum penelitian ini adalah Mengetahui Diketahuinya pengaruh edukasi
pada kelas ibu hamil terhadap kemampuan dalam deteksi dini komplikasi kehamilan di wilayah kerja
Puskesmas Tamalate Makassar.
Pada penelitian ini menggambarkan bahwa subjek penelitian paling banyak adalah kelompok umur
resiko rendah, yaitu kelompok umur 20-35 tahun. Menurut Manuaba (2008), umur reproduksi sehat
adalah umur 20-35 tahun. Umur resiko tinggi adalah umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun yang mempunyai resiko untuk mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori Wawan (2010), bahwa umur reproduksi yang baik adalah pada usia
20-35 tahun dimana umur tersebut merupakan periode baik untuk hamil, melahirkan dan menyusui.
Umur yaitu usia
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur maka
tingkat daya tangkap dan pola pikir seseorang akan lebih matang dalam dalam berfikir sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Sebagian besar responden berpendidikan tinggi,
yaitu pendidikan SMA sampai Perguruan Tinggi. Kemampuan dan kesempatan yang mungkin
dimilikinya untuk memperoleh informasi lebih banyak dan lebih luas tentang persalinan sehingga
diharapkan dapat digunakan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi persalinan. Tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memungkinkan seseorang untuk lebih cenderung mendapatkan
informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang diperoleh
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat khususnya yang terkait dengan deteksi dini
komplikasi dalam kehamilan.
c. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN
KETERATURAN MELAKSANAKAN ANTENATAL CAREDI PUSKESMAS PEMBANTUDAUH PURI DENPASAR
TAHUN 2014
Mortalitas dan morbiditas pada wan ita hamil dan bersalin merupakan masala h besar di
negara berkembang, sekitar 2550% kematian wanita usia subur disebabkan karena masalah yang
berhubungan dengan kehamilan. WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahun meninggal
pada saat hamil atau bersalin yaitu pada tahun 1996. Kehamilan merupakan hal yang fisiologis
tetapi setiap saat dapat menghadapi berbagai risiko komplikasi yang mengancam ibu dan janin
(Depkes RI. 2006).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010 pada saat ini Angka Kematian
Ibu (AKI) masih tetap tinggi walaupun sudah terjadi penurunan dari 307 per 100.000 kelahiran hidup
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Neonatal (AKN) 19 per 1.000
Kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Propinsi Bali tahun 2010 (37 kasus) dengan penyebab
kematian yaitu : 25 % perdarahan, 18 % pre eklamsi – eklamsia, 4 % emboli, 40 % karena penyebab
non obstetrik (Dinas Kesehatan Propinsi Bali, 2009- 2010).
Penyebab langsung kematian ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan (SKRT 2007) yaitu : perdarahan (28%), eklampsi (24%), infeksi (11%), penyebab tidak
langsung kematian ibu adalah tiga terlambat dan empat terlalu, yaitu terlambat mengenal tanda
bahaya serta mengambil keputusan, terlambat mencapai sarana fasilitas kesehatan, terlambat
mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatandan faktor empat terlalu yaitu : terlalu muda
melahirkan kurang dari 20 tahun, terlalu sering melahirkan lebih dari tiga anak, terlalu dekat jarak
anak kurang dari dua tahun dan terlalu tua untuk melahirkan lebih dari 35 tahun.
Dilihat dari hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tanda bahaya kehamilan dan
keteraturan melaksanakan antenatal care sebanyak 67,4% yang memliki pengetahuan baik, dan
74,2% yang teratur melaksanakan antenatal care. Dari 32,6% yang memiliki pengetahuan cukup,
sebanyak 40,0% teratur melaksanakan antenatal dan 60,0% tidak teatur melaksanakan antenatal
care Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki
pengetahuan baik tentang tanda bahaya kehamilan cenderung akan teratur melaksanakan antenatal
care. Sedangkan ibu hamil yang hanya memiliki pengetahuan cukup cenderung tidak teratur
melaksanakan antenatal care. karena menganggap bahwa kehamilan itu adalah hal yang biasa dan
tidak memerlukan perawatan khusus (Sugiyono, 2007) Secara umum dapat di ketahui bahwa
pengetahuan seseorang terhadap sesuatu hal dimulai dengan melakukan pengindraan terhadap
suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan teliga,
setelah itu akan diikuti dengan rasa ketertarikan, kemudian berusaha beradaptasi dengan apa yang
di ketahui, pengetahuan secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada perilaku
seseorang (Notoatmodjo, 2007) Hal ini dapat dipahami.