Anda di halaman 1dari 121

UNIVERSITAS INDONESIA

MEKANISME TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN


RELEVANSI NILAI ASET KEUANGAN SETELAH ADOPSI
IFRS 13 TENTANG PENGUKURAN NILAI WAJAR

TESIS

ATIKA RIZKI
1506773633

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM PASCASARJANA
DEPOK
2018

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


UNIVERSITAS INDONESIA

MEKANISME TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN


RELEVANSI NILAI ASET KEUANGAN SETELAH ADOPSI
IFRS 13 TENTANG PENGUKURAN NILAI WAJAR

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Sains Akuntansi

ATIKA RIZKI
1506773633

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI ILMU AKUNTANSI
DEPOK
JANUARI 2018

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis dapat


menyelesaikan tesis ini sebagai persyaratan untuk mencapai gelar Magister Sains
Akuntansi pada Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa rahmat dan karunia
dari Allah SWT serta doa, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, penulisan
tesis ini tidak dapat berjalan dengan lancar dan selesai dengan hasil yang baik. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Aria Farah Mita selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
memberikan waktu, pikiran, perhatian, dan masukan yang sangat berharga
selama menjadi pembimbing dalam penulisan tesis ini.
2. Ibu Dr. Sylvia Veronica NPS dan Ibu Dr. Fitriany selaku tim penguji yang
telah bersedia memberikan masukan yang sangat berharga untu penulisan
tesis ini.
3. Prof. Ari Kuncoro, Ph.D selaku Dekan FEB UI.
4. Ibu Dr. Ancella A. Hermawan selaku Ketua Departemen Akuntansi FEB UI.
5. Ibu Dr. Sylvia Veronica NPS selaku Ketua Program Pascasarjana Ilmu
Akuntansi yang telah memberikan perhatian dan dorongan agar penulis dapat
menyelesaikan kuliah dengan hasil yang baik.
6. Para Dosen yang kompeten dan berdedikasi di PPIA yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan.
7. Orang tua tercinta Bp Ahmad Fuad dan Ibu Aida yang telah mendoakan dan
memberikan dukungan semangat, dan perhatian yang tidak pernah putus
dimanapun dan kapanpun kepada penulis hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan program magister dengan hasil yang baik. Terima kasih yang
sebesar-besarnya secara khusus penulis haturkan dan semoga pencapaian ini
dapat menjadi suatu kebanggaan bagi Bapak dan Mamak.
8. Abang-abang dan Kakak-kakak tersayang (Andy, Ayu, Julisha, Hendra,
Diana) yang senantiasa memberi doa dan semangat dari Medan. Semoga
pencapaian ini juga dapat menjadi kebanggaan bagi kalian dan memberi

iv
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
inspirasi bagi keponakan-keponakan aunty tercinta (Alby dan Shakira) untuk
studi dan berkarya kelak.
9. Tante sekaligus Ibu kedua bagi penulis selama tinggal di Depok yaitu Bu Iin.
Terima kasih selalu menjaga dan menyayangi penulis selama kuliah dan
tinggal di rumah.
10. Sahabat penulis, Anggi yang selalu memberi dukungan moril dari Medan.
11. Teman-teman seperjuangan selama selama masa kuliah di PPIA yaitu Kak
Nova, Mba Sari, Mas Chekat, Mas Amri, dan Bang Kurnia atas kenangan
yang sangat menyenangkan dan dukungan satu sama lain. Semoga
pertemanan ini tidak berhenti sampai disini dan semoga sukses untuk
semuanya.
12. Mba Risna yang sudah banyak membantu penulis dalam berdiskusi mengenai
pengolahan data dan penelitian.
13. Admisi PPIA yaitu Pak Adi, Mas Andi, Ibu Linda, Mba Ai dan lainnya yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan dan perhatiannya
kepada penulis.
Terakhir, penulis menyadari bahwa tesis ini tentunya tidak terlepas dari
kekurangan dan keterbatasan, oleh sebab itu penulis akan dengan senang hati
menerima saran dan masukan yang membangun.
Depok, Januari 2018
Penulis

Atika Rizki

v
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
ABSTRAK

Nama : Atika Rizki


Program Studi : Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi
Judul : Mekanisme Tata Kelola Perusahaan dan Relevansi Nilai Aset
Keuangan Setelah Adopsi IFRS 13 tentang Pengukuran Nilai
Wajar
Pembimbing : Dr. Aria Farah Mita

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah nilai wajar aset keuangan
pada tiga level input hierarki nilai wajar bernilai relevan bagi investor setelah adopsi
IFRS 13 tentang pengukuran nilai wajar. Penelitian ini juga mengidentifikasi peran
dari mekanisme tata kelola perusahaan meliputi efektivitas dewan, efektivitas
komite audit, dan kepemilikan keluarga dalam mepengaruhi relevansi nilai aset
keuangan dalam hierarki nilai wajar. Dalam pengujian hipotesis, penelitian ini
menggunakan sampel data cross-country negara ASEAN dengan periode observasi
sebelum dan setelah adopsi IFRS 13 di masing-masing negara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hanya nilai wajar aset keuangan pada level 2 dan 3 yang
bernilai relevan dan meningkat setelah penerapan IFRS 13. Selain itu, efektivitas
dewan, efektivitas komite audit, dan kepemilikan keluarga sebagai mekanisme tata
kelola perusahaan memperkuat relevansi nilai wajar aset keuangan level 3..

Kata Kunci: IFRS 13, relevansi nilai, nilai wajar, tata kelola perusahaan

ABSTRACT

Name : Atika Rizki


Study Program : Graduate Program in Accounting Science
Title : Corporate Governance Mechanisms and Value Relevance of
Financial Assets Post Adoption IFRS 13 Fair Value Measurement
Counsellor : Dr. Aria Farah Mita

This study sheds light on whether all fair values in three levels hierarchy are
value relevant to investors post adoption IFRS 13. Specifically, this study examines
the effects of family ownership, board effectiveness and audit committee
effectiveness as corporate governance mechanisms on the value relevance of fair
value assets hierarchy. This study uses ASEAN countries as cross-country sampling
data with the observation period from pre and post-adoption IFRS 13 for each
countries. The results of this study shows that only fair value assets level 2 and 3
are value relevant to investors and also have increased after adoption IFRS 13.
Moreover, the results indicate that family ownership, audit committee and board
effectiveness have positive effects on the value relevance of assets fair value level
3.

Keywords: IFRS 13 ∙ Value relevance ∙Fair value ∙ Corporate governance

vii
Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... vi
ABSTRAK....................................................................................................... .... vii
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................x
1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................7
1.6 Sistematika Penulisan ...................................................................................7
2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. .......9
2.1 The Efficient Capital Market Theory ...........................................................9
2.2 Teori Keagenan ..........................................................................................10
2.3 Relevansi Nilai ...........................................................................................12
2.4 IFRS 13 Fair Value Measurement .............................................................14
2.4.1 Ruang Lingkup IFRS 13 ...................................................................14
2.4.2 Nilai Wajar ........................................................................................15
2.4.3 Teknik Penilaian Nilai Wajar ...........................................................15
2.4.4 Hierarki Nilai Wajar .........................................................................16
2.4.5 Pengungkapan IFRS 13 ....................................................................17
2.5 Mekanisme Tata Kelola Perusahaan ..........................................................18
2.5.1 Dewan ...............................................................................................18
2.5.2 Komite Audit ....................................................................................21
2.5.3 Kepemilikan Keluarga ......................................................................23
2.6 Adopsi IFRS 13 dan Karakteristik Mekanisme Tata Kelola
Perusahaan Negara Sampel ........................................................................25
2.7 Penelitian Terdahulu ..................................................................................29
2.8 Pengembangan Hipotesis ...........................................................................31
2.8.1 Relevansi Nilai dan Nilai Wajar .......................................................31
2.8.2 Dewan Komisaris dan Relevansi Nilai Wajar ..................................33
2.8.3 Komite Audit dan Relevansi Nilai Wajar .........................................33
2.8.4 Kepemilikan Keluarga dan Relevansi Nilai Wajar ...........................34
3. METODE PENELITIAN ........................................................................ ......37
3.1 Data dan Sampel .........................................................................................37
3.2 Model Penelitian ........................................................................................38
3.3 Definisi Operasional Variabel ....................................................................41
3.3.1 Variabel Dependen ...........................................................................41
3.3.2 Variabel Independen .........................................................................41

viii
Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
3.3.3 Variabel Moderasi.............................................................................42
3.3.4 Variabel Kontrol ...............................................................................43
3.4 Metode Analisis Data................................................................... ..............43
3.5 Pengujian Model ........................................................................................43
3.6 Uji Asumsi Klasik ......................................................................................44
3.7 Uji Signifikansi ..........................................................................................44
3.8 Pengujian untuk Analisis Sensitivitas ........................................................45
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..............................................47
4.1 Hasil Pemilihan Sampel..................................................... ........................47
4.2 Analisis Statistik Deskriptif .......................................................................49
4.2.1 Statistik Deskriptif Variabel Level Negara.............................. .........50
4.2.1.1 Statistik Deskriptif Variabel Dependen dan Independen ......50
4.2.1.2 Analisis Skor Efektivitas Dewan Komisaris .........................52
4.2.1.3 Analisis Skor Efektivitas Komite Audit................................53
4.2.1.4 Analisis Proporsi Kepemilikan Keluarga ..............................55
4.3 Analisis Hasil Pengujian Model dan Asumsi Klasik .................................56
4.4 Analisis Korelasi antar Variabel Penelitian ...............................................57
4.5 Analisis Hasil Pengujian Hipotesis ............................................................59
4.5.1 Pengujian Relevansi Nilai Wajar Aset Keuangan pada Tiap Level
Input Hierarki Nilai Wajar (Hipotesis 1) ..........................................59
4.5.2 Pengujian Perubahan Relevansi Nilai Wajar Aset KeuanganSebelum
dan Setelah Penerapan IFRS 13 (Hipotesis 2) ..................................61
4.5.3 Pengujian Efek Moderasi dari Mekanisme Tata Kelola Perusahaan
terhadap Relevansi Nilai Wajar Aset (Hipotesis 3a sampai 3c) .......63
4.5.3.1 Efektivitas Dewan Komisaris (Hipotesis 3a) ........................63
4.5.3.2 Efektivitas Komite Audit (Hipotesis 3b) ..............................65
4.5.3.3 Kepemilikan Keluarga (Hipotesis 3c) ...................................67
4.6 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis ......................................................69
4.7 Analisis Sensitivitas................................................ ...................................70
5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................73
5.1 Kesimpulan ................................................................................................73
5.2 Implikasi Hasil Penelitian ..........................................................................74
5.3 Keterbatasan dan Saran Penelitian ............................................................75
DAFTAR REFERENSI .......................................................................................77
LAMPIRAN ..........................................................................................................85

ix
Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Daftar Negara Sampel ............ ...........................................................47


Tabel 4.2 Pemilihan Sampel.................... .......................................................... 48
Tabel 4.3 Klasifikasi Sektor Perusahaan Sampel ................................................48
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel .... ...........................................................49
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Variabel Dependen dan Independen ....................51
Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Skor Efektivitas Dewan .......................................53
Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Skor Efektivitas Komite Audit.............................54
Tabel 4.8 Distribusi Observasi Berdasarkan Proporsi Kepemilikan Keluarga ...55
Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Proporsi Kepemilikan Keluarga ...........................55
Tabel 4.10 Korelasi antar Variabel Penelitian.......................................................58
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Hipotesis 1 .... ...........................................................59
Tabel 4.12 Hasil Pengujian Hipotesis 2 .... ...........................................................62
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Hipotesis 3a... ...........................................................64
Tabel 4.14 Hasil Pengujian Hipotesis 3b .. ...........................................................66
Tabel 4.15 Hasil Pengujian Hipotesis 3b .. ...........................................................68
Tabel 4.16 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis ...............................................69

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rerangka Konseptual . .......................................................................31

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Perusahaan Sampel Level Negara .......................................85


Lampiran 2. Contoh Pengungkapan Hierarki Nilai Wajar ..................................97
Lampiran 3. Hasil Uji Multikolinearitas .............................................................98
Lampiran 4. Hasil Uji Heterokedastisitas .........................................................100
Lampiran 5. Analisis Sensitivitas Memasukkan Ukuran Perusahaan (Size) .....101
Lampiran 6. Analisis Sensitivitas Mengubah Price Close untuk Variabel
Dependen ......................................................................................107

x
Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan pasar modal dunia menuntut adanya harmonisasi standar akuntansi
internasional yang dikenal sebagai International Financial Reporting Standard (IFRS).
Tweedie (2008) menyatakan bahwa standar akuntansi yang komprehensif dan berbasis
prinsip yang jelas merupakan salah satu pilar yang mendorong laporan keuangan untuk
dapat mencerminkan keadaan ekonomi yang mendasarinya sehingga akan meningkatkan
efektivitas pasar modal. Setiap negara mendapat tekanan untuk mengadopsi IFRS baik
secara penuh atau parsial sesuai dengan kebijakan masing-masing negara.
Salah satu dampak signifikan dari IFRS terhadap sistem pengukuran dan pelaporan
akuntansi adalah penggunaan nilai wajar. Nilai wajar sebagai basis pengukuran dalam
akuntansi memberikan informasi yang lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan.
Nilai wajar menyebabkan fluktuasi terhadap nilai aset dan liabilitas serta akan
mempengaruhi laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif. Informasi
yang diperoleh melalui laporan keuangan akan mempengaruhi pengguna laporan
keuangan dan tercermin pada harga saham (Ball dan Brown, 1968; Beaver et al., 1997).
Penggunaan nilai wajar sebagai perubahan yang signifikan dalam pelaporan
keuangan telah lama menjadi perhatian dari akademisi, praktisi maupun penyusun
standar. Masalah relevansi nilai atas nilai wajar dalam pengambilan keputusan bagi
investor muncul dan tidak hanya menuai dukungan namun juga penolakan. Di satu sisi,
akuntansi nilai wajar menjadi informasi paling relevan bagi investor (Barth et al., 2001).
Pengguna laporan keuangan dapat mengetahui gambaran yang lebih realistis atas aset dan
liabilitas suatu entitas karena telah disesuaikan dengan kondisi pasar pada saat pelaporan
sehingga konsep nilai wajar menjadi informasi yang paling relevan. Bukti empiris
menunjukkan bahwa revaluasi aset di antaranya aset keuangan, aset berwujud dan aset
tak berwujud yang diukur pada nilai wajar memiliki relevansi nilai (Barth dan Clinch,
1998; Song et al., 2010).
Konsep nilai wajar tidak hanya menuai dukungan, namun di sisi lain juga
menimbulkan kontra. Konsep nilai wajar dianggap membawa dampak negatif dan
menjadi salah satu penyebab krisis keuangan dunia (Isaac, 2008; Wallison, 2008).
Penerapan IFRS yang lebih membutuhkan judgement dalam melakukan estimasi nilai

1
Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
2

wajar memungkinkan terjadinya peningkatan diskresi manajemen dan volatilitas (Horton


et.al., 2013). Konsep nilai wajar berbasis pasar mengakibatkan fluktuasi terhadap aset
dan liabilitas sehingga berdampak pada laporan keuangan dan volatilitas harga saham.
Manajer mempunyai kesempatan lebih dalam berperilaku oportunis melalui diskresi atas
estimasi nilai wajar berdasarkan IFRS (Bowen et al., 2008).
Pengukuran nilai wajar tidak hanya menimbulkan pertanyaan mengenai relevansi
nilainya bagi investor, namun juga menghasilkan variasi dalam praktik pengukurannya
sehingga mengakibatkan menurunnya komparabilitas informasi laporan keuangan.
Beberapa standar dalam IFRS mengharuskan entitas mengukur dan mengungkapkan nilai
wajar, namun tidak terdapat pedoman yang baku sehingga mengakibatkan inkonsistensi
dalam praktik pengukurannya. Meluasnya perdebatan terkait pengukuran nilai wajar
mendorong International Accounting Standard Board (IASB) dan Financial Accounting
Standard Board (FASB) bekerja sama mengembangkan pedoman pengukuran nilai wajar
yang dapat digunakan sesuai dengan IFRS dan US GAAP. Pada tahun 2011, IASB
menjawab pro dan kontra mengenai relevansi dan keandalan nilai wajar dengan
mengeluarkan IFRS 13 Fair Value Measurement.
IFRS 13 bertujuan untuk mendefinisikan nilai wajar, menetapkan satu perangkat
kerangka pengukuran nilai wajar yang baku secara global, dan mensyaratkan
pengungkapan mengenai pengukuran nilai wajar berdasarkan input aset dan liabilitas
dalam bentuk tiga level hierarki nilai wajar (IASB, 2011). Tiga level input hierarki nilai
wajar tersebut yaitu observable input (level 1, seperti saham yang diperdagangkan di
bursa saham), indirectly observable input (level 2, seperti opsi saham 3 tahun dan suku
bunga swap Bank), dan unobservable input (level 3, seperti keuntungan atau kerugian
dari aset tetap dan dana pensiun). IFRS 13 diharapkan dapat menyempurnakan
kekurangan SFAS No.157 tentang pengukuran nilai wajar yang telah lebih dahulu
dikeluarkan oleh FASB. Salah satu yang membedakan IFRS 13 sebagai pengembangan
dari SFAS No. 157 adalah fokus utama IFRS 13 yang menitikberatkan tujuan pada
peningkatan relevansi dan keandalan nilai wajar khususnya pada input level 3. IFRS 13
diharapkan akan mengurangi subjektivitas estimasi nilai wajar melalui persyaratan
pengungkapan tambahan atas metode yang digunakan dalam mengukur nilai wajar,
alasan penggunaan metode tertentu, dan informasi mengenai perubahan yang dilakukan

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
3

dalam mengestimasi nilai wajar input level 3 sehingga dapat menjadi informasi yang lebih
relevan bagi investor (IASB, 2011).
Nilai wajar aset dan liabilitas sebagai suatu informasi dapat dikatakan bernilai
relevan apabila dapat digunakan oleh investor maupun pengguna laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan investasi. Namun, dalam mengestimasi nilai wajar terdapat
kemungkinan adanya diskresi manajemen dan asimetri informasi. Sebagai
konsekuensinya, hal ini dapat berujung pada konflik keagenan dan penurunan relevansi
nilai atas nilai wajar aset dan liabilitas. Meskipun IFRS 13 telah mengatur mengenai
pengukuran nilai wajar, namun keberhasilan dalam penerapannya dan kepatuhan atas
penegakan standar bergantung pada manajemen dan entitas itu sendiri. Oleh sebab itu,
untuk mencegah kemungkinan diskresi manajemen dan asimetri informasi, maka
diperlukan peran dari mekanisme tata kelola perusahaan yang baik.
Mekanisme tata kelola perusahaan yang lemah memberikan peluang lebih besar
terjadinya diskresi manajemen. Sebaliknya, mekanisme tata kelola perusahaan yang kuat
dan didukung dengan pemantauan yang efisien dari dewan1 dan komite audit dapat
mengurangi insentif manajemen untuk berperilaku oportunis. Hal ini juga menghasilkan
kepercayaan yang lebih tinggi dari investor dan meningkatkan relevansi estimasi nilai
wajar (Bowen et al., 2008; Habib dan Azim, 2008; Song et al., 2010). Selain itu,
konsentrasi kepemilikan sebagai bagian dari mekanisme tata kelola perusahaan juga
mengambil peranan.
Konsentrasi kepemilikan dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak
negatif. Di satu sisi semakin terkonsentrasi kepemilikan, kepentingan pemegang saham
akan semakin selaras (alignment effect) dengan manajemen sehingga mencegah
terjadinya konflik keagenan dan monitoring yang lebih baik terhadap kinerja manajemen
(Shleifer dan Vishny, 1986; Agrawal dan Mendelker, 1990; Agrawal dan Knoeber, 1996;
Claessens et al., 2000; Ali et al., 2007). Di sisi lain, konsentrasi kepemilikan
menyebabkan pemegang saham dapat melakukan ekspropriasi terhadap perusahaan atau
manajemen (entrenchment effect) (Claessens et al., 2000). Dalam konteks penelitian ini,
konsentrasi kepemilikan diharapkan akan memberikan alignment effect terhadap

1
Indonesia menganut two-tier system dalam struktur dewan di perusahaan, sedangkan Malaysia,
Singapura, dan Filipina menganut one-tier system. Dalam penelitian ini, definisi Dewan yang digunakan
adalah dewan komisaris dalam two-tier system yang berperan dalam pengawasan dan memberikan supervisi
terhadap pengelolaan perusahaan.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
4

relevansi nilai wajar aset keuangan. Konsentrasi kepemilikan diharapkan akan


mendorong monitoring yang lebih baik terhadap aktivitas manajemen sehingga dapat
meningkatkan relevansi nilai estimasi aset keuangan.
Kebanyakan struktur kepemilikan entitas di negara berkembang (emerging
markets) terkonsentrasi pada kepemilikan keluarga (Jiang dan Peng, 2011). Struktur
kepemilikan yang terkonsentrasi pada kepemilikan keluarga dapat memantau aktivitas
manajemen dengan lebih baik dan memperkecil kemungkinan terjadinya konflik
keagenan (Wang dan Shailer, 2017; Chu, 2011). Monitoring yang efektif terhadap
aktivitas manajemen diharapkan dapat mencegah adanya diskresi manajemen dalam
estimasi nilai wajar sehingga IFRS 13 dapat diterapkan dengan efektif dan meningkatkan
relevansi nilai wajar aset dan liabilitas khususnya pada estimasi level 3.
Penelitian mengenai relevansi nilai wajar aset dan liabilitas dalam konteks IFRS 13
tentang pengukuran nilai wajar merupakan penelitian yang relevan dan penting untuk
dilakukan saat ini karena IFRS 13 merupakan standar yang baru dikeluarkan dan
diberlakukan secara efektif. Kebanyakan penelitian terdahulu menganalisis nilai wajar
dan relevansi nilai dalam konteks SFAS No.157 tentang pengukuran nilai wajar (Kolev,
2009; Song et al., 2010; Goh et al., 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
wajar yang dibagi dalam tiga level input hierarki nilai wajar berdasarkan SFAS No.157
tentang pengukuran nilai wajar bernilai relevan. Namun, investor menghargai nilai wajar
aset dan liabilitas level 3 lebih rendah dari level 1 dan 2.
Sejauh telaah literatur yang telah dilakukan, penelitian yang menganalisis relevansi
nilai atas nilai wajar berdasarkan IFRS 13 tentang pengukuran nilai wajar sangat terbatas.
Siekkinen (2016) telah menganalisis mengenai relevansi nilai atas nilai wajar menurut
IFRS 13 yaitu pengaruh karakteristik dewan terhadap relevansi nilai dari hierarki nilai
wajar aset post-IFRS 13 untuk sampel negara-negara Eropa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa setelah IFRS 13 dikeluarkan, nilai wajar aset dalam tiga level
hierarki nilai wajar memiliki relevansi nilai dengan besaran yang hampir sama. Hasil ini
membuktikan bahwa dalam setting negara Eropa, IFRS 13 telah berhasil mengaburkan
batas di antara tiga level hierarki nilai wajar. IFRS 13 telah berhasil mengurangi asimetri
informasi terkait estimasi nilai wajar khususnya pada input level 3. Selain itu, hasil juga
menunjukkan bahwa independensi dewan memiliki pengaruh positif terhadap relevansi
nilai wajar, namun hal yang sama tidak berlaku untuk ukuran dewan.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
5

Penelitian yang berkaitan dengan IFRS 13 tentang pengukuran nilai wajar


merupakan topik yang masih sangat baru di Indonesia dan sangat relevan untuk diteliti.
Di Indonesia sendiri, adopsi IFRS 13 baru berlaku efektif pada tahun 2015. Sedangkan di
beberapa negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina menerapkan
adopsi IFRS 13 di tahun 2013 mengikuti tahun efektif yang diberlakukan oleh IASB.
Sejauh telaah literatur, belum ditemukan penelitian yang berfokus pada adopsi
IFRS 13 di negara anggota ASEAN. Sebagai sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi
dari persatuan negara-negara kawasan Asia Tenggara, ASEAN merupakan obyek
penelitian yang menarik. ASEAN merupakan wilayah regional yang diperhitungkan dan
dapat mempengaruhi tren ekonomi, politik, dan keamanan dunia. Salah satunya dalam
bidang ekonomi, ASEAN berkontribusi dalam transaksi perdagangan dan foreign direct
investment terhadap total perdagangan dunia dengan berada di posisi keempat tertinggi di
dunia (UNCTAD, 2016). Selain itu, negara-negara anggota ASEAN memiliki kemiripan
dalam karakteristik pasar modal dan struktur kepemilikan perusahaan yang terkonsentrasi
pada kepemilikan keluarga (Jiang dan Peng, 2011; Wang dan Shailer, 2017).
Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya memperluas lebih jauh penelitian
sebelumnya mengenai relevansi nilai wajar aset keuangan menurut IFRS 13 untuk lintas
negara anggota ASEAN. Fokus penelitian ini adalah relevansi nilai wajar aset keuangan
pada perusahaan sektor non-keuangan. Hal ini disebabkan karena perusahaan sektor
keuangan telah terlebih dahulu mengungkapkan nilai wajar instrumen keuangan pada tiga
level hierarki berdasarkan IFRS 7 sehingga pada dasarnya IFRS 13 lebih ditujukan pada
perusahaan di sektor non-keuangan. Oleh sebab itu, penting juga untuk melihat relevansi
nilai wajar instrumen keuangan tidak hanya pada sektor keuangan namun juga pada
sektor non-keuangan. Selain itu, nilai liabilitas keuangan yang dimiliki oleh observasi
tidak cukup material dibandingkan dengan nilai aset keuangan sehingga menyebabkan
penelitian ini hanya menitikberatkan fokus pada aset keuangan. Penelitian ini juga
berkontribusi dengan mempertimbangkan peran dari mekanisme tata kelola perusahaan
yang meliputi tiga aspek yaitu efektivitas dewan, efektivitas komite audit, dan
kepemilikan keluarga dalam mempengaruhi relevansi nilai wajar aset keuangan setelah
adopsi IFRS 13 tentang pengukuran nilai wajar.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
6

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka yang menjadi perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah nilai wajar aset keuangan pada tiap level input hierarki nilai wajar bernilai
relevan?
b. Apakah relevansi nilai wajar aset keuangan level 3 meningkat setelah penerapan
IFRS 13?
c. Apakah efektivitas dewan memperkuat relevansi nilai wajar aset keuangan level 3
setelah penerapan IFRS 13?
d. Apakah efektivitas komite audit memperkuat relevansi nilai wajar aset keuangan
level 3 setelah penerapan IFRS 13?
e. Apakah kepemilikan keluarga memperkuat relevansi nilai wajar aset keuangan
level 3 setelah penerapan IFRS 13?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Menganalisis relevansi nilai wajar aset keuangan pada tiap level input hierarki nilai
wajar.
b. Menganalisis perubahan relevansi nilai wajar aset keuangan input level 3 hierarki
nilai wajar setelah penerapan IFRS 13.
c. Menganalisis pengaruh dewan terhadap relevansi nilai wajar aset keuangan setelah
penerapan IFRS 13.
d. Menganalisis pengaruh komite audit terhadap relevansi nilai wajar aset keuangan
setelah penerapan IFRS 13.
e. Menganalisis pengaruh kepemilikan keluarga terhadap relevansi nilai wajar aset
keuangan setelah penerapan IFRS 13.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara
lain sebagai berikut :
a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
7

Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi perkembangan penelitian tentang


perubahan standar akuntansi. Penelitian ini memenuhi research gap dalam area
penelitian terkait IFRS 13 di Indonesia yang sejauh telaah literatur belum ditemukan.
Penelitian ini juga menyajikan bukti empiris atas pengaruh mekanisme tata kelola
perusahaan dan kepemilikan keluarga terhadap relevansi nilai IFRS 13 bagi
perusahaan di Indonesia.
b. Bagi Dewan Penyusun Standar
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam melihat dampak
penerapan dan keberhasilan dalam pencapaian tujuan IFRS 13.
c. Bagi Perusahaan dan Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan insight bagi pihak manajemen perusahaan
untuk lebih concern dan hati-hati dalam melakukan pengukuran dan pengungkapan
nilai wajar atas aset sesuai standar yang telah ditetapkan yaitu IFRS 13. Penelitian ini
juga diharapkan dapat membantu investor dalam menilai dan menganalisis perubahan
dalam pengukuran dan pengungkapan nilai wajar yang lebih relevan. Hasil penelitian
diharapkan juga dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan investasi dan
memahami peran dari perubahan standar akuntansi dan mekanisme tata kelola
perusahaan terhadap kualitas dan relevansi angka akuntansi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini terbatas pada lingkup sebagai berikut :
a. Penelitian ini berfokus pada penerapan IFRS 13 khususnya pengungkapan nilai
wajar aset keuangan pada tiap level input hierarki nilai wajar perusahaan.
b. Penelitian ini menggunakan sampel pada perusahaan-perusahaan non-keuangan
yang terdaftar di Pasar Modal masing-masing negara anggota ASEAN.
c. Pengungkapan berfokus pada laporan tahunan perusahaan untuk periode sebelum
dan setelah penerapan IFRS 13.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam tulisan ini diawali dari pendahuluan, tinjauan pustaka
dan pengembangan hipotesis, metode penelitian, pembahasan dan interpretasi hasil
penelitian, kesimpulan, implikasi dan saran untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
8

a. Bab 1 Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penelitian.
b. Bab 2 Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam tinjauan pustaka atau studi literatur dan
teori-teori terkait dengan topik permasalahan dalam penelitian ini serta memaparkan
secara singkat hasil-hasil penelitian terdahulu terkait dengan masalah yang diteliti.
c. Bab 3 Metode Penelitian
Pada bab ini akan dipaparkan metode dan model penelitian yang digunakan untuk
membahas dan menjawab permasalahan yang ada, termasuk pengukuran dan
instrumen penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data yang digunakan dalam
penelitian.
d. Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini akan diuraikan sampel terpilih, statistik deskriptif, hasil uji empiris atas
hipotesis, dan interpretasi atas hasil penelitian.
e. Bab 5 Kesimpulan
Pada bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari penelitian secara menyeluruh,
implikasi hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran bagi penelitian
selanjutnya.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan topik utama penelitian
meliputi teori yang melandasi penelitian, penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
topik penelitian, rerangka konseptual, dan pengembangan hipotesis yang akan diuji.

1.1 The Efficient Capital Market Theory


Fama (1980) mendefinisikan pasar modal yang efisien sebagai kecepatan harga
sekuritas di pasar modal dalam merespon informasi relevan yang masuk, yang juga
dikenal dengan Efficient Markets Hyphothesis. Suatu pasar modal dikatakan efisien
apabila harga saham mencerminkan seluruh informasi yang berhubungan dengan
aktivitas dan manajemen termasuk prospek perusahaan di masa mendatang. Harga saham
kemudian akan terus berubah secara spontan saat adanya informasi baru mengenai
perusahan. Informasi tersebut bukan hanya mengacu pada informasi di masa lalu namun
juga informasi yang menggambarkan kondisi saat ini (Ahmad dan Othman, 2002). Fama
(1980) membedakan pasar modal yang efisien berdasarkan bentuk informasi yang masuk
di pasar modal sebagai berikut :
a. Weak Form Efficient Market
Pasar efisien bentuk lemah ditunjukkan saat harga saham dan sekuritas di pasar modal
secara penuh hanya mencerminkan informasi masa lampau. Pasar ini memiliki kaitan
dengan random walk theory yang menyatakan bahwa informasi dan data di masa lalu
tidak memiliki hubungan dengan nilai saat ini sehingga tidak dapat digunakan dalam
memprediksi harga ataupun nilai perusahaan saat ini (Megginson, 1997). Investor
tidak akan mendapatkan abnormal return hanya dengan menggunakan informasi di
masa lalu.
b. Semi-strong Form Efficent Market
Pasar efisien bentuk setengah kuat ditunjukkan saat saham dan sekuritas di pasar
modal mencerminkan secara keseluruhan informasi yang dipublikasikan termasuk
informasi dari laporan keuangan perusahaan. Pada pasar ini, investor tidak dapat
menghasilkan abnormal return dalam jangka waktu yang lama karena informasi
hanya terbatas pada informasi yang dipublikasikan.

9
Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
10

c. Strong Form Efficient Market


Pasar efisien bentuk kuat ditunjukkan saat harga saham dan sekuritas di pasar modal
secara penuh mencerminkan semua informasi yang tersedia baik informasi publik
maupun informasi privat.
Suwardjono (2008) menunjukkan bahwa kaitan relevansi nilai dengan tujuan dari
pelaporan keuangan tidak terlepas dari kemampuan informasi dalam membantu investor,
kreditur, dan pengguna informasi lainnya untuk memprediksi hasil dari peristiwa di masa
lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang datang serta relevansinya dengan
keputusan investasi. Dengan kata lain, laporan keuangan dikatakan bernilai relevan jika
mengandung informasi yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Investor
cenderung melihat return saham yang dihasilkan dari kinerja perusahaan. Informasi atas
nilai wajar yang dihasilkan harus dapat memberikan nilai relevan yang dapat
mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan. Saat keuntungan/kerugian dari
laba yang diperoleh perusahaan mencerminkan keuntungan/kerugian dari laba ekonomis
pemegang ekuitas, keuntungan/kerugian akibat perubahan nilai wajar mencerminkan
nilai yang relevan. Oleh karena itu, laba menjadi sumber informasi yang berkaitan dengan
nilai wajar dan dapat mengukur kinerja perusahaan bagi investor dalam menentukan
return saham yang akhirnya akan mempengaruhi harga saham (Chung et al., 2012).
Asumsi pasar modal efisien yang menyatakan bahwa harga saham telah
mencerminkan informasi yang relevan secara keseluruhan seringkali tidak sesuai dengan
praktik di pasar modal terutama untuk pasar efisien bentuk semi-strong (Untung dan
Utama, 1998). Pasar modal yang tidak efisien secara sempurna seringkali memungkinkan
terjadinya asimetri informasi modal yang akan berdampak pada harga saham. Asimetri
informasi merupakan salah satu permasalahan yang muncul dari hubungan keagenan
antara principal dan agen.

2.2 Teori Keagenan


Hubungan keagenan merupakan suatu perikatan di antara satu atau lebih orang
(principal) yang melibatkan orang lain (agent) untuk mengelola organisasi/perusahaan
atas nama mereka dan menyerahkan kewenangan dalam pengambilan keputusan kepada
agen tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam struktur perusahaan, principal
merupakan para pemegang saham (shareholders) sedangkan manajemen berperan

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
11

sebagai agen. Hubungan keagenan ini kemudian dapat menimbulkan dua permasalahan.
Pertama, asimetri informasi akan muncul dimana pihak manajemen mempunyai
informasi yang lebih banyak terkait posisi operasi entitas dari pemilik dan keuangan
perusahaan. Kedua, konflik kepentingan yang disebabkan perbedaan tujuan antara pihak
manajemen dengan kepentingan pemilik (Messier et al., 2006).
Asimetri informasi menunjukkan bahwa ada beberapa pihak dalam transaksi bisnis
yang mempunyai keunggulan informasi dibandingkan pihak lainnya. Asimetri informasi
dibedakan menjadi dua bentuk (Scott, 2012) yaitu:
d. Adverse selection merupakan asimetri informasi yang ditandai dengan adanya salah
satu pihak atau lebih dalam suatu transaksi bisnis mempunyai keunggulan informasi
dibandingkan pihak lainnya.
e. Moral hazard merupakan asimetri informasi yang ditandai dengan salah satu pihak
atau lebih dalam suatu transaksi bisnis dapat mengamati tindakannya dalam
menyelesaikan transaksi dibandingkan pihak lainnya.
Secara teoritis, pasar yang efisien tidak akan terwujud jika terjadi asimetri informasi
dan konflik keagenan di internal perusahaan-perusahaan emiten sendiri. Hal ini akan
berdampak pada pengambilan keputusan investor dan menurunkan relavansi nilai
informasi akuntansi khususnya dari pelaporan keuangan. Mekanisme tata kelola
perusahaan dapat mempengaruhi relevansi nilai laporan keuangan.
Pembagian kekuasaan dan kepemilikan akan menciptakan konflik kepentingan
yang akan menimbulkan risiko bagi pemilik dalam artian manajer dapat
menyalahgunakan posisinya sebagai agen dengan bekerja secara tidak efektif atau
melakukan fraud. Hal ini akan menimbulkan biaya agensi. Namun, berdasarkan teori
keagenan, biaya agensi dapat dikurangi salah satunya adalah dengan mekanisme tata
kelola perusahaan yang baik (Siekkinen, 2016). Secara teoritis, tingkat pemantauan yang
tinggi dalam bentuk dewan yang kuat diharapkan dapat mengurangi perilaku oportunistik
terutama terkait dengan diskresi akuntansi. Mitigasi insentif atas perilaku oportunistik
akan mengarah pada kepercayaan yang lebih tinggi terhadap laporan keuangan.
Kepercayaan yang lebih tinggi terhadap laporan keuangan pada akhirnya akan mengarah
pada nilai relevansi yang lebih tinggi.
Siekkinen (2016) menunjukkan bahwa dalam era post-IFRS 13 tentang pengukuran
nilai wajar, dewan memainkan peran penting dalam reaksi investor terhadap perkiraan

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
12

nilai wajar yang berdasarkan input internal. Peningkatan pemantauan dari dewan yang
lebih kuat diharapkan akan mengurangi insentif tindakan oportunisme yang akan
mengarah pada kepercayaan yang lebih tinggi atas nilai wajar sehingga akan
menghasilkan relevansi nilai yang lebih tinggi atas nilai wajar. Meskipun IFRS 13
ditujukan untuk mengurangi subjektivitas dalam akuntansi nilai wajar, investor terlihat
menempatkan kepercayaan yang lebih tinggi dalam perkiraan nilai wajar yang dibuat oleh
perusahaan dengan dewan yang lebih kuat dan efisien.
Song et al. (2010) menyatakan bahwa mekanisme tata kelola perusahaan yang kuat
akan mengurangi perilaku oportunistik manajemen. Habib dan Azim (2008)
menambahkan bahwa mekanisme tata kelola perusahaan akan membuat informasi
akuntansi menjadi lebih andal. Tata kelola perusahaan yang baik menjadi alat pertahanan
bagi pemegang saham atas kemungkinan risiko penggunaan aset perusahaan secara tidak
efisien oleh manajer (Dittmar dan Mahrt-Smith, 2007).

2.3 Relevansi Nilai


Konsep relevansi nilai terkait dengan kriteria relevan standar akuntansi keuangan
dimana jumlah angka akuntansi dikatakan bernilai relevan apabila jumlah yang disajikan
mencerminkan informasi yang relevan dengan penilaian terhadap suatu entitas (Sari,
2004). Beaver (1968) mendefinisikan relevansi nilai merupakan kemampuan informasi
akuntansi dalam menjelaskan nilai perusahaan (explanatory power). Gu (2002)
mendefenisikan relevansi nilai lebih jauh sebagai kemampuan informasi akuntansi dalam
menjelaskan (explanatory power) harga atau return saham. Relevansi nilai akuntansi
ditunjukkan oleh kualitas dari informasi akuntansi (Lev dan Zarowin, 1999).
Pada pasar modal, persaingan informasi terus mengalami peningkatan yang
menunjukkan bahwa pentingnya untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan
laporan keuangan. Dengan demikian, terlihat bahwa fungsi dari relevansi nilai adalah
menggambarkan kegunaan informasi atas laporan keuangan bagi investor yang sifatnya
relatif terhadap seluruh informasi yang tersedia dan digunakan oleh investor dari pasar
modal (Lev dan Zarowin, 1999). Relevansi nilai memiliki interpretasi konstruk
sebagaimana pernyataan Francis dan Schipper (1999) yaitu (1) nilai intrinsik dari
informasi laporan keuangan dapat mempengaruhi harga saham; (2) informasi laporan
keuangan dikatakan bernilai relevan jika dapat digunakan sebagai variabel dalam model

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
13

untuk memprediksi variabel-variabel tersebut; (3) nilai relevansi diukur berdasarkan


kemampuan informasi laporan keuangan dalam mempengaruhi perubahan harga saham;
dan (4) relevansi nilai diukur berdasarkan kemampuan informasi laporan keuangan dalam
menangkap berbagai macam informasi yang dapat mempengaruhi nilai saham.
Hubungan antara informasi akuntansi dengan nilai saham dapat dianalisis dengan
menggunakan dua model penilaian yang telah digunakan secara umum yaitu model harga
(price model) dan model return (return model). Keduanya diderivasi dari fondasi teoritis
yaitu model informasi linier yang dikembangkan oleh Ohlson (1995). Informasi akuntansi
akan memiliki relevansi nilai apabila informasi tersebut dapat mempengaruhi investor
dalam pengambilan keputusan. Informasi yang relevan mempunyai nilai prediktif yang
mampu memprediksi hasil akhir dari peristiwa masa lalu, masa sekarang, dan juga masa
yang akan datang. Informasi yang relevan juga mempunyai nilai umpan balik yang
berguna dalam membuat justifikasi dan koreksi atas ekspektasi atau harapan. Informasi
menjadi tidak relevan ketika informasi tersebut kehilangan kapasitasnya untuk
mempengaruhi keputusan sehingga informasi harus tersedia bagi pengambil keputusan
dan pengguna informasi (Kieso, 2017).
Informasi akuntasi meliputi tidak hanya nilai yang dilaporkan dalam laporan
keuangan melainkan juga pengukuran atas nilai tersebut. Akun utama dalam laporan
keuangan yang sering dijadikan sebagai alat komunikasi atas kinerja perusahaan adalah
nilai buku dan laba. Laba dikatakan bernilai relevan jika memiliki hubungan dengan harga
saham. Penurunan atau peningkatan laba akan mempengaruhi kenaikan atau penurunan
harga saham. Sedangkan nilai relevan dari nilai buku merupakan hasil dari proksi atas
nilai adaptasi dan nilai penolakan. (Burgstahler dan Dichev, 1997). Dalam
perkembangannya, laba, nilai buku, dan arus kas tidak dapat merefleksikan dampak dari
perubahan operasi perusahaan dan kondisi perekonomian dalam pelaporannya sehingga
kegunaanya dalam memberikan informasi terus mengalami penurunan (Lev dan Zarowin,
1999) hingga kemunculan fair value accounting dalam pelaporan keuangan. Pelaporan
nilai wajar dinilai lebih mencerminkan keadaan entitas dan pasar terkini serta relevan
dalam pengambilan keputusan (Chen dan Dhiensiri, 2009).
Selama dua dekade terakhir, penggunaan nilai wajar telah digunakan secara luas
dalam pelaporan keuangan. Meskipun demikian, penggunaan nilai wajar diyakini
berkontribusi sebagai penyebab krisis keuangan dunia pada tahun 2008. Nilai wajar

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
14

dinilai berpotensi terjadinya misleading dalam penilaian aset yang mengindikasikan


bahwa harga kemungkinan terdistorsi oleh inefisiensi pasar, irasionalitas investor,
ataupun kesulitan likuiditas sehingga nilai wajar dinilai tidak relevan (Barth et al., 2001;
Penman, 2007; Benston, 2008; Ryan, 2008).
Ketiadaan pengukuran nilai wajar yang baku merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan nilai wajar dapat menjadi tidak relevan. Penggunaan nilai wajar yang
berlandasakan pada IFRS yang lebih membutuhkan judgement dalam melakukan estimasi
nilai wajar memungkinkan terjadinya peningkatan diskresi manajemen dan volatilitas
(Horton et al., 2013). Manajer mempunyai kesempatan lebih dalam berperilaku oportunis
melalui diskresi atas estimasi nilai wajar (Bowen et al., 2008). Keberagaman dalam
praktik pengukuran sebagai akibat dari ketiadaan pengukuran nilai wajar yang baku juga
mengakibatkan inkonsistensi dan penurunan komparabilitas informasi laporan keuangan.
Meluasnya perdebatan terkait pengukuran nilai wajar mendorong International
Accounting Standard Board (IASB) dan Financial Accounting Standard Board (FASB)
bekerja sama mengembangkan pedoman pengukuran nilai wajar yang dapat digunakan
secara global sesuai dengan IFRS dan US GAAP. Pada tahun 2011, IASB dan FASB
menjawab pro dan kontra mengenai relevansi dan keandalan nilai wajar dengan
mengeluarkan IFRS 13 tentang Pengukuran Nilai Wajar.

2.4 IFRS 13 Fair Value Measurement


IFRS 13 merupakan pernyataan yang menjelaskan bagaimana mengukur nilai wajar
untuk pelaporan keuangan. IFRS 13 disahkan oleh IASB pada Mei 2011 yang berlaku
efektif 1 Januari 2013 untuk pernyataan IFRS yang mensyaratkan pengukuran nilai wajar
(IASB, 2011). Tujuan dikeluarkannya IFRS 13 adalah untuk mendefinisikan nilai wajar,
menetapkan satu perangkat kerangka pengukuran nilai wajar, dan mensyaratkan
pengungkapan mengenai pengukuran nilai wajar.
2.4.1 Ruang Lingkup IFRS 13
IFRS 13 diberlakukan saat pernyataan IFRS lain mensyaratkan atau mengizinkan
pengukuran atau pengungkapan mengenai nilai wajar (IASB, 2011). Namun, IFRS 13
tidak berlaku atas :
a. transaksi pembayaran berbasis saham dalam ruang lingkup IFRS 2 Share-based
Payment,

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
15

b. transaksi sewa dalam ruang lingkup IAS 17 Leases,


c. pengukuran yang memiliki beberapa keserupaan dengan nilai wajar tetapi bukan
merupakan nilai wajar, seperti nilai realisasi neto (net realisable value) dalam IAS
2 Inventories atau nilai pakai (value in use) dalam IAS 36 Impairment of Assets.
IFRS 13 tidak mensyaratkan pengungkapan atas :
a. aset program yang diukur pada nilai wajar sesuai dengan IAS 19 Employee Benefits,
b. investasi program manfaat purnakarya yang diukur pada nilai wajar sesuai dengan
IAS 26 Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans,
c. aset yang jumlah terpulihkannya adalah nilai wajar setelah dikurangi biaya
pelepasan sesuai dengan IAS 36.
2.4.2 Nilai Wajar
IFRS 13 mendefinisikan nilai wajar sebagai harga yang akan diterima untuk
menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam
transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran (IASB, 2011). Nilai wajar
yang digunakan adalah berbasis pasar, bukan pengukuran berbasis entitas. Pengukuran
nilai wajar diperuntukkan bagi aset atau liabilitas tertentu yang berdiri sendiri ataupun
berkelompok sehingga harus mempertimbangkan karakteristik dari aset atau liabilitas itu
sendiri pada tanggal pengukuran yaitu kondisi dan lokasi asset serta pembatasan (jika
ada) atas penjualan atau penggunaan asset.
IFRS 13 mengasumsikan pengukuran nilai wajar sebagai aset atau liabilitas yang
dipertukarkan dalam suatu transaksi yang teratur di antara pelaku pasar untuk menjual
aset atau mengalihkan liabilitas pada tanggal pengukuran berdasarkan kondisi yang
terjadi baik di pasar utama (principal market) untuk aset (liabilitas) tersebut atau di pasar
yang paling menguntungkan untuk aset (liabilitas) tersebut (jika tidak terdapat pasar
utama). Pelaku pasar diasumsikan bertindak dalam kepentingan ekonomis terbaiknya saat
menentukan harga aset atau liabilitas.
2.4.3 Teknik Penilaian Nilai Wajar
IFRS 13 menuntut entitas untuk menggunakan teknik penilaian yang
memaksimalkan penggunaan input yang dapat diobservasi dan relevan serta
meminimalisasi penggunaan input yang tidak dapat diobservasi. Entitas harus
menggunakan teknik penilaian yang sesuai dengan situasi dan data yang tersedia dalam
mengestimasi nilai wajar. IFRS 13 menetapkan tiga teknik penilaian yang dapat

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
16

digunakan entitas sesuai dengan keadaan dan ketersediaan data yang memadai untuk
mengukur nilai wajar, memaksimalisasi penggunaan input yang dapat diobservasi dan
relevan serta (IASB, 2011). IFRS 13 mengatur tiga teknik penilaian dalam pengukuran
nilai wajar sebagai berikut :
a. Pendekatan Pasar
Penilaian nilai wajar dalam pendekatan ini diukur berdasarkan harga pasar atau
informasi lainnya yang relevan dari transaksi yang terjadi di pasar termasuk harga
aset (liabilitas) sejenis dan metode penilaian lain sesuai dengan pendekatan pasar.
b. Pendekatan Penghasilan
Pendekatan ini mengukur nilai wajar menggunakan dasar nilai yang terlihat dari
ekspektasi pasar saat ini atas nilai aset (liabilitas) di masa depan.
c. Pendekatan Biaya
Pengukuran nilai wajar dalam pendekatan ini diukur berdasarkan pada jumlah
sumber daya yang dibutuhkan untuk menggantikan kapasitas jasa dari aset, (current
replacement cost).
2.4.4 Hierarki Nilai Wajar
IFRS 13 menetapkan tiga level hierarki nilai wajar berdasakan nilai input yang
digunakan sebagai berikut :
a. Input Level 1
Input level 1 merupakan harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset
atau liabilitas identik yang dapat diakses oleh entitas pada tanggal pengukuran.
Penekanan pada level 1 adalah untuk menentukan pasar utama atas aset atau liabilitas
atau pasar yang paling menguntungkan dan transaksi yang dapat dilakukan atas aset
atau liabilitas berdasarkan harga pasar pada tanggal pengukuran. Penyesuaian tidak
diharuskan bagi entitas atas input level 1 apabila tidak dapat mengakses setiap aset
atau liabilitas secara individual, harga kuotasian di pasar aktif tidak merepresentasikan
nilai wajar pada tanggal pengukuran, dan harga aset di pasar aktif perlu disesuaikan
untuk faktor yang spesifik terhadap item atau aset tersebut.
b. Input Level 2
Input level 2 merupakan input selain harga kuotasian yang termasuk dalam level 1
yang dapat diobservasi atas aset atau liabilitas, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Input level 2 harus dapat diobservasi untuk keseluruhan jangka waktu yang

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
17

substansial apabila aset atau liabilitas memiliki persyaratan (kontraktual) spesifik


meliputi :
- harga kuotasian aset atau liabilitas yang serupa di pasar aktif
- harga kuotasian aset atau liabilitas identik atau serupa di pasar yang tidak aktif
- input selain harga kuotasian yang dapat diobservasi atas aset atau liabilitas
- input yang diperkuat pasar.
Input level 2 akan menghadapi penyesuaian yang beragam disebabkan oleh faktor
spesifik yang melekat pada atas aset atau liabilitas itu sendiri di antaranya kondisi atau
lokasi aset, tingkat dimana input terkait dengan item yang sebanding, dan volume atau
level aktivitas di pasar dimana input dapat diamati.
c. Input Level 3
Input Level 3 merupakan input yang tidak dapat diobservasi atas aset atau liabilitas.
Input ini digunakan untuk mengukur nilai wajar apabila input relevan yang dapat
diobservasi tidak tersedia. Entitas dapat mengembangkan input ini dengan
menggunakan informasi terbaik yang tersedia.
2.4.5 Pengungkapan IFRS 13
IFRS 13 menuntut entitas untuk mengungkapkan informasi yang dapat membantu
pengguna laporan keuangan dalam menilai hal-hal sebagai berikut:
a. aset dan liabilitas yang diukur pada nilai wajar secara berulang maupun tidak
berulang dalam laporan posisi keuangan setelah pengakuan awal, teknik penilaian
dan input yang digunakan dalam melakukan pengukuran nilai wajar.
b. pengukuran nilai wajar berulang yang menggunakan input yang tidak dapat
diobservasi signifikan (level 3), dampak dari pengukuran terhadap laba rugi atau
penghasilan komprehensif lain untuk periode tersebut.
Entitas harus mempertimbangkan level detail yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan pengungkapan, berapa banyak penekanan yang ditetapkan pada setiap
persyaratan, berapa banyak penggabungan atau pemisahan yang perlu dilaksanakan, dan
apakah pengguna laporan keuangan membutuhkan informasi tambahan untuk
mengevaluasi informasi kuantitatif yang diungkapkan dalam mewujudkan tujuan
pengungkapan yang tertuang dalam IFRS 13.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
18

2.5 Mekanisme Tata Kelola Perusahaan


Tata kelola perusahaan merupakan suatu sistem tata kelola yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah,
karyawan, serta pihak internal dan eksternal lain yang saling berkaitan di antara hak-hak
dan kewajibannya (FCGI, 2001). Sistem tata kelola perusahaan meliputi tiga komponen
utama yaitu struktur, mekanisme, dan hasil dari implementasi tata kelola perusahaan
(Lukviarman, 2016). Tata kelola perusahaan menekankan pada kualitas, transparansi, dan
ketergantungan hubungan di antara pemegang saham, dewan direksi, manajemen, dan
karyawan dalam menjalankan wewenang dan tanggung jawab masing-masing untuk
menghasilkan nilai yang berkelanjutan bagi pemangku kepentingan (Vuran dan Adiloglu,
2013).
Kepercayaan investor dan efisiensi pasar bergantung pada pengungkapan informasi
yang jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan di antara perusahaan (OECD, 2004).
Aras dan Crowther (2008) mengungkapkan bahwa tujuan dari prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai pemegang saham dan kepuasan pemangku
kepentingan lainnya. Pengungkapan yang lebih baik akan berdampak positif terhadap
fungsi efisiensi pasar modal (Healy dan Palepu, 2001). Brown dan Caylor (2006)
melakukan penilaian dengan menggunakan skor tata kelola perusahaan atas faktor-faktor
tata kelola yang menunjukkan bahwa perusahaan dengan skor tata kelola perusahaan yang
lebih tinggi memiliki return saham yang lebih tinggi atas ekuitas, margin keuntungan
yang lebih tinggi, dan juga nilai perusahaan yang lebih tinggi. Larcker et al. (2007) juga
menemukan bahwa unsur-unsur dari tata kelola perusahaan berhubungan dengan kinerja
operasi dan return saham masa depan suatu perusahaan.
2.5.1 Dewan
Salah satu dari struktur tata kelola perusahaan adalah dewan yang berperan dalam
mengawasi dan memantau tindakan manajemen. Sebagai the governing body dari suatu
entitas, dewan bertanggung jawab terhadap keputusan dan kinerja entitas untuk
mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (Tricker, 2009). Terdapat perbedaan
struktur dewan antara negara-negara penganut model Anglo-Saxon dengan penganut
model Continental European (Adams dan Ferreira, 2007). Struktur dewan yang dimiliki
oleh negara-negara penganut Continental European (seperti Indonesia) adalah two-tier
system dengan karakteristik pemisahan antara fungsi pengawasan oleh Dewan (board of

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
19

commisioners) dan fungsi memberikan arahan oleh direksi atau manajemen (board of
directors), sehingga tidak terdapat CEO-Chair duality. Sedangkan struktur dewan yang
dimiliki oleh negara-negara penganut Abglo-Saxon (seperti Malaysia, Singapura, dan
Filipina) adalah one-tier system dengan karakteristik dewan sebagai supervisor dan
sekaligus memberi arahan (directing) terhadap manajemen maupun eksekutif entitas.
Dalam penelitian ini, definisi Dewan yang digunakan adalah dewan komisaris dalam two-
tier system yang berperan dalam pengawasan pengelolaan perusahaan.
Efektivitas dari dewan dipengaruhi oleh karakteristik dari dewan itu sendiri, di
antaranya adalah independensi, aktivitas, ukuran, dan kompetensi dari dewan tersebut
(Hermawan, 2009). Karakteristik dewan dapat mempengaruhi relevansi nilai dari laporan
keuangan dimana pembagian kekuasaan dan kepemilikan entitas dapat menciptakan
konflik kepentingan. Di satu sisi pemegang saham ingin memaksimalkan laba atas
investasinya namun berlawanan dengan tindakan manajemen. Manajer dapat
memanfaatkan dan menyalahgunakan posisinya sebagai agen baik itu dengan bekerja
secara tidak efektif maupun melakukan penipuan yang pada akhirnya akan menimbulkan
risiko bagi pemilik. Risiko tersebut dapat menimbulkan biaya yang disebut biaya agensi.
Berdasarkan teori keagenan, biaya agensi dapat dikurangi dengan meningkatkan
tata kelola perusahaan. Meningkatkan pengawasan melalui bentuk dewan yang kuat akan
mengurangi perilaku oportunistik manajemen atas diskresi akuntansi. Mitigasi insentif
bagi perilaku oportunistik manajemen kemudian akan mengarah pada kepercayaan yang
lebih tinggi terhadap laporan keuangan (Siekkinen, 2016). Kepercayaan yang lebih tinggi
terhadap laporan keuangan akan menghasilkan refleksi yang lebih tinggi dari nilai buku
dengan nilai-nilai pasar dan pada akhirnya akan mengarah pada nilai relevansi yang lebih
tinggi dari nilai buku.
Beberapa studi tata kelola perusahaan telah menunjukkan bahwa dewan merupakan
bagian penting dari tata kelola perusahaan (Bhagat dan Bolton, 2008). Song et al. (2010)
juga berpendapat bahwa mekanisme tata kelola perusahaan yang kuat dapat mengurangi
perilaku oportunistik manajemen. Tata kelola perusahaan yang baik merupakan alat
pertahanan pemegang saham atas risiko kemungkinan manajer menggunakan aset
perusahaan secara tidak efisien (Dittmar dan Mahrt-Smith, 2007). Selain membatasi
perilaku oportunistik manajemen, Habib dan Azim (2008) juga menemukan bahwa
mekanisme tata kelola perusahaan membuat informasi akuntansi lebih handal dan

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
20

relevan. Kedua penelitian ini menemukan bahwa nilai relevansi dari angka akuntansi
lebih kuat terpengaruh oleh mekanisme monitoring yang lemah daripada oleh mekanisme
tata kelola perusahaan yang kuat.
Kerugian yang dialami oleh perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang lemah
terlihat lebih tinggi daripada manfaat potensial yang diperoleh perusahaan dengan tata
kelola perusahaan yang kuat. Hal ini disebabkan oleh risiko perilaku oportunistik
manajemen, yang akhirnya merugikan para pemangku kepentingan akibat ketiadaan
mekanisme monitoring yang kuat (Habib dan Azim, 2008). Dalam mekanisme tata kelola
perusahaan, independensi dewan dianggap faktor penting yang memoderasi masalah
principal-agent. Dewan yang lebih independen akan melakukan pengawasan yang lebih
efektif dan dapat mencegah manajer untuk memenuhi kepentingan pribadinya dengan
mengorbankan kepentingan pemegang saham (Fama dan Jensen, 1983; Jensen dan
Meckling, 1976; Nicholson dan Kiel, 2007). Menjamin pengambilan keputusan yang
tidak bias untuk mencegah terjadinya pengambilalihan pemegang saham minoritas juga
merupakan tujuan keberadaan dari dewan independen sebagai anggota dewan. Semakin
independen dewan, maka kinerja perusahaan akan semakin baik (Bhagat dan Bolton,
2008). Keberadaan dewan independen mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan terlebih apabila perusahaan dijalankan oleh pemilik (Ramos dan Olalla,
2011). Rosenstein dan Wyatt (1990) telah membuktikan adanya reaksi pasar yang positif
terhadap penunjukan dewan independen.
Aktivitas pertemuan atau rapat yang dilaksanakan oleh dewan merupakan salah satu
aspek yang dapat mempengaruhi efektivitas dari peran pengawasan dewan. Dewan yang
aktif dan melakukan pertemuan secara reguler dapat mendeteksi masalah lebih awal dan
memahaminya dengan lebih rinci sehingga pengawasan akan menjadi lebih sistematik
dan dapat diselesaikan lebih awal (Hermawan, 2009). Di Pietra et al. (2008) menemukan
bahwa kesibukan anggota dewan mempunyai pengaruh positif terhadap nilai pasar
perusahaan. Hasil didukung oleh penelitian Ramos dan Olalla (2011) yang menunjukkan
bahwa pertemuan dewan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan namun
pengaruhnya lebih lemah untuk perusahaan keluarga yang dijalankan oleh pemilik.
(Beasley, 1996) juga menemukan bahwa ukuran dewan juga dapat mempengaruhi
efektivitas dewan. Ukuran dewan yang lebih kecil akan menghasilkan kinerja yang lebih
baik bagi perusahaan (Cheng et al., 2008). Sebaliknya, ukuran dewan yang besar dapat

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
21

menghalangi fungsinya dalam melakukan pengawasan (Chaganti et al., 1985). Lipton


dan Lorsch (1992) menegaskan bahwa dewan yang lebih besar menyebabkan lebih
banyak masalah komunikasi dan pengambilan keputusan. Selain itu, kompetensi anggota
dewan juga menjadi faktor penting dalam efektivitas dewan. Cunningham (2007)
menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara keahlian di bidang keuangan dengan
probabilitas deviasi dalam pelaporan keuangan, manajemen laba, kegagalan dan
restatements. Ketua dewan yang hanya memiliki sedikit pengalaman memiliki kapabilitas
yang rendah pula (Chen et al., 2006).
Perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang kuat memiliki relevansi nilai
informasi akuntansi yang lebih tinggi (Habib dan Azim, 2008). (Song et al., 2010) telah
membuktikan untuk perusahaan di sektor keuangan bahwa perusahaan dengan
mekanisme tata kelola perusahaan yang lebih kuat memiliki nilai relevansi yang lebih
tinggi atas nilai wajar terutama level 3 dari hierarki nilai wajar aset. Namun, independensi
dewan tidak mempengaruhi nilai relevansi level 1 dan 2 dari nilai wajar aset. (Abody et
al., 2006) mengungkapkan bahwa perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang lebih
kuat akan cenderung memperkecil estimasi nilai opsi. Adanya hubungan positif antara
jumlah anggota dewan yang berasal dari luar perusahaan dan kualitas informasi laba
dalam setting Eropa membuktikan bahwa independensi dewan dapat meningkatkan
kualitas dan relevansi nilai dari angka akuntansi yang kemudian juga meningkatkan
kepercayaan investor (Dimitropoulos dan Asteriou, 2010).
2.5.2 Komite Audit
Komite audit sebagai elemen dasar sistem tata kelola perusahaan, berada di bawah
struktur formal Dewan dengan tugas dan fungsi utama membantu kinerja Dewan
(Lukviarman, 2016). Peranan utama dari komite audit adalah melakukan pengawasan
terhadap informasi keuangan (Dia et al., 2005). Selain itu, melakukan review terhadap
laporan keuangan dan mengawasi kebijakan dan praktik akuntansi manajemen. Vienot
(1995) menyatakan bahwa tugas utama dari komite audit adalah memastikan relevansi
dan kepastian dari laporan keuangan perusahaan serta memverifikasi prosedur internal
dengan mengumpulkan dan memantau informasi yang menjamin laporan keuangan.
Beberapa hasil studi empiris menunjukkan hasil yang beragam terkait eksistensi
komite audit dan keandalan informasi keuangan. Penelitian sebelumnya telah
menemukan hubungan antara frekuensi pertemuan komite audit dengan kualitas

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
22

akuntansi (Abbott et al., 2004; Sharma et al., 2009). Beberapa telah mengkonfirmasi
kegunaan atas kehadiran komite audit dalam mencegah terjadinya fraud (McMullen,
1996; Uzun et al., 2002). Namun, arah hubungan dari proksi komite audit masih tidak
jelas (Sharma dan Iselin, 2012). Di satu sisi, komite audit yang aktif dapat mengurangi
terjadinya salah saji keuangan. Di sisi lain, aktivitas yang tinggi untuk menyelesaikan
masalah akuntansi yang sulit memungkinkan dilakukannya penyajian kembali yang dapat
berakibat menurunkan kualitas akuntansi (Sharma et al., 2009). Beberapa penelitian juga
tidak memvalidasi peran komite audit dalam mencegah terjadinya fraud dalam laporan
keuangan (Beasley, 1996; Carcello et al., 2002).
Dalam konteks manajemen laba, banyak penelitian memberikan bukti bahwa
kehadiran komite audit mempengaruhi secara negatif tingkat diskresi akrual (Davidson et
al., 2005; Piot dan Janin, 2007; Baxter dan Cotter, 2009). Sebelumnya, Wild (1996) telah
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dari variabilitas return saham atas
pengumuman laba setelah pembentukan komite audit. Hasil ini diperoleh dengan
membandingkan kandungan informasi dari laba sebelum dan setelah pembentukan
komite audit untuk mengevaluasi efektivitas komite audit dalam memenuhi tanggung
jawabnya. Hal ini menegaskan pentingnya peran komite audit dalam memastikan kualitas
laba yang lebih baik.
Efektivitas dari komite audit juga dipengaruhi oleh karakteristiknya sendiri yaitu
independensi, aktivitas, ukuran, dan kompetensi (Hermawan, 2009). Persons (2005)
menyebutkan beberapa aspek dari komite audit di antaranya apakah anggota komite audit
adalah direktur dari perusahaan lain dan tenur dari anggota komite audit mempunyai
implikasi langsung terhadap kemajuan tata kelola perusahaan di masa depan. Aktivitas
yang dilakukan oleh komite audit dapat merepresentasikan efektivitas dari komite audit.
Aktivitas komite audit terlihat dari jumlah pertemuan atau rapat yang dilakukan oleh
komite audit selama satu tahun. Agoglia et al. (2011) mengemukakan bahwa aktivitas
komite audit dapat meningkatkan pemantauan dan pengawasan terhadap manajemen
terutama terkait dengan pilihan pelaporan keuangan yang kurang agresif. Persons (2005)
mengungkapkan bahwa semakin independen komite audit dan semakin sering
mengadakan pertemuan maka akan semakin rendah kecenderungan terjadinya fraud atas
laporan keuangan.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
23

Komite audit yang besar cenderung menaikkan status dan kekuatan komite audit
dalam perusahaan (Kalbers dan Fogarty, 1993). Kompetensi yang harus dimiliki oleh
komite audit adalah pemahaman di bidang akuntansi, audit, dan sistem yang diterapkan
dalam perusahaan. Anggota komite audit juga harus mempunyai kemampuan dan
pengetahuan dalam menganalisis laporan keuangan. Komite audit yang hanya memiliki
sedikit keahlian di bidang akuntansi dan keuangan tanpa latar belakang di bidang
akuntansi dan keuangan juga akan mempunyai kemampuan pengendalian internal yang
lebih lemah terhadap perusahaan (Zhang et al., 2007; Sharma et al., 2009; Hoitash et al.,
2009). Namun, berkaitan dengan relevansi nilai wajar aset, Song et al. (2010) menemukan
bahwa komite audit tidak mempengaruhi relevansi nilai wajar aset. Hasil yang konsisten
juga berlaku dalam penelitian (Siekkinen, 2016).
2.5.3 Kepemilikan Keluarga
Konsentrasi kepemilikan merupakan mekanisme utama tata kelola perusahaan
dalam membatasi konflik keagenan melalui pemisahan kepemilikan dan pengendalian
(Shleifer dan Vishny, 1986). Konsentrasi kepemilikan merupakan faktor yang penting
bagi tata kelola perusahaan yang baik. Dalam konteks teori keagenan, Shleifer dan Vishny
(1986), Agrawal dan Mendelker (1990), Agrawal dan Knoeber (1996) menunjukkan
bahwa semakin terkonsentrasi kepemilikan, manajer akan semakin terkontrol dengan
baik, dan semakin berkinerja suatu perusahaan.
Konsentrasi kepemilikan juga memiliki peranan penting pada pasar dengan
mekanisme tata kelola perusahaan eksternal yang kurang berkembang (Filatotchev et al.,
2013). Pemegang saham dipaksa untuk secara aktif terlibat dalam mengawasi manajemen
yang berjalan efektif dengan kepemilikan yang terkonsentrasi (Heugens et al., 2009).
Selain itu, konsentrasi kepemilikan juga memiliki dampak negatif (entrenchment effect)
yaitu pemegang saham dapat melakukan ekspropriasi terhadap perusahaan atau
manajemen (Claessens et al., 2000). Konsentrasi kepemilikan dapat meningkatkan
konflik kepentingan antara pemegang saham pengendali dan pemegang saham minoritas
(Filatotchev et al., 2013). Dalam kepemilikan yang sangat terkonsentrasi, masalah
keagenan cenderung mengalami pergeseran dari konflik tradisional principal-agent
beralih pada konflik principal-principal (Bebchuk et al., 2009; Young et al., 2008).
Beberapa penelitian terakhir mempersempit lingkup penelitian mengenai
konsentrasi kepemilikan pada masalah konsentrasi kepemilikan keluarga (Shleifer dan

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
24

Vishny, 1986; La Porta et al., 1999; Claessens et al., 2000; Faccio dan Lang, 2002;
Anderson dan Reeb, 2003). Teori keagenan mengemukakan dua pandangan berbeda
mengenai efek konsentrasi kepemilikan keluarga. Pandangan pertama disebut efek
keselarasan yang menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga akan mendorong
pemantauan yang lebih baik terhadap manajemen yang dihasilkan oleh keselarasan
(alignment effect) yang lebih baik antara pemegang saham mayoritas dan manajemen
perusahaan (Anderson dan Reeb, 2003; Demsetz dan Lehn, 1985; Wang, 2006).
Pandangan kedua disebut efek kubu yang menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga
sebagai pemegang saham mayoritas dapat mempunyai akses dan kekuatan untuk
melakukan penyalahgunaan nilai perusahaan dengan mengorbankan kepentingan
pemegang saham minoritas (Easterbrook, 1984; Shleifer dan Vishny, 1997).
Perusahaan dengan pemegang saham yang terkonsentrasi seperti perusahaan
keluarga dapat menimbulkan masalah keagenan yang berbeda dari perusahaan non-
keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga sebagai pendiri dan pemilik saham
memantau langsung dan memiliki kontrol yang besar terhadap perusahaan (Mulyani et
al., 2016). Perusahaan keluarga yang terdaftar di bursa efek lebih sering berkonflik
dengan pemegang saham lainnya dibandingkan dengan perusahaan publik non-keluarga
(Yoshikawa et al., 2014). Efek kubu juga sering terjadi pada perusahaan yang
terkonsentrasi pada kepemilikan keluarga. Dewan direksi cenderung akan didominasi
oleh anggota keluarga yang mengakibatkan kurangnya independensi dewan (Anderson et
al., 2004). Perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan keluarga akan mengorbankan
kepentingan pemegang saham minoritas dan mempunyai insentif menyembunyikan
informasi yang cenderung tidak menguntungkan serta memanipulasi laba (Chen et al.,
2008).
Meskipun literatur penelitian di berbagai negara menunjukkan hasil yang
inkonklusif atas peranan kepemilikan keluarga, namun mayoritas penelitian
menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga untuk negara berkembang memiliki pengaruh
positif terhadap kinerja entitas. Sebagian besar struktur kepemilikan entitas di negara
berkembang (emerging markets) terkonsentrasi pada kepemilikan keluarga (Jiang dan
Peng, 2011; Wang dan Shailer, 2017). Konsentrasi kepemilikan keluarga akan terus
bertahan meskipun entitas telah go public maupun telah mengalami pergantian penerus
pimpinan dan manajemen (Burkart et al., 2003; Fan et al., 2011).

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
25

Di negara berkembang, entitas dengan kepemilikan keluarga lebih berfokus pada


kinerja berbasis akuntansi dan masalah kesehatan keuangan daripada kinerja pasar (Wang
dan Shailer, 2017). Besarnya kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemegang saham
keluarga memberikan insentif yang kuat dalam melakukan monitoring secara aktif
terhadap manajemen perusahaan (Shleifer dan Vishny, 1986; Stiglitz, 2001).
Dibadingkan negara maju seperti US dan UK, manajemen dan posisi kunci top
management entitas di negara berkembang cenderung diduduki oleh anggota keluarga
(Burkart et al., 2003; Fan et al., 2011). Oleh sebab itu, masalah keagenan dan asimetri
informasi cenderung lebih kecil pada entitas dengan kepemilikan keluarga yang
kemudian akan berdampak pada peningkatan kinerja (Wang dan Shailer, 2017). Dengan
demikian, konsentrasi kepemilikan keluarga diharapkan dapat mencegah adanya diskresi
manajemen dalam estimasi nilai wajar. Sehingga nilai wajar aset keuangan menjadi
informasi akuntansi yang relevan bagi investor.

2.6 Adopsi IFRS 13 dan Karakteristik Mekanisme Tata Kelola Perusahaan


Negara Sampel
Penelitian ini menggunakan negara-negara anggota ASEAN dan perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di pasar modal di masing-masing negara sebagai sampel
penelitian. Negara-negara anggota ASEAN yang memiliki bursa saham yaitu Indonesia,
Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand.
a. Indonesia
Indonesia telah menetapkan untuk melakukan konvergensi IFRS secara bertahap pada
1 Januari 2012. Sejak tahun 2012 seluruh standar yang disusun dan dikeluarkan oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan mengacu pada IFRS dan diterapkan oleh semua
entitas. Saat ini, Indonesia telah memasuki konvergensi IFRS tahap kedua yang
berlaku efektif 1 Januari 2015 dengan mengacu pada IFRS versi 2014. Konvergensi
tahap kedua diharapkan dapat memperpendek gap antara PSAK dan IFRS dari 3 tahun
menjadi 1 tahun dan meningkatkan daya banding dan transparansi pelaporan akuntansi
keuangan di Indonesia. Salah satu standar yang diadopsi Indonesia pada konvergensi
IFRS tahap kedua adalah IFRS 13 Fair Value Measurement dalam PSAK 68 tentang
Pengukuran Nilai wajar.
PSAK 68 tentang Pengukuran Nilai wajar disahkan oleh DSAK pada tanggal 19
Desember 2013 yang berlaku efektif 1 Januari 2015. Sebagai salah satu negara yang

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
26

mengadopsi IFRS, Indonesia melakukan penyesuaian IFRS 13 dengan kondisi


perusahaan. Secara garis besar, PSAK 68 mengadopsi seluruh pengaturan IFRS 13,
namun terdapat beberapa pengecualian yang membedakan PSAK 68 dengan IFRS 13
(IAI, 2015). Pertama, Indonesia belum mengadopsi IFRS 9 Financial Instruments
yang tertuang dalam IFRS 13 paragraf 52. Kedua, Indonesia tidak memenuhi IFRS 13
paragraf C04 mengenai tanggal efektif dan ketentuan transisi kecuali opsi penerapan
dini.
Mekanisme tata kelola perusahaan di suatu negara ditentukan oleh mekanisme
pembiayaan yang diterapkan di negara tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa Indonesia menerapkan mekanisme pembiayaan mengikuti model Continental
European (Lukviarman, 2004a; 2007; 2016). Hal ini ditunjukkan dengan karakteristik
pembiayaan perusahaan yang mayoritas berorientasi kepada lembaga perbankan
(bank-oriented) dan tradisi hukum French Civil-law. Berbeda dengan negara yang
berorientasi pasar (market-oriented system), pasar modal masih dianggap sebagai
sumber pembiayaan alternatif di Indonesia.
Secara teoritis, Bank berperan penting dalam mendukung mekanisme tata kelola
perusahaan melalui sistem pemantauan kinerja dan perilaku manajemen perusahaan.
Namun, hal tersebut tidak terjadi pada perusahaan di Indonesia dengan proporsi
kepemilikan yang terkonsentrasi pada kepemilikan keluarga. Hal ini disebabkan oleh
masing-masing kelompok bisnis level atas mengendalikan setidaknya satu bank yang
memiliki hubungan afiliasi dalam aktivitas finansial kelompok bisnisnya dan
cenderung bertindak self-sufficiency terhadap manajemen bank dalam membuat
keputusan yang independen (Patrick, 2002).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas,
Indonesia menggunakan sistem dewan dua tingkat (two-tier board systems) melalui
pemisahan tugas Direksi dan Dewan. Dewan bertugas untuk menjalankan fungsi
pengawasan atas kebijakan pengurusan perusahaan, operasional pengurusan secara
umum, dan memberikan masukan kepada Direksi untuk kepentingan perusahaan
(Tumbuan, 2006). Dalam menjalankan fungsi dewan, setiap perusahaan diwajibkan
untuk memiliki anggota dewan independen minimum 20% dari jumlah anggota dewan
(KNKG, 2006).

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
27

Pola pengembangan perusahaan di Indonesia memiliki ciri khas dalam tiga hal yaitu
struktur kepemilikan, keterlibatan pemilik dalam dewan dan direksi, serta afiliasi
terhadap kelompok bisnis (Lukviarman, 2016). Perusahaan di Indonesia memiliki
karakteristik struktur kepemilikan yang terkonsentrasi pada individu atau keluarga.
Sekitar 67% dari perusahaan yang terdaftar di Indonesia dikendalikan oleh keluarga
dengan pola bertingkat (pyramidal ownership structure) (Claessens et al., 2000).
Selain itu, besarnya jumlah kepemilikan menyebabkan pengendali menempatkan
anggota keluarga sebagai bagian dalam dewan (Lukviarman, 2004a) .
(Arifin, 2003) menemukan bahwa perusahaan di Indonesia dikendalikan oleh keluarga
dan mempunyai masalah keagenan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan
perusahaan yang dikendalikan oleh publik atau tanpa pengendali yang jelas karena
mengurangi konflik antara principal dan agen. Dengan demikian, manajemen akan
menjalankan perusahan sebaik mungkin untuk keuntungan keluarga sehingga
perusahaan akan berjalan secara efisien dan jelas. Selain itu kreditor percaya bahwa
perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga lebih concern dengan kepentingan
kreditor dan mempunyai biaya monitoring yang lebih sedikit (Fama dan Jensen, 1983).
Kehadiran CEO yang memiliki hubungan keluarga dapat meningkatkan return saham
(Jiang dan Peng, 2011). Perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang tinggi
mempunyai sedikit kecenderungan untuk melakukan kesalahan dibandingkan dengan
perusahaan yang mempunyai kepemilikan keluarga yang rendah.
b. Filipina
Negara Filipina memberlakukan IFRS 13 secara efektif pada 1 Januari 2013 dalam
Standar Akuntansi Keuangan Filipina (Philippine Financial Reporting Standard) yaitu
PFRS 13. IFRS 13 dan PFRS 13 tidak memiliki perbedaan yang signifikan karena
Filipina telah mengadopsi IFRS secara penuh. Mekanisme tata pembiayaan yang
diterapkan di Filipina mengikuti model Anglo-Saxon dan menganut tradisi hukum
Common-law dengan sistem dewan tunggal (one-tier system). Susunan Dewan
merupakan perpaduan antara direktur eksekutif dan direktur non-eksekutif (termasuk
direktur independen minimum 20% dari jumlah anggota dewan). Sebagaimana negara
lain di Asia, negara Filipina juga memiliki karakteristik kepemilikan terkonsentrasi
oleh keluarga (Claessens et al., 2000).

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
28

c. Malaysia
Negara Malaysia merupakan salah satu negara yang juga telah mengadopsi IFRS.
Rencana konvergensi IFRS telah diumumkan oleh Dewan Standar Akuntansi Malaysia
(MASB) pada tahun 2008. Pelaksanaan konvergensi secara penuh di Malaysia
diresmikan dengan dikeluarkannya framework akuntansi baru pada 19 November 2011
yang dikenal dengan Malaysian Financial Reporting Standards (MFRS) framework
dan berlaku efektif pada 1 Januari 2012. Salah satu MFRS yang berlaku efektif 1
Januari 2013 adalah MFRS 13 Fair Value Measurement yang diadopsi dari IFRS 13.
Dalam regulasi standar pelaporan keuangan di Malaysia saat ini, beberapa standar
memberikan pengecualian terhadap pengukuran nilai wajar jika realibitas tidak dapat
diukur seperti FRS 139 Financial Instrument : Recognition and Measurement, FRS
141 Agriculture.
Berkaitan dengan mekanisme tata kelola perusahaan, Malaysia menerapkan
mekanisme pembiayaan mengikuti model Anglo-Saxon dan menganut tradisi hukum
Common-law dengan sistem dewan tunggal (one-tier system) (Lukviarman, 2004a;
2007; 2016). Namun, berbeda dengan negara- negara lain penganut model Anglo-
Saxon yang memiliki kepemilikan perusahaan tersebar (dispersed ownership),
mayoritas perusahaan di Malaysia memiliki kepemilikan yang terkonsentrasi.
Lemahnya hukum perlindungan investor menyebabkan pasar modal tidak kompetitif.
Bank maupun institusi keuangan tidak berperan penting sebagai agen tata kelola
perusahaan (Thillainathan, 1999). Claessens et al. (2000) menemukan bahwa pada
level cut-off 20%, sebesar 67.2% perusahaan yang terdaftar di pasar modal Malaysia
dimiliki oleh keluarga. Sebanyak 85% dari perusahaan tersebut, posisi CEO, ketua
dewan, wakil dewan, maupun manajer ditempati oleh anggota keluarga dari jajaran
pemegang saham pengendali.
d. Singapura
Negara Singapura melalui Institute of Singapore Chartered Accountants (ISCA) telah
memilih bergabung bersama dengan negara lainnya untuk melakukan konvergensi
IFRS. Salah satu perkembangannya adalah mengadopsi IFRS 13 kedalam standar
akuntansi keuangan Singapura yaitu FRS 113 Fair Value Measurement yang berlaku
efektif 1 Januari 2013. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara FRS 113
dengan IFRS 13 seperti halnya negara Indonesia dan Malaysia.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
29

Berkaitan dengan mekanisme tata kelola perusahaan, negara Singapura memiliki


karakteristik yang sama dengan negara Malaysia. Negara Singapura juga menerapkan
mekanisme pembiayaan mengikuti model Anglo-Saxon dan menganut tradisi hukum
Common-law dengan sistem dewan tunggal (one-tier system) (Lukviarman, 2004a;
2007; 2016). Negara Singapura juga memiliki bentuk kepemilikan yang terkonsentrasi
oleh keluarga sebagaimana dengan negara Asia lainnya. Namun, negara Singapura
memiliki keunggulan dalam hal pengawasan tata kelola perusahaan yang lebih baik
oleh pemerintahnya. Pemerintah Singapura mengendalikan besarnya kepemilikan
perusahaan melalui konsolidasi dengan sektor perbankan sehingga Bank dan pasar
modal menjalankan fungsi pengawasan atas tata kelola perusahaan dengan efektif.

2.7 Penelitian Terdahulu


Sebagian besar penelitian mengenai relevansi nilai wajar aset keuangan
berdasarkan level input hierarki nilai wajar masih dalam konteks SFAS No.157 tentang
pengukuran nilai wajar. Chong et al. (2012) menguji relevansi nilai wajar aset dalam tiga
level input hierarki nilai wajar dengan menggunakan sampel bank-bank di negara US.
Chong et al. (2012) menemukan bahwa pengukuran nilai wajar digunakan sebagai alat
untuk manipulasi earnings.
Kolev (2009) melakukan pengujian terhadap relevansi nilai wajar aset dalam tiga
level input hierarki nilai wajar dengan menggunakan sampel bank-bank di negara US.
Kolev (2009) menemukan bahwa nilai wajar aset level 1 bernilai lebih relevan daripada
nilai wajar aset level 2 dan 3. Selain itu, kesenjangan antara nilai wajar aset level 1 dan 3
lebih menonjol pada entitas dengan modal rendah dan jumlah anggota komite audit
dengan latar belakang keuangan yang lebih sedikit.
Song et al. (2010) menguji relevansi nilai wajar aset dalam tiga level input hierarki
nilai wajar dengan menggunakan sampel bank-bank di negara US. Hasil menunjukkan
bahwa nilai wajar aset pada ketiga level input bernilai relevan. Hasil konsisten dengan
temuan Kolev (2009) yaitu relevansi nilai wajar aset level 3 lebih rendah dari nilai wajar
aset level 1 dan 2. Selain itu, Song et al. (2010) juga menganalisis pengaruh mekanisme
tata kelola perusahaan dengan proksi enam pengukuran tata kelola perusahaan yaitu
independensi dewan, latar belakang keuangan dari komite audit, jumlah pertemuan
komite audit, kepemilikan institusional, ukuran kantor audit, dan material control

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
30

weakness. Song et al. (2010) menemukan bahwa nilai wajar aset level 1 tidak dipengaruhi
oleh mekanisme tata kelola perusahaan. Berbeda dengan nilai wajar aset level 2 dan 3
yang dipengaruhi oleh kuat tidaknya mekanisme tata kelola perusahaan terutama pada
nilai wajar aset level 3 yang mempunyai peluang asimetri informasi terbesar.
Hasil penelitian Song et al. (2010) mendukung temuan Habib dan Azim (2008)
yang menyatakan bahwa mekanisme tata kelola perusahaan dapat membatasi perilaku
oportunistik manajemen dan membuat informasi akuntansi menjadi lebih handal dan
relevan. Pengaruh mekanisme tata kelola perusahaan lebih kuat terhadap relevansi
informasi akuntansi untuk entitas dengan mekanisme monitoring yang lemah. Oleh sebab
itu, semakin kuat tata kelola perusahaan maka relevansi nilai informasi akuntansi juga
akan semakin tinggi. Dimitropoulos dan Asteriou (2010) juga menemukan adanya
hubungan positif antara jumlah anggota dewan dan kualitas informasi earnings untuk
negara Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa investor lebih menghargai kualitas dan
relevansi nilai dari angka akuntansi karena adanya independensi dewan yang lebih kuat.
Goh et al. (2015) menganalisis relevansi nilai wajar aset dalam tiga level input
hierarki nilai wajar dengan sampel bank-bank negara di dunia dengan kriteria sesuai
Global Industry Classification Standard (GICS) untuk masa krisis keuangan tahun 2008-
2011. Hasil penelitian Goh et al. (2015) konsisten dengan penelitian-penelitian
sebelumnya bahwa relevansi nilai wajar aset level 3 lebih rendah dari nilai wajar aset
level 1 dan 2 bahkan dalam masa krisis keuangan dunia. Selain itu, dalam masa krisis
keuangan investor lebih memilih likuidasi aset berdasarkan fire-sale price dan bukan
berdasarkan estimasi nilai wajar.
Sejauh telaah literatur, penelitian yang menganalisis mengenai relevansi nilai wajar
aset keuangan pada ketiga level input hierarki nilai wajar dalam konteks IFRS 13 hanya
dilakukan oleh Siekkinen (2016). Menggunakan sampel negara-negara Eropa, Siekkinen
(2016) menemukan bahwa IFRS 13 telah mengaburkan kesenjangan relevansi nilai di
antara ketiga level input hierarki nilai wajar aset. Ini ditunjukkan dengan besaran
relevansi nilai yang hampir sama di ketiga level input hierarki nilai wajar. Selain itu,
Siekkinen (2016) juga melakukan analisis tambahan dengan menghubungkan lima
karakteristik dewan yaitu independensi dewan, diversity gender, ukuran dewan, jumlah
rapat komite audit, dan komite resiko terhadap relevansi nilai wajar aset keuangan. Hasil
menunjukkan bahwa karakteristik dewan tidak mempengaruhi relevansi nilai wajar aset

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
31

level 1. Sedangkan nilai wajar aset level 3 hanya dipengaruhi oleh karakteristik
independensi dewan, diversity gender, dan ukuran dewan. Sedangkan karakteristik
aktivitas dewan dan adanya komite risiko tidak mempengaruhi relevansi nilai wajar aset
level 3.

2.8 Pengembangan Hipotesis


Rerangka Konseptual yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan dalam
Gambar 2.1 di bawah ini :

Variabel Independen :
 Nilai Wajar Aset Keuangan Variabel Dependen :
(Tiga Level Input Hierarki Nilai  Harga Saham
Wajar)

Variabel Moderasi :
 Efektifitas Dewan
 Efektifitas Komite Audit
 Kepemilikan Keluarga

Gambar 2.1 Rerangka Konseptual

Penjelasan rerangka konseptual selanjutnya akan dijelaskan dalam sub-bab


pengembangan hipotesis penelitian, yaitu : (1) nilai wajar dan relevansi nilai; (2) dewan
dan relevansi nilai wajar; (3) komite audit dan relevansi nilai wajar; serta (4) kepemilikan
keluarga dan relevansi nilai wajar.
2.8.1 Relevansi Nilai dan Nilai Wajar
Informasi akuntansi berkaitan erat tidak hanya mengenai besaran nilai dalam
laporan keuangan melainkan juga pengukuran atas nilai tersebut. Perkembangan standar
akuntansi saat ini telah mengharuskan penggunaan nilai wajar yang ditujukan agar
informasi dalam laporan keuangan menjadi lebih relevan. Banyak penelitian yang telah
menganalisis hubungan nilai wajar dengan relevansi nilai. Nilai wajar akan bernilai
relevan apabila kenaikan nilai wajar sejalan dengan kenaikan nilai saham, dan
sebaliknya. Li dan Kyu (2010) menemukan bahwa penggunaan nilai wajar atas surat
berharga di Cina berhubungan dengan harga saham. Barth dan Clinch (1998) juga
menemukan bahwa revaluasi atas aset keuangan, aset berwujud, dan aset tak berwujud

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
32

perusahaan di Australia mempunyai relevansi nilai, dimana relevansi nilai terendah


adalah pada aset berwujud. Lebih jauh, Khurana dan Kim (2003) menganalisis perbankan
di AS dan menemukan bahwa nilai wajar akan bernilai lebih relevan saat diukur
berdasarkan informasi di pasar. Courtenay dan Cahan (2004) menambahkan bahwa
revaluasi aset tetap bernilai lebih relevan bagi perusahaan dengan tingkat leverage yang
lebih rendah.
Berkaitan dengan dasar pengukuran nilai wajar, maka nilai wajar atas aset keuangan
dibedakan berdasarkan tiga level input hierarki nilai wajar. Song et al. (2009) telah
menganalisis relevansi nilai wajar dalam konteks SFAS No.157 tentang pengukuran nilai
wajar. Hasil menunjukkan bahwa nilai wajar aset pada ketiga level input hierarki nilai
wajar bernilai relevan meskipun relevansi nilai wajar aset level 1 lebih tinggi daripada
aset level 2 dan 3. Hasil yang sama juga didukung oleh penelitian Kolev (2009) dan Goh
et al. (2015) yang juga menemukan kesenjangan relevansi nilai antara level 1 dan 3 atas
aset perusahaan namun ketiganya konsisten bernilai relevan. Setelah penerapan IFRS 13
tentang pengukuran nilai wajar, Siekkinen (2016) memberikan hasil yang konsisten atas
relevansi nilai pada ketiga level input nilai wajar aset. Namun, relevansi nilai di antara
ketiga level input aset memiliki besaran yang hampir sama, sehingga tidak ada
kesenjangan relevansi nilai di antara ketiga level input aset. Dengan demikian, maka
dapat ditarik hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Nilai wajar aset keuangan pada tiap level input hierarki nilai wajar bernilai relevan.

Sebagian besar penelitian telah menunjukkan secara terpisah bahwa informasi


dalam hierarki nilai wajar bernilai relevan dan relevansi nilai tersebut menurun saat turun
dalam hirarkinya dari level 1 menuju level 2 dan 3 (Kolev, 2009; Song et al., 2010; Goh
et al., 2015). Namun, dengan diterapkannya IFRS 13 Siekkinen (2016) menemukan
bahwa untuk observasi negara Eropa, terjadi perubahan relevansi nilai wajar aset
khususnya nilai wajar aset level 3 yang sebelumnya dinilai kurang relevan bagi investor
menjadi sama relevannya dengan nilai wajar aset level 1 dan 2. IFRS 13 berhasil
mengaburkan kesenjangan di antara level dalam hierarki nilai wajar. Hal ini menunjukkan
bahwa investor menilai aset level 3 lebih tinggi setelah penerapan IFRS 13 dibandingkan
sebelum adanya IFRS 13. Dengan demikian, dapat ditarik hipotesis kedua dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
33

H2 : Relevansi nilai wajar aset keuangan level 3 meningkat setelah penerapan IFRS 13.

2.8.2 Dewan dan Relevansi Nilai Wajar


Peranan IFRS 13 dalam meningkatkan relevansi nilai aset keuangan diharapkan
dapat diperkuat oleh peranan dari efektivitas dewan sebagai bagian dari mekanisme tata
kelola perusahaan. Berdasarkan teori keagenan, asimetri informasi dan konflik keagenan
dapat dicegah dengan mekanisme tata kelola perusahaan yang baik. Karakteristik dewan
sebagai bagian dari mekanisme tata kelola perusahaan dapat mempengaruhi relevansi
nilai dari informasi akuntansi. Di Pietra et al. (2008) dan Habib dan Azim (2008) dalam
penelitiannya menemukan bahwa karakteristik dewan berpengaruh positif terhadap
terhadap relevansi nilai dari informasi akuntansi. Secara teoritis, pengawasan yang efektif
dari dewan dapat mengurangi perilaku oportunistik manajemen atas diskresi informasi
akuntansi sehingga akan meningkatkan kepercayaan terhadap laporan keuangan
(Hermawan, 2009). Kepercayaan yang lebih tinggi atas laporan keuangan akan tercermin
pada nilai pasar yang lebih tinggi sehingga akan mengarah pada nilai relevansi yang lebih
tinggi. Song et al. (2010) menunjukkan bahwa karakteristik dewan mempengaruhi
relevansi nilai wajar aset pada level 3. Hasil yang konsisten juga ditunjukkan dalam
konteks IFRS 13 pada penelitian Siekkinen (2016) yang menganalisis karakteristik dewan
dan menunjukkan bahwa karakteristik dewan berhubungan positif dengan relevansi nilai
wajar yang konsisten dengan penelitian Song et al. (2010). Dengan demikian, dewan yang
efektif diharapkan dapat memperkuat peningkatan relevansi nilai aset keuangan setelah
penerapan IFRS 13. Untuk itu, hipotesis 3a dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H3a : Efektivitas dewan memperkuat relevansi nilai wajar aset keuangan level 3 setelah
penerapan IFRS 13.

2.8.3 Komite Audit dan Relevansi Nilai Wajar


Sejalan dengan peranan dewan, komite audit juga diharapkan dapat memperkuat
peningkatan relevansi nilai aset keuangan setelah penerapan IFRS 13. Komite audit
sebagai pendukung dewan memiliki peranan yang sama besarnya dalam tata kelola
perusahaan. Peranan utama dari komite audit adalah melakukan review terhadap laporan
keuangan dan mengawasi kebijakan dan praktik akuntansi manajemen. Vienot (1995)
menyatakan bahwa tugas utama dari komite audit adalah memastikan relevansi dan
kepastian dari laporan keuangan perusahaan serta memverifikasi prosedur internal

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
34

dengan mengumpulkan dan memantau informasi yang menjamin laporan keuangan.


Kegiatan komite audit akan meningkatkan pemantauan dan pengawasan yang lebih
terhadap manajemen yang mengarah pada diskresi pelaporan keuangan yang kurang
agresif (Agoglia et al., 2011). Abbott et al. (2004) dan Sharma et al. (2009) juga
menemukan hubungan antara komite audit dan kualitas informasi akuntansi. Di satu sisi,
komite audit yang aktif dapat mengurangi salah saji dalam pelaporan keuangan. Namun
di sisi lain aktivitas yang tinggi dalam mengatasi masalah akuntansi yang sulit berakibat
menurunkan kualitas informasi akuntansi (Sharma et al., 2009).
Hasil penelitian Siekkinen (2016) tidak menemukan hubungan antara komite audit
dengan relevansi nilai wajar. Sedangkan Song et al. (2010) menemukan bahwa pengaruh
komite audit menunjukkan hasil yang inkonklusif dalam mempengaruhi relevansi nilai
wajar dengan proksi yang berbeda. Meskipun demikian, sebagian besar penelitian
mendukung hipotesis bahwa aktivitas komite audit secara positif berkaitan dengan
informasi akuntansi dan kualitas pemantauan. Xie et al. (2003) memperkuat dugaan
positif dengan menunjukkan bahwa komite audit merupakan faktor penting yang dapat
membatasi diskresi manajer. Dengan demikian, relevansi nilai yang meningkat setelah
penerapan IFRS 13 diharapkan dapat diperkuat oleh monitoring yang lebih baik dari
komite audit yang bekerja secara efektif. Untuk itu, hipotesis 3b dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
H3b : Efektivitas komite audit memperkuat relevansi nilai wajar aset keuangan level 3
setelah penerapan IFRS 13.

2.8.4 Kepemilikan Keluarga dan Relevansi Nilai Wajar


Konsentrasi kepemilikan merupakan faktor yang juga penting bagi tata kelola
perusahaan yang baik. Di satu sisi semakin terkonsentrasi kepemilikan, kepentingan
pemegang saham akan semakin selaras (alignment effect) dengan manajemen sehingga
mencegah terjadinya konflik keagenan dan monitoring yang lebih baik terhadap kinerja
manajemen (Shleifer dan Vishny, 1986; Agrawal dan Mandelker, 1990; Agrawal dan
Knoeber, 1996; Classens et al, 2000; Ali et al, 2007). Di sisi lain, konsentrasi kepemilikan
menyebabkan pemegang saham dapat melakukan ekspropriasi terhadap perusahaan atau
manajemen (entrenchment effect) (Claessens et al., 2000). Dalam konteks penelitian ini,
konsentrasi kepemilikan diharapkan dapat memperkuat peningkatan relevansi nilai yang
telah terwujud setelah penerapan IFRS 13 dengan memberikan alignment effect terhadap

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
35

relevansi nilai wajar aset keuangan. Konsentrasi kepemilikan diharapkan akan


mendorong monitoring yang lebih baik terhadap aktivitas manajemen sehingga dapat
meningkatkan relevansi nilai estimasi aset keuangan.
Dalam konteks teori keagenan, Shleifer dan Vishny (1986), Agrawal dan
Mandelker (1990) dan Agrawal dan Knoeber (1996) menunjukkan bahwa kepemilikan
yang lebih terkonsentrasi, akan meningkatkan kontrol manajemen, dan menunjukkan
performa yang lebih baik. Di negara berkembang, entitas dengan kepemilikan keluarga
lebih berfokus pada kinerja berbasis akuntansi dan masalah kesehatan keuangan daripada
kinerja pasar (Wang dan Shailer, 2017). Berdasarkan pendekatan alignment dinyatakan
bahwa konsentrasi kepemilikan keluarga cenderung berorientasi jangka panjang dan
menciptakan reputasi yang baik sehingga mendorong terwujudnya keselarasan
kepentingan (alignment effect) di antara pemegang saham (Wang, 2006).
Oleh sebab itu, masalah keagenan dan asimetri informasi cenderung lebih kecil
pada entitas dengan kepemilikan keluarga (Wang dan Shailer, 2017). Besarnya
kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemegang saham keluarga memberikan insentif
yang kuat dalam melakukan monitoring secara aktif terhadap manajemen perusahaan
(Shleifer dan Vishny, 1986; Stigliz, 2001). Dengan demikian, konsentrasi kepemilikan
keluarga diharapkan dapat mencegah adanya diskresi manajemen dalam estimasi nilai
wajar. Sehingga peningkatan relevansi nilai aset keuangan setelah penerapan IFRS 13
dapat diperkuat oleh struktur kepemilikan entitas yang terkonsentrasi pada kepemilikan
keluarga. Dengan demikian, nilai wajar aset keuangan menjadi informasi akuntansi yang
relevan bagi investor. Untuk itu dapat ditarik hipotesis 3c sebagai berikut :
H3c : Kepemilikan keluarga memperkuat relevansi nilai wajar aset keuangan level 3
setelah penerapan IFRS 13

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
BAB 3
METODE PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan metode penelitian yang digunakan meliputi data dan
sumber data yang digunakan, pengembangan model penelitian dalam pengujian hipotesis,
definisi operasional variabel, dan metode analisis data.

3.1 Data dan Sampel


Penelitian ini merupakan studi lintas negara yang meliputi perusahaan-perusahaan
yang terdaftar dalam pasar modal di masing-masing negara. Negara yang menjadi obyek
penelitian adalah negara-negara anggota ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura,
Thailand, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Myanmar, Laos, dan Kamboja. Proses
pemilihan negara sampel dilakukan secara purposive sampling dengan klasifikasi sebagai
berikut :
- Negara sudah mengadopsi IFRS 13.
- Adopsi IFRS 13 telah berlaku efektif dalam rentang waktu antara tahun 2013
sampai 2015.
- Negara memiliki pasar modal.
- Tersedia data dan akses ke sumber data.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam mengukur variabel penelitian
yang bersumber dari laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan yang diperoleh
dari Datastream Thomson Reuters dan situs web pasar modal di masing-masing negara.
Pemilihan sampel perusahaan menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria
sebagai berikut:
- Perusahaan terdaftar di pasar modal.
- Meliputi semua sektor kecuali sektor jasa keuangan, bank, asuransi, instrumen
ekuitas, dan jasa keuangan lain.
- Perusahaan menerbitkan annual report dan laporan keuangan yang dipublikasikan
secara online pada periode yang disesuaikan satu tahun sebelum dan setelah adopsi
IFRS 13 diberlakukan secara efektif di masing-masing negara.
- Perusahaan mengungkapkan informasi nilai wajar aset dan liabilitas keuangan pada
tiap level hirarki nilai wajar.
- Periode laporan keuangan berakhir pada 31 Desember.

37
Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
38

- Memiliki ketersediaan data untuk semua variabel yang digunakan dalam penelitian.

3.2 Model Penelitian


Model penelitian yang dibangun untuk menguji hipotesis disusun sesuai dengan
pengembangan hipotesis yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Mengacu pada
penelitian Siekkinen (2016), penelitian ini menggunakan modified-Ohlson Model (1995)
untuk menguji relevansi nilai dalam hierarki nilai wajar sebagai berikut :

Priceit = β0 + β1NFVAit + β2FVA1it + β3FVA2it + β4FVA3it + β5NFVLit + β6FVL12it +


β7FVL3it + β8EPSit + εit (1)

Keterangan :
Price = harga per lembar saham perusahaan empat bulan setelah akhir tahun
fiskal (30 April).
NFVA = nilai per saham aset keuangan yang diukur bukan pada nilai wajar.
FVA = nilai wajar aset per saham dibagi berdasarkan level 1, 2, dan 3 dari
hierarki nilai wajar.
NFVL = nilai per saham liabilitas keuangan yang diukur bukan pada nilai wajar.
FVL = nilai wajar liabilitas per saham dibagi berdasarkan level 1, 2, dan 3 dari
hierarki nilai wajar (level 1 dan 2 digabungkan bersama mengikuti Song et al.
(2010) dan Goh et al. (2015)).
EPS = laba per saham.
i dan t = indikator tahun dan perusahaan.

Model (1) di atas digunakan dalam pengujian hipotesis 1 untuk melihat


perbandingan relevansi nilai atas level input hierarki nilai wajar. Data yang digunakan
merupakan data panel yang terdiri atas observasi firm-year dua tahun pengamatan yaitu
tahun sebelum dan setelah IFRS 13 diberlakukan secara efektif di masing-masing negara.
Hipotesis H1 dapat diterima jika β2, β3, dan β4 > 0, artinya jika koefisien bernilai positif
dan signifikan, maka nilai wajar aset keuangan pada tiap level dari hierarki nilai wajar
bernilai relevan (Song et al., 2010).

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
39

Selanjutnya, model (1) dikembangkan untuk melihat perbedaan relevansi nilai


wajar aset dan liabilitas ketiga level hierarki nilai wajar dari sebelum dan setelah
penerapan IFRS 13. Berikut ini adalah model (2) untuk pengujian hipotesis 2 :

Priceit = β0 + β1NFVAit + β2NFVAit*YD + β3FVA1it + β4FVA1it*YD + β5FVA2it +


β6FVA2it*YD + β7FVA3it + β8FVA3it*YD + β9NFVLit + β10NFVLit*YD + β11FVL12i t +
β12FVL12it*YD + β13FVL3it + β14FVL3it*YD + β15EPSit + β 16EPSit * YD + β 17YD + εit
(2)
Keterangan :
Price = harga per lembar saham perusahaan empat bulan setelah akhir tahun
fiskal (30 April).
NFVA = nilai per saham aset keuangan yang diukur bukan pada nilai wajar.
FVA = nilai wajar aset per saham dibagi berdasarkan level 1, 2, dan 3 dari
hierarki nilai wajar.
NFVL = nilai per saham liabilitas keuangan yang diukur bukan pada nilai wajar.
FVL = nilai wajar liabilitas per saham dibagi berdasarkan level 1, 2, dan 3 dari
hierarki nilai wajar (level 1 dan 2 digabungkan bersama mengikuti Song et al.
(2010) dan Goh et al. (2015)).
EPS = laba per saham.
YD = Year Dummy Variable (1 untuk periode setelah adopsi IFRS 13, 0 untuk
periode sebelum adopsi IFRS 13).
i dan t = indikator tahun dan perusahaan.

Model di atas merupakan model yang digunakan untuk menguji potensi perubahan
koefisien dari setiap variabel independen dari tahun sebelum penerapan IFRS 13 ke tahun
setelah penerapan IFRS 13 (Siekkinen, 2016). Observasi dikelompokkan menjadi dua
sub-sampel terpisah sebelum dan setelah penerapan IFRS 13 yang diuji dengan
menggunakan variabel dummy tahun (YD) (Tsalavoutas et al., 2012) secara independen
dan bertindak sebagai variabel interaksi dalam model (2). Variabel dummy (YD) bernilai
1 jika pengamatan adalah sub-sampel setelah penerapan IFRS 13 dan bernilai 0 jika
pengamatan adalah sub-sampel sebelum penerapan IFRS 13. Hipotesis H2 dapat diterima

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
40

jika β8 > 0, artinya relevansi nilai wajar aset keuangan level 3 meningkat setelah
penerapan IFRS 13.
Dalam menganalisis peran mekanisme tata kelola perusahaan terhadap keberhasilan
penerapan IFRS 13 dan menjawab hipotesis penelitian 3a, 3b, dan 3c, model (1)
dikembangkan lebih jauh dengan melakukan pengujian satu per satu atas variabel
moderasi yaitu efektivitas dewan, efektivitas komite audit, dan kepemilikan keluarga
(Song et al., 2010). Berbeda dengan dua model sebelumya, tahun pengamatan yang
digunakan dalam pengujian hipotesis 3a, 3b, dan 3c adalah hanya 1 tahun yaitu tahun
setelah diberlakukannya IFRS 13 secara efektif. Model yang dibangun untuk pengujian
hipotesis 3a, 3b, dan 3c adalah sebagai berikut :

Priceit = β0 + β1NFVAit + β2FVA1it + β3FVA2it + β4FVA3it + β5MechCGit +


β6FVA1it*MechCGit + β7FVA2it*MechCGit + β8FVA3it*MechCGit + β9NFVLit +
β10FVL12it + β11FVL3it + β 12EPSit + εit (3)

Hipotesis H3a dapat diterima jika β8 > 0, artinya efektivitas dewan berpengaruh
terhadap relevansi nilai wajar aset keuangan level 3 setelah penerapan
IFRS 13.
Hipotesis H3b dapat diterima jika β8 > 0, artinya efektivitas komite audit berpengaruh
terhadap relevansi nilai wajar aset keuangan level 3 setelah penerapan
IFRS 13.
Hipotesis H3c dapat diterima jika β8 > 0, artinya kepemilikan keluarga berpengaruh
terhadap relevansi nilai wajar aset keuangan level 3 setelah penerapan
IFRS 13.

Keterangan :
Price = harga per lembar saham perusahaan empat bulan setelah akhir tahun
fiskal (30 April).
NFVA = nilai per saham aset keuangan yang diukur bukan pada nilai wajar.
FVA = nilai wajar aset per saham dibagi berdasarkan level 1, 2, dan 3 dari
hierarki nilai wajar.
NFVL = nilai per saham liabilitas keuangan yang diukur bukan pada nilai

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
41

wajar.
FVL = nilai wajar liabilitas per saham dibagi berdasarkan level 1, 2, dan 3
dari hierarki nilai wajar (level 1 dan 2 digabungkan bersama mengikuti Song
et al. (2010) dan Goh et al. (2015)).
EPS = laba per saham.
MechCG = mekanisme tata kelola perusahaan yang diuji satu per satu terdiri dari
BDScore (indeks skor dewan yaitu total skor dibagi dengan skor
maksimum), ACScore (indeks skor komite audit yaitu total skor dibagi
dengan skor maksimum), dan FamOwn (variabel dummy 1 jika proporsi
kepemilikan keluarga >50%, dan 0 sebaliknya).
i dan t = indikator tahun dan perusahaan.

3.3 Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
3.3.1 Variabel Dependen
- Harga Saham (Price)
Harga saham merupakan harga per lembar saham perusahaan yang ditentukan oleh
transaksi yang terjadi di pasar modal sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran
saham pada empat bulan setelah akhir tahun fiskal (30 April).
3.3.2 Variabel Independen
- Fair Value Asset (FVA)
Nilai wajar aset merupakan harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset dalam
transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran dan diungkapkan dalam
laporan keuangan (IASB, 2013). Nilai wajar aset tersebut kemudian diskalakan dengan
jumlah lembar saham perusahaan.
Nilai wajar aset dibedakan berdasarkan tiga level input hierarki nilai wajar (contoh
pengungkapan dapat dilihat pada lampiran 2) sebagai berikut :
a) Aset input level 1 (FVA1) yaitu input aset dengan harga kuotasian (tanpa
penyesuaian) di pasar aktif untuk aset identik yang dapat diakses oleh entitas pada
tanggal pengukuran.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
42

b) Aset input level 2 (FVA2) yaitu input aset dengan harga selain kuotasian yang
termasuk dalam level 1 yang dapat diobservasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
c) Aset input level 3 (FVA3) yaitu input aset yang tidak dapat diobservasi melainkan
dengan menggunakan informasi terbaik yang tersedia.
3.3.3 Variabel Moderasi
- Efektivitas Dewan (BDScore)
Efektivitas dewan diukur dengan menggunakan indeks skor dalam range 0 sampai
dengan 1. Indeks skor merupakan total skor yang diperoleh observasi dibagi dengan
skor maksimum yang mungkin diperoleh yaitu 51 (17 pertanyaan dikalikan 3). Total
skor dihitung berdasarkan akumulasi perolehan nilai dari checklist yang mengacu pada
penelitian Hermawan (2009) meliputi karakteristik dewan yaitu independensi,
aktivitas, ukuran dan kompetensi dewan. Skor diperoleh dari total poin masing-masing
checklist pertanyaan yang berjumlah 17 pertanyaan dengan rincian 6 pertanyaan untuk
mengukur independensi dewan, 6 pertanyaan untuk mengukur aktivitas dewan, 1
pertanyaan untuk mengukur ukuran dewan, dan 4 pertanyaan untuk mengukur
keahlian dan kompetensi dewan. Masing-masing checklist akan diberi nilai maksimum
3 untuk kategori jawaban baik, nilai 2 untuk cukup, dan nilai minimum 1 untuk buruk.
- Efektivitas Komite Audit (ACScore)
Efektivitas komite audit diukur dengan menggunakan indeks skor dalam range 0
sampai dengan 1. Indeks skor merupakan total skor yang diperoleh observasi dibagi
dengan skor maksimum yang mungkin diperoleh yaitu 33 (11 pertanyaan dikalikan 3).
Total skor dihitung berdasarkan akumulasi perolehan nilai dari checklist yang
mengacu pada penelitian Hermawan (2009) meliputi karakteristik komite audit yaitu
aktivitas, ukuran dan kompetensi komite audit. Skor diperoleh dari total poin masing-
masing checklist pertanyaan yang berjumlah 11 pertanyaan dengan rincian 8
pertanyaan untuk mengukur aktivitas komite audit, 1 pertanyaan untuk mengukur
ukuran komite audit, dan 2 pertanyaan untuk mengukur keahlian dan kompetensi
komite audit. Masing-masing checklist akan diberi nilai maksimum 3 untuk kategori
jawaban baik, nilai 2 untuk cukup, dan nilai minimum 1 untuk buruk.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
43

- Kepemilikan keluarga (FAMOWN)


Perusahaan dengan kepemilikan keluarga didefinisikan sebagai perusahaan dengan
kepemilikan saham lebih dari 5% (kepemilikan tercatat dalam laporan keuangan) yang
tidak dimiliki oleh pemerintah, institusi keuangan, atau masyarakat. Selanjutnya
sampel perusahaan dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu perusahaan dengan
kepemilikan keluarga tinggi (proporsi kepemilikan >50%) dan perusahaan dengan
kepemilikan keluarga rendah (proporsi kepemilikan ≤50%). Pemisahan dua kelompok
perusahaan tersebut kemudian akan dikonversikan ke dalam variabel dummy (1,0)
dimana nilai 1 untuk perusahaan dengan proporsi kepemilikan keluarga tinggi dan nilai
0 jika sebaliknya (Sari, 2010).
3.3.4 Variabel Kontrol
- Dummy Negara
Variabel dummy negara digunakan sebagai variabel kontrol dan country- fixed effect
dalam seluruh model penelitian untuk mengendalikan kemungkinan faktor
karakteristik negara dalam mempengaruhi hasil penelitian (Siekkinen, 2016).
3.4 Metode Analisis Data
Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data
panel untuk pengujian hipotesis 1 dan 2 serta regresi linear berganda menggunakan data
cross section untuk pengujian hipotesis 3, 4, dan 5. Perangkat lunak yang digunakan
dalam proses olah data adalah software stata 12.

3.5 Pengujian Model


Dalam regresi data panel terdapat tiga model yang dapat digunakan (Gujarati dan
Porter, 2009), yaitu Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model.
Dalam menentukan model yang paling sesuai untuk digunakan dalam penelitian, maka
perlu dilakukan pengujian atas ketiga model tersebut yaitu :
- Chow Test untuk menguji antara model pooled least square dan fixed effect model
- Langrange Test untuk menguji antara model pooled least square dan random effect
model.
- Hausman Test untuk menguji antara fixed effect model dan random effect model.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
44

3.6 Uji Asumsi Klasik


Pengujian model dalam regresi data panel akan berkaitan dengan uji asumsi klasik.
Apabila hasil pengujian model menunjukkan model yang tepat adalah pooled least square
atau fixed effect model, maka selanjutnya harus dilakukan uji multikolinearitas dan
heterokedastisitas. Namun, apabila model yang paling tepat adalah random effect model,
maka tidak perlu dilakukan uji heterokedastisitas.
Multikolinearitas merupakan kondisi dimana sebagian atau semua variabel
independen pada model penelitian berhubungan linear atau berhubungan kuat. Masalah
multikolinearitas terletak pada derajat dimana korelasi antar variabel bebas tidak
memperhatikan tanda positif atau negatif. Pendeteksian multikolinearitas dilakukan
dengan melakukan uji Variance Inflation Factor (VIF) yang menghitung koefisien
korelasi di antara variabel bebas.
Heteroskedastisitas merupakan kondisi dimana variance error berubah-ubah atau
tidak konstan sejalan dengan perubahan variabel bebas. Pendeteksian heteroskedastisitas
dilakukan dengan melakukan uji Breusch-Pagan-Godfrey. Masalah heterokedastisitas
dalam penelitian ini diselesaikan dengan menggunakan treatment robust pada software
stata12.

3.7 Uji Signifikansi


Uji signifikansi merupakan pengujian yang menunjukkan tingkat keyakinan dalam
menetapkan penerimaan atau penolakan suatu hipotesis. Pengujian yang dapat dilakukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Goodness of Fit.
Uji Goodness of fit dilakukan untuk mengukur kemampuan model regresi dalam
menjelaskan variasi dari variabel terikat. Koefisien determinasi (R2) bernilai antara 0
sampai 1. Semakin besar nilai koefisien (R2) menunjukkan kualitas model yang
semakin baik dimana dapat menjelaskan hubungan antara variabel terikat dan variabel
bebas.
- Uji Simultan.
Uji simultan (F-test) menunjukkan apakah variabel bebas berpengaruh terhadap
variabel terikat secara simultan. Hipotesis dalam uji simultan (F-test) adalah sebagai
berikut:

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
45

H0 : Variabel bebas secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.


H1 : Variabel bebas secara simultan berpengaruh terhadap variabel terikat.

Nilai probabilitas F yang lebih kecil dari nilai signifikansi menunjukkan penolakan H0
yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat secara
simultan. Sebaliknya, nilai probabilitas F yang lebih besar dari nilai signifikansi
menunjukkan penerimaan H0 yang berati bahwa variabel bebas tidak berpengaruh
terhadap variabel terikat secara simultan.
- Uji Parsial (t-test)
Uji parameter individu (t-test) dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas
secara parsial atau masing-masing berpengaruh terhadap variabel terikat. Hipotesis
dalam uji t adalah sebagai berikut :
H0 : Variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.
H1 : Variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat.

Nilai probabilitas t yang lebih kecil dari nilai signifikansi menunjukkan penolakan H0
yang berarti bahwa variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat.
Sebaliknya, nilai probabilitas t yang lebih besar dari nilai signifikansi menunjukkan
penerimaan H0 yang berarti bahwa variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh
terhadap variabel terikat.

3.8 Pengujian untuk Analisis Sensitivitas


Uji sensitivitas dilakukan untuk menganalisis apakah pegujian utama dalam
penelitian sensitif terhadap proksi pengukuran. Uji sensitivitas yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Melakukan pengujian dengan memasukkan variabel kontrol ukuran perusahaan
(size) dalam model persamaan (1) untuk mengetahui apakah ada pengaruh
perbedaan ukuran perusahaan baik perusahaan besar dan perusahaan kecil terhadap
relevansi nilai wajar. Song et al. (2010) menemukan bahwa nilai koefisien estimasi
nilai wajar pada perusahaan kecil lebih tinggi dari perusahaan yang lebih besar.
Sedangkan Siekkinen (2016) menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
46

atas relevansi nilai sebelum dan sesudah menggunakan variabel kontrol ukuran
perusahaan.
- Melakukan pengujian dengan mengubah waktu untuk variabel harga saham
perusahaan. Analisis model utama penelitian menggunakan closing price 30 April,
sedangkan untuk analisis sensitivitas menggunakan closing price 31 Desember. Uji
ini dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan relevansi nilai atas nilai
wajar seiring berjalannya waktu yang juga dapat menunjukkan kemungkinan bahwa
akan diberlakukannya IFRS 13 telah terserap dalam harga pasar sebelum laporan
keuangan dikeluarkan.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemilihan Sampel


Negara sampel yang terpilih berdasarkan kriteria penetapan negara sampel yang
telah dijelaskan bada Bab 3 disajikan dalam Tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Daftar Negara Sampel


Bentuk Adopsi Tanggal Efektif
Negara Pasar Modal
IFRS IFRS 13
1 Januari 2013
Filipina Big Bang Philippine Stock Exchange (PSE)
PFRS 13
1 Januari 2015
Indonesia Gradual Bursa Efek Indonesia (IDX)
PSAK 68
1 Januari 2013
Malaysia Gradual Bursa Malaysia (KLSE)
MFRS 13
1 Januari 2013
Singapura Gradual Singapore Exchange (SGX)
FRS 113
Sumber : data diolah

Negara-negara anggota ASEAN yang terpilih menjadi negara sampel adalah


Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa negara
Filipina, Malaysia, dan Singapura mengadopsi IFRS 13 pada tahun yang sama yaitu tahun
2013. Sedangkan Indonesia mengadopsi IFRS 13 di tahun 2015. Berdasarkan tahun
adopsi yang berbeda, maka periode pengamatan disesuaikan dengan tahun adopsi di
masing-masing negara.
Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
terdaftar di pasar modal masing-masing negara sampel (lihat lampiran 1). Penelitian ini
tidak mengikutsertakan perusahaan yang bergerak di sektor jasa keuangan, bank,
asuransi, instrumen ekuitas, dan jasa keuangan lain. Dalam proses pengumpulan data
ditemukan perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kriteria pemilihan sampel
lainnya meliputi periode pelaporan keuangan yang tidak berakhir pada 31 Desember,
belum mengungkapkan nilai wajar atas instrumen keuangan berdasarkan persyaratan
pengungkapan IFRS 13, tidak memiliki aset dan liabilitas keuangan yang diukur pada
nilai wajar, dan ketidaktersediaan data untuk variabel yang digunakan. Dengan demikian,
sampel akhir berjumlah 452 perusahaan dan jumlah observasi untuk dua tahun periode

47
Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
48

pengamatan (sebelum dan setelah penerapan IFRS 13) adalah 904 observasi. Rincian
pemilihan sampel disajikan pada Tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2. Pemilihan Sampel


Jumlah Perusahaan
Kategori Pemilihan Sampel Total
Filipina Indonesia Malaysia Singapura
Jumlah Perusahaan di Pasar
223 525 759 760 2267
Modal
Sektor Keuangan (97) (149) (138) (124) 508
Ketidaktersediaan Data 72 345 438 452 1307
Sampel Akhir 54 31 183 184 452
Observasi 2 tahun (firm-year) 108 62 366 368 904
Sumber : data diolah

Distribusi sampel berdasarkan sektor perusahaan di masing-masing negara


disajikan dalam Tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3. Klasifikasi Sektor Perusahaan Sampel


Persentase Jumlah Sampel
Sektor
Filipina Indonesia Malaysia Singapura
Basic Materials 19% 16% 18% 15%
Consumer Cyclicals 11% 38% 15% 20%
Consumer Non-Cyclicals 15% 22% 16% 8%
Energy 13% 3% 7% 6%
Healthcare 0% 0% 1% 2%
Industrials 15% 3% 30% 35%
Technology 6% 9% 8% 11%
Telecommunications Services 2% 9% 2% 1%
Utilities 20% 0% 4% 2%
Total 100% 100% 100% 100%
Sumber : Eikon Datastream, diolah

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sampel tersebar bervariasi di berbagai
sektor pada masing-masing negara. Pada negara Filipina, persentase sampel terbanyak
berada pada dua sektor dengan selisih tidak terpaut jauh yaitu sektor utilities (20%) dan
basic materials (19%). Berbeda dengan Filipina, mayoritas sampel untuk negara
Malaysia dan Singapura berada pada satu sektor yang terpaut cukup besar dengan sektor
lainnya yaitu sektor industrials dengan persentase jumlah sampel masing-masing 30%
dan 35%. Sedangkan untuk Indonesia mayoritas persentase sampel berada pada sektor
consumer cycles (38%). Meskipun sampel tersebar secara bervariasi, namun terdapat dua

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
49

sektor dengan nol sampel yaitu sektor healthcare untuk negara Filipina dan Indonesia
serta sektor utilities hanya di negara Indonesia.

4.2 Analisis Statistik Deskriptif


Tabel 4.4 menyajikan secara keseluruhan statistik deskriptif variabel dalam model
penelitian secara keseluruhan sebagai berikut :

Tabel 4.4. Statistik Deskriptif Variabel


Variabel N Minimum Maksimum Mean Std. Dev.
Price 904 0.001 2.99 0.56929 0.64053
Fva1 904 0 1.01785 0.03063 0.08455
Fva2 904 0 1.18576 0.01601 0.06462
Fva3 904 0 1.05564 0.01606 0.06690
Nfva 904 0.00102 1.19130 0.16783 0.22010
Fvl12 904 0 0.3997 0.00871 0.02916
Fvl3 904 0 0.7163 0.00717 0.05244
Nfvl 904 0.00103 1.19940 0.16857 0.25237
Eps 904 -0.79992 1.16564 0.04826 0.15143
BDScore 452 0.333 0.980 0.760 0.0924
ACScore 452 0.333 0.970 0.783 0.0963
FamOwn 452 0 1 0.32965 0.47060
Sumber : Eikon Datastream, diolah

Nilai dari seluruh variabel yang disajikan pada Tabel 4.4 telah diskalakan dengan
per lembar saham perusahaan dan dikonversi dalam satuan US Dollar (kecuali untuk
variabel moderasi). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham pada
close price 30 April (Price). Nilai rata-rata untuk harga saham sampel penelitian adalah
0.56929.
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa nilai rata-rata variabel independen nilai wajar aset
keuangan level 1, 2, dan 3 (FVA1,FVA2, dan FVA3) secara berturut-turut adalah
0.03063, 0.01601, dan 0.01606. Sedangkan nilai rata-rata nilai wajar liabilitas keuangan
berturut-turut (FVL12 dan FVL3) adalah 0.00871 dan 0.00717. Dalam proses
pengumpulan data terdapat observasi penelitian yang tidak memiliki nilai wajar aset atau
liabilitas keuangan di masing-masing level hierarki nilai wajar. Sehingga dapat dilihat
pada tabel bahwa nilai minimum dari nilai wajar aset dan liabilitas keuangan di masing-
masing level hierarki nilai wajar bernilai nol. Untuk rata-rata nilai aset dan liabilitas
keuangan yang tidak diukur pada nilai wajar (NFVA dan NFVL) masing-masing adalah
0.16783 dan 0.16857. Sedangkan nilai rata-rata earnings per share adalah 0.04826

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
50

dengan nilai minimum -0.79992 yang berarti bahwa terdapat sampel yang mengalami
rugi pada periode pengamatan.
Selanjutnya, untuk variabel moderasi efektifitas dewan, efektivitas komite audit,
dan kepemilikan keluarga masing-masing menggunakan variabel dummy sehingga nilai
minimumnya adalah nol dan nilai maksimumnya adalah 1. Sedangkan nilai rata-ratanya
berturut-turut adalah 0.80531, 0.90265, dan 0.32965.
4.2.1 Statistik Deskriptif Variabel Level Negara
Bagian ini akan menguraikan statistik deskriptif setiap variabel pada level negara
yang dibagi dalam analisis variabel dependen dan independen, analisis skor efektivitas
dewan, analisis skor efektivitas komite audit, dan analisis proporsi kepemilikan keluarga.
4.2.1.1. Statistik Deskriptif Variabel Dependen dan Independen
Tabel 4.5 menyajikan statistik deskriptif variabel dependen dan independen tiap
negara sampel. Nilai dari seluruh variabel yang disajikan pada Tabel 4.5 telah diskalakan
dengan per lembar saham perusahaan dan dikonversi dalam satuan US Dollar. Pada Tabel
4.5 dapat dilihat bahwa rata-rata harga saham di negara Indonesia, Malaysia, dan
Singapura mengalami penurunan. Sedangkan nilai rata-rata harga saham di negara
Filipina mengalami kenaikan.
Berdasarkan Tabel 4.5, nilai minimum dari nilai wajar aset keuangan di masing-
masing level hierarki nilai wajar bernilai nol. Artinya, pada tiap negara, tidak semua
observasi penelitian memiliki nilai wajar aset keuangan pada ketiga level hierarki nilai
wajar. Pada tahun 2014 untuk negara Filipina, Malaysia, dan Singapura, nilai rata-rata
tertinggi di atara ketiga level input berada pada nilai wajar aset level 1 yaitu berturut-turut
sebesar 0.051, 0.025, dan 0.031.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
51

Tabel 4.5. Statistik Deskriptif Variabel Dependen dan Independen


Setelah Adopsi IFRS 13 Sebelum Adopsi IFRS 13
Mean
Negara Variabel Std. Std. p- value
Obs Min Max Mean Obs Min Max Mean Diff Test
Dev Dev
Filipina Price 54 0.005 2.86 0.499 0.719 54 0.006 2.55 0.478 0.664 0.0208 0.087*
Fva1 54 0 0.606 0.054 0.117 54 0 0.595 0.051 0.118 0.0022 0.023**
Fva2 54 0 1.000 0.026 0.136 54 0 1.185 0.032 0.162 -0.0060 0.083*
Fva3 54 0 1.055 0.029 0.145 54 0 0.845 0.028 0.118 0.0009 0.097*
Indonesia Price 31 0.01 1.65 0.227 0.394 31 0.01 1.88 0.249 0.403 -0.0219 0.078*
Fva1 31 0 0.069 0.010 0.016 31 0 0.074 0.012 0.019 -0.0019 0.073*
Fva2 31 0 0.219 0.013 0.039 31 0 0.608 0.226 0.109 -0.0096 0.076*
Fva3 31 0 0.043 0.004 0.009 31 0 0.025 0.003 0.007 0.0013 0.067*
Malaysia Price 183 0.013 2.92 0.567 0.602 183 0.024 2.71 0.590 0.580 -0.0236 0.063*
Fva1 183 0 0.306 0.018 0.038 183 0 0.459 0.025 0.060 -0.0069 0.090*
Fva2 183 0 0.166 0.013 0.030 183 0 0.247 0.014 0.035 -0.0011 0.056*
Fva3 183 0 0.500 0.010 0.043 183 0 0.387 0.009 0.039 0.0004 0.092*
Singapura Price 184 0.001 2.82 0.590 0.648 184 0.001 2.99 0.688 0.722 -0.0975 0.074*
Fva1 184 0 0.927 0.039 0.110 184 0 1.017 0.031 0.095 0.0085 0.043**
Fva2 184 0 0.273 0.012 0.038 184 0 0.284 0.015 0.039 -0.0025 0.053*
Fva3 184 0 0.600 0.018 0.055 184 0 0.736 0.021 0.071 -0.0027 0.069*
Sumber : Eikon Datastream, diolah.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
52

Sedangkan untuk negara Indonesia, rata-rata tertinggi berada pada aset keuangan
level 2 yaitu sebesar 0.226. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2015, rata-rata tertinggi
di atara ketiga level input untuk negara Filipina, Malaysia, dan Singapura berada pada
nilai wajar aset keuangan level 1 yaitu berturut-turut sebesar 0.054, 0.018, dan 0.039.
Sedangkan untuk negara Indonesia rata-rata tertinggi berada pada aset keuangan level 2
yaitu sebesar 0.013. Ini menunjukkan bahwa pada tiap negara, rata-rata jumlah aset
keuangan entitas level 3 relatif lebih kecil dibandingkan aset keuangan level 1 dan 2 untuk
sebelum dan setelah penerapan IFRS 13.
Pada Tabel 4.5 juga dapat dilihat bahwa nilai uji beda menunjukkan bahwa secara
signifikan terdapat perbedaan antara nilai sebelum dan setelah adopsi IFRS 13 pada
seluruh variabel dependen maupun independen. Rata-rata nilai wajar aset keuangan level
3 mengalami peningkatan untuk negara Filipina (0.0009), Indonesia (0.0013), dan
Malaysia (0.0004). Sedangkan rata-rata nilai wajar aset keuangan level 3 untuk negara
Singapura mengalami penurunan sebesar 0.0027. Ini menunjukkan bahwa rata-rata
jumlah nilai wajar aset keuangan level 3 mengalami peningkatan untuk tahun setelah
penerapan IFRS 13. Sedangkan rata-rata nilai wajar aset keuangan level 1 dan 2 relatif
mengalami penurunan.
4.2.1.2 Analisis Skor Efektivitas Dewan
Skor efektivitas dewan diperoleh dari akumulasi skor atas 17 pertanyaan (skor 1
sampai 3 untuk tiap pertanyaan) mengenai karakteristik dewan yang meliputi
independensi, aktivitas, kompetensi, dan ukuran dewan (Hermawan, 2009). Statistik
deskriptif perolehan skor efektivitas dewan yang dinyatakan dalam indeks skor pada tiap
negara sampel disajikan dalam Tabel 4.6. Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa indeks
skor minimum berada pada negara Filipina yaitu sebesar 0.333. Ini menunjukkan bahwa
terdapat observasi yang memperoleh skor minimum sebesar skor minimum yang
mungkin diperoleh (17 pertanyaan dikali dengan skor 1). Sedangkan indeks skor
maksimum observasi negara Filipina adalah sebesar 0.882. Nilai ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat observasi yang mencapai indeks skor maksimum 1 (17 pertanyaan dikali
dengan skor 3) di negara Filipina. Meskipun demikian, rata-rata indeks skor efektivitas
dewan adalah sebesar 0.785 yang artinya rata-rata efektivitas dewan dalam observasi
negara Filipina cukup baik karena berada di atas batasan perolehan indeks skor yaitu
0.667 (17 pertanyaan dikalikan nilai 2).

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
53

Tabel 4.6. Statistik Deskriptif Skor Efektivitas Dewan


Perolehan Skor
Negara Obs Std.
Minimum Maksimum Mean
Dev
Filipina 54 0.333 0.882 0.785 0.094
Indonesia 31 0.608 0.882 0.774 0.069
Malaysia 183 0.529 0.980 0.795 0.082
Singapura 184 0.529 0.961 0.717 0.087
Total 452 0.333 0.980 0.760 0.092
Sumber : Eikon Datastream, diolah

Indeks skor minimum dan maksimum dari kelompok observasi negara Indonesia
masing-masing adalah sebesar 0.608 dan 0.882. Ini menunjukkan bahwa rentang antara
indeks skor minimum dan maksimum di antara observasi tidak terlalu jauh. Artinya,
kesenjangan tingkat efektivitas dewan di antara observasi negara Indonesia tidak terlalu
besar. Selain itu, nilai rata-rata perolehan indeks skor efektivitas dewan untuk negara
Indonesia adalah 0.774. Nilai ini menunjukkan bahwa rata-rata efektivitas dewan di
negara Indonesia juga relatif cukup baik.
Berdasarkan Tabel 4.6 juga dapat dilihat bahwa baik dalam kelompok observasi
negara Malaysia maupun Singapura terdapat observasi dengan indeks skor minimum
yang sama yaitu sebesar 0.529. Sedangkan indeks skor maksimum di kedua negara
berbeda meskipun tidak terpaut jauh yaitu 0.980 untuk negara Malaysia dan 0.961 untuk
negara Singapura. Ini menunjukkan bahwa terdapat observasi yang hampir mencapai
indeks skor maksimum 1dalam observasi negara Malaysia . Sedangkan skor rata-rata
efektivitas dewan untuk kelompok observasi negara singapura memperoleh indeks skor
0.717 sedangkan negara malaysia memperoleh indeks skor rata-rata 0.795. Dengan
demikian, dari keempat negara sampel, negara Malaysia memperoleh nilai rata-rata yang
paling besar. Ini berarti dapat disimpulkan bahwa efektivitas dewan dalam observasi
negara malaysia lebih baik dibandingkan dengan kelompok observasi negara Indonesia,
Filipina, dan Singapura.
4.2.1.3 Analisis Skor Efektivitas Komite Audit
Skor efektivitas komite audit diperoleh dari akumulasi skor atas 11 pertanyaan (skor
1 sampai 3 untuk tiap pertanyaan) mengenai karakteristik komite audit yang meliputi
aktivitas, kompetensi, dan ukuran komite audit (Hermawan, 2009). Statistik deskriptif
perolehan skor efektivitas komite audit yang dinyatakan dalam indeks skor pada tiap
negara disajikan dalam Tabel 4.7 sebagai berikut :

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
54

Tabel 4.7. Statistik Deskriptif Skor Efektivitas Komite Audit


Perolehan skor
Negara Obs Std.
Minimum Maksimum Mean
Dev
Filipina 54 0.333 0.909 0.756 0.117
Indonesia 31 0.485 0.939 0.786 0.139
Malaysia 183 0.333 0.969 0.809 0.087
Singapura 184 0.394 0.909 0.765 0.083
Total 452 0.333 0.970 0.783 0.096
Sumber : data diolah

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari seluruh observasi terdapat observasi
dengan indeks skor minimum sebesar 0.333. Observasi dengan perolehan skor minimum
berada pada kelompok observasi negara Filipina dan Malaysia. Ini menunjukkan bahwa
dalam kelompok observasi negara Filipina dan Malaysia terdapat observasi yang
memperoleh skor minimum sebesar skor minimum yang mungkin diperoleh (11
pertanyaan dikali dengan skor 1). Sedangkan indeks skor maksimum yang diperoleh
kedua kelompok observasi negara Filipina dan Malaysia masing-masing adalah sebesar
0.909 dan 0.969.
Untuk kelompok observasi negara Indonesia, indeks skor minimum yang diperoleh
adalah sebesar 0.485 dan indeks skor maksimum sebesar 0.939. Sedangkan pada
kelompok observasi negara Singapura, indeks skor minimum yang diperoleh adalah
sebesar 0.394 dan indeks skor maksimum sebesar 0.909. Dengan demikian, dari seluruh
kelompok observasi pada empat negara sampel, tidak terdapat observasi yang
memperoleh indeks skor maksimum yaitu 1. Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
observasi yang memperoleh total skor maksimum sebesar skor maksimum yang mungkin
diperoleh (11 pertanyaan dikali dengan skor 3). Selain itu, rentang antara skor minimum
dan maksimum di antara observasi relatif cukup jauh. Artinya, kesenjangan tingkat
efektivitas komite audit di antara observasi negara sampel cukup besar.
Secara keseluruhan, rata-rata efektivitas komite audit berada di atas batasan
perolehan skor yaitu 0.667 (11 pertanyaan dikali denganskor 2). Perolehan nilai rata-rata
tertinggi berada pada kelompok observasi negara Malaysia dengan indeks skor 0.809.
Nilai rata-rata tertinggi kedua berada pada kelompok observasi negara Indonesia dengan
rata-rata indeks skor 0.786 diikuti dengan kelompok observasi negara Singapura dengan
rata-rata indeks skor 0.765. Nilai rata-rata terendah berada pada kelompok observasi
negara Filipina dengan rata-rata indeks skor 0.756. Dengan demikian, dapat disimpulkan

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
55

bahwa kelompok observasi negara Malaysia memperoleh nilai rata-rata tertinggi.


Artinya, efektivitas komite audit dalam observasi negara malaysia lebih baik
dibandingkan dengan kelompok observasi negara Indonesia, Singapura, dan Filipina.
4.2.1.3 Analisis Proporsi Kepemilikan Keluarga
Distribusi observasi atas kepemilikan keluarga disajikan pada Tabel 4.8 yang
dikelompokkan berdasarkan proporsi kepemilikan keluarga (Arifin, 2003). Berdasarkan
Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa proporsi kepemilikan keluarga tinggi yaitu di atas 50%
adalah sebanyak 33% dari seluruh observasi. Sedangkan proporsi kepemilikan keluarga
rendah yaitu di bawah 50% adalah sebanyak 48% dari seluruh observasi yang terbagi
dalam proporsi kepemilikan keluarga 5-10%, 10.1-20%, 20.1-50% berturut-turut adalah
sebanyak 8%, 10% dan 30%. Sisanya sebanyak 19% dari seluruh observasi tidak dimiliki
oleh keluarga. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mayoritas dari observasi
termasuk ke dalam proporsi kepemilikan keluarga rendah yaitu di bawah 50%.

Tabel 4.8.Distribusi Observasi Berdasarkan Proporsi Kepemilikan Keluarga


Kategori Jumlah Perusahaan %
Observasi dengan proporsi kepemilikan keluarga
89 19%
0%
Observasi dengan proporsi kepemilikan keluarga
32 8%
5-10%
Observasi dengan proporsi kepemilikan keluarga
45 10%
>10%
Observasi dengan proporsi kepemilikan keluarga
137 30%
>20%
Observasi dengan proporsi kepemilikan keluarga >
149 33%
50%
Total 452 100%
Sumber : data diolah

Berdasarkan distribusi observasi, statistik deskriptif proporsi kepemilikan keluarga


untuk tiap negara disajikan dalam Tabel 4.9 sebagai berikut :

Tabel 4.9. Statistik Deskriptif Proporsi Kepemilikan Keluarga


Jumlah Proporsi Kepemilikan Keluarga (%)
Negara
Observasi Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi
Filipina 54 7.02 94.21 50.660 24.565
Indonesia 31 8.82 97.2 58.690 21.751
Malaysia 183 5.19 85.34 37.200 20.287
Singapura 184 5.58 84.82 41.207 21.971
Total 452 5.19 97.2 42.194 22.494
Sumber : data diolah

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
56

Pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa observasi dengan proporsi kepemilikan keluarga
terrtinggi berada pada negara Indonesia (97.2%) diikuti oleh negara Filipina (94.21%),
Malaysia (85.34%), dan Singapura (84.82%). Hal ini sejalan dengan rata-rata proporsi
kepemilikan keluarga yang menunjukkan bahwa rata-rata proporsi tertinggi berada pada
negara Indonesia (58.69%) dan Filipina (50.66%). Ini menunjukkan bahwa rata-rata
observasi di negara Indonesia dan Filipina memiliki proporsi kepemilikan keluarga tinggi
yaitu di atas 50%. Sedangkan rata-rata observasi untuk negara Singapura dan Malaysia
termasuk ke dalam kategori proporsi kepemilikan keluarga rendah (di bawah 50%) yaitu
berturut-turut 41.21% dan 37.20%.

4.3 Analisis Hasil Pengujian Model dan Asumsi Klasik


Penelitian ini menggunakan data cross-country dalam pengujian hipotesis. Oleh
sebab itu, diperlukan variabel kontrol untuk mengendalikan kemungkinan faktor
karakteristik negara dalam mempengaruhi hasil penelitian. Variabel dummy-country
digunakan sebagai country fixed effect dalam seluruh model penelitian (Siekkinen, 2016).
Dengan demikian, berdasarkan kesesuaian penggunaan data dan hasil pengujian model,
maka penelitian ini menggunakan model panel Least Square Dummy Variabel (LSDV).
Berdasarkan hasil pengujian model, maka selanjutnya perlu dilakukan pengujian
asumsi klasik untuk dapat memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimate)
yaitu sebagai berikut :
- Uji Multikolinearitas
Uji asumsi klasik yang harus dilakukan sebelum melakukan pengujian hipotesis salah
satunya adalah uji multikolinearitas dengan melihat korelasi di antara variabel melalui
nilai VIF antar variabel. Hasil uji multikolinearitas (lihat Lampiran 3) pada semua
model penelitian (model 1, 2, 3a, 3b, dan 3c) menunjukkan bahwa nilai VIF lebih kecil
dari 10 dan nilai 1/VIF lebih besar dari 0.1. Dengan demikian, penelitian ini dapat
disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
- Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dideteksi dengan melihat nilai Prob. chi-square dari uji Breusch-
Pagan-Godfrey(lihat Lampiran 4). Masalah heterokedastisitas dalam penelitian ini
diselesaikan dengan menggunakan tratment robust pada software stata12.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
57

4.4 Analisis Korelasi antar Variabel Penelitian


Tabel 4.10 menyajikan korelasi antar variabel penelitian yang ditunjukkan dalam
koefisien korelasi Pearson. Pada tabel dapat dilihat bahwa besarnya koefisien korelasi
antar variabel independen nilai wajar aset (FVA1, FVA2, dan FVA3) dan liabilitas
(FVL12 dan FVL3) relatif kecil yaitu di bawah 0.60. Begitu juga dengan koefisien
korelasi variabel independen lainnya yaitu nilai aset dan liabilitas yang tidak diukur
dengan nilai wajar (NFVA dan NFVL) serta earnings per share (EPS). Koefisien korelasi
yang relatif kecil ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya masalah
multikolinearitas di antara variabel independen secara bersamaan menjadi lebih kecil.
Mayoritas koefisien korelasi antara variabel dependen harga saham (Price) dengan
variabel independen lainnya yaitu FVA1, FVA3, NFVA, FVL12, NFVL, dan EPS
berkorelasi positif dan signifikan di bawah 0.40. Hanya FVA2 dan FVL3 saja yang tidak
signifikan namun arahnya sesuai dengan ekspektasi dalam hipotesis. Sedangkan korelasi
antara Price dengan variabel moderasi (BDScore, ACScore, dan FamOwn) menunjukkan
adanya korelasi positif meskipun tidak signifikan.
Korelasi antar variabel moderasi terlihat tidak lebih dari 0.20 sehingga
kemungkinan adanya multikolinearitas di antara variabel moderasi juga sangat kecil.
Dibandingkan dengan korelasi antara efektivitas dewan (BDScore) dan kepemilikan
keluarga (FamOwn) korelasi antara BDScore dan efektivitas komite audit (ACScore)
lebih tinggi yaitu 0.2155 dan berkorelasi positif meskipun tidak signifikan. Sedangkan
korelasi antara ACScore dan FamOwn menunjukkan korelasi negatif namun tidak
signifikan. Ini dapat diartikan bahwa semakin besar kepemilikan keluarga maka
efektivitas komite audit semakin rendah. Meskipun demikian, analisis korelasi ini hanya
terbatas pada hubungan antar dua variabel sebelum mempertimbangkan keberadaan
pengaruh dari variabel lain.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
58

Tabel 4.10.Korelasi antar Variabel Penelitian

Fva1 Fva2 Fva3 Nfva Fvl12 Fvl3 Nfvl Eps Price1 BDScore ACScore FamOwn
FVA1 1.0000
0.3363*** 1.0000
FVA2
(0.0000)
0.0457 0.0569 1.0000
FVA3
(0.3326) (0.2269)
0.2371*** 0.0915* 0.0892* 1.0000
NFVA
(0.0000) (0.0519) (0.0581)
0.1201** 0.2204*** 0.0162 0.1252*** 1.0000
FVL12
(0.0106) (0.0000) (0.7309) (0.0077)
0.1426** -0.0126 0.0573 0.0101 0.0015 1.0000
FVL3
(0.0024) (0.7901) (0.2242) (0.8299) (0.9743)
0.1767*** 0.0631 0.0297 0.5606*** 0.1569*** 0.0992** 1.0000
NFVL
(0.0002) (0.1804) (0.5284) (0.0000) (0.0008) (0.0349)
0.0345 0.1235*** 0.0357 0.1279*** 0.0951** -0.0025 0.0860* 1.0000
EPS
(0.4639) (0.0086) (0.4493) (0.0065) (0.0433) (0.9575) (0.0677)
0.2318*** 0.0709 0.1135** 0.3549*** 0.1657*** 0.0252 0.2646*** 0.3311*** 1.0000
Price
(0.0000) (0.1324) (0.0158) (0.0000) (0.0004) (0.5927) (0.0000) (0.0000)
BD -0.0845* -0.0680 -0.0706 -0.0040 -0.0006 0.0349 -0.0050 0.1134** 0.0250 1.0000
Score (0.0727) (0.1488) (0.1339) (0.9329) (0.9897) (0.4587) (0.9164) (0.0159) (0.5962)
AC -0.1375*** -0.1310*** -0.1065** -0.0108 0.0367 0.0264 -0.0347 0.0660 0.0114 0.2155 1.0000
Score (0.0034) (0.0053) (0.0235) (0.8187) (0.4365) (0.5759) (0.4623) (0.1613) (0.8091) (0.0000)
Fam 0.0767 0.0284 0.0387 0.0086 -0.0265 0.0513 0.0126 0.0888* 0.0670 0.0001 -0.0555 1.0000
Own (0.1033) (0.5471) (0.4120) (0.8556) (0.5745) (0.2763) (0.7897) (0.0592) (0.1551) (0.9982) (0.2390)
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%, ***signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share pada tiap level hierarki nilai
wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share; FVL12 dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVL: Non-Fair Value Liabilities per
share; EPS: Earnings per share; Price: Harga saham pada 30 April; BDScore : Indeks skor efektivitas dewan dimana total skor dibagi dengan skor maksimum; ACScore :
Indeks skor efektivitas komite audit dimana total skor dibagi dengan skor maksimum; FamOwn : Proporsi kepemilikan keluarga (1= proporsi kepemilikan tinggi, dan 0=
proporsi kepemilikan rendah).
Sumber : Data diolah

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
59

4.5 Analisis Hasil Pengujian Hipotesis


4.5.1 Pengujian Relevansi Nilai Wajar Aset Keuangan pada Tiap Level Input
Hierarki Nilai Wajar (Hipotesis 1)
Pengujian hipotesis 1 dilakukan untuk menganalisis relevansi informasi nilai wajar
aset dan liabilitas dengan melihat hubungan antara nilai wajar aset keuangan pada ketiga
level input hierarki nilai wajar dengan harga saham. Tabel 4.11 menyajikan hasil
pengujian hipotesis 1 sebagai berikut:

Tabel 4.11. Hasil Pengujian Hipotesis 1


Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i + β5NFVLi + β6FVL12i
+ β7FVL3i + β8EPSi + εit
Bagian A :
Ekspetasi
Variabel Koefisien t p-value
Tanda
FVA1 + 0.41918 0.93 0.702
FVA2 + 0.78902 2.40 0.017**
FVA3 + 0.94842 1.71 0.087*
NFVA + 0.52992 4.15 0.000***
FVL12 - -0.59132 -0.68 0.527
FVL3 - -0.73367 -2.35 0.034**
NFVL - -0.25283 -2.42 0.016**
EPS + 0.72164 3.71 0.000***
Konstanta 0.20589 5.56 0.000***
Country Effect Yes
Obs 904
R-squared 0.2485
Prob (F-statistic) 0.0000
Bagian B :
F-stat p-value
FVA2 = FVA3 7.65 0.058*
Keterangan: *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%,
***signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share
pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share;
FVL12 dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki
nilai wajar; NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per
share; Country Effect: varibel kontrol dummy-country fixed effect.
Sumber : Data diolah

Berdasarkan Tabel 4.11 Bagian A, hasil regresi model 1 antara variabel independen
dengan variabel dependen memperoleh nilai R-squared yaitu 0.2485 yang berarti bahwa
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 24.85%. Meskipun
nilai R-squared relatif kecil, namun model 1 secara simultan signifikan dengan nilai Prob
(F-statistic) sebesar 0.0000. Ini berarti bahwa seluruh variabel independen dalam model
signifikan secara simultan dalam mempengaruhi variabel dependen.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
60

Sesuai dengan tujuan pengujian hipotesis 1, maka besarnya relevansi nilai


ditunjukkan dari besaran koefisien masing-masing variabel independen. Pada tabel 4.11
dapat dilihat bahwa koefisien dari semua variabel sesuai dengan ekspektasi tanda. Dari
ketiga level input hierarki nilai wajar aset, yang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap harga saham adalah nilai wajar aset level 2 dan 3 (FVA2, dan FVA3). Sedangkan
nilai wajar aset level 1 (FVA1) positif namun tidak signifikan. Dengan demikian,
hipotesis H1 tidak terbukti. Hasil ini berbeda dengan temuan Siekkinen (2016) yang
menunjukkan bahwa setelah penerapan IFRS 13, ketiga level input nilai wajar aset
keuangan bernilai relevan dengan besaran relevansi nilai yang hampir sama.
Sejalan dengan nilai wajar aset keuangan, nilai wajar liabilitas keuangan level 1 dan
2 (FVL12) juga tidak signifikan mempengaruhi harga saham meskipun ekspektasi tanda
koefisien negatif sesuai teoritis. Hal ini dapat dijelaskan karena berdasarkan IFRS 13, aset
dan liabilitas level 1 merupakan observable inputs yang nilainya merupakan harga
kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif tanpa ada campur tangan maupun diskresi
manajemen. Investor maupun pengguna laporan keuangan dapat mengetahui dan
memperoleh informasi terkait nilai wajar aset keuangan level 1 di pasar aktif sehingga
kurang relevan dalam menilai aktivitas manajemen perusahan jika dibandingkan dengan
estimasi nilai wajar aset dan liabilitas pada level 2 dan 3 yang informasinya tidak tersedia
langsung di pasar aktif.
Dari ketiga level input nilai wajar aset dapat dilihat bahwa koefisien nilai wajar aset
level 3 (0.94842, α = 10%) lebih besar dibandingkan dengan koefisien nilai wajar aset
level 2 (0.78902, α = 5%). Untuk melakukan analisis lebih dalam terhadap perbedaan
relevansi nilai aset keuangan level 2 dan 3, maka dilakukan uji beda menggunakan Wald
Test. Hasil uji beda disajikan pada Tabel 4.11 bagian b yang menunjukkan bahwa
koefisien nilai wajar aset keuangan level 2 dan 3 secara signifikan (α = 10%) berbeda.
Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa melalui pembagian nilai wajar aset dalam tiga level
input hierarki nilai wajar menurut IFRS 13, relevansi nilai wajar aset level 3 bernilai lebih
relevan bagi investor dibandingkan dengan level 2 (indirectly observable inputs) dan
level 1 (observable inputs).
Hasil ini bertolak belakang dengan temuan penelitian-penelitian sebelumnya
(Kolev, 2009; Song et al., 2010; Hidayat, 2012; dan Goh, 2015) yang menunjukkan
bahwa relevansi nilai wajar aset dan liabilitas keuangan level 3 lebih rendah daripada

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
61

level 1 dan 2 pada perusahaan keuangan sebelum adopsi IFRS 13. Ini menunjukkan
bahwa dengan mengacu pada IFRS 13, relevansi nilai wajar aset level 3 dapat meningkat
(unobservable inputs) sejalan dengan tujuan dikeluarkannya IFRS 13. Sejalan dengan
nilai wajar aset, nilai wajar liabilitas level 3 (FVL3) berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap harga saham dengan besaran koefisien 0.73367 (pada α = 5%) lebih tinggi dari
nilai wajar liabilitas level 1 dan 2 (0.59132). Ini dapat diinterpretasikan bahwa relevansi
nilai wajar liabilitas level 3 juga bernilai lebih relevan bagi investor dibandingkan dengan
level 1 dan 2.
Tabel 4.11 juga menunjukkan bahwa koefisien earnings per share (EPS) dan non-
fair value aset (NFVA) lebih kecil dari koefisien ketiga level input nilai wajar aset yaitu
masing-masing 0.72164 dan 0.52992 (pada α = 1%). Nilai ini menunjukkan bahwa
relevansi nilai dari informasi nilai wajar aset lebih tinggi daripada informasi laba dan
book value aset. Selanjutnya, relevansi nilai untuk non-fair value liabilitas adalah sebesar
0.25283 yang berarti bahwa informasi nilai wajar liabilitas bernilai lebih relevan bagi
investor daripada informasi book value liabilitas.
4.5.2 Pengujian Perubahan Relevansi Nilai Wajar Aset Keuangan Sebelum dan
Setelah Penerapan IFRS 13 (Hipotesis 2)
Pengujian hipotesis 2 dilakukan untuk menganalisis perubahan relevansi informasi
nilai wajar aset dan liabilitas dengan melihat perubahan hubungan antara nilai wajar aset
dan liabilitas dengan harga saham sebelum dan setelah penerapan IFRS 13. Hasil
pengujian hipotesis 2 disajikan dalam Tabel 4.12. Berdasarkan Tabel 4.12, hasil regresi
model 2 dengan penambahan variabel interaksi dummy tahun (dy) memperoleh nilai R-
squared yaitu 0.2539 yang berarti bahwa variabel independen dapat menjelaskan variabel
dependen sebesar 25.39%. Secara simultan, model 2 signifikan dengan nilai Prob (F-
statistic) sebesar 0.0000. Ini berarti bahwa seluruh variabel independen dalam model
signifikan secara simultan dalam mempengaruhi variabel dependen.
Sesuai dengan tujuan pengujian hipotesis 2, maka hasil regresi model 2 pada Tabel
4.12 menunjukkan perubahan relevansi nilai untuk tahun sebelum dan setelah penerapan
IFRS 13. Pada tabel dapat dilihat bahwa koefisien nilai wajar aset level 1, baik sebelum
dan setelah adanya interaksi dengan variabel dummy tahun positif namun tidak
signifikan. Hal yang sama juga ditemukan pada koefisien nilai wajar liabilitas level 1
negatif namun tidak signifikan. Sedangkan untuk nilai wajar aset level 2 dan 3, hasil

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
62

menunjukkan bahwa koefisien keduanya bernilai positif dan signifikan serta mengalami
kenaikan dalam besaran koefisien. Dengan demikian, hipotesis H2 dapat diterima.
Namun, meskipun keduanya mengalami peningkatan relevansi nilai setelah adanya
interaksi variabel dummy tahun, namun perubahan koefisien nilai wajar aset level 3
(0.25099) lebih besar dari perubahan koefisien nilai wajar aset level 2 (0.13431). Hal ini
dibuktikan dengan uji beda yang dilakukan terhadap koefisien relevansi nilai aset
keduangan level 2 dan 3 menggunakan Wald Test. Hasil uji beda yang disajikan pada
Tabel 4.12 bagian b menunjukkan bahwa koefisien nilai wajar aset keuangan level 2 dan
3 untuk sebelum dan setelah adopsi IFRS 13 secara signifikan (α = 5%) berbeda.

Tabel 4.12.Hasil Pengujian Hipotesis 2


Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAit + β2NFVAit*YD + β3FVA1it + β4FVA1it*YD + β5FVA2it +
β6FVA2it*YD + β7FVA3it + β8FVA3it*YD + β9NFVLit + β10NFVLit*YD +
β11FVL12i t + β12FVL12it*YD + β13FVL3it + β14FVL3it*YD + β15EPSit + β
16EPSit * YD + β 17YD + εit
Bagian A
Variabel Ekspetasi
Koefisien t p-value
Tanda
FVA1 + 0.49660 0.97 0.852
FVA1*dy + 0.18401 0.26 0.793
FVA2 + 0.57865 2.80 0.000***
FVA2*dy + 0.71296 1.86 0.069*
FVA3 + 0.62355 2.82 0.000***
FVA3*dy + 0.87454 7.64 0.000***
NFVA + 0.46563 2.60 0.009***
NFVA*dy + 0.80379 3.37 0.000***
FVL12 - -0.62382 -0.50 0.437
FVL12*dy - -0.99326 -0.61 0.541
FVL3 - -0.44305 -2.66 0.000**
FVL3*dy - -0.67464 -5.54 0.000***
NFVL - -0.41411 -2.61 0.009***
NFVL*dy - -0.67428 -3.34 0.000***
EPS + 0.61182 2.18 0.045**
EPS*dy + 0.70766 1.89 0.084*
dy + 0.01734 3.62 0.000***
Konstanta 0.50098 2.50 0.023**
Country Effect Yes
Obs 904
R-squared 0.2539
Prob (F-statistic) 0.0000
Bagian B
F-stat p-value
FVA2 = FVA3 4.40 0.0362**
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%, *** signifikan pada
α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share pada tiap level hierarki nilai
wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share; FVL12 dan FVL3: Fair Value
Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVL: Non-Fair Value
Liabilities per share; EPS: Earnings per share; dy: Variabel Dummy-Year (1=2015,
0=2014); Country Effect: varibel kontrol dummy-country fixed effect.
Sumber : Data diolah.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
63

4.5.3 Pengujian Efek Moderasi dari Mekanisme Tata Kelola Perusahaan terhadap
Relevansi Nilai Wajar Aset (Hipotesis 3a sampai 3c)
4.5.3.1 Efektivitas Dewan (Hipotesis 3a)
Pengujian hipotesis 3a dilakukan untuk menganalisis peran efektivitas dewan
sebagai variabel moderasi dalam memperkuat relevansi nilai wajar aset setelah penerapan
IFRS 13. Pada Tabel 4.13 dapat dilihat hasil regresi model 3a dengan adanya variabel
moderasi efektivitas dewan (BDScore) memperoleh nilai R-squared yaitu 0.2678 yang
berarti bahwa variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 26.78%.
Secara simultan, model 3a signifikan dengan nilai Prob (F-statistic) sebesar 0.0000. Ini
berarti bahwa seluruh variabel independen dalam model signifikan secara simultan dalam
mempengaruhi variabel dependen.
Hasil pengujian hipotesis 3a disajikan dalam Tabel 4.13 yang menunjukkan bahwa
variabel interaksi efektivitas dewan dan nilai wajar aset keuangan level 1
(FVA1*BDScore) tidak signifikan terhadap Price yang berarti bahwa efektivitas dewan
tidak mempengaruhi relevansi nilai wajar aset level 1. Hal ini dapat dijelaskan karena aset
level 1 merupakan observable inputs yang nilainya merupakan harga kuotasian (tanpa
penyesuaian) di pasar aktif dan tidak memungkinkan adanya diskresi manajemen. Oleh
sebab itu, efektivitas dewan tidak berpengaruh terhadap relevansi nilai wajar aset level 1.
Hasil ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa
beberapa karakteristik dewan seperti independensi dewan, gender diversity, dan ukuran
dewan tidak mempengaruhi relevansi nilai wajar aset level 1 (Song, et al.,dan Siekkien,
2016).
Bertolak belakang dengan nilai wajar aset level 1, variabel interaksi efektivitas
dewan dan nilai wajar aset keuangan level 2 (FVA2*BDScore) dan level 3
(FVA3*BDScore) berpengaruh positif dan signifikan (masing-masing pada α = 5% dan
α = 1%) terhadap Price yang berarti bahwa efektivitas dewan memperkuat relevansi nilai
wajar aset level 2 dan 3. Ini dapat dijelaskan karena aset level 2 merupakan indirectly
observable inputsyang nilainya selain dari harga kuotasian yang termasuk dalam level 1
yang dapat diobservasi atas aset atau liabilitas, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sedangkan aset level 3 merupakan unobservable inputs yang nilainya tidak
dapat diobservasi sehingga entitas dapat mengembangkan input ini menggunakan
informasi terbaik yang tersedia dengan persyaratan pengungkapan tambahan. Kedua level
input ini baik level 2 dan level 3 memungkinkan adanya diskresi manajemen dalam

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
64

mengestimasi nilai wajar. Oleh sebab itu, semakin efektif dewan maka dapat menurunkan
kemungkinan manajemen untuk bertindak oportunis sehingga akan memperkuat relevansi
nilai wajar aset level 2 dan 3.

Tabel 4.13. Hasil Pengujian Hipotesis 3a


Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i+ β5BDScorei +
β6FVA1i*BDScorei + β7FVA2i*BDScorei + β8FVA3i*BDScorei +
β9NFVLi + β10FVL12i + β11FVL3i + β 12EPSi + εit
Ekspetasi
Variabel Koefisien t p-value
Tanda
Fva1 + 0.47873 0.17 0.470
Fva2 + 0.58937 6.22 0.006***
Fva3 + 0.32158 2.61 0.000***
Fva1*BDScore + 0.45210 0.11 0.789
Fva2*BDScore + 0.65259 2.38 0.044**
Fva3*BDScore + 0.76247 3.66 0.001***
Nfva + 0.67625 3.91 0.000***
Fvl12 - -0.66430 -0.63 0.315
Fvl3 - -0.51036 -1.83 0.070*
Nfvl - -0.44900 -3.42 0.000***
Eps + 0.90542 3.49 0.000***
BDScore + 0.09625 3.14 0.000***
Konstanta 0.21472 1.98 0.068*
Country Effect Yes
Observasi 452
R-squared 0.2678
Prob (F-statistic) 0.0000
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%,
***signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Assetper share
pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Assetper share;
FVL12 dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai
wajar; NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share;
BDScore : Indeks Skor Efektivitas Dewan (total skor dibagi dengan skor
maksimum); Country Effect: varibel kontrol dummy-country fixed effect.
Sumber : Data diolah

Koefisien variabel interaksi FVA3*BDScore yang lebih tinggi (0.76247, α = 1%)


dari koefisien variabel interaksi FVA2*BDScore (0.65259, α = 5%). Ini berarti bahwa
efektivitas dewan lebih memperkuat relevansi nilai wajar aset level 3 dibandingkan
dengan relevansi nilai wajar aset level 2. Investor akan bersedia membayar lebih tinggi
untuk aset level 3 perusahaan yang memiliki dewan yang lebih efektif. Semakin efektif
dewan suatu entitas, maka monitoring terhadap aktivitas manajemen juga akan semakin
lebih baik terutama dalam mengestimasi nilai wajar aset unobservable inputs sehingga

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
65

memperkuat relevansi nilai wajar aset level 3. Dengan demikian, hipotesis H3a dapat
diterima.
4.5.3.2 Efektivitas Komite Audit (Hipotesis 3b)
Pengujian hipotesis 3b dilakukan untuk menganalisis peran efektivitas komite audit
sebagai variabel moderasi dalam memperkuat relevansi nilai wajar aset setelah penerapan
IFRS 13. Tabel 4.14 menyajikan hasil pengujian hipotesis 3b yang menunjukkan bahwa
hasil regresi model 3b dengan adanya variabel moderasi efektivitas komite audit
(ACScore) memperoleh nilai R-squared yaitu 0.2690 yang berarti bahwa variabel
independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 26.90%. Secara simultan,
model 3b signifikan dengan nilai Prob (F-statistic) sebesar 0.0000. Ini berarti bahwa
seluruh variabel independen dalam model signifikan secara simultan dalam
mempengaruhi variabel dependen.
Pada Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa variabel interaksi efektivitas komite audit dan
nilai wajar aset keuangan level 1 (FVA1*ACScore) tidak signifikan terhadap Price. Ini
berarti bahwa efektivitas komite audit tidak mempengaruhi relevansi nilai wajar aset level
1. Sejalan dengan efektivitas dewan, komite audit yang bertanggungjawab dalam
membantu kinerja dewan tidak memungkinkan untuk mempengaruhi observable inputs
yang merupakan harga kuotasian di pasar aktif.
Berbeda dengan nilai wajar aset level 1, variabel interaksi efektivitas komite audit
dan nilai wajar aset keuangan level 2 (FVA2*ACScore) dan level 3 (FVA3*ACScore)
berpengaruh positif dan signifikan (pada α = 1%) terhadap Price. Ini berarti bahwa
efektivitas komite audit memperkuat relevansi nilai wajar aset level 2 dan 3. Koefisien
variabel interaksi FVA3*ACScore bernilai positif dan signifikan (0.87915, α = 1%)
begitu juga dengan koefisien variabel interaksi FVA2*ACScore yang bernilai positif dan
signifikan (0.73763, α = 1%). Oleh sebab itu, hipotesis H3b dapat diterima.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
66

Tabel 4.14.Hasil Pengujian Hipotesis 3b


Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i+ β5ACScorei +
β6FVA1i*ACScorei + β7FVA2i*ACScorei + β8FVA3i*ACScorei +
β9NFVLi + β10FVL12i + β11FVL3i + β 12EPSi + εit
Ekspektasi
Variabel Koefisien t p-value
tanda
Fva1 + 0.66220 0.90 0.252
Fva2 + 0.44720 2.16 0.019**
Fva3 + 0.50584 2.62 0.008***
Fva1*ACScore + 0.78361 0.54 0.606
Fva2*ACScore + 0.73763 4.22 0.000***
Fva3*ACScore + 0.87915 1.80 0.020***
Nfva + 0.67580 3.93 0.000***
Fvl12 - -0.62694 -0.58 0.134
Fvl3 - -0.77989 -2.86 0.010***
Nfvl - -0.84921 -6.43 0.000***
Eps + 0.95481 3.70 0.000***
ACScore + 0.49654 2.06 0.040**
Konstanta 0.10115 5.36 0.000***
Country Effet Yes
Observasi 452
R-squared 0.2690
Prob (F-statistic) 0.0000
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%, ***signifikan
pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share pada tiap level
hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share; FVL12 dan FVL3:
Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVL: Non-
Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share; ACScore : Indeks
Skor Efektivitas Komite Audit (perolehan skor dibagi dengan skor maksimum);
Country Effect: varibel kontrol dummy-country fixed effect.
Sumber : Data diolah

Hasil ini bertolak belakang dengan temuan Song et al. (2010) dan Siekkinan (2016)
yang menunjukkan bahwa komite audit melalui proksi aktivitas komite audit tidak
berpengaruh terhadap relevansi nilai wajar. Hal ini dapat dijelaskan karena dalam
penelitian ini menggunakan proksi yang lebih luas dari komite audit yaitu penilaian
efektivitas komite audit yang meliputi tidak hanya aktivitas komite audit namun juga
sekaligus ukuran dan kompetensi komite audit. Proksi yang lebih luas tampaknya
menunjukkan hasil yang berbeda yaitu komite audit mempengaruhi relevansi nilai wajar
aset level 2 dan 3.
Hasil ini juga memperkuat temuan penelitian-penelitian lainnya yang menunjukkan
bahwa komite audit dalam proksi yang berbeda dapat meningkatkan pemantauan terhadap
manajemen yang dapat menurunkan kualitas informasi akuntansi maupun terjadinya
misstatement (Xie et al., 2003 dan Cornett et al., 2009). Dalam konteks penelitian ini,

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
67

semakin efektif komite audit dalam memantau aktivitas manajemen berkaitan dengan
pelaporan keuangan terutama dalam melakukan estimasi nilai wajar, maka akan
memperkuat relevansi nilai wajar aset khususnya aset level 2 dan 3 yang memungkinkan
adanya diskresi manajemen untuk tujuan manajemen laba melalui estimasi nilai wajar.
4.5.3.3 Kepemilikan Keluarga (Hipotesis 3c)
Pengujian hipotesis 3c dilakukan untuk menganalisis peran efektivitas dewan
sebagai variabel moderasi dalam memperkuat relevansi nilai wajar aset setelah penerapan
IFRS 13. Tabel 4.15 menyajikan hasil pengujian hipotesis 3c yang menunjukkan bahwa
hasil regresi model 3c dengan adanya variabel moderasi kepemilikan keluarga (FamOwn)
memperoleh nilai R-squared yaitu 0.2833 yang berarti bahwa variabel independen dapat
menjelaskan variabel dependen sebesar 28.33%. Secara simultan, model 3c signifikan
dengan nilai Prob (F-statistic) sebesar 0.0000. Ini berarti bahwa seluruh variabel
independen dalam model signifikan secara simultan dalam mempengaruhi variabel
dependen.
Pada Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa variabel interaksi kepemilikan keluarga dan
nilai wajar aset keuangan level 1 (FVA1*FamOwn) tidak berpengaruh signifikan
terhadap Price yang berarti bahwa kepemilikan keluarga tidak mempengaruhi relevansi
nilai wajar aset level 1. Hasil ini dapat dijelaskan dengan perlakuan yang sama dengan
hasil sebelumnya pada pengujian efektivitas dewan dan efektivitas komite audit. Nilai
wajar aset level 1 yang merupakan observable inputs tidak memungkinkan untuk
dipengaruhi meskipun struktur kepemilikan perusahaan terkonsentrasi pada kepemilikan
keluarga.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
68

Tabel 4.15. Hasil Pengujian Hipotesis 3c


Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i+ β5FamOwni +
β6FVA1i*FamOwni + β7FVA2i*FamOwni + β8FVA3i*FamOwni +
β9NFVLi + β10FVL12i + β11FVL3i + β 12EPSi + εit
Variabel Ekspektasi
Koefisien t p-value
Tanda
Fva1 + 0.59003 0.56 0.852
Fva2 + 0.40324 3.81 0.000***
Fva3 + 0.66376 2.54 0.041**
Fva1*FamOwn + 0.38907 1.16 0.245
Fva2*FamOwn + 0.63440 1.71 0.067*
Fva3*FamOwn + 0.83231 2.80 0.000***
Nfva + 0.66765 3.83 0.000***
Fvl12 - -0.77158 -0.73 0.796
Fvl3 - -0.81294 -2.59 0.005***
Nfvl - -0.54200 -4.12 0.000***
Eps + 0.90357 3.37 0.000***
FamOwn + 0.10993 1.74 0.083*
Konstanta 0.30712 4.94 0.000***
Country Effect Yes
Observasi 452
R-squared 0.2833
Prob (F-statistic) 0.0000
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%, ***signifikan
pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share pada tiap level
hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share; FVL12 dan FVL3:
Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVL: Non-
Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share; FamOwn :
DummyVariable Kepemilikan Keluarga (1= kepemilikan tinggi lebih besar dari
50%, 0= kepemilikan rendah kurang dari 50%); Country Effect: varibel kontrol
dummy-country fixed effect.
Sumber : Data diolah

Sejalan dengan temuan pada pengujian efektivitas dewan dan efektivitas komite
audit, hasil pengujian hipotesis 3c juga menunjukkan bahwa variabel interaksi
kepemilikan keluarga dan nilai wajar aset keuangan level 2 (FVA2*FamOwn) dan level
3 (FVA3*FamOwn) berpengaruh positif dan signifikan (masing-masing pada α = 10%
dan α = 1%) terhadap Price. Koefisien variabel interaksi FVA2* FamOwn bernilai positif
dan signifikan (0.63440, α = 10%) begitu juga dengan koefisien variabel interaksi FVA3*
FamOwn bernilai positif dan signifikan (0.83231, α = 1%). Ini berarti bahwa struktur
kepemilikan yang terkonsentrasi pada kepemilikan keluarga memperkuat relevansi nilai
wajar aset level 2 dan 3. Investor meyakini bahwa kepemilikan keluarga mendorong
pemantauan manajemen yang lebih baik karena sifat endogeneously determined yang ada
pada entitas dengan struktur kepemilikan yang terkonsentrasi akan lebih

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
69

mempertimbangkan manfaat privat untuk melindungi kekayaan keluarganya (Demsetz


dan Lehn, 1985; Holderness, 2003).
Kecenderungan entitas di negara ASEAN yang terkonsentrasi pada kepemilikan
keluarga berfokus pada kinerja berbasis akuntansi dan kesehatan keuangan (Wang dan
Shailer, 2017). Oleh sebab itu, jika dikaitkan dalam konteks penelitian ini, keluarga
sebagai pemegang saham yang terkonsentrasi akan berupaya mempertahankan kualitas
informasi akuntansi yaitu estimasi nilai wajar dengan melakukan monitoring yang lebih
baik sehingga dapat meningkatkan relevansi estimasi nilai wajar aset dan akan
menghasilkan investor’s pricing yang lebih tinggi atas aset keuangan yang dimiliki.
Dengan demikian, hipotesis H3c dapat diterima.

4.6 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis


Tabel 4.16 menyajikan rangkuman hasil pengujian hipotesis yang ditujukan untuk
pengambilan kesimpulan penelitian secara keseluruhan. Hipotesis H1 yang menyatakan
bahwa nilai wajar aset keuangan pada ketiga level input hierarki nilai wajar bernilai
relevan tidak dapat didukung oleh hasil penelitian. Nilai wajar aset keuangan yang
berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham hanya aset keuangan level 2 dan
3.
Hipotesis H2 yang menyatakan bahwa relevansi nilai wajar aset keuangan level 3
mengalami peningkatan setelah penerapan IFRS 13 dapat diterima. Hasil penelitian
dengan memasukkan variabel interaksi dummy-year menunjukkan koefisien nilai wajar
aset keuangan level 3 setelah penerapan IFRS 13 lebih besar daripada koefisien sebelum
penerapan IFRS 13.

Tabel 4.16. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis


Hipotesis Variabel Dependen Variabel Moderasi Ekspektasi Hasil
Variabel Independen : Nilai Wajar Aset Keuangan Level 1,2, dan 3
Tidak
H1 Harga Saham + Signifikan (+)
Variabel Independen : Nilai Wajar Aset Keuangan Level 3
H2 Harga Saham Dummy-year + Diterima (+)
Variabel Independen : Nilai Wajar Aset Keuangan Level 3
H3a Harga Saham Efektivitas Dewan + Diterima (+)
H3b Harga Saham Efektivitas Komite Audit + Diterima (+)
H3c Harga Saham Kepemilikan Keluarga + Diterima (+)
Sumber : Data diolah

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
70

Hipotesis H3a, H3b, dan H3c yang masing-masing menyatakan bahwa efektivitas
dewan, efektivitas komite audit, dan kepemilikan keluarga memperkuat relevansi nilai
wajar aset keuangan level 3 dapat diterima. Hasil menunjukkan bahwa adanya variabel
moderasi dalam model penelitian menyebabkan kenaikan dalam koefisien nilai wajar aset
keuangan level 3 setelah penerapan IFRS 13. Ketiga variabel moderasi berpengaruh
positif terhadap relevansi nilai wajar aset keuangan level 3.

4.7 Analisis Sensitivitas


Analisis sensitivitas dilakukan untuk menganalisis robustness hasil penelitian
dengan melakukan perubahan terhadap model penelitian. Uji sensitivitas telah melewati
tahapan uji asumsi klasik terlebih dahulu sehingga tidak terdapat masalah
heterokedastisitas dan multikolinearitas. Pengujian dan analisis hasil sensitivitas dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Melakukan regresi dengan menambahkan ukuran perusahaan (size) sebagai variabel
interaksi pada model (1) penelitian untuk melihat pengaruh ukuran perusahaan
terhadap relevansi nilai wajar aset pada ketiga level input hierarki nilai wajar (Song et
al., 2010; Siekkinen, 2016). Hasil regresi dapat dilihat pada lampiran 5. Berdasarkan
hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa variabel interaksi ukuran perusahaan terhadap
nilai wajar aset keuangan level 1 (FVA1*SIZE) memiliki koefisien positif namun tidak
signifikan. Sedangkan variabel interaksi ukuran perusahaan terhadap nilai wajar aset
keuangan level 2 (FVA2*SIZE) berpengaruh positif dan signifikan (pada α = 5%)
begitu juga dengan variabel interaksi ukuran perusahaan terhadap nilai wajar aset
keuangan level 3 (FVA3*SIZE) berpengaruh positif dan signifikan (pada α = 1%).
Hasil ini konsisten dengan hasil pengujian hipotesis 1. Nilai wajar aset level 1 tidak
bernilai relevan, sedangkan nilai wajar aset level 2 dan 3 bernilai relevan. Ini
menunjukkan bahwa besar kecil ukuran perusahaan tidak mempengaruhi hasil
pengujian hipotesis 1.
2. Melakukan regresi dengan memasukkan ukuran perusahaan (size) sebagai variabel
kontrol pada semua model penelitian (hipotesis 1,2, dan 3a-3c). Berdasarkan hasil
yang disajikan pada lampiran 6 dapat dilihat bahwa :
- Pada model 1 R-squared meningkat menjadi 29.82%. Hasil konsisten dengan hasil
pengujian hipotesis 1 dengan mengontrol kemungkinan pengaruh besar kecilnya

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
71

perusahaan, koefisien nilai wajar aset level 1 (FVA1) positif dan tetap tidak
signifikan. Sedangkan nilai wajar aset level 2 dan 3 juga masih berpengaruh positif
dan signifikan (pada α = 1%) dengan besaran koefisien masing-masing 0.80351 dan
0.81170. Ini menunjukkan bahwa relevansi nilai wajar aset level 3 lebih tinggi dari
nilai wajar aset level 2. Begitu juga dengan koefisien nilai wajar liabilitas level 1
dan 2 negatif dan tidak signifikan, sedangkan nilai wajar liabilitas level 3 negatif
dan signifikan (pada α = 1%) yang konsisten dengan hasil pengujian hipotesis 1.
- Pada model 2, ukuran perusahaan juga meningkatkan R-squared menjadi 30.17%.
Hasil masih konsisten dengan hasil pengujian hipotesis 2 yang menunjukkan bahwa
dengan mempertimbangkan ukuran besar dan kecil perusahaan perubahan relevansi
nilai sebelum dan setelah penerapan IFRS 13 untuk nilai wajar aset level 3
(0.13945, α = 1%) masih lebih tinggi dari perubahan relevansi nilai wajar aset level
2 (0.0888, α = 5%). Sedangkan nilai wajar aset level 1 konsisten tidak signifikan.
Sejalan dengan nilai wajar aset, nilai wajar liabilitas level 3 juga mengalami
peningkatan relevansi nilai setelah penerapan IFRS 13 (α = 1%), sedangkan nilai
wajar liabilitas level 1 dan 2 tidak signifikan.
- Pada model 3, hasil juga konsisten baik terhadap pengujian hipotesis 3a, 3b,
maupun 3c. Mekanisme tata kelola perusahaan dalam proksi efektivitas dewan,
efektivitas komite audit, dan kepemilikan keluarga, ketiganya tidak mempengaruhi
relevansi nilai wajar aset level 1 yang merupakan observable inputs. Ini
menunjukkan bahwa baik dengan adanya perbedaan ukuran perusahaan, informasi
nilai aset keuangan level 1 kurang relevan bagi investor karena investor dapat
memperoleh informasi langsung di pasar aktif. Selain itu, efektivitas dewan dan
efektivitas komite audit juga secara konsisten positif dan signifikan (pada α = 1%)
lebih memperkuat relevansi nilai wajar aset level 3. Hasil yang sama juga
ditunjukkan pada variabel kepemilikan keluarga. Kepemilikan keluarga
berpengaruh positif terhadap nilai wajar aset level 2 dan 3. Tampaknya investor
meyakini bahwa semakin besar suatu perusahaan dengan dewan dan komite audit
yang efektif serta dominasi kepemilikan keluarga akan mempertahankan kualitas
informasi akuntansi sehingga akan lebih menghindari perilaku oportunis yang dapat
menurunkan relevansi estimasi nilai wajar khususnya aset level 3 demi
keberlangsungan dan kekayaan keluarga.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
72

3. Melakukan regresi dengan melakukan perubahan pada variabel dependen yaitu dengan
mengubah price close untuk harga saham yaitu pada 31 Desember (sebelum laporan
keuangan dikeluarkan). Berdasarkan hasil yang disajikan pada lampiran 7 dapat dilihat
bahwa hasil uji sensitivitas konsisten dengan hasil pengujian hipotesis untuk tanggal
sebelum laporan keuangan dikeluarkan. Ini menunjukkan bahwa informasi mengenai
nilai wajar aset keuangan telah terserap bahkan sebelum laporan keuangan
dikeluarkan. Hal ini dapat dijelaskan karena IFRS 13 telah diperkenalkan terlebih
dahulu kepada publik dan entitas serta mengizinkan penerapan lebih awal sebelum
IFRS 13 diberlakukan secara efektif di masing-masing negara sampel. Oleh sebab itu,
informasi akan nilai wajar aset dan liabilitas menurut IFRS 13 telah terserap dan
tercermin pada harga saham bahkan sebelum laporan keuangan dikeluarkan. Hasil
konsisten untuk masing-masing model pengujian hipotesis dimana nilai wajar aset
level 1 tidak signifikan pada semua model sedangkan nilai wajar aset level 2 dan 3
berpengaruh positif dan signifikan.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak penerapan IFRS 13 terhadap
relevansi nilai wajar aset keuangan serta peranan mekanisme tata kelola perusahaan
dalam keberhasilan penerapan IFRS 13. Dengan menggunakan sampel negara-negara
ASEAN dan tahun pengamatan sebelum dan setelah diberlakukannya IFRS 13, hasil
penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil pengujian relevansi nilai wajar aset keuangan pada tiap level input hierarki nilai
wajar menunjukkan bahwa hanya nilai wajar aset keuangan level 2 dan level 3 yang
bernilai relevan dan mempengaruhi harga saham sedangkan nilai wajar aset level 1
tidak signifikan bernilai relevan. Artinya, investor menilai bahwa pengungkapan aset
keuangan level 1 dalam laporan keuangan menjadi kurang relevan lagi bagi investor
dalam pengambilan keputusan karena investor dapat mengetahui dan memperoleh
nilai aset keuangan level 1 secara langsung di pasar aktif.
2. Hasil pengujian mengenai perubahan relevansi nilai wajar aset dan liabilitas pada tiap
level input hierarki nilai wajar menunjukkan bahwa nilai wajar aset level 2 dan 3
mengalami peningkatan relevansi nilai setelah penerapan IFRS 13. Ini berarti bahwa
IFRS 13 telah berhasil mengaburkan bias informasi estimasi nilai wajar terutama pada
nilai wajar aset level 3 yang membutuhkan judgement dan subjektivitas lebih dari
manajemen melalui persyaratan pengungkapan tambahan atas nilai wajar aset level 3.
3. Hasil pengujian mengenai efek moderasi mekanisme tata kelola perusahaan dibagi
menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut :
- Efektivitas dewan memiliki peranan dalam memperkuat relevansi nilai wajar aset
level 2 dan 3. Semakin efektif dewan suatu perusahaan maka monitoring terhadap
aktivitas manajemen juga akan semakin baik. Hasil ini konsisten dengan penelitian
Song et al. (2010) dan Siekkinen (2016) yang menemukan bahwa mekanisme tata
kelola perusahaan yang baik dengan menggunakan proksi independensi dewan dan
ukuran dewan akan meningkatkan relevansi nilai wajar aset dan liabilitas.
- Hasil pengujian terhadap efek moderasi efektivitas komite audit juga menunjukkan
bahwa efektivitas komite audit berperan dalam memperkuat relevansi nilai wajar aset
level 2 dan 3. Artinya, semakin efektif komite audit maka monitoring terhadap

73
Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
74

aktivitas manajemen khususnya dalam pelaporan keuangan juga akan semakin baik
dan mencegah terjadinya diskresi manajemen yang dapat menurunkan relevansi
estimasi nilai wajar.
- Hasil pengujian terhadap efek moderasi kepemillikan keluarga menunjukkan bahwa
kepemilikan keluarga memperkuat relevansi nilai wajar aset level 2 dan 3. Ini
menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga memberikan efek keselarasan
(alignment) dengan mendorong monitoring manajemen yang lebih baik sehingga
meningkatkan relevansi nilai estimasi aset keuangan khususnya pada level 3.
Hasil uji sensitivitas konsisten atau robust baik terhadap perubahan tanggal
pengukuran harga saham (31 Desember) maupun penambahan variabel kontrol ukuran
perusahaan.

5.1 Implikasi Hasil Penelitian


Implikasi dan kontribusi atas penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Sejauh telaah literatur yang dilakukan, penelitian mengenai relevansi nilai wajar dalam
konteks IFRS 13 di Indonesia belum pernah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perkembangan suatu standar maupun adopsi dan penerapan suatu standar
memberikan manfaat (Barth et al., 2006). Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil
penelitian ini adalah bahwa IFRS 13 dapat meningkatkan relevansi atas informasi
akuntansi khususnya relevansi nilai atas nilai wajar. Hasil ini juga menunjukkan bahwa
tata kelola perusahaan dapat mempengaruhi keberhasilan penerapan suatu standar.
Dengan demikian, hasil ini dapat menambah literatur penelitian mengenai relevansi
informasi akuntansi dan kaitannya dengan corporate governance.
2. Bagi Dewan Penyusun Standar
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan IFRS 13 telah mengurangi bias
dalam penilaian estimasi nilai wajar. Hasil ini sejalan dengan tujuan IASB dan
mengeluarkan IFRS 13 untuk memberikan kerangka pengukuran nilai wajar yang baku
bagi entitas dan meningkatkan relevansi nilai wajar terutama pada aset yang
membutuhkan subjektivitas lebih besar. Dengan demikian, penelitian ini memberikan
implikasi bahwa tujuan IASB telah tercapai pada lingkup negara ASEAN. Selain itu,
hasil ini juga berimplikasi terhadap dewan penyusun standar di masing-masing negara

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
75

bahwa adopsi IFRS 13 sebagai bagian upaya untuk memperbaiki kualitas informasi
laporan keuangan telah tercapai.
3. Bagi Perusahaan dan Investor
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa IFRS 13 memberikan manfaat sebagai
kerangka pengukuran nilai wajar yang baku dan meningkatkan kualitas informasi
akuntansi. Oleh sebab itu, hasil penelitian dapat memberikan insight bagi pihak
manajemen perusahaan untuk lebih concern dan berhati-hati dalam melakukan
pengukuran dan pengungkapan nilai wajar aset dan liabilitas karena dapat
mempengaruhi keputusan investor. Sedangkan bagi investor hasil penelitian ini dapat
menunjukkan bahwa suatu standar memiliki peranan terhadap kualitas informasi
akuntansi khususnya atas nilai aset dan liabilitas. Investor perlu mempertimbangkan
standar akuntansi yang digunakan dalam mengestimasi nilai wajar dan memperhatikan
faktor tata kelola perusahaan serta struktur kepemilikan perusahaan sebelum
memberikan keputusan investasi.

5.2 Keterbatasan dan Saran Penelitian


Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan kelemahan sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya menganalisis nilai wajar aset keuangan sehingga hasil
penelitian tidak bisa digeneralisasi untuk seluruh nilai aset.
2. Periode pengamatan dalam penelitian ini terbatas hanya untuk dua tahun yaitu tahun
sebelum dan setelah penerapan IFRS 13 di masing-masing negara sampel.
3. Penelitian ini menggunakan price close harga saham 30 April dengan asumsi bahwa
tanggal rilis laporan keuangan di keempat negara adalah sama yaitu empat bulan
dari akhir tahun kalender (31 Desember).
4. Penelitian ini hanya menggunakan variabel ukuran perusahaan sebagai variabel
kontrol untuk perusahaan dan dummy negara sebagai variabel kontrol untuk negara
namun tidak menggunakan faktor-faktor spesifik negara.
5. Lingkup sampel penelitian yang meliputi negara ASEAN tidak menjamin bahwa
hasil penelitian dapat digeneralisasi dengan negara-negara lainnya.
6. Penelitian ini hanya menganalisis tiga aspek dari mekanisme tata kelola perusahaan
yaitu dewan, komite audit, dan konsentrasi kepemilikan keluarga.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
76

Berdasarkan keterbatasan penelitian maka berikut ini beberapa saran penelitian


yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya yaitu :
1. Penelitian selanjutnya dapat menganalisis aset non-keuangan untuk memperluas
tingkat relevansi nilai wajar.
2. Penelitian selanjutnya dapat memperpanjang periode pengamatan sehingga dapat
menambah jumlah sampel penelitian.
3. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan penetapan price close harga
saham berdasarkan perbedaan tanggal rilis laporan keuangan di masing-masing
negara.
4. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel kontrol perusahaan lainnya
seperti tingkat leverage, sektor industri, atau kualitas auditor eksternal. Selain itu,
penelitian selanjutnya dapat memasukkan faktor-faktor spesifik negara sehingga
dapat mengontrol hasil penelitian dengan lebih baik seperti tingkat pertumbuhan
GDP negara dan spesifikasi negara maju dan berkembang.
5. Penelitian selanjutnya dapat memperluas negara sampel seperti negara Asia
sehingga hasil penelitian menjadi lebih luas tidak terbatas pada suatu kawasan
wilayah tertentu.
6. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan proksi pengukuran tata kelola
perusahaan lainnya seperti indeks world governance dan struktur kepemilikan
lainnya baik kepemilikan institusional, asing, maupun publik.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
77

DAFTAR REFERENSI

Abbott, L., Parker, S., dan Peters, G. (2004). Audit cCommittee Characteristics and
Restatements. Auditing: A Journal of Practice and Theory , 26 (1), 69–87.
Abody, D., Barth, M., dan Kaznik, R. (2006). Do Firms Understate Stock Option-Based
Compensations Expenses Disclosed under FAS 123? Review of Accounting Studies
, 11 (4), 429–461.
Adams, B., dan Ferreira, D. (2007). A Theory of Friendly Boards. Journal of Finance ,
62 (1), 217-250.
Agoglia, C., Doupnik, T., dan Tsakumis, G. (2011). Principle-Based versus Rules-Based
Accounting Standards: The Influence of Standard Precision and Audit Committee
Strength on Financial Reporting Decisions. The Accounting Review , 86 (3), 747–
767.
Agrawal, A., dan Knoeber, C. (1996). Firm Performance and Mechanisms to Control
Agency Problem Between Managers and Shareholder. Journal of Financing and
Quantitative Analysis , 31 (3), 377-397.
Agrawal, A., dan Mendelker, G. (1990). Large Shareholders and The Monitoring of
Managers: The Case of Antitakeover Charter Amendments. Journal of Financial
and Quantitative Analysis , 25 (2), 143-161.
Ahmad, R., dan Othman, Y. (2002). Analisis Investasi dan Teori Portfolio. Jakarta: Murai
Kencana.
Ali, A., Chen, T. Y., dan Radhakrishnan, S. (2007). Corporate disclosures by family
firms. Journal of Accounting and Economics , 44 (2dan3), 238–286.
Anderson, C., Ronald, M., Sattar, A., dan Reeb, M. (2004). Board Characteristics,
Accounting Report Integrity, and the Cost of Debt. Journal of Accounting and
Economics , 37 (4), 315-342.
Anderson, R. C., dan Reeb, D. M. (2003). Founding-Family Ownership and Firm
Performance: Evidence from the SdanP 500. Journal of Finance , 58 (3), 1301–
1327.
Aras, dan Crowther. (2008). Corporate Social Responsibility. Ventus Publishing APS.
Arifin, Z. (2003). Agency Problem Control Mechanism in the Corporate Controlled
Concentrated Ownership Structured Families : Evidence from Indonesia Listed
Firms. Dissertation Faculty of Economic , University of Indonesia.
Ball, R., dan Brown, P. (1968). An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers.
Journal of Accounting Research .
Barth, M., dan Clinch, G. (1998). Revalued Financial, Tangible, and Intangible Assets:
Associations with Share Prices and Non-Market-Based Value Estimates. Journal of
Accounting Research , 36, 199-233.
Barth, M., Beaver, W., dan Landsman, W. (2001). The relevance of the value relevance
literature for financial accounting standard setting: Another view. Journal of
Accounting and Economics , 31 (1-3), 77-104.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
78

Baxter, P., dan Cotter, J. (2009). Audit Committee and Earnings Quality. Accounting and
Finance , 49 (2), 267-290.
Beasley, M. (1996). An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director
Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting Review , 71 (4), 443-
465.
Beaver, S. (1968). Value Relevance of Annual Earnings Announcements. Journal of
Accounting Research , 67-76.
Beaver, W., McAnally, M., dan Stinson, C. (1997). The Information Content of Earnings
and Prices: A Simultaneous Equations Approach. Journal of Accounting and
Economics , 23, 53-81.
Bebchuk, L., Cohen, A., dan Ferrell, A. (2009). What Matters in Corporate Governance?
Review Financial Studies , 22 (2), 783-827.
Benston, G. (2008). The Shortcomings of Fair Value Accounting Described in SFAS 157.
Journal of Accounting and Public Policy , 27 (2), 101-114.
Bhagat, S., dan Bolton, B. (2008). Corporate Governance and Firm Performance. Journal
of Corporate Finance , 14, 257-273.
Bowen, R., Rajgopal, S., dan Venkatachalam, M. (2008). Accounting discretion,
corporate governance, and firm performance. Contemporary Accounting Research
, 25 (2), 351-405.
Brown, L., dan Caylor, M. (2006). Corporate Governance and Firm Valuation. Journal
of Accounting and Public Poilicy , 25, 409-434.
Burgstahler, D., dan Dichev, I. (1997). Earnings Management to Avoid Earnings Buyout
Offers. Journal of Accounting and Economic , 18.
Burkart, M., Panunzi, F., dan Shleifer, A. (2003). Family Firms. Journal of Finance , 58,
2167–2201.
Carcello, J., Hermanson, D., Neal, T., dan Riley, R. (2002). Board Characteristics and
Audit Fees. Contemporary Accounting Research , 19 (3), 365-384.
Chaganti, R., Mahajan, V., dan Sharma, S. (1985). Corporate Board, Composition and
Corporate Failures in the Retailing Industry. Journal of Management Studies , 22
(4), 400-417.
Chen, G., Firth, M., Gao, D., dan Rui, O. (2006). Ownership Structure, Corporate
Governance and Fraud: Evidence from China. Journal of Corporate Finance , 12,
424-448.
Chen, J., dan Dhiensiri, N. (2009). Determinants of Dividend Policy: The Evidence from
New Zealand. International Research Journal of Finance and Economics (34), 18-
28.
Chen, S., Chen, X., dan Cheng, Q. (2008). Do Family Firms Provide More or Less
Voluntary Disclosure? Journal of Accounting Research , 46 (3), 499–536.
Cheng, S., Evans, J., dan Nagarajan, N. (2008). Board Size and Firm Performance: The
Moderating Effects of The Market for Corporate Control. Review of Quantitative
Finance and Accounting , 31 (2), 121-145.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
79

Chong, G., Huang, H., dan Zhang, Y. (2012). Do US Commercial Banks Use FAS 157 to
Manage Earnings? International Journal of Accounting and Information
Management , 20 (1), 78–93.
Chu, W. (2011). Family Ownership and Firm Performance: Influence of Family
Management, Family Control, and Firm Size. Asia Pacific Journal Management ,
833–851, 28.
Chung, S., Lobo, G., dan Young, K. (2012). Assesing The Valuation and Risk
Implications of Fair Value Accounting for Liabilities: Evidence from FAS 159
Reported Gains and Losses. Singapore: Singapore Management University.
Claessens, S., Djankov, S., dan Lang, L. (2000). Disentangling the incentive and
entrenchment effects of large shareholdings. Journal of Finance , 57 , 2741–2771.
Cornett, M., Mcnutt, J., dan Tehranian, H. (2009). Corporate Governance and Earnings
Management at Large U.S Bank Holding Companies. Journal of Corporate
Governance , 15 (4), 412-430.
Courtenay, S., dan Cahan, S. (2004). The Impact of Debt on Market Reactions to the
Revaluation of Noncurrent Assets. Pacific-Basin Finance Journal , 12, 219-243.
Cunningham, L.A. (2007). Rediscovering Board Expertise: Legal Implications of the
Empirical Literature. GWU Law School Public Law Research Paper No.363.
Davidson, R., Goodwin-Stewart, J., dan Kent, P. (2005). Internal Governance Structures
and Earnings Management. Accounting and Finance , 45, 241–267.
Demsetz, H., dan Lehn, K. (1985). The Structure of Corporate Ownership: Causes and
Consequences. Journal of Political Economy , 93, 1155–1177.
Di Pietra, R., Grambovas, C., Raonic, I., dan Riccaboni, A. (2008). The Effects of Board
Size and ‘Busy’ Directors on the Market Value of Italian Companies. Journal of
Management and Governance , 12 (1), 73–91.
Dimitropoulos, P., dan Asteriou, D. (2010). The Effect of Board Composition on the
Informativeness and Quality of Annual Earnings: Empirical Evidence from Greece.
Research in International Business and Finance , 24 (2), 190–205.
Dittmar, A., dan Mahrt-Smith, J. (2007). Corporate Governance and the Value of Cash
Holdings. Journal of Financial Economics , 83 (3), 599–634.
DSAK-IAI. (2015). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Ikatan Akuntan Indonesia.
Easterbrook, F. (1984). Two Agency-Cost Explanations of Dividends. The American
Economic Review , 74 (4), 650–659.
Faccio, M., dan Lang, L. (2002). The Ultimate Ownership of Western European
Corporations. Journal of Financial Economics , 65, 365–395.
Fama, E. (1980). Agency Problems and the Theory of the Firm. Journal of Political
Economy , 88, 288–307.
Fama, E., dan Jensen, M. (1983). Separation of Ownership and Control. Journal of Laws
and Economics , 26, 301–325.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
80

Fan, J. P., Wei, K. J., dan Xu, X. (2011). Corporate Finance and Governance in Emerging
Markets: A Selective Review and an Agenda for Future Research. Journal of
Corporate Finance , 17 (2), 207–214.
FCGI. (2001). Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan (Ketiga ed.). Jakarta.
Filatotchev, I., Lien, Y., dan Piesse, J. (2013). Corporate Governance and National
Institutions: A Review and Emerging Research Agenda. Asia Pacific Journal of
Management , 30, 965-986.
Francis, J., dan Schipper, F. (1999). Have financial statements lost their relevance?
Journal of Accounting Research , 37 (2), 319–352.
Goh, B., Li, D., Ng, J., dan Yong, K. (2015). Market Pricing of Banks’ Fair Value Assets
Reported under SFAS 157 Since the 2008 Financial Crisis. Journal of Accounting
and Public Policy , 34 (2), 129–145.
Gu, Z. (2002). Cross-Sample Incomparability of R2s and Additional Evidence on Value
Relevance Changes Over Time. Graduate School of Industry Administration.
Gujarati, D.N; Porter, D. (2009). Basic Econometrics. McGraw Hill, International
Edition.
Habib, A., dan Azim, I. (2008). Corporate governance and the value-relevance of
accounting information— evidence from Australia. Accounting Research Journal ,
21 (2), 167-194.
Healy, M., dan Palepu, K. (2001). Information Asymmetry, Corporate Disclosure, and
the Capital Markets: A Review of the Empirical Disclosure Literature. Journal of
Accounting and Economics , 31, 405-440.
Hermawan, A. (2009). The Influence of Board of Commissioners Effectiveness and Audit
Committee Effectiveness, Family Ownership, Bank Monitoring Towards Contents
of Earnings Information. ,. Disertation Faculty of Economic, University of
Indonesia, Depok.
Heugens, P. P., Essen, M. V., dan Oosterhout, J. (2009). Meta-Analyzing Ownership
Concentration and Firm Performance in Asia: Towards a More Fine-Grained
Understanding. Asia Pacific Journal of Management , 26 (3), 481–512.
Hidayat, T. 2012. Pengaruh Ukuran KAP dan Auditor Tenure Terhadap Value Relevance
dari Nilai Wajar. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 9(2), 171-188.
Hoitash, Udi, Hoitash, R., dan Bedard, J. (2009). Corporate Governance and Internal
Control over Financial Reporting: A Comparison Regulatory Regimes. The
Accounting Review , 84 (3), 839-867.
Holderness, C. (2003). A Survey of Blockholders and Corporate Control. Federal
Reserve Bank of New York Economic Policy Review , 9, 51–63.
Horton, J., Serafeim, G., dan Serafeim, I. (2013). Does mandatory IFRS adoption improve
the information environment? Contemporary Accounting Research , 30 (1), 388-
423.
International Accounting Standard Board (IASB). (2011). IFRS 13 Fair Value
Measurement.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
81

Isaac, W. (2008). Prepared remarks for SEC roundtable on Mark-to-Market Accounting.


Dapat diakses pada http://www.sec.gov/comments/4-573/4573-79.pdf .
Jensen, M., dan Meckling, W. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency
Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics , 3, 305–360.
Jiang, Y., dan Peng, M. (2011). Are Family Ownership and Control in Large Firms Good,
Bad, or Irrelevant? Asia Pacific Journal Management , 28, 15-39.
Kalbers, L., dan Fogarty, T. (1993). Audit Committee Effectiveness: An Empirical
Investigation of the Contribution of Power. Auditing: A Journal of Practice and
Theory , 12 (1), 24-49.
Khurana, I., dan Kim, M. (2003). Relative Value Relevance of Historical Cost vs. Fair
Value: Evidence from Bank Holding Companies. Journal of Accounting and Public
Policy , 22 (1), 19–42.
Kieso, D., Weygandt, J. J., dan Warfield, T. (2017). Intermediate Accounting (Vol. 1).
(IFRS, Penyunt.) Wiley: United States of America.
Kolev, K. (2009). Do Investors Perceive Marking-to-Model as Marking-to-Myth? Early
Evidence from FAS 157 Disclosure.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). (2006). Pedoman Umum Good
Corporate Governance. Jakarta: KNKG.
La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F., dan Shleifer, A. (1999). Corporate Ownership Around
The World. The Journal of Finance , 54 (2), 471-517.
Larcker, D., Richardson, S., dan Tuna, I. (2007). Corporate Governance, Accounting
Outcomes, and Organizational Performance. The Accounting Review , 82 (4), 963-
1008.
Lev, B., dan Zarowin, P. (1999). The Boundaries of Financial Reporting and How to
Extent Them. Journal of Accounting Research , 37 (1), 353-385.
Li, J., dan Kyu, P. (2010). The Role of Fair Value Accounting for Investment in
Securities: Evidences from the Chinese Stock Exchanged Market. iBusiness (2),
409-414.
Lipton, M., dan Lorsch, J. (1992). A Modest Proposal for Improved Corporate
Governance. The Business Lawyer , 48 (1), 59-78.
Lukviarman, N. (2007). Board Governance: Menuju Penguatan Implementasi Corporate
Governance di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Corporate Governance,
Universitas Andalas, Fakultas Ekonomi, Padang.
Lukviarman, N. (2016). Corporate Governance: Menuju Penguatan Konseptual dan
Implementasi di Indonesia. Solo: PT Era Adicitra Intermedia.
Lukviarman, N. (2004a). Etika Bisnis Tak Berjalan di Indonesia: Ada Apa dalam
Corporate Governance. Jurnal Siasat Bisnis , 9 (2), 139-156.
McMullen, D. (1996). Audit Committee Performance: An Investigation of the
Consequences Associated with Audit Committees. Auditing: A Journal of Practice
and Theory , 87-103.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
82

Megginson. (1997). Corporate Finance Theory. Addison-Wesley Educational Publisher


Inc.
Messier, W., Glover, S., dan Prawitt, D. (2006). Auditing and Assurance Services a
Systematic Approach. Edisi Keempat (Keempat ed.). Salemba Empat.
Mulyani, E., Singh, H., dan Mishra, S. (2016). Dividends, Leverage, and Family
Ownership in the Emerging Indonesian Market. Journal of International Financial
Markets, Institutions and Money , 43, 16-29.
Nicholson, G., dan Kiel, G. (2007). Can Directors Impact Performance? A Case Based
Test of Three Theories of Corporate Governance. Corporate Governance: An
International Review , 15 (4), 585-608.
OECD. (2004). www.oecd.org/governance/.
Ohlson, J. (1995). Earnings, Book Values, and Dividends in Equity Valuation.
Contemporary Accounting Research , 11 (2), 661–687.
Ohlson, J. (1995). Earnings, Book Values, and Dividends in Equity Valuation.
Contemporary Accounting Research , 11 (2), 661–687.
Patrick, H. (2002). Corporate Governance and the Indonesian Financial System: a
Comparative Perspective. Discussion Paper No.16, Columbia Business School,
APEC Study Center.
Penman, S. H. (2007). Financial Statement Analysis and Security Valuation (3rd
International ed.). (Irwin, Penyunt.) McGraw-Hill.
Persons, O. (2005). The Relation between the New Corporate Governance Rules and the
Likelihood of Financial Statement Fraud. Review of Accounting and Finance , 4
(2), 125.
Piot, C., dan Janin, R. (2007). External Auditors, Audit Committees and Earnings
Management in France. European Accounting Review , 16 (2), 429-454.
Ramos, R., dan Olalla, M. (2011). Board Characteristics and Firm Performance in Public
Founder and NonFounder-Led Family Bisnis. Journal of Family Business Strategy
, 220-231.
Rosenstein, S., dan Wyatt, G. (1990). Outside Directors, Board Independence and
Shareholder Wealth. Journal of Financial Economics , 26 (2), 175–192.
Ryan, S. (2008). Fair Value Accounting: Understanding the Issue Raised by the Credit
Crunch. New York: Council of Institutional Investors.
Sari, D. (2010). Ownership Characteristics, Corporate Governance, and Tax
Agressiveness. The 3rd Accounting and The 2nd Doctoral Colloquium, Bridging
the Gap between Theory , Research and Practice : IFRS Convergence and
Aplication. Faculty of Economics, University of Indonesia.
Sari, S. (2004). Analisa Relevansi Nilai (Value-Relevance), Laba, Arus Kas, dan Nilai
Buku Ekuitas: Analisis Diseputar Periode Krisis Keuangan 1995-1998. Simposium
Nasional Akuntansi VII, (hal. 862-882).
Scott, W. (2012). Financial Accounting Theory (Sixth ed.). Prentice Hall, Canada:
Pearson.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
83

Sharma, V., dan Iselin, E. (2012). The Association between Audit Committee Multiple-
Directorships, Tenure, and Financial Misstatements. Auditing: A Journal of
Practice and Theory , 31 (3), 149–175.
Sharma, V., Naiker, V., dan Lee, B. (2009). Determinants of Audit Committee Meeting
Frequency: Evidence from a Voluntary Governance System. Accounting Horizons
, 17 (3), 223–234.
Shleifer, A., dan Vishny, R. (1986). Large shareholders and corporate control. Journal of
Political Economy , 94 (3), 461-488.
Shleifer, A., dan Vishny, R. (1997). Survey of Corporate Governance. Journal of Finance
, 52 (2), 737–783.
Siekkinen, J. (2016). Board Characteristics and The Value Relevance of Fair Values.
Journal of Management Governance .
Song, C., Thomas, W., dan Yi, H. (2010). Value relevance of FAS No. 157 fair value
hierarchy information and the impact of corporate governance mechanisms. The
Accounting Review , 85 (4), 1375-1410.
Stiglitz, J. E. (2001). Quis Custodiet Ipsos Custodes? Corporate Governance Failures in
the Transition. Governance, Equity and Global Markets , 51–84.
Suwardjono. (2008). Teori Akuntansi: Perekayasaan Laporan Keuangan. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE.
Thillainathan, R. (1999). A Review of Corporate Governance in Malaysia. Banker's
Journal Malaysia , 109, 23-55.
Tricker, B. (2009). Corporate Governance: Principles, Policies, and Practices. Oxford:
Oxford University Press.
Tsalavoutas, I., Andre´, P., dan Evans, L. (2012). The Transition to IFRS and the Value
Relevance of Financial Statements in Greece. The British Accounting Review , 44
(4), 262–277.
Tumbuan, F. (2006). Peran, Tugas, dan Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas dalam
Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas (Sebuah Sketsa). Kongres XVI
Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (PERBANAS). Jakarta.
Tweedie, D. (2008). Prepared Statement of Sir David Tweedie, Chairman of IASB to
Officials of the Singaporean Government.
UNCTAD. (2016). ASEAN Investment Report 2016: Foreign Direct Investment and
MSME Linkages. New York; Geneva: United Nations.
Untung, A., dan Utama, S. (1998, Maret). Uji Efisiensi Bentuk Setengah Kuat pada Bursa
Efek Jakarta. Usahawan No.3 Tahun XXVII , 38-52.
Uzun, Hatice, dan Samuel, H. R. (2002). Board Composition and Corporate Fraud.
Financial Analyst Journal , 33-34.
Vienot. (1995). Report on Corporate Governance. France.
Vuran, B., dan Adiloglu, B. (2013). Is Timeliness of Corporate Financial Reporting
Related to Accounting Variables? Evidence from Istanbul Stock Exchange.
International Journal of Business and Social Science , 4 (6), 58-70.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
84

Wallison, P. J. (2008, November). Cause and Effect: Government Policies and the
Financial Crisis. Financial Services Outlook .
Wang, D. (2006). Founding family ownership and earnings quality. Journal of
Accounting Research , 44 (3), 619–656.
Wang, K., dan Shailer, G. (2017). Family Ownership and Financial Performance
Relations in Emerging Market. International Review of Economics and Finance ,
51, 82-98.
Wild, J. (1996). The Audit Committee and Earnings Quality. Journal of Accounting,
Auditing and Finance , 11 (2), 247–276.
Xie, B., Davidson, W., dan Dadalt, P. (2003). Earnings Management and Corporate
Governance: The Role of the Board and the Audit Committee. Journal of Corporate
Finance , 9, 295–316.
Yoshikawa, T., Zhu, H., dan Wang, P. (2014). National Governance System, Corporate
Ownership, and Roles of Outside Directors: A Corporate Governance Bundle
Perspective. Corporate Governance: An International Review , 22, 252–265.
Young, M., Peng, M., Ahlstrom, D., Bruton, G., dan Jiang, Y. (2008). Corporate
Governance in Emerging Economies: a Review of the Principal–principal
Perspective. Journal Management Studies , 45 (1), 196-220.
Zhang, Y., Zhou, J., dan Zhou, N. (2007). Audit Committee Quality, Auditor
Independence and Internal Control Weakness. Journal of Accounting and Public
Policy , 26, 300-327.

Universitas Indonesia
Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018
85

Lampiran 1. Daftar Perusahaan Sampel Level Negara.

No. Nama Perusahaan Sektor


Filipina
1 Atlas Consolidated Mining and Development Inc Basic Materials
2 Crown Asia Chemicals Corp Basic Materials
3 Lepanto Consolidated Mining Co Basic Materials
4 PHINMA Corp Basic Materials
5 SBS Philippines Corp Basic Materials
6 Chemical Industries of the Philippines Inc Basic Materials
7 Concrete Aggregates Corp Basic Materials
8 Dizon Copper Silver Mines Inc Basic Materials
9 Nickel Asia Corp Basic Materials
10 Oriental Peninsula Resources Group Inc Basic Materials
11 ABS CBN Corp Consumer Cyclicals
12 Manila Broadcasting Co Consumer Cyclicals
13 Transpacific Broadband Group International Inc Consumer Cyclicals
14 GMA Network Inc Consumer Cyclicals
15 GT Capital Holdings Inc Consumer Cyclicals
16 Manila Jockey Club Inc Consumer Cyclicals
17 Calata Corp Consumer Non-Cyclicals
18 Ginebra San Miguel Inc Consumer Non-Cyclicals
19 Liberty Flour Mills Inc Consumer Non-Cyclicals
20 Emperador Inc Consumer Non-Cyclicals
21 IRemit Inc Consumer Non-Cyclicals
22 JG Summit Holdings Inc Consumer Non-Cyclicals
23 LT Group Inc Consumer Non-Cyclicals
24 Universal Robina Corp Consumer Non-Cyclicals
25 APC Group Inc Energy
26 Basic Energy Corp Energy
27 PetroEnergy Resources Corp Energy
28 Phoenix Petroleum Philippines Inc Energy
29 Pryce Corp Energy
30 San Miguel Corp Energy
31 San Miguel Corp Energy
32 Alliance Global Group Inc Industrials
33 A Soriano Corp Industrials
34 Asian Terminals Inc Industrials
35 EEI Corp Industrials
36 House of Investments Inc Industrials
37 MacroAsia Corp Industrials

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


86

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
38 PAL Holdings Inc Industrials
39 Paxys Inc Industrials
40 DFNN Inc Technology
41 IP E-Game Ventures Inc Technology
42 Solid Group Inc Technology
43 PLDT Inc Telecommunications Services
44 Aboitiz Equity Ventures Inc Utilities
45 Energy Development Corp Utilities
46 Manila Electric Co Utilities
47 Metro Pacific Investments Corp Utilities
48 PHINMA Energy Corp Utilities
49 Aboitiz Power Corp Utilities
50 Alsons Consolidated Resources Inc Utilities
51 First Philippine Holdings Corp Utilities
52 Lopez Holdings Corp Utilities
53 Philippine H2O Ventures Corp Utilities
54 Vivant Corp Utilities
Indonesia
55 Argha Karya Prima Industry Tbk PT Basic Materials
56 Citatah Tbk PT Basic Materials
57 Fajar Surya Wisesa Tbk PT Basic Materials
58 Polychem Indonesia Tbk PT Basic Materials
59 Polychem Indonesia Tbk PT Basic Materials
60 Mahaka Media Tbk PT Consumer Cyclicals
61 Astra International Tbk PT Consumer Cyclicals
62 MNC Investama Tbk PT Consumer Cyclicals
63 Global Mediacom Tbk PT Consumer Cyclicals
64 Gajah Tunggal Tbk PT Consumer Cyclicals
65 Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk PT Consumer Cyclicals
66 Mitra Adiperkasa Tbk PT Consumer Cyclicals
67 Mahaka Radio Integra Tbk PT Consumer Cyclicals
68 Multipolar Tbk PT Consumer Cyclicals
69 Media Nusantara Citra Tbk PT Consumer Cyclicals
70 Mitra Pinasthika Mustika Tbk PT Consumer Cyclicals
71 Selamat Sempurna Tbk PT Consumer Cyclicals
72 Budi Starch dan Sweetener Tbk PT Consumer Non-Cyclicals
73 Charoen Pokphand Indonesia Tbk PT Consumer Non-Cyclicals
74 Central Proteina Prima Tbk PT Consumer Non-Cyclicals
75 Enseval Putera Megatrading Tbk PT Consumer Non-Cyclicals

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


87

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
76 Sinar Mas Agro Resources and Technologies Consumer Non-Cyclicals
77 Tunas Baru Lampung Tbk PT Consumer Non-Cyclicals
78 Mandom Indonesia Tbk PT Consumer Non-Cyclicals
79 United Tractors Tbk PT Energy
80 Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk PT Industrials
81 Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk Industrials
82 Surya Semesta Internusa Tbk PT Industrials
83 PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk Telecommunications Services
84 Indosat Tbk PT Telecommunications Services
85 Saratoga Investama Sedaya Tbk PT Telecommunications Services
Malaysia
86 Daibochi Plastic and Packaging Industry Basic Materials
87 Eonmetall Group Bhd Basic Materials
88 Focus Lumber Bhd Basic Materials
89 Hexza Corporation Bhd Basic Materials
90 Hiap Teck Venture Bhd Basic Materials
91 Ire-Tex Corporation Bhd Basic Materials
92 Kian Joo Can Factory Bhd Basic Materials
93 Kumpulan Jetson Bhd Basic Materials
94 Leader Steel Holdings Bhd Basic Materials
95 Lion Industries Corporation Bhd Basic Materials
96 Luxchem Corporation Bhd Basic Materials
97 Malaysia Smelting Corporation Bhd Basic Materials
98 Mercury Industries Bhd Basic Materials
99 Press Metal Aluminium Holdings Bhd Basic Materials
100 Tadmax Resources Bhd Basic Materials
101 Thong Guan Industries Bhd Basic Materials
102 W T K Holdings Bhd Basic Materials
103 YKGI Holdings Bhd Basic Materials
104 A-Rank Bhd Basic Materials
105 Aluminium Company of Malaysia Bhd Basic Materials
106 Ann Joo Resources Bhd Basic Materials
107 Cahya Mata Sarawak Bhd Basic Materials
108 Choo Bee Metal Industries Bhd Basic Materials
109 CSC Steel Holdings Bhd Basic Materials
110 Evergreen Fibreboard Bhd Basic Materials
111 Golden Pharos Bhd Basic Materials
112 Lafarge Malaysia Bhd Basic Materials
113 Petronas Chemicals Group Bhd Basic Materials

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


88

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
114 Prestar Resources Bhd Basic Materials
115 Public Packages Holdings Bhd Basic Materials
116 Samchem Holdings Bhd Basic Materials
117 SLP Resources Bhd Basic Materials
118 Rohas Tecnic Bhd Basic Materials
119 CNI Holdings Bhd Consumer Cyclicals
120 FCW Holdings Bhd Consumer Cyclicals
121 I-Bhd Consumer Cyclicals
122 Kim Hin Industry Bhd Consumer Cyclicals
123 Magnum Bhd Consumer Cyclicals
124 Milux Corporation Bhd Consumer Cyclicals
125 Mintye Industries Bhd Consumer Cyclicals
126 Panasonic Manufacturing Malaysia Bhd Consumer Cyclicals
127 PRG Holdings Bhd Consumer Cyclicals
128 Seacera Group Bhd Consumer Cyclicals
129 SMIS Corporation Bhd Consumer Cyclicals
130 Star Media Group Bhd Consumer Cyclicals
131 Tan Chong Motor Holdings Bhd Consumer Cyclicals
132 ZHULIAN Corporation Bhd Consumer Cyclicals
133 Advance Synergy Bhd Consumer Cyclicals
134 Ajiya Bhd Consumer Cyclicals
135 APM Automotive Holdings Bhd Consumer Cyclicals
136 Chuan Huat Resources Bhd Consumer Cyclicals
137 Genting Bhd Consumer Cyclicals
138 Genting Malaysia Bhd Consumer Cyclicals
139 Landmarks Bhd Consumer Cyclicals
140 Media Prima Bhd Consumer Cyclicals
141 Oriental Holdings Bhd Consumer Cyclicals
142 Seni Jaya Corporation Bhd Consumer Cyclicals
143 Teo Seng Capital Bhd Consumer Cyclicals
144 Tomei Consolidated Bhd Consumer Cyclicals
145 Warisan TC Holdings Bhd Consumer Cyclicals
146 AEON CO M Bhd Consumer Non- Cyclicals
147 Ajinomoto Malaysia Bhd Consumer Non- Cyclicals
148 Apex Healthcare Bhd Consumer Non- Cyclicals
149 Apollo Food Holdings Bhd Consumer Non- Cyclicals
150 BLD Plantation Bhd Consumer Non- Cyclicals
151 Can-One Bhd Consumer Non- Cyclicals
152 Felda Global Ventures Holdings Bhd Consumer Non- Cyclicals

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


89

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
153 FITTERS Diversified Bhd Consumer Non- Cyclicals
154 Guan Chong Bhd Consumer Non- Cyclicals
155 Malayan Flour Mills Bhd Consumer Non- Cyclicals
156 Nestle Malaysia Bhd Consumer Non- Cyclicals
157 PWF Consolidated Bhd Consumer Non- Cyclicals
158 Sarawak Oil Palms Bhd Consumer Non- Cyclicals
159 Sarawak Plantation Bhd Consumer Non- Cyclicals
160 Sin Heng Chan Malaya Bhd Consumer Non- Cyclicals
161 TSH Resources Bhd Consumer Non- Cyclicals
162 Dutch Lady Milk Industries Bhd Consumer Non-Cyclicals
163 Genting Plantations Bhd Consumer Non-Cyclicals
164 Hap Seng Plantations Holdings Bhd Consumer Non-Cyclicals
165 Kawan Food Bhd Consumer Non-Cyclicals
166 Keck Seng Malaysia Bhd Consumer Non-Cyclicals
167 MHC Plantations Bhd Consumer Non-Cyclicals
168 Negri Sembilan Oil Palms Bhd Consumer Non-Cyclicals
169 PPB Group Bhd Consumer Non-Cyclicals
170 QL Resources Bhd Consumer Non-Cyclicals
171 Rimbunan Sawit Bhd Consumer Non-Cyclicals
172 Riverview Rubber Estates Bhd Consumer Non-Cyclicals
173 United Plantations Bhd Consumer Non-Cyclicals
174 Yee Lee Corporation Bhd Consumer Non-Cyclicals
175 Dayang Enterprise Holdings Bhd Energy
176 Petron Malaysia Refining dan Marketing Bhd Energy
177 Uzma Bhd Energy
178 Barakah Offshore Petroleum Bhd Energy
179 Bumi Armada Bhd Energy
180 Daya Materials Bhd Energy
181 KNM Group Bhd Energy
182 KUB Malaysia Bhd Energy
183 Malaysia Marine and Heavy Engineering Bhd Energy
184 Perdana Petroleum Bhd Energy
185 Perisai Petroleum Teknologi Bhd Energy
186 Petronas Dagangan Bhd Energy
187 Wah Seong Corporation Bhd Energy
188 CCM Duopharma Biotech Bhd Healthcare
189 Destini Bhd Industrials
190 Econpile Holdings Bhd Industrials
191 Efficient E-Solutions Bhd Industrials

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


90

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
192 Encorp Bhd Industrials
193 Gabungan AQRS Bhd Industrials
194 Handal Resources Bhd Industrials
195 Ho Wah Genting Bhd Industrials
196 Industronics Bhd Industrials
197 Integrated Logistics Bhd Industrials
198 Ipmuda Bhd Industrials
199 JcbNext Bhd Industrials
200 Khind Holdings Bhd Industrials
201 KKB Engineering Bhd Industrials
202 LCTH Corporation Bhd Industrials
203 Lebtech Bhd Industrials
204 Malaysia Airports Holdings Bhd Industrials
205 Metrod Holdings Bhd Industrials
206 MISC Bhd Industrials
207 Mitrajaya Holdings Bhd Industrials
208 MMC Corporation Bhd Industrials
209 Muar Ban Lee Group Bhd Industrials
210 Pesona Metro Holdings Bhd Industrials
211 POS Malaysia Bhd Industrials
212 Protasco Bhd Industrials
213 Rapid Synergy Bhd Industrials
214 TAS Offshore Bhd Industrials
215 Tien Wah Press Holdings Bhd Industrials
216 Tiong Nam Logistics Holdings Bhd Industrials
217 TSR Capital Bhd Industrials
218 Unimech Group Bhd Industrials
219 Utusan Melayu Malaysia Bhd Industrials
220 Weida M Bhd Industrials
221 Westports Holdings Bhd Industrials
222 Advanced Packaging Technology M Bhd Industrials
223 AirAsia Bhd Industrials
224 AirAsia X Bhd Industrials
225 Asia File Corporation Bhd Industrials
226 Brahim's Holdings Bhd Industrials
227 Bina Darulaman Bhd Industrials
228 Bina Puri Holdings Bhd Industrials
229 CB Industrial Product Holding Bhd Industrials
230 CME Group Bhd Industrials

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


91

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
231 DKLS Industries Bhd Industrials
232 DKSH Holdings Malaysia Bhd Industrials
233 GHL Systems Bhd Industrials
234 Malaysian Resources Corporation Bhd Industrials
235 EKIB Industrials
236 Naim Holdings Bhd Industrials
237 PIE Industrial Bhd Industrials
238 Pelikan International Corporation Bhd Industrials
239 Perak Corporation Bhd Industrials
240 Sarawak Cable Bhd Industrials
241 Suria Capital Holdings Bhd Industrials
242 TAFI Industries Bhd Industrials
243 UEM Edgenta Bhd Industrials
244 D dan O Green Technologies Bhd Technology
245 EG Industries Bhd Technology
246 Excel Force MSC Bhd Technology
247 Formosa Prosonic Industries Bhd Technology
248 Globetronics Technology Bhd Technology
249 MWE Holdings Bhd Technology
250 PanPages Bhd Technology
251 Acoustech Bhd Technology
252 Dagang NeXchange Bhd Technology
253 ECS ICT Bhd Technology
254 Elsoft Research Bhd Technology
255 Excel Force MSC Bhd Technology
256 Grand-Flo Bhd Technology
257 Prestariang Bhd Technology
258 Axiata Group Bhd Telecommunications Services
259 OCK Group Bhd Telecommunications Services
260 Telekom Malaysia Bhd Telecommunications Services
261 TIME dotCom Bhd Telecommunications Services
262 Kumpulan Perangsang Selangor Bhd Utilities
263 YTL Corporation Bhd Utilities
264 Malakoff Corporation Bhd Utilities
265 Mega First Corporation Bhd Utilities
266 PBA Holdings Bhd Utilities
267 Ranhill Holdings Bhd Utilities
268 Taliworks Corporation Bhd Utilities
Singapura

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


92

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
269 Lee Metal Group Ltd Basic Materials
270 MegaChem Ltd Basic Materials
271 Sitra Holdings (International) Ltd Basic Materials
272 Tat Seng Packaging Group Ltd Basic Materials
273 Annaik Ltd Basic Materials
274 AsiaPhos Ltd Basic Materials
275 Chemical Industries (Far East) Ltd Basic Materials
276 Engro Corporation Ltd Basic Materials
277 HG Metal Manufacturing Ltd Basic Materials
278 LHT Holdings Ltd Basic Materials
279 NSL Ltd Basic Materials
280 Pan-United Corporation Ltd Basic Materials
281 San Teh Ltd Basic Materials
282 Straits Trading Company Ltd Basic Materials
283 Anchor Resources Ltd Basic Materials
284 China Oriental Group Ltd Basic Materials
285 Delong Holdings Ltd Basic Materials
286 Full Apex (Holdings) Ltd Basic Materials
287 Sunvic Chemical Holdings Ltd Basic Materials
288 Dynamic Colours Ltd Basic Materials
289 Advance SCT Ltd Basic Materials
290 The Strait Trading Basic Materials
291 AEI Corporation Basic Materials
292 CNMC Goldmine Holdings Ltd Basic Materials
293 Alliance Mineral Assets Ltd Basic Materials
294 Matex International Ltd Basic Materials
295 Soon Lian Holdings Ltd Basic Materials
296 Hanwell Holdings Ltd Consumer Cyclicals
297 Nobel Design Holdings Ltd Consumer Cyclicals
298 Viking Offshore and Marine Ltd Consumer Cyclicals
299 Amara Holdings Ltd Consumer Cyclicals
300 Banyan Tree Holdings Ltd Consumer Cyclicals
301 Bonvests Holdings Ltd Consumer Cyclicals
302 BreadTalk Group Ltd Consumer Cyclicals
303 Casa Holdings Ltd Consumer Cyclicals
304 Gallant Venture Ltd Consumer Cyclicals
305 Genting Singapore PLC Consumer Cyclicals
306 Hong Leong Asia Ltd Consumer Cyclicals
307 Hotel Grand Central Ltd Consumer Cyclicals

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


93

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
308 Hotel Properties Ltd Consumer Cyclicals
309 Hotel Royal Ltd Consumer Cyclicals
310 Isetan (Singapore) Ltd Consumer Cyclicals
311 Ossia International Ltd Consumer Cyclicals
312 OUE Ltd Consumer Cyclicals
313 Tye Soon Ltd Consumer Cyclicals
314 YHI International Ltd Consumer Cyclicals
315 Sinopipe Holdings Ltd Consumer Cyclicals
316 HALCYON Agri Corp Ltd Consumer Cyclicals
317 Jardine Cycle dan Carriage Ltd Consumer Cyclicals
318 CdanG Environmental Protection Holdings Ltd Consumer Cyclicals
319 Trendlines Group Ltd Consumer Cyclicals
320 Camsing Healthcare Ltd Consumer Cyclicals
321 GMG Global Ltd Consumer Cyclicals
322 Lasseters International Holdings Ltd Consumer Cyclicals
323 Pavillon Holdings Ltd Consumer Cyclicals
324 Straco Corporation Ltd Consumer Cyclicals
325 China Taisan Technology Group Consumer Cyclicals
326 Koda Ltd Consumer Cyclicals
327 Forise International Ltd Consumer Cyclicals
328 Neptune Orient Lines Consumer Cyclicals
329 Spackman Entertainment Group Ltd Consumer Cyclicals
330 Cortina Holdings Ltd Consumer Cyclicals
331 Japan Foods Holding Ltd Consumer Cyclicals
332 Overseas Education Ltd Consumer Non-Cyclicals
333 Tsh Corporation Ltd Consumer Non-Cyclicals
334 Hosen Group Ltd Consumer Non-Cyclicals
335 SunMoon Food Company Ltd Consumer Non-Cyclicals
336 Yeo Hiap Seng Ltd Consumer Non-Cyclicals
337 Asia Pacific Strategic Investments Ltd Consumer Non-Cyclicals
338 First Resources Ltd Consumer Non-Cyclicals
339 Golden Agri-Resources Ltd Consumer Non-Cyclicals
340 JB Foods Ltd Consumer Non-Cyclicals
341 Mewah International Inc Consumer Non-Cyclicals
342 Wilmar International Ltd Consumer Non-Cyclicals
343 Thai Beverage PCL Consumer Non-Cyclicals
344 Global Palm Resources Holdings Ltd Consumer Non-Cyclicals
345 Bumitama Agri Ltd Consumer Non-Cyclicals
346 Food Empire Holdings Ltd Consumer Non-Cyclicals

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


94

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
347 Annica Holdings Ltd Energy
348 Baker Technology Ltd Energy
349 EMS Energy Ltd Energy
350 Mencast Holdings Ltd Energy
351 Pacific Radiance Ltd Energy
352 Rex International Holding Ltd Energy
353 Rh Petrogas Ltd Energy
354 Advanced Holdings Ltd Energy
355 AusGroup Ltd Energy
356 Blue Sky Power Holdings Energy
357 Sinostar PEC Holdings Ltd Energy
358 Singapore OdanG Ltd Healthcare
359 AsiaMedic Ltd Healthcare
360 Healthway Medical Corp Ltd Healthcare
361 International Healthway Corporation Ltd Healthcare
362 Adventus Holdings Ltd Industrials
363 Huationg Global Ltd Industrials
364 Natural Cool Holdings Ltd Industrials
365 OKP Holdings Ltd Industrials
366 ASL Marine Holdings Ltd Industrials
367 ASTI Holdings Ltd Industrials
368 Boardroom Ltd Industrials
369 Boustead Projects Ltd Industrials
370 Boustead Singapore Ltd Industrials
371 Broadway Industrial Group Ltd Industrials
372 Chasen Holdings Ltd Industrials
373 Cheung Woh Technologies Ltd Industrials
374 Chip Eng Seng Corporation Ltd Industrials
375 COSCO Shipping International (Singapore) Ltd Industrials
376 CWT Ltd Industrials
377 Fischer Tech Ltd Industrials
378 Hi-P International Ltd Industrials
379 Hock Lian Seng Holdings Ltd Industrials
380 Hor Kew Corporation Ltd Industrials
381 Intraco Ltd Industrials
382 ISDN Holdings Ltd Industrials
383 Jubilee Industries Holdings Ltd Industrials
384 Keppel Corporation Ltd Industrials
Keppel Telecommunications dan Transportation
385 Industrials
Ltd

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


95

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
386 Koh Brothers Group Ltd Industrials
387 Koon Holdings Ltd Industrials
388 Koyo International Ltd Industrials
389 New Toyo International Holdings Ltd Industrials
390 Progen Holdings Ltd Industrials
391 PSL Holdings Ltd Industrials
392 Rotary Engineering Ltd Industrials
393 Sapphire Corporation Ltd Industrials
394 Sembcorp Marine Ltd Industrials
395 Singapore Technologies Engineering Ltd Industrials
396 Sinjia Land Ltd Industrials
397 Sunningdale Tech Ltd Industrials
398 Tiong Seng Holdings Ltd Industrials
399 United Engineers Ltd Industrials
400 Yongnam Holdings Ltd Industrials
401 Nam Cheong Ltd Industrials
402 Yangzijiang Shipbuilding Holdings Ltd Industrials
403 Blumont Group Ltd Industrials
404 Charisma Energy Services Ltd Industrials
405 Dragon Group International Ltd Industrials
406 Samudera Shipping Line Ltd Industrials
407 Serial System Ltd Industrials
408 Jardine Matheson Holdings Ltd Industrials
409 Jardine Strategic Holdings Ltd Industrials
410 Vard Holdings Ltd Industrials
411 Acesian Partners Ltd Industrials
412 Swissco Holdings Ltd Industrials
413 Colex Holdings Ltd Industrials
414 Sunpower Group Ltd Industrials
415 China International Holdings Ltd Industrials
416 Choo Chiang Holdings Ltd Industrials
417 Kingsmen Creatives Ltd Industrials
418 Wee Hur Holdings Ltd Industrials
419 First Ship Lease Trust Industrials
420 Gke Corporation Ltd Industrials
421 Heatec Jietong Holdings Ltd Industrials
422 Ley Choon Group Holdings Ltd Industrials
423 Beng Kuang Marine Ltd Industrials
424 Shanghai Turbo Enterprises Ltd Industrials

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


96

Lampiran 1. (lanjutan)
No. Nama Perusahaan Sektor
425 Tat Hong Holdings Ltd Industrials
426 PNE Industries Ltd Industrials
427 CPH Ltd Technology
428 Trek 2000 International Ltd Technology
429 Nera Telecommunications Ltd Technology
430 S i2i Ltd Technology
431 Singapore eDevelopment Ltd Technology
432 Dutech Holdings Ltd Technology
433 Addvalue Technologies Ltd Technology
434 Alpha Energy Holdings Ltd Technology
435 CDW Holding Ltd Technology
436 Chuan Hup Holdings Ltd Technology
437 Creative Technology Ltd Technology
438 Edition Ltd Technology
439 Europtronic Group Ltd Technology
440 Thakral Corporation Ltd Technology
441 Venture Corporation Ltd Technology
442 Avi Tech Electronics Ltd Technology
443 Azeus Systems Holdings Ltd Technology
444 Multi Chem Ltd Technology
445 Hengxin Technology Technology
446 Powermatic Data Systems Ltd Technology
447 TPV Technology Technology
448 M1 Ltd Telecommunications Services
449 StarHub Ltd Telecommunications Services
450 Hyflux Ltd Utilities
451 Sembcorp Industries Ltd Utilities
452 SIIC Environment Holdings Ltd Utilities

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


97

Lampiran 2. Contoh Pengungkapan Tiga Level Input Hierarki Nilai Wajar

Sumber : https://www.bursamalaysia.com

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


98

Lampiran 3. Hasil Uji Multikolinearitas

 Nilai VIF Model (1)


Variabel VIF 1/VIF
FVA1 1.22 0.82024
FVA2 1.18 0.84522
FVA3 1.02 0.97747
NFVA 1.49 0.67125
FVL12 1.07 0.93709
FVL3 1.03 0.97191
NFVL 1.44 0.69651
EPS 1.03 0.96825
Mean VIF 1.18

 Nilai VIF Model (2)


Variabel VIF 1/VIF
FVA1 2.54 0.39342
FVA1*dy 2.70 0.37060
FVA2 1.96 0.50944
FVA2*dy 2.03 0.49314
FVA3 2.12 0.47088
FVA3*dy 2.15 0.46478
NFVA 2.82 0.35450
NFVA*dy 3.72 0.26916
FVL12 3.32 0.30136
FVL12*dy 3.47 0.28813
FVL3 3.27 0.30589
FVL3*dy 3.32 0.30120
NFVL 3.23 0.30966
NFVL*dy 4.10 0.24404
EPS 2.31 0.43201
EPS*dy 2.42 0.41335
dy 1.82 0.55023
Mean VIF 2.78

 Nilai VIF Model (3a)


Variabel VIF 1/VIF
FVA1 2.52 0.39638
FVA1*BDScore 2.30 0.43420
FVA2 1.86 0.53761
FVA2*BDScore 1.57 0.63709
FVA3 1.80 0.55452
FVA3*BDScore 1.84 0.54388
NFVA
FVL12 1.08 0.92605
FVL3 1.06 0.94309
NFVL 1.07 0.93607
EPS 1.09 0.91778
BDScore 1.20 0.83657
Mean VIF 1.58

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


99

Lampiran 3. (lanjutan)

 Nilai VIF Model (3b)


Variabel VIF 1/VIF
FVA1 4.36 0.22919
FVA1*ACScore 3.69 0.27091
FVA2 2.27 0.44088
FVA2*ACScore 1.68 0.59595
FVA3 1.82 0.55049
FVA3*ACScore 1.83 0.54761
NFVA 1.55 0.64310
FVL12 1.09 0.92089
FVL3 1.06 0.94475
NFVL 1.51 0.66439
EPS 1.06 0.94347
ACScore 1.23 0.81226
Mean VIF 1.93

 Nilai VIF Model (3c)


Variabel VIF 1/VIF
Fva1 3.41 0.29302
Fva1*FamOwn 3.63 0.27519
Fva2 1.62 0.61831
Fva2*FamOwn 1.57 0.63620
Fva3 2.64 0.37850
Fva3*FamOwn 2.68 0.37327
Nfva 1.59 0.63006
Fvl12 1.09 0.91524
Fvl3 1.06 0.93984
Nfvl 1.50 0.66728
Eps 1.07 0.93486
FamOwn 1.26 0.79638
Mean VIF 1.93

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


100

Lampiran 4. Hasil Uji Heterokedastisitas


 Model 1
Breusch-Pagan / Cook-Weisberg test
Ho: Constant variance
Variables: fitted values of price
chi2(1) = 97.05
Prob > chi2 = 0.0000
Hasil uji menunjukkan chi-square < α, artinya terjadi heterokedastisitas namun telah
diselesaikan dengan menggunakan tratment robust pada software stata12.

 Model (2)
Breusch-Pagan / Cook-Weisberg test
Ho: Constant variance
Variables: fitted values of price
chi2(1) = 97.11
Prob > chi2 = 0.0000
Hasil uji menunjukkan chi-square < α, artinya terjadi heterokedastisitas namun telah
diselesaikan dengan menggunakan tratment robust pada software stata12.

 Model (3a)
Breusch-Pagan / Cook-Weisberg test
Ho: Constant variance
Variables: fitted values of price
chi2(1) = 46.21
Prob > chi2= 0.0000
Hasil uji menunjukkan chi-square < α, artinya terjadi heterokedastisitas namun telah
diselesaikan dengan menggunakan tratment robust pada software stata12.

 Model (3b)
Breusch-Pagan / Cook-Weisberg test
Ho: Constant variance
Variables: fitted values of price
chi2(1) = 47.85
Prob > chi2= 0.0000
Hasil uji menunjukkan chi-square < α, artinya terjadi heterokedastisitas namun telah
diselesaikan dengan menggunakan tratment robust pada software stata12.

 Model (3c)
Breusch-Pagan / Cook-Weisberg test
Ho: Constant variance
Variables: fitted values of price
chi2(1) = 47.85
Prob > chi2= 0.0000
Hasil uji menunjukkan chi-square < α, artinya terjadi heterokedastisitas namun telah
diselesaikan dengan menggunakan tratment robust pada software stata12.

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


101

Lampiran 5. Analisis Sensitivitas Memasukkan Ukuran Perusahaan (Size)

 Ukuran Perusahaan (Size) Sebagai Variabel Interaksi pada Model (1)

Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i +
β5Sizei + β6FVA1i*Sizei + β7FVA2i *Sizei +
β8FVA3i*Sizei + β9NFVLi + β10FVL12i + β11FVL3i +
β 12EPSi + εit
Variabel Ekspektasi
Koefisien t p-value
Tanda
Fva1 + 0.49823 1.22 0.576
Fva2 + 0.48187 1.86 0.087***
Fva3 + 0.78998 2.16 0.032***
Fva1*Size + 0.18473 1.07 0.612
Fva2*Size + 0.90231 4.44 0.000**
Fva3*Size + 0.73809 3.69 0.000***
Nfva + 0.59951 4.77 0.000***
Fvl12 - -0.25403 -0.32 0.108
Fvl3 - -0.79434 -2.61 0.000**
Nfvl - -0.21002 -2.06 0.000***
Eps + 0.61824 3.28 0.000***
Size +
Konstanta 0.35597 14.46 0.000***
Observasi 452
R-squared 0.2817
Prob 0.0000
(F-statistic)
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%,
***signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per
share pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per
share; FVL12 dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level
hierarki nilai wajar; NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS:
Earnings per share; Size: Logaritma natural dari total asset.
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


102

Lampiran 5. (lanjutan)

 Ukuran Perusahaan (Size) Sebagai Variabel Kontrol


- Hasil Regresi Model (1)

Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i +
β5NFVLi + β6FVL12i + β7FVL3i + β8EPSi + β9Sizei + εit
Ekspetasi
Variabel Koefisien t p-value
Tanda
FVA1 + 0.83004 1.36 0.854
FVA2 + 0.80351 2.84 0.005***
FVA3 + 0.81170 3.25 0.002***
NFVA + 0.53409 4.18 0.000***
FVL12 - -0.67480 -1.27 0.209
FVL3 - -0.74085 -2.76 0.002***
NFVL - -0.91109 -4.93 0.000***
EPS + 0.93227 5.32 0.000***
SIZE + 0.09990 8.29 0.000***
Konstanta 0.53478 2.44 0.000***
Obs 904
R-squared 0.2982
Prob (F-statistic) 0.0000
Keterangan: *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%,
***signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share
pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share;
FVL12 dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai
wajar; NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share;
Size: Logaritma natural dari total asset.
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


103

Lampiran 5. (lanjutan)

- Hasil Regresi Model (2)

Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAit + β2NFVAit*YD + β3FVA1it +
β4FVA1it*YD + β5FVA2it + β6FVA2it*YD + β7FVA3it +
β8FVA3it*YD + β9NFVLit + β10NFVLit*YD + β11FVL12i t
+ β12FVL12it*YD + β13FVL3it + β14FVL3it*YD + β15EPSit
+ β 16EPSit * YD + β 17YD + β18Sizei + εit
Variabel Ekspetasi
Koefisien t p-value
Tanda
FVA1 + 0.74249 1.64 0.101
FVA1*dy + 0.17560 0.28 0.777
FVA2 + 0.68151 1.92 0.028**
FVA2*dy + 0.77039 2.06 0.023**
FVA3 + 0.53563 5.39 0.000***
FVA3*dy + 0.67508 5.97 0.000***
NFVA + 0.45510 2.46 0.014**
NFVA*dy + 0.84384 3.34 0.000***
FVL12 - -0.21263 -0.29 0.489
FVL12*dy - -0.34608 -0.22 0.825
FVL3 - -0.51837 -1.98 0.083*
FVL3*dy - -0.60051 -4.77 0.000***
NFVL - -0.30654 -2.90 0.000***
NFVL*dy - -0.79446 -3.97 0.000***
EPS + 0.85664 3.32 0.001***
EPS*dy + 0.95060 2.69 0.000***
dy + 0.40313 8.80 0.000***
SIZE + 0.09886 8.18 0.000***
Konstanta 0.41941 1.91 0.037**
Obs 904
R-squared 0.3017
Prob 0.0000
(F-statistic)
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%, ***
signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share pada
tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share; FVL12
dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai wajar;
NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share; dy:
Variabel Dummy-Year (1=2015, 0=2014); SIZE: Logaritma natural dari total
asset.
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


104

Lampiran 5. (lanjutan)

- Hasil Regresi Model (3a)

Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i +
β5BDScorei + β6FVA1i*BDScorei + β7FVA2i*BDScorei
+ β8FVA3i *BDScorei + β9NFVLi + β10FVL12i +
β11FVL3i + β 12EPSi + β13Sizei + εit
Ekspetasi
Variabel Koefisien t p-value
Tanda
Fva1 + 0.58513 1.44 0.232
Fva2 + 0.37296 2.23 0.040**
Fva3 + 0.75521 6.94 0.000**
Fva1*BDScore + 0.57574 1.04 0.412
Fva2*BDScore + 0.69688 4.38 0.000***
Fva3*BDScore + 0.89014 2.73 0.000***
Nfva + 0.65404 3.84 0.000***
Fvl12 - -0.54441 -1.24 0.651
Fvl3 - -0.80002 -1.96 0.043**
Nfvl - -0.76245 -5.79 0.000***
Eps + 0.71880 2.94 0.000***
BDScore + 0.21871 2.36 0.031**
SIZE + 0.09445 5.56 0.000***
Konstanta 0.51762 2.45 0.000***
Observasi 452
R-squared 0.3381
Prob (F-statistic) 0.0000
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%,
***signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share
pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share;
FVL12 dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki
nilai wajar; NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per
share; BDScore : Dummy Variable Skor Efektivitas Dewan Komisaris (1=
total skor dewan komisaris lebih besar atau sama dengan median, dan 0=
sebaliknya); SIZE: Logaritma natural dari total asset.
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


105

Lampiran 5. (lanjutan)

- Hasil Regresi Model (3b)

Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i +
β5ACScorei + β6FVA1i*ACScorei + β7FVA2i*ACScorei +
β8FVA3i *ACScorei + β9NFVLi + β10FVL12i + β11FVL3i +
β 12EPSi + β13Sizei + εit
Ekspetasi
Variabel Koefisien t p-value
Tanda
Fva1 + 0.58513 1.44 0.232
Fva2 + 0.37296 2.23 0.040**
Fva3 + 0.75521 6.94 0.000**
Fva1*ACScore + 0.57574 1.04 0.412
Fva2*ACScore + 0.69688 4.38 0.000***
Fva3*ACScore + 0.89014 2.73 0.000***
Nfva + 0.65404 3.84 0.000***
Fvl12 - -0.54441 -1.24 0.651
Fvl3 - -0.80002 -1.96 0.043**
Nfvl - -0.76245 -5.79 0.000***
Eps + 0.71880 2.94 0.000***
ACScore + 0.21871 2.36 0.031**
SIZE + 0.09445 5.56 0.000***
Konstanta 0.51762 2.45 0.000***
Observasi 452
R-squared 0.3324
Prob (F-statistic) 0.0000
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%, ***signifikan
pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share pada tiap level
hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share; FVL12 dan FVL3:
Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVL: Non-
Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share; ACScore : Dummy
Variable Skor Efektivitas Komite Audit (1= total skor komite audit lebih besar
atau sama dengan median, dan 0= sebaliknya); SIZE: Logaritma natural dari total
asset.
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


106

Lampiran 5. (lanjutan)

- Hasil Regresi Model (3c)

Model Penelitian
Priceit = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i +
β5FamOwni + β6FVA1i*FamOwnei + β7FVA2i*FamOwni +
β8FVA3i *FamOwni + β9NFVLi + β10FVL12i + β11FVL3i +
β 12EPSi +
β13Sizei + εit
Ekspetasi
Variabel Koefisien t p-value
Tanda
Fva1 + 0.59559 0.65 0.883
Fva2 + 0.45140 1.79 0.087*
Fva3 + 0.66940 4.67 0.000***
Fva1*FamOwn + 0.60604 1.46 0.301
Fva2* FamOwn + 0.79006 3.78 0.000***
Fva3* FamOwn + 0.85290 2.24 0.044**
Nfva + 0.65330 3.71 0.000***
Fvl12 - -0.41862 -0.49 0.169
Fvl3 - -0.53146 -1.79 0.089*
Nfvl - -0.31794 -2.41 0.035**
Eps + 0.80414 3.21 0.000***
FamOwn + 0.21844 3.56 0.000***
SIZE + 0.09229 5.48 0.000***
Konstanta 0.43101 2.07 0.000***
Observasi 452
R-squared 0.3268
Prob (F-statistic) 0.0000
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%,
***signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share
pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share;
FVL12 dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai
wajar; NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share;
FamOwn : Dummy Variable Kepemilikan Keluarga (1= kepemilikan tinggi
lebih besar dari 50%, 0= kepemilikan rendah kurang dari 50%); SIZE:
Logaritma natural dari total asset.
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


107

Lampiran 6. Analisis Sensitivitas Mengubah Price Close untuk Variabel Dependen

 Price Cloce 31 Desember (Price3)


- Hasil Regresi Model (1)
Model Penelitian
Price3it = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i +
β5NFVLi + β6FVL12i + β7FVL3i + β8EPSi + εit
Ekspetasi
Variabel Koefisien t p-value
Tanda
FVA1 + 0.21899 0.63 0.780
FVA2 + 0.70824 2.46 0.050**
FVA3 + 0.76448 4.16 0.000***
NFVA + 0.53556 3.83 0.000***
FVL12 - -0.11256 -0.18 0.857
FVL3 - -0.60483 -3.26 0.000***
NFVL - -0.89765 -4.24 0.000***
EPS + 0.59816 2.36 0.045**
Konstanta 0.30266 10.78 0.000***
Obs 904
R-squared 0.1748
Prob 0.0000
(F-statistic)
Keterangan: *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%,
***signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share
pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share;
FVL12 dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki
nilai wajar; NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per
share.
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


108

Lampiran 6. (lanjutan)

- Hasil Regresi Model (2)


Model Penelitian
Pric3it = β0 + β1NFVAit + β2NFVAit*YD + β3FVA1it +
β4FVA1it*YD + β5FVA2it + β6FVA2it*YD + β7FVA3it +
β8FVA3it*YD + β9NFVLit + β10NFVLit*YD + β11FVL12i t
+ β12FVL12it*YD + β13FVL3it + β14FVL3it*YD + β15EPSit
+ β 16EPSit * YD + β 17YD + εit
Variabel Ekspetasi Koefisie
t p-value
Tanda n
FVA1 + 0.35595 0.66 0.812
FVA1*dy + 0.24793 0.35 0.728
FVA2 + 0.53343 2.86 0.000***
FVA2*dy + 0.72735 2.67 0.000***
FVA3 + 0.40889 1.99 0.080*
FVA3*dy + 0.64703 3.19 0.000***
NFVA + 0.59071 2.95 0.003***
NFVA*dy + 0.85706 3.13 0.000***
FVL12 - -0.22531 -0.82 0.422
FVL12*dy - -0.38821 -0.68 0.346
FVL3 - -0.45316 -2.30 0.032**
FVL3*dy - -0.79257 -2.92 0.000***
NFVL - -0.64677 -3.87 0.000***
NFVL*dy - -0.81581 -3.62 0.000***
EPS + 0.81837 2.53 0.048**
EPS*dy + 0.84715 1.71 0.087*
dy + 0.64740 2.51 0.028**
Konstanta 0.32463 8.03 0.000***
Obs 904
R-squared 0.1840
Prob (F- 0.0000
statistic)
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%, ***
signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share pada
tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share; FVL12
dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai wajar;
NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share; dy:
Variabel Dummy-Year (1=2015, 0=2014).
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


109

Lampiran 6. (lanjutan)

- Hasil Regresi Model (3a)


Model Penelitian
Price3it = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i +
β5BDScorei + β6FVA1i*BDScorei + β7FVA2i*BDScorei +
β8FVA3i *BDScorei + β9NFVLi + β10FVL12i + β11FVL3i +
β 12EPSi + εit
Ekspetasi
Variabel Koefisien t p-value
Tanda
Fva1 + 0.20236 0.60 0.551
Fva2 + 0.46232 2.16 0.044**
Fva3 + 0.38655 2.65 0.000***
Fva1*BDScore + 0.40067 0.44 0.661
Fva2*BDScore + 0.98226 1.98 0.048**
Fva3*BDScore + 0.91911 2.16 0.036**
Nfva + 0.47190 2.59 0.010***
Fvl12 - -0.34285 -0.48 0.635
Fvl3 - -0.66314 -1.76 0.086*
Nfvl - -0.70158 -4.65 0.000***
Eps + 0.80102 2.20 0.033**
BDScore + 0.13980 2.67 0.008***
Konstanta 0.15821 3.54 0.000***
Observasi 452
R-squared 0.1924
Prob (F-statistic) 0.0000
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%,
***signifikan pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share
pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share;
FVL12 dan FVL3: Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai
wajar; NFVL: Non-Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share;
BDScore : Dummy Variable Skor Efektivitas Dewan Komisaris (1= total skor
dewan komisaris lebih besar atau sama dengan median, dan 0= sebaliknya).
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


110

Lampiran 6. (lanjutan)

- Hasil Regresi Model (3b)


Model Penelitian
Price3it = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i +
β5ACScorei + β6FVA1i*ACScorei + β7FVA2i *ACScorei +
β8FVA3i*ACScorei + β9NFVLi + β10FVL12i + β11FVL3i +
β 12EPSi + εit
Ekspektasi
Variabel Koefisien t p-value
tanda
Fva1 + 0.52580 0.99 0.894
Fva2 + 0.46701 3.17 0.000***
Fva3 + 0.56054 1.95 0.000**
Fva1*ACScore + 0.44151 0.51 0.608
Fva2*ACScore + 0.76823 2.35 0.045**
Fva3*ACScore + 0.85265 1.83 0.081*
Nfva + 0.51743 2.62 0.009***
Fvl12 - -0.54736 -0.74 0.462
Fvl3 - -0.69105 -2.04 0.042**
Nfvl - -0.60069 -3.66 0.000***
Eps + 0.60577 2.20 0.033**
ACScore + 0.54750 5.57 0.000***
Konstanta 0.16667 1.82 0.069*
Observasi 452
R-squared 0.1827
Prob (F- 0.0000
statistic)
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%, ***signifikan
pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share pada tiap level
hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share; FVL12 dan FVL3:
Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVL: Non-
Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share; ACScore : Dummy
Variable Skor Efektivitas Komite Audit (1= total skor komite audit lebih besar
atau sama dengan median, dan 0= sebaliknya).
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018


111

Lampiran 6. (lanjutan)

- Hasil Regresi Model (3c)


Model Penelitian
Price3it = β0 + β1NFVAi + β2FVA1i + β3FVA2i + β4FVA3i +
β5FamOwni + β6FVA1i*FamOwni + β7FVA2i *FamOwni
+ β8FVA3i*FamOwni + β9NFVLi + β10FVL12i + β11FVL3i
+ β 12EPSi + εit
Variabel Ekspektasi
Koefisien t p-value
Tanda
Fva1 + 0.91820 1.39 0.165
Fva2 + 0.54904 3.17 0.000**
Fva3 + 0.58587 2.83 0.000*
Fva1*FamOwn + 0.27120 0.30 0.768
Fva2*FamOwn + 0.78372 3.16 0.000***
Fva3*FamOwn + 0.83516 2.57 0.003***
Nfva + 0.43744 2.28 0.023**
Fvl12 - -0.34126 -0.46 0.649
Fvl3 - -0.73220 -1.81 0.032**
Nfvl - -0.78887 -5.17 0.000***
Eps + 0.53899 1.94 0.023**
FamOwn + 0.41841 6.15 0.000***
Konstanta 0.26788 7.35 0.000***
Observasi 452
R-squared 0.1761
Prob (F- 0.0000
statistic)
Keterangan : *signifikan pada α = 10%, **signifikan pada α = 5%, ***signifikan
pada α = 1%; FVA1,FVA2,FVA3: Fair Value Asset per share pada tiap level
hierarki nilai wajar; NFVA: Non-Fair Value Asset per share; FVL12 dan FVL3:
Fair Value Liabilities per share pada tiap level hierarki nilai wajar; NFVL: Non-
Fair Value Liabilities per share; EPS: Earnings per share; FamOwn : Dummy
Variable Kepemilikan Keluarga (1= kepemilikan tinggi lebih besar dari 50%,
0= kepemilikan rendah kurang dari 50%).
Sumber : Data diolah

Mekanisme Tata ..., Atika Rizki, FEB UI, 2018

Anda mungkin juga menyukai