Anda di halaman 1dari 100

UNIVERSITAS INDONESIA

RELEVANSI AMORTISASI DAN PENURUNAN NILAI GOODWILL


SEBELUM DAN SETELAH BERLAKUNYA PSAK 22 (REVISI
2010): BUKTI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI
INDONESIA

TESIS

RIDONI FARDENI HARAHAP


1306498790

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
JAKARTA
JULI 2015

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


UNIVERSITAS INDONESIA

HALAMAN JUDUL
RELEVANSI AMORTISASI DAN PENURUNAN NILAI
GOODWILL SEBELUM DAN SETELAH BERLAKUNYA PSAK
22 (REVISI 2010): BUKTI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN
PUBLIK DI INDONESIA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Magister Akuntansi

RIDONI FARDENI HARAHAP


1306498790

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
JAKARTA
JULI 2015

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Ridoni Fardeni Harahap


NPM : 1306498790
Tanda Tangan :

Tanggal : 15 Juli 2015

ii

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :


Nama : Ridoni Fardeni Harahap
NPM : 1306498790
Program Studi : Magister Akuntansi
Judul Tesis : Relevansi Amortisasi dan Penurunan Nilai
Goodwill Sebelum dan Setelah Berlakunya PSAK
22 (Revisi 2010): Bukti Empiris pada Perusahaan
Publik di Indonesia

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Akuntansi pada Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Sylvia Veronica N. P. S., S.E., Ak. ( )

Penguji : Yan Rahardian, S.E., M.S.Ak. ( )

Penguji : Dr. Ratna Wardhani, S.E., M.Si. ( )

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 15 Juli 2015
Mengetahui,
Ketua Program

Dr. Gede Harja Wasistha, CMA


iii NUP. 060603535

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Relevansi
Amortisasi dan Penurunan Nilai Goodwill Sebelum dan Setelah Berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010): Bukti Empiris pada Perusahaan Publik di Indonesia.“
Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Magister Akuntansi Program Studi Magister Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai
pada penyusunan tesis ini akan sangat sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis
ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Dr. Gede Harja Wasistha, CMA selaku Ketua Program Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
2) Rafika Yuniasih, MSM selaku Sekretaris Program Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
3) Dr. Sylvia Veronica NPS selaku dosen pembimbing yang telah mau
meluangkan banyak waktu untuk berdiskusi, memberi masukan, dan
membimbing dengan sangat sabar baik melalui tatap muka secara langsung
maupun melalui media komunikasi lain.
4) Yan Rahadian, M.S.Ak dan Dr. Ratna Wardhani, S.E., M.Si. selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.
5) Andhika Herdiawan Prahasto, suami tercinta yang senantiasa memberikan
dukungan moril dan materil yang tidak terhingga serta yang merupakan
motivator untuk segera menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini.
6) Dermawati Pohan (Ibu), Fachruddin Harahap (Ayah), Alfin Fardeni Harahap
(Kakak), Ivan Zulkarnaen (Kakak), Suci Oktavani Ritonga, dan Umi
Shobariati selaku keluarga terdekat yang juga selalu memberikan dukungan
penuh dalam menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini.

iv

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


7) Aisyah Zuliana, Fatimah Ivana, Zulian, Fathan, dan Fayra, keponakan-
keponakan tersayang yang telah memberikan keceriaan pada saat
menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini.
8) Semua keluarga yang ada di Malang, Jakarta, Semarang, Serang, dan juga
Ciputat yang selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan tesis dan
perkuliahan ini.
9) Teman-teman Maksi-PPAk A13-2P: Esti (teman jogging dan sharing yang
baik, terima kasih atas banyak bantuan dan dukungan yang diberikan), Pak
Gunawan Ruslim, Pak Mustaknif, Mbak Siti Aisah, Mbak Asri Diah, Leo
Sutoliem, Rangga, Jessica Tenda, Leolita Gabiela, Amalia, May Simanjuntak,
Asri Elvani, Icha Fauziah, Astrini Aning, Hari Tri Pamungkas, yang selalu
memberikan keceriaan dan kerja sama yang baik pada saat menempuh
perkulian maupun sharing ilmu dalam pengerjaan tesis ini.
10) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah mendukung
dan membantu saya dalam menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan untuk membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan
perkuliahaan ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.

Jakarta, Juli 2015

Ridoni Fardeni Harahap

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Ridoni Fardeni Harahap


NPM : 1306498790
Program Studi : Magister Akuntansi
Departemen : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Relevansi Amortisasi dan Penurunan Nilai Goodwill Sebelum dan Setelah


Berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010): Bukti Empiris pada Perusahaan Publik di
Indonesia

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasi tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 15 Juli 2015

Yang menyatakan

(Ridoni Fardeni Harahap)

vi

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


ABSTRAK

Nama : Ridoni Fardeni Harahap


Program Studi : Magister Akuntansi
Judul : Relevansi Amortisasi dan Penurunan Nilai Goodwill Sebelum
dan Setelah Berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010): Bukti Empiris
pada Perusahaan Publik di Indonesia

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis relevansi nilai dari
komponen goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) (yaitu amortisasi
dan penurunan nilai) dan setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) (yaitu
penurunan nilai goodwill yang diuji secara periodik). Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah regresi data panel, dengan sampel 149 perusahaan
yang terdaftar di BEI selama tahun 2008-2013. Hasil uji regresi menunjukkan
bahwa amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai, sedangkan relevansi
penurunan nilai goodwill terhadap harga pasar saham tidak meningkat setelah
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010). Secara umum, penelitian ini menyimpulkan
bahwa komponen goodwill setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) tidak lebih
relevan dibandingkan dengan sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010).

Kata kunci: Amortisasi; goodwill; penurunan nilai; PSAK 22; relevansi nilai.

vii Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


ABSTRACT

Name : Ridoni Fardeni Harahap


Program Studi : Magister of Accounting
Title : The Value Relevance of Goodwill Amortization and
Impairment Prior to and After the Effective Implementation of
PSAK 22 (Revised 2010): Empirical Evidence from
Publicly Listed Companies in Indonesia

The purpose of this study is to analyze the value relevance of goodwill component
prior to the effective implementation of PSAK 22 (Revised 2010) (including
amortization and impairment) and after the effective implementation of PSAK 22
(Revised 2010) (including impairment test of goodwill periodically). The method
used in this research is regression using panel data, with sample of 149 companies
listed on Indonesia Stock Exchange during the years of 2008-2013. The regression
results indicate that the amortization of goodwill has no value relevance, whereas
value relevance of goodwill impairment in association to market price is not
increase after the effective implementation of PSAK 22 (Revised 2010). In
general, this study concludes that goodwill component after the periods of
effective implementation of PSAK 22 (Revised 2010) is not more value relevance
compared to the periods prior to effective implementation of PSAK 22 (Revised
2010).

Key words: Amortization; goodwill; impairment; PSAK 22; value relevance.

viii Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i 


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii 
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii 
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv 
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... vi 
ABSTRAK ........................................................................................................... vii 
ABSTRACT ......................................................................................................... viii 
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix 
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi 
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii 
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii 
1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 
1.1  Latar Belakang.............................................................................................. 1 
1.2  Rumusan Masalah ........................................................................................ 7 
1.3  Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7 
1.4  Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7 
1.5  Sistematika Penulisan ................................................................................... 8 
2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 9 
2.1  Landasan Teori ............................................................................................. 9 
2.1.1  Goodwill ............................................................................................. 9 
2.1.1.1  Metode Akuntansi untuk Goodwill Sebelum Berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010) .................................................... 10 
2.1.1.2  Metode Akuntansi untuk Goodwill Setelah Berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010) .................................................... 11 
2.1.1.3  Perbedaan Metode Akuntansi untuk Goodwill Sebelum
dan Setelah Berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010).............. 13 
2.1.1.4  Penurunan Nilai Goodwill................................................. 16 
2.1.1.5  Amortisasi Goodwill ......................................................... 18 
2.1.2  Relevansi Nilai ................................................................................. 19 
2.2  Penelitian Terdahulu ................................................................................... 23 
2.3  Pengembangan Hipotesis............................................................................ 27 
3 METODE PENELITIAN ................................................................................ 29 
3.1  Kerangka Pemikiran ................................................................................... 29 
3.2  Model Penelitian ......................................................................................... 33 
3.3  Operasionalisasi Variabel ........................................................................... 36 
3.3.1  Variabel Independen ........................................................................ 36 
3.3.1.1  Amortisasi Goodwill ......................................................... 36 
3.3.1.2  Penurunan Nilai Goodwill................................................. 36 
3.3.2  Variabel Dependen Harga Pasar Saham .......................................... 37 
3.3.3  Variabel Kontrol .............................................................................. 38 
3.3.3.1  Nilai Buku Ekuitas sebelum Goodwill .............................. 38 
3.3.3.2  Goodwill ............................................................................ 38 
3.3.3.3  Laba Bersih sebelum Pengurang Goodwill ....................... 39 
ix Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


3.3.3.4  Interaksi Variabel Dummy (D) dengan Laba Bersih dan
Nilai Buku Ekuitas ............................................................ 40 
3.4  Data dan Sampel ......................................................................................... 41 
3.4.1  Populasi dan Sampel ........................................................................ 41 
3.4.2  Metode Pengumpulan Data .............................................................. 41 
3.5  Uji Sensitivitas............................................................................................ 42 
3.6  Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 43 
3.6.1  Metode Analisis Statistik Deskriptif ................................................ 43 
3.6.2  Penentuan Model Panel.................................................................... 43 
3.6.3  Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ................................................... 45 
3.6.4  Uji Koefisien Determinasi (R2) ........................................................ 47 
3.6.5  Uji Signifikansi Model (Uji F-stat) ................................................. 47 
3.6.6  Uji Signifikansi Variabel (Uji t-stat) ............................................... 48 
4 PEMBAHASAN ............................................................................................... 49 
4.1  Hasil Pemilihan Sampel ............................................................................. 49 
4.2  Hasil Analisis Statistik Deskriptif .............................................................. 50 
4.3  Hasil Penentuan Model Panel ..................................................................... 53 
4.4  Hasil Pengujian Asumsi Klasik .................................................................. 54 
4.5  Hasil Pengujian Hipotesis........................................................................... 58 
4.5.1  Analisis Hasil Uji Hipotesis 1 .......................................................... 60 
4.5.2  Analisis Hasil Uji Hipotesis 2 .......................................................... 61 
4.5.3  Analisis Hasil Uji Variabel Kontrol ................................................. 62 
4.5.4  Analisis Hasil Uji Sensitivitas ......................................................... 66 
5 PENUTUP ......................................................................................................... 69 
5.1  Kesimpulan ................................................................................................. 69 
5.2  Keterbatasan Penelitian dan Saran ............................................................. 70 
5.3  Implikasi ..................................................................................................... 71 
REFERENSI ........................................................................................................ 73 
LAMPIRAN......................................................................................................... 76 

x Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pengukuran Awal Goodwill ............................................................. 12


Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Relevansi Amortisasi dan
Penurunan Nilai Goodwill................................................................ 32

xi Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Ringkasan Pemilihan Sampel .............................................................. 49


Tabel 4.2. Statistik Deskriptif ............................................................................... 51
Tabel 4.3. Hasil Pengujian untuk Penentuan Model Panel ................................... 53
Tabel 4.4. Hasil Uji Multikolinieritas Model Penelitian ....................................... 55
Tabel 4.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian................................... 56
Tabel 4.6. Hasil Uji Autokorelasi Model Penelitian ............................................. 57
Tabel 4.7. Hasil Regresi Model Penelitian ........................................................... 59

xii Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Sampel Penelitian ............................................................... 76


Lampiran 2. Hasil Penentuan Model Penelitian ................................................. 80
Lampiran 3. Hasil Uji Asumsi Klasik Model Penelitian .................................... 83
Lampiran 4. Hasil Regresi Model Penelitian ..................................................... 84
Lampiran 5. Hasil Regresi Sensitivitas Pertama ................................................ 85
Lampiran 6. Hasil Regresi Sensitivitas Kedua ................................................... 86

xiii Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia selalu dinamis
mengikuti perkembangan zaman dan isu-isu global yang turut mempengaruhi
sistem akuntansi yang ada di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya konvergensi
besar-besaran secara bertahap terhadap International Fanancial Reporting
Standards (IFRS) yang berlaku secara global. Konvergensi ini adalah salah satu
butir kesepakatan G20 pada saat London Summit tanggal 2 April 2009, dan
Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung
dalam kelompok G20 tersebut (DSAK, 2012). Rencana konvergensi ini telah
dideklarasikan semenjak tanggal 23 Desember 2008. Kepatuhan terhadap IFRS ini
sebelumnya telah dilakukan oleh ratusan negara di dunia. IFRS dijadikan sebagai
referensi utama pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia karena
IFRS merupakan standar yang sangat kokoh yang disusun oleh para ahli dan
dewan konsultatif internasional dari seluruh dunia serta didukung dengan berbagai
literatur yang beragam (IAI, 2008).
Tujuan dari konvergensi IFRS ini adalah untuk menambah kualitas standar
akuntansi lokal agar dapat dengan mudah diperbandingakan secara global, dapat
menambah transparansi perusahaan dan mengurangi biaya terkait dengan
penyusunan laporan keuangan sehingga dapat mengurangi hambatan-hambatan
investasi dan pada akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK
hanya membutuhkan sedikit konsolidasi untuk menghasilkan laporan keuangan
berdasarkan IFRS. Konvergensi besar-besaran secara bertahap ini berlaku efektif
secara keseluruhan pada 1 Januari 2012 terhadap IFRS versi 1 Januari 2009,
meskipun sudah ada beberapa yang berlaku efektif pada tahun 2011 (DSAK,
2012).
Beberapa tahun terakhir ini banyak merger dan akuisisi yang dilakukan di
Indonesia seiring dengan semakin ketatnya persaingan usaha. Data yang diambil
dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) (2014) menyebutkan bahwa
jumlah merger dan akuisisi semakin meningkat dari tahun 2010 ke 2014. Pada
1 Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


2

tahun 2010 perusahaan yang melaporkan merger atau akuisisi adalah sebanyak 3
perusahaan, pada tahun 2011 terdapat 43 perusahaan, tahun 2012 ada 36
perusahaan, pada tahun 2013 meningkat sebanyak 69 perusahaan, dan selama
tahun 2014 ada sebanyak 33 merger ataupun akuisisi yang dilaporkan. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa jumlah merger dan akuisisi di Indonesia semakin
meningkat yang menjadikan nilai goodwill sebagai aset tak berwujud yang timbul
karena adanya kombinasi bisnis juga menjadi semakin material pula relevansinya
bagi para investor dalam keputusan investasinya.
Standar mengenai metode akuntansi goodwill setelah konvergensi IFRS
adalah salah satu standar yang ikut berubah. Menurut Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 22 (Revisi 2010, hlm. 22.15), definisi goodwill
adalah “suatu aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang timbul
dari asset lainnya yang diperoleh dalam kombinasi bisnis yang tidak dapat
diidentifikasikan secara individual dan diakui secara terpisah.” Dari pengertian
tersebut dapat dilihat bahwa goodwill merupakan suatu aset takberwujud yang
mencerminkan potensi masa depan dari suatu perusahaan yang diakuisi yang
sudah diidentifikasi terpisah dengan aset tak berwujud lainnya seperti merk
dagang dan paten. Informasi tentang besarnya goodwill ini merupakan salah satu
informasi yang penting bagi investor untuk melihat prospek suatu perusahaan
yang diakuisisi. Oleh karena itu, kebutuhan akan metode akuntansi untuk goodwill
yang benar-benar relevan dalam mencerminkan potensi masa depan dari suatu
perusahaan yang diakuisisi menjadi sangat penting. Metode akuntansi goodwill
telah lama menjadi kontroversi khususnya tentang klasifikasi masa manfaat dari
goodwill beserta metode akuntansi yang digunakan untuk mengukur goodwill
tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan kontroversi tentang
goodwill tersebut, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sebagai tim
penyusun SAK di Indonesia melakukan adopsi IFRS 3 “Bussiness Combinations”,
IAS 36 “Impairment of Assets”, dan IAS 38 “Intangible Assets” terhadap PSAK
yang mengatur metode akuntansi untuk goodwill.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


3

Sebelum adanya konvergensi IFRS, di bawah Pernyataan Standar


Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 22 (1994) tentang “Akuntansi Penggabungan
Usaha” yang mengacu pada International Accounting Standard (IAS) No. 22
tentang “Bussiness Combinations” yang dikeluarkan oleh International
Accounting Standard Committee (IASC), goodwill positif dicatat sebagai aset
takberwujud yang memiliki masa manfat yang terbatas yang diamortisasi selama
lima sampai dua puluh tahun. Selain itu, saldo goodwill yang belum diamortisasi
dievaluasi pada setiap tanggal neraca dan diuji penurunan nilainya jika terdapat
indikasi bahwa jumlah tersebut tidak dapat sepenuhnya atau sebagian dipulihkan.
Untuk goodwill negatif diakui sebagai pendapatan yang ditangguhkan dan
diamortisasi selama dua puluh tahun. Sedangkan setelah adanya konvergensi
IFRS, PSAK 22 (Revisi 2010) yang berlaku efektif pada 1 Januari 2011 dan
mengacu pada IFRS 3 tentang “Business Combination”, goodwill positif tetap
dikapitalisasi menjadi aset takberwujud namun memiliki masa manfaat yang tidak
terbatas dan tidak lagi diamortisasi. Berdasarkan PSAK 22 (2010) yang baru
tersebut, goodwill harus diuji penurunan nilainya setiap akhir periode tidak lagi
hanya dievaluasi apakah terjadi indikasi penurunan nilai ataukah tidak seperti
pada masa sebelum konvergensi IFRS 3. Adapun goodwill negatif diakui sebagai
keuntungan periode berjalan.
Perbedaan penting metode akuntansi goodwill sebelum dan setelah
konvergensi IFRS 3 terlihat jelas pada metode pengurang goodwill. Yaitu adanya
penghentian amortisasi goodwill karena goodwill diklasifikasikan sebagai aset
takberwujud yang memiliki masa manfaat yang tidak terbatas. Sebagai gantinya,
goodwill hanya diuji penurunan nilainya pada setiap akhir periode dengan
mengacu pada PSAK 48 (Revisi 2009) yang merupakan adopsi dari IAS 36
tentang “Penurunan Nilai Aset” pada periode setelah konvergensi IFRS. Adapun
goodwill tersebut diturunkan nilainya jika setelah diuji ditemukan bahwa nilai
wajarnya yang mencerminkan nilai ekonomis dari goodwill lebih rendah daripada
nilai buku tercatatnya. Uji penurunan nilai goodwill ini digunakan karena dinilai
lebih mencerminkan nilai ekonomis dari goodwill tersebut pada periode yang
bersangkutan daripada secara pro-rata diamortisasi dengan metode garis lurus
pada setiap periodenya tanpa diukur secara akurat berapa nilai ekonomis yang

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


4

sebenarnya (Hulzen et al., 2011). Selain itu, alasan International Accounting


Standards Board (IASB) untuk menghentikan amortisasi goodwill adalah karena
investor tidak lagi melihat amortisasi goodwill sebagai informasi yang relevan
untuk mengambil keputusan. Namun demikian, estimasi besarnya penurunan nilai
juga sebenarnya dapat memberikan ruang untuk manajemen dalam melakukan
tindakan diskresioner. Oleh karena itu menarik untuk menganalisis perbandingan
relevansi nilai amortisasi dan penurunan nilai dari goodwill tersebut (Hulzen et
al., 2011).
Perubahan metode akuntansi untuk goodwill ini membuat relevansi atas
pelaporan goodwill terhadap keputusan pengguna laporan keuangan khususnya
investor juga pasti akan berbeda. Salah satu karakteristik dari laporan keuangan
adalah relevan. Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan (KDPPLK) (2004), informasi pada laporan keuangan agar bermanfaat,
maka harus relevan, dan informasi memiliki kualitas relevan jika dapat
memengaruhi keputusan ekonomi penggunanya. Oleh karena peran dari laporan
keuangan sebagai sarana bagi pihak eksternal untuk mengetahui kinerja dan posisi
keuangan suatu perusahaan, maka sangat penting untuk menguji relevansi dari
informasi-informasi akuntansi yang ada di dalamnya, termasuk informasi terkait
metode akuntansi goodwill tersebut untuk mengevaluasi perubahan metode yang
ada apakah sudah relevan dengan tujuan dari laporan keuangan itu sendiri.
Beberapa penelitian terdahulu tentang relevansi nilai metode akuntansi
untuk goodwill menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan
oleh Hulzen et al. (2011) menunjukkan bahwa metode amortisasi lebih relevan
bila dibandingkan dengan penurunan nilai. Penelitian Hulzen et al. (2011) tersebut
berkebalikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Iswaraputra (2013) yang
dilakukan terhadap perusahaan publik di Indonesia yang menunjukkan bahwa
relevansi nilai goodwill meningkat setelah PSAK 19 (Revisi 2010) mengadopsi
IAS 38. Adapun dalam penelitian tersebut, penghentian amortisasi dan adanya uji
penurunan nilai pada setiap periode merupakan perubahan utama dari adopsi IAS
38 tersebut. Terkait dengan amortisasi goodwill, penelitian Hambergh dan
Beisland (2014) konsisten dengan Zadeh et al. (2013) menunjukkan bahwa
amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai. Sementara itu, terkait dengan

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


5

penurunan nilai, hasil penelitian yang dilakukan oleh Zadeh et al. (2013), Xu et
al. (2011), Lapointe et al. (2009) dan Laghi et al. (2013) secara umum
mengindikasikan bahwa penurunan nilai memiliki relevansi nilai. Hal ini berbeda
dengan penelitian oleh Hamberg dan Beisland (2014) yang berpendapat bahwa
setelah adopsi IFRS 3, penurunan nilai goodwill tidak lagi memiliki relevansi nilai
dengan pengembalian saham sedangkan pada periode sebelum adanya adopsi
IFRS 3 penurunan nilai memiliki relevansi nilai. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan di Indonesia adalah penelitain oleh Iswaraputra (2013). Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa goodwill berhubungan negatif signifikan
terhadap harga pasar saham perusahaan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa relevansi nilai goodwill meningkat setelah PSAK 19 (Revisi 2010)
mengadopsi IAS 38.
Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Hamberg dan Beisland (2014), dengan sampel perusahaan di Swedia. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa amortisasi goodwill sebelum adopsi IFRS
3 di Eropa tidak memiliki relevansi nilai, namun adanya tambahan penurunan
nilai goodwill pada masa sebelum adopsi IFRS memiliki relevansi nilai terhadap
pengembalian saham. Namun sebaliknya, setelah adopsi IFRS 3, penurunan nilai
goodwill tidak lagi memiliki relevansi nilai. Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa konvergensi IFRS 3 yang menghentikan amortisasi dan hanya
memperkenankan pengujian penurunan nilai pada setiap periode tidak lebih
relevan daripada periode sebelum konvergensi IFRS 3 di Swedia.
Perbedaan penelitian Hambergh dan Beisland (2014) dengan penelitian ini
adalah terletak pada sampel penelitian. Penelitian Hamberg dan Beisland (2014)
menggunakan data perusahaan di Swedia dari tahun 2001-2010, sedangkan dalam
penelitian ini sampel yang diambil adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun (2008-2013). Selain itu, perbedaan juga terletak pada
model yang digunakan. Penelitian Hamberg dan Beisland (2008) menggunakan
return model secara dominan dalam penelitiannya, sedangkan pada penelitian ini,
model yang digunakan adalah price model yang dikembangkan oleh Ohlson
(1995). Hal ini karena price model dapat memberikan slope coefficient yang lebih
tidak bias jika dibandingkan dengan return model (Kothari dan Zimmerman,

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


6

1995). Selain itu Brown, Griffin, Hagerman, dan Zmijewski (1987) dalam Kothari
dan Zimmerman (1995) menjelaskan lebih jauh bahwa pada harga saham dalam
price model mencerminkan efek kumulatif dari kedua informasi laba yang
mengandung komponen surprise dan basi (stale) sehingga tidak terjadi error yang
mengakibatkan variabel menjadi bias pada regresi price model.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Indonesia adalah penelitain oleh
Iswaraputra (2013) yang meneliti tentang dampak adopsi IFRS pada PSAK
terhadap relevansi nilai goodwill pada perusahaan publik di Indonesia. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa goodwill berhubungan negatif signifikan
terhadap harga pasar saham perusahaan yang mengindikasikan investor
menggunakan informasi goodwill dalam melakukan keputasan investasi. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa relevansi nilai goodwill meningkat setelah
PSAK 19 (Revisi 2010) mengadopsi IAS 38. Perbedaan penelitian tersebut
dengan penelitian yang sekarang adalah adanya fokus terhadap perbandingan
metode akuntansi goodwill terkait dengan penurunan nilai dan amortisasi bukan
dampak IFRS terhadap relvansi goodwill secara keseluruhan. Perbedaan lainnya
dengan penelitian ini adalah terletak pada rentang tahun data yang akan diteliti
dan juga model yang akan digunakan. Selain itu, pada penelitian Iswaraputra
(2013) relevansi goodwill dianalisis secara keseluruhan namun tidak meneliti
tentang perbandingan relevansi amortisasi dan penurunan nilai sebelum dan
setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) seperti yang akan diteliti pada
penelitian sekarang.
Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu yang memiliki hasil
yang beragam, menarik untuk dilakukan penelitian untuk menganalisis masing-
masing relevansi dari metode akuntansi goodwill sebelum dan setelah berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010) untuk mengetahui metode mana yang paling relevan.
Pada penelitian ini metode akuntansi goodwill yang diperbandingkan berfokus
pada komponen goodwill yang terdiri dari amortisasi dan penurunan nilai (pada
periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)) dan komponen penurunan
nilai secara periodik (pada periode setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010))
yang merupakan perubahan terpenting dari metode akuntansi goodwill.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


7

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah relevansi nilai dari amortisasi goodwill?
2. Bagaimanakah relevansi dari komponen penurunan nilai goodwill sebelum
dan setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis
relevansi nilai dari komponen goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi
2010) (yaitu amortisasi dan penurunan nilai) dan setelah berlakunya PSAK 22
(Revisi 2010) (yaitu penurunan nilai goodwill yang diuji secara periodik) dengan
cara menjawab rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui relevansi nilai dari amortisasi goodwill.
2. Untuk mengetahui relevansi dari komponen penurunan nilai goodwill sebelum
dan setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010).

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini memberikan bukti empiris mengenai perbandingan relevansi
komponen goodwill yaitu amortisasi dan penurunan nilai pada periode
sebelum adopsi IFRS 3 pada PSAK 22 (Revisi 2010) dan penurunan nilai
secara periodik pada periode setelah konvergensi IFRS 3 sebagai bahan
masukan untuk DSAK yang ada dalam membuat kebijakan metode akuntansi
goodwill yang lebih relevan.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu investor yang naif dalam
mengambil keputusan investasi dengan mempertimbangkan relevansi nilai
metode akuntansi untuk goodwill.
3. Penelitian ini dapat memperkaya literatur terkait dengan goodwill di Indonesia
dan dapat dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya dan juga
bahan pembelajaran di kelas-kelas Akuntansi Keuangan.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


8

1.5 Sistematika Penulisan


Karya akhir ini terdiri dari lima bab dan sistematika penulisannya adalah
berikut ini:
Bab 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, masalah penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan tentang teori dan berbagai literatur dan penelitian
sebelumnya yang relevan terkait dengan goodwill, metode akuntansi untuk
goodwill, relevansi nilai, amortisasi goodwill, penurunan nilai goodwill, dan
relevansi nilai. Selain itu akan dijelaskan pula tentang penelitian sebelumnya dan
pengembangan hipotesis.
Bab 3 METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai kerangka pemikiran, model penelitian,
operasionalisasi variabel, data dan sampel, uji sensitivitas, metode pengolahan
data dan analisis data.
Bab 4 PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisis hasil pengujian dari model yang
telah disusun berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan.
Bab 5 PENUTUP
Bab ini akan memaparkan kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran, serta
implikasi hasil penelitian.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Goodwill
Menurut Kieso et al. (2011), goodwill adalah salah satu jenis aset
takberwujud dengan masa manfaat yang tidak terbatas yang timbul dari hasil
kombinasi bisnis yang diukur berdasarkan kelebihan biaya pembelian atas aset
bersih (aset dikurangi liabilitas) yang dapat diidentifikasi dari suatu perusahaan
yang diakuisisi. Sejalan dengan Kieso et al. (2011), menurut PSAK 22 (Revisi
2012, hlm. 22.15), definisi goodwill adalah:
“suatu aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari
asset lainnya yang diperoleh dalam kombinasi bisnis yang tidak dapat
diidentifikasikan secara individual dan diakui secara terpisah.”

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa goodwill merupakan


aset takberwujud hasil dari kombinasi bisnis yang tidak dapat diidentitifikasikan
secara individual dan diakui secara terpisah dari aset-aset takberwujud lainnya
yang manfaat ekonomisnya akan timbul di masa depan. Goodwill dalam
kombinasi bisnis dicatat oleh pihak pengakuisisi (Kieso et al., 2011). Goodwill
dicatat hanya jika semua bisnis dari suatu perusahaan diakuisisi atau dibeli. Selain
itu, goodwill hanya dikapitalisasi jika merupakan hasil dari pembelian atau
transaksi kombinasi bisnis dengan pihak eksternal. Goodwill yang muncul dari
transaksi secara iternal tidak dikapitalisasi karena dikhawatirkan terjadi
subjektifitas yang besar dalam penentuan nilai dari goodwill tersebut. (Kieso et
al., 2011).
Goodwill sering disebut dengan “the most intangible of the intangible
assets” (Kieso et al., 2011, hlm. 629). Dengan kata lain, goodwill adalah aset yang
paling takberwujud dari aset yang takberwujud karena goodwill diakui secara
terpisah dari aset-aset berwujud dan takberwujud lainnya yang timbul dari
kombinasi bisnis. Selain itu, goodwill juga merupakan aset tak berwujud yang
tidak dapat diidentifikasikan dan dipisah-pisahkan lagi secara individual yang
merupakan representasi dari manfaat ekonomi suatu perusahaan yang diakuisisi.

9 Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


10

Oleh karena itu, goodwill tidak diukur secara langsung, namun diukur sebagai
nilai residual yang hanya muncul dari kelebihan biaya pembelian perusahaan yang
diakuisisi dari nilai wajar atas aset bersihnya (Kieso et al., 2011).

2.1.1.1 Metode Akuntansi untuk Goodwill Sebelum Berlakunya PSAK 22


(Revisi 2010)

Sebelum adanya konvergensi IFRS, metode akuntansi untuk goodwill di


Indonesia diatur oleh beberapa PSAK. PSAK tersebut adalah PSAK 22 (1994)
tentang “Akuntansi Penggabungan Usaha”, PSAK 19 (2000) tentang “Aset Tidak
Berwujud”, dan PSAK 48 (1998) tentang “Penurunan Nilai Aktiva”.
Berdasarkan PSAK No. 22 (1994) yang mengacu pada IAS No. 22 tentang
“Bussiness Combinations” yang dikeluarkan oleh IASC, goodwill positif dicatat
sebagai intangible assets (aset takberwujud) yang memiliki masa manfaat yang
terbatas yang juga diatur di PSAK 19 (2000). Oleh karena memiliki masa manfaat
yang terbatas, maka goodwill sebelum konvergensi IFRS diamortisasi selama lima
tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan dua puluh tahun dengan alasan yang
tepat. Amortisasi tersebut dapat menggunakan metode garis lurus atau metode lain
jika ada yang lebih tepat. Sebelum konvergensi IFRS, goodwill diukur dengan
cara mengurangkan biaya akuisisi dengan nilai wajar aset dan liabilitas dan hak
minoritas (goodwill = biaya akuisisi – nilai wajar aset dan liabilitas – hak
minoritas (berdasarkan nilai tercatat aset dan liabilitas)). Adapun untuk goodwill
negatif diakui sebagai pendapatan yang ditangguhkan dan diamortisasi selama dua
puluh tahun.
Sebelum adopsi IFRS 3, PSAK 22 juga mengakui adanya penurunan nilai
goodwill terhadap nilai yang belum diamortisasi ketika dilakukan evaluasi pada
setiap tanggal neraca ditemukan indikasi bahwa nilai goodwill tersebut tidak dapat
dipulihkan sebagian atau sepenuhnya dari ekspektasi masa manfaat ekonomisnya
di masa yang akan datang. Jika penurunan nilai terjadi maka perusahaan harus
membukukan jumlah yang tidak dapat dipulihkan tersebut sebagai beban pada
periode yang bersangkutan. Di bawah PSAK 48 (1998), goodwill yang ada
pasarnya dapat dibalik bila kejadian spesifik penyebab penurunan nilai telah
pulih. Penurunan nilai goodwill dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


11

kecenderungan atau tren ekonomi yang tidak menguntungkan pada masa itu,
perubahan situasi persaingan dan hukum, dan peraturan perundangan. Faktor-
faktor tersebut dapat dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah arus kas yang
dihasilkan.

2.1.1.2 Metode Akuntansi untuk Goodwill Setelah Berlakunya PSAK 22


(Revisi 2010)

Metode akuntansi untuk goodwill di Indonesia setelah konvergensi IFRS


diatur oleh beberapa PSAK, yaitu PSAK 22 (Revisi 2010) tentang “Kombinasi
Bisnis” yang mengadopsi IFRS 3 “Bussiness Combinations”, PSAK 19 (Revisi
2010) tentang “Aset Takberwujud” yang mengadopsi IAS 38 “Intangible Assets”,
dan PSAK 48 (Revisi 2013) tentang “Penurunan Nilai Aset” yang menggantikan
PSAK 48 (Revisi 2009) yang mengadopsi IAS 36 “Impairment of Assets” per
efektif 1 Januari 2014.
PSAK 22 (Revisi 2010) yang mengadopsi IFRS 3 per 1 Januari 2009 ini,
berlaku efektif secara prospektif untuk kombinasi bisnis di Indonesia yang tahun
bukunya dimulai pada atau setelah periode 1 Januari 2011. PSAK 22 (2010)
banyak mengatur tentang goodwill. Menurut PSAK 22 (2010), goodwill yang
diperoleh dari biaya akuisisi dikurangi jumlah neto aset teridentifikasi yang
diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih ini, bisa positif ataupun negatif.
Goodwill positif terjadi jika biaya akuisisi lebih besar daripada jumlah nilai wajar
aset bersih yang dapat teridentifikasi dari perusahaan yang diambil alih,
sedangkan goodwill negatif adalah kebalikannya, yaitu jika jumlah nilai wajar aset
neto yang dapat teridentifikasi lebih besar daripada biaya akuisisinya.
Di bawah PSAK 22 hasil konvergensi IFRS 3 ini, goodwill positif tetap
diakui sebagai aset hasil dari kombinasi bisnis yang tidak dapat diidentifikasi
secara individual dan diakui terpisah dengan aset-aset berwujud dan aset-aset
takberwujud lainnya yang dapat teridentifikasi. Setelah konvergensi IFRS,
goodwill tidak termasuk ke dalam aset takberwujud yang diatur di PSAK 19
(Revisi 2010). Oleh karena goodwill memiliki masa manfaat yang tidak terbatas
maka goodwill tidak lagi diamortisasi (Kieso et al., 2011). Sebagai gantinya,
goodwill harus diuji penurunannya nilainya minimal satu tahun sekali sesuai

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


12

dengan persyaratan PSAK 48 tentang “Penurunan Nilai Aset”. Untuk pengakuan


awal, goodwill positif harus diakui sebagai aset di laporan posisi keuangan,
sedangkan untuk berikutnya goodwill diukur sebagai aset sebesar harga perolehan
pada pengakuan awal dikurangi dengan rugi akumulasi penurunan nilai (Juan dan
Wahyuni, 2012). Meskipun diakui sebagai aset, namun goodwill tidak direvaluasi
(IAI, 2013). Berikut merupakan skema pengukuran awal goodwill:

Nilai Wajar imbalan


yang dialihkan

+ Nilai wajar aset


Kepentingan teridentifikasi yang
Goodwill -
= nonpengendali diperoleh dan
liabilitas yang
+ diambil alih

Nilai wajar
kepentingan ekuitas
sebelum kombinasi,
jika ada

Gambar 2.1. Pengukuran Awal Goodwill


Sumber: Ikatan Akuntansi Indonesia (2013).

Sesuai dengan skema di atas pada pengukuran awal, goodwill diakui


sebagai selisih antara total dari nilai wajar imbalan yang dialihkan, kepentingan
nonpengendali, dan nilai wajar kepentingan ekuitas sebelum kombinasi (jika ada)
dengan nilai wajar aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil
alih. Goodwill negatif terjadi ketika nilai wajar aset bersih teridentifikasi lebih
besar daripada nilai wajar imbalan yang dialihkan dan kepentingan pengendali
atau dengan kata lain nilai wajar aset bersih yang dapat teridentifikasi lebih besar
dari biaya akuisisi. Hal ini juga disebut dengan pembelian dengan diskon, karena
pengakuisisi (pembeli) membayar lebih rendah daripada nilai wajar aset bersih
dari suatu bisnis perusahaan. Dalam hal ini, PSAK 22 (Revisi 2010) menilai
bahwa jumlah tersebut tidak normal dan kemungkinan timbul karena adanya

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


13

kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi atau
penilaian kembali oleh pihak pengakuisisi apakah identifikasi yang dilakukan atas
semua aset yang diakuisisi dan liabilitas yang diambil-alih sudah dilakukan secara
tepat, dan apakah pengakuisisi sudah mengidentifikasi dan mengakui setiap aset
atau liabilitas tambahan atas akuisisi tersebut. Setelah dilakukan penilaian ulang
tersebut, kemudian pengakuisisi harus mengkaji kembali prosedur yang
digunakan untuk mengukur jumlah yang disyaratkan untuk diakui pada tanggal
akuisisi terhadap unsur-unsur yang ada pada goodwill seperti yang ada pada
gambar 2.1. Tujuan dari pengkajian ulang tersebut adalah untuk memastikan
bahwa semua pengukuran telah dilakukan dengan tepat dan telah mencerminkan
semua informasi yang seharusnya ada pada tanggal akuisisi. Jika dari hasil
pengkajian ulang kembali masih dihasilkan selisih yang negatif, maka selisih
negatif tersebut diakui sebagai keuntungan pada tanggal akuisisi di laporan laba
rugi pihak pengakuisisi (IAI, 2013).

2.1.1.3 Perbedaan Metode Akuntansi untuk Goodwill Sebelum dan Setelah


Berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)
Konvergensi besar-besaran secara bertahap terhadap IFRS versi 1 Januari
2009 di Indonesia telah berlaku efektif secara keseluruhan pada tanggal 1 Januari
2012, meskipun sudah ada beberapa yang berlaku efektif pada tahun 2011
(DSAK, 2012). Konvergensi ini adalah salah satu butir kesepakatan G20 pada saat
London Summit tanggal 2 April 2009 (DSAK, 2012). Tujuan dari konvergensi
IFRS ini adalah untuk menambah kualitas standar akuntansi lokal agar dapat
dengan mudah diperbandingakan secara global, dapat menambah transparansi
perusahaan dan mengurangi biaya terkait dengan penyusunan laporan keuangan
sehingga dapat mengurangi hambatan-hambatan investasi sehingga pada akhirnya
laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK hanya membutuhkan sedikit
konsolidasi untuk menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS (DSAK,
2012).
Standar akuntansi untuk goodwill adalah salah satu standar yang berubah.
Sebelum adanya konvergensi IFRS, metode akuntansi untuk goodwill di Indonesia
diatur oleh beberapa PSAK. PSAK tersebut adalah PSAK 22 (1994) tentang
“Akuntansi Penggabungan Usaha” yang digantikan oleh PSAK 22 (Revisi 2010
Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


14

tentang “Kombinasi Bisnis”, PSAK 19 (2000) tentang “Aset Tidak Berwujud”


yang digantikan oleh PSAK 19 (Revisi 2010) tentang “Aset Takberwujud”, dan
PSAK 48 (1998) tentang “Penurunan Nilai Aktiva” yang digantikan oleh PSAK
48 (Revisi 2009) yang kemudian direvisi kembali pada tahun 2013 tentang
“Penurunan Nilai Aset”.
Di bawah PSAK No. 22 (1994) yang mengacu pada IAS No. 22 tentang
“Bussiness Combinations” yang dikeluarkan oleh IASC, goodwill positif dicatat
sebagai intangible assets (aset tak berwujud) yang memiliki masa manfaat yang
terbatas berbeda dengan PSAK 22 (Revisi 2010) yang mengakui goodwill sebagai
aset takberwujud yang memiliki masa manfaat tidak terbatas. Oleh karena
memiliki masa manfaat yang terbatas, maka goodwill sebelum berlakunya PSAK
22 (Revisi 2010) diamortisasi selama lima tahun dan dapat diperpanjang sampai
dengan dua puluh tahun dengan alasan yang tepat dengan menggunakan metode
garis lurus atau metode lain jika ada yang lebih tepat. Sedangkan setelah
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010), goodwill tidak diijinkan lagi untuk
diamortisasi dan sebagai gantinya goodwill harus diuji penurunan nilainya setiap
periode.
Sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010), goodwill diukur dengan cara
mengurangkan biaya akuisisi dengan nilai wajar aset dan liabilitas dan hak
minoritas (goodwill = biaya akuisisi – nilai wajar aset dan liabilitas – hak
minoritas (berdasarkan nilai tercatat aset dan liabilitas)). Sedangkan setelah adopsi
IFRS 3, goodwill diukur dari selisih antara biaya akuisisi dengan jumlah neto aset
teridentifikasi yang diperoleh dari liabilitas (goodwill = biaya akuisisi – jumlah
neto aset teridentifikasi yang diperoleh dari liabilitas yang diambil alih). Adapun
untuk goodwill negatif, sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) diakui
sebagai pendapatan yang ditangguhkan dan diamortisasi selama dua puluh tahun,
sedangkan setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) diakui sebagai keuntungan
peiode berjalan.
Sebelum adopsi IFRS 3, PSAK 22 juga mengakui adanya penurunan nilai
goodwill terhadap nilai yang belum diamortisasi ketika dilakukan evaluasi pada
setiap tanggal neraca ditemukan indikasi bahwa nilai goodwill tersebut tidak dapat
dipulihkan sebagian atau sepenuhnya dari ekspektasi masa manfaat ekonomisnya

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


15

di masa yang akan datang. Berbeda dengan PSAK 48 (Revisi 2009), goodwill
tidak hanya dievaluasi atau direview indikasi penurunan nilainya, namun harus
diujii penurunan nilainya setiap akhir periode. Goodwill tersebut harus diturunkan
nilainya jika setelah diuji ditemukan bahwa nilai wajarnya yang mencerminakan
nilai ekonomis dari goodwill lebih rendah daripada nilai buku tercatatnya. Selain
itu, perbedaan penting terkait dengan penurunan nilai sebelum dan setelah
berlakunya PSAK 48 (Revisi 2009) terletak pada pembalikan rugi penurunan nilai
goodwill. Sebelum berlakunya PSAK 48 (Rvisi 2009), goodwill yang ada
pasarnya dapat dibalik bila kejadian spesifik penyebab penurunan nilai telah pulih
sedangkan setelah konvergensi IFRS pembalikan rugi penurunan nilai atas
goodwill dilarang. Untuk lebih detail, penurunan nilai goodwill akan dijelaskan
lebih lanjut pada pembahasan tentang penurunan nilai goodwill.
Perbedaan metode akuntansi goodwill sebelum dan setelah konvergensi
IFRS terlihat jelas pada penghentian amortisasi goodwill dan uji penurunan nilai
yang hanya dilakukan jika saat dievauasi pada tanggal neraca ditemukan adanya
indikasi penurunan nilai. Sebagai gantinya, goodwill harus diuji penurunan
nilainya pada setiap akhir periode dengan mengacu pada PSAK 48 (Revisi 2009).
Beberapa hal yang mendasari perubahan metode akuntansi untuk goodwill
tersebut adalah:
1. Nilai goodwill dapat berkurang dari waktu ke waktu, namun untuk
memprediksi nilai ekonomis goodwill sangat sulit. Oleh karena itu, pola
penurunan nilainya tidak dapat secara arbitrer disama-ratakan dengan metode
amortisasi dengan garis lurus atau metode amortisasi lain (Kieso et al., 2011).
Hal tersebut menyebabkan pengungkapan amortisasi goodwill secara merata
setiap periodenya tidak memenuhi karakteristik kualitatif representational
faithfulness.
2. Uji penurunan nilai pada setiap periode dinilai lebih mencerminkan nilai
ekonomis dari goodwill tersebut pada periode yang bersangkutan daripada
secara merata diamortisasi dengan metode garis lurus tanpa diukur secara
akurat berapa nilai ekonomis yang sebenarnya (Hulzen et al., 2011).

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


16

3. Investor tidak lagi melihat amortisasi goodwill sebagai informasi yang relevan
untuk mengambil keputusan (Hambergh dan Beisland, 2014 dan Zadeh et al.,
2013).
PSAK 22 (Revisi 2010) tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Januari
2011. Semua entitas harus menerapkan PSAK tersebut secara prospektif untuk
semua goodwill yang diperoleh pada akuisisi sebelum tanggal efektif tersebut.
Oleh karena itu, sejak awal periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah
tanggal 1 Januari 2011, amortisasi goodwill harus dihentikan, jumlah tercatat yang
terkait dengan akumulasi amortisasi sehubungan dengan penurunan goodwill
harus dieliminasi, dan uji penurunan nilai goodwill sesuai dengan PSAK 48 harus
dilakukan. Terkait dengan goodwill negatif yang sebelumnya telah diakui harus
dihentikan pengakuannya dengan cara melakukan penyesuaian terhadap saldo
laba awal periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal efektif
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) tersebut.

2.1.1.4 Penurunan Nilai Goodwill


PSAK 48 menetapkan bahwa jika jumlah terpulihkan dari suatu aset lebih
kecil dari nilai tercatatnya, maka nilai tercatatnya harus diturunkan nilainya
menjadi sebesar nilai terpulihkannya. Atas penurunan nilai tersebut, maka
kerugian penurunan nilai harus diakui. Definisi rugi penurunan nilai berdasarkan
PSAK 48 adalah selisih lebih jumlah tercatat suatu aset atau unit penghasil kas
(cash generating unit) atas jumlah terpulihkannya. Menurut PSAK 48 (Revisi
2009), definisi unit penghasil kas adalah suatu kelompok aset terkecil yang
teridentifikasi yang dapat menghasilkan arus kas masuk yang sebagian besar
berdiri sendiri atau tidak terpengaruh dengan arus kas masuk dari aset ataupun
kelompok aset lainnya.
Penurunan nilai goodwill dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu
perubahan situasi persaingan bisnis, keadaan perekonomian yang tidak
menguntungkan, perubahan sistem hukum dan peraturan perundangan. Penurunan
nilai tersebut dapat dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah arus kas yang
dihasilkan. Jika berada dalam keadaan tersebut, nilai tercatat goodwill harus
segera diturunkan dan diakui sebagai beban penurunan nilai.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


17

Goodwill hanya akan menghasilkan arus kas jika dikombinasikan dengan


aset lainnya, oleh karena itu uji penurunan nilai goodwill dilakukan berdasarkan
unit penghasil kas yang dapat dibebani alokasi goodwill (Kieso et al., 2011).
Berdasarkan PSAK 48, untuk tujuan uji penurunan nilai, pihak pengakuisisi
mengalokasikan goodwill yang diperoleh dari hasil kombinasi bisnis sejak tanggal
akuisisi pada setiap unit penghasil kas atau kelompok unit penghasil kas pada
yang diharapkan dapat memberikan manfaat dari sinergi kombinasi bisnis
tersebut. PSAK 48 (Revisi 2013) menyebutkan bahwa setiap unit atau kelompok
unit yang memperoleh alokasi goodwill harus merupakan tingkat terendah dalam
suatu perusahaan yang goodwill-nya dipantau untuk tujuan manajemen internal
dan harus tidak lebih besar dari segmen operasi yang didefinisikan oleh PSAK 5
tentang “Segmen Operasi” pada paragraf 08 sebelum penggabungan.
Penurunan nilai goodwill harus diuji minimal satu kali dalam tahun
akuisisi. Selanjutnya goodwill diuji penurunan nilainya minimal satu tahun sekali
dan kapanpun saat adanya indikasi penurunan nilai. PSAK 48 menyebutkan
bahwa uji penurunan nilai terhadap unit penghasil kas yand dapat dibebani alokasi
goodwill harus dilakukan kapanpun dalam suatu periode tahunan, namun uji
tersebut harus dilakukan pada waktu yang konsisten setiap tahunnya. Unit
penghasil kas yang berbeda dapat diuji penurunan nilainya pada waktu yang
berbeda pula. PSAK 48 ini dengan tegas tidak memperbolehkan adanya
pemulihan rugi penurunan nilai goodwill yang didasari oleh alasan bahwa
pemulihan rugi penurunan nilai goodwill tersebut merupakan hasil yang
bersumber dari internal. Sejalan dengan PSAK 19, goodwill yang dihasilkan
secara internal tidak dikapitalisasi. Jika goodwill telah dialokasikan untuk unit
penghasil kas yang diperoleh selama tahun berjalan, maka unit tersebut harus diuji
penurunan nilainya sebelum akhir periode tahun berjalan (Juan dan Wahyuni,
2012).
Penurunan nilai goodwill merupakan suatu kondisi tertentu ketika unit
penghasil kas yang memiliki alokasi goodwill melebihi jumlah terpulihkannya.
Rugi penurunan nilai kemudian dialokasikan untuk mengurangi jumlah tercatat
aset unit penghasil kas yang bersangkutan dengan beberapa tahapan. Pertama-
tama rugi penurunan nilai dialokasikan pada setiap goodwill yang dialokasikan

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


18

pada unit penghasil kas. Tahapan selanjutnya adalah apabila nilai tercatat
goodwill telah habis, maka rugi penurunan nilai dialokasikan ke aset lainnya dari
unit penghasil kas dibagi secara rata atas dasar jumlah tercatat setiap aset dalam
unit penghasil kas tersebut (PSAK 48 (Revisi 2009)).

2.1.1.5 Amortisasi Goodwill


Aset takberwujud bisa memiliki masa manfaat yang terbatas dan ada yang
tidak terbatas. Menurut Kieso et al. (2011), amortisasi adalah pengalokasian biaya
dari aset takberwujud dengan cara yang sistematis. Dalam melakukan amortisasi,
suatu entitas membebankan biaya aset takberwujud tersebut selama masa
manfaatnya. Masa manfaat dari aset takberwujud tersebut harus mencerminkan
lamanya periode aset tersebut dapat berkontribusi terhadap aliran kas. Dalam
menetukan masa manfaat dari suatu aset takberwujud, perlu
mempertimbangankan beberapa faktor yang dapat membatasi masa manfaat dari
suatu aset tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah faktor ekspektasi penggunaan
aset tersebut bagi perusahaan, faktor hukum, regulasi, kontraktual, kompetisi, dan
lain sebagainnya (Kieso et al., 2011).
Besarnya biaya amortisasi dari suatu aset takbewujud yang memiiki masa
manfaat terbatas harus mengikuti pola konsumsi atau penggunaan dari aset yang
bersangkutan. Besarnya aset takberwujud yang akan diamortisasi adalah biaya
dikurangi dengan nilai residu. Nilai residu bisa diasumsikan nol jika pada akhir
masa manfaat aset tersebut tidak memiliki nilai bagi entitas lain. Suatu entitas
yang melakukan amortisasi atas aset takberwujud harus mencatat biaya amortisasi
yang diakui setiap tahunnya selama masa manfaat aset takberwujud tersebut
belum habis. Selain mengakui beban penyusutan, entitas tersebut juga harus
mengkredit besarnya akumulasi penyusutan secara terpisah. Adapun jumlah
tercatat aset takberwujud yang diamortisasi tersebut adalah harga perolehan
dikurangi dengan akumulasi penyusutan (Kieso et al., 2011).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya amortisasi terhadap aset
takberwujud dilakukan tergantung pada identifikasi aset takberwujud yang
bersangkutan apakah termasuk sebagai aset takberwujud dengan masa manfaat
tidak terbatas atau terbatas. Oleh karena goodwill merupakan aset yang masa

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


19

manfaatnya tidak terbatas maka goodwill tidak diamortisasi. Hal ini karena, untuk
melakukan amortisasi perlu adanya masa manfaat dalam mengalokasikan biaya
dari aset takberwujud tersebut. Selain itu, lamanya amortisasi goodwill juga
berdasarkan atas estimasi masa manfaat dari goodwill yang bersangkutan.
Berdasarkan PSAK No. 22 (1994) sebelum konvergensi IFRS 3 tentang
“Akuntansi Penggabungan Usaha” yang mengacu pada International Accounting
Standard (IAS) No. 22 tentang “Bussiness Combinations” goodwill positif dicatat
sebagai aset tak berwujud yang memiliki masa manfaat terbatas. Oleh karena itu,
goodwill di Indonesia sebelum konvergensi IFRS 3, diamortisasi selama lima
tahun, atau jika memang ada alasan yang tepat dapat diperpanjang sampai dua
puluh tahun. PSAK No. 22 (1994) juga menganjurkan agar goodwill diamortisasi
dengan metode garis lurus namun jika memang ada metode lain yang lebih baik
dapat pula digunakan. Pada masa sebelum konvergensi IFRS 3 tersebut,
manajemen harus mengestimasi umur manfaat goodwill ini secara handal,
sedangkan umur ekonomis goodwill tersebut sangat sulit dilakukan karena tidak
adanya faktor-faktor spesifik yang dapat membatasi umur manfaat goodwill
sehingga penentuan masa manfaat goodwill ini sering dilakukan oleh manajemen
secara arbitrer. Oleh karena itu, peluang untuk melakukan manajemen laba
menjadi lebih besar.

2.1.2 Relevansi Nilai


Berdasarkan KDPPLK (2004) yang terdapat pada SAK, laporan keuangan
memiliki empat karakteristik kualitatif, yaitu dapat dipahami, relevan, dan dapat
diperbandingkan. Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat
informasi yang ada dalam laporan keuangan berguna bagi penggunannya. Relevan
adalah salah satu karakteristik kualitatif yang paling penting. Berdasarkan
KDPPLK (2004), agar bermanfaat maka informasi pada laporan keuangan harus
relevan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat memengaruhi keputusan
ekonomi penggunanya. Selain itu, agar relevan, informasi harus memiliki peran
penting dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory) yang saling
berkaitan satu sama lain. Misalnya informasi struktur dan besarnya aset yang
dimiliki bermanfaat bagi pengguna ketika mereka berusaha meramalkan

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


20

kemampuan entitas dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap situasi


yang merugikan. Informasi yang sama juga berperan dalam memberikan
penegasan terhadap prediksi yang lalu. Contohnya adalah tentang bagaimana
struktur keuangan entitas diharapkan tersusun. Oleh karena peran dari Laporan
Keuangan adalah sebagai sarana bagi pihak eksternal untuk mengetahui kinerja
dan posisi keuangan suatu perusahaan, maka sangat penting untuk menguji
relevansi dari informasi-informasi akuntansi yang ada di dalamnya.
Menurut Robu (2014), konsep dari relevansi nilai tidak secara eksplisit
disebutkan oleh karakteristik kualitaif akuntansi yang ada pada satandar yang ada
(SAK ataupun IFRS). Dalam KDPPLK, relevansi merupakan salah satu
karakteristik kualitatif yang harus ada pada Laporan Keuangan agar informasi
yang ada di dalamnya dapat berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan.
Menurut Barth et al. (2001), relevansi nilai yang didefinisikan oleh standar
berbeda dengan kriteria literatur akademik. Lebih jauh lagi Barth et al. (2001)
menjelaskan bahwa uji relevansi nilai yang ada dalam literatur akademik lebih
mengarah pada salah satu pendekatan untuk mengoperasionalisasikan secara
empirik kriteria relevan dan handal yang ada pada standar.
Uji relevansi nilai digunakan untuk memverifikasi keberadaan relevansi
dan kehandalan dalam suatu informasi akuntansi. Contohnya adalah, suatu angka
akuntansi akan memiliki relevansi nilai atau dengan kata lain memiliki hubungan
prediktif yang signifikan terhadap harga saham atau pengembalian saham, hanya
jika nilai tersebut mencerminkan informasi yang relevan terhadap investor dalam
menilai suatu perusahaan (Barth et al., 2001). Nilai suatu perusahaan tersebut
dapat diukur dengan handal melalui harga saham atau pengembalian saham. Nilai
akuntansi hanya relevan terhadap pengguna Laporan Keuangan jika nilai tersebut
dapat membuat keputusan yang berbeda terhadap penggunannya. Oleh karena itu,
definisi konsep relevansi nilai adalah hubungan prediktif antara suatu nilai
akuntansi terhadap nilai pasar ekuitas (Barth et al., 2001).
Penelitian relevansi nilai akuntansi biasanya diuji dengan menggunakan
analisis regresi nilai akuntansi terhadap harga saham atau pengembalian saham.
Dalam analisis regresi, koefisien determinasi (R2) mengukur sejauh mana
pergerakan atau varian dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


21

independen. Dalam hal ini nilai akuntansi berperan sebagai variabel independen
dan pengembalian saham atau harga saham merupakan variabel dependen, maka
R2 adalah ukuran sejauh mana harga saham atau pengembalian saham dipengaruhi
oleh nilai akuntansi tersebut.
Kothari dan Zimmerman (1995) menyebutkan bahwa penelitian dalam
akuntansi sering memilih antara return model dan price model. Return model
adalah pengembalian (return) yang diregresikan pada variabel laba, sedangkan
price model adalah harga saham yang diregresikan dengan laba per lembar saham.
Return model dan price model sama-sama berasal dari model valuasi standar yaitu
harga adalah nilai sekarang dari arus kas bersih yang didiskontokan. Kedua model
mengandung informasi tentang arus kas bersih yang diharapkan di masa depan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kothari dan Zimmerman (1995),
price model dapat menghasilkan earning response coefficient (ERC) yang kurang
bias meskipun price model memiliki lebih permasalahan ekonometrik daripada
return model. Namun begitu, masalah ekonometrik yang sering terjadi yaitu salah
satunya adalah heteroskedastisitas, dapat diatasi dengan cara pemilihan metode
statistik yang lebih berhati-hati contohnya adalah dengan menggunakan metode
white heteroscedasticity-consistent standard errors (Kothari dan Zimmerman,
1995).
Dalam suatu penelitian relevansi nilai, penting adanya kesesuaian antara
model valuasi dengan atribut dari suatu perusahaan yang akan divaluasi
(Holthausen dan Watts, 2001). Oleh karena itu, pemilihan model valuasi harus
disesuaikan dengan tujuan penelitian dan atribut yang akan diteliti. Berdasarkan
Holthausen dan Watts (2001), tiga jenis model valuasi yang digunakan dalam
relevansi nilai adalah:
1. Balance sheet model
Balance sheet model merupakan model yang menunjukkan bahwa harga pasar
dari ekuitas adalah sama dengan harga pasar aset dikurangi dengan nilai pasar
liabilitas. Hubungan antara angka akuntansi dan atribut yang dinilai adalah
nilai buku dari aset dan liabilitas yang mengandung informasi tentang harga
pasar dari aset dan liabilitas yang bersangkutan.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


22

2. Earnings Model
Dalam model penelitian hubungan ekuitas ini, laba (earnings) diasumsikan
secara informatif dihubungkan dengan aliran kas masa depan atau dinilai
secara langsung. Berdasarkan model ini, tingkat pengembalian pasar atau nilai
ekuitas diregresikan dengan:
a. Komponen laba dan atau perubahan komponen laba, atau
b. Pendapatan dan atau perubahan pendapatan.
3. Ohlson Model
Dalam model ini, dengan adanya model valuasi dividen dan akuntansi surplus
bersih (clean surplus accounting), harga pasar dapat dijelaskan sebagai fungsi
linier dari pendapatan dan nilai buku ekuitas. Akuntansi surplus bersih adalah
perubahan nilai buku ekuitas sama dengan laba dikurangi dividen
ditambah/dikurangi transaksi modal. Model ini menyebutkan laba abnormal
yang merupakan laba dikurangi cost of capital dapat digunakan sebagai nilai
atribut investor. Hubungan atau link dengan laba dalam model ini tidak
diperlukan. Ohlson (1995) mengembangkan model valuasi pasar yang
menghubungkan informasi akuntansi dengan harga pasar dari suatu
perusahaan. Model tersebut menjelaskan bahwa harga pasar saham (PRICE)
dari suatu perusahaan sebagai fungsi linier dari nilai buku ekuitas (BVE) dan
laba (EARN). Oleh karena itu, fungsi dasar yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah:
PRICE : f (BVE, EARN) (2.1)
Penelitian ini menggunakan price model yang dikembangkan oleh Ohlson
(1995) dalam metode valuasi pengujian relevansi nilai. Hal ini sesuai dengan
tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis relevansi nilai informasi
akuntansi terhadap harga saham. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kothari dan Zimmerman (1995), price model dapat memberikan
slope coefficient yang lebih tidak bias jika dibandingkan dengan return model.
Selain itu, price model memberikan response coefficient yang kurang bias
daripada return model. Meskipun price model memiliki lebih permasalahan
ekonometrik namun hal ini dapat diatasi dengan cara pemilihan metode statistik
yang lebih tepat dan berhati-hati, contohnya adalah dengan menggunakan metode

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


23

white heteroscedasticity-consistent standard errors (Kothari dan Zimmerman,


1995).
Laba mencerminkan komponen mengejutkan (surprise) dan komponen
basi (stale) atau komponen yang sudah diantisipasi oleh pasar. Dalam return
model, komponen basi (stale) tidak relevan dalam menjelaskan pengembalian
(return) yang sekarang, oleh karena itu hal tersebut menyebabkan error pada
variabel independen dan menyebabkan slope coefficient menjadi bias. Sebaliknya
pada harga saham sekarang dalam price model mencerminkan efek kumulatif dari
informasi laba yang mengandung komponen surprise dan stale sehingga tidak
terjadi error yang mengakibatkan variabel menjadi bias pada regresi price model
(Brown, Griffin, Hagerman, dan Zmijewski, 1987 dalam Khotari dan
Zimmerman, 1995). Oleh karena itu price model memiliki spesifikasi model yang
lebih baik daripada return model.

2.2 Penelitian Terdahulu


Hamberg dan Beisland (2014) meneliti perusahaan di Swedia dan
menemukan bahwa amortisasi goodwill sebelum adopsi IFRS 3 di Eropa tidak
memiliki relevansi nilai, namun adanya tambahan penurunan nilai goodwill pada
masa sebelum adopsi IFRS memiliki relevansi nilai terhadap pengembalian
saham. Namun sebaliknya, setelah adopsi IFRS 3, penurunan nilai goodwill tidak
lagi memiliki relevansi nilai dengan pengembalian saham. Dari hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa konvergensi IFRS 3 yang menghentikan amortisasi dan
hanya memperkenankan pengujian penurunan nilai pada setiap periode tidak lebih
relevan daripada periode sebelum konvergensi IFRS 3 di Swedia.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hulzen et al.
(2011). Penelitian tersebut melakukan perbandingan efek metode akuntansi untuk
goodwill antara amortisasi dan penurunan nilai terhadap kualitas akuntansi
bedasarkan model relevansi nilai dan ketepatan waktu (timeliness). Sampel dari
penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan Eropa yang mengadopsi metode baru
akuntansi untuk goodwill berdasarkan IFRS pada tahun 2005. Hasil dari penelitian
ini, mengindikasikan bahwa metode penurunan nilai goodwill kurang relevan bila
dibandingkan dengan metode amortisasi, namun begitu dari segi timelines atau

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


24

ketepatan waktu metode penurunan nilai lebih tepat waktu jika dibandingakan
dengan amortisasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan metode
akuntansi oleh IASB ini hanya berkontribusi sebagian saja terhadap kualitas
laporan keuangan.
Penelitian lainnya adalah dilakukan oleh Xu dan Cai (2014) terkait dengan
relevansi nilai beban amortisasi goodwill sebelum berlakunya SFAS 142 dan
penurunan nilai goodwill setelah adopsi SFAS 142 dengan sampel perusahaan Hi-
tech yang terdiri dari industri seperti obat-obatan, komputer dan pemrograman,
software, dan peralatan komputer serta data proses. Penelitian ini menemukan
bahwa relevansi nilai dari amortisasi dan penurunan nilai memiliki relevansi nilai
yang tidak dapat disimpulkan terhadap harga pasar saham. Hal ini karena
amortisasi goodwill berasosiasi positif signifikan terhadap harga pasar saham pada
4 tahun dari total 12 tahun observasinya (1990-2001) sebelum berlakunya SFAS
142. Selain itu, 4 tahun dari total 12 tahun observasi tersebut amortisasi goodwill
juga memiliki koefisien positif namun tidak signifikan dan selebihnya (4 tahun
observasi) amortisasi memiliki koefisien yang negatif. Begitu pula untuk
penurunan nilai goodwill, Xu dan Cai (2014) juga menemukan bahwa 2 tahun dari
total observasi 11 tahun (2002-2012) memiliki koefisien yang positif signifikan,
sedangakan 5 dari total observasi 11 tahun tersebut adalah positif namun tidak
signifikan dan selebihnya (4 tahun) memiliki koefisien yang negatif. Oleh karena
itu hasil penelitian secara umum meragukan bahwa adopsi SFAS 142 dapat
memberikan informasi yang lebih relevan terhadap investor.
Penelitian lainnya terkait dengan hal ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Zadeh et al. (2013). Studi ini meneliti tentang value of relevance dari
besarnya nilai goodwill dalam laporan tahunan di Inggris (United Kingdom (UK))
di bawah UK-GAAP dan IFRS. Penelitian ini menguji relevansi dari penurunan
nilai goodwill terhadap perubahan tingkat relevansi dan ketepatan waktu
(timeliness) terkait dengan besarnya nilai akuntansi goodwill yang terkait. Hasil
dari penelitian ini mengindikasikan bahwa penurunan nilai goodwill, berhubungan
negatif dengan nilai pasar (market value) dan goodwill tersebut relevan di tahun
pada saat pembelian itu dilakukan, tetapi value relevance akan berkurang pada
tahun-tahun berikutnya. Namun begitu, penurunan nilai goodwill hanya terlihat

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


25

sebagian tepat waktu terhadap pasar. Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan
bahwa amortisasi tidak memiliki relevansi nilai.
Penelitian yang dilakukan oleh Xu et al. (2011) yang dilakukan dengan
menggunakan data perusahaan yang ada di Ameraka Serikat pada tahun 2003-
2008 (setelah berlakunya SFAS 142) tentang Goodwill and Other Intangible
Assets menemukan bahwa beban penurunan nilai secara rata-rata dilihat secara
negatif oleh investor namun kesehatan finansial menjadi variabel moderasi
hubungan tersebut. Bagi perusahaan yang profit, pengembaliannya adalah negatif,
namun untuk perusahaan yang rugi adalah positif. Oleh karena itu, implikasi dari
penelitian tersebut adalah bahwa perubahan penurunan nilai goodwill
mengandung informasi yang relevan.
Studi tentang metode akuntansi goodwill juga dilakukan oleh Lapointe et
al. (2009) yang berfokus pada kerugian penurunan nilai goodwill dalam masa
transisi terkait dengan revisi standar atas goodwill. Lapointe et al. (2009) meneliti
tentang relevansi nilai dan ketepatan waktu (timeliness) dari perubahan wajib pada
prinsip akuntansi yang dilakukan dengan menggunakan metode retroaktif.
Penelitian ini menemukan bahwa kerugian penurunan nilai yang dilaporkan dan
harga saham berhubungan negatif. Terkait dengan ketepatan waktu, hasil
penelitian ini menunjukkan asosiasi negatif signifikan antara kerugian penurunan
nilai goodwill transisional dan pengembalian tahunan kumulatif pada saat sebelum
standar baru, namun berasosiasi signifikan positif pada tahun adopsi.
Studi lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Laghi et al. (2013).
Penelitian tentang value relevance penurunan nilai ini dilakukan terhadap
beberapa perusahaan publik yang terdaftar di beberapa negara di European Union
dengan mempertimbangkan faktor spesifik masing-masing Negara (country-
specific factors) pada masa setelah berlakunya IFRS 3 (2008-2011). Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan nilai goodwill signifikan hanya
pada dua tahun (2008 dan 2009) kecuali di Prancis, dan goodwill memiliki value
of relevance yang signifikan pada semua periode.
Adapun penelitian sebelumnya terkait dengan relevansi metode akuntansi
goodwill yang dilakukan di Indonesia adalah penelitian oleh Iswaraputra (2013).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa goodwill berhubungan negatif

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


26

signifikan terhadap harga pasar saham perusahaan yang mengindikasikan investor


menggunakan informasi goodwill dalam melakukan keputasan investasi. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa relevansi nilai goodwill meningkat setelah
PSAK 19 (Revisi 2010) mengadopsi IAS 38. Perbedaan dengan penelitian ini
adalah adanya fokus terhadap perbandingan metode akuntansi goodwill terkait
dengan penurunan nilai dan dan amortisasi, bukan dampak IFRS terhadap relvansi
nilai goodwill secara keseluruhan.
Penelitian lain di Indonesia dilakukan oleh Anindhita dan Martani (2006),
yaitu tentang manfaat kandungan informasi amortisasi goodwill. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa amortisasi goodwill hanya berdampak minor terhadap
market-adjusted return. Dalam penelitiannya, Anindhita dan Martani (2006)
melakukan membandingkan kemampuan dari laba setelah amortisasi dan sebelum
pos kejadiaan luar biasa, laba sebelum amortisasi dan pos kejadian luar biasa, dan
aliran kas dari operasi dalam menjelaskan market-adjusted return.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah disebutkan sebelumnya, baik
yang dilakukan di luar negeri dan di dalam negeri menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Hulzen et al. (2011) menunjukkan
bahwa metode amortisasi lebih relevan bila dibandingkan dengan penurunan nilai.
Penelitian Hulzen et al. (2011) tersebut berkebalikan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Iswaraputra (2013) yang dilakukan terhadap perusahaan publik di
Indonesia yang menunjukkan bahwa relevansi nilai goodwill meningkat setelah
PSAK 19 (Revisi 2010) mengadopsi IAS 38. Adapun dalam penelitian tersebut,
penghentian amortisasi dan adanya uji penurunan nilai pada setiap periode
merupakan perubahan utama dari adopsi IAS 38 tersebut.
Terkait dengan amortisasi goodwill, penelitian Hambergh dan Beisland
(2014) konsisten dengan Zadeh et al. (2013) menunjukkan bahwa amortisasi
goodwill tidak memiliki relevansi nilai. Selain itu, sejalan dengan Hambergh dan
Beisland (2014) dan Zadeh et al. (2013), penelitian Anindhita dan Martani (2006)
menyatakan bahwa amortisasi hanya memiliki dampak minor terhadap market-
adjusted return. Selain itu, hasil penelitian Xu dan Cai (2014) juga menemukan
bahwa relevansi nilai amortisasi goodwill tidak dapat disimpulkan (hasilnya
mixed).

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


27

Sementara itu, terkait dengan penurunan nilai, hasil penelitian yang


dilakukan oleh Zadeh et al. (2013), Xu et al. (2011), Lapointe et al. (2009) dan
Laghi et al. (2013) secara umum mengindikasikan bahwa penurunan nilai
memiliki relevansi nilai. Hal ini berbeda dengan penelitian oleh Hambergh dan
Beisland (2014) yang berpendapat bahwa setelah adopsi IFRS 3, penurunan nilai
goodwill tidak lagi memiliki relevansi nilai dengan pengembalian saham
sedangkan pada periode sebelum adanya adopsi IFRS 3, penurunan nilai memiliki
relevansi nilai. Selain itu, Xu dan Cai (2014) juga menemukan bahwa penurunan
nilai goodwill setelah berlakunya SFAS 142 tidak memiliki relevansi nilai yang
jelas karena penelitian tersebut menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada tiap
tahun observasinya. Adapun hasil penelitian Hulzen et al. (2011) juga
mengindikasikan bahwa penurunan nilai tidak lebih relevan daripada amortisasi
goodwill.

2.3 Pengembangan Hipotesis


Berdasarkan kajian literatur yang telah disebutkan sebelumnya, setelah
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010), amortisasi goodwill dihentikan. Hal ini
karena nilai goodwill dapat berkurang dari waktu ke waktu, namun untuk
memprediksi nilai ekonomis goodwill sangat sulit. Oleh karena itu, goodwill
diklasifikasikan sebagai aset takberwujud yang memiliki masa manfaat yang tidak
terbatas sehingga tidak dapat diamortisasi. Maka dari itu, pola penurunan nilainya
tidak dapat secara arbitrer disama-ratakan dengan metode amortisasi dengan garis
lurus atau metode amortisasi lain (Kieso et al., 2011). Selain itu, dalam
praktiknya, amortisasai goodwill menggunakan metode garis lurus, namun bisa
saja metodenya menggunakan metode lain yang lebih tepat. Akibat dari
penggunaan metode amortisasi yang kurang tepat tersebut mengakibatkan
amortisasi goodwill menjadi tidak relevan (FASB, 2001). Hal inilah yang
menyebabkan amortisasi goodwill dianggap tidak dapat memenuhi karakteristik
kualitatif representational faithfulness. Selain alasan yang telah disebutkan
sebelumnya, penelitian Hambergh dan Beisland (2014) konsisten dengan Zadeh et
al. (2013) menunjukkan bahwa goodwill tidak memiliki relevansi nilai yang
mencerminkan bahwa investor tidak lagi melihat amortisasi goodwill sebagai

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


28

informasi yang relevan untuk mengambil keputusan. Sesuai dengan penelitian-


penelitian yang telah ada sebelumnya, maka hipotesis atau dugaan pertama dari
penelitian ini adalah hipotesis nol yaitu:

H1: Amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai.

Seperti yang telah dijelaskan pada hipotesis pertama, pada masa sebelum
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010), selain diamortisasi, goodwill juga dievaluasi
penurunan nilainya setiap akhir periode. Hal ini berarti uji penurunan nilai tidak
dilakukan secara periodik, namun hanya diuji jika ada indikasi bahwa nilai
terpulihkannya lebih rendah daripada nilai bukunya. Setelah berlakunya PSAK 22
(Revisi 2010), uji penurunan nilai dilakukan secara periodik, minimal satu kali
dalam masa satu tahun. Goodwill yang harus diuji penurunan nilainya secara
periodik dinilai dapat lebih mencerminkan nilai ekonomis goodwill yang
sesungguhnya daripada hanya dievaluasi setiap akhir periode dan tidak dilakukan
uji penurunan nilai jika tidak ada indikasi penurunan nilai akan terjadi (Hambergh
dan Beisland, 2014). Dengan adanya pengujian nilai goodwill setiap periode
sekali menunjukkan adanya kontrol yang baik terhadap penilaian goodwill.
Adapun penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan
penurunan nilai yang dilakukan oleh Zadeh et al. (2013), Xu et al. (2011),
Lapointe et al. (2009) dan Laghi et al. (2013) secara umum mengindikasikan
bahwa penurunan nilai setelah diberlakukannya penghentian amortisasi goodwill
dan uji penurunan nilai yang dilakukan tidak secara periodik memiliki relevansi
nilai. Hal ini diperkuat dengan penelitian oleh Iswaraputra (2013) yang dilakukan
di Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa relevansi nilai goodwill
meningkat setelah adanya adopsi IFRS pada PSAK. Unsur utama dari perubahan
tersebut adalah adanya pemberhentian amortisasi goodwill dan penurunan nilai
yang tidak secara periodik digantikan dengan penurunan nilai secara periodik saja.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dapat ditarik hipotesis kedua berikut ini:

H2: Relevansi komponen penurunan nilai goodwill meningkat setelah berlakunya


PSAK 22 (Revisi 2010).

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran


Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah metode
akuntansi untuk goodwill setelah mengadopsi IFRS 3 untuk PSAK 22 (revisi
2010) yang mengatur goodwill dalam kombinasi bisnis, lebih memiliki relevansi
nilai daripada sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) tersebut. Perubahan
utama dalam kedua periode tersebut adalah adanya penghentian metode
amortisasi dan adanya uji penurunan nilai yang dilakukan secara periodik minimal
satu tahun sekali.
Penelitian ini akan menggunakan price model dengan menggunakan model
Ohlson (1995) yang dimodifikasi oleh Hambergh dan Beisland (2014). Ohlson
(1995) mengembangkan model valuasi pasar yang menghubungkan informasi
akuntansi dengan harga pasar dari suatu perusahaan. Model tersebut menjelaskan
bahwa harga pasar saham dari suatu perusahaan sebagai fungsi linier dari nilai
buku ekuitas dan laba. Oleh karena itu, fungsi dasar yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah:
PRICE = f (BVE, EARN) (3.1)
Dalam fungsi tersebut PRICE adalah harga pasar saham, sedangkan BVE adalah
nilai buku ekuitas dan EARN adalah laba bersih perusahaan.
Sesuai dengan penelitian Hambergh dan Beisland (2014), fungsi saldo
goodwill pada akhir tahun (GW) dipisahkan dari nilai buku ekuitas untuk menguji
nilai goodwill secara terpisah, yaitu:
BVE = (BVE – GW) + GW (3.2)
Selain itu, komponen EARN dipisahkan dari pengurangan goodwill
(GWRED) untuk meguji relevansi penurunan nilai goodwill terhadap harga pasar
ini secara terpisah yaitu menjadi:
EARN = (EARN – GWRED) + GWERD (3.3)
Sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010), komponen dari pengurangan
goodwill adalah terdiri dari amortisasi (GWAM) dan penurunan nilai (GWIMP),

29 Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


30

oleh karena itu dalam penelitian ini pengurang goowill dipisahkan pula menjadi
amortisasi dan penurunan nilai goodwill, yaitu:
GWRED = GWAM + GWIMP (3.4)
Dari persamaan-persamaan di atas, maka dapat dirumuskan persamaan
berikut ini untuk menguji hipotesis penelitian ini:
PRICE = [(BVE–GW), GW, (EARN–GWRED), GWAM, GWIMP)] (3.5)
Untuk tujuan menghilangkan varians jumlah dan untuk menyeragamkan
skala pengukuran, maka semua variabel dalam penelitian ini kecuali variabel
dummy dibagi dengan total saham biasa yang beredar perusahaan i pada akhir
tahun t.
Berdasarkan penelitian Hambergh dan Beisland (2014), variabel kontrol
nilai buku ekuitas dan laba bersih dalam penelitian ini juga akan dikalikan atau
diinteraksikan dengan variabel dummy (D) yang diberi nilai 1 untuk perusahaan
yang melaporkan kerugian dan 0 untuk yang melaporkan untung. Interaksi laba
bersih dan nilai buku ekuitas dengan D dilakukan untuk menyesuaikan perbedaan
pengaruh laba positif dan negatif terhadap relevansi nilai. Dengan dugaan bahwa
laba negatif akan mengurangi relevansi nilai. Interaksi dengan variabel dummy
(D) untuk mengontrol efek laba yang negatif dilakukan dengan mengikutsertakan
nilai buku ekuitas perusahaan. Hal ini karena dengan interaksi D dengan laba saja
tidak cukup untuk mengeliminasi hubungan yang negatif antara harga dan laba
untuk perusahaan yang melaporkan rugi, oleh karena itu perlu untuk
mengikutsertakan nilai buku ekuitas perusahaan yang diinteraksikan dengan D
untuk laba negatif (Collins et al., 1999).
Sesuai dengan penelitian Hamberg dan Beisland (2014) serta Iswaraputra
(2013), variabel IFRS digunakan menjadi variabel pemoderasi dalam penelitian
ini untuk menganalisis perubahan relevansi variabel independen penurunan nilai
goodwill (GWIMP) terhadap variabel dependen harga pasar saham (PRICE)
setelah konvergensi IFRS 3. Pada penelitian ini, konvergensi IFRS 3 ditandai
dengan berlaku efektifnya PSAK 22 (Revisi 2010) yang mengatur tentang metode
akuntansi untuk goodwill pada 1 Januari 2011. Semua variabel dalam penelitian
ini kecuali amortisasi goodwill (GWAM), akan diinteraksikan dengan variabel
dummy IFRS yang merupakan indikator periode setelah berlakunya PSAK 22

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


31

(Revisi 2010) pada tahun 2011-2013. Variabel amortisasi goodwill tidak


diinteraksikan dengan IFRS karena amortisasi tersebut hanya diperbolehkan pada
periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) yaitu tahun 2008-2010.
Sehingga tidak ada pengaruh berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) untuk amortisasi
goodwill. Variabel IFRS ini adalah variabel dummy yang akan diberi nilai nol (0)
jika merupakan periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) pada tahun
2008 – 2010 dan diberi nilai satu (1) jika merupakan periode setelah berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010) pada tahun 2011 – 2013.
Tujuan dari interaksi IFRS dengan variabel independen dan variabel
kontrol dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan slope koefisien
antar dua periode yaitu sebelum dan setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)
(Gujarati, 2003). Dengan interaksi ini, perubahan relevansi nilai variabel
independen terhadap variabel dependen harga pasar saham sebelum dan setelah
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) memungkinkan untuk dapat dianalisis dengan
melihat pada perbedaan koefisien dan tingkat signifikansi variabel independen
terhadap harga pasar saham. Interaksi dengan IFRS yang merupakan indikator
perubahan periode sebelum dan setelah konvergensi IFRS 3 pada PSAK 22 (revisi
2010) tersebut dilakukan karena tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis perubahan relevansi nilai metode akuntansi untuk goodwill yang
terdiri dari komponen amortisasi dan penurunan nilai pada masa sebelum dan
setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010).
Variabel independen yang akan diuji dalam penelitian ini adalah
amortisasi goodwill (GWAM), penurunan nilai goodwill yang diinteraksikan
dengan IFRS (GWIMP*IFRS), dan penurunan nilai goodwill (GWIMP). Adapun
variabel independen lainnya baik yang diinteraksikan maupun tidak diinteraksikan
dengan IFRS merupakan variabel yang berfungsi sebagai kontrol dalam penelitian
ini, yang terdiri dari nilai buku ekuitas sebelum goodwill (BVE-GW) dan (BVE-
GW)*IFRS, nilai buku ekuitas untuk laba negatif (D*BVE) dan D*BVE*IFRS,
goodwill (GW) dan GW*IFRS, laba bersih sebelum pengurang goodwill (EARN-
GWRED) dan (EARN-GWRED)*IFRS, serta laba bersih negatif (D*EARN) dan
D*EARN*IFRS.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


32

Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua, semua variabel independen


serta variabel kontrol baik yang diinteraksikan dan tidak diinteraksikan dengan
variabel pemoderasi dummy IFRS dan dummy (D) akan diregresikan terhadap
variabel dependen untuk melihat perbandingan pengaruh antar variabel-variabel
tersebut terhadap variabel dependen harga pasar saham. Berikut adalah kerangka
pemikiran penelitian ini:

Nilai Buku Ekuitas (BVE)it

Nilai Buku Ekuitas sebelum


Goodwill (BVE–GW)it

Goodwill (GWit)

Interaksi D dengan Nilai Buku


Ekuitas (D*BVE)it

Harga Pasar Saham


Laba Bersih (EARNit) (PRICEit)

Laba Bersih sebelum Pengurang


Goodwill
(EARN-GWRED)it

Pengurang Goodwill
(GWREDit)
Amortisasi Goodwill
(GWAMit)*

Penurunan Nilai
Goodwill (GWIMPit)

Interaksi D dengan Laba Bersih


(D*EARN)it

Variabel Pemoderasi
(IFRS)

*Amortisasi goodwill tidak diinteraksikan dengan variabel pemoderasi IFRS karena amortisasi
goodwill hanya diperbolehkan sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Relevansi Amortisasi dan


Penurunan Nilai Goodwill

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


33

3.2 Model Penelitian


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model valuasi Ohlson (1995) yang dimodifikasi oleh
Hamberg dan Beisland (2014). Model Ohlson (1995) menjelaskan bahwa harga
pasar saham dari suatu perusahaan sebagai fungsi linier dari nilai buku ekuitas dan
laba. Dari fungsi dasar yang telah disebutkan pada gambaran penelitian
sebelumnya yaitu pada model (3.1) dan adanya interaksi variabel dummy (D)
untuk laba negatif dengan nilai buku ekuitas dan laba untuk menyesuaikan
perbedaan pengaruh laba positif dan negatif terhadap relevansi nilai karena diduga
bahwa laba negatif akan mengurangi relevansi nilai, maka diperoleh persamaan
dasar berikut ini:

PRICEit = α0 + α1BVEit + α2EARNit + α3(D*BVE)it + α4(D*EARNit) + εit (3.6)

Kemudian berdasarkan fungsi (3.5) dan berdasarkan persamaan (3.6) maka


diturunkan menjadi persamaan berikut ini:

PRICEit = α0 + α1(BVE-GW)it + α2GWit + α3(EARN-GWRED)it + α4GWAMit +


α5GWIMPit + α6(D*BVE)it + α7(D*EARNit) + εit (3.7)

Setelah diperoleh persamaan (3.7) di atas, kemudian sesuai dengan


penelitian Oliveira et al. (2010), Iswaraputra (2013), dan Hambergh dan Beisland
(2014), variabel indikator (IFRS) dimasukkan ke dalam persamaan sebagai
kontrol waktu untuk menandai periode sebelum dan setelah berlakunya PSAK 22
(Revisi 2010). Variabel IFRS merupakan variabel dummy untuk menunjukkan
adanya penerapan PSAK 22 (Revisi 2010) yang telah mengadopsi IFRS 3 yang
berlaku efektif pada 1 Januari 2011 di Indonesia. Untuk periode sebelum
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) yaitu tahun 2008-2010 akan diberi nilai nol
(0) dan periode setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) yaitu tahun 2011-2013
diberi nilai satu (1). Variabel ini nantinya akan diinteraksikan sebagai variabel
pemoderasi dengan variabel independen (kecuali amortisasi goodwill) dan
variabel kontrol lainnya untuk mengetahui perubahan slope koefisien antar dua

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


34

periode (Gujarati, 2003). Dengan metode ini, perbedaan tingkat relevansi variabel
independen dan variabel kontrol lainnya antara periode sebelum dan setelah
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) dapat diestimasi. Berikut merupakan model
yang akan diuji untuk menjawab hipotesis 1 dan 2 dalam penelitian ini:

PRICEit= α0 + α1IFRSit + α2(BVE-GW)it + α3GWit + α4(EARN-GWRED)it +


α5GWAMit + α6GWIMPit + α7(BVE-GW)*IFRSit + α8GW*IFRSit +
α9(EARN-GWRED)*IFRSit + α10GWIMP*IFRSit + α11D*BVEit +
α12D*EARNit + α13D*BVE*IFRSit + α14D*EARN*IFRSit + εit
………………………………………………………………...…….(3.8)

Keterangan:
PRICEit = Harga pasar saham 3 bulan setelah akhir tahun t
(harga penutupan pada 1 April t+1)
BVEit = Nilai buku ekuitas perusahaan i pada 31 Desember
tahun t
(BVE-GW)it = Nilai buku ekuitas dikurangi dengan
goodwill dari Perusahaan i pada tahun t
EARNit = Laba bersih perusahaan i pada 31 Desember tahun t
(EARN-GWRED)it = Laba bersih dikurangi pengurang goodwill dari
perusahaan i pada 31 Desember tahun t
D = 1 jika laba perusahaan (EARNit) pada 31 Desember
tahun t adalah negatif dan 0 jika sebaliknya
GWit = Goodwill perusahaan i pada 31 Desember
tahun t
GWREDit = Total dari amortisasi dan penurunan nilai goodwill
dari perusahaan i pada 31 Desember tahun t
GWAMit = Nilai amortisasi goodwill dari perusahaan i pada
31 Desember tahun t
GWIMPit = Penurunan nilai goodwill (jika ada) dari perusahaan
i pada 31 Desember tahun t

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


35

IFRS = Dummy IFRS, untuk periode sebelum berlakunya


PSAK 22 (Revisi 2010) tahun 2008-2010 diberi
nilai 0, sedangkan setelah berlakunya PSAK 22
(Revisi 2010) yaitu tahun 2011-2013 diberi nilai 1.
Hipotesis pertama dalam penelitian ini diuji dengan cara meregresikan
semua variabel independen dan variabel kontrol terhadap harga pasar saham
(PRICE) dengan menggunakan model (3.8). Hasil pengujian tersebut dianalisis
dengan cara melihat tingkat signifikansi uji parsial (p-value) dari variabel
amortisasi goodwill (GWAM) pada model (3.8) yaitu α5. Jika variabel GWAM
tidak signifikan secara statistik, maka dapat disimpulkan bahwa amortisasi
goodwill tidak memiliki relevansi nilai, dan sebaliknya. Variabel GWAM hanya
diperbolehkan pada periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) pada
tahun 2008-2010. Hal ini karena sejak berlaku efektifnya PSAK 22 (Revisi 2010)
yang mengadopsi IFRS 3 pada tahun 2011, amortisasi goodwill dihentikan. Oleh
karena itu variabel ini tidak diinteraksikan dengan IFRS.
Hipotesis kedua dalam penelitian ini juga diuji dengan cara meregresikan
semua variabel independen dan variabel kontrol terhadap harga pasar (PRICE)
dengan menggunakan model (3.8). Hasil pengujian hipotesis kedua tersebut
dianalisis dengan cara melihat tingkat signifikansi (p-value) dari variabel
(GWIMP*IFRS) yaitu α10. Hal ini karena perubahan relevansi penurunan nilai
goodwill dapat diidentifikasi dengan cara melihat pada tingkat signifikansi
statistik variabel GWIMP*IFRS. Jika koefisien variabel GWIMP*IFRS yaitu α10
signifikan secara statistik dan memiliki tanda yang sama dengan koefisien
GWIMP yaitu α6 maka dapat disimpulkan bahwa berlakunya PSAK 22 (Revisi
2010) meningkatkan relevansi penurunan nilai goodwill. Koefisien variabel
interaksi penurunan nilai goodwill dengan IFRS (GWIMP*IFRS)
mengindikasikan perbedaan koefisien penurunan nilai goodwill sebelum dan
setelah periode berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010). Koefisien penurunan nilai
goodwill setelah periode berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) dapat dilihat dari
penambahan koefisien GWIMP yaitu α6 dan koefisien variabel GWIMP*IFRS
yaitu α10 dengan persamaan α6 + α10. Adapun untuk menganalisis tingkat relevansi

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


36

penurunan nilai goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) dapat


dilihat dari variabel GWIMP yaitu α6.

3.3 Operasionalisasi Variabel


3.3.1 Variabel Independen
3.3.1.1 Amortisasi Goodwill
Variabel amortisasi goodwill (GWAM) merupakan salah satu variabel
independen utama yang akan diuji pada penelitian ini untuk menjawab pertanyaan
hipotesis 1. Amortisasi goodwill merupakan komponen dari pengurang goodwill
yang akan diuji secara terpisah pada penelitian ini. Menurut Kieso et al. (2011),
amortisasi adalah pengalokasian biaya dari aset takberwujud dengan cara yang
sistematis. Dalam melakukan amortisasi, suatu entitas membebankan biaya aset
takberwujud tersebut selama masa manfaatnya. Hal yang sama pula dilakukan
terhadap amortisasi goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010),
goodwill diamortisasi setiap periode selama masa manfaatnya. Amortisasi
goodwill adalah variabel GWAM yang hanya ada pada sampel sebelum berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010) pada tahun 2008-2011). Amortisasi goodwill pada
penelitian ini adalah beban amortisasi goodwill pada akhir tahun t, yaitu pada 31
Desember tahun 2008-2011 yang dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang
beredar pada akhir tahun t:
GWAMit=
Beban Amortisasi Goodwill Akhir Tahun t
(3.9)
Jumlah Lembar Saham Biasa yang Beredar pada Akhir Tahun t

3.3.1.2 Penurunan Nilai Goodwill


Penurunan nilai goodwill juga merupakan salah satu komponen dari
pengurang goodwill yang akan diuji untuk menjawab hipotesis 2. Berdasarkan
PSAK 48, rugi penurunan nilai adalah selisih lebih jumlah tercatat suatu aset atau
unit penghasil kas (cash generating unit) atas jumlah terpulihkannya. Variabel
penurunan nilai goodwill (GWIMP) terdapat pada kedua sampel baik sebelum dan
setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010). Perbedaannya adalah, pada masa
sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010), goodwill diuji penurunan nilainya

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


37

tidak secara periodik dan bersama-sama dengan amortisasi merupakan pengurang


goodwill. Sedangkan pada masa setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010), uji
penurunan nilai goodwill dilakukan secara periodik minimal satu kali dalam
setahun serta tidak lagi dibarengi dengan metode amortisasi goodwill. Variabel
penurunan nilai goodwill (GWIMP) pada penelitian ini adalah beban penurunan
nilai goodwill pada akhir tahun t, yaitu pada 31 Desember tahun 2008-2013 yang
dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar pada akhir tahun t:
GWIMPit=
Beban Penurunan nilai Goodwill Akhir Tahun t
(3.10)
Jumlah Lembar Saham Biasa yang Beredar pada Akhir Tahun t.

3.3.2 Variabel Dependen Harga Pasar Saham


Harga pasar saham (PRICE) merupakan variabel dependen dalam
penelitian ini. Menurut Feltham dan Ohlson (1995), harga pasar saham sama
dengan nilai sekarang (present value) arus kas bersih yang diharapkan ditambah
dengan nilai dari aset keuangan. Penelitian relevansi nilai menggunakan harga
pasar saham untuk merepresentasikan penilaian para investor terhadap suatu
perusahaan yang berdasarkan informasi-informasi yang ada dalam laporan
keuangan (Barth et al., 2001). Jika harga pasar saham dari suatu perusahaan naik,
maka dapat disimpulkan bahwa para investor memberikan penilaian yang baik
terhadap suatu perusahaan, dan begitupula sebaliknya jika harga saham tersebut
turun.
Variabel dependen harga pasar saham (PRICE) dalam penelitian ini diukur
pada harga pasar saham penutupan 1 April pada tahun berikutnya (t+1). Harga
pasar saham ini merupakan harga pasar saham tiga bulan setelah akhir tahun t (31
Desember) yang merepresentasikan reaksi investor terhadap laporan keuangan
auditan yang telah diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Oleh karena itu, variabel PRICE dalam penelitian ini
adalah harga pasar saham penutupan pada tanggal 1 April pada tahun berikutnya
yang secara umum telah mencerminkan semua informasi keuangan yang relevan.
PRICEit = Harga Pasar Saham Penutupan 1 April pada t+1 (3.11)

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


38

3.3.3 Variabel Kontrol


3.3.3.1 Nilai Buku Ekuitas sebelum Goodwill
Model valuasi pasar Ohlson (1995) menjelaskan bahwa harga pasar saham
merupakan fungsi linier dari nilai buku ekuitas dan laba bersih perusahaan. Nilai
buku ekuitas sama dengan nilai pasar perusahaan untuk aktifitas keuangan, tetapi
keduanya dapat berbeda pada kegiatan operasi (Feltham dan Ohlson, 1995).
Investor dapat menjadikan nilai buku ekuitas sebagai informasi yang relevan
untuk menilai suatu perusahaan, hal ini karena adanya perubahan nilai buku
ekuitas dari suatu perusahaan mengindikasikan adanya perubahan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan nilai dalam jangka panjang (Ohlson, 1995).
Sesuai dengan model yang dikembangkan oleh Ohlson (1995), variabel nilai buku
ekuitas (BVE) dalam penelitian ini adalah nilai buku ekuitas suatu perusahaan
pada akhir tahun t yaitu pada 31 Desember tahun 2008-2013 yang dibagi dengan
jumlah lembar saham biasa yang bredar.
Salah satu variabel independen yang akan diuji pada penelitian ini adalah
variabel penurunan nilai goodwill. Oleh karena itu, sesuai dengan penelitian
Hambergh dan Beisland (2014) yang juga menggunakan price model, variabel
nilai buku ekuitas harus dipisahkan dengan komponen goodwill. Pada penelitian
ini juga menggunakan variabel independen nilai buku ekuitas sebelum goodwill
(BVEit – GWit) sebagai variabel yang diperoleh dari nilai buku ekuitas perusahan
pada 31 Desember tahun t dikurangi dengan goodwill pada 31 Desember tahun t
dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar pada 31 Desember tahun
t, yang dirumuskan sebagai berikut:
(BVE – GW)it=
Nilai Buku Ekuitas pada Akhir Tahun t – Goodwill pada Akhir Tahun t
(3.12)
Jumlah Lembar Saham Biasa yang Beredar pada Akhir Tahun t

3.3.3.2 Goodwill
Variabel goodwill (GW) adalah variabel kontrol dalam penelitian ini yang
merupakan komponen dari nilai buku ekuitas yang dipisahkan dan diuji secara
terpisah. Hal ini karena tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji
metode penurunan akuntansi untuk goodwill sebelum dan setelah berlakunya

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


39

PSAK 22 (Revisi 2010) yang terdiri dari amortisasi dan penurunan nilai. Oleh
karena itu, perlu untuk memisahkan komponen goodwill ini dari nilai buku
ekuitas. Variabel goodwill ini adalah nilai buku bersih goodwill pada 31
Desember tahun t dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang bredar pada 31
Desember tahun t, yang dirumuskan berikut ini:
GWit=
Nilai Buku Bersih Goodwill pada Akhir Tahun t
(3.13)
Jumlah Lembar Saham Biasa yang Beredar pada Akhir Tahun t

3.3.3.3 Laba Bersih sebelum Pengurang Goodwill


Model valuasi pasar Ohlson (1995) menjelaskan bahwa harga pasar saham
merupakan fungsi linier dari nilai buku ekuitas dan laba bersih perusahaan. Oleh
karena itu, laba bersih perusahaan adalah salah satu vaariabel utama dalam
persamaan Ohlson (1995) tersebut. Semakin tinggi laba bersih perusahaan maka
investor akan menilai perusahaan tersebut lebih tinggi pula yang tercermin dari
naiknya harga pasar saham dari perusahaan yang bersangkutan. Hal ini karena
dengan naiknya laba bersih, perusahaan tersebut dinilai mampu untuk
meningkatkan kinerja keuangannya. Variabel laba bersih (EARN) dari penelitian
ini adalah laba bersih perusahaan pada akhir tahun t yaitu 31 Desember tahun t
dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar pada 31 Desember tahun
t.
Sesuai dengan penelitian Hambergh dan Beisland (2014), untuk menjawab
hipotesis pertama dan kedua tentang relevansi amortisasi goodwill dan penurunan
nilai goodwill, maka komponen pengurang goodwill yang merupakan total dari
amortisasi dan penurunan nilai goodwill harus dipisahkan dari laba bersih (EARN-
GWRED). Pada periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010),
pengurangan goodwill terdiri dari beban amortisasi goodwill secara periodik dan
beban penurunan nilai goodwill. Variabel pengurang goodwill (GWRED) sebelum
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) adalah total dari beban amortisasi goodwill
(GWAM) dan beban penurunan nilai goodwill (GWIMP) pada akhir tahun t (31
Desember tahun t) yang kemudian dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang
beredar pada 31 Desember tahun t. Adapun untuk periode setelah berlakunya

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


40

PSAK 22 (Revisi 2010) pada tahun 2011-2013, variabel pengurang goodwill


hanya terdiri dari beban penurunan nilai (GWIMP) pada akhir tahun t yaitu 31
Desember tahun t yang juga dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang
beredar pada akhir tahun t.
Oleh karena itu, variabel laba sebelum pengurang goodwill (EARN-
GWRED) tersebut diperoleh dari laba bersih perusahan pada akhir tahun t (31
Desember tahun t) dikurangi dengan total pengurang goodwill pada akhir tahun t
(31 Desember tahun t) kemudian dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang
beredar pada 31 Desember tahun t, yaitu:
(EARN-GWRED)it=
Laba Bersih Akhir Tahun t – Pengurang Goodwill Akhir tahun t
(3.14)
Jumlah Lembar Saham Biasa yang Beredar pada Akhir Tahun t

3.3.3.4 Interaksi Variabel Dummy (D) dengan Laba Bersih dan Nilai Buku
Ekuitas

Sesuai dengan penelitian Hambergh dan Beisland (2014), variabel dummy


(D) dalam penelitian diiteraksikan dengan nilai buku ekuitas (BVE) dan laba
bersih perusahaan (EARN). Variabel dummy (D) yang diinteraksikan dengan
EARN dan BVE dilakukan untuk menyesuaikan perbedaan pengaruh laba positif
dan negatif terhadap relevansi nilai. Dengan dugaan bahwa laba negatif akan
mengurangi relevansi nilai. Sesuai dengan penelitian Hambergh dan Beisland
(2014) dan Collins et al. (1999), untuk mengeliminasi hubungan yang negatif
antara harga dan laba untuk perusahaan yang melaporkan rugi, perlu untuk
mengikutsertakan nilai buku ekuitas perusahaan yang diinteraksikan dengan
dummy (D) untuk laba perusahaan yang negatif. Dalam penelitian ini, variabel
nilai buku ekuitas akan diinteraksikan dengan variabel dummy (D*BVE), begitu
pula dengan laba bersih (D*EARN). Variabel dummy (D) akan diberi nilai satu (1)
jika laba perusahaan negatif, dan diberi nilai nol (0) jika laba perusahaan adalah
positif. Oleh karena itu, variabel dummy tersebut akan dirumuskan sebagai
berikut:
D = 1, jika EARNit negatif
D = 0, jika EARNit positif

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


41

3.4 Data dan Sampel


3.4.1 Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua perusahaan nonkeuangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2013. Perusahaan
keuangan tidak diikutsertakan karena memiliki karakteristik yang khas berbeda
dengan sektor yang lain. Penelitian ini adalah penelitian empirik dengan
menggunakan metode purposive judgement sampling. Dengan menggunakan
purposive judgement sampling, maka sampel dipilih berdasarkan kriteria-kriteria
tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (Sekaran dan Bougie, 2010). Sampel
yang diambil dalam penelitian ini adalah data yang memenuhi kriteria-kriteria
berikut ini:
a. Perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2013.
Industri keuangan tidak dimasukkan karena industri ini memiliki karakteristik
khusus yang tidak bisa disamakan dengan industri lainnya.
b. Perusahaan yang melakukan kombinasi bisnis dan mengkapitalisasi goodwill
atau mencatat amortisasi atau penurunan nilai goodwill dalam Laporan Posisi
Keuangannya antara tahun 2008 sampai dengan 2013.
c. Periode akuntansi perusahaan yang bersangkutan berakhir pada 31 Desember.
d. Perusahaan memiliki data yang lengkap terkait dengan semua variabel yang
digunakan dalam penelitian ini.
e. Perusahaan melaporkan nilai buku ekuitas sebelum goodwill yang positif.

3.4.2 Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diambil dari database Reuters Knowledge (Datastream) yang tersedia di Pusat
Data Ekonomi dan Bisnis (PDEB) Universitas Indonesia. Data yang diperoleh
adalah saldo goodwill pada akhir tahun t (GW), beban amortisasi goodwill pada
akhir tahun t (GWAM), beban penurunan nilai goodwill pada akhir tahun t
(GWIMP), harga saham penutupan perusahaan pada 1 April t+1 (PRICE), nilai
buku ekuitas perusahaan pada akhir tahun t (BVE), laba per saham pada akhir
tahun t (EARN) dan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun t. Data-data
yang diperoleh dari Datastream tersebut tidak semuanya lengkap khususnya

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


42

untuk saldo goodwill, amortisasi goodwill dan penurunan nilai goodwill. Data
yang tidak lengkap tersebut dicek ulang dengan data yang terdapat pada laporan
keuangan perusahaan yang dipublikasikan di website BEI yaitu www.idx.co.id
atau yang ada pada website perusahaan.
Jika data yang telah dicek ulang tersebut masih tidak secara eksplisit
menyebutkan adanya amortisasi dan penurunan nilai goodwill, maka data akan
diasumsikan dengan menggunakan informasi-informasi yang ada pada laporan
keuangan. Asumsi tentang amortisasi dan penurunan nilai dilakukan dengan cara
menghitung selisih nilai goodwill ataupun akumulasi amortisasi goodwill pada
tahun yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya. Jika terdapat selisih kurs
maka diasumsikan kurs yang digunakan adalah kurs tengah Bank Indonesia (BI)
pada akhir tahun yang bersangkutan.

3.5 Uji Sensitivitas


Selain analisis utama, analisis tambahan juga dilakukan dalam penelitian
ini untuk menguji sensitivitas hasil pengujian statistik. Uji sensitivitas yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah terdiri dari:
1. Uji sentsitivitas dengan menggunakan model utama, yaitu model (3.8) namun
dengan sampel penelitian tanpa mengikutsertakan data yang nilai amortisasi
dan penurunan nilai goodwill-nya dihitung dengan cara diasumsikan.
2. Uji sensitivitas dengan menggunakan sampel sebelum dan setelah berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010) secara terpisah tanpa adanya interaksi dengan variabel
dummy IFRS. Untuk sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) data yang
digunakan adalah sampel pada tahun 2008 sampai dengan 2010 sedangkan
setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) data yang digunakan adalah
sampel pada tahun 2011 sampai dengan 2013. Model yang digunakan untuk
periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) adalah model (3.7) yang
telah dijelaskan sebelumnya pada subbab model penelitian, yaitu
PRICEit = α0 + α1(BVE-GW)it + α2GWit + α3(EARN-GWRED)it + α4GWAMit
+ α5GWIMPit + α6(D*BVE)it + α7(D*EARNit) + εit (3.7)
Untuk setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010), adalah dengan
menggunakan model (3.7) tanpa mengikutsertakan variabel amortisasi

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


43

goodwill (GWAM) yang hanya terjadi sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi


2010), berikut model yang digunakan Berikut model yang digunakan:
PRICEit = α0 + α1(BVE-GW)it + α2GWit + α3(EARN-GWRED)it + α4GWIMPit
+ α5(D*BVE)it + α6(D*EARNit) + εit (3.15)

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan
dilakukan dengan menggunakan program STATA SE 12. Variabel-variabel yang
ada pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan akan
diregresikan dengan menggunakan model regresi linier berganda berbasis
Ordinary Least Square (OLS). Data yang akan diregresikan adalah data panel
yang terdiri dari data cross sectional dan times series semua perusahaan sampel
selama 6 periode tahun yaitu 2008 sampai dengan 2013. Adapun penentuan
outlier dilakukan dengan menghitung batas atas dan batas bawah dengan metode
rata-rata + tiga kali standar deviasi dan outlier tersebut selanjutnya di-treatment
dengan melakukan winzoration. Lebih lanjut, berikut merupakan analisis-analisis
yang akan dilakukan dalam mengolah data penelitian ini.

3.6.1 Metode Analisis Statistik Deskriptif


Metode statistik deskriptif adalah metode statistik yang mendeskripsikan
atau menjelaskan karakteristik dari informasi atas suatu kumpulan data untuk
melihat karakteristik, pemusatan, dan persebaran dari kumpulan data tersebut
(Sekaran dan Bougie, 2010). Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian
ini adalah mean (rata-rata), median (nilai tengah), standar deviasi, serta nilai
maksimum dan minimum.

3.6.2 Penentuan Model Panel


Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda (multiple
regression) yang berbasis ordinary least square (OLS). Data yang akan
diregresikan adalah data panel yang yang merupakan gabungan dari data cross
sectional dan times series semua perusahaan sampel selama enam periode tahun
yaitu 2008 sampai dengan 2013. Pada analisa model panel, terdapat tiga jenis

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


44

pendekatan estimasi berdasarkan atas persebaran unobserved variable dan error-


nya, yaitu pooled least square model (PLS) atau juga sering disebut dengan
common effect model, fixed effect model (FEM), dan random effect model (REM).
Pendekatan PLS atau common effect adalah pendekatan sederhana yang
menggabungkan seluruh data time series dan cross-section (pooled) yang
kemudian diestimasi dengan menggunakan OLS. Model ini mengabaikan efek
ruang dan waktu dari masing-masing individu data sehingga seluruh data akan
dikelompokkan menjadi satu untuk setiap cross section dan time series. Model
dengan pendekatan FEM menambahkan dummy untuk memberi kararakteristik
untuk masing-masing individu cross section namun mengasumsikan koefisien
slope-nya tetap untuk setiap observasi. Pendekatan ini juga disebut dengan Least
Square Dummy Variable (LSDV). Adapun model dengan pendekatan REM adalah
variasi dari estimasi generalized least squares (GLS) yang melihat adanya
perbedaan nilai baik pada variabel waktu, maupun variabel cross-section. Untuk
mengetahui jenis model yang paling tepat untuk model penelitian ini dilakukan
uji:
a. Uji Chow (Chow Test)
Uji ini digunakan untuk menetukan apakah model yang paling tepat dalam
penelitian adalah PLS atau FEM. Dengan program STATA, pengujian ini
dilakukan dengan cara melakukan regresi model panel data menggunakan
fixed effect model yaitu dengan perintah “xtreg depvar indepvar, fe”. Hasil
pengujian ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas F-stat. Jika probabilitas F-
stat lebih kecil daripada alpha maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
dalam penelitian ini lebih tepat bila menggunakan FEM.
b. Uji Lagrange Multiplier (LM Test)
Uji ini dilakukan untuk menetukan apakah model yang paling tepat dalam
penelitian adalah PLS atau REM. Dengan program STATA, pengujian
dilakukan dengan cara melakukan regresi panel data dengan menggunakan
model random effect terlebih dahulu yaitu dengan perintah “xtreg depvar
indepvar, re” kemudian dilanjutkan dengan perintah “xttest0”. Hasil pengujian
ditunjukkan oleh nilai probabilitas chi-square. Jika probabilitas chi-square

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


45

lebih kecil daripada alpha maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
dalam penelitian ini lebih tepat bila menggunakan REM.
c. Uji Hausman (Hausman Test)
Uji ini digunakan untuk menetukan apakah model yang paling tepat dalam
penelitian adalah REM atau FEM. Uji Hausman dengan program STATA
dilakukan dengan cara menyimpan masing-masing uji yaitu FEM dengan
perintah “est store fixed” dan untuk REM dengan perintah “est store random”
kemudian diikuti dengan perintah “hausman fixed random”. Hasil pengujian
dalam uji ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas chi-square. Jika probabilitas
chi-square lebih kecil daripada alpha maka dapat disimpulkan bahwa model
regresi dalam penelitian ini lebih tepat bila menggunakan FEM.

3.6.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik


Agar model regresi linier berganda dengan menggunakan data panel ini
dapat disebut dengan model yang baik, maka model tersebut harus memenuhi
asumsi Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Agar dapat memenuhi asumsi
BLUE, suatu model statistik harus diuji apakah terdapat permasalahan,
multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi (Gujarati, 2003). Pengujian
asumsi BLUE ini akan berbeda-beda tergantung dari jenis model statistik yang
akan diuji.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini menggunakan
model regresi linier brganda yang berbasis OLS. Agar model regresi linier
berganda ini dapat disebut dengan model yang baik, maka model tersebut harus
memenuhi kriteria BLUE. Jika asumsi BLUE dilanggar maka intrepetasi hasil
regresi bisa menjadi bias dan tidak efisien. Oleh karena itu, penelitian ini juga
menguji asumsi klasik yang melekat pada persamaan model regresi linier 
berganda ini sehingga dapat memenuhi asumsi BLUE. Uji asumsi klasik dalam
penelitian ini adalah:

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


46

a. Uji Multikolinieritas
Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik
seharusnya bebas dari multikolinieritas yang berarti tidak terjadi korelasi
antara variabel-variabel independennya. Dengan adanya korelasi yang
signifikan antar variabel independennya maka dapat mengganggu hubungan
antara variabel independen dan dependennya. Pengujian asumsi
multikolinieritas ini dapat dilakukan dengan melihat nilai partial collinierity
atau Variance Inflation Factor (VIF). Rule of thumb dari multikolinierity
dengan analisis partial collinierity adalah adalah 0.8, artinya jika korelasi
antara dua variabel bernilai ≥ 0.8 maka kedua variabel tersebut memiliki
hubungan linier (terdapat masalah multikolinieritas). Adapun rule of thumb
dari VIF adalah VIF ≥ 10 atau 1/VIF ≤ 0.1, jika VIF ≥ 10 atau 1/VIF ≤ 0.1
maka suatu model memiliki masalah multikolinieritas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat
ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Uji
ini dilakukan untuk mengetahui apakah varian residual atau error dari
pengamatan-pengamatan itu tidak konstan. Dengan adanya asumsi ini maka
harus dipastikan bahwa model regresi memiliki varians error yang yang
konstan untuk setiap observasi. Hal ini karena jika asumsi ini tidak dipenuhi
maka estimator pada model regresi yang digunakan tidak beada pada kondisi
varian yang minimum (Gujarati, 2003). Model regresi yang baik adalah
regresi homoskedastisitas yaitu yang bebas dari heteroskedastisitas. Uji
heteroskedastisitas yang dapat dilakukan dengan metode scatter plot, atau bisa
dilakukan dengan uji Park, uji Glejser, atau uji White. Dengan program
STATA untuk FEM uji heteroskedastisitas dilakukan dengan perintah
“xttest3”. Jika niai probabilitas chi-square lebih kecil daripada alpha, maka
model tersebut memiliki masalah heteroskedastisitas.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


47

c. Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antara periode t dengan periode sebelumnya (t - 1). Model regresi
yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi, hal ini karena
adanya korelasi antara periode t dengan periode t - 1 dapat mengganggu
hubungan antara variabel independen dan variabel dependennya. Metode yang
biasanya digunakan untuk menguji autokorelasi adalah dengan menggunakan
uji Durbin-Watson, uji dengan Run Test, atau uji Lagrange Multiplier jika
data observasi di atas 100 data. Dengan program STATA untuk FEM uji
autokorelasi dilakukan dengan perintah “xtserial depvar indepvar”. Jika niai
probabilitas F-stat lebih kecil daripada alpha, maka model tersebut memiliki
masalah autokorelasi.

3.6.4 Uji Koefisien Determinasi (R2)


Uji koefisien determinasi (R2) mengukur sejauh mana pergerakan atau
varian dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Atau
dengan kata lain pada regresi linier, koefisien determinasi (R2) mencerminkan
seberapa besar kemampuan semua variabel independen dalam menjelaskan varian
dari variabel dependennya. Dalam penelitian ini, harga saham sebagai variabel
dependen diregresikan dengan angka-angka akuntansi yang merupakan variabel
independen. Dalam hal ini, R2 adalah ukuran sejauh mana variasi dari harga
saham dapat dijelaskan oleh angka-angka akuntansi tersebut.

3.6.5 Uji Signifikansi Model (Uji F-stat)


Uji ini digunakan untuk menguji apakah semua variabel independen yang
ada dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau serentak
terhadap variabel dependen. Uji F-stat dapat dilakukan dengan membandingkan
nilai F hitung dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar dari
nilai F tabel maka maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen bersama-
sama mempengaruhi variabel dependen. Selain itu, dapat dilakukan dengan
melihat p-value dari F-stat lebih kecil dari alpha maka dapat disimpulkan bahwa

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


48

variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen


begitu pula sebaliknya.

3.6.6 Uji Signifikansi Variabel (Uji t-stat)


Uji t-stat digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen. Uji statistik t ini dapat
dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Apabila nilai
statistik t hitung lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel maka hipotesis yang
menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi
variabel dependen. Selain itu, uji ini juga dapat dilakukan dengan cara melihat p-
value dari uji t-stat, jika lebih kecil dari alpha maka dapat disimpulkan bahwa
variabel independen tersebut mempengaruhi variabel dependennya secara
signifikan.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemilihan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan nonkeuangan yang
terdaftar di BEI pada tahun 2008 sampai dengan 2013. Pemilihan sampel
dilakukan dengan metode purposive judgement sampling. Oleh karena itu, dengan
metode ini, sampel akan dipilih dari populasi yaitu semua perusahaan
nonkeuangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 sampai dengan 2013
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Tabel 4.1 merupakan ringkasan proses
pemilihan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini:

Tabel 4.1. Ringkasan Pemilihan Sampel


Keterangan Jumlah Observasi
Total semua observasi perusahaan yang terdaftar di BEI
2.602
tahun 2008-2013
Perusahaan keuangan (426)
Perusahaan nonkeuangan yang tidak mengkapitalisasi
goodwill atau tidak melaporkan amortisasi atau (1.582)
penurunan nilai goodwill antara tahun 2008 sampai 2013
Perusahaan nonkeuangan yang mengkapitalisasi
goodwill antara tahun 2008 sampai 2013 namun data
(5)
tentang amortisasi atau penurunannya nilainya tidak
dapat dihitung
Perusahan nonkeuangan yang periode akuntansinya
(6)
tidak berakhir pada 31 Desember
Perusahaan nonkeuangan yang laporan keuangannya
(6)
tidak dapat diperoleh antara tahun 2008 samapai 2013
Perusahaan nonkeuangan yang melaporkan nilai buku
(24)
ekuitas sebelum goodwill yang negatif
Total Sampel Observasi 553

Total sampel sebanyak 553 observasi di atas adalah data dari 149
perusahaan selama tahun 2008 sampai dengan 2013. Dalam proses pengumpulan
data penelitian ini, terdapat sekitar 540 dari sekitar 594 observasi (2.602 – 426 –
1.582 = 594) perusahaan nonkeuangan yang melaporkan goodwill yang datanya
diambil dari Datastream tidak lengkap. Rata-rata data yang tidak lengkap tersebut
adalah data terkait dengan amortisasi goodwill atau penurunan nilai goodwill.
Oleh karena itu, sekitar 540 observasi tersebut dicek ulang dan diambil manual
49 Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


50

dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Dari total keseluruhan


observasi sekitar 540 observasi tersebut terdapat 28 observasi yang datanya tidak
secara eksplisit menyebutkan tentang amortisasi goodwill ataupun penurunan
goodwill. Oleh karena itu, untuk mempertahankan sampel maka data-data tentang
amortisasi ataupun penurunan nilai tersebut diasumsikan dengan cara menghitung
selisih nilai goodwill ataupun akumulasi penurunan nilai goodwill pada tahun
yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya. Selain itu, jika terdapat selisih kurs
karena laporan keuangan perusahaan tersebut menggunakan mata uang pelaporan
yang bukan rupiah (IDR) maka diasumsikan kurs yang digunakan adalah kurs
tengah Bank Indonesia (BI) pada akhir tahun yang bersangkutan. Dari total 28
observasi tersebut, terdapat 5 observasi yang data tentang amortisasi atau
penurunan nilai goodwill-nya tidak dapat dihitung karena informasi yang ada
tidak memadai untuk melakukan asumsi. Oleh karena itu, 5 observasi tersebut
dikeluarkan dari sampel.

4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang telah
dihilangkan outlier-nya. Outlier dihilangkan karena dapat membuat hasil
pengujian data menjadi bias karena ada data pengganggu yang memiliki
persebaran data yang tidak biasa. Dalam penelitian ini, outlier diidentifikasi
menggunakan rata-rata + tiga kali standar deviasi. Data-data yang dianggap
outlier akan di-treatment dengan cara melakukan winsorization, yaitu mengganti
nilai variabel yang merupakan outlier dengan nilai terdekat yang bukan
merupakan outlier.
Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik
dari data-data yang digunakan dalam penelitian. Statistik deskriptif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata (mean), nilai tengah (median),
standar deviasi, serta nilai maksimum dan minimum. Tabel 4.2 merupakan
ringkasan dari hasil analisis statistik deskriptif.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


51

Tabel 4.2. Statistik Deskriptif


Statistik Deskriptif

Variabel Obs. Mean Median Min. Maks. Std. Dev.


PRICE 553 1.676,03 600,00 12,65 13.600,00 2.714,30
BVE-GW 553 667,72 345,29 2,46 4.545,73 920,82
GW 553 40,09 7,74 0,00 291,82 72,71
EARN-GWRED 553 87,40 36,99 -511,97 749,09 167,45
GWAM 553 1,55 0,00 0,00 18,41 4,06
GWIMP 553 0,45 0,00 0,00 24,46 2,73
PRICEit = Harga pasar saham 3 bulan setelah akhir tahun t (harga penutupan pada 1 April t+1),
(BVE-GW)it= Nilai buku ekuitas dikurangi dengan goodwill dari Perusahaan i pada tahun t,
(EARN-GWRED)it= Laba bersih dikurangi pengurang goodwill dari perusahaan i pada 31
Desember tahun t, GWit= Saldo goodwill perusahaan i pada 31 Desember tahun t, GWREDit= total
dari amortisasi dan penurunan nilai goodwill dari perusahaan i pada 31 Desember tahun t,
GWAMit= nilai amortisasi goodwill dari perusahaan i pada 31 Desember tahun t, GWIMPit=
penurunan nilai goodwill (jika ada) dari perusahaan i pada 31 Desember tahun t.

Rata-rata harga pasar saham (PRICE) dalam sampel penelitian ini adalah
Rp1.676,03 dengan standar deviasi mencapai Rp2.714,30. Harga pasar
perusahaan yang melaporkan goodwill atau amortisasi atau penurunan nilai
goodwill dalam penelitian ini beragam yaitu dari yang paling rendah sebesar
Rp12,65 sampai dengan terbesar yaitu Rp13.600,00.
Nilai buku ekuitas sebelum goodwill (BVE-GW) juga memiliki persebaran
data yang lebih banyak berada pada nilai buku ekuitas sebelum goodwill (BVE-
GW) yang nilainya relatif lebih kecil yaitu dalam rentang antara rata-rata
Rp667,72 dengan standar deviasi sebesar Rp920,82. Nilai minimum BVE-GW
adalah sebesar Rp2,46 yang berarti semua perusahaan sampel penelitian ini adalah
perusahaan yang melaporkan nilai buku ekuitas sebelum goodwill yang positif.
Variabel goodwill (GW) disini adalah saldo akhir goodwill per lembar
saham pada akhir tahun. Saldo goodwill memiliki nilai rata-rata Rp40,09 yaitu
lebih kecil dibandingkan dengan standar deviasinya. Hal ini berarti sama dengan
variabel-variabel sebelumnya bahwa persebaran data goodwill lebih banyak pada
nilai goodwill yang relaif kecil. Selain itu, nilai minimum dari goodwill pada
penelitian ini adalah nol (0) yang berarti bahwa ada perusahaan yang tidak
melaporkan goodwill namun pada saat yang bersamaan hanya melaporkan
amortisasi atau penurunan nilai goodwill.
Variabel laba sebelum pengurang goodwill (EARN-GWRED) memiliki
nilai minimum sebesar Rp-511,97, hal ini berarti beberapa perusahaan sampel
Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


52

penelitian ini melaporkan rugi sebelum pengurang goodwill. Seperti variabel-


variabel lainnya, persebaran data perusahaan sampel penelitian ini melaporkan
EARN-GWRED yang nilainya relatif kecil yaitu pada rentang rata-rata Rp87,40
dengan standar deviasi sebesar Rp167,45 bila dibandingkan dengan nilai
maksimumnya yaitu Rp749,09. Hal ini berarti perusahaan sampel penelitian ini
memiliki rata-rata laba per lembar saham sebelum pengurang goodwill yang tidak
terlalu tinggi.
Amortisasi goodwill (GWAM) memiliki rata-rata sebesar Rp1,55 yang
relatif kecil bila dibandingkan dengan rata-rata goodwill (GW) yaitu sebesar
3,87%. Namun rata-rata tersebut masih relatif lebih besar dibandingkan dengan
rata-rata GWIMP. Hal ini karena meskipun amortisasi goodwill hanya terjadi pada
masa sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010), namun amortisasi ini
diwajibkan untuk dilakukan setiap tahunnya. Nilai minimum GWAM dalam
penelitian ini adalah nol (0) yang berarti ada beberapa perusahaan yang tidak
melaporkan amortisasi goodwill. Hal ini biasanya terjadi ketika perusahaan baru
melaporkan goodwill pada tahun pertama terjadinya (baru pada akhir tahun),
untuk itu, goodwill belum diamortisasi. Selain itu, amortisasi goodwill juga nol
pada masa setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010).
Penurunan nilai goodwill (GWIMP) memiliki nilai rata-rata relatif paling
kecil di antara semua variabel lainnya yaitu sebesar Rp0,45 per lembar saham
dengan standar deviasi sebesar Rp2,73. Rata-rata nilai penurunan nilai goodwill
hanya sebesar 1,12% dari rata-rata GW. Rata-rata penurunan nilai goodwill yang
rendah disebabkan karena perusahaan jarang melaporkan penurunan nilai
goodwill baik pada masa sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) dan pada
masa setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010). Nilai minimum penurunan nilai
goodwill pada penelitian ini adalah nol (0) dan nilai maksimumnya adalah
Rp24,46. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sampel penelitian ini, banyak
perusahaan yang tidak melaporkan penurunan nilai goodwill karena penurunan
nilai goodwill hanya dilakukan jika setelah diuji terdapat indikasi penurunan nilai
pada akhir periode.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


53

4.3 Hasil Penentuan Model Panel


Seperti yang telah disebutkan pada Bab 3, data yang dianalisis dalam
penelitian ini adalah data panel yang merupakan gabungan dari data cross
sectional dan times series semua perusahaan sampel selama enam periode tahun
yaitu 2008 sampai dengan 2013. Pada analisa model panel, terdapat tiga jenis
pendekatan estimasi berdasarkan atas persebaran unobserved variable dan error-
nya, yaitu pooled least square model (PLS) atau juga sering disebut dengan
common effect model, fixed effect model (FEM), dan random effect model (REM).
Berikut merupakan pembahasan lebih lanjut terkait dengan uji-uji yang dilakukan
untuk memilih model yang paling sesuai untuk penelitian ini. Tabel 4.3
merupakan ringkasan hasil uji yang dilakukan untuk menentukan model yang
paling tepat untuk penelitian ini.

Tabel 4.3. Hasil Pengujian untuk Penentuan Model Panel


Uji Hasil Intrepretasi
Uji Chow F(148, 390) = 9,69 Model penelitian lebih tepat
Prob > F = 0,0000 menggunakan pendekatan
p-value < 0,05 FEM daripada PLS
Uji Lagrange chi2 = 192,11 Model penelitian lebih tepat
Multiplier (LM) Prob > chi2 = 0,0000 menggunakan pendekatan
p-value < 0,05 REM daripada PLS
Uji Hausman chi2 = 383,99 Model penelitian lebih tepat
Prob > chi2 = 0,0000 menggunakan pendekatan
p-value < 0,05 FEM daripada REM
Kesimpulan Model penelitian lebih tepat menggunakan pendekatan
FEM

1. Pooled Least Square vs Fixed Effect Model (Uji Chow)


2. Uji Chow ini digunakan untuk menetukan apakah model yang paling tepat
dalam penelitian adalah PLS atau FEM. Hasil pengujian ini ditunjukkan oleh
nilai probabilitas F-stat. Jika probabilitas F-stat lebih kecil daripada alpha
maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini lebih tepat
bila menggunakan FEM. Dari hasil pengujian model penelitian dapat dilihat
bahwa p-value dari F-stat lebih kecil daripada alpha, oleh karena itu model
penelitian ini lebih tepat menggunakan pendekatan FEM daripada PLS.Pooled
Least Square vs Fixed Effect Model (Uji Lagrange Multiplier)

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


54

Uji ini dilakukan untuk menetukan apakah model yang paling tepat dalam
penelitian adalah PLS atau FEM. Hasil pengujian ditunjukkan oleh nilai
probabilitas chi-square. Jika probabilitas chi-square lebih kecil daripada alpha
maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini lebih tepat
bila menggunakan REM. Dari hasil pengujian model penelitian dapat dilihat
bahwa p-value chi-square lebih kecil daripada alpha, oleh karena itu model
penelitian ini lebih tepat menggunakan pendekatan REM daripada PLS
3. Random Effect vs Fixed Effect Model (Uji Hausman)
Uji ini digunakan untuk menetukan apakah model yang paling tepat dalam
penelitian adalah REM atau FEM. Hasil pengujian dalam uji ini ditunjukkan oleh
nilai probabilitas chi-square. Jika probabilitas chi-square lebih kecil daripada
alpha maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini lebih
tepat bila menggunakan FEM. Dari hasil pengujian model penelitian dapat dilihat
bahwa p-value chi-square lebih kecil daripada alpha, oleh karena itu kedua model
tersebut sama-sama lebih tepat menggunakan pendekatan FEM daripada
REM.Kesimpulan dari hasil semua pengujian pemilihan model panel ini adalah
model statistik pada penelitian ini lebih tepat menggunakan pendekatan fixed
effect model (FEM)

4.4 Hasil Pengujian Asumsi Klasik


Seperti yang telah disebutkan pada Bab 3, agar model regresi linier
berganda dengan menggunakan data panel ini dapat disebut dengan model yang
baik, maka model tersebut harus memenuhi asumsi Best Linier Unbiased
Estimator (BLUE). Agar dapat memenuhi asumsi BLUE, suatu model statistik
harus diuji apakah terdapat permasalahan, multikolinieritas, heteroskedastisitas,
dan autokorelasi (Gujarati, 2003). Pengujian asumsi BLUE ini akan berbeda-beda
tergantung dari jenis model statistik yang akan diuji. Pendekatan model statistik
yang paling tepat untuk digunakan dalam penelitian ini adalah fixed effect model
(FEM). Oleh karena itu, pengujian asumsi klasik yang bertujuan untuk
mengidentifikasi adanya pelanggaran asumsi klasik pada penelitian ini adalah uji
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
1 Uji Multikolinieritas

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


55

Model regresi yang baik seharusnya bebas dari multikolinieritas yang berarti
tidak terjadi korelasi antara variabel-variabel independennya, oleh karena itu,
uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pengujian
asumsi multikolinieritas dalam penelitian ini adalah dengan melihat nilai dari
Variance Inflation Factor (VIF). Rule of thumb dari VIF adalah VIF ≥ 10 atau
1/VIF ≤ 0.1, jika VIF ≥ 10 atau 1/VIF ≤ 0.1 maka suatu model memiliki
masalah multikolinieritas. Tabel 4.4 berikut merupakan hasil uji
multikolinieritas model penelitian ini:

Tabel 4.4. Hasil Uji Multikolinieritas Model Penelitian


Variabel VIF 1/VIF Intrepretasi
D*BVE*IFRS 17,72 0,06 Terdapat multikolinieritas
D*BVE 17,66 0,06 Terdapat multikolinieritas
EARN-GWRED 14,44 0,07 Terdapat multikolinieritas
BVE-GW 13,27 0,08 Terdapat multikolinieritas
(EARN-GWRED)*IFRS 11,45 0,09 Terdapat multikolinieritas
(BVE-GW)*IFRS 10,88 0,09 Terdapat multikolinieritas
GW 6,52 0,15 Tidak terdapat multikolinieritas
GW*IFRS 5,50 0,18 Tidak terdapat multikolinieritas
D*EARN 4,64 0,22 Tidak terdapat multikolinieritas
D*EARN*IFRS 4,11 0,24 Tidak terdapat multikolinieritas
GWIMP 3,79 0,26 Tidak terdapat multikolinieritas
GWIMP*IFRS 3,61 0,28 Tidak terdapat multikolinieritas
GWAM 2,93 0,34 Tidak terdapat multikolinieritas
IFRS 1,96 0,51 Tidak terdapat multikolinieritas

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa variabel D*BVE*IFRS, D*BVE,
EARN-GWRED, BVE-GW, (EARN-GWRED)*IFRS, dan (BVE-GW)*IFRS
mengalami masalah multikolinieritas, oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa model penelitian mengalami masalah multikolinieritas. Masalah
multikolinieritas menyebabkan hasil regresi tidak dapat mencerminkan
informasi yang sesungguhnya bahkan bisa menjadi bias. Meskipun model
penelitian ini memiliki masalah multikolinieritas, namun bukan berarti
korelasi yang terjadi antara variabel-variabel bebas pada penelitian ini tidak
diperbolehkan, hanya korelasi yang sempurna saja yang tidak diperbolehkan.
Oleh karena itu, hal ini tidak termasuk dalam pelanggaran asumsi (Nachrowi
dan Usman, 2002). Selain itu, suatu model OLS masih dapat mempertahankan

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


56

karakteristik BLUE meskipun mengalami masalah multikolinieritas (Gujarati,


2003). Oleh karena itu, dalam penelitian tidak melakukan apa-apa terhadap
masalah multikolineritas antar variabel independennya karena variabel yang
memiliki masalah multikolinieriatas tersebut adalah variabel kontrol untuk
laba negatif yang telah diuji pada beberapa penelitian-penelitian sebelumnya.
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat
ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Uji
ini dilakukan untuk mengetahui apakah varian residual atau error dari
pengamatan-pengamatan itu tidak konstan. Dengan adanya asumsi ini maka
harus dipastikan bahwa model regresi memiliki varians error yang yang
konstan untuk setiap observasi. Hal ini karena jika asumsi ini tidak dipenuhi
maka estimator pada model regresi yang digunakan tidak berada pada kondisi
varian yang minimum (Gujarati, 2003). Model regresi yang baik adalah
regresi homoskedastisitas yaitu yang bebas dari heteroskedastisitas. Uji
heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan perintah
“xttest3” pada program STATA yang merupakan perintah khusus untuk
mengidentifikasi masalah heteroskedastisitas dalam model penelitian yang
menggunakan pendekatan FEM. Intrepretasi dari uji ini adalah jika niai
probabilitas chi-square lebih kecil daripada alpha, maka model tersebut
memiliki masalah heteroskedastisitas. Tabel 4.5 merupakan hasil uji
heteroskedastisitas untuk model penelitian ini:

Tabel 4.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian


Hasil Uji Intrepretasi
Chi2 (149) = 5.5e+34 Terdapat masalah heteroskedastisitas
Prob > chi2 = 0.0000
p-value < 0,05

Dari hasil uji heteroskedastisitas yang dilakukan terhadap model penelitian


dapat disimpulkan bahwa model penelitian mengalami masalah
heteroskedastisitas yang terlihat dari nilai p-value chi-square lebih kecil
daripada alpha. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas ini adalah

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


57

dengan cara memodifikasi model fixed effect dengan robust standard errors
estimates yang memproduksi Driscoll and Kraay Standard Error dengan
perintah “tsset” yang kemudian dilanjutkan dengan perintah “xtscc” pada
program STATA. Dengan metode ini, masalah heteroskedastisitas dan
autokorelasi dapat diatasi dan memungkinakan dilakukan untuk model fixed
effect whithin regession dengan unbalanced data. Metode ini memungkinkan
untuk menghilangkan heteroskedastisidas dan autokorelasi dalam suatu fixed
effect model (FEM) dengan observasi yang tidak balanced karena jumlah
periode observasi tidak sama untuk tiap-tiap unit cross section-nya (Hoechle,
2007). Adapun suatu model panel disebut balanced jika tiap-tiap individu ada
datanya untuk setiap periode observasi. Jika ada satu individu saja yang tidak
ada datanya di satu periode, data tersebut menjadi unbalanced.
3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengidentifikasi apakah dalam model regresi
linier ada korelasi antara periode t dengan periode sebelumnya (t - 1). Model
regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi, hal ini
karena adanya korelasi antara periode t dengan periode t -1 dapat mengganggu
hubungan antara variabel independen dan variabel dependennya. Dalam
penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan perintah “xtserial depvar
indepvar” dengan program STATA untuk FEM. Intrepretasi dari hasil uji ini
adalah jika nilai probabilitas F-stat lebih kecil daripada alpha (5%), maka
model tersebut memiliki masalah autokorelasi. Tabel 4.6 merupakan hasil uji
autokorelasi untuk model penelitian ini:

Tabel 4.6. Hasil Uji Autokorelasi Model Penelitian


Hasil Uji Intrepretasi
F(1, 105) = 91.943 Terdapat masalah autokorelasi
Prob > F = 0.0000
p-value < 0,05

Dari hasil uji autokorelasi yang dilakukan terhadap model penelitian pada
table 4.6 di atas dapat disimpulkan bahwa model penelitian mengalami
masalah autokorelasi yang terlihat dari nilai p-value F-stat lebih kecil daripada
alpha. Sama dengan Heteroskedastisitas, untuk mengatasi masalah

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


58

autokorelasi ini adalah dengan cara memodifikasi model fixed effect pada
penelitian ini dengan regresi robust dengan perintah “xtscc”. Dengan metode
ini memungkinkan untuk menghilangkan heteroskedastisidas dan autokorelasi
secara bersamaan dalam suatu fixed effect model (FEM) dengan observasi
yang tidak balanced (Hoechle, 2007).

4.5 Hasil Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis 1 dan 2 dalam penelitian ini dilakukan setelah
melewati serangkaian uji untuk memilih dan menentukan pendekatan model yang
paling tepat dan uji penyimpangan asumsi klasik serta bagaimana untuk
mengurangi atau mengatasi masalah tersebut. Tabel 4.7 merupakan hasil regresi
model uji hipotesis dengan jumlah observasi yang lengkap, yaitu sebanyak 553
observasi. R-squared dari hasil regresi menunjukkan nilai sebesar 0,3905
(39,05%) dengan nilai p-value untuk F-stat sebesar 0,000 yaitu lebih kecil
daripada α (1%). P-value untuk F-stat yang lebih kecil dari α berarti dengan
tingkat kepercayaan 99% variabel independen secara bersama-sama
mempengaruhi variabel dependen PRICE. Nilai R-squared 39,05% berarti bahwa
variabel independen dapat menjelaskan variasi dari variabel dependen PRICE
sebesar 39,05% sedangkan sisanya sebesar 60,95% dijelaskan oleh faktor lain
yang tidak masuk dalam model penelitian ini. Untuk hasil t-stat dalam penelitian
ini akan dijelaskan pada masing-masing subbab berikut ini.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


59

Tabel 4.7. Hasil Regresi Model Penelitian


Regresi Model Penelitian

PRICEit= α0 + α1IFRSit + α2(BVE-GW)it + α3GWit + α4(EARN-GWRED)it + α5GWAMit +


α6GWIMPit + α7(BVE-GW)*IFRSit + α8GW*IFRSit + α9(EARN-
GWRED)*IFRSit + α10GWIMP*IFRSit + α11D*BVEit + α12D*EARNit +
α13D*BVEit*IFRSit + α14D*EARN*IFRSit + εit

Variabel Ekspektasi Coefficient t-stat Prob>|t|


IFRS +/- 439,8255 3,62 0,015**
BVE-GW +/- 1,7711 71,86 0,000***
GW +/- -4,2405 -2,28 0,072*
EARN-GWRED +/- 2,0989 1,63 0,164
GWAM Tidak signifikan 31,1101 1,12 0,312
GWIMP +/- -25,6272 -2,72 0,042**
(BVE-GW)*IFRS +/- -0,3857 -2,97 0,031**
GW*IFRS +/- 3,9555 2,20 0,079*
(EARN-GWRED)*IFRS +/- 1,6132 1,67 0,155
GWIMP*IFRS +/- 26,7505 1,85 0,124
D*BVE +/- -0,4055 -0,50 0,637
D*EARN +/- -4,9763 -8,58 0,000***
D*BVE*IFRS +/- 0,2901 0,35 0,740
D*EARN*IFRS +/- 1,8335 1,39 0,224
F-Stat 648,84 R-Squared 0,3905
Prob (F-stat) 0,000*** No. Observation 553
PRICEit = Harga pasar saham 3 bulan setelah akhir tahun t (harga penutupan pada 1 April t+1),
(BVE-GW)it= Nilai buku ekuitas dikurangi dengan goodwill dari Perusahaan i pada tahun t,
(EARN-GWRED)it= Laba bersih dikurangi pengurang goodwill dari perusahaan i pada 31
Desember tahun t, D= Variabel Dummy, diberi nilai 1 jika laba perusahaan (EARNit) pada 31
Desember tahun t adalah negatif, GWit= Saldo Goodwill perusahaan i pada 31 Desember tahun t,
GWREDit= total dari amortisasi dan penurunan nilai goodwill perusahaan i pada 31 Desember
tahun t, GWAMit= nilai amortisasi goodwill perusahaan i pada 31 Desember tahun t, GWIMPit=
penurunan nilai goodwill (jika ada) perusahaan i pada 31 Desember tahun t, IFRSit= Dummy IFRS,
untuk periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) pada tahun 2008-2010 diberi nilai 0,
sedangkan setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) pada tahun 2011-2013 diberi nilai 1.

*signifikan pada α 10%, ** signifikan pada α 5%, *** signifikan pada α 1%

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


60

4.5.1 Analisis Hasil Uji Hipotesis 1


Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah “amortisasi goodwill tidak
memiliki relevansi nilai”. Variabel amorisasi goodwill (GWAM) adalah salah satu
variabel utama dalam penelitian ini yang diuji untuk menjawab hipotesis pertama
(1). Amortisasi goodwill (GWAM) yang merupakan salah satu unsur pengurang
goodwill yang hanya diwajibkan dilakukan sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi
2010) yang mengacu pada IFRS 3 pada tahun 2008-2010. Oleh karena hanya
terjadi sebelum 2008-2010 maka variabel ini tidak diinteraksikan dengan IFRS.
Berdasarkan dari hasil regresi pada model uji hipotesis ini, dapat dilihat
bahwa amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai terhadap harga pasar
saham yang ditunjukkan oleh p-value dari variabel GWAM yang lebih besar dari
alpha 10% yaitu sebesar 0,312. Hal ini sesuai dengan hipotesis 1 penelitian ini
yang berbunyi “Amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai terhadap harga
pasar saham”. Dengan begitu, hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa
amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai terhadap harga pasar saham.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hambergh dan Beisland (2014) serta Zadeh et al. (2013) yang menunjukkan
bahwa amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai yang mencerminkan
bahwa investor tidak melihat amortisasi goodwill sebagai informasi yang relevan
untuk mengambil keputusan. Hal ini karena nilai goodwill dapat berkurang dari
waktu ke waktu, namun untuk memprediksi nilai ekonomis goodwill sangat sulit.
Goodwill merupakan aset takberwujud yang memiliki masa manfaat yang tidak
terbatas sehingga tidak dapat diamortisasi karena umur manfaatnya tidak dapat
ditentukan secara handal. Oleh karena itu, pola penurunan nilainya tidak dapat
secara arbitrer disamakan dengan metode amortisasi dengan garis lurus atau
metode amortisasi lain (Kieso et al., 2011). Selain itu, dalam praktiknya,
amortisasai goodwill menggunakan metode garis lurus, namun bisa saja
metodenya menggunakan metode lain yang lebih tepat. Akibat dari penggunaan
metode amortisasi yang kurang tepat tersebut mengakibatkan amortisasi goodwill
menjadi tidak relevan (FASB, 2001). Dengan demikian, amortisasi goodwill
dianggap tidak dapat memenuhi karakteristik kualitatif representational
faithfulness, sehingga informasi amortisasi goodwill tidak relevan untuk dijadikan

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


61

acuan bagi investor untuk menetukan harga pasar saham dari suatu perusahaan.
Hasil penelitian ini mendukung penghentian metode amortisasi goodwill oleh
DSAK sehubungan dengan adopsi IFRS 3 terhadap PSAK 22 (Revisi 2010).

4.5.2 Analisis Hasil Uji Hipotesis 2


Hipotesis kedua dari penelitian ini adalah “relevansi komponen penurunan
nilai goodwill meningkat setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)”. Untuk
menjawab hipotesis kedua penelitian ini adalah dengan cara melihat pada tingkat
signifikansi statistik dari hasil regresi penurunan nilai goodwill yang
diinteraksikan dengan IFRS (GWIMP*IFRS). Hasil regresi variabel ini tidak
signifikan secara statistik (p-value lebih besar dari alpha 10%) yaitu sebesar
0,124. Hal ini berarti adanya konvergensi IFRS 3 pada PSAK 22 (Revisi 2010)
tidak menaikkan relevansi penurunan nilai goodwill terhadap harga pasar saham.
Hasil uji regresi ini tidak sesuai dengan hipotesis kedua pada penelitian ini.
Adapun untuk variabel penurunan nilai goodwill (GWIMP) yang tidak
diinteraksikan dengan IFRS memiliki p-value kurang dari alpha 5% yaitu 0,042.
Hal ini berarti bahwa penurunan nilai goodwill (GWIMP) sebelum berlaku
efektifnya PSAK 22 (Revisi 2010) memiliki relevansi nilai. Semakin besar
penurunan nilai goodwill maka akan semakin negatif respon investor yang
direpresentasikan melalui turunnya harga pasar saham. Hal ini berarti secara
umum, penurunan nilai goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)
memiliki relevansi nilai terhadap harga pasar saham, namun relevansi nilai
penurunan nilai goodwill tidak berubah ataupun meningkat setelah berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010).
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hambergh dan Beisland (2014) yang menyatakan bahwa setelah adopsi IFRS 3,
penurunan nilai goodwill tidak lagi memiliki relevansi nilai dengan pengembalian
saham dan harga pasar saham, sedangkan pada periode sebelum adanya adopsi
IFRS 3 penurunan nilai memiliki relevansi nilai. Penelitian ini juga sesuai dengan
hasil penelitian Hulzen et al. (2011) terkait dengan penurunan nilai goodwill
setelah diberlakukannya penurunan nilai secara periodik dan penghentian
amortisasi goodwill. Berdasarkan penelitian tersebut, penurunan nilai tidak lebih

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


62

relevan pada periode setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) bila


dibandingkan dengan periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010). Hal
ini berarti berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) yang mengadopsi IFRS 3 tidak
meningkatkan relevansi penurunan nilai goodwill terhadap investor sebagai
pengguna laporan keuangan.
Relevansi penurunan nilai goodwill tidak meningkat setelah berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010) bisa terjadi karena nature dari nilai wajar beban
penurunan nilai memang lebih mencerminkan suatu nilai ekonomis dan
underlying economics and commercial event dari suatu aset, namun dapat
membuat investor menjadi lebih sulit untuk mengintrepretasikan suatu nilai dari
angka-angka akuntansi (Huzen et al., 2011). Oleh karena itu, para investor dapat
memandang adanya penurunan nilai goodwill sebagai informasi yang tidak
relevan dalam menilai harga saham suatu perusahaan pada periode setelah
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010).

4.5.3 Analisis Hasil Uji Variabel Kontrol


Hasil regresi variabel nilai buku ekuitas sebelum goodwill (BVE-GW)
yang diinteraksikan dengan IFRS ((BVE-GW)*IFRS) menunjukkan koefisien yang
negatif dan signifikan (p-value lebih kecil dari alpha 5%) yang berlawanan tanda
dengan (BVE-GW) yang tidak diinteraksikan dengan IFRS. Hal ini berarti
relevansi nilai BVE-GW menurun terhadap harga pasar saham setelah berlaku
efektifnya PSAK 22 (Revisi 2010). Adapun variabel nilai buku ekuitas tanpa
unsur goodwill (BVE-GW) yang tidak diinteraksikan dengan IFRS memiliki
koefisien variabel yang positif dengan p-value yang lebih kecil dari alpha (1%).
Hal ini berarti bahwa nilai buku ekuitas yang telah mengeluarkan unsur goodwill
(BVE-GW) sebelum berlaku efektifnya PSAK 22 (Revisi 2010) mengadopsi IFRS
3 memiliki relevansi nilai terhadap harga pasar saham.
Variabel laba per lembar sebelum pengurang goodwill (EARN-GWRED)
memiliki koefisien yang tidak signifikan secara statistik dengan p-value lebih
besar dari alpha 10%. Hal ini berarti bahwa laba per lembar saham sebelum
adanya pengurang goodwill (EARN-GWRED) tidak memiliki relevansi nilai
terhadap harga pasar saham sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010).

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


63

Selanjutnya, setelah diinteraksikan dengan IFRS, variabel (EARN-GWRED)*IFRS


juga menunjukkan hasil yang tidak signifikan secara statistik (p-value lebih besar
dari alpha 10%). Hal ini berarti relevansi nilai laba per lembar saham sebelum
adanya pengurang goodwill (EARN-GWRED) tidak mengalami perubahan secara
signifikan pada periode setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010). Dengan
begitu, dapat disimpulkan bahwa laba per lembar saham (EARN-GWRED) bukan
merupakan informasi yang relevan bagi investor untuk menilai harga saham suatu
perusahaan.
Variabel nilai buku yang diinteraksikan dengan dummy (D) untuk laba
yang negatif yaitu D*BVE tidak signifikan secara statistik terhadap harga pasar
saham dengan p-value lebih dari alpha 10%. Hal ini berarti relevansi nilai BVE
tidak berubah secara signifikan setelah adanya interaksi D untuk laba negatif.
Hasil regresi variabel D*BVE yang diinteraksikan dengan IFRS yaitu
D*BVE*IFRS juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan (p-value lebih besar
dari alpha 10%). Hal ini berarti bahwa berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) tidak
berpengaruh signifikan terhadap relevansi nilai dari D*BVE. Dengan begitu, dapat
disimpulkan bahwa laba negatif tidak berpengaruh terhadap relevansi nilai buku
ekuitas perusahaan dan relevansi nilainya tidak berubah secara signifikan setelah
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010).
Variabel laba per lembar saham yang diinteraksikan dengan dummy (D)
untuk laba yang negatif yaitu D*EARN adalah signifikan secara statistik dengan
p-value kurang dari alpha 1%, yaitu 0,000 dan koefisien yang negatif. Hal ini
berarti relevansi nilai laba per lembar saham menurun setelah adanya interaksi
dengan D untuk laba negatif. Hasil regresi variabel D*EARN yang diinteraksikan
dengan IFRS yaitu D*EARN*IFRS tidak menunjukkan hasil yang signifikan (p-
value lebih besar dari alpha 10%). Hal ini berarti bahwa adanya adopsi IFRS 3
tidak berpengaruh signifikan terhadap relevansi nilai D*EARN. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa laba negatif menurunkan relevansi nilai laba per lembar
saham perusahaan secara signifikan, namun relevansi nilainya tidak berubah
setelah adanya adopsi IFRS 3 pada PSAK 22 (Revisi 2010).

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


64

Variabel goodwill (GW) merupakan komponen dari BVE yang telah


dipisahkan. Variabel goodwill yang diinteraksikan dengan IFRS (GW*IFRS)
signifikan secara statistik dengan p-value kurang dari alpha 10% yaitu sebesar
0,079 dengan koefisien yang positif. Adapun variabel kontrol goodwill (GW) yang
tidak diinteraksikan dengan IFRS dalam model uji hipotesis ini juga signifikan
secara statistik, yaitu dengan p-value sebesar 0,072 (lebih kecil dari alpha 10%)
dengan koefisien yang negatif. Dengan adanya koefisien yang berlawanan tanda
berarti bahwa relevansi nilai goodwill karena berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)
tidak meningkat terhadap harga pasar saham. Oleh karena itu, pada masa sebelum
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) informasi nilai goodwill dipandang sebagai
suatu informasi yang relevan terhadap penilaian harga pasar saham suatu
perusahaan dan relevansinya tidak meningkat setelah adanya konvergensi IFRS 3
pada PSAK 22 (Revisi 2010).
Variabel IFRS dalam penelitian memiliki koefisien positif dengan p-value
yang lebih kecil dari alpha (5%). Hal ini berarti adanya perubahan standar
akuntansi untuk goodwill di Indonesia yang ditandai dengan adanya adopsi IFRS
3 pada PSAK 22 (Revisi 2010) berbengaruh positif terhadap harga pasar saham.
Berdasarkan hasil analisis hipotesis 1 dan 2 yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian
ini secara umum yang berbunyi “untuk menganalisis relevansi nilai dari
komponen goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) (yaitu amortisasi
dan penurunan nilai) dan setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) (yaitu
penurunan nilai goodwill yang diuji secara periodik).” Secara umum, metode
akuntansi untuk goodwill setelah adanya konvergensi IFRS 3 yang ditandai
dengan berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) pada tahun 2011 yang terdiri dari uji
penurunan nilai secara periodik tidak lebih relevan jika dibandingkan dengan
periode sebelum konvergensi IFRS 3 yaitu yang terdiri dari amortisasi goodwill
dan uji penurunan nilai goodwill yang dilakukan tidak secara periodik.
Kesimpulan umum dari penelitian ini sesuai dengan hasil dari penelitian
Hambergh dan Beisland (2014) yang merupakan jurnal acuan penelitian ini. Hal
ini karena, meskipun amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai, namun

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


65

penurunan nilai goodwill sebelum konvergensi IFRS 3 memiliki relevansi nilai


dan relevansi nilainya tidak berubah setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010).
Penjelasan rasional terkait dengan hasil penelitian ini menurut Hambergh
dan Beisland (2014) adalah pada masa sebelum konvergensi IFRS 3, metode
akuntansi goodwill terdiri dari amortisasi goodwill yang dilakukan secara periodik
ditambah dengan uji penurunan nilai yang hanya dilakukan jika setelah
dievalaluasi terdapat indikasi penurunan nilai goodwill. Amortisasi secara
periodik tidak relevan karena umur manfaat goodwill tidak dapat diestimasi secara
handal oleh karena goodwill tidak dapat secara arbitrer diamortisasi setiap
periode. Karena amortisasi goodwill dipandang tidak relevan oleh investor, maka
investor beralih memandang penurunan nilai yang dilakukan tidak secara periodik
sebagai informasi yang relevan sehingga penambahan penurunan nilai goodwill
ini membuat pengurang goodwill menjadi semakin besar pada periode yang
bersangkutan. Oleh karena itu, penurunan nilai goodwill sebelum konvergesi
IFRS menjadi informasi yang relevan bagi para investor untuk menetukan nilai
dari suatu perusahaan.
Namun sebaliknya, pada masa setelah konvergensi IFRS 3, amortisasi
goodwill dihentikan dan digantikan dengan uji penurunan nilai yang dilakukan
secara periodik. Oleh karena itu, pengurang goodwill dari waktu ke waktu sudah
tidak lagi sebesar pada saat sebelum konvergensi IFRS 3 (seperti yang terlihat
pada rata-rata penurunan nilai lebih kecil yaitu sebesar Rp 0,45 dibandingkan
dengan rata-rata amortisasi goodwill yaitu sebesar Rp 1,55), karena dihentikannya
amortisasi goodwill sehingga investor tidak lagi memandang penurunan nilai ini
sebagai informasi yang relevan untuk menilai harga pasar saham dari suatu
perusahaan. Selain itu, karena nature dari nilai wajar beban penurunan nilai
memang lebih mencerminkan suatu nilai ekonomis dan underlying economics and
commercial event dari suatu aset, namun secara bersamaan dapat membuat
investor menjadi lebih sulit untuk mengintrepretasikan suatu nilai dari angka-
angka akuntansi (Huzen et al., 2011). Sehingga suatu beban penurunan nilai aset
yaitu goodwill bisa dipandang sebagai suatu informasi yang tidak relevan.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


66

4.5.4 Analisis Hasil Uji Sensitivitas


Uji tambahan dilakukan untuk menguji sensitivitas hasil pengujian statistik
pada penelitian ini. Uji sensitivitas pada penelitian ini terdiri dari dua uji, berikut
merupakan analisis hasil kedua uji sensitivitas tersebut, yaitu:
1. Uji sensitivitas pertama dilakukan dalam rangka memastikan bahwa asumsi
yang dilakukan terhadap nilai amortisasi atau penurunan nilai goodwill tidak
berpengaruh secara signifikan pada hasil analisis dan kesimpulan penelitian
ini. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 23 observasi dari total
keseluruhan 28 observasi yang data tentang amortisasi dan penurunan nilai
goodwill-nya dapat dihitung dengan menggunakan informasi yang ada pada
laporan keuangan. Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung selisih nilai
goodwill ataupun akumulasi amortisasi goodwill pada tahun yang
bersangkutan dengan tahun sebelumnya. Jika terdapat selisih kurs maka
diasumsikan kurs yang digunakan adalah kurs tengah Bank Indonesia (BI)
pada akhir tahun yang bersangkutan. Oleh karena itu, 23 observasi yang
merupakan hasil asumsi tersebut dikeluarkan dari total jumlah 553 observasi
menjadi 530 observasi dan diuji secara regresi statistik apakah hasilnya
berbeda secara signifikan dengan data observasi keseluruhan (sejumlah 553
observasi) yang mengikutsertakan data yang telah diasumsikan.
Berdasarkan hasil uji sensitivitas tersebut tidak terdapat perbedaan signifikan
pada hasil regresi yang dapat mempengaruhi kesimpulan dari penelitian ini. R-
squared data dengan total observasi 530 adalah 0,3975 (39,75%) yang tidak
jauh berbeda dengan total observasi lengkap (553) yaitu 0,3905 (39,05%)
(keduanya mendekati 0,40 atau 40%). Adapun nilai p-value untuk F-stat
kedua uji tersebut juga sama, yaitu 0,0000 yaitu lebih kecil daripada α (1%).
Selain p-value F-stat dan R-squared, uji parsial yang ditunjukkan oleh p-value
dari masing-masing variabel independen utama dengan observasi lengkap
(553 observasi) dan 530 observasi juga tidak memiliki perbedaan yang
signifikan yang dapat mengubah kesimpulan hasil uji hipotesis dalam
penelitian ini. Untuk variabel amortisasi goodwill (GWAM) dan penurunan
nilai goodwill yang diinteraksikan dengan IFRS (GWIMP*IFRS) sama-sama
tidak signifikan secara statistik. Selain itu, penurunan nilai goodwill (GWIMP)

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


67

juga sama-sama signifikan secara statistik yaitu dengan p-value lebih kecil
dari α (5%) dengan koefisien yang negatif. Hasil uji sensitivitas pertama dapat
dilihat pada lampiran 5.
2. Uji sensitivitas kedua dilakukan dengan menguji secara terpisah data sebelum
dan setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010). Untuk sebelum berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010) data yang digunakan adalah sampel pada ahun 2008
sampai dengan 2010 yang terdiri dari 241 observasi, sedangkan setelah
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) data yang digunakan adalah sampel pada
tahun 2011 sampai dengan 2013 yang terdiri dari 312 observasi. Model yang
digunakan untuk periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) adalah
model (3.7), sedangkan untuk setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)
adalah model (3.15) seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3.
Hasil dari uji sensitivitas tambahan dengan menggunakan model (3.7)
menunjukkan hasil yang berbeda dengan uji regresi model utama. Untuk uji
parsial yang ditunjukkan oleh p-value variabel amortisasi goodwill (GWAM)
yang hanya terdapat pada periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)
menunjukkan hasil yang signifikan pada alpha 10% yaitu 0,076 dengan
koefisien positif, sedangkan penurunan nilai GWIMP sebelum berlakunya
PSAK 22 (Revisi 2010) tidak signifikan secara statistik. Hasil tersebut
berkebalikan dengan p-value variabel GWAM dan GWIMP pada model utama.
Hasil regresi model (3.7) menunjukkan R-squared sebesar 0,2263 (22,63%)
yang lebih kecil daripada hasil regresi model utama, yaitu 39,05%. Untuk p-
value dari F-stat kurang dari alpha 1% yaitu sebesar 0,0068 yang lebih besar
daripada p-value F-stat dari model utama yaitu 0,0000. Hasil uji dengan
model (3.15) untuk setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) menunjukkan
hasil p-value dari F-stat yang tidak signifikan secara statistik, yaitu sebesar
0,1126 (lebih besar dari alpha 10%). Hal ini berarti semua variabel
independen secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen.
Berdasarkan uji sensitivitas kedua ini dapat disimpulkan bahwa amortisasi
goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) memiliki relevansi nilai
sedangkan penurunan nilai goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


68

2010) tidak memiliki relevansi nilai. Namun, untuk relevansi penurunan nilai
goodwill setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) tidak dapat ditentukan
karena uji simultan yang ditunjukkan oleh probabilitas dari F-stat tidak
signifikan secara statistik. Hal ini berarti secara bersama-sama variabel
independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen harga
pasar saham. Oleh karena hasil pengujian model setelah berlakunya PSAK 22
(Revisi 2010) tidak signifikan, maka hasil pengujian sensitivitas ini tidak
dapat dibandingkan dengan model utama. Hasil uji sensitivitas kedua ini dapat
dilihat pada lampiran 6.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis
relevansi komponen goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) (yang
terdiri dari amortisasi dan penurunan nilai) dan setelah berlakunya PSAK 22
(Revisi 2010) (yang hanya terdiri dari penurunan nilai goodwill yang diuji secara
periodik). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap data panel dengan
total 553 observasi yang terdiri dari 149 perusahaan yang terdaftar di BEI selama
6 periode (antara tahun 2008 dan tahun 2013) maka dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut.
Amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai. Amortisasi tidak
dipandang investor sebagai informasi yang relevan untuk menilai harga pasar
saham perusahaan. Hal ini karena goodwill merupakan aset takberwujud yang
memiliki masa manfaat yang tidak terbatas sehingga masa manfaatnya tidak dapat
ditentuakan secara pasti. Oleh karena itu, pola penurunan nilainya tidak dapat
secara arbitrer disamakan dengan metode amortisasi dengan garis lurus atau
metode amortisasi lain (Kieso et al., 2011).
Adapun untuk penurunan nilai goodwill setelah konvergensi IFRS 3 pada
PSAK 22 (Revisi 2010) yang berlaku efektif pada tahun 2011 tidak menaikkan
relevansi penurunan nilai goodwill. Hal ini karena hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perbedaan koefisien penurunan nilai goodwill sebelum dan
setelah berlakunya PSAK (Revisi 2010) tidak signifikan secara statistik. Namun
begitu, penurunan nilai goodwill sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)
memiliki relevansi nilai. Relevansi penurunan nilai goodwill yang tidak
meningkat pada periode setelah adopsi IFRS 3 bisa terjadi karena nature dari nilai
wajar beban penurunan nilai memang lebih mencerminkan suatu nilai ekonomis
dan underlying economics and commercial event dari suatu aset, namun secara
bersamaan dapat membuat investor menjadi lebih sulit untuk mengintrepretasikan
suatu nilai dari angka-angka akuntansi tersebut (Huzen et al., 2011).

69 Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


70

Secara umum, kesimpulan dari penelitian ini adalah komponen goodwill


setelah berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) yang berlaku efektif pada tahun 2011
yaitu penurunan nilai secara periodik tidak lebih relevan bila dibandingkan
dengan periode sebelum berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) yaitu yang terdiri
dari komponen amortisasi goodwill dan uji penurunan nilai goodwill yang
dilakukan tidak secara periodik. Kesimpulan umum dari penelitian ini sesuai
dengan hasil dari penelitian Hambergh dan Beisland (2014).

5.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran


Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan beberapa saran untuk
penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Penelitian ini dilakukan hanya dalam rentang waktu enam (6) tahun yaitu
antara tahun 2008 sampai dengan 2013, dengan total perusahaan sebanyak 149
perusahaan. Pada rentang waktu tersebut total perusahaan yang melaporkan
penurunan nilai goodwill tidak terlalu banyak. Oleh karena itu, untuk
penelitian selanjutnya agar melakukan penelitian dengan rentang waktu yang
lebih panjang untuk mendapatkan observasi penurunan nilai goodwill yang
lebih banyak.
2. Penelitian ini tidak melakukan klasifikasikan terhadap sampel berdasarkan
industri-industri tertentu seperti contohnya pada industri hi-tech yang terdiri
dari industri program dan software komputer, obat-obatan, dan peralatan
komputer serta data proses seperti pada penelitian Xu dan Cai (2014). Hal ini
penting untuk dilakukan untuk mengetahui bagaimana kecenderungan investor
dalam menilai metode akuntansi untuk goodwill jika bedasarkan atas
klasifikasi-klasifikasi industri tertentu yang tidak bisa digeneralisir seperti
pada penelitian ini. Seperti contohnya, goodwill dalam industri hi-tech tentu
memiliki relevansi nilai goodwill yang berbeda daripada industri lainnya,
karena nilai goodwill yang dimiliki relatif lebih besar daripada industri
lainnya. Selain itu, penelitian ini juga tidak melakukan penelitian longitudinal
dengan data-data perusahaan dari beberapa negara-negara berdasarkan faktor
spesifik suatu negara yang dinilai sebagai salah satu faktor yang membedakan
relevansi metode akuntansi untuk goodwill seperti yang dilakukan oleh Laghi

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


71

et al. (2013). Penelitian selanjutnya agar dapat meneliti relevansi goodwill


yang didasarkan atas pengelompokan-pengelompokan industri dan faktor
spesifik suatu negara tertentu. Hal ini penting untuk mengetahui bagaimana
kecenderungan investor dalam menilai metode akuntansi untuk goodwill jika
bedasarkan atas klasifikasi-klasifikasi industri dan faktor spesifik suatu negara
tertentu yang tidak bisa digeneralisir seperti pada penelitian ini.
3. Penelitian ini menggunakan price model yang dikembangkan oleh Ohlson
yang memiliki keterbatasan dalam masalah ekonometrik yang lebih banyak
daripada return model meskipun price model lebih tidak bias jika
dibandingkan dengan return model. Oleh karena itu, penelitian berikutnya
agar melakukan penelitan tentang relevansi nilai goodwill dengan
menggunakan return model ataupun kombinasi antara return model dan price
model mengetahui perbedaan dan perbandingan hasil penelitian dengan
masing-masing model.
4. Penelitian ini menggunakan data harga pasar saham pada penutupan tanggal 1
April pada tahun berikutnya (t+1) dengan asumsi bahwa pada tanggal tersebut
semua informasi keuangan sudah tersedia secara publik. Pada kenyataannya
tidak semua perusahaan menerbitkan laporan keuangannya secara bersamaan
pada tanggal 1 April t+1 tersebut, sehingga reaksi investor terhadap laporan
keuangan yang diterbitkan pada tanggal yang berbeda akan menjadi tidak
relevan jika diukur pada tanggal yang sama, yaitu 1 April t+1. Oleh karena itu,
penelitian selanjutnya agar dapat mengidentifikasi tanggal penerbitan laporan
keuangan dan menggunakan tanggal tersebut untuk menentukan harga pasar
saham.

5.3 Implikasi
Implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi DSAK
Hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada DSAK terkait dengan
metode akuntansi yang lebih baik untuk goodwill dengan melihat pada tingkat
relevansinya terhadap investor. Hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa
amortisasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai dapat menjadi indikator

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


72

bagi DSAK bahwa kebijakan penghentian amortisasi goodwill sudah


merupakan kebijakan yang tepat. Di sisi lain, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penurunan nilai goodwill secara periodik setelah berlakunya PSAK 22
(Revisi 2010) yang mengadopsi IFRS 3 tidak lebih relevan jika dibandingkan
dengan penurunan nilai goodwill sebelum adopsi IFRS 3. Oleh karena itu, hal
ini dapat menjadi suatu indikator bagi DSAK bahwa kebijakan yang diambil
terkait dengan penurunan nilai tersebut masih perlu dikaji ulang untuk
menghasilkan kebijakan yang lebih relevan terhadap investor.
2. Bagi Investor
Hasil penelitian ini dapat membantu investor yang naïf dalam mengambil
keputusan investasi dengan mempertimbangkan relevansi nilai komponen
goodwill. Berdasarkan pada hasil penelitian ini, komponen goodwill setelah
berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010) tidak lebih relevan terhadap harga pasar
saham. Oleh karena itu, investor tidak harus mempertimbangkan lebih jauh
terkit dengan jumlah penurunan nilai goodwill yang dilaporkan oleh suatu
perusahaan sebagai informasi material yang duganakan untuk menilai harga
saham dari suatu perusahaan.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


REFERENSI

Anindhita, A. A. dan Martani, D. (2006). Manfaat Kandungan Informasi


Amortisasi Goodwill dalam Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Indonesia, 3 (2), 169-189.
Barth, M., Beaver, W. dan Landsman, W., (2001). The Relevance of the Value
Relevance Literature for Financial Accounting Standard Setting: another
View. Journal of Accounting and Economics, 31, 77-104.
Collins, D. W., Pincus, M., dan Xie, H. (1999). Equity Valuation and Negative
Earnings: The Role of Negative Earnings. Accounting Review, 74, 29-61.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. (2012). Standar
Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (1994). Akuntansi Penggabungan Usaha.
Dalam: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 22. Jakarta: Ikatan
Akuntan Indonesia.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2004). Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan. Dalam: Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:
Ikatan Akuntan Indonesia.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2009). Penurunan nilai aset. Dalam:
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 48 Revisi 2009. Jakarta: Ikatan
Akuntan Indonesia.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2010). Kombinasi bisnis. Dalam:
Pernyataan Sandar Akuntansi Keuangan No. 22 revisi 2010. Jakarta: Ikatan
Akuntan Indonesia.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2013). Penurunan nilai aset. Dalam:
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 48 Revisi 2013. Jakarta: Ikatan
Akuntan Indonesia.
Feltham, G dan Ohlson, J. (1995). Valuation and Clean Surplus Accounting for
Operating and Financial Activities. Contemporary Accounting Research,
11(2), 689-731.
Financial Accounting Standard Board. (2001). Goodwill and other Intangible
Assets. Dalam: Statement of Financial Accounting Standards No. 142.
Financial Accounting Standards Boards.
Gujarati, D. N. (2003). Basic Econometrics (4th ed). New York: McGraw-Hill.
Hamberg, M., dan Beisland, L. (2014). Changes in the Value Relevance of
Goodwill Accounting Following the Adoption of IFRS 3. Journal of
International Accounting, Auditing and Taxation, 23, 59-73.
73 Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


74

Hoechle, D. (2007). Robust standard Errors for Panel Regressions with Cross-
Sectional Dependence. Stata Journal, 7 (3), 281-312 (32).
Holthausen, R., dan Watts, R. (2001). The Relevance of Value Relevance
Literature for Financial Accounting Standard Setting. Journal of Accounting
and Economics, 31, 3-75.
Hulzen, V., P., Alfonso, L., Georgakopolous, G., dan Sotiropoulos, I. (2011).
Amortisation Versus Impairment and Accounting Quality. International
Journal of Economic Sciences and Applied Reserach, 4 (3), 93-118.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2013). Akuntansi Berdasarkan PSAK Revisi 2012.
Jakarta: Ikatan Akutan Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2008). Siaran Pers Ikatan Akuntan Indonesia:
Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesiake International
Financial Reporting Standards (IFRS). Diambil pada tanggal 5 Maret 2015
dari http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=&id=19.
Iswaraputra, Nico. (2013). Dampak adopsi IFRS pada PSAK terhadap Relevansi
Nilai Goodwill: Studi Empiris di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.
Juan, Ng., Eng, dan Wahyuni, Tri, Ersa. (2012). Panduan Praktis Standar
Akuntansi Keuangan Berbasis IFRS Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Kieso, D., Weygandt, J. dan Warfield, T. (2011). Intermediate Accounting: IFRS
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons Ltd.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. (2014). Notifikasi Merger dan Akuisisi.
Diambil pada tanggal 19 Februari 2015 dari http://www.kppu.go.id/id/daftar-
notifikasi/.
Kothari, S., dan Zimmerman, J. (1995). Price and Return Models. Journal of
Accounting and Economics, 20, 155-192.
Laghi, E., Mattei, M., dan Marcantonio, M., D. (2013). Assessing the Value
Relevance of Goodwill Impairment Considering Country-Specific Factor:
Evidence from EU Listed Company. International Journal of Economic and
Finance, 5(7).
Lapointe-Antunes, P., Cormier, D. dan Magnan, M. (2009). Value Relevance and
Timeliness of Transitional Goodwill-Impairment Losses: Evidence from
Canada. The International Journal of Accounting, 44, 56-78.
Nachrowi, D.N. dan H. Usman. (2002). Penggunaan Teknik Ekonometrika.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ohlson, J., (1995). Earnings, Book Values and Dividends in Equity Valuation.
Contemporary Accounting Research, 11, 661-687.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


75

Oliveira, I., Rodrigues, L. dan Craig R. (2010). Intangible Assets and Value
Relevance: Evidence from Portuguese Stock Exchange. The British
Accounting Review, 42, 241-252.
Robu, M. A. (2014). The Level of Knowledge in the Value Relevance Literature.
Iasi: Alexandru Ioan Cuza University of Iasi, Centre for European Studies.
Sekaran, U. dan Bougie, R. (2010). Research Methods for Business (5th ed). West
Sussex, UK: John Wiley & Sons Ltd.
Xu, L., dan Cai, F. (2014). High-tech valuation and goodwill. Competition Forum,
12(1), 66-72.
Xu, W., Anandrajan, A., dan Curatola, A. (2011). The Value Relevance of
Goodwill Impairment. Research in Accounting Regulation, 23, 145-148.
Zadeh, A., A., Faasse, Li, K., dan Meeks, G. (2013). Has Accounting Regulation
Secured more Valuable Goodwill Disclosures. University of Cambridge Judge
Business School.

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Sampel Penelitian

No Nama di BEI Kode Listing


1 Astra Agro Lestari Tbk. AALI
2 Mahaka Media Tbk. ABBA
3 ABM Investama Tbk. ABMM
4 Adaro Energy Tbk. ADRO
5 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. AISA
6 Argha Karya Prima Industry Tbk. AKPI
7 AKR Corporindo Tbk. AKRA
8 Austindo Nusantara Jaya Tbk. ANJT
9 Aneka Tambang (Persero) Tbk. ANTM
10 Agung Podomoro Land Tbk. APLN
11 Atlas Resources Tbk ARII
12 Ratu Prabu Energi Tbk. ARTI
13 Astra Graphia Tbk. ASGR
14 Astra International Tbk. ASII
15 Astra Otoparts Tbk. AUTO
16 MNC Investama Tbk. BHIT
17 Benakat Petroleum Energy Tbk. BIPI
18 Bhuwanatala Indah Permai Tbk. BIPP
19 Sentul City Tbk. BKSL
20 Berlian Laju Tanker Tbk. BLTA
21 Bintang Mitra Semestaraya Tbk. BMSR
22 Global Mediacom Tbk. BMTR
23 Bakrie & Brothers Tbk. BNBR
24 Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. BORN
25 Indo Kordsa Tbk. BRAM
26 Berau Coal Energy Tbk. BRAU
27 Berlina Tbk. BRNA
28 Barito Pacific Tbk. BRPT
29 Bumi Serpong Damai Tbk. BSDE
30 Baramulti Suksessarana Tbk. BSSR
31 Bumi Teknokultura Unggul Tbk. BTEK
32 Budi Starch & Sweetener Tbk. BUDI
33 Bumi Resources Tbk. BUMI
34 BW Plantation Tbk. BWPT
35 Cardig Aero Services Tbk. CASS
76 Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


77

Lampiran 1. Daftar Sampel Penelitian (Lanjutan)


No Nama di BEI Kode Listing
36 Centrin Online Tbk. CENT
37 Cita Mineral Investindo Tbk. CITA
38 Cakra Mineral Tbk CKRA
39 Centris Multipersada Pratama Tbk. CMPP
40 Cowell Development Tbk. COWL
41 Charoen Pokphand Indonesia Tbk. CPIN
42 Central Proteinaprima Tbk. CPRO
43 Intiland Development Tbk. DILD
44 Delta Dunia Makmur Tbk. DOID
45 Dharma Samudera Fishing Industries Tbk. DSFI
46 Dharma Satya Nusantara Tbk. DSNG
47 Dian Swastatika Sentosa Tbk. DSSA
48 Duta Pertiwi Tbk. DUTI
49 Darya-Varia Laboratoria Tbk. DVLA
50 Dyandra Media International Tbk. DYAN
51 Bakrieland Development Tbk. ELTY
52 Megapolitan Developments Tbk. EMDE
53 Elang Mahkota Teknologi Tbk. EMTK
54 Erajaya Swasembada Tbk. ERAA
55 Surya Esa Perkasa Tbk. ESSA
56 Eterindo Wahanatama Tbk. ETWA
57 Fortune Mate Indonesia Tbk. FMII
58 Lotte Chemical Titan Tbk. FPNI
59 Smartfren Telecom Tbk. FREN
60 Golden Energy Mines Tbk. GEMS
61 Gudang Garam Tbk. GGRM
62 Global Teleshop Tbk. GLOB
63 Evergreen Invesco Tbk. GREN
64 Greenwood Sejahtera Tbk. GWSA
65 Gozco Plantations Tbk. GZCO
66 Hero Supermarket Tbk. HERO
67 Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. ICBP
68 Champion Pacific Indonesia Tbk. IGAR
69 Inti Agri Resources Tbk. IIKP
70 Indofood Sukses Makmur Tbk. INDF
71 Indika Energy Tbk. INDY
72 Indonesian Paradise Property Tbk. INPP
73 Inovisi Infracom Tbk. INVS
74 Indosat Tbk. ISAT

Lampiran 1. Daftar Sampel Penelitian (Lanjutan)


Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


78

No Nama di BEI Kode Listing


75 Jaya Agra Wattie Tbk. JAWA
76 Jakarta International Hotels & Dev. Tbk. JIHD
77 Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk. JKON
78 JAPFA Comfeed Indonesia Tbk. JPFA
79 Jasa Marga (Persero) Tbk. JSMR
80 Jakarta Setiabudi Internasional Tbk. JSPT
81 Kawasan Industri Jababeka Tbk. KIJA
82 Kalbe Farma Tbk. KLBF
83 Kokoh Inti Arebama Tbk. KOIN
84 MNC Land Tbk. KPIG
85 Leyand International Tbk. LAPD
86 Eureka Prima Jakarta Tbk. LCGP
87 Lippo Cikarang Tbk. LPCK
88 Multi Prima Sejahtera Tbk. LPIN
89 Lippo Karawaci Tbk. LPKR
90 Star Pacific Tbk. LPLI
91 Multi Agro Gemilang Plantation Tbk MAGP
92 Mitra Adiperkasa Tbk. MAPI
93 Multistrada Arah Sarana Tbk. MASA
94 Modernland Realty Tbk. MDLN
95 Modern Internasional Tbk. MDRN
96 Nusantara Infrastructure Tbk. META
97 Mitra International Resources Tbk. MIRA
98 Multipolar Tbk. MLPL
99 Media Nusantara Citra Tbk. MNCN
100 Mitra Pinasthika Mustika Tbk. MPMX
101 Metrodata Electronics Tbk. MTDL
102 Ancora Indonesia Resources Tbk. OKAS
103 Provident Agro Tbk. PALM
104 Panorama Sentrawisata Tbk. PANR
105 Pan Brothers Tbk. PBRX
106 Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. PGAS
107 Polaris Investama Tbk. PLAS
108 Plaza Indonesia Realty Tbk. PLIN
109 J Resources Asia Pasifik Tbk. PSAB
110 Prasidha Aneka Niaga Tbk. PSDN
111 Indo Straits Tbk. PTIS
112 Rukun Raharja Tbk. RAJA

Lampiran 1. Daftar Sampel Penelitian (Lanjutan)


Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


79

No Nama di BEI Kode Listing


113 Supra Boga Lestari Tbk. RANC
114 Bentoel Internasional Investama Tbk. RMBA
115 Danayasa Arthatama Tbk. SCBD
116 Surya Citra Media Tbk. SCMA
117 Sampoerna Agro Tbk. SGRO
118 Salim Ivomas Pratama Tbk. SIMP
119 Sierad Produce Tbk. SIPD
120 Skybee Tbk. SKYB
121 SMART Tbk. SMAR
122 Holcim Indonesia Tbk. SMCB
123 Semen Indonesia (Persero) Tbk. SMGR
124 Golden Eagle Energy Tbk. SMMT
125 Saratoga Investama Sedaya Tbk. SRTG
126 Surya Semesta Internusa Tbk. SSIA
127 Sugih Energy Tbk. SUGI
128 SLJ Global Tbk. SULI
129 Solusi Tunas Pratama Tbk. SUPR
130 Express Transindo Utama Tbk. TAXI
131 Tower Bersama Infrastructure Tbk. TBIG
132 Tiphone Mobile Indonesia Tbk. TELE
133 Tigaraksa Satria Tbk. TGKA
134 Tira Austenite Tbk. TIRA
135 Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk. TKIM
136 Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. TLKM
137 Sigmagold Inti Perkasa Tbk. TMPI
138 Toba Bara Sejahtra Tbk. TOBA
139 Sarana Menara Nusantara Tbk. TOWR
140 Trada Maritime Tbk. TRAM
141 Trikomsel Oke Tbk. TRIO
142 Truba Alam Manunggal Engineering Tbk. TRUB
143 Tempo Scan Pacific Tbk. TSPC
144 Bakrie Sumatera Plantations Tbk. UNSP
145 Unilever Indonesia Tbk. UNVR
146 Visi Media Asia Tbk. VIVA
147 Panorama Transportasi Tbk. WEHA
148 Wijaya Karya (Persero) Tbk. WIKA
149 Zebra Nusantara Tbk. ZBRA

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


80

Lampiran 2. Hasil Penentuan Model Penelitian

1. PLS vs FEM: Chow Test


. xtreg price ifrs bve_gw gw earn_gwred gwam gwimp bve_gwifrs gwifrs
earn_gwredifrs gwimpifrs dbve dearn dbveifrs dearnifrs, fe

Fixed-effects (within) regression Number of obs = 553


Group variable: firm Number of groups = 149

R-sq: within = 0.3905 Obs per group: min = 1


between = 0.5805 avg = 3.7
overall = 0.5362 max = 6

F(14,390) = 17.85
corr(u_i, Xb) = 0.1005 Prob > F = 0.0000

--------------------------------------------------------------------------------
price | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
---------------+----------------------------------------------------------------
ifrs | 439.8255 114.9042 3.83 0.000 213.9163 665.7348
bve_gw | 1.771074 .2813007 6.30 0.000 1.218019 2.32413
gw | -4.240502 2.061202 -2.06 0.040 -8.29296 -.1880434
earn_gwred | 2.098888 1.017259 2.06 0.040 .0988892 4.098886
gwam | 31.11007 19.26802 1.61 0.107 -6.772119 68.99226
gwimp | -25.62722 36.16495 -0.71 0.479 -96.72987 45.47543
bve_gwifrs | -.3856656 .157908 -2.44 0.015 -.6961231 -.0752081
gwifrs | 3.955539 1.477442 2.68 0.008 1.050792 6.860286
earn_gwredifrs | 1.613184 .927873 1.74 0.083 -.2110753 3.437443
gwimpifrs | 26.75045 43.07205 0.62 0.535 -57.93201 111.4329
dbve | -.405488 .6475475 -0.63 0.532 -1.678609 .8676327
dearn | -4.976252 1.906364 -2.61 0.009 -8.724288 -1.228215
dbveifrs | .2901484 .681108 0.43 0.670 -1.048955 1.629251
dearnifrs | 1.833541 2.564655 0.71 0.475 -3.208738 6.87582
_cons | 121.2169 177.5087 0.68 0.495 -227.7768 470.2107
---------------+----------------------------------------------------------------
sigma_u | 1677.9176
sigma_e | 784.7894
rho | .82050707 (fraction of variance due to u_i)
--------------------------------------------------------------------------------
F test that all u_i=0: F(148, 390) = 9.69 Prob > F = 0.0000

. est store fixed

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


81

 
Lampiran 2. Hasil Penentuan Model Penelitian (Lanjutan)
 
 
2. PLS vs REM: Breusch and Pagan LM Test
. xtreg price ifrs bve_gw gw earn_gwred gwam gwimp bve_gwifrs gwifrs
earn_gwredifrs gwimpifrs dbve dearn dbveifrs dearnifrs, re

Random-effects GLS regression Number of obs = 553


Group variable: firm Number of groups = 149

R-sq: within = 0.3331 Obs per group: min = 1


between = 0.7185 avg = 3.7
overall = 0.6584 max = 6

Wald chi2(14) = 658.73


corr(u_i, X) = 0 (assumed) Prob > chi2 = 0.0000

--------------------------------------------------------------------------------
price | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
---------------+----------------------------------------------------------------
ifrs | 261.0054 127.9509 2.04 0.041 10.22617 511.7846
bve_gw | .9957803 .1843893 5.40 0.000 .634384 1.357177
gw | .6291113 1.777656 0.35 0.723 -2.85503 4.113253
earn_gwred | 7.515578 1.071256 7.02 0.000 5.415955 9.615201
gwam | -23.12067 20.55115 -1.13 0.261 -63.40018 17.15884
gwimp | -89.62573 32.94007 -2.72 0.007 -154.1871 -25.06438
bve_gwifrs | .2187454 .174129 1.26 0.209 -.1225411 .560032
gwifrs | .9164795 1.662219 0.55 0.581 -2.34141 4.174369
earn_gwredifrs | -.8976709 1.04625 -0.86 0.391 -2.948283 1.152941
gwimpifrs | 80.25508 41.4032 1.94 0.053 -.8936952 161.4039
dbve | .3593705 .7181225 0.50 0.617 -1.048124 1.766865
dearn | -8.717318 2.017401 -4.32 0.000 -12.67135 -4.763284
dbveifrs | .1985397 .7589138 0.26 0.794 -1.288904 1.685984
dearnifrs | 5.0524 2.830352 1.79 0.074 -.494988 10.59979
_cons | 82.61064 141.1534 0.59 0.558 -194.0449 359.2662
---------------+----------------------------------------------------------------
sigma_u | 846.73969
sigma_e | 784.7894
rho | .53791603 (fraction of variance due to u_i)
--------------------------------------------------------------------------------

. xttest0

Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects

price[firm,t] = Xb + u[firm] + e[firm,t]

Estimated results:
| Var sd = sqrt(Var)
---------+-----------------------------
price | 7367401 2714.296
e | 615894.4 784.7894
u | 716968.1 846.7397

Test: Var(u) = 0
chi2(01) = 192.11
Prob > chi2 = 0.0000

. est store random

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


82

Lampiran 2. Hasil Penentuan Model Penelitian (Lanjutan)

 
3. FEM vs REM: Hausman Test
. hausman fixed random

---- Coefficients ----


| (b) (B) (b-B) sqrt(diag(V_b-V_B))
| fixed random Difference S.E.
-------------+----------------------------------------------------------------
ifrs | 439.8255 261.0054 178.8201 .
bve_gw | 1.771074 .9957803 .7752938 .2124398
gw | -4.240502 .6291113 -4.869613 1.04331
earn_gwred | 2.098888 7.515578 -5.41669 .
gwam | 31.11007 -23.12067 54.23074 .
gwimp | -25.62722 -89.62573 63.99852 14.92834
bve_gwifrs | -.3856656 .2187454 -.6044111 .
gwifrs | 3.955539 .9164795 3.039059 .
earn_gwred~s | 1.613184 -.8976709 2.510855 .
gwimpifrs | 26.75045 80.25508 -53.50463 11.87335
dbve | -.405488 .3593705 -.7648585 .
dearn | -4.976252 -8.717318 3.741066 .
dbveifrs | .2901484 .1985397 .0916086 .
dearnifrs | 1.833541 5.0524 -3.218859 .
------------------------------------------------------------------------------
b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg
B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg

Test: Ho: difference in coefficients not systematic

chi2(14) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B)
= 383.99
Prob>chi2 = 0.0000
(V_b-V_B is not positive definite)

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


83

Lampiran 3. Hasil Uji Asumsi Klasik Model Penelitian

1. Uji Multikolinieritas
. vif, uncentered

Variable | VIF 1/VIF


-------------+----------------------
dbveifrs | 17.72 0.056428
dbve | 17.66 0.056612
earn_gwred | 14.44 0.069272
bve_gw | 13.27 0.075364
earn_gwred~s | 11.45 0.087364
bve_gwifrs | 10.88 0.091926
gw | 6.52 0.153279
gwifrs | 5.50 0.181666
dearn | 4.64 0.215469
dearnifrs | 4.11 0.243551
gwimp | 3.79 0.263597
gwimpifrs | 3.61 0.276661
gwam | 2.93 0.341413
ifrs | 1.96 0.510629
-------------+----------------------
Mean VIF | 8.46

2. Uji Heteroskedastisitas
. xttest3

Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity


in fixed effect regression model

H0: sigma(i)^2 = sigma^2 for all i

chi2 (149) = 5.5e+34


Prob>chi2 = 0.0000

 
 
 
3. Uji Autokorelasi
.
. xtserial price ifrs bve_gw gw earn_gwred gwam gwimp bve_gwifrs gwifrs
earn_gwredifrs gwimpifrs dbve dearn dbveifrs dearnifrs

Wooldridge test for autocorrelation in panel data


H0: no first-order autocorrelation
F( 1, 105) = 91.943
Prob > F = 0.0000
 
 

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


84

Lampiran 4. Hasil Regresi Model Penelitian

. xtscc price ifrs bve_gw gw earn_gwred gwam gwimp bve_gwifrs gwifrs


earn_gwredifrs gwimpifrs dbve dearn dbveifrs dearnifrs, fe

Regression with Driscoll-Kraay standard errors Number of obs = 553


Method: Fixed-effects regression Number of groups = 149
Group variable (i): firm F( 14, 5) = 648.84
maximum lag: 2 Prob > F = 0.0000
within R-squared = 0.3905

--------------------------------------------------------------------------------
| Drisc/Kraay
price | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
---------------+----------------------------------------------------------------
ifrs | 439.8255 121.6144 3.62 0.015 127.2057 752.4454
bve_gw | 1.771074 .0246459 71.86 0.000 1.70772 1.834428
gw | -4.240502 1.862259 -2.28 0.072 -9.02759 .5465864
earn_gwred | 2.098888 1.287586 1.63 0.164 -1.210956 5.408732
gwam | 31.11007 27.69888 1.12 0.312 -40.09217 102.3123
gwimp | -25.62722 9.413215 -2.72 0.042 -49.82466 -1.429778
bve_gwifrs | -.3856656 .1300723 -2.97 0.031 -.7200271 -.0513041
gwifrs | 3.955539 1.795239 2.20 0.079 -.6592697 8.570347
earn_gwredifrs | 1.613184 .9640385 1.67 0.155 -.8649562 4.091324
gwimpifrs | 26.75045 14.47702 1.85 0.124 -10.46392 63.96482
dbve | -.405488 .8084939 -0.50 0.637 -2.483788 1.672812
dearn | -4.976252 .5799764 -8.58 0.000 -6.467129 -3.485375
dbveifrs | .2901484 .8276326 0.35 0.740 -1.837349 2.417646
dearnifrs | 1.833541 1.322757 1.39 0.224 -1.566715 5.233797
_cons | 121.2169 146.7544 0.83 0.446 -256.0273 498.4611
--------------------------------------------------------------------------------

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


85

Lampiran 5. Hasil Regresi Sensitivitas Pertama

.
. xtscc price ifrs bve_gw gw earn_gwred gwam gwimp bve_gwifrs gwifrs
earn_gwredifrs gwimpifrs dbve dearn dbveifrs dearnifrs, fe

Regression with Driscoll-Kraay standard errors Number of obs = 530


Method: Fixed-effects regression Number of groups = 146
Group variable (i): firm F( 14, 5) = 206.77
maximum lag: 2 Prob > F = 0.0000
within R-squared = 0.3975

--------------------------------------------------------------------------------
| Drisc/Kraay
price | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
---------------+----------------------------------------------------------------
ifrs | 500.334 140.3135 3.57 0.016 139.6468 861.0212
bve_gw | 1.764292 .0747072 23.62 0.000 1.572251 1.956333
gw | -3.498053 2.061023 -1.70 0.150 -8.796081 1.799975
earn_gwred | 2.471165 1.644476 1.50 0.193 -1.756096 6.698425
gwam | 40.13478 30.81257 1.30 0.249 -39.07145 119.341
gwimp | -30.34589 9.897895 -3.07 0.028 -55.78924 -4.902545
bve_gwifrs | -.3837137 .1603661 -2.39 0.062 -.7959478 .0285204
gwifrs | 3.818411 1.536999 2.48 0.056 -.1325714 7.769393
earn_gwredifrs | 1.387069 .953504 1.45 0.206 -1.063991 3.83813
gwimpifrs | 34.52649 19.26939 1.79 0.133 -15.00705 84.06002
dbve | -.3776148 .8282671 -0.46 0.668 -2.506743 1.751514
dearn | -5.346022 .8705556 -6.14 0.002 -7.583856 -3.108187
dbveifrs | .2531423 .8545669 0.30 0.779 -1.943592 2.449876
dearnifrs | 2.175008 1.159271 1.88 0.119 -.8049918 5.155008
_cons | 30.15698 206.6422 0.15 0.890 -501.0337 561.3476
--------------------------------------------------------------------------------

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.


86

Lampiran 6. Hasil Regresi Sensitivitas Kedua

a. Model (3.7) sebelum Berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)

. xtscc price bve_gw gw earn_gwred gwam gwimp dbve dearn, fe

Regression with Driscoll-Kraay standard errors Number of obs = 241


Method: Fixed-effects regression Number of groups = 93
Group variable (i): firm F( 7, 2) = 145.95
maximum lag: 1 Prob > F = 0.0068
within R-squared = 0.2263

------------------------------------------------------------------------------
| Drisc/Kraay
price | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
bve_gw | 1.516615 .1223824 12.39 0.006 .9900456 2.043184
gw | -4.817988 1.106192 -4.36 0.049 -9.577549 -.0584267
earn_gwred | 2.683099 1.087678 2.47 0.132 -1.9968 7.362998
gwam | 42.67143 12.46436 3.42 0.076 -10.95837 96.30122
gwimp | -31.83769 17.14951 -1.86 0.205 -105.6261 41.95071
dbve | .3778842 .385158 0.98 0.430 -1.279317 2.035085
dearn | -3.375049 .966846 -3.49 0.073 -7.535051 .784954
_cons | -5.945729 87.20492 -0.07 0.952 -381.1582 369.2668
------------------------------------------------------------------------------

b. Model (3.15) setelah Berlakunya PSAK 22 (Revisi 2010)

. xtscc price bve_gw gw earn_gwred gwimp dbve dearn, fe

Regression with Driscoll-Kraay standard errors Number of obs = 312


Method: Fixed-effects regression Number of groups = 131
Group variable (i): firm F( 6, 2) = 8.20
maximum lag: 1 Prob > F = 0.1126
within R-squared = 0.1863

------------------------------------------------------------------------------
| Drisc/Kraay
price | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
bve_gw | .9857349 .4410663 2.23 0.155 -.9120202 2.88349
gw | -1.408278 .7072904 -1.99 0.185 -4.451503 1.634947
earn_gwred | 1.621564 .2055768 7.89 0.016 .7370384 2.506089
gwimp | -26.15521 7.639967 -3.42 0.076 -59.02734 6.71691
dbve | -.1726818 .0879202 -1.96 0.188 -.5509718 .2056082
dearn | -1.155571 1.702286 -0.68 0.567 -8.479918 6.168776
_cons | 1258.221 420.6014 2.99 0.096 -551.4804 3067.923
------------------------------------------------------------------------------

Universitas Indonesia

Relevansi amortisasi..., Ridoni Fardeni Harahap, FEB UI, 2015.

Anda mungkin juga menyukai