Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti- nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Filsafat dan Etika
Pemerintahan dengan judul “Pengertian Makna dan Cabang-Cabang Filsafat”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................iii
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................................iii
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat................................................................................................................1
2.2 Pengertian Filsafat Menurut Para Ahli.................................................................................2
2.3 Ciri-ciri Filsafat....................................................................................................................2
2.4 Tujuan Filsafat......................................................................................................................3
2.5 Cabang-cabang Filsafat........................................................................................................3
2.6 Makna Filsafat......................................................................................................................7
2.7 Filsafat dari Literal ke Jalan Hidup......................................................................................8
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa
khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa
berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu biasanya tidak tersentuh
oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptic yang mempertanyakan segala hal.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompk orang yang merupakan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai
suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan. Filsafat juga melakukan hubungan erat dengan penyelidikan terhadap nilai
atau martabat dan tindakan manusia. Tidak hanya itu, filsafat juga menelaah hal-hal yang
menjadi objek nya dari sudut intinya yang mutlak, mendalam tapi tidak berubah.
iii
BAB 2
PEMBAHASAN
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia, yang terdiri dari dua kata,
yaitu philein, yang berarti cinta, dan sophos yang berarti hikmat (wisdom). Sehingga
berdasarkan asal katanya itu filsafat dapat diartikan cinta akan kebijaksanaan/hikmat.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, orang Arab memindahkan kata Yunani tersebut,
philosophia, ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikannya dengan tabiat bahasa Arab,
yaitu falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah, dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata
kerja falsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.
Masih menurut Prof. Dr. Harun Nasution, kata filsafat dalam bahasa Indonesia bukan berasal
dari kata Arab falsafah dan bukan pula dari bahasa Barat (Inggris) philosophy. Di sini ia
masih mempertanyakan apakah fil diambil dari bahasa Inggris dan safah dari bahasa Arab,
sehingga menjadi kata filsafat?
Sedangkan pengertian istilah filsafat secara terminologis ada bermacam-macam. Setiap filsuf
memiliki pengertian dan definisi yang berbeda-beda tentang filsafat. Hal ini antara lain
disebabkan karena:
1. Para filsuf berbeda pendapat dalam menentukan prioritas objek kajian filsafatnya. Ada
filsuf yang menekankan pada alam, ada yang menekankan pada manusia, ada yang
menekankan pada ilmu pengetahuan, dll.
2. Masing-masing definisi dari para filsuf tersebut baru menggambarkan sebagian saja dari
system filsafat, tidak menggambarkan system filsafat secara keseluruhan
3. Sejak berkembangnya ilmu pengetahuan empiris, filsafat mengalami redefinisi dalam hal
peran dan kontribusinya untuk pengetahuan manusia. Filsafat dewasa ini tidak sama dengan
filsafat zaman Yunani kuno. Dan tidak sama pula dengan filsafat barat di zaman modern.
Dewasa ini para filsuf mempersempit kajiannya hanya pada aspek-aspek tertentu di alam
semesta.
4. Para filsuf dewasa ini lebih tertarik untuk menganalisi kehidupan manusia secara nyata.
Baik kehidupan manusia sebagai individu, maupun social dan cultural. Mereka tertarik pada
masalah-masalah eksistensial, seperti pengalaman manusia, makna “aku”, makna penderitaan
dan kebahagiaan, makna kebebasan dan keterkungkungan. Ini dimulai terutama sejak
Kierkegaard (1813-1855), Husserl (1859-1938), dan para eksistensialis lainnya seperti Martin
Heidegger (1889-1976) dan Paul Sartre (1905-1980).
1
2.2 PENGERTIAN FILSAFAT MENURUT PARA AHLI
Di antara sekian banyaknya pengertian istilah filsafat yang dikemukakan oleh para
filsuf, ada beberapa yang sering dikemukakan, yaitu:
1. Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada
2. Aristoteles berpendapat bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala
benda. Dengan demikian filsafat merupakan ilmu yang umum sekali.
3. Imanuel Kant mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan
dan pekerjaan
4. Fichte menyebut filsafat sebagai wissenschaftslehre atau ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu
yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu
5. Alfarabi mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang ujud karena ia ujud (al
‘ilmu bi almaujudat bima hiya maujudah)
6. E.S. Ames sebagaimana diuraikan oleh Drs. H. Ali Saifullah, merumuskan filsafat sebagai
“a comprehensive view of life and its meaning, upon the basis of results of the various
sciences” (cara pandang terhadap hidup dan hakikat kehidupan secara menyeluruh, atas dasar
hasil dari berbagai ilmu).
Seorang ahli logika bernama Clarence I. Lewis mengatakan bawah filsafat adalah
suatu proses refleksi dari bekerjanya akal yang di dalam prosesnya terkandung berbagai
kegiatan. Adapun ciri-ciri pemikiran filsafat adalah sebagai berikut:
1. Bersifat Universal
Pemikiran filsafat cenderung bersifat universal (umum) dan tidak bersangkutan dengan objek-
objek khusus. Misalnya pemikiran tentang manusia, keadilan, kebebasan, dan lain-lain.
2. Tidak Faktual
Dalam hal ini, tidak faktual adalah sesuatu yang spekulatif dengan membuat berbagai dugaan
yang masuk akal tentang suatu hal, namun tanpa bukti karena telah melampaui batas dari
fakta- fakta ilmiah.
3. Berhubungan dengan Nilai
Menurut C. J. Ducasse, pengertian filsafat adalah upaya manusia untuk mencari pengetahuan,
berupa fakta-fakta yang disebut dengan penilaian. Dalam hal ini penilaian yang dimaksud
adalah sesuatu yang baik dan buruk, susila dan asusila, dimana akhirnya filsafat menjadi
suatu usaha untuk mempertahankan nilai-nilai.
4. Berhubungan dengan Arti
Mengacu pada poin 3, sesuatu yang memiliki nilai tentunya memiliki arti. Itulah sebabnya
para filsuf menciptakan berbagai kalimat yang logis dan bahasa yang tepat (ilmiah), agar ide-
idenya sarat dengan arti.
5. Implikatif
Pemikiran filsafat selalu terdapat implikasi (akibat), sehingga diharapkan akan dapat
melahirkan pemikiran baru yang dinamis dan menyuburkan intelektual.
Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti aristoteles (384-322 SM) dan
Imanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian dalam karya-karya
mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar tersebut masing-masing
dikaji dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai
adalah bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan merupakan bidang kajian epistimologi.
3
Namun ada juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik objeknya.
Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua, yaitu:
Filsafat umum/murni
a. Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
b. Epistemologi. Objeknya adalah pengetahuan/ kenyataan
c. Logika. Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan penarikan kesimpulan
yang valid. Namun ada juga yang memasukkan logika ke dalam kajian epistimologi.
d. Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.
Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan.
Seperti misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain
sebagainya.
Pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang mengklaim
bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali pula membahas masalah-
masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya
tampak dari filsafat Heidegger. Dalam bukunya yang terkenal, Being and Time (1979), dia
menulis bahwa filsafatnya dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia
mengakui bahwa “ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai keotentikan,
kecemasan, dan pengalamn-pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari.
1. Metafisika
Koestenbaum (1968) mendefinisikan metafisika sebagai studi mengenai karakteristik-
karakteristik yang sangat umum dan paling dasar dari kenyataan yang sebenarnya (ultimate
reality). Metafisika menguji aspek-aspek kenyataan seperti ruang dan waktu, kesadaran, jiwa
dan materi, ada (being), eksistensi, perubahan, substansi dan sifat, aktual dan potensial, dan
lain sebagainya.
Metafisika pada asasnya meneliti perbedaan antara penampakan (appearance) dan
kenyataan (reality). Ada sejumlah aliran yang mencoba mengungkap hakikat kenyataan di
balik penampakan tersebut. Misalnya aliran naturalism dan materialism percaya bahwa
kenyataan paling dasar pada prinsipnya sama dengan peristiwa material dan natural.
Sejak zaman Yunani kuno sebagian besar filsafat diwarnai oleh pemikiran-pemikiran
metafisik, kendati cukup banyak juga filsuf yang meragukan dan menolak metafisika. Para
filsuf yang menolak metafisika beralasan bahwa metafisika tidak mungkin karena melampaui
batas-batas kemampuan indera untuk membuktikan kebenaran-kebenarannya. Kebenaran-
kebenaran yang dikemukakan oleh metafisika terlalu luas dan spekulatif, sehingga tidak dapat
dibuktikan dan diukur kebenarannya.
Dalam perkembangannya, metafisika kemudian dibagi lagi menjadi tiga sub cabanga,
yaitu:
Ontology, mengkaji persoalan-persoalan tentang ada (dan tiada)
Kosmologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul, dan unsur-
unsur yang membentuk alam semesta
Humanologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang hakikat manusia, hubungan antara
jiwa dan tubuh, kebebasan dan keterbatasan manusia
Teologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama
5
3. Aksiologi
Aksiologi merupakan kajian filsafat mengenai nilai. Nilai sendiri adalah suatu kualitas
yang kita berikan kepada sesuatu objek sehingga sesuatu itu dianggap bernilai atau tidak
bernilai. Pada masa kini objeknya lebih banyak berupa sains dan teknologi. Peradaban
manusia masa kini sangat bergantung pada ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi. Berkat
kemajuan pada kedua bidang ini pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan
cepat dan mudah. Banyak sekali penemuan-penemuan baru yang amat membantu kehidupan
manusia, seperti misalnya penemuan dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Namun di pihak lain, perkembangan-perkembangan tersebut mengesampingkan factor
manusia. Di mana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan
kebutuhan manusia, namun sering kali kini yang terjadi adalah sebaliknya. Manusialah yang
akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai
sarana yang memberikan kemudahan bagi manusia, melainkan dia ada bertujuan untuk
eksistensinya sendiri. Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang
mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri.
Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang ada. Masalah nilai moral tidak bisa terlepas dari tekat manusia untuk
menemukan kebenaran. Sebab untuk menemukan kebenaran dan kemudian terutama untuk
mempertahankannya, diperlukan keberanian moral. Dihadapkan dengan masalah moral dalam
menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini, para ilmuwan terbagi
menjadi dua golongan pendapat.
Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersikap netral terhadap nilai-
nilai, bik itu secara ontologis, mau pun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah
menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain dalam mempergunakannya, apakah
untuk kebaikan atau untuk keburukan.
Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai
hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan. Sedangkan dalam penggunaannya bahkan
pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral.
Nilai yang menjadi kajian aksiologi ada dua, itu sebabnya aksiologi dibagi menjadi dua sub
cabang yaitu:
Etika. Kajian filsafat mengenai baik dan buruk, lebih kepada bagaimana seharusnya
manusia bersikap dan bertingkah laku, apa makna etika atau moralitas dalam
kehidupan manusia
Estetika. Nilai yang berhubungan dengan keindahan (indah dan buruk). Mengkaji
mengenai keindahan, kesenian, kesenangan yang disebabkan oleh keindahan.
6
2.6 MAKNA FILSAFAT
7
Pengetahuan sains didorong oleh paham humanisme, rasionalisme, empirisme, dan
positifisme. Sain juga dapat diperoleh dengan metode ilmiah dan melakukan riset. Ukuran
kebenaran sain yaitu jika hipotesis terbukti maka pada saatnya ia akan menjadi teori. Jika
sesuatu teori itu benar dan didukung bukti empiris maka teori itu naik menjadi hukum atau
aksioma. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa pengetahuan filsafat yaitu pengetahuan
yang hanya dapat dipertanggung jawabkan secara rasional, yang menggunakan paradigma
rasional dan metode rasional dengan objek dan temuan yang abstrak. Pada beberapa buku
yang mencantumkan pendapat Moh. Hatta yaitu biarkan saja orang untuk mencari tahu
sendiri tentang hakikat filsafat, karena jika mereka mempelajari banyak mengenai filsafat
maka ia akan mengetahui sendiri dengan baik mengenai filsafat. Karena banyaknya fersi yang
berbeda-beda mengenai hakikat filsafat itu sendiri.
Filsafat terdiri dari tiga cabang besar yaitu ontology (membicarakan hakikat),
epitesmologi (cara memperoleh pengetahuan), aksiologi (guna dari pengetahuan). Sekarang
ini terdapat filsafat baru yaitu filsafat prenial, yaitu filsafat yang dipandang dapat
menjelaskan segala kejadian yang bersifat hakiki, menyangkut kearifan yang diperlukan
dalam menjalani hidup yang benar, yang menjadi hakikat seluruh agama dan tradisi besar
spiritual manusia (lihat Kommarudin Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, 1995: xx. Kemudian
filsafat Pos Modern mengatakan bahwa filsafat modern itu harus didekonstruksi, karena
filsafat modern itu didominasi rasionalisme (paham filsafat yang menyatakan akal itulah alat
pencari dan pengukur kebenaran), maka yang didekonstruksi itu adalah Rasionalisme itu.
Kemudian dijelaskan tentang ilmu mistik, ilmu mistik yaitu pengetahuan supra-rasional
tentang objek yang supra-rasional, pengetahuan yang tidak dapat dipahami secara rasio,
maksudnya hubungan sebab-akibat yang terjadi tidak dapat dipahami secara rasio atau logis.
Contoh pengetahuan mistik yaitu mukasyafah, ilmu laduni, saefi, jangjawokan, sihir, ilmu
kebal, santet, pelet, debus, tentang jin, nyambat, ilmu kanuragan dan masih banyak yang
lainnya.
Hakikat Alam
Descartes (1590-1650 M) dianggap telah mendefinisikan filsafat sebagai hukum ilmu
pengetahuan, yakni tentang Tuhan, alam dan manusia. Immanuel Kant (1724-1804 M)
dianggap telah mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan.
Atas dasar asumsi seperti itu, maka menurut Kant ada tiga persoalan yang dikaji dalam
filsafat. Ketiga pokok soal itu adalah: 1) Apakah yang dapat manusia ketahui (dijawab oleh
metafisika); 2) Apakah yang seharusnya diketahui manusia (dijawab oleh etikn); dan 3)
Sampai dimanakah harapan manusia (dijawab oleh agama),
Dalam arti yang agak umum, filsafat dapat digunakan untuk menjawab berbagai
pertanyaan yang muncul dalam pikiran manusia tentang berbagai kesulitan yang dihadapinya,
serta berusaha untuk menemukan solusi yang tepat. Misalnya ketika kita menanyakan:
“Siapakah Kita? Darimana kita berasal? Mengapa kita ada di suatu tempat? Ke mana kita
akan pergi dan berlalu? Apa yang dimaksud dengan kebenaran dan kebathilan? Dan apakah
yang dimaksud dengan kebaikan dan kejahatan?
9
Namun demikian, filsafat dapat juga diartikan dalam arti khusus. Dalam arti ini, kata
filsafat biasanya bersinonim dengan sistem dari sebuah madzhab tertentu dalam filsafat.
Misalnya, filsafat dirangkaikan dengan salah seorang filosof, seperti filsafat Aristoteles atau
filsafat Plato. Rangkaian kata filsafat dengan nama seorang filosof tertentu mengindikasikan
bahwa setiap filosof dengan aktivitas filsafat yang dilakukannya bermaksud membangun
suatu bentuk penafsiran yang lengkap dan menyeluruh terhadap segala sesuatu yang diyakini
kebenarannya oleh filosof tertentu dimaksud.
Berdasarkari watak dan fungsinya, filsafat dapat diklasifikasikan pada:
1) Sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara tidak kritis;
2) Suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat
dijunjung tinggi;
3) Usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya, filsafatberusaha untuk
mengkombinasikan hasil bermacam- inacam sains dan pengalaman kemanusiaan
sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam;
4) Analisis logika dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak
filsafat ini sering juga diartikan dengan logo sentrism; dan
5) Sekumpulan problem yang langsung mendapat perhatian dari manusia dan yang
dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (Rizal Muntasyr, 2003: 3).
Dilihat pengertian filsafat di atas, maka filsafat dapat dibedakan dalam dua jenis
pengertian. Pertama, filsafat sebagai reflectif thinking. Kedua, filsafat sebagai produk
kegiatan berpikir murni dan ia sudah terbentuk dalam suatu disiplin ilmu.
Filsafat dalam term pertama dapat diartikan sebagai aktivitas pikir murni, atau kegiatan
akal pikir manusia dalam usaha mengerti secara mendalam atas’ segala sesuatu. la merupakan
satu daya atau kemampuan berpikir yang tinggi dari manusia dalam usaha memahami
kemestaan. Sedangkan filsafat dalam arti yang kedua telah terbentuk dalam pembendaharaan
yang terorganisasi dan telah memiliki sistematika tertentu. Prof. Cecep Sumarna.
10
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
http://www.medrec07.com/2015/08/pengertian-filsafat-beserta-cabang.html
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-filsafat.html
https://www.kompasiana.com/tyapgsd/550120e9a33311376f512f78/apa-kalian-tau-makna-
filsafat-yang-sebenarnya
https://www.lyceum.id/mengenal-makna-filsafat/