Anda di halaman 1dari 32

Diferensi fungsi sederhana

1. Kuosien Diferensi dan Derivatif


- Y = f(x) dan terdapat tambahan variable bebas x sebesar ∆x
- Maka :
y = f(x)
y+∆y = f(x+∆x)
∆y = f (x+∆x)-y
∆y = f(x+∆x) – f(x)

 Di mana ∆x adalah tambahan x, sedangkan ∆ y adalah tambahan y akibat adanya


tambahan x. Jadi ∆y timbul karena adanya ∆x.
 Apabila pada persamaan (1) ruas kiri dan ruas kanan sama-sama dibagi ∆x, maka
diperoleh
∆ y f ( x+ ∆ x )−f ( x)
=
∆x ∆x

 Bentuk ∆y/ ∆x inilah yang disebut sebagai hasil bagi perbedaan atau kuosien diferensi
(difference quotient), yang mencerminkan tingkat perubahan rata-rata variabel terikat y
terhadap perubahan variabel bebas x
Contoh :
Tentukan kuosien diferensi
y=3 x 2−x
y +∆ y =3 ¿
y +∆ y =3 { x 2+2 x ( ∆ x )+ ∆ x ¿2 }−x−∆ x
y +∆ y =3 x2 +6 x ( ∆ x )+3 ¿
∆ y =3 x2 +6 x ( ∆ x )+3 ¿
∆ y =3 x2 +6 x ( ∆ x )+3 ¿
∆ y =6 x ( ∆ x ) +3 ¿
∆y
=6 x ( ∆ x ) +3 ¿ ¿
∆x
∆y
=6 x ( ∆ x ) +3 ¿ ¿
∆x
Proses penurunan sebuah fungsi, disebut juga proses pendiferensian antara diferensiasi,
pada dasarnya merupakan penentuan limit, suatu kuosien diferensial dalam hal
pertambahan variabel bebasnya sangat kecil atau mendekati nol. Yang diperoleh dari
proses pendiferensial tersebut dinamakan turunan atau derivatif dengan demikian jika
y=f ( x )
∆ y f ( x+ ∆ x )−f ( x )
Maka koefisien diferensinya =
∆x ∆x
∆y f ( x + ∆ x ) −f ( x )
dan turunan fungsinya lim =lim
∆ x→ 0 ∆ x ∆x ∆x
Contoh:
Dari persamaan y=3 x 2−x
Diperoleh kuosien diferensi ∆y / ∆ = 6x + 3∆x - 1
(periksa kembali contoh kuosien diferensi sebelumnya)
∆y
lim = lim ( 6 x +3 ∆ x−1 )=6 x+3 ( 0 )−1=6 x−1
∆ x→ 0 ∆ x ∆ x →0

Jadi, turunan atau derefatif dari fungsi y=3 x 2−x adalah


∆y
lim =6 x−1
∆ x→ 0 ∆x
 Cara menuliskan turunan dari sesuatu fungsi dapat dilakukan dengan beberapa notasi
atau lambang. Jika fungsi aslinya y=f (x ), maka turunannya dapat dituliskan dengan
notasi-notasi:
 Semua cara diatas sama arti dan maksutnya, yaitu melambangkan turunan adari y=f (x )

terdapat x . Dalam hal ∆x sangat kecil,


Δ y Δy
lim ¿ =
Δx Δx
¿
itu sendiri, sehingga :
∆x → 0
Δy dy df (x) Δ y
lim ¿ ≡ y ' ≡ f ' ( x ) ≡ y x ≡f x ( x ) ≡ ≡ ≡ ¿
Δx dx dx Δx
∆x → 0
 Dengan perkataan lain, turunan dari fungsi yang bersangkutan adalah kousien difernsinya
sendiri. Sedangkan kuosien diferensi ∆y/∆x tak lain adalah lereng (slope) dari garis atau
kurva y=f (x ).
 Dari berbaga macam notasi turunan fungsi yang ditunjukan di atas, yang paling lazim
digunakan ialah bentuk dy/dx (baca:”deye deeks”, dan bukan “deye lagi deeks”).

2. Kaidah-kaidah Deferensiasi
 Secara umum, membentuk turunan sebuah fungsi dapat dilakuan dengan cara terlebih
dahulu menemukan kuosien diferensinya, kemudian menentukan unit kuosien deferensi
tersebut untuk penambahan variabel bebas mendekati nol. Alasannya, langkah
langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Andaikan fungsi aslinya ialah y=f ( x )
2. Masukkan tambahan x dan tambahan y untuk memperoleh

y + ∆ y =f ( x +∆ x )
3. Manipulasikan untuk memperoleh
∆ y =f ( x+ ∆ x)−f (x)

4. Bagi kedua ruas dengan ∆ x sehingga diperoleh kuosien diferensinya

Δ y f ( x+ ∆ x )−f ( x)
=
Δx Δx

5. Tentukan limitnya untuk ∆x→0, sehingga diperoleh turunan fungsinya


f ( x+∆ x )−f ( x )
Δy lim ¿ ¿

dy lim ¿ Δ x = ∆x
∆ x →0 ¿
= ∆ x →0
dx

 Prosedur di atas jelas membosankan dan cenderung membuahkan hasil yang tak
seharusnya, terutama untuk fungsi-fungsi yang tidak sederhana. Berikut ini beberapa
kaidah yang dapat digunakan untuk menurunkan berbagai bentuk fungsi tertentu.
1. Diferensiasi konstatnta
dy
Jika y=k, dimana k adalah konstanta, maka =0
dx
dy
Contohnya: y=5, =0
dx
2. Difernsiasi fungsi pangkat
dy
Jika y=x n, dimana n adalah konstanta, maka = nx n−1
dx
dy
Contoh : y=x 3, =3 x3−1=3 x 2
dx
3. Diferensiasi perkalian konstatnta dengan fungsi
dy dv
Jika y=kv, dimana v v=h ( x ), maka =k
dx dx
dy
Contoh: y=5 x 3, =5 ( 3 x2 ) =15 x 2
dx
4. Diferensial pembagian konstanta dengan fungsi
k dy dv
Jika y= dimana v=h ( x ), maka =k
v dx dx
dy
Contoh: y=5 x 3, =5 ( 3 x2 ) =15 x 2
dx
5. Diferensiasi penjumlahan (pengurangan) fungsi Jika y=u ± v , dimana u = g (x) dan v

dy du dv
= h (x), Maka = ±
dx dx dx
Contoh:
y=4 x 2+ x3
Misalkan u=4 x 2 → du/dx = 8x
v=x 3 →du/dx ¿ 3 x 2
dy du dv
= + =8 x +3 x2
dx dx dx
6. Diferensiasi perkalian fungsi
Jika y=uv , dimana u = g( x) , dan v=h(x )
dy dv du
Maka =u ± v
dx dx dx
Contoh:
y=( 4 x 2 ) ( x 3)
dy dv du
=u ± v
dx dx dx
4 ( x 2 ) ( 3 x 2 ) + ( x 3 ) ( 8 x )=12 x 4 + 8 x 4+ ¿ 20 x 4
7. Diferensial pembagian fungsi
u
Jika y= , dimana u=¿g (x) dan v=h(x )
v
du dv
−u v
Maka dy = dx dx
dx v 2

Contoh:
4 x2
y= 2
3
du dv
−u v
dv dx dx
¿ =
dx v 2

( x3 ) ( 8 x )−(4 x 2 )(3 x 2 )
¿ ¿¿
8. Diferensiasi fungsi komposit
dy dy du
Jika y = f(u) sedangkan u = g(x), dengan kata lain y = f {g(x)}, maka = ×
dx dx dx
Contoh: y = ( 4 x 3+5)2 misalnya u = 4 x3 +5 , sehinggay = u2
du dy
= 12 x 2 dan =¿ 2 u
dx dx
dy dy du
= × = 2u (12 x 2) = 2(4 x3 +5 )( 12 x 2) = 96 x 5 + 120 x 2
dx dx dx
9. Diferensiasi fungsi berpangkat
jika y = un , dimana u = g(x), dan n adalah konstanta, maka
dy du
=nun−1 ×
dx dx
3 du
Contoh: y = ( 4 x 3+5)2 misalnya u = 4 x +5 → =¿12 x 2
dx
dy du
=nun−1 × = 2(4 x3 +5 ) ( 12 x 2) = 96 x 5 + 120 x 2
dx dx
Kaidah ke -9 ini mirip dengan kaidah ke-8, dan memang merupakan kasus khusus
dari kaidah ke-8. Untuk kaidah ke-9 ini terdapat pula sebuah kasus khusus; yakni
jika u = f(x) = x, sehingga y = un = x n, maka dy/dx = nu n−1 (yang tak lain adalah
kaidah ke -2).
10. Diferensiasi fungsi logaritmik
dy 1
Jika y = a log x , maka =
dx x ln a
dy 1 1
Contoh : y = 5log 2 , maka = =
dx x ln a 2 ln 5
11. Diferensiasi fungsi komposit-logaritmik
dy alog e du
jika y = a log u dimana u = g(x), maka = ×
dx u dx
x−3
contoh: y = log
x +2 ( )
, misalnya
(x−3) du ( x +2 )−(x−3) 5
u= → = = 2
( x +2) dx (x +2)2
(x +2)
dy alog e du
= ×
dx u dx
log e 5
× 5 log e 5 log e
= x−3 ( x +2)2 = = (x 2−x−6)
( )
x +2
( x−3 ) ( x +2)

12. Diferensiasi fungsi komposit-logaritmik-berpangkat


jika y = (a logu )n, dimana u = g(x) dan n adalah konstanta,
dy dy a loge du
maka = × ×
dx du u dx
2 dy
Contoh: y = (log 5 x 2), misalnya u = 5 x → = 10 x
du
dy log e 30 x ( log5 x 2)2 log e
dx
=¿ 3 ( log5 x 2)2 ( )
5 x2
(10 x ) =
5 x2
=

6
(log 5 x 2)2 log e
x
13. Diferensiasi fungsi logaritmik-napier
dy 1
jika y = ln x, maka =
dx x
dy 1 1
contoh: y = ln 5, = =
dx x 5

14. Diferensiasi fungsi komposit-logaritmik-napier


dy 1 du
Jika y = ln u, dimana u = g(x), maka = ×
dx u dx
(x−3) du 5
Contoh: y = ln ( x−3
x +2 ) , misalnya u = → =
( x +2) dx (x+ 2) 2

dy 1 du ( x −2) 5 5
= × = × 2 = 2
dx u dx ( x−3) (x−2) (x −x−6)
15. Diferensiasi fungsi komposit-logaritmik-napier-berpangkat
Jika y = ( ln u )n , dimana u = g(x) dan n adalah konstanta, maka
dy dy 1 du
= × ×
dx du u dx
3 2 du
Contoh: y = ( ln5 x 2 ) misalnya u = 5 x → =10 x
dx
dy 2 3 1 6
dx
=¿ 3( ln 5 x ) ( )
5 x2
(10 x) =
x
(ln 5 x 2)2 .

16. Difensiasi fungsi eksponensial


dy
jika y = a x , dimana a adalah konstanta, maka =a x ln a
dx
dy
Contoh: y = 5a , =a x ln a = 5 x ln5
dx
dy x
Dalam hal y = e x , maka =e , juga sebab ln e = 1.
dx
17. Dferensiasi fungsi komposit-eksponensial
dy u du
Jika y = a u, dimana u = g(x), maka =a ln a
dx dx
1 2 du
Conto: y = 93 x −4, misalkan u = 3 x −4 → =6 x
dx
dy u du 2 2
=a ln a = 93 x −4 (ln 9)(6 x) = (6 x) 93 x −4 ln 9
dx dx
dy u du
Kasus khusus: dalam hal y = e u, maka =e
dx dx
Kaidah ke-16 sebelumnya sesungguhnya juga merupakan kasus khusus dari kaidah
ke-17 ini, yakni dalam hal u = g(x) = x.

18. Diferensiasi fungsi kompleks


Jika y = u v, dimana u = (x) dan v = h (x),
dy v−1 du n dv
maka = vu × + u × ln u ×
dx dx dx

Penetuan du/dx dari y = u v ini dapat pula dilakukan dengan jalan melogaritmakan
fungsi atau persamaanya, kemudian mendiferensiasikan masing-masing ruasnya.
Perhatikan:
y = uv
ln y = v ln u
1 dy 1 du dv
=v + ln u dx
y dx y dx
dy 1 dy dv v
dx
= v (
u dx
+ ln u
dx
u) mengingat y = u v
dy du dv
= vu−1 × + uv × ln u ×
dx dx dx
Berbagai fungsi aljabar yang kompleks bisa lebih mudah didiferensiasikan dengan
langkah-langkah seperti diatas.
Contoh:
3
1) y = 4 x x
du dv
Misalkan u = 4x → =4 dan v=x 3 → =3 x 2
dx dx
dy du dv
= vuv−1 × +u v × ln u ×
dx dx dx
3 3

= ( x 3)4 x x −1(4) + 4 x x ln 4 x(3 x 2)


3 3

=16 x x + 2 + 12 x x + 2n 4x ln 4x
3

= 4 x x + 2(4 + 3 ln 4x)
2 3

2) y = x( x +1)
du
Misalnya u = x → =1
dx
2 3 dv 2 2
v = ( x + 1) → dx =6 x ( x +1)
dy v−1 du v dv
= vu × dx +u ln u × dx
dx
2 3

= ( x 2+ 1)3 x(x +1 ) −1 (1) + x ( x 2+1)3 ln x {6 x ( x 2 +1)2 }


2 3 2 3

=( x 2+ 1)3 x(x +1 ) −1 (1) + 6 x( x +1) +1 (x 2 +1)2 ln x


2 3

= ( x 2+ 1)2 x( x +1) .1 {( x 2+ 1 ) x−2 +6 lnx }

2x

3) y = x e
du
Misalnya u = x → =1
dx
2x dv
v = e → dx =¿ 2 e 2 x
dy du dv
= vu−1 +u v lnu
dx dx dx
2x 2x

= e2x xe −1
(1) + x e ln x (2 e 2 x )
2x

= xe −1
e 2 x (1 + 2x ln x)
19. Diferensiasi fungsi balikan
Jika y = f(x) dan x = g(y) adalah fungsi-fungsi yang saling berbalikan (inverse
dy 1
functions), maka =
dx dx /dy
Contoh:
1) x = 5y + 0,5 y 4
dy dy 1 1
=5+2 y 3 → = =
dx dx dx /dy (5+2 y 3 )

2) x = ln(2 y 3 + y 2)
dy 6 y 2 +2 y dy 1 2 y3+ y2 2 y2 + y
= → = = 2 =
dx 2 y 3+ y 2 dx dx /dy 6 y + 2 y 6 y +2
20. Diferensiasi implikasi
Jika f(x,y) = 0 merupakan fungsi implisit sejati (tidak mungkin dieksplisitkan), dy/dx
dapat diperoleh dengan mendiferensiasikannya suku demi suku, dengan menganggap
y sebagai fungsi dari x.
Contoh:
dy
1) 4 xy 2−x 2 +2 y=0, tentukan dx !
dy 2 dy
8xy dx + 4 y −2 x+ dx =0
dy 2
(8 xy + 2) dx =2 x −ay
dy 2 x−4 y 2 x−2 y 2
= =
dx 8 xy+ 2 4 xy +1
Dalam ontoh ini 4 xy 2diperlakukan sebagai perkalian dua buah fungsi x, kemudian
didiferensiasikan dengan menggunakan kaidah perkalian fungsi (kaidah ke-6). Jadi, u
= 4x dan v = y 2, diperoleh du/dx = 4 dan dv/dx = 2y(dy/dx), sehingga d(uv)/dx =
u(dv/dx) + v(du/dx) = 8 xy(dy/dx) + 4 y 2. Adapun dy/dx dari −x 2 ialah −2 x,
sedangkan dy/dx dari 2y ialah 2(dy/dx).
2) x 2 y −e x −e y =5 , tentukan dy/dx !
dy dy
x2 + 2 xy −e x −e y =0
dx dx
dy x
( x 2−e y) dx =e −2 xy
y e x −2 xy
=
x x 2−e y

3. Hakekat Derivatif dan diferensial


Δy
Kuosien diferensi tak lain adalah lereng dari kurva y = f(x). Sedangkan
Δx

dy Δy
deivatif adalah lim ( ) untuk ∆x →0. Jadi untuk ∆x yang sangat kecil,
dx Δx
derivatif( seperti hal nya kuosien diferensi) juga mencerminkan lereng dari kurva y = f
(x).
dy
Notasi derivatif sesungguhnya terdiri atas dua suku, yaitu dy dan dx .
dx
suku dy dinamakan diferensial dari y, sedangkan diferensial dari x. Diferensial dari x (dx)
mencerminkan perubahan sangat kecil pada variabel bebas x.
Diferensial dari y (dy) mencerminkan taksiran perubahan pada variabel
terikat y berkenaan dengan perubahan sangat kecil pada variabel bebas x.
dy
Diferensial dari y: dy = dy = ∆x
dx
dy
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa derivatif adalah lereng
dx
taksiran ( approximated slope ) dari kurva y = f (x) pada kedudukan x tertentu. Lereng

Δy
yang sesungguhnya ( the true slope ) adalah kuosien diferensi . lereng taksiran ini
Δx
bisa lebi besar ( over estimated ) dari atau lebih kecil ( under estimated ) dari atau sama
dengan lereng sesungguhnya. Hal ini tergantung pada jenis fungsinya dan besar kecilnya
perubahan pada variabel bebas.
Untuk fungsi y = f (x) yang linier, lereng taksiran senantiasa sama dengan
lereng sesungguhnya, berapapun ∆x. Derefatif fungsi linier adalah kuosien diferensiasi,

dy Δ y
= .
dx Δ x
y
y = f (x)
∆y = dy

∆y = dx

x
Gambar 1.8
Untuk fungsi y = f (x) yang non-linier, semakin besar ∆x semakin besar pula

dy
perbedaan antara lereng taksiran ( derivatif, ) dan lereng sesungguhnya (kuosien
dx

Δy
diferensi, ), dan sebaliknya.
Δx
Contoh:
Andikan y = 3x2 - 4x + 5, diketahui nilai dy dan nilai ∆ y untuk ∆x = 0,0001 dari
kedudukan x = 2.
dy dy
= 6x – 4 = 6 (2) – 4=8 dy = ∆x = 8(0,0001) = 0,0008
dx dx
∆ y = f( x + ∆x) – f(x)
= 3 ( x + ∆x)2 – 4 (x + ∆x) + 5 – (3x2 – 4x + 5)
= 3( 2 + 0,0001)2 – 4(2 + 0,0001) + 5 – 3 (2)2 + 4(2) – 5 =0,0008
Dalam contoh ini, untuk x = 2 dan ∆x = 0,0001 ternyata dy = ∆ y = 0,0008,

dy Δ y
kosekuensinya = = 8. Berarti lereng taksirannya persis sama dengan lereng yang
dx Δ x
sesungguhnya.

4. DERIVATIF dari DERIVATIF


Turunan pertama ( first derivatif) sebuah fungsi adalah turunan dari fungsi awal atau
fungsi aslinya. Turunan kedua adalah tuunan dari fungsi utama atau awal sedangkan
turunan ketiga dan seterusnya adalah turunan dari fungsi sebelumnya.
Fungsi awal : y= f(x)
dy df ( x)
Turunan pertama : y’ = ≡ f’(x) ≡ dy ≡ ≡
dx x
d2 y d 2 f ( x)
Turunan kedua : y” ≡ f”(x) ≡ ≡
dx 2 dx 2
n
dn y d f ( x )
Turunan ke – n : yn ≡ (x) ≡ ≡
dx n dx n
Contoh :
Y =f(x) = x3- 4x2 + 5x – 7
dy
Y’ = = 3x2 – 8x + 5
dx
d2 y
Y” = = 6x – 8
dx 2
d3 y
Y”’= =6
dx 3
d4y
Yiv = =0
dx 4
Derivatif yang diperoleh dari derivatif sebuah fungsi dinamakan derivatif
berderajat lebih tinggi (higher-order derivatives). Derivatif pertama dan derivatif
kedua sangat brmanfaat untuk menelaah fungsi yang bersangkutan. Besar kecil nya
harga atau nilai derivatif pertama dan derivatif k edua dapat digunakan utuk
menentukan posisi- posisi khusus dari kurva fungsi (non linier) yang bersangkutan.

5. HUBUNGAN ANTARA FUNGSI DAN DERIVATIFNYA


Dengan mengetahui besarnya harga dari turunan pertama (first derivative) dan turunan
kedua (second derivative) sebuah fungsi, untuk mengetahui apakah kurvanya menaik ataukah
menurun. hubungan antara fungsi parabolik dan deivatifnya, guna mengetahui letak dan bentuk
titik ekstrimnya (maksimum dan minimumnya); serta hubungan antra fungsi kubik dan dan
derivatifnya guna mengetahui letak dan titik bentuk ekstrim serta titik beloknya.
Turunan dari suatu berderajat “n” adalah sebuah fungsi berderajat “n-1”. Dengan perkataan
lain, turunan dari suatu fungsi berderajat 3 adalah sebuah fungsi berderajat 2; turunan dari sebuah
fungsi berderajat 2 adalah sebuah berderajat 1; turunan dari fungsi berderajat 1 adalah sebuah fungsi
berderajat 0 alias sebuah konstanta; dan akhirnya, turunan dari sebuah konstanta adalah 0.
Contoh :
y = f(x) = 1/3 x3– 8x2 + 12x – 5.............................................. fungsi kubik
y’ = dy/dx = x2 – 8x + 12 ..................................................... fungsi kuadrat
yn = d2y / dx2 = 2x – 8 .......................................................... fungsi lincar
y n i = d3 y / dx3 = 2 .............................................................. konstanta
1) Fungsi Mekanik dan Fungsi Menurun
Derivatif pertama dari sebuah fungsi non-linier dapat dipergunakan untuk menentukan
apakah kurva dari fungsi yang bersangkutan menaik ataukah menurun pada kedudukan
tertentu. Dalam kasus khusus, derivatif pertama dapat pula menunjukkan titik ekstrim
sebuah fungsi non-linier.

Derivatif pertama dari fungsi y = f(x), yakni f’(x), tak lain adalah lereng (taksiran) dari
kurva yang mencerminkan fungsi y = f(x). Berarti untuk y = f(x) pada kedudukan x = a,
merupakan lereng kurva y = f(x) pada kedudukan x = a positif negatifnya nilai f’(a) akan
menaikan atau menurunnya fungsi y = f(x) pada x = a.
Jika dervatifnya pertama f’(a) > 0 (lereng kurvanya positif pada x = a), maka
y = f(x) menaik manakala x bertambah sesudah x = a. sedangkan jika derivatif
pertamanya f’(a) < 0 (lereng kurvanya negatif pada x = a), maka y = f(x) merupakan
fungsi menurun pada kedudukan x = a; yakni y = f(x) menurun manakala x bertambah
sesudah x = a.
y

lereng nol y = f (x)

lereng negatif f(a)>0,y = f(x)menaik

lereng positif fungsi menurun f(a)<0,y = f(x)menurun


fungsi menaik

lereng nol
0
Gambar 2.1 x

Contoh:
Tentukan apakah y = f(x) = 1/3 x3 – 4x2 + 12x – 5 merupakan fungsi menaik ataukah
fungsi menurun pada x = 5 dan x = 7. Selidiki pula untuk x = 6.
f ‘(x) =
→ f’(5) = 52 – 8(5) + 12 = - 3 < 0, berarti y = f(x) menurun pada x = 5
→ f‘(7) = 72 – 8(7) + 12 = 5 > 0, berarti y = f(x) menaik pada x = 7
→ f’(6) = 62 – 8(6) + 12 = 0, berarti y = f(x) berada di titik ekstrim pada x = 6;
karena f’(x) < 0 untuk x < 6 dan f’(x) > 0 untuk x > 6, titik ekstrim pada x = 6 ini adalah titik
maksimum.
2) Titik Ekstrim Fungsi Parabolik
Dalam hal y = f(x) adalah sebuah fungsi parabolik, derivatif pertama berguna untuk
menentukan letak titik ekstrimnya, sedangkan derivatif kedua bermanfaat guna mengetahui
jenis titik ekstrim yang bersangkutan. Perhatikan fungsi parabolik berikut dan nama
turunan-tunannya, serta hubungan mereka secara grafik.
y = f(x) = x2 – 8x + 12 ............................... fungsi parabolik
y = f’(x) = dy/dx = 2x – 8 ................................ fungsi linier
yn = fn(x) = d2 y /dx2 = 2 ............................... konstanta
Parabola y = x2 – 8x + 12 mencapai titik ekstrim – dalam hal ini titik
minimumnya yaitu (4,–4) – tepat pada saat turunan pertama dari fungsi parabolik tadi
( yakni fungsi linier y’ = 2x – 8) sama dengan nol. Pada y’ = 0, nilai variabel bebas x = 4
dan y = –4. Nilai y = –4 untuk fungsi parabolik ini diperoleh melalui substitusi x = 4
kedalam persamaan parabolanya.
YY

Y = x2 – 8 + 12

Y’ = 2x - 8

4 y” = 2
2 x
0 2 4 6 8

4
4,-4
Gambar 2.2

Absis dari titik fungsi parabolik y = f(x) adalah x pada y’ = 0, sedangkan ordinatnya adalah y
untuk x pada y’ = 0. Kemudian untuk mengetahui apakah titik ekstrimnya berupa titik maksimum
atau titik minimum, dengan kata lain untuk mengetahui apakah parabolanya terbuka ke bawah atau
terbuka ke atas, dapat disidik melalui turunan kedua dari fungsi paraboliknya yaitu y”.
Apabila y” < 0, bentuk parabolanya terbuka ke atas , titik ekstrinya adalah titik minimum. Jadi,
ringkasnya :
Parabola y = f(x) mencapai titik ekstrim pada y’ = 0
→ jika y” < 0 : bentuk parabolanya terbuka ke bawah, titik ekstrimnya yaitu titik maksimum

Contoh :
a. Andaikan y = -x2 + 6x – 2
Maka y’ = -2x + 6
n
y = -2 < 0
Karena yn < 0 maka bentuk parabolanya terbuka kebawah, titik ekstrimnya adalah titik
maksimum.
Koordinat titik maksimum :
Syarat y maksimum : y’ = 0 → –2 x + 6 = 0, x = 3
(3,7)
Untuk x = 3 → y = – (3)2 + 6(3) – 2 = 7

b. Andaikan y = x2 – 4x + 8
Maka y’ = 2 x – 4
yn = 2 > 0
Karena yn> 0 maka bentuk parabolanya terbuka ke atas, titik ekstrimnya adalah titik
minimum.
Koordinat titik minimum :
Syarat y minimum : y’ = 0 → 2 x – 4 = 0, x = 2
(2,4)
Untuk x = 2 → y =22 – 4(2) + 8 = 4

3) Titik Ekstrim Dan Titik Belok Fungsi Belok Kubik


Titik maksimum dan titik minimum suatu fungsi kubik (jika ada), serta titik beloknya dapat
divari melalui penelusuran terhadap derivatif pertama dan derivatif kedua dari fungsinya.
Derivatif kedua guna mengetahui jenis titik-titik ekstrim yang bersangkutan dan
menentukkan letak titik beloknya. Perhatikan fungsi kubik berikut dan turunan-turunannya,
serta hubungan mereka secara grafik.
y = 1/3 x3– 3x2 + 8x – 3........................................... fungsi kubik
2
y = x – 6 x + 8 ...................................................... fungsi kuadrat parabolik
y = 2 x – 6 ............................................................. fungsi linier
jika y’ = 0, x2 – 6 x + 8 = 0, ( x – 2 ) ( x – 4 ) = 0 → x1 = 2, x2 = 4
Untuk x = x1 = 2
→ y = 1/3 (2)3 – 3(2)2 + 8 (2) – 3 = 3,67
[ fungsi kubik y = f(x) berada di titik ekstrim maksimum ]
→ y” = 2(2) – 6 = – 2 < 0 [ derivatif kedua negatif ]
Untuk x = x2 = 4
→ y = 1/3 (4)3 – 3(4)2 + 8 (4) – 3 = 2,33
[ fungsi kubik y = f(x) berada di titik ekstrim minimum ]
→ y” = 2(4) – 6 = 2 < 0 [ derivatif kedua positif ]
Jika yn = 0 2x–6=0→x=3

→ y = 1/3 (3)3 – 3(3)2 + 8 (3) – 3 = 3


[ fungsi kubik y = f(x) berada di titik belok ]
→ y’ = 32 – 6(3) + 8 = –1
[ derivative pertama berada di titik ekstrim, dalam hal ini titik minimum ]
Jadi, fungsi kubik y = 1/3 x3 – 3x2 + 8x – 3 berada di :
Titik maksimum pada koordinat ( 2; 3,67)
Titik belok pada koordinat (3; 3)
Titik minimum pada koordinat (4; 2,33)

Perhatikan gambar di atas. Fungsi kubik y = f(x) mencapai titik ekstrim maksimum ketika
derivatif pertamanya y’ = f’(x) = 0 dan derivatif keduanya mencapai titik ekstrim minimum ketika y’
= f’(x) = 0 dan , serta berada di titik belok ketika secara umum, meskipun tidak semua fungsi kubik
mempunyai titik ekstrim, dapat disimpulkan bahwa :
Fungsi kubik y = f(x) mencapai titik ekstrim pada y’ = 0
→ jika < 0 pada y’ = 0, maka titik ekstrimnya adalah titik maksimum
→ jika yn> 0 pada y’ = 0, maka ekstrimnya adalah titik minimum
• Fungsi kubik y = f(x) berada di titik belok pada yn = 0
Contoh :
Tentukan titik ekstrim dan titik belok fungsi kubik
y = –x3 + 15x2 – 48x.
y = –x3 + 15x2 – 48x → y’ = –3x2 + 30x – 48 → y” = –6x + 30
syarat y ekstrim : y’ = 0, –3x2 + 30x – 48 = 0 → x2 = 2, x2 = 8
x = 2 → y = –8 + 60 – 96 = –44
minimum (2, –44)
y” = –12 + 30 = 18 > 0
x = 8 → y = –512 + 960 – 384 = 64
maksimum (8, 64)
y” = –48 + 30 = –18 < 0

syarat titik belok : yn = 0 – x = 5


titik belok (5, 10)
x = 5 → y = –125 + 375 – 240 = 10

6. PENERAPAN DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA DALAM ILMU


EKONOMI
Teori Diferensial amat lazim diterapkan dalam konsep elastisitas, konsep nilai
marjinal dan konsep optimisasi. Dalam kaitannya dengan konsep elastisitas pada sub bab
ini secara berurutan akan dibahas penerapan diferensial dan penghitungan elastisitas
berbagai variabel ekonomi. Sedangkan dalam kaitannya dengan konsep marjinal dan
konsep optimisasi, akan dibahas penerapan diferensial dalam pembentukan fungsi atau
penghitungan nilai marjinal dan berbagai variabel ekonomi, serta penetuan niai optimum
dari fungsi variabel yang bersangkutan. Kemudian akan dibahas pula hubungan antara
nilai total, nilai marjinal dan nilai rata-rata dari fungsi biaya dan fungsi produksi.
a. Elastisitas
Elastisitas dari suatu fungsi y= f (x) berkenaan dengan x dapat didefinisikan sebagai :
Ey (∆ y / y ) dy x
μ= = lim = .
Ex ∆ x→ 0 ( ∆ x /x ) dx y
Ini berarti bahwa elastisitas y = f(x) merupakan limit dari rasio antara perubahan
relatif dalam y terhadap perubahan relatif dalam x, untuk perubahan x yang sangat kecil
atau mendekati nol. Dengan terminologi lain elastisitas y terhadap x dapat juga dikatakan
sebagai rasio antara persentase perubahan y terhadap persentase perubahan x.
1) Elistisitas permintaan
Elastisitas permintaan (istilahnya yang lengkap elastisitas harga permintaan,
price elasticity of demand) ialah suatu koefisien yang menjelaskan besarnya
perubahan jumlah barang yang diminta akibat adanya perubahan harga. Jaid,
merupakan rasio antara persentase perubahan jumlah barang yang diminta terhadap
persentase perubahan harga. Jika fungsi permintaan dinyatakan dengan Qd¿ f ( P ) ,
maka elastisitas permintaannya :

% ∆ Q d E Qd ( ∆ Qd /Qd ) dQd P
μd = = = lim = .
%∆P ∆ P ∆ P →0 (∆ P/ P) dP Qd

Dimana dQd/dP tak lain adalah Q'd atau f'(P)


Permintaan akan suatu barang dikatakan bersifat elastik apabila │ μd │>1 ,elastik-
uniter jika │ μd │ = 1, dan inelastik bila │ μd │¿ 1.barang yang permintaannya elastis
mengisyaratkan bahwa juka harga barang tersebut berubah sebesar persentase tertentu,
maka permintaan terhadapnya akan berubah (secara berlawanan arah) dengan
persentase yang lebih besar daripada persentase perubahan harganya.

Kasus 1.
Fungsi permintaan akan suatu barang ditunjukkan oleh persamaan Qd = 25−3P2.
Tentukan elastiitas permintaannya pada tingkat harga P=5.
μ
Qd = 25−3P2 d =¿
dQd p
. =−6 P .
P
¿
dP Qd 25−3 P
2

5
Q'd= dQd = −6P ¿−6 ( 5 ) . =3(elastik )
25−75
μd = 3 berarti bahwa apabila, dari kedudukan P = 5, harga naik (turun) sebesar 1 persen
maka jumlah barang yang diminta akan berkurang (bertambah) sebanyak 3 persen.
Kasus 2.
Permintaan suatu barang dicerminkan oleh D = 4 – P, dimana D melambangkan
jumlah barang yang diminta dan P adalah harga per unit. Hitunglah elastisitas
permintaannya pada tingkat harga P = 3 dan pada tingkat permintaan D = 3.
' dD
D = 4 – P –D = =−1
dP
dD P 3
Pada P=3, D=4−3 = 1 → μd = . =−1. =−3 ( elastik )
dD D 1
dD P 1 1
Pada D = 3, P = 1 → μd = . =−1. = ( inelastik )
dD D 3 3
Catatan :
Dalam konsep elastisitas permintaan, yang dipentingkan adalah besarnya angka
hasil perhitungan, apakah angka tersebut lebih besar dari atau sama dengan atau lebih
kecil dari satu; yakni untuk menentukan apakah si permintaannya elastik, elastik-
uniter, atau inelastik. Sedangkan tanda depan perhitungan (seandainya negatif) dapat
diabaikan, karena hal itu sekedar mencerminkan berlakunya hukum permintaan bahwa
jumlah yang diminta bergerak berlawanan arah dengan harga.

2) Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran (istilahnya yang lengkap: elastisitas harga penawaran, price
elasticity of supply) ialah suatu koefisien yang menjelaskan besarnya perubahan jumlah
barang yang ditawarkan berkenaan adanya perubahan harga. Jadi, merupakan rasio
antara persentase perubahan jumlah barang yang ditawarkan terhadap persentase
perubahan harga. Jika fungsi penawaran dinyatakan dengan Qs = f (P), maka elastisitas
penawarannya :
% ∆ Q s E Qs (∆ Q s /Q s) d Q s P
μ p= = = lim ¿ ∆ P→ 0 = .
%∆ P EP ( ∆ P /P) dP Q s
Dimana dQs/dP tak lain adalah Q's atau f (P).
Penawaran suatu barang dikatakan bersifat elastik apabila
μs >1 , elastik−uniter jika μ s=1 daninelastik bila μs <1.barang yang penawarannya elastis
mengisyaratkan bahwa jika harga barang tersebut berubah sebesar persentase tertentu,
maka penawarannya berubah (secara searah) dengan persentase yang lebih kecil
daripada persentase perubahan harganya.
Kasus 1
Fungsi penawaran suatu barang dicerminkan oleh Qs = -200 + 7P2. Berapa elastisitas
penawarannya pada tingkat harga P= 10 dan P=15 ?
Qs= -200 + 7P2
d Qs P P
Ƞs = . Q =¿ 14 P .
dP s −200+ 7 P 2
Q'S = dQs/dP = 14 P
10
Pada P = 10, Ƞs = 140 . =2,8
−200+700
15
Pada P = 15, Ƞs = 210 . =2,3
−200+1575
3) Elastisitas produksi
Elastisitas produksi ialah suatu koefisien yang menjelaskan besarnya perubahan
jumlah keluaran (output) yang dihasilkan akibat adanya perubahan jumlah masukan
(input) yang digunakan. Jadi, meruakan rasio antara persentase perubahan jumlah
keluaran terhadap persentase perubahan jumlah masukan. Jika P melambangkan jumlah
produk yang dihasilkan sedangkan X melambangkan jumlah faktor produksi yang
digunakan, dan fungsi produksi dinyatakan dengan P = f (x), maka elastisitas
produksinya:
% ∆ P EP (∆ P/ P) dP X
Ƞp = = lim ¿ ∆ X →0 = ∙
% ∆ X EX (∆ X / X ) dX P
Dimana dP/dX adalah produk marjinal dari X [P' atau f' (x)].

Kasus 1.
Fungsi produksi suatu barang ditunjukkan oleh persamaan P = 6X2 – X'. hitunglah
elastisitas produksinya pada tingkat penggunaan faktor produksi sebanyak 3 unit dan 7
unit.
P = 6X2 – X3 →P' = dP/dX = 12X −3 X2
dP X X
Ƞp = . =¿ ( 12 X−3 X 2 ) .
(6 X − X 3)
2
dX P
3
Pada X =3, Ƞp = (36-27) . =1
(54−27)
7
Pada X 7, Ƞp = (84 – 147) . =9.
(294−343)
b. Biaya Marjinal
Biaya marjinal (marginal cost, MC) ialah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
satu unit tambahan produk. Secara matematika fungsi marjinal merupakan derivatif pertama
dari fungsi biaya total . jiika fungsi biaya total dinyatakan dengan C = f(x) dimana C adalah
biaya total dan Q melambangkan jumlah produk, maka biaya marjinalnya :
dC
MC = C' =
dQ
Kasus 1.
Biaya total : C = f(Q) = Q' – 3 Q2 + 4 Q + 4
Biaya marjinalnya : MC = C' = dC/dQ = 3 Q2 – 6 Q + 4
Pada umumnya fungsi biaya total yang non-linear berbentuk fungsi kubik, sehingga
fungsi biaya marjinalnya berbentuk fungsi kuadrat. Dalam hal demikian, seperti yang
ditunjukkan dalam kasus ini, kurva biaya marjinal (MC) selalu mencapai minimumnya
tepat pada saat kurva biaya total berada pada posisi titik beloknya.

7. ANALISIS KEUNTUNGAN MAKSIMUM


Tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum, atau menimbulkan
kerugian maksimum, dapat diselidik dengan pendekatan differensial. Karena baik
penerimaan totar (R) maupun biaya total (C) sama-sama merupakan fungsi dari jumlah
keluaran yang dihasilkan/terjual (Q) maka dari sini dapat dibentuk suatu fungsi baru yaitu
fungsi keuntungan (n). Nilai Ekstrim atau nilai optimum πdapat ditentukan dengan cara
menetapkan derivatif pertamanya sama dengan nol.
R=r (Q) n=R−C=r ( Q )−c ( Q )=f (Q)
C=c (Q) n optimum jika π ' =0 → f ( Q )=d π /dQ=0
Karena π=R−C Berarti pada n optimum :
Maka π ' =R' −¿ C ' =M R−MC π ' =0−MR−MC=0 → MR=MC
Secara grafik, kesamaanMR = MCatau kedudukan π ' =0ditunjukkan oleh
perpotongan antara kurva penerimaan marjinal (MC ). Hal ini sekaligus mencerminkan
jarak terlebar antara penerimaan total ( R ) dan kurva biaya total ( C ). Akan tetapi syarat
MR = MC atau π ' =0belumlah cukup untuk mengisyaratkan keuntungan maksimum
sebab jarak terlebar yang dicerminkannya mungkin merupakan selisih positif " R – C "
(berarti keuntungan) atau merupakan selisih negative " R – C " (berarti kerugian).
Untuk mengetahui apakah π ' =0mencerminkan keuntungan maksimum atau justru
kerugian maksimum, perlu diuji melalui derivative kedua dari fungsi π.
π=R−C=f ( Q )
π optimum apabila π ' =0 atau MR=MC
Jika π ' ' <0 → π maksimum=keuntungan maksimum
Jika π ' ' >0 → π minimum=kerugianmaksimum

Pada gambar dibawah terlihat ada dua keadaan dimana π ' =0(MR=MC ), yakni pada
tingkat produksi Q1 dan Q3. Pada tingkat produksi Q1, jarak terlebar antara kurva
permintaan total ( R ) dan kurva biaya total ( C ) mencerminkan selisih negatif terbesar.
Hal ini berarti terjadi kerugian maksimum, sebagaimana tercermin oleh kurva π yang
mencapai minimumnya di titik G.
Sedangkan pada tingkat produksi Q3, jarak terlebar antara kurva R dan kurva C
mencerminkan selisih positif terbesar. Hal ini berarti terjadi keuntungan maksimum,
sebagaimana tercermin oleh kurva n yang mencapai maksimumnya di titik H.
Dengan demikian syarat agar diperoleh keuntungan maksimum adalah

π ' =0 atau MR=MC


'' '
π <0 atau ( MR ) < ( MC ) '
Syarat, pertama disebut syarat yang diperlukan (necessary condition), sedangkan
syarat yang kedua disebut syarat yang mencukupkan (sufficient condition).
Kasus 1
Andaikan :
R=r ( Q ) =−2 Q 2+1000 Q .
C=c ( Q )=Q 3−59 Q 2 +1315 Q+ 2000
Maka :
π=R−C=−Q+57 Q2−315 Q−2000
Agar keuntungan maksimum:
π ' =0
−3 Q' + 114 Q−315=0
−Q 2 +38 Q−105=0
(−Q+3 ) ( Q−35 )=0 , diperoleh Q1=3 dan Q2=35

π ' =−6 Q+114


Jika Q=3 , π ' ' =−6 ( 3 ) +114=96 >0

Jika Q=35 , π ' ' =−6 ( 35 ) +114=−96<0


Karene π ' ' <0 untuk Q=35 , maka tingkat produksi yang menghasilkan keuntungan
maksimum adalah Q=35 unit. Adapun besarnya keuntungan maksimum tersebut :
π=−¿
a. Penerimaan Pajak Maksimum
Jika penawaran barang di tunjukan oleh persamaan P = a + bQ, dan pemerintah
mengenakan pajak-spesifik sebesar t atau setiap unit barang yang dijual, maka
Penawaran sesudah pajak : P = a+bQ+t.
Dari sini bisa dibentuk fungsi pajak-spesifik per unit barang, yaitu:
t = P – a – bQ
Apabila fungsi permintaan barang dicerminkan oleh P = c – dQ maka dengan
mensubsitusikan P dari fungsi permintaan ini kedalam persamaan pajak per unit diatas
diperoleh:
t = c – dQ – a –bQ = (c – a) – (d+b) Q.
Pajak total yang diterima oleh pemerintah adalah besarnya pajak per unit dikalikan
jumlah barang yang terjual di pasar (jumlah keseimbangan) sesudah pengenaan pajak
tersebut. Dengan model matematis:
T = t.Q = (c – a) Q – (d + b) Q2
Berdasarkan bentuk persamaan terakhir yang kuadrat-parabolik ini, kita dapat
menentukan pada tingkat keterjualan berapa unit barang (Q) pemerintah akan
memperoleh penerimaan maksimum dari rencana pajak-spesifik yang akan
dikenakannya.
Pajak total yang diterimapemerintah :T = t(Q) = (c – a)Q – (d + b)Q2
T maksimumjika T' = 0, yaknipada Q = (c – a)/2(d +b)
T=12-1,5Q
Penawaran sesudah pajak :
P=3+ 0,5 Q+ t
Pajak per unit : t=P−3−0,5 Q
Mengingat menurut fungsi permintaan P=15−Q ,maka t=12−1,5 Q
Pajak total: T =t . Q=12 Q−1,5 Q 2
dT
T '= =12−3 Q.
dQ
T maksimum jika T =0 → Q=4
Pada Q=4 , t=12−1,5 ( 4 )=6
Sedangkan T =t . Q=6 ( 4 )=24.
Selanjutnya, persamaan penawaran sesudah pajak P=3+ 0,5 Q+ 6=9+0,5 Q ,
harga keseimbangan pasar dipasar adalah 11. Jadi T akan maksimum jika
t=6 dengan T maksimum=24.
b. Efek pemajakan bagi penunggal
Pajak, di samping merupakan sumber penting pendapatan Negara, dapat pula
berfungsi sebagai instrument kendali atas keuntungan "berlebihan" yang di keduk
oleh penunggal (monopolist). Pengenaan pajak sebesar t per unit barang yang di
produksi atau dijual oleh penunggal akan mengakibatkan biaya rata-ratanya
meningkat sebesar t, dan biaya totalnya meningkat sebesar tQ. Akibatnya bukan saja
harga barang yang menjadi lebih mahal, tetapi juga keuntungan yang diperoleh
penunggal menjadi berkurang.
Penerimaan total : R = r(Q) Keuntungan:π=R−C
Biaya total : C = C(Q) π=r ( Q )−c ( Q )

Biaya total sesudah pengenaan pajak : C=c ( Q )=c ( Q )−tQ

Keuntungan sesudah pengenaan pajak : π=r ( Q )=c ( Q )−tQ


Pajak per unit :t
Pajak Total : T =t . Q=f ( t , Q )

Kasus 1
Andaikan seorang penunggal atau monopolist mengahadapi fungsi permintaan P
= 1000 – 2 Q dan fungsi biaya totalnya C = 2000 + 1315 Q – Q2 + Q3 . pemerintah
memungut pajak sebesar 405 atas setiap unit barang yang diproduksi/dijual.
Bandingkan keuntungan maksimum yang diperoleh penunggal ini antara tanpa dan
dengan pengenaan pajak ! Berapa pajak total yang diterima pemerintah ?
Tanpa pengenaan pajak :
R=P . Q=1000 Q−2Q 2

C=2000+1315 Q−59 Q2 +Q3

π=R−C=−2000−315Q+57 Q 2−Q 3
π maksimum pada Q=35
π maksimum=13.925

Pe =1000−2 ( 35 )=930.

Dengan Pengenaan pajak :


Biaya total menjadi C=2000+1315 Q−59 Q2 Q3+ 405 Q.

Fungsi Keuntungan yang baru : π=−2000−720 Q+57 Q 2−Q 3

π ' =−720+114 Q−3 Q 2 π ' ' =114−6 Q

mum jika π ' =0 dan π ' ' <0

−720+114 Q−3 Q 2=0

Q 2−38 Q+240=0 →Q t =8 , Q 2=30

Q=8→ π ' ' =6 6


Q=30−π ' ' =−66 ( memenuhi syarat π maksimum )

Jadi, Q=30 → π maksmimum=−2000−720 ( 30 ) +57 ¿

P=1000−2 ( 30 )=940.

Pajak total yang diterima pemerintah : T =t . Q=405 ( 30 )=12.150 .


Jika dianalisis, dari jumlah 12.150 ini sebesar ( 10 ×30 ) =300merupakan beban
pajak total yang ditanggung oleh pihak konsumen, 11.850 selebihnya ditanggung oleh
pihak produsen alias sang penunggal. Hal ini mencerminkan kebijakan pajak cukup
efektif untuk mengendalikan keuntungan produsen (monopolis).
Kasus 2.
Andaikan seorang produsen monopolis mengahadapi fungsi permintaan
Q=100−5 P dan biaya totalnya C=20−4 Q+0,1 Q2 . Pemerintah mengenakan pajak
atas setiap unit barang yang dijual oleh penunggal ini, dan menginginkan pajak total
yang diterimanya maksimum. Di lain pihak, walaupun barang dagangannya dipajaki,
produsen tetap menginginkan operasi bisnisnya menghasilkankeuntungan yang
maksimum. Berapa pajak per unit yang harus ditetapkan oleh pemerintah agar
penerimaan pajaknya, dan juga keuntungan produsen, maksimum? Hitunglah masing-
masing penerimaan pajak maksimum dan keuntungan maksimum tersebut.
Permintaan : Q=100−5 P→ P=20−0,2 Q
Penerimaan : R=P . Q=20 Q−0,2Q 2
Biaya total dengan adanya pajak : C=20−4 Q+0,1 Q2 +tQ
(t melambangkan pajak per unit)
Keuntungan : π=R−C=−0,3 Q 2 +24 Q−tQ−20
π ' =−0,6 Q+24−t
π maksimum jika π ' =0 →−0,6 Q+24 Q−t=0 →Q=(24−t)/0,6
dT
T= =(24−2 t)/0,6
dt
24−2 t
T maksimum bilaT =0 → =0 →24−2 t=0 , t=12
0,6
Jadi, T maksimum bila t = 12 [bukti: T'' = ( -2/0,6) < 0]
π maksimum jika Q = (24 – t )/0,6 = (24 – 12)/0,6 = 20
Adapun besarnya T maksimum=t .Q=12 ( 20 ) =240
Sedangkan π maksimum →−0,3 ¿

8. MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN


Pengendalian persediaan baik dalam persediaan bahan mentah maupun persediaan
barang jadi dimana dalam hal ini bertujuan meminumkan biaya total perusahaan.
Persediaan bahan mentah yang berlebihan akan menimbulkan biaya penyimpanan
eksternal, demikian pula persediaan barang jadi yang berlebihan juga sama. Disisi lain
juga demikian kekurangan persediaan bahan mentah atau bahan jadi akan menggangau
kelancaran produksi. Sedangkan kekurangan pesediaan akan menyebabkan perusahaan
kehilangan pasar.
Secara umum, biaya yang akan dikeluarkan berkenaan persediaan terdiri atas
a. Biaya pengadaaan atau pemesanan ( setup cost, ordering cost) misal biaya
telpon,biaya ekspedisi dan lainya.
b. Biaya penyimpangan (holding cost, carring cost, storing cost) misal biaya modal,
penyusutan, biaya penyimpanan dan lain lain.

Biyaa kesenjangan (shortage cost) misal kerugian dan kehilangan


persedian, sehingga peroduk atau peredian lebih lanjut tertunda.
Pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan model tangan berkala (bacth
arrival model), model pengendalian persediaan ini semua tergantung pada pola
kedatangan bahan atau pengiriman barang. Dengan menerapkan model tersebut
dianggap bahwa kebutuhan atau permintaan akan akan barang yang dipesan
diketahui dalam jumlahnya dan seragam. Kemudian biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan perunit dianggap tidak tergantung pada jumlah barang. Selanjutnya
dianggap pula bahwa tidak pernah terjadi kekurangan pesedian, sehingga ada biaya
kesenjangan yang harus dikeluarkan.
Dari gambar diatas barang pesanan dapat digambarkan dalam model ini dimana kebutuhana
barang per periode (D) dibagi pemesannnya jadi bebrapa kali pemesanan, dengan jumlah yang
sama untuk setiap periode kedatangan (Q), agar biaya total persediaan (C) dapat ditekan
serendah mungkin. Persoalan yang akan diselesaikan adalah berapa barang yang harus dipesan
setipa kali Q agar biaya total persediaan (C) minimum, dengan kata lain jumlah persediaan
maksimum harus tersedia terlebih dahulu data mengenai kebutuhan atau permintaan akan barang
per periode (D), biaya pemesanan untuk setiap kali pesan (C1), dan biaya penyimpanan per unit
barang per periode (C2).

Dalam setiap periode terdapat D/Q kali kedatangan pesanan. Biaya pemesanan adalah /Q
)C1. Rata rata sepanjang periode terdapat Q/2 persedian, sehingga biaya penyimpanan per
periode adalah (Q/2 ¿C 2. Dengan demikian biaya total persediaan per unit adalah :

C1 Q D C2 Q D
C=
Q
+ 2
Biaya total persediaan akan minimum jika dC / DQ = 0 dan d 2C /d Q2 > 0.

dC - C1 Q D C2 d2C 2C 1 D
dQ = Q2
+ 2 d Q2
= Q3
>0
dC
Jika
dQ
= 0. Maka Q 2 = (2 C 1 D)/C 2 → Q= √( 2 C 1 d ) /C 2

jadi, jumlah pesanan optimal (oconomic oder quantity) adalah :

2C 1 D
Q=
√ C2

Contoh kasus
Sorang bangunan memutuhkan 100 karung pasir per bulan. Dimana biaya pengadaan/pesanan
Rp1.500.000 setiap kali pesan, sedangkan biaya penyimpanan Rp 20.000 per karung per minggu.
Jika ia menginginkan biaya total persedianya minimum, dengan membagi kebutuhan karung
pasir 100 karung pasir per bulan atas berapa kali kedatangan dengan jumlah sama, berapa
jumlah pesanan yang optimal ?
Diket :
D = 100
C1 = 1.250Q= √( 2 C 1 d ) /C 2
C2 = 400 Q= √ ( 2 ) ( 1.250 ) (100)/400 = √ 250.000/ 400 = 25
Jadi, jumlah biaya pesanan yang optimal ialah 750 karung pasir setaiap kali pesan. Berarti
kebutuhan per bulan dibaginya menjadi D/Q = 100/Q......=... kali kedatangan. Dengan kata lain
pesanan untuk kebutuhan bulanan dilakukan secaa mingguan. Biaya total persediannya per bulan
adalah :
C2 D C2 D ( 400 ) ( 25 ) ( 1.250 ) ( 100 )
C= + = + =10.000 rupiah
2 Q 2 25

9. HUBUNGAN BIAYA MARJINAL DENGAN BIAYA RATA RATA


Dalam ranah ekonomi teoritis mikro terdapat hubungan antara biaya marjinal dan biaya rata
rata, yaitu dikatakan bahwa pada saat biaya rata rata mancapai tingkat minimumnya maka biaya
marjinal sama dengan biaya rata rata minimum tersebut. Secara gafik hal ini ditunjukan oleh
perpotongan kurva marjinal dengan kurva biaya rata rata pada posisi minium kurva biaya rata
rata. Secara matematik hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut
Jika biaya total dinyatakan dengan C=f (Q)
Maka
Biaya marjinal : MC=C ℩=Dc/ D Q
Biaya Rata rat : AC=C /Q
Syarat agar AC minimm adalah bahwa derevatif permintaaan.........sama dengan nol.
u ℩ vu ℩−uc ℩
Menurut kaidah diferensial, jika y= maka y =
v v2
C ℩ QC ℩−C Q QC ℩−C
AC= →( AC ) = =
Q Q2 Q2
℩ dQ
¿ ¿, sebab jika Q =Q maka Q = =1 ]
dQ

℩ Q C℩−C
Syarat agar ( AC ) =0 → =0
Q2
→ QC ℩−C=0−QC ℩=C → C℩ =C/Q
Mengingat C ℩=MC dan C /Q = AC, Maka terbuktilah bahwa

dC C
Pada posisi AC minimum MC= AC , =
dQ Q

Contoh Kasus
Jika C=Q 3−6 Q2 +15 Q . Buktikanlah bahwa biaya rata rata minimum sama dengan biaya
marjinal.
℩ dC
Biaya marjinal : MC=C = =3 Q ℩−12 Q+15
dQ
C
Biaya rata rata : AC= =Q ℩−6 Q+15
Q

A. HUBUNGAN PRODUK MARJINAL DENGAN PERODUK RATA RATA


Analog dengan hubungan antara biaya marjinal dan biaya rata rata, begitu pula hubungan
antara produk marjinal dan produk rata rata. Produk marjinal sama denga produk rata rata pada
saat produk rata rata mencapai posisi ekstimnya yaitu pada dalam hal ini posisi maksimum.
Jika produk total dinyatakan dengan P=f ( X), maka :
Produk marjinal : MP=P℩=dP /dX
Produk rata rata : AP=P/ X
℩ XP ℩−PX ℩ XP ℩−P
( AP) = =
X2 X2
¿,sebab jika P=P maka P℩=dP/dP=1]
℩ XP ℩−P ℩
Agar AP maksimum : ( AP) =0→− 2
=0 → P =P / X
X
Mengingat P ≡ MP dan P/ X ≡ AP, jelas bahwa
dP P
Posisi AP maksimum : MP=AP, =
dX X
Contoh kasus
Andaikan produk total P=9 X 2−X 3
Maka produk marjinal dan produk rata rataya masing masing adalah :

Anda mungkin juga menyukai