Bentuk ∆y/ ∆x inilah yang disebut sebagai hasil bagi perbedaan atau kuosien diferensi
(difference quotient), yang mencerminkan tingkat perubahan rata-rata variabel terikat y
terhadap perubahan variabel bebas x
Contoh :
Tentukan kuosien diferensi
y=3 x 2−x
y +∆ y =3 ¿
y +∆ y =3 { x 2+2 x ( ∆ x )+ ∆ x ¿2 }−x−∆ x
y +∆ y =3 x2 +6 x ( ∆ x )+3 ¿
∆ y =3 x2 +6 x ( ∆ x )+3 ¿
∆ y =3 x2 +6 x ( ∆ x )+3 ¿
∆ y =6 x ( ∆ x ) +3 ¿
∆y
=6 x ( ∆ x ) +3 ¿ ¿
∆x
∆y
=6 x ( ∆ x ) +3 ¿ ¿
∆x
Proses penurunan sebuah fungsi, disebut juga proses pendiferensian antara diferensiasi,
pada dasarnya merupakan penentuan limit, suatu kuosien diferensial dalam hal
pertambahan variabel bebasnya sangat kecil atau mendekati nol. Yang diperoleh dari
proses pendiferensial tersebut dinamakan turunan atau derivatif dengan demikian jika
y=f ( x )
∆ y f ( x+ ∆ x )−f ( x )
Maka koefisien diferensinya =
∆x ∆x
∆y f ( x + ∆ x ) −f ( x )
dan turunan fungsinya lim =lim
∆ x→ 0 ∆ x ∆x ∆x
Contoh:
Dari persamaan y=3 x 2−x
Diperoleh kuosien diferensi ∆y / ∆ = 6x + 3∆x - 1
(periksa kembali contoh kuosien diferensi sebelumnya)
∆y
lim = lim ( 6 x +3 ∆ x−1 )=6 x+3 ( 0 )−1=6 x−1
∆ x→ 0 ∆ x ∆ x →0
2. Kaidah-kaidah Deferensiasi
Secara umum, membentuk turunan sebuah fungsi dapat dilakuan dengan cara terlebih
dahulu menemukan kuosien diferensinya, kemudian menentukan unit kuosien deferensi
tersebut untuk penambahan variabel bebas mendekati nol. Alasannya, langkah
langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Andaikan fungsi aslinya ialah y=f ( x )
2. Masukkan tambahan x dan tambahan y untuk memperoleh
y + ∆ y =f ( x +∆ x )
3. Manipulasikan untuk memperoleh
∆ y =f ( x+ ∆ x)−f (x)
Δ y f ( x+ ∆ x )−f ( x)
=
Δx Δx
dy lim ¿ Δ x = ∆x
∆ x →0 ¿
= ∆ x →0
dx
Prosedur di atas jelas membosankan dan cenderung membuahkan hasil yang tak
seharusnya, terutama untuk fungsi-fungsi yang tidak sederhana. Berikut ini beberapa
kaidah yang dapat digunakan untuk menurunkan berbagai bentuk fungsi tertentu.
1. Diferensiasi konstatnta
dy
Jika y=k, dimana k adalah konstanta, maka =0
dx
dy
Contohnya: y=5, =0
dx
2. Difernsiasi fungsi pangkat
dy
Jika y=x n, dimana n adalah konstanta, maka = nx n−1
dx
dy
Contoh : y=x 3, =3 x3−1=3 x 2
dx
3. Diferensiasi perkalian konstatnta dengan fungsi
dy dv
Jika y=kv, dimana v v=h ( x ), maka =k
dx dx
dy
Contoh: y=5 x 3, =5 ( 3 x2 ) =15 x 2
dx
4. Diferensial pembagian konstanta dengan fungsi
k dy dv
Jika y= dimana v=h ( x ), maka =k
v dx dx
dy
Contoh: y=5 x 3, =5 ( 3 x2 ) =15 x 2
dx
5. Diferensiasi penjumlahan (pengurangan) fungsi Jika y=u ± v , dimana u = g (x) dan v
dy du dv
= h (x), Maka = ±
dx dx dx
Contoh:
y=4 x 2+ x3
Misalkan u=4 x 2 → du/dx = 8x
v=x 3 →du/dx ¿ 3 x 2
dy du dv
= + =8 x +3 x2
dx dx dx
6. Diferensiasi perkalian fungsi
Jika y=uv , dimana u = g( x) , dan v=h(x )
dy dv du
Maka =u ± v
dx dx dx
Contoh:
y=( 4 x 2 ) ( x 3)
dy dv du
=u ± v
dx dx dx
4 ( x 2 ) ( 3 x 2 ) + ( x 3 ) ( 8 x )=12 x 4 + 8 x 4+ ¿ 20 x 4
7. Diferensial pembagian fungsi
u
Jika y= , dimana u=¿g (x) dan v=h(x )
v
du dv
−u v
Maka dy = dx dx
dx v 2
Contoh:
4 x2
y= 2
3
du dv
−u v
dv dx dx
¿ =
dx v 2
( x3 ) ( 8 x )−(4 x 2 )(3 x 2 )
¿ ¿¿
8. Diferensiasi fungsi komposit
dy dy du
Jika y = f(u) sedangkan u = g(x), dengan kata lain y = f {g(x)}, maka = ×
dx dx dx
Contoh: y = ( 4 x 3+5)2 misalnya u = 4 x3 +5 , sehinggay = u2
du dy
= 12 x 2 dan =¿ 2 u
dx dx
dy dy du
= × = 2u (12 x 2) = 2(4 x3 +5 )( 12 x 2) = 96 x 5 + 120 x 2
dx dx dx
9. Diferensiasi fungsi berpangkat
jika y = un , dimana u = g(x), dan n adalah konstanta, maka
dy du
=nun−1 ×
dx dx
3 du
Contoh: y = ( 4 x 3+5)2 misalnya u = 4 x +5 → =¿12 x 2
dx
dy du
=nun−1 × = 2(4 x3 +5 ) ( 12 x 2) = 96 x 5 + 120 x 2
dx dx
Kaidah ke -9 ini mirip dengan kaidah ke-8, dan memang merupakan kasus khusus
dari kaidah ke-8. Untuk kaidah ke-9 ini terdapat pula sebuah kasus khusus; yakni
jika u = f(x) = x, sehingga y = un = x n, maka dy/dx = nu n−1 (yang tak lain adalah
kaidah ke -2).
10. Diferensiasi fungsi logaritmik
dy 1
Jika y = a log x , maka =
dx x ln a
dy 1 1
Contoh : y = 5log 2 , maka = =
dx x ln a 2 ln 5
11. Diferensiasi fungsi komposit-logaritmik
dy alog e du
jika y = a log u dimana u = g(x), maka = ×
dx u dx
x−3
contoh: y = log
x +2 ( )
, misalnya
(x−3) du ( x +2 )−(x−3) 5
u= → = = 2
( x +2) dx (x +2)2
(x +2)
dy alog e du
= ×
dx u dx
log e 5
× 5 log e 5 log e
= x−3 ( x +2)2 = = (x 2−x−6)
( )
x +2
( x−3 ) ( x +2)
6
(log 5 x 2)2 log e
x
13. Diferensiasi fungsi logaritmik-napier
dy 1
jika y = ln x, maka =
dx x
dy 1 1
contoh: y = ln 5, = =
dx x 5
dy 1 du ( x −2) 5 5
= × = × 2 = 2
dx u dx ( x−3) (x−2) (x −x−6)
15. Diferensiasi fungsi komposit-logaritmik-napier-berpangkat
Jika y = ( ln u )n , dimana u = g(x) dan n adalah konstanta, maka
dy dy 1 du
= × ×
dx du u dx
3 2 du
Contoh: y = ( ln5 x 2 ) misalnya u = 5 x → =10 x
dx
dy 2 3 1 6
dx
=¿ 3( ln 5 x ) ( )
5 x2
(10 x) =
x
(ln 5 x 2)2 .
Penetuan du/dx dari y = u v ini dapat pula dilakukan dengan jalan melogaritmakan
fungsi atau persamaanya, kemudian mendiferensiasikan masing-masing ruasnya.
Perhatikan:
y = uv
ln y = v ln u
1 dy 1 du dv
=v + ln u dx
y dx y dx
dy 1 dy dv v
dx
= v (
u dx
+ ln u
dx
u) mengingat y = u v
dy du dv
= vu−1 × + uv × ln u ×
dx dx dx
Berbagai fungsi aljabar yang kompleks bisa lebih mudah didiferensiasikan dengan
langkah-langkah seperti diatas.
Contoh:
3
1) y = 4 x x
du dv
Misalkan u = 4x → =4 dan v=x 3 → =3 x 2
dx dx
dy du dv
= vuv−1 × +u v × ln u ×
dx dx dx
3 3
=16 x x + 2 + 12 x x + 2n 4x ln 4x
3
= 4 x x + 2(4 + 3 ln 4x)
2 3
2) y = x( x +1)
du
Misalnya u = x → =1
dx
2 3 dv 2 2
v = ( x + 1) → dx =6 x ( x +1)
dy v−1 du v dv
= vu × dx +u ln u × dx
dx
2 3
2x
3) y = x e
du
Misalnya u = x → =1
dx
2x dv
v = e → dx =¿ 2 e 2 x
dy du dv
= vu−1 +u v lnu
dx dx dx
2x 2x
= e2x xe −1
(1) + x e ln x (2 e 2 x )
2x
= xe −1
e 2 x (1 + 2x ln x)
19. Diferensiasi fungsi balikan
Jika y = f(x) dan x = g(y) adalah fungsi-fungsi yang saling berbalikan (inverse
dy 1
functions), maka =
dx dx /dy
Contoh:
1) x = 5y + 0,5 y 4
dy dy 1 1
=5+2 y 3 → = =
dx dx dx /dy (5+2 y 3 )
2) x = ln(2 y 3 + y 2)
dy 6 y 2 +2 y dy 1 2 y3+ y2 2 y2 + y
= → = = 2 =
dx 2 y 3+ y 2 dx dx /dy 6 y + 2 y 6 y +2
20. Diferensiasi implikasi
Jika f(x,y) = 0 merupakan fungsi implisit sejati (tidak mungkin dieksplisitkan), dy/dx
dapat diperoleh dengan mendiferensiasikannya suku demi suku, dengan menganggap
y sebagai fungsi dari x.
Contoh:
dy
1) 4 xy 2−x 2 +2 y=0, tentukan dx !
dy 2 dy
8xy dx + 4 y −2 x+ dx =0
dy 2
(8 xy + 2) dx =2 x −ay
dy 2 x−4 y 2 x−2 y 2
= =
dx 8 xy+ 2 4 xy +1
Dalam ontoh ini 4 xy 2diperlakukan sebagai perkalian dua buah fungsi x, kemudian
didiferensiasikan dengan menggunakan kaidah perkalian fungsi (kaidah ke-6). Jadi, u
= 4x dan v = y 2, diperoleh du/dx = 4 dan dv/dx = 2y(dy/dx), sehingga d(uv)/dx =
u(dv/dx) + v(du/dx) = 8 xy(dy/dx) + 4 y 2. Adapun dy/dx dari −x 2 ialah −2 x,
sedangkan dy/dx dari 2y ialah 2(dy/dx).
2) x 2 y −e x −e y =5 , tentukan dy/dx !
dy dy
x2 + 2 xy −e x −e y =0
dx dx
dy x
( x 2−e y) dx =e −2 xy
y e x −2 xy
=
x x 2−e y
dy Δy
deivatif adalah lim ( ) untuk ∆x →0. Jadi untuk ∆x yang sangat kecil,
dx Δx
derivatif( seperti hal nya kuosien diferensi) juga mencerminkan lereng dari kurva y = f
(x).
dy
Notasi derivatif sesungguhnya terdiri atas dua suku, yaitu dy dan dx .
dx
suku dy dinamakan diferensial dari y, sedangkan diferensial dari x. Diferensial dari x (dx)
mencerminkan perubahan sangat kecil pada variabel bebas x.
Diferensial dari y (dy) mencerminkan taksiran perubahan pada variabel
terikat y berkenaan dengan perubahan sangat kecil pada variabel bebas x.
dy
Diferensial dari y: dy = dy = ∆x
dx
dy
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa derivatif adalah lereng
dx
taksiran ( approximated slope ) dari kurva y = f (x) pada kedudukan x tertentu. Lereng
Δy
yang sesungguhnya ( the true slope ) adalah kuosien diferensi . lereng taksiran ini
Δx
bisa lebi besar ( over estimated ) dari atau lebih kecil ( under estimated ) dari atau sama
dengan lereng sesungguhnya. Hal ini tergantung pada jenis fungsinya dan besar kecilnya
perubahan pada variabel bebas.
Untuk fungsi y = f (x) yang linier, lereng taksiran senantiasa sama dengan
lereng sesungguhnya, berapapun ∆x. Derefatif fungsi linier adalah kuosien diferensiasi,
dy Δ y
= .
dx Δ x
y
y = f (x)
∆y = dy
∆y = dx
x
Gambar 1.8
Untuk fungsi y = f (x) yang non-linier, semakin besar ∆x semakin besar pula
dy
perbedaan antara lereng taksiran ( derivatif, ) dan lereng sesungguhnya (kuosien
dx
Δy
diferensi, ), dan sebaliknya.
Δx
Contoh:
Andikan y = 3x2 - 4x + 5, diketahui nilai dy dan nilai ∆ y untuk ∆x = 0,0001 dari
kedudukan x = 2.
dy dy
= 6x – 4 = 6 (2) – 4=8 dy = ∆x = 8(0,0001) = 0,0008
dx dx
∆ y = f( x + ∆x) – f(x)
= 3 ( x + ∆x)2 – 4 (x + ∆x) + 5 – (3x2 – 4x + 5)
= 3( 2 + 0,0001)2 – 4(2 + 0,0001) + 5 – 3 (2)2 + 4(2) – 5 =0,0008
Dalam contoh ini, untuk x = 2 dan ∆x = 0,0001 ternyata dy = ∆ y = 0,0008,
dy Δ y
kosekuensinya = = 8. Berarti lereng taksirannya persis sama dengan lereng yang
dx Δ x
sesungguhnya.
Derivatif pertama dari fungsi y = f(x), yakni f’(x), tak lain adalah lereng (taksiran) dari
kurva yang mencerminkan fungsi y = f(x). Berarti untuk y = f(x) pada kedudukan x = a,
merupakan lereng kurva y = f(x) pada kedudukan x = a positif negatifnya nilai f’(a) akan
menaikan atau menurunnya fungsi y = f(x) pada x = a.
Jika dervatifnya pertama f’(a) > 0 (lereng kurvanya positif pada x = a), maka
y = f(x) menaik manakala x bertambah sesudah x = a. sedangkan jika derivatif
pertamanya f’(a) < 0 (lereng kurvanya negatif pada x = a), maka y = f(x) merupakan
fungsi menurun pada kedudukan x = a; yakni y = f(x) menurun manakala x bertambah
sesudah x = a.
y
lereng nol
0
Gambar 2.1 x
Contoh:
Tentukan apakah y = f(x) = 1/3 x3 – 4x2 + 12x – 5 merupakan fungsi menaik ataukah
fungsi menurun pada x = 5 dan x = 7. Selidiki pula untuk x = 6.
f ‘(x) =
→ f’(5) = 52 – 8(5) + 12 = - 3 < 0, berarti y = f(x) menurun pada x = 5
→ f‘(7) = 72 – 8(7) + 12 = 5 > 0, berarti y = f(x) menaik pada x = 7
→ f’(6) = 62 – 8(6) + 12 = 0, berarti y = f(x) berada di titik ekstrim pada x = 6;
karena f’(x) < 0 untuk x < 6 dan f’(x) > 0 untuk x > 6, titik ekstrim pada x = 6 ini adalah titik
maksimum.
2) Titik Ekstrim Fungsi Parabolik
Dalam hal y = f(x) adalah sebuah fungsi parabolik, derivatif pertama berguna untuk
menentukan letak titik ekstrimnya, sedangkan derivatif kedua bermanfaat guna mengetahui
jenis titik ekstrim yang bersangkutan. Perhatikan fungsi parabolik berikut dan nama
turunan-tunannya, serta hubungan mereka secara grafik.
y = f(x) = x2 – 8x + 12 ............................... fungsi parabolik
y = f’(x) = dy/dx = 2x – 8 ................................ fungsi linier
yn = fn(x) = d2 y /dx2 = 2 ............................... konstanta
Parabola y = x2 – 8x + 12 mencapai titik ekstrim – dalam hal ini titik
minimumnya yaitu (4,–4) – tepat pada saat turunan pertama dari fungsi parabolik tadi
( yakni fungsi linier y’ = 2x – 8) sama dengan nol. Pada y’ = 0, nilai variabel bebas x = 4
dan y = –4. Nilai y = –4 untuk fungsi parabolik ini diperoleh melalui substitusi x = 4
kedalam persamaan parabolanya.
YY
Y = x2 – 8 + 12
Y’ = 2x - 8
4 y” = 2
2 x
0 2 4 6 8
4
4,-4
Gambar 2.2
Absis dari titik fungsi parabolik y = f(x) adalah x pada y’ = 0, sedangkan ordinatnya adalah y
untuk x pada y’ = 0. Kemudian untuk mengetahui apakah titik ekstrimnya berupa titik maksimum
atau titik minimum, dengan kata lain untuk mengetahui apakah parabolanya terbuka ke bawah atau
terbuka ke atas, dapat disidik melalui turunan kedua dari fungsi paraboliknya yaitu y”.
Apabila y” < 0, bentuk parabolanya terbuka ke atas , titik ekstrinya adalah titik minimum. Jadi,
ringkasnya :
Parabola y = f(x) mencapai titik ekstrim pada y’ = 0
→ jika y” < 0 : bentuk parabolanya terbuka ke bawah, titik ekstrimnya yaitu titik maksimum
Contoh :
a. Andaikan y = -x2 + 6x – 2
Maka y’ = -2x + 6
n
y = -2 < 0
Karena yn < 0 maka bentuk parabolanya terbuka kebawah, titik ekstrimnya adalah titik
maksimum.
Koordinat titik maksimum :
Syarat y maksimum : y’ = 0 → –2 x + 6 = 0, x = 3
(3,7)
Untuk x = 3 → y = – (3)2 + 6(3) – 2 = 7
b. Andaikan y = x2 – 4x + 8
Maka y’ = 2 x – 4
yn = 2 > 0
Karena yn> 0 maka bentuk parabolanya terbuka ke atas, titik ekstrimnya adalah titik
minimum.
Koordinat titik minimum :
Syarat y minimum : y’ = 0 → 2 x – 4 = 0, x = 2
(2,4)
Untuk x = 2 → y =22 – 4(2) + 8 = 4
Perhatikan gambar di atas. Fungsi kubik y = f(x) mencapai titik ekstrim maksimum ketika
derivatif pertamanya y’ = f’(x) = 0 dan derivatif keduanya mencapai titik ekstrim minimum ketika y’
= f’(x) = 0 dan , serta berada di titik belok ketika secara umum, meskipun tidak semua fungsi kubik
mempunyai titik ekstrim, dapat disimpulkan bahwa :
Fungsi kubik y = f(x) mencapai titik ekstrim pada y’ = 0
→ jika < 0 pada y’ = 0, maka titik ekstrimnya adalah titik maksimum
→ jika yn> 0 pada y’ = 0, maka ekstrimnya adalah titik minimum
• Fungsi kubik y = f(x) berada di titik belok pada yn = 0
Contoh :
Tentukan titik ekstrim dan titik belok fungsi kubik
y = –x3 + 15x2 – 48x.
y = –x3 + 15x2 – 48x → y’ = –3x2 + 30x – 48 → y” = –6x + 30
syarat y ekstrim : y’ = 0, –3x2 + 30x – 48 = 0 → x2 = 2, x2 = 8
x = 2 → y = –8 + 60 – 96 = –44
minimum (2, –44)
y” = –12 + 30 = 18 > 0
x = 8 → y = –512 + 960 – 384 = 64
maksimum (8, 64)
y” = –48 + 30 = –18 < 0
% ∆ Q d E Qd ( ∆ Qd /Qd ) dQd P
μd = = = lim = .
%∆P ∆ P ∆ P →0 (∆ P/ P) dP Qd
Kasus 1.
Fungsi permintaan akan suatu barang ditunjukkan oleh persamaan Qd = 25−3P2.
Tentukan elastiitas permintaannya pada tingkat harga P=5.
μ
Qd = 25−3P2 d =¿
dQd p
. =−6 P .
P
¿
dP Qd 25−3 P
2
5
Q'd= dQd = −6P ¿−6 ( 5 ) . =3(elastik )
25−75
μd = 3 berarti bahwa apabila, dari kedudukan P = 5, harga naik (turun) sebesar 1 persen
maka jumlah barang yang diminta akan berkurang (bertambah) sebanyak 3 persen.
Kasus 2.
Permintaan suatu barang dicerminkan oleh D = 4 – P, dimana D melambangkan
jumlah barang yang diminta dan P adalah harga per unit. Hitunglah elastisitas
permintaannya pada tingkat harga P = 3 dan pada tingkat permintaan D = 3.
' dD
D = 4 – P –D = =−1
dP
dD P 3
Pada P=3, D=4−3 = 1 → μd = . =−1. =−3 ( elastik )
dD D 1
dD P 1 1
Pada D = 3, P = 1 → μd = . =−1. = ( inelastik )
dD D 3 3
Catatan :
Dalam konsep elastisitas permintaan, yang dipentingkan adalah besarnya angka
hasil perhitungan, apakah angka tersebut lebih besar dari atau sama dengan atau lebih
kecil dari satu; yakni untuk menentukan apakah si permintaannya elastik, elastik-
uniter, atau inelastik. Sedangkan tanda depan perhitungan (seandainya negatif) dapat
diabaikan, karena hal itu sekedar mencerminkan berlakunya hukum permintaan bahwa
jumlah yang diminta bergerak berlawanan arah dengan harga.
2) Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran (istilahnya yang lengkap: elastisitas harga penawaran, price
elasticity of supply) ialah suatu koefisien yang menjelaskan besarnya perubahan jumlah
barang yang ditawarkan berkenaan adanya perubahan harga. Jadi, merupakan rasio
antara persentase perubahan jumlah barang yang ditawarkan terhadap persentase
perubahan harga. Jika fungsi penawaran dinyatakan dengan Qs = f (P), maka elastisitas
penawarannya :
% ∆ Q s E Qs (∆ Q s /Q s) d Q s P
μ p= = = lim ¿ ∆ P→ 0 = .
%∆ P EP ( ∆ P /P) dP Q s
Dimana dQs/dP tak lain adalah Q's atau f (P).
Penawaran suatu barang dikatakan bersifat elastik apabila
μs >1 , elastik−uniter jika μ s=1 daninelastik bila μs <1.barang yang penawarannya elastis
mengisyaratkan bahwa jika harga barang tersebut berubah sebesar persentase tertentu,
maka penawarannya berubah (secara searah) dengan persentase yang lebih kecil
daripada persentase perubahan harganya.
Kasus 1
Fungsi penawaran suatu barang dicerminkan oleh Qs = -200 + 7P2. Berapa elastisitas
penawarannya pada tingkat harga P= 10 dan P=15 ?
Qs= -200 + 7P2
d Qs P P
Ƞs = . Q =¿ 14 P .
dP s −200+ 7 P 2
Q'S = dQs/dP = 14 P
10
Pada P = 10, Ƞs = 140 . =2,8
−200+700
15
Pada P = 15, Ƞs = 210 . =2,3
−200+1575
3) Elastisitas produksi
Elastisitas produksi ialah suatu koefisien yang menjelaskan besarnya perubahan
jumlah keluaran (output) yang dihasilkan akibat adanya perubahan jumlah masukan
(input) yang digunakan. Jadi, meruakan rasio antara persentase perubahan jumlah
keluaran terhadap persentase perubahan jumlah masukan. Jika P melambangkan jumlah
produk yang dihasilkan sedangkan X melambangkan jumlah faktor produksi yang
digunakan, dan fungsi produksi dinyatakan dengan P = f (x), maka elastisitas
produksinya:
% ∆ P EP (∆ P/ P) dP X
Ƞp = = lim ¿ ∆ X →0 = ∙
% ∆ X EX (∆ X / X ) dX P
Dimana dP/dX adalah produk marjinal dari X [P' atau f' (x)].
Kasus 1.
Fungsi produksi suatu barang ditunjukkan oleh persamaan P = 6X2 – X'. hitunglah
elastisitas produksinya pada tingkat penggunaan faktor produksi sebanyak 3 unit dan 7
unit.
P = 6X2 – X3 →P' = dP/dX = 12X −3 X2
dP X X
Ƞp = . =¿ ( 12 X−3 X 2 ) .
(6 X − X 3)
2
dX P
3
Pada X =3, Ƞp = (36-27) . =1
(54−27)
7
Pada X 7, Ƞp = (84 – 147) . =9.
(294−343)
b. Biaya Marjinal
Biaya marjinal (marginal cost, MC) ialah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
satu unit tambahan produk. Secara matematika fungsi marjinal merupakan derivatif pertama
dari fungsi biaya total . jiika fungsi biaya total dinyatakan dengan C = f(x) dimana C adalah
biaya total dan Q melambangkan jumlah produk, maka biaya marjinalnya :
dC
MC = C' =
dQ
Kasus 1.
Biaya total : C = f(Q) = Q' – 3 Q2 + 4 Q + 4
Biaya marjinalnya : MC = C' = dC/dQ = 3 Q2 – 6 Q + 4
Pada umumnya fungsi biaya total yang non-linear berbentuk fungsi kubik, sehingga
fungsi biaya marjinalnya berbentuk fungsi kuadrat. Dalam hal demikian, seperti yang
ditunjukkan dalam kasus ini, kurva biaya marjinal (MC) selalu mencapai minimumnya
tepat pada saat kurva biaya total berada pada posisi titik beloknya.
Pada gambar dibawah terlihat ada dua keadaan dimana π ' =0(MR=MC ), yakni pada
tingkat produksi Q1 dan Q3. Pada tingkat produksi Q1, jarak terlebar antara kurva
permintaan total ( R ) dan kurva biaya total ( C ) mencerminkan selisih negatif terbesar.
Hal ini berarti terjadi kerugian maksimum, sebagaimana tercermin oleh kurva π yang
mencapai minimumnya di titik G.
Sedangkan pada tingkat produksi Q3, jarak terlebar antara kurva R dan kurva C
mencerminkan selisih positif terbesar. Hal ini berarti terjadi keuntungan maksimum,
sebagaimana tercermin oleh kurva n yang mencapai maksimumnya di titik H.
Dengan demikian syarat agar diperoleh keuntungan maksimum adalah
Kasus 1
Andaikan seorang penunggal atau monopolist mengahadapi fungsi permintaan P
= 1000 – 2 Q dan fungsi biaya totalnya C = 2000 + 1315 Q – Q2 + Q3 . pemerintah
memungut pajak sebesar 405 atas setiap unit barang yang diproduksi/dijual.
Bandingkan keuntungan maksimum yang diperoleh penunggal ini antara tanpa dan
dengan pengenaan pajak ! Berapa pajak total yang diterima pemerintah ?
Tanpa pengenaan pajak :
R=P . Q=1000 Q−2Q 2
π=R−C=−2000−315Q+57 Q 2−Q 3
π maksimum pada Q=35
π maksimum=13.925
Pe =1000−2 ( 35 )=930.
P=1000−2 ( 30 )=940.
Dalam setiap periode terdapat D/Q kali kedatangan pesanan. Biaya pemesanan adalah /Q
)C1. Rata rata sepanjang periode terdapat Q/2 persedian, sehingga biaya penyimpanan per
periode adalah (Q/2 ¿C 2. Dengan demikian biaya total persediaan per unit adalah :
C1 Q D C2 Q D
C=
Q
+ 2
Biaya total persediaan akan minimum jika dC / DQ = 0 dan d 2C /d Q2 > 0.
dC - C1 Q D C2 d2C 2C 1 D
dQ = Q2
+ 2 d Q2
= Q3
>0
dC
Jika
dQ
= 0. Maka Q 2 = (2 C 1 D)/C 2 → Q= √( 2 C 1 d ) /C 2
2C 1 D
Q=
√ C2
Contoh kasus
Sorang bangunan memutuhkan 100 karung pasir per bulan. Dimana biaya pengadaan/pesanan
Rp1.500.000 setiap kali pesan, sedangkan biaya penyimpanan Rp 20.000 per karung per minggu.
Jika ia menginginkan biaya total persedianya minimum, dengan membagi kebutuhan karung
pasir 100 karung pasir per bulan atas berapa kali kedatangan dengan jumlah sama, berapa
jumlah pesanan yang optimal ?
Diket :
D = 100
C1 = 1.250Q= √( 2 C 1 d ) /C 2
C2 = 400 Q= √ ( 2 ) ( 1.250 ) (100)/400 = √ 250.000/ 400 = 25
Jadi, jumlah biaya pesanan yang optimal ialah 750 karung pasir setaiap kali pesan. Berarti
kebutuhan per bulan dibaginya menjadi D/Q = 100/Q......=... kali kedatangan. Dengan kata lain
pesanan untuk kebutuhan bulanan dilakukan secaa mingguan. Biaya total persediannya per bulan
adalah :
C2 D C2 D ( 400 ) ( 25 ) ( 1.250 ) ( 100 )
C= + = + =10.000 rupiah
2 Q 2 25
℩ Q C℩−C
Syarat agar ( AC ) =0 → =0
Q2
→ QC ℩−C=0−QC ℩=C → C℩ =C/Q
Mengingat C ℩=MC dan C /Q = AC, Maka terbuktilah bahwa
dC C
Pada posisi AC minimum MC= AC , =
dQ Q
Contoh Kasus
Jika C=Q 3−6 Q2 +15 Q . Buktikanlah bahwa biaya rata rata minimum sama dengan biaya
marjinal.
℩ dC
Biaya marjinal : MC=C = =3 Q ℩−12 Q+15
dQ
C
Biaya rata rata : AC= =Q ℩−6 Q+15
Q