“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu
jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah
(takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan
engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587)
Dalam hadits tersebut, kumuditi riba yaitu :Emas, perak, Gandum bulat, Gandum Panjang, Kurma ,
Garam dan yang serupa dengannya,
dan keenam Komuditi tersebut jika dikelompokan sesuai Illat (sebab)nya, maka dikelompokan menjadi dua :
a. Emas & perak ( sebabnya karena Alat tukar/ Mata uang )
b. Gandum bulat, Gandum Panjang, Kurma , Garam ( sebabnya karena makanan Pokok dan dapat ditakar )
Agar pertukaran komuditi tersebut tidak terjerumus pada riba, agar diperhatikan kaidah berikut ini :
❖ Jika Komuditi tersebut hendak ditukar dengan sejenisnya, maka harus terpenuhi dua syarat, yaitu :
1. Sama dalam ukurannya, contoh jika ingin menukar beras maka takarannya harus sama Dan jika
Tidak sama dalam Takarannya, maka itu termasuk Riba Fadhl ( Riba Tambahan ), contoh : Misalnya,
Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 15 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi
akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 20 gram. Jika dilebihkan, maka
terjadilah riba fadhl.
2. Tunai, tidak boleh ditunggakan walaupun sesaat, dan jika ditunggakan ,maka ia terjatuh dalam Riba
Nasiah ( Riba penundaan ), contoh : Dalam contoh diatas, Akad dilakukan bukan secara konran
❖ Dan jika Komuditi tersebut ditukar dengan benda yang tidak sejenis namun satu illat, contoh menukar
Gandum dengan Kurma, menukar Emas dengan perak , maka agar tidak menjadi transaksi ribawi hanya
membutuhkan 1 syarat saja, yaitu : Tunai dalam satu majelis.
❖ Dan Jika komuditi tersebut ditukar dengan benda yang tidak sejenis dan tidak satu Illat, contohnya
Menukar Beras dengan Uang, menukar Gandum dengan Emas, maka tidak membutuhkan Syarat
apapun.
Sebagaimana telah disebutkan, riba dalam jual beli dibagi menjadi 2, yaitu : Riba Fadhl ( Riba karena
ditambah ) dan Riba nasiah ( Riba karena penundaan )
2. Riba Ad-dain ( Riba dalam Hutang piutang )
Riba Ad-Dain adalah Riba yang terdapat dalam akad hutang piutang.Riba ini dapat terjadi pada :
1) jual beli tidak tunai dan hutang bertambah jika pembayaran melebihi jatuh tempo.
2) Dalam Akad Hutang piutang ditentukan saat akad pembayaran melebihi jumlah pinjamannya.
Contoh Transaksi Ribawi dalam Hadits Nabi :
1. Jual beli I’nah, Yaitu : seseorang menjual barang secara tidak tunai kepada seorang pembeli, kemudian
ia membelinya lagi dari pembeli tadi secara tunai dengan harga lebih murah. Tujuan dari transaksi ini
adalah untuk mengakal-akali supaya mendapat keuntungan dalam transa
2. Menggabungkan Salaf ( hutang ) dan jual beli
Contohnya : "Seseorang memberikan pinjaman kepada pihak lain, kemudian pihak ini menjual
komoditas kepadanya agar bisa menambah harga."
3. Menjual barang yang belum diserah terimakan ( Belum Qobdh )
Jika kita amati bentuk-bentuk contoh diatas, jelaslah bahwa seluruh akadnya mengandung unsur untung-
rugi (spekulasi). Bila salah satu pihak mendapat keuntungan, maka pihak lain mengalami kerugian, dan
inilah hakikat sebenarnya dari gharar.
Seorang yang membeli apa yang ada di dalam kotak dengan harga Rp. 100.000,- mungkin mendapat
untung jika ternyata isinya seharga Rp. 150.000,- dan mungkin mengalami kerugian jika ternyata isinya
seharga Rp. 50.000,- . Dan begitulah seterusnya bentuk-bentuk akad yang lain.
d. Hukum Ba’i Gharar
Ba’i gharar hukumnya haram berdasarkan Al-Qur'an, hadist dan ijma.
1. Dalil Al-Qur'an, firman Allah Ta'ala:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu)". (Al-Maidah : 90-91) Dan Gharar merupakan bagian dari judi.
n
2. Hadits Nabi
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi melarang jual beli Hashah (jual beli tanah yang menentukan
ukurannya sejauh lemparan batu) dan juga melarang jual beli Gharar. HR. Muslim.
3. Ijma'
Para ulama sepakat bahwa Ba’i gharar secara keumumannya hukumnya haram.
e. Hikmah pelarangan Ba’i gharar
Syariat islam melarang Ba’i gharar karena beberapa hal,
1. termasuk memakan harta dengan cara yang batil
2. menimbulkan permusuhan sesama muslim
3. mengumpulkan harta dengan cara untung-untungan dan judi menyebabkan seseorang lupa mendirikan
shalat dan zikrullah serta menghancurkan dan menghilangkan keberkahan harta.
4. Membiasakan seseorang menjadi pemalas, karena tidak perlu susah-payah.
5. Mengalihkan konsentrasi berfikir dari hal yang berguna kepada memikirkan keuntungan yang bersifat
semu.
Wallohu A’lam