Anda di halaman 1dari 24

Fiqh Mu’amalah

Kuliah 13
Basuki M. Mukhlish
Penggabungan Akad
• Multi Akad ( /Hybrid Contracts)
• Definisi
• Hukum
• Multi Akad yang Diharamkan
• Batasan-batasan
Penggabungan Akad ( )

• Secara bahasa, kata murokkabah berasal dari kata


rokkaba-yurokkibu-tarkiban, yaitu meletakkan
sesuatu di atas sesuatu yang lain sehingga
menumpuk.
• Secara istilah: kesepakatan untuk melaksanakan
suatu mu’amalah yang meliputi dua akad atau lebih;
misalnya akad jual beli dan ijaroh, dsb. Semua akad
tersebut menjadi suatu kesatuan, sehingga hak dan
kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai
akibat hukum dari satu akad (Al-’Imroni, 2006).
Hukum Multi Akad
• Pendapat pertama: hukumnya boleh selama
tidak ada pelanggaran terhadap syari’at.
– berdasarkan kaidah: hukum asal dalam mu’amalah
boleh kecuali jika ada larangan
• Pendapat kedua: hukumnya haram karena ada
dalil yang melarang
– Dalil: …….
Dalil: Larangan Dua Jual-beli dalam Satu Jual-beli
( )

“Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam telah melarang


adanya dua jual-beli dalam satu jual-beli.” (HR at-
Tirmidzi, hadits shohih).

“Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam telah melarang


dua kesepakatan [akad] dalam satu kesepakatan [akad]”
(HR Ahmad, hadits shohih).
Dalil: Larangan Dua Jual-beli dalam Satu Jual-beli

“Tidaklah halal transaksi utang-piutang yang dicampur dengan


transaksi jual beli, tidak boleh ada dua syarat dalam satu
transaksi jual beli, tidaklah halal keuntungan yang didapatkan
tanpa adanya tanggung jawab untuk menanggung kerugian,
dan tidak boleh menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu
Dawud, no. 3506; hadits hasan)
Menurut Ibnul Qoyyim, istilah “syarat” seringkali digunakan dengan
makna “akad”, karena kedua belah pihak membuat persyaratan atau
perjanjian untuk melaksanakan ketentuan akad.
Tafsir Dua Jual-beli dalam Satu Jual-beli
( )
• Seseorang berkata: “Aku jual baju ini kepadamu, jika
tunai 10 dirham, dan jika kredit 20 dirham”.
Sementara ketika mereka berpisah, belum
ditentukan harga mana yang dipilih.
– Jika mereka berpisah dan telah menentukan salah satu
harga yang ditawarkan, maka dibolehkan, jika disepakati
pada salah satu harga. (Jami’ at-Tirmidzi, 5/137).
• Seseorang menawarkan, “Aku jual budakku ke kamu,
dengan syarat kamu jual kudamu kepadaku”. (al-
Wasith, 3/72).
• Jual beli Al-’inah
Jual Beli Al-‘Inah
• Definisi: seseorang (B) membeli barang kepada orang
lain (A) secara kredit, kemudian dia menjualnya
kembali kepada orang tersebut (A) secara kontan
dengan harga yang lebih murah.
• Motif Pembeli (B): memperoleh uang tunai
• Hukum:
– Haram  menurut jumhur ‘ulama
– Boleh selama tidak direncanakan/disyaratkan sejak awal 
dalam madzhab Syafi’i
Skema Jual-beli Al-‘Inah

1. Arya membeli
barang dari Indra (a) Arya menerima pulpen
secara kredit (b) Arya memiliki hutang sebesar Rp15.000

Arya Indra
2. Arya menjual (c) Arya menyerahkan kembali
barang kepada pulpen tersebut
Indra secara tunai
dengan harga
yang lebih rendah (d) Arya menerima uang tunai sebesar Rp10.000

: Aliran barang
: Aliran uang
Dalil Larangan Al-’Inah
Dari ‘Abdulloh bin ‘Umar rodhiyallohu ‘anhuma, bahwasannya Rosululloh
Shollallohu ‘alahi wa sallam bersabda:

“Apabila kalian melakukan jual beli Al-‘Inah, sibuk dengan peternakan dan
terlena dengan perkebunan, serta meninggalkan jihad, maka Alloh akan
menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang (Alloh) tidak akan
mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian”.
(HR Abu Dawud, berkata Ibnu Hajar di dalam Bulughu al-Marom:
“Diriwayatkan juga oleh Ahmad dari jalur ‘Atho’, dan para perawinya
terpercaya serta dishohihkan oleh Ibnu al-Qoththon )
Berkata Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni (4/195): “(Dalam hadits) ini
terdapat ancaman yang menunjukkan keharaman.“
Multi Akad yang Diharamkan
1) Multi akad yang disebutkan larangannya
dalam hadits
2) Multi akad yang mengandung hîlah (trik atau
akal-akalan)
 karena dapat menimbulkan ketidakpastian
(gharar), ketidakjelasan (jahâlah), dan
menjerumuskan ke praktik riba
3) Multi akad yang menimbulkan akibat hukum
yang bertentangan pada objek yang sama
(1) Multi akad yang disebutkan
larangannya dalam hadits
• Ibnu Qayyim berpendapat bahwa Nabi melarang multi akad
antara akad salaf (memberi pinjaman/qordh) dan jual beli,
meskipun kedua akad itu jika berlaku sendiri-sendiri
hukumnya boleh.
• Larangan menghimpun salaf dan jual beli dalam satu akad
untuk menghindari terjurumus kepada ribâ yang diharamkan.
Hal itu terjadi karena seseorang meminjamkan (qordh) seribu,
lalu menjual barang yang bernilai delapan ratus dengan harga
seribu. Dia seolah-olah menyerahkan pinjaman seribu dan
menyerahkan barang seharga delapan ratus agar
mendapatkan bayaran dua ribu, sehingga ia memperoleh
kelebihan dua ratus.
Batasan-batasan
• Selain multi akad antara salaf dan jual beli yang diharamkan,
ulama juga sepakat melarang multi akad antara berbagai jual
beli dan qordh dalam satu transaksi.
• Semua akad yang mengandung unsur jual beli dilarang untuk
dihimpun dengan qordh dalam satu transaksi, seperti antara
ijarâh dan qordh, salam dan qordh, shorf dan qordh, dan
sebagainya.
• Akad-akad yang termasuk kategori pelengkap (bukan akad
inti) atau pengikat (tautsiqot) boleh digabungkan dengan
qordh atau digabungkan dengan jual beli, yaitu: rohn, kafalah,
dan wakalah (tanpa ujroh).
– Wakalah bil ujroh tidak termasuk akad pelengkap karena pada
hakikatnya sama dengan ijaroh
(2) Multi akad yang mengandung hîlah
• Al-‘inah. Pada transaksi ini seolah ada dua akad jual
beli, padahal nyatanya merupakan hîlah ribâ dalam
pinjaman (qordh), karena objek akad bersifat semu
dan tidak faktual.
– Tujuan dan manfaat dari jual beli yang ditentukan syariat
tidak ditemukan dalam transaksi ini.
• Demikian pula transaksi kebalikan ‘inah, hukumnya
haram. Seperti seseorang menjual sesuatu dengan
harga 80 secara tunai dengan syarat ia membelinya
kembali dengan harga 100 secara tidak tunai.
• Transaksi semacam itu menyebabkan adanya ribâ.
(2) Multi akad yang mengandung hîlah
Hîlah riba fadhl
• Transaksi seperti ini dilarang didasarkan atas peristiwa pada
zaman Nabi di mana para penduduk Khoibar melakukan
pertukaran kurma kualitas bagus satu takaran dengan kurma
kualitas rendah dua takaran, dsb.
• Maksud hadits tersebut, menurut Ibnul Qoyyim, adalah akad
jual beli pertama dengan kedua harus dipisah. Jual beli kedua
bukanlah menjadi syarat sempurnanya jual beli pertama,
melainkan berdiri sendiri.
• Hadits di atas ditujukan agar dua akad itu dipisah, tidak saling
berhubungan, apalagi saling bergantung (ta’alluq) satu
dengan lainnya.
Dalil Larangan Riba Fadhl
Abu Sa’id rodhiyallohu 'anhu dan Abu Hurairah rodhiyallohu 'anhu berkata:

“Sesungguhnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mempekerjakan


seorang di Khoibar. Maka datanglah dia kepada beliau membawa kurma
Janib (kurma yang bagus), maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
bertanya : “Apakah semua kurma Khoibar seperti ini? ia menjawab : “Tidak,
demi Alloh wahai Rosululloh, kami menukar satu sho’ dari (korma Janib) ini
dengan dua sho’ (dari korma jenis lain) dan dua sho’ diganti dengan tiga
sho’. Maka Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jangan kamu
lakukan seperti itu, tetapi jual-lah kurma yang kurang bagus dengan
dirham, lalu dengan dirham itu belilah kurma Janib.” (HR Bukhori & Muslim)
Dalil Larangan Riba dalam Jual Beli
Dari ‘Ubadah bin ash-Shomit rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jual beli (barter) emas dengan emas, perak dengan perak,


gandum halus dengan gandum halus, gandum kasar dengan
gandum kasar, kurma dengan kurma dan garam dengan garam,
takarannya harus sama dan kontan. Jika benda yang dibarterkan
tidak sama, maka juallah sesuka kalian asalkan secara kontan.”
Hukum Pertukaran/Jual Beli Barang Ribawi
• Barang ribawi dibagi menjadi dua kelompok:
– Kelompok 1: emas dan perak (dan segala mata uang)
– Kelompok 2: kurma, gandum, sya’ir, dan garam
• Pertukaran antara barang yang sejenis, kuantitasnya harus
sama dan kontan, misal: emas dengan emas, perak dengan
perak, uang dengan uang, kurma dengan kurma, dsb
• Pertukaran antara anggota dalam satu kelompok, kuantitasnya
boleh tidak sama tetapi harus kontan, misal: emas dengan
perak, kurma dengan gandum, gandum dengan garam, dsb
• Adapun pertukaran antara anggota kelompok 1 dengan
kelompok 2, maka kuantitasnya boleh tidak sama dan boleh
dilakukan secara tempo/kredit, misal: membeli kurma dengan
uang, membeli garam dengan uang, dsb.
(2) Multi akad yang mengandung hîlah
Multi akad antara qordh dan hibah kepada pemberi pinjaman
(muqridh)
• Ulama sepakat mengharamkan qordh yang dibarengi dengan
persyaratan imbalan lebih, berupa hibah atau lainnya. Seperti
contoh, seseorang meminjamkan (memberikan utang) suatu
harta kepada orang lain, dengan syarat ia menempati rumah
penerima pinjaman (muqtaridh), atau muqtaridh memberi
hadiah kepada pemberi pinjaman, atau memberi tambahan
kuantitas atau kualitas objek qordh saat mengembalikan.
• Transaksi seperti ini dilarang karena mengandung unsur ribâ.
(3) Multi akad yang menimbulkan akibat hukum
yang bertentangan pada objek yang sama
• Misalnya dalam musyarokah mutanaqishoh tertentu*
yang mana nasabah diwajibkan membayar cicilan (untuk
membeli bagian kepemilikan bank) dan membayar sewa
properti (misal: rumah).
– Catatan: tidak semua musyarokah mutanaqishoh memiliki
skema seperti ini
• Disini terjadi pertentangan: nasabah diminta membayar
sewa rumah, padahal rumah tersebut statusnya adalah
milik nasabah sendiri.
– Argumen: Barang yang sudah dibeli, statusnya adalah milik
(penuh) pembeli, meskipun belum dibayar lunas.
Berhati-hati: Menjaga Diri dari Hal-hal yang Syubhat
Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir rodhiyallohu ‘anhu dia berkata: Saya
mendengar Rosululloh shollallohu ’alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara
keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang
tidak diketahui oleh orang banyak.
Maka siapa yang takut terhadap hal-hal yang syubhat berarti dia telah
menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus
dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang
diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan (hewan
ternaknya) di sekitar (padang rumput) yang dilarang untuk
memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya.
Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki (padang rumput) larangan, dan
(padang rumput) larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan.
Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika dia
baik maka baiklah seluruh tubuh dan jika dia buruk, maka buruklah
seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati.”
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Tips Agar Terbebas dari Hal-hal yang Haram
• Tunduk, pasrah dan ridho dengan segala aturan Allah
– Kebenaran adalah berdasarkan dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah, bukan
berdasarkan akal dan perasaan manusia (yang serba terbatas)
– Beragama adalah mengikuti kemauan Allah, bukan mengikuti kemauan
diri sendiri
• Menjauhi yang haram
• Berhati-hati dan menjaga diri dari yang syubhat
• Memilih alternatif yang jelas kehalalannya
• Mencukupkan diri dengan yang halal
– Tidak usah tertarik/penasaran dengan yang syubhat apalagi yang haram

Motto: “Siapa yang lebih berhati-hati, dia akan lebih selamat,


insyaallah”
Mutiara Hadits
Dari Mu’awiyah rodhiyallohu ‘anhu, bersabda
Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam:

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Alloh,


maka Alloh akan memahamkannya dalam urusan
agama.”
(HR. Bukhori no. 71 dan Muslim no. 1037).
Daftar Pustaka
• Al-Khalafi, ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi. 2007. Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam dalam Al-Qur`an
dan As-Sunnah Ash-Shahihah. Jakarta: Pustaka As-Sunnah.
• Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press.
• Ash-Shawi, Prof. Dr. Shalah dan Prof. Dr. Abdullah al-Mushlih. 2008. Fikih Ekonomi Keuangan
Islam, Jakarta: Darul Haq.
• Az-Zuhayli, Dr. Wahbah. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, Damaskus, Syria: Dar Al-Fikr.
• Munawwir, Ahmad Warson (1997). Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonesia Terlengkap.
Surabaya: Pustaka Progressif.
• Tarmizi, Erwandi. 2016. Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor: Berkat Mulia Insani
Publishing.
• Abdulloh bin Muhammad bin Abdulloh Al-’Imroni, Al-’Uqud Al-Maliyah Al-Murokkabah.
Cetakan kedua, tahun 2010.
• http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/multi-akad-al-uqud-al-murakkabahhybrid-contracts-dalam-
transaksi-syariah-kontemporer-pada-lembaga-keuangan-syariah-di-indonesia-2/
• http://ilmu-iqtishoduna.blogspot.co.id/2015/06/hukum-multi-akad-al-uqud-al-
murakkabah.html
• http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/456/hukum-jual-beli-alinah-dan-attawaruq/

Anda mungkin juga menyukai