Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian Jual Beli Mata Uang

Perdagangan mata uang atau dalam istilah perekonomian disebut dengan istilah Valas valuta
asing ataupun triding forex. Mulai berkembang pada era 1970-an dan dianggap sebagian orang
sebagai salah satu bisnis alternatif karena dapat mendatangkan keuntungan pelakunya. Kegitan
ini sangatlah erat dengan kegiatan perekonomian dunia, dan tidak bisa dipisahkan. Yang
dimaksud dengan valuta asing, ialah mata uang luar negeri, seprti dolar Amerika, poundsterling,
ringgit dan sebagainya. Apabila antar negara terjadi perdagangan internasional, pasti negara
tersebut membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri. Yang dalam dunia perdagangan
disebut devisa. Misal, eksportir asal indonesia akan memperoleh devisa dari kegiatanya, dan
sebaliknya importir indonesia memerlukan devisa untuk melakukan mengimpor keluar negeri.

Dengan demikian, akan timbul penawaran dan permintaan devisa di bursa valuta asing. Dan
dalam menetapkan kurs uang adalah kewenangan penuh negara masing-masing ( kurs adalah
perbandingan uang suatu negara terhadap uang dari negara asing/ luar ). Dan kurs ini dapat bisa
berubah-ubah, karena tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing dan pencatatan
kurs uang dan teransaksi jual beli valuta asing diselenggarakaan di bursa valuta asing. Dalam
membaca kurs tidaklah sulit, secara umum dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut:

a. Tentukan mata uang yang bertindak sebagai barang.

b. Berikan nilai 1 untuk setiap satuan mata uang yang akan bertindak sebagai barang tersebut.

c. Tentukan mata uang yang akan bertindak sebagai uang.

d. Maka nilai krus adalah sebesar nilai uang dari mata yang akan bertindak sebagai uang saat
harus membeli satu satuan mata uang yang bertindk sebagai barang.

B. Valuta Asing Dalam Pandangan Islam

Proses transaksi dalam bursa valuta asing merupakan kegiatan muamalat, sebagai mana jual beli.
Istilah al-sarf yang berarti jual beli valuta asing dalam pandangan hukum islam. Taqiyuddin An-
Nabhani mendefinisikan al-sarf dengan, perolehan harta dengan harta lain, dalam bentuk emas
dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas yang satu dengan emas yang
lain, atau antara perak dengan perak yang lain (atau berbeda jenisnya) semisal emas dengan
perak, dengan melebihkan atau menyamakan antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya.2

Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan bahwa jual beli mata uang atau pertukaran mata uang
merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang menurutnya mencakup:
1. Pembelian mata uang dengan mata uang yang serupa seperti pertukaran uang kertas dinar
baru Irak dengan kertas dinar lama.

2. Pertukaran mata uang dengan mata uang asing seperti pertukaran dalar dengan Pound
Mesir.

3. Pembelian barang dengan uang tertentu serta pembelian mata uang tersebut dengan mata
uang asing seperti membeli pesawat dengan dolar, serta pertukaran dolar dengan dinar Irak
dalam suatu kesepakatan.

4. Penjualan barang dengan mata uang, misalnya dengan dolar Australia serta pertukaran
dolar dengan dolar Australia.

5. Penjualan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang) dengan mata uang
tertentu.

6. Penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu.

Praktik valuta asing didalam Islam pada dasarnya diperbolehkan karena kegiata tersebut dapat
diqiyaskan dengan perdagangan atau jual beli. Harganya sewaktu-waktu dapat naik dan juga
turun. Pemegang saham, uang, obligasi dan surat berharga lainnya, sama seperti orang
menyimpan emas ( bukan untuk perhiasan) yang harganya ada kalanya naik dan ada kalanya
turun. Yang tidak dibenarkan adalah memonopoli saham, valuta asing untuk tujuan tertentu,
sehingga pada suatu ketika orang yang memonopoli dapat mempermainkan harganya dibursa
efek atau jual beli valuta asing.

Jual beli mata uang dalam fiqih kontemporer disebut dengan istilah tijarah an-naqd atau al-
ittijaar bi al-'umlat. Dalam kitab-kitab fiqih disebut al-sharf (pertukaran uang, currency
exchange). Definisi al-sharf menurut Abdurrahman al-Maliki adalah pertukaran harta dengan
harta yang berupa emas atau perak, baik dengan sesama jenisnya dengan kuantitas yang sama,
maupun dengan jenis yang berbeda dengan kuantitas yang sama ataupun tidak sama. Karena
mata uang sekarang dianggap sama dengan emas dan perak, maka Rawwas Qalahjie
mendefinisikannya secara umum, yaitu pertukaran uang dengan uang.

Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi dalam bukunya yang berjudul Masail Fiqiyah, Kapita Selecta Hukum
Islam, diperoleh bahwa Forex (Perdagangan Valas) diperbolehkan dalam hukum
Islam.Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang
kebutuhan/komoditi antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini
tentu memerlukan alat bayar yaitu uang yang masing-masing negara mempunyai ketentuan
sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-
negara tersebut sehingga timbul perbandingan nila mata uang antar negara.
Dalam al-Quran surat al-Baqoroh ayat 275:

.......

Dan allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

Jaganlah kalaian menjual emas dengan emas, kecuali sama banyaknya. Janganlah pula
melebihkan sebagaia lainnya. Jaganlah pula menjual perak dengan perak kecuali sama
banyaknya, serta jaganlah kalian melebihkan sebagian atas sebagian lainnya. Dan janganlah
kalian menjualnya dengan cara sebagian ditangguhkan dan sebagia tunai (Hadis Nabi riwayat
Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri)

Dari ayat al-quran dan hadits dapat diambil kesimpulan bahwa hukum jadi jual beli mata uang
asing hukumnya adalah mubah. Dari surat al-Baqorah ayat 275, Allah telah menghalalkan jual
beli tetapi mengharamkan riba. Dan dari hadit ditas juga dapat dipahami atau merupakn dalil
diperbolehkannya al- Sarf, serta larangan untuk penambahan atara satu barang yang sejenis,
karena kelebihan antara barang yang sejenis termasuk dalam riba al-fadil. dan hadits tersebut
juga mengisyratkan bahwa kegiatan jual beli tersebut harus dalam bentuk tunai, agar dapat
menghndari dari riba nasiah.

Hadits di atas walaupun menjelaskan pertukaran emas dengan perak, namun hukumnya berlaku
pula untuk mata uang saat ini. Karena sifat yang ada pada emas dan perak saat itu sebagai mata
uang, juga terdapat pada mata uang pada saat ini (al-naqud). Maka jual beli mata uang asing
hukumnya boleh selama memenuhi syarat-syaratnya, jika tidak maka hukumnya haram.

Menurut Majelis Ulama Indonesia, transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan
ketentuan sebagai berikut:

1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).

2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).

3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan
secara tunai (at-taqabudh).

4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada
saat transaksi dan secara tunai.4
Syarat dan rukun dalam jaul beli valuta asing sama dengan syrat dan rukun jual beli tetapi ada
beberapa hal yang harus dihindari jika akan menimbulkan kerugian baik dari sipenjual maupun
pembeli, lebih jelas lagi akan diterangkan dengan macam-macam valuta asing.

C. Macam-macam transaksi dalam valuta asing

1. Perdagangan Tanpa Proses Penyerahan

Atau disebut dengan (future non delivery trading) seperti margin trading yaitu transaksi jual-beli
valas yang tidak diikuti dengan pergerakan dana dengan menggunakan dana (cash margin)
dalam prosentase tertentu. Misal 10% sebagai jaminan dan yang diperhitungkan sebagai
keuntungan atau kerugian adalah selisih bersih atau margin antara harga beli dan jual suatu jenis
valuta pada saat tertentu dengan harga jual dan beli valuta yang bersangkutan pada akhir masa
transaksi. Contohnya dengan margin 10% untuk transaksi US$ 1 juta, pembeli harus
menyerahkan dana US$100.000. Dalam perbankan Indonesia, margin trading diatur dalam
ketentuan BI dengan minimal cash margin 10%. Dalam sehari dealer maupun bank dapat
melakukan transaksi ini berulang-ulang. Adapun penyelesaian pembayaran dan perhitungan
untung-ruginya dilakukan secara netto saja. Jadi, jual beli valas yang dilakukan bukan untuk
memilikinya, melainkan semata-mata menjadikannya sebagai komoditas untuk spekulasi.

2. Transaksi Futures

yaitu transaksi valas dengan perbedaan nilai antara pembelian dan penjualan future yang
tertuang dalam future contracts secara simultan untuk dikirim dalam waktu yang berbeda.
Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 2013. A akan menjual US$ 1 juta dengan
kurs Rp 9.350 per US$ pada 30 Juni 2013, tidak peduli berapa kurs di pasar saat itu. Di satu sisi
transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, paling tidak berunsur maysir, meskipun disisi
lain para pelaku bisnis pada beberapa kasus menggunakannya sebagai mekanisme hedging
(melindungi nilai transaksi berbasis valas dari risiko gejolak kurs). Ulama kontemporer menolak
transaksi ini karena tidak terpenuhinya rukun jual beli yaitu ada uang ada barang (dalam hal ini
ada rupiah ada dollar). Oleh karena itu, transaksi futures tidak dapat dianggap sebagai transaksi
jual beli, tetapi dapat ditransfer kepada pihak lain. Alasan kedua penolakannya adalah hampir
semua transaksi futures tidak dimaksudkan untuk memilikinya, hanya nettonya saja sebagaimana
transaksi margin trading.

3. transaksi option

Currency Option yaitu perjanjian yang memberikan hak opsi (pilihan) kepada pembeli opsi
untuk merealisasi kontrak jual beli valutaa asing, tidak diikuti dengan pergerakan dana dan
dilakukan pada atau sebelum waktu yang ditentukan dalam kontrak, dengan kurs yang terjadi
pada saat realisasi tersebut. Misalnya, A dan B membuat kontrakpada 1 Januari 2013. A
memberikan hak kepada B untuk membeli dollar AS dengan kurs Rp 9.350 per dolar pada
tanggal atau sebelum 30 Juni 2013, tanpa B berkewajiban membelinya. A mendapat kompensasi
sejumlah uang untuk hak yang diberikannya kepada B tanpa ada kewajiban pada pihak B.
Transaksi ini disebut call option. Sebaliknya, bila A memberikan hak kepada B untuk
menjualnya disebut put option. Ulama kontemporer memandang hal ini sebagi janji untuk
melakukan sesuatu (menjual atau membeli) pada kurs tertentu, dan ini tidak dilarang syariah.
Namun jelas saja transaksi ini bukan transaksi jual beli melainkan sekedar waad (janji). Yang
menjadi persoalan secara fikih adalah adanya sejumlah uang sebagai kompensasi untuk
melakukan janji tersebut atau untuk memiliki khiyar (opsi) jual maupun beli.4

Transaksi option dapat menjadi lebih rumit. Misalnya A dan B membuat kontrak pada 1 Januari
2013. Perjanjiannya A menjual US$ 1 juta dengan kurs Rp 9.350 per dolar kepada B. Transaksi
ini lunas. Pada saat yang sama A juga memberikan hak kepada B untuk menjual kembali US 1
juta pada tanggal atau sebelum 30 juni 2013 dengan kurs Rp 9.500 per dolar. Hal ini akan gugur
dengan sendirinya bila kurs melebihi Rp 9.500 per dolar, itu pun bila syarat berikutnya
terpenuhi.

4. Transaksi Swaps

Currency swap yaitu perjanjian untuk menukar suatu mata uang dengan mata uang lainnya atas
dasar nilai tukar yang disepakati dalam rangka mengantisipasi risiko pergerakan nilai tukar pada
masa mendatang. Singkatnya, transaksi swap merupakan transaksi pembelian dan penjualan
secara bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan dua tanggal penyerahan yang berbeda.
Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan oleh bank yang sama dan biasanya
dengan cara spot terhadap forward Artinya satu bank membeli tunai (spot) sementara mitranya
membeli secara berjangka (forwad) . Salah satu contoh transaksi swaps adalah bila bank A dan
bank B membuat kontrak untuk bertukar deposito rupiah terhadap dolar pada kurs Rp 9.500 per
dolar pada 1 Januari 2013. B menempatkan US$ 1 juta. A menempatkan Rp 9,5 miliar, terlepas
dari kurs pasar saat itu. Ulama kontemporer juga menolak transaksi ini karena kedua trasaksi itu
terkait (adanya semacam taalluq) dan merupakan satu kesatuan sebagaimana difatwakan oleh
Dewan Syariah Nasional-MUI. Sebab, bila yang satu dipisahkan dari yang lain, maka namanya
bukan lagi transaksi swaps dalam pengertian konvensional.

5. praktik oversold

yaitu melakukan penjualan melebihi jumlah yang dimiliki maupun dibeli, karena ulama melarang
penjualan sesuatu yang tidak dimiliki sebagaimana pesan hadits Janganlah engkau menjual
sesuatu yang tidak engkau kuasai/miliki (la tabi ma laisa indaka).
D. Norma-Norma Syariah

Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan norma-norma syariah, antara lain harus
terbebas dari unsur riba, maisir, gharar. Karena itu perdagangan valas harus memperhatikan
batasan sebagai berikut ;

1. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-masing pihak harus
menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan. 2. Motif
pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi barang dan jasa, bukan dalam
rangka spekulasi. 3. Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya
kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang. 4. Transaksi berjangka harus dilakukan
dengan pihak uang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan. 5. Tidak
dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain, tidak dibenarkan jual beli
tanpa hak kepemilikan (bai al-fudhuli).

Dengan memperhatikan beberapa batasan tersebut, terdapat beberapa tingkah laku perdagangan
valas yang harus diperhatikan : 1. Ekonomi syariah menghindari dan melarang perdagangan
tanpa penyerahan (future non delivery trading atau margin trading). 2. Ekonomi syariah
melarang tegas jual beli valas untuk kepentingan spekulasi. 3. Harus dihindari jual beli valas,
baik dalam bentuk spot maupun forward. 4. Ekonomi syariah juga melarang transaksi swap.
Berjanji untuk menukar mata uang asing dengan mata uang setempat pada waktu tertentu dan
dengan harga yang ditetapkan, hukumnya jaiz.

Larangan Spekulasi Valas

Sekali lagi ditegaskan bahwa pertukaran mata uang atau jual beli valas untu kebutuhan sektor
riil, baik transaksi barang maupun jasa, hukumnya boleh (jaiz) menurut hukum Islam. Namun,
bila motifnya untuk spekulasi, sebagaimana yang banyak terjadi saat ini, maka hukumnya haram.

Argumentasi dan dasar pemikiran larangan perdagangan spekulasi valas untuk spekulasi,
dirumuskan dalam bentuk poin di bawah ini :

I. Uang bukan komuditas. Dalam ekonomi Islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas,
namun dalam perdagangan valuta, yang secara jelas, telah dijadikan sebagai komoditas.
Menurut Taqiyuddin An-Nabhani dalam buku An-Nizham al Iqtishadi al-Islami, mengatakan
bahwa uang adalah standar nilai pada barang dan jasa (199-297). Demikian pula Thahir Abdul
Muhsin Sulaiman dalam buku Ilajul Musykilah al-Iqtishadi bil Islam, memandang uang sebagai
medium of exchange.

Pakar ekonomi Islam sepakat, bahwa perdagangan spekulasi valuta telah menimbulkan dampak
buruk bagi perekonomian dunia dan senantiasa mengancam ekonomi banyak negara. Oleh
karena itu praktik spekulasi valas harus dilarang.

Menurut ekonomi Islam, transaksi valas hanya dibenarkan apabila digunakan untuk kebutuhan
sektor riel, seperti membeli barang untuk kebutuhan import, berbelanja atau membayar jada di
luar negeri, sebagaimana yang dibutuhkan para jamaah haji, dan sebagainya.

Perdagangan valas dalam kegiatan spekulasi adalah sebuah transaksi maya (semu), karena
padanya tidak terdapat jual beli sektor riil. Dalam perdagangan valas, yang diperjualbelikan
adalah uang itu sendir, bukan barang atau jasa.

Dalam transaksi maya, tidak ada sektor riil (barang atau jasa) yang diperjualbelikan. Mereka
hanya memperjualbelikan kertas berharga dan mata uang untuk tujuan spekulasi. Selisih dan
tambahan (gain) yang diperoleh dan jual beli itu termasuk kepada riba. Karena gain itu diperoleh
bighairi iwadhin, yakni tanpa ada sektor riil yang dipertukarkan, kecuali mata uang itu sendiri.

Tegasnya, gain (harga beli lebih besar dari harga jual) yang diperoleh dalam perdagangan valas
adalah riba. Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam Al-Quran (QS. 2 : 275-279), pada
hakikatnya, merupakan pelarangan terhadap transaksi maya. Firman Allah, Allah menghalalkan
jual beli (sektor riil), dan mengharamkan riba (transaksi maya).

D. Dampak Spekulasi Perdagangan Valas

a). Perdagangan valas menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara, antara lain
menimbulkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Sehingga menggusarkan para pengusaha dan
masyarakat umum, malah kegiatan jual-beli valas cenderung mendorong jatuhnya nilai uang
rupiah, karena para spekulan sengaja melakukan rekayasa pasar agar nilai mata uang suatu
negara berfluktuasi secara tajam.

Bila nilai rupiah anjlok, maka secara otomatis, rusaklah ekonomi Indonesia yang ditandai dengan
naiknya harga barang-barang atau terjadinya inflasi secara tajam. Sedangkan inflasi adalah
realitas ekonomi yang tidak diinginkan ekonomi Islam.

Akibat lain adalah goncang dan ambruknya perusahaan yang tergantung pada bahan impor yang
pada gilirannya mengakibatkan kesulitan operasional dan sering menimbulkan PHK di mana-
mana. Demikian pula, suku bunga perbankan menjadi tinggi, APBN harus direvisi karena
disesuaikan dengan dollar. Defisit APBN pun semakin membengkak secata tajam.
Demikianlah keburukan jatuhnya nilai mata uang rupiah yang dipicu oleh permainan spekulasi
valas. Berdasarkan dampak negatif itu, perdagangan valas untuk kepentingan spekulasi, amat
dilarang dalam Islam.

b). Dampak lain transaksi maya dalam perekonomian ialah terjadinya ketidakseimbangan arus
moneter dengan arus finansial. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa
tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara.

Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar, bukanlah variabel yang dapat ditentukan
begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang
beredar ditentukan di dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yaitu ditentukan oleh
banyaknya permintaan uang di sektor riel. Atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar
sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian.

Dalam ekonomi Islam, sektor finansial dan sektor riel. Inilah perbedaan konsep ekonomi Islam
dengan ekonomi konvensional, jelas memisahkan antara sektor finansial dan sektor riel.

Akibat pemisahan itu, ekonomi dunia rawan krisis, khususnya negara-negara berkembang
(terparah Indonesia). Sebab, pelaku ekonomi tidak lagi menggunakan uang untuk kepentingan
sektor riil, tetapi untuk kepentingan spekulasi mata uang.

Spekulasi inilah yang dapat menggoncang ekonomi berbagai negara, khususnya negara yang
kondisi politiknya tidak stabil. Akibat spekulasi itu, jumlah uang yang beredar sangat tidak
seimbang dengan jumlah barang di sektor riil.

Bagi spekulan, tidak penting apakah nilai menguat atau melemah. Bagi mereka yang penting
adalah mata uang selalu berfluktuasi. Tidak jarang mereka melakukan rekayasa untuk
menciptakan fluktuasi bila ada momen yang tepat, biasanya satu peristiwa politik yang
minimbulkan ketidakpastian.

Menjelang momentum tersebut, secara perlahan-lahan mereka membeli rupiah, sehingga


permintaan akan rupiah meningkat. Ini akan mendorong nilai rupiah menguat. Penguatan rupiah
secara semu ini, akan menjadi makanan empuk para spekulan.

Bila momentumnya muncul dan ketidakpastian mulai merebak, mereka akan melepaskan rupiah
sekaligus dalam jumlah besar. Pasar akan kebanjiran rupiah dan tentunya nilai rupiah akan
anjlok. Para spekulan meraup keuntungan dari selisih harga harga beli dan harga jual. Makin
besar selisihnya, makin menarik bagi para spekulan untuk bermain.

Anda mungkin juga menyukai