Anda di halaman 1dari 6

UTS PAI

IRMA FITRIANI
PRODI BIMBINGAN KONSELING SEMESTER 3
Akad Murabahah Bank Syariah
1. Simulasi Akad murabahah
Ket : Pihak 1 : Nasabah
Pihak 2 : Bank Syariah
Pihak 3 : Deller
- Nasabah/ pihak satu datang kepada bank Syariah
Pihak 1 : Assalamu’alaikum
Pihak 2 : Wa’alaikumsallam, ada yang dapat saya bantu ?
(pihak bank menawarkan bantuan)
Pihak 1 : Saya mau membeli motor, dengan jenis Mio GT. Bagaimana yah ?
(nasabah menjelaskan tujuan kedatangannya)
Pihak 2 : Jadi Mba ingin membeli motor lewat bank Syariah?
(Pihak Bank memastikan)
Pihak 1 : Iya Mba.
Pihak 2 : Baik , jadi seperti ini di bank Syariah ada produk yang dinamakan akad Murabahah/akad
penjualan, yang dimana ada syarat dan rukun yang harus Mba ketahui, Saya jelaskan dulu ya, yang
pertama harus ada pembeli dan penjual yang sudah baligh dan berakal sehat, kemudian transaksi atas
kemauan sendiri tanpa ada paksaan, Mba tidak dipaksakan ? , dan yang ketiga adanya objek akad,
disini mba objek akadnya motor Mio GT ya, yang ke empat adanya barang/objek yang akan di jual,
selanjutnya ada kesepakatan harga barang dengan harga jual yang disepakati bersama, dimana kami
akan memberitahukan harga pokok motor ini kepada mba dan besaran margin yang akan kami
dapatkan. Dan yang terakhir kita melakukan ijab kobul. Disini di Bank Syariah mempunyai formulir
untuk Mba isi untuk memudahkan kita saling berkomunikasi Kembali. Dan disini juga ada surat
persetujuan untuk melakukan transaksi ini.
(Pihak bank menjelaskan tentang bagaimana dan syarat pembelian barang melalui bank
Syariah, dan memberikan formulir untuk diisi nasabah).
Pihak 1 : baik mba (nasabah mengisi formular dan mengisi berapa dp yang akan dibayar)
Pihak 2 : baik Dp yang ingin mba berikan sebesar Rp. 5000.000 betul ? jika begitu Mba dapat
menstranfernya melalui rekening ini. Jika barangnya sudah ada, saya akan Kembali menghubungi
Mba(pihak bank memberikan no req).

Pihak 2 menuju Deler :


Pihak 2 : Assalamu’alaikum , Bapak saya dari Bank Syariah ingin membelikan motor Mio Gt untuk
nasabah Saya (pihak bank menjelaskan kedatangannya kepada deller)
Pihak 3 : boleh , ini motornya dapat dipilih warnanya.
Pihak 2 : Berapa untuk harganya mas.
Pihak 3 : Untuk motor Gt harganya Rp.15.000.000.
Pihak 2 : Baik mas saya ambil motor ini dengan harga Rp.15.000.000
(Kemudian pihak bank mendatangani transaksi jual belinya dengan deller, dan berjabat
tangan).
Pihak Bank Kembali menhubungi Nasabah.
Lewat telfon
Pihak 2 : Hallo Assalamu’alaikum benar ini dengan Mba Andin yang kemarin memesan motor Mio
Gt?, Mba saya dari bank Syariah, ining memberi tahu bahwa motornya sudah ada. Apakah Mba
dapat ke kantor sekarang ?

Nasabah Kembali ke bank Syariah


Pihak 1 : bagaiman Mba?
Pihak 2 : Ini dengan Mba Andin yang kemarin memesan motor yah ?
Pihak 1 : Benar Mba.
Pihak : Baik, jadi begini Mb, kemarin saya sudah ke Deller motor, kemudian untuk harga motornya
sendiri seharga Rp.15.000.000, nah kemarinkan sudah Mba DP sebesar Rp. 5.000.000, jadi
pembayarannya sebesar Rp.11.000.000 untuk 10x bayar, untuk sepeda motornya akan kami antarkan
ke rumah , dan ini untuk kwitansinya dapat ditanda tangani. ( pihak Bank memberikan
pembiayaan kepada pihak nasabah ).
Pihak 1 : Baik Mba.
Pihak 2 : Baik ini sudah ditanda tangani, dan sudah disepakati antara Mba dan pihak Bank Syariah.
Terimakasih atas kepercayaannya kepada kami Mba (Pihak Bank menjabat tangan sebagai bentuk
kesepakatan).

2. Penjelasan.
a. Pengertian akad Murabahah.
Akad Murabahah adalah akad jual-beli antara bank dan nasabah. Bank akan melakukan
pembelian atau pemesanan barang sesuai permintaan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah
sebesar harga beli ditambah keuntungan Bank yang disepakati.

b. Landasan Syar’I (Al qur’an Dan Hadist)


Landasan hukum pada transaksi murabahah berasal dari Q.S. Al-Baqarah[2] : 275 dan Q.S. An-
Nisa[4] : 29 .

Q.S. Al-Baqarah[2] : 275

ۗ ‫وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬


‫وا فَ َم ْن‬ ۗ ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ ال ِّر ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْال َم‬
ۘ ‫سِّ ٰذلِكَ بِاَنَّهُ ْم قَالُ ْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّر ٰب‬
ٰۤ ‫هّٰللا‬ ۗ َ‫َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنتَ ٰهى فَلَهٗ َما َسل‬
َ‫ار ۚ هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬ ِ َّ‫فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى ِ ۗ َو َم ْن عَا َد فَاُول ِٕىكَ اَصْ ٰحبُ الن‬

275. Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli
sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Q.S. An-Nisa[4] : 29 .

‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ ِب ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ ‫ْأ‬ ٰ ٓ
ٍ ‫ٰياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا اَل تَ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم َب ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن ت ََر‬
29. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka
sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.

ٍ ‫ ِإنِّ َما ا ْلبَ ْي ُع عَنْ ت ََرا‬:‫سلَّ َم قَا َل‬


‫ (رواه البيهقي وابن ماجه‬،‫ض‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو‬ ُ ‫ي رضي هللا عنه َأنَّ َر‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬ َ ‫عَنْ َأبِ ْي‬
ْ ‫س ِع ْي ٍد ا ْل ُخ ْد ِر‬
‫وصححه ابن حبان‬

Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus
dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

ِ f‫ت الَ لِ ْلبَ ْي‬


‫ع (رواه‬f ِ ‫ ِع ْي ِر لِ ْلبَ ْي‬f‫الش‬ ِّ fُ‫طُ ا ْلب‬f‫ َو َخ ْل‬،ُ‫ة‬f‫ض‬
َّ ِ‫ر ب‬f َ َ‫ َوا ْل ُمق‬،‫ ٍل‬f‫ اَ ْلبَ ْي ُع ِإلَى َأ َج‬:ُ‫ث فِ ْي ِهنَّ ا ْلبَ َر َكة‬
َ ‫ار‬ ٌ َ‫ ثَال‬:‫سلَّ َم قَا َل‬ َ ‫َأنَّ النَّبِ َّي‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو‬
‫ابن ماجه عن صهيب‬

Nabi bersabda : ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan
untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

c. Putusan Fatwa DSN/MUI

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 04/Dsn-Mui/Iv/2000 Tentang Murabahah :

Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:


1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang
bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah
Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan
akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus
dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu
barang atau aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan
pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji
yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut
mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak
jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut,
biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus
ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa
kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari
uang muka, maka
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut,
ia tinggal membayar sisa harga.
b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank
akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius
dengan pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang
dapat dipegang.
Keempat : Utang dalam Murabahah:
1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut.
Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan
keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk
menyelesaikan utangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah
tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal.
Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau
meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian utangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan
utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi
sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

Anda mungkin juga menyukai