Anda di halaman 1dari 24

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP CUCI

TANGAN PAKAI SABUN PADA PESERTA DIDIK DI SD NEGERI


POWALUTAN KECAMATAN RANOYAPO
KABUPATEN MINAHASA SELATAN

PROPOSAL

OLEH

ESTERLITA TUMANDUK
15111101019

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perilaku hidup bersih dan sehat adalah tindakan yang harus dilakukan oleh seluruh
masyarakat sebagai upaya untuk mencegah penyakit. Salah satu indikator yang
ada dalam perilaku tersebut yaitu cuci tangan pakai sabun, yang merupakan
intervensi kesehatan yang mudah untuk dilakukan. Mencuci tangan adalah
tindakan yang dilakukan untuk membersihkan tangan dan juga jari jemari
menggunakan air dan sabun atau cairan lain yang bertujuan untuk membuat
tangan menajadi bersih, dengan demikian tangan yang menjadi agen pembawah
kuman dan patogen penyakit tidak dapat menginfeksi manusia (Priyoto, 2015).
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi seseorang untuk berperilaku
sehat yaitu faktor internal yang berupa pengetahuan yang dimilikinya, persepsi
yang terbentuk, emosi serta motifasi dan lain sebagainya yang berfungsi dalam
mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan untuk faktor eksternal yaitu faktor
yang berasal dari luar diri individu yang berupa lingkungan sekitarnya baik fisik
atau non fisik. Perilaku sendiri ditentukan dan terbentuk karena 3 faktor yaitu
faktor predisposisi , faktor pemungkin dalam seseorang untuk bertindak yang
dapat berupa fasilitas yang membantu individu untuk mewujudkan apa yang
diketahuinya dan yang terakhir adalah faktor penguat yaitu faktor yang dapat
menjadi penguat seseorang untuk bertindak yaitu seseorang atau peraturan yang
dapat memengaruhi individu ini untuk bertindak (Notoatmodjo, 2018).
Pegetahuan dan sikap adalah faktor predisposisi yang dapat mendorong
seseorang untuk bertindak. Pengetahuan adalah suatu hal yang diketahui oleh
individu yang diperolehnya dari sebuah pendinderaan kemudian diolahnya
menjadi sebuah informasi yang dapat membantu dalam mengambil keputusan
dalam tindakanya. Sedangkan sikap adalah respon seseorang yang dipengaruhi
oleh pendapat dan emosi yang bersangkutan hal tersebut sebagai reaksi emosional
terhadap stimulus yang diterimanya (Notoatmodjo,2012).
Cuci tangan sangat berguna untuk membunuh kuman penyakit yang ada
ditangan. Tangan yang bersih akan mencegah penularan penyakit seperti Diare,
kolera disentri, typus, kecacingan, penyakit kulit, indeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) flu burung, atau Severe Acute Respiratory Sindrom (SARS). Dengan
mencuci tangan, maka tangan akan menjadi bersih dan bebas dari kuman.

Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati, Wisudawati dan Romadhon tahun


2021 menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap
terhadap tindakan cuci tangan pakai sabun pada pasien yang berobat di puskemas
di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir pada bulan juni sampai agustus
(Ernawati, 2021). Penelitian lainnya yang dilkukan oleh Dalending, Engkeng dan
Rahman tahun 2020 pada peserta didik di SD Inpres Likupang Satu didapati hasil
bahwa pengetahuan peserta didik memiliki pengaruh terhadap sikap dalam
mencuci tangan pakai sabun pada peserta didik (Dalending, 2020).
Berdasarkan data riskesdas tahun 2018 proporsi perilaku cuci tangan dengan
benar pada penduduk umur ≥ 10 tahun menurut provinsi diketahui bahwa provinsi
Sulawesi utara proporsinya sebesar 49,8%, sedangkan untuk provinsi tertinggi
yaitu Bali sebesar 67,4% dan terendah pada provinsi Nusa Tenggara Timur
sebesar 20,4%. Salah satu penyakit yang dapat terjadi ketika tidak mencuci tangan
yaitu diare, prevalensi diare tahun 2018 di Sulawesi Utara sebesar 8% dengan
cakupan pelayanan (Kemenkes, 2019).
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terdapat fasilitas cuci tangan,
juga terdapat washtafel tetapi air tidak mengalir dengan baik. Hasil observasi
lainnya yaitu bahwa anak-anak terkadang tidak mencuci tangan sebelum makan
ketika mereka selesai bermain. Situasi tersebut membuat peneliti hendak
melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara pengetahuan dan sikap
terhadap cuci tangan pakai sabun di SD Negeri Powalutan Kecamatan Ranoyapo
Kabupaten Minahasa Selatan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antara
pengetahuan dan sikap terhadap cuci tangan pakai sabun pada peserta didik di SD
Negeri Powalutan Kecamatan Ranoyapo Kabupaten Minahasa Selatan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara


pengetahuan dan sikap terhadap cuci tangan pakai sabun pada peserta didik di SD
Negeri Powalutan Kecamatan Ranoyapo Kabupaten Minahasa Selatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan cuci tangan pakai


sabun pada peserta didik di SD Negeri Powalutan Kecamatan Ranoyapo
Kabupaten Minahasa Selatan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan cuci tangan pakai sabun
pada peserta didik di SD Negeri Powalutan Kecamatan Ranoyapo.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan
menjadi bahan informasi dan pembanding bagi penelitian-penelitian
berikutnya.
2. Manfaat Institusi
Menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi terkait dalam
menentukan arah kebijakan kesehatan untuk meningkatkan perilaku cuci
tangan pakai sabun pada peserta didik.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menduduki bangku kuliah
serta menambah wawasan mengenai perilaku dalam mencuci tangan pakai
sabun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cuci Tangan Pakai Sabun


Cuci tangan pakai sabun adalah salah satu perilaku sehat yang dilakukan untuk
mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare, kecacingan, flu burung,
influenza, infeksi saluran pernapasan atas, dan penyakit menular lainnya. Perilaku
ini sering diberikan sebagai ntervensi kesehatan yang mudah untuk dilakukan
termasuk anak usia sekolah. Membiasakan cuci tangan pakai sabun akan
mengajarkan anak-anak dan seluruh keluarga hidup sehat sejak dini, dan pola
hidup bersih dan sehat tertanam kuat pada setiap anggota keluarga termasuk anak
anak (Maryunani, 2013; Proverawati dan Rahmawati, 2016)
Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran atau binatang, atau cairan
tubuh lain, dapat memindahkan bakteri, virus dan parasite melalui
makanan/minuman yang telah terkontaminasi dapat juga terjadi jika menyentuh
langsung area wajah sehingga secara tidak sadar dapat menularkan penyakit pada
diri sendiri maupun orang lain. Mencuci tangan dengan air saja terbukti tidak
efektif dalam menjaga kesehatan, maka dari itu perlu dilakukan cuci tangan
dengan menggunakan sabun karena terbukti efektif untuk membunuh atau
melepaskan kotoran yang menepel ditangan yang digosok dengan sabun. Efek lain
dalam mencuci tangan menggunakan sabun yaitu tangan menjadi harum setelah
dicuci dan membuat tindakan ini lebih menarik untuk dilakukan (Kemenkes RI,
2013).
Cuci tangan sangat berguna untuk membunuh kuman penyakit yang ada
ditangan. Tangan yang bersih akan mencegah penularan penyakit seperti Diare,
kolera disentri, typus, kecacingan, penyakit kulit, indeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) flu burung, atau Severe Acute Respiratory Sindrom (SARS). Dengan
mencuci tangan, maka tangan akan menjadi bersih dan bebas dari kuman. Waktu
yang tepat untuk mencuci tangan yaitu (Proverawati dan Rahmawati, 2016):
1. Setiap kali tangan kotor (Setelah memegang uang, memegang binatang,
berkebun, dll)
2. Setelah buang air besar
3. Setelah mencebok bayi atau anak
4. Sebelum makan dan menyuapi anak
5. Sebelum memegang makanan
6. Sebelum menyusui bayi
7. Sebelum menyuapi anak
8. Setelah bersin, batuk. Membuang ingus, setelah pulang dari berpergian
9. Sehabis bermain/memberi makan/ memegang hewan peliharaan.

Cara yang tepat untuk mencuci tangan adalah (Proverawati dan Rahmawati,
2016:

1. Cuci tangan dengan air mengalir dan gunakan sabun. Tidak perlu harus
khusus sabun anti bakteri, namun lebih disarankan sabun yang berbentuk
cairan
2. Gosok tangan setidaknya selama 15 – 20 detik.
3. Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan, sela – sela jari
dan kuku.
4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.
5. Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lainnya.
6. Gunakan tisu / handuk sebagai penghalang ketika mematikan keran air

2.2 Perilaku
Menurut Notoatmodjo, (2012) perilaku seseorang adalah bagaimana seseorang itu
berinteraksi atau merespons stimulus atau rangsangan dari orang lain dan juga
dapat memberikan respon balik tehadap sesuatu atau seseorang. Perilaku juga
bagaimana sikap seseorang untuk memberikan respons balik terhadap seseorang
yang lain dan menjadi suatu alasan bagaimana seorang tersebut dapat merespons
dengan baik atau tidak, tergantung pada faktor apa saja dari orang yang
bersangkutan atau orang yang memberikan respons atau stimulus kepada
penerima tersebut. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus
yang berbeda disebut determinan perilaku. Kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku (Behavior Causes) dan faktor
diluar perilaku ( Non- Behavior Causes ). Kemudian Perilaku Manusia itu sendiri
ditentukan dibentuk dari tiga faktor yaitu:
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
Kemudian ini adalah definisi dari faktor pengetahuan, sikap dan
tindakan serta alasan psikologis yang dapat memengaruhi perilaku
mencuci tangan
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana
prasaana kesehatan. Fakto pendukung ini dapat berupa tersedianya
tempat untuk cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan dapat berfungsi
dengan baik sehingga membantu anak untuk melakukan cuci tangan.
(Notoatmodjo, 2014)
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam
sikap dan perilaku dari orang yang dapat menjadi contoh bagi anak
untuk melakukan tindakan yang baik. Hal ini perlu karena sebagai
acuan untuk memperkuat seseorang melakukan tindakan tersebut.

Perilaku merupakan hasil belajar dari objek di sekitarnya yang dapat berubah
menurut tingkat perkembangan dan kemampuan seseorang dalam mempelajari,
memahami dan mengadopsi informasi yang diperoleh dari objek. Pada tingkat
perkembangan anak sekolah meliputi perkembangan kognitif dan bahasa.
Perkembangan kognitif bermanfaat untuk kemjaga keseimbangan hubungan antar
manusia dan lingkungan di sekitarnya, termasuk untuk mengadopsi suatu
informasi khususnya kesehatan. Untuk pekermbangan bahasa bermanfaat untuk
melakukan komunikasi sehingga dapat mempermudah interaksi dengan orang
disekitarnya. Salah satu karakteristik dari perilaku anak yaitu meniru atau
mengadopsi perilaku yang dilihatnya, sehingga apabila seorang anak melihat atau
terpapar informasi yang positif lebih banyak baik lisan atau contoh dari orang lain
maka akan merangsang rasa ingin tahu dan mencoba untuk melakukan informasi
yang diperolehnya itu. (Agustin, 2019)
Faktor yang dapat memengaruhi perilaku kesehatan anak sekolah yaitu :
1. Sumber Informasi (Kesehatan)
Sumber informasi akan membantu dalam perubahan perilaku kesehatan
dengan memberikan informasi yang benar. Guru dan petugas kesehatan
adalah sumber informasi kesehatan bagi anak sekolah dan masyarakat
sekolah.
2. Metode dan media dalam penyampaian informasi
Metode dan media yang dipilih harus dapat sesuai dengan karakteristik
sasaran karena perkembangan anak berbeda-beda menurut kelompok
usianya. Karena tahap perkembangan anak sekolah adalah tahap
perkembangan oprasional konkrit, maka informasi yang akan diberikan
harus menarik dengan menggunakan alat bantu promosi kesehatan
sehingga mudah untuk diingat dan dipahami.
3. Perilaku kesehatan dalam masyarakat sekolah
Kebiasaan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan oleh
msyarakat sekolah yaitu semua orang yang berinteraksi dalam lingkungan
sekolah dapat membantu merubah perilaku dan meningkatkan perilaku
kesehatan.
4. Budaya di rumah dan di sekolah
Perilaku kesehatan harus dilakukan di semua lingkungan anak sekolah
yang berbeda untuk membantu dalam pembentukan perilaku yang positif.

2.2.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seeorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan
seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Faktor-faktor yang memengaruhi
pengetahuan seseorang adalah faktor internal dari dalam diri sendiri, misalnya
intelegensia, minat kondisi sarana. Faktor eksternal yakni faktor dari luar diri,
misalnya keluarga, masyarakat. Dan faktor pendekatan belajar yaitu faktor upaya
belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran (Achmadi, 2014).
Pengetahuan merupakan modal dasar bagi seseorang untuk berperilaku.
Pengetahuan yang baik atau pengetahuan yang cukup akan mudah memotivasi
seseorang untuk berperilaku baik. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah seseorang melakukan sesuatu terhadap suatu objek. Tanpa
pengetahuan seseorang tidak mempunyai suatu keberanian untuk dapat
mengambil suatu keputusan dan dapat menentukan tindakan terhadap suatu
masalah yang akan dihadapi (Purwoastuti dan Waliani, 2015).
Pengetahuan merupakan suatu hasil yang didapatkan seseorang setelah
melakukan suatu pandangan atau penglihatan dan pendengaran terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan seseorang dapat membentuk tindakan yang baik atau
tindakan yang didasarkan pengalaman seseorang, dimana pengetahuan seseorang
dapat berdampak baik untuk perilaku seseorang atau juga dapat berdampak tidak
baik. (Induniasih dan Ratna, 2017). Pengetahuan umumnya datang dari setiap
pengalaman seseorang. Seseorang juga dapat memperoleh pengetahuan tersebut
melalui informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, atau surat kabar
dimana kita juga dapat melihat atau mengetahaui apakah pengetahuan yang kita
dapatkan adalah benar atau tidak benar (Irianto, 2014).
Menurut Notoatmodjo, (2014) pengetahuan adalah suatu hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek atau
sasaran tertentu. Pengetahuan secara garis besar dibagi menjadi enam tingkatan
yaitu:

1. Tahu (know) yaitu seseorang dapat mengingat sesuatu atau informasi yang
pernah diperolehnya atau yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Memahami (comprehension) yang berarti individu memiliki kemampuan
untuk dapat menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
3. Aplikasi (application) yang diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan atau mempergunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi
atau situasi yang sebenarnya.
4. Analisis (analysis) suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi
dan masih dikaitkan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.2.2 Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stumulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus (Notoatmodjo,2012)
Newecomb salah sesorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yakni:
a. keyakinan atau kepercayaan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek.
b. kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian (termuat di dalamnya faktor emosi) orang tersebut
terhadap objek.
c. kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
merupakan komponen yang mendahului tindakan, sikap adalah ancang-
ancang untuk bertindak (Notoatmodjo, 2013).
Ketiga komponen tersebut secara bersamaan membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan,
keyakinan, pikiran, dan emosi memegang peranan penting. Contoh: seorang
ibu mendengar (tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara
pencegahannya, cara penularannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan
mengantar ibu dalam berpikir dan berusaha agar keluarganya, terlebih khusus
anaknya tidak mendapatkan penyakit demam berdarah. Dalam berpikir ini
komponen keyakinan dan emosi ikut berkerja sehingga ibu tersebut berniat
(kecenderungan bertindak) untuk melakukan pencegahan 3 M agar anaknya
tidak mengalami demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap khusus (berniat
melakukan 3 M) terhadap objek khusus yakni penyakit demam berdarah
(Notoatmodjo, 2013).
Sikap juga memiliki tingkatan berdasarkan intensitasnya, antara lain:
Notoatmodjo (2018)
1. Menerima. Berarti individu tersebut sudah mau untuk menerima stimulus
yang diberikan.
2. Menanggapi. Subjek dapat memberikan tanggapan pada pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan.
3. Mengharagi. Adanya nilai yang positif yang diberikan terhadap stimulus,
dengan membahasnya dan menarik orang lain untuk memberikan respon.
4. Bertanggung jawab. Seseorang telah berani untuk mengambil risiko
terhadap sikap yang diyakininya. Dia berani mengambil risiko bila ada
orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.

Sikap dan penilaian seseorang terhadap kesehatan untuk terbentuk menjadi


perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan yang masuk kedalam diri orang tersebut.
Keterkaitan nilai dan sikap yang dipahami akan mendorong seseorang jika ada
ketidaklarasan antara pengetahuan dan perilaku. Apabila sikap dan perilaku
konsisten kearah melakukan tindakan maka proses penguatan perlu dilakukan agar
perilaku tersebut dapat bertahan. Jika sikap positif dan perilaku tidak, maka proses
induksi perlu dikerjakan untuk meminimalkan atau menghilangkan faktor
sosiekonomi, waktu dan tempat. Apabila perilaku dilakukan dan sikap negative,
maka tindakan yang dilakukan adalah rasionalisasi. Terakhir adalah jika tidak
adanya sikap dan perilaku maka perlu dilakukan proses konfrontasi seperti
mengingatkan risiko yang akan terjadi terhadap kesehatan. Hal ini menunjukkan
bahwa perilaku dapat di motivasi oleh faktor internal dan ekternal yang juga
dipengaruhi oleh komponen intelektual dan emosional (Emilia dkk. 2019)

2.2.3 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
dan faktor dukungan praktik ini mempunyai beberapa tingkatan yakni (Achmadi,
2014) :
1. Persepsi. Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkatan pertama.
2. Respons terpimpin. Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik
tingkat kedua.
3. Mekanisme. Apabila sesorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi. Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Terwujud terbentuknya tindakan harus ada dukungan dari faktor lain yakni
adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan dapat dibedakan
menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, antara lain pertama praktik terpimpin
(guided response) yaikni apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu
tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Kedua praktik
secara mekanisme (mechanism) yaitu apabila subjek atau seseorang telah
melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut prakti
atau tindakan mekanis. Ketiga adopsi (adoption) adalah suatu tindakan atau
praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekedat
rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan
atau perilaku yang berkualitas (Notoatmodjo, 2013)

2.3 Peserta Didik


Definisi peserta didik adalah setiap perserta didik yang berusaha
mengembangkan potensi pada jalur pendidikan baik formal maupun non formal
menurut jenjang dan jenisnya. Peserta didik memiliki potensi yang berbeda.
Perbedaan peserta didik terletak dalam pola pikir, daya imajinasi, pengandaian
dan hasil karyanya. Peserta didik juga memiliki kebutuhan yang perlu adanya
pemenuhan dari pendidik serperti kebutuhan intelektual, sosial, fisik,
emosional/psikologis, moral dan homodivinous (Agustina, 2018).

Setiap individu dikatakan sebagai peserta didik apabila ia telah memasuki


usia sekolah. Usia 4 sampai 6 tahun, di taman kanank-kanan. Usia 6 atau 7 tahun
di sekolah dasar. Usia 13-16 tahun di SMP dan usia 16-19 tahun di SLTA. Jadi
peserta didik adalah individu yang tergolong dan tercatat sebagai siswa didalam
satuan pendidikan (Honggowwiyono, 2015)

Perilaku peserta didik dapat dibentuk, diubah dan dipelajari. Pembentukan


perilaku manusia merupakan akibat kebutuhan dalam diri manusia. Kebutuhan
manusia dimulai dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, harga diri, sosial dan
aktualisasi diri, yang apabila tidak terpenuhi akan mengakibatkan ketegangan,
frustasi dan bila terpenuhi makan akan mendtangkan kebahagian. Menurut teori
belajar, pembentukan perilaku bisa merupakan hasil interaksi antar seseorang
dengan lingkunganya. Ditinjau dari teori sikap, pembentukan perilaku manusia
akibat : faktor predisposisi (pencetus) seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan,,
keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya; Faktor pendukung seperti lingkungan fisik
dan fasilitas; faktor pendorong yang berhubungan dengan referensi sikap dan
perilaku secara umum (Aisyah, 2015)

2.4 Kerangka Teori

Faktor Predisposisi

 Pengetahuan
 Sikap

Faktor Pemungkin

 Ketersediaan sarana
dan prasarana Cuci Tangan
 Pendidikan kesehatan Pakai Sabun
di sekolah

Faktor Penguat

 Orang tua
 Teman sebaya
 Peran guru di sekolah
2.5 Kerangka Konsep

Pengetahuan

Cuci Tangan
Pakai Sabun

Sikap

2.6 Hipotesis
H0 = Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap terhadap cuci tangan
pakai sabun pada peserta didik di SD Negeri Powalutan Kecamatan
Ranoyapo Kabupaten Minahasa Selatan.

Ha = Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan dengan sikap terhadap


cuci tangan pakai sabun pada peserta didik di SD Negeri Powalutan
Kecamatan Ranoyapo Kabupaten Minahasa Selatan
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Dan Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan penelitian studi potong
lintang (cross sectional study) untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan
dan sikap terhadap cuci tangan pakai sabun pada peserta didik di SD Negeri
Powalutan Kecamatan Ranoyapo Kabupaten Minahasa Selatan.

3.2. Tempat Dan Waktu


3.2.1 Tempat Penelitian
SD Negeri Powalutan Kecamatan Ranoyapo Kabupaten Minahasa Selatan.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan Oktober - November 2021
3.3. Populasi Dan Sampel
Populasi yang juga menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu seluruh peserta
didik kelas 4, 5 dan 6 di SD Negeri Powalutan Kecamatan Ranoyapo
Kabupaten Minahasa Selatan. Cara pengambilan sampel dengan teknik total
sampling dan jumlah sampel yang akan diambil yaitu kelas 4 sebanyak 13
peserta didik, kelas 5 sebanyak 19 peserta didik, dan kelas 6 sebanyak 19
peserta didik.
3.4. Variabel Penelitian
Variabel Bebas : Pengetahuan dan Sikap
Variabel Terikat : Tindakan
3.5 Definisi Operasional
1. Pengetahuan : informasi yang diketahui oleh peserta didik tentang cuci
tangan pakai sabun
Alat Ukur : Kuesioner dengan indikator pengetian cuci tangan,
penyakit yang dapat dicegah dengan cuci tangan dan waktu yang tepat untuk
cuci tangan
Cara ukur : Menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang diberikan
dengan jawaban yang tepat diberi nilai 1 dan tidak tepat diberi nilai 0.
Kriteria Objektif : 1. Baik jika hasil ≥ 80%jawaban benar
2. kurang baik jika hasil < 80% jawaban benar
Skala Ukur : Nominal

2. Sikap : Pendapat peserta didik mengenai cuci tangan pakai sabun


Alat Ukur : Kuesioner dengan indikator pendapat peserta didik
terhadap manfaat mencuci tangan dan waktu yang untuk melakukan cuci
tangan yang tepat
Cara ukur : Menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang diberikan dengan
pernyataan positif diberi nilai sangat setuju = 5 ; setuju = 4 ; ragu-ragu = 3 ;
kurang setuju = 2 ; tidak setuju = 1. Untuk pernyataan negatif sangat setuju =
1 ; setuju = 2 ; ragu-ragu = 3 ; kurang setuju = 4 ; tidak setuju = 5.
Kriteria Objektif : 1. Baik jika hasil ≥ 80%jawaban tepat
2. Kurang baik jika hasil < 80% jawaban tepat
Skala Ukur : Nominal

3. Tindakan Cuci Tangan


Alat Ukur : Kuesioner dengan indikator pengetian cuci tangan,
penyakit yang dapat dicegah dengan cuci tangan dan waktu yang tepat untuk
cuci tangan
Cara ukur : Menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang diberikan dengan
pernyataan positif diberi nilai sering = 3 ; jarang = 2 ; tidak pernah = 1.
Kriteria Objektif : 1. Baik jika hasil ≥ 80%melakukan tindakan
2. Kurang baik jika jawaban < 80% melakukan tindakan
Skala Ukur : Nominal

3.5. Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner penelitian yang
telah dimodifikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Meti Rumalah Dewi
dan Pungki Yudy Andika Dewi, alat tulis menulis, alat potret dan komputer
untuk analisis data
3.6. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh lagsung dari responden atau data
yang terjadi dilapangan yang diperoleh penulis seperti pengisian kuesioner.
2. Data Sekunder
Berdasarkan data yang di diperoleh dari SD Negeri Negeri Powalutan
Kecamatan Ranoyapo Kabupaten Minahasa Selatan.

3.7. Tahapan Penelitian


1. Tahap persiapan

a. Merumuskan masalah penelitian dan penentuan lokasi penelitian.


b. Observasi dan pengambilan data awal sebagai data dasar penelitian
c. Menyiapkan instrument penelitian yang akan digunakan berupa kuisoner,
alat tulis menulis, dan lembar kesediaan menjadi responden.
d. Berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk izin penelitian

2. Tahap pelaksanaan

a. Pengambilan data pada jumlah sampel yang telah ditentukan


b. Peneliti memberikan penjelasan maksud dan tujuan dilakukannya
penelitian ini.
c. Meminta responden yang bersedia menjadi subjek penelitian untuk
mengisi lembar kuisoner yang ada.
d. Pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan arahan pihak sekolah

3. Tahap penyelesaian

Memeriksa kembali kelengkapan data yang ada dan jawaban responden.


Data tersebut diolah, dianalisis, kemudian diinterpretasikan dalam laporan
penelitian dengan tata Bahasa yang tepat, jelas, sederhana sesuai dengan aturan
yang ditetapkan.
3.8. Analisis Data
Analisis data dilakukan yakni analisis univariat untuk mengetahui dan
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel meliputi jenis kelamin, umur, kelas,
pengetahuan, sikap, terhadap cuci tangan pakai sabun. Analisis yang kedua
yakni analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui
hubungan antara pengetahuan dengan sikap terhadap cuci tangan pakai sabun.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin R A. 2019. Perilaku Kesehatan Anak Sekolah (Perilaku Kesehatan,


Prevalensi Penyakit dan Upaya Peningkatan Status Kesehatan Anak Sekolah.
Pustaka Abadi. Jember

Agustina, N. 2018. Perkembangan peserta didik-Ed 1, Cet. 1. CV Budi Utama.


Yogyakarta.

Aisyah, S. 2015. Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar. CV Budi


Utama. Malang.

Dalending I C., Engkeng S., Rahman A. 2020. Hubungan Pengetahuan Dengan


Sikap Cuci Tangan Pakai Sabun Pada Peserta Didik Di SD Inpres Likupang
Satu Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Kesmas. Volume 9 No 6 Oktober
2020.
Dewi M R. 2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Cuci
Tangan Pakai Sabun (CTPS) Pada Siswa Di Sekolah Dasar Negeri 05
Palembang Tahun 2019. STIK Bina Husada Palembang. Naskah Publikasi.
Dewi P A Y. 2017. Pengaruh Pelatihan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Terhadap Perilaku Mencuci Tangan Pada Anak Sekolah Dasar Di SDN
Mangge 2 Desa Mangge Kecamatan Barat Kabupaten Magetan Tahun 2017.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. Naskah Publikasi.
Ernawati, Wisudawati E R S., Romadhon M. 2021. Hubungan Pengetahuan dan
SIkap Terhadap Tindakan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Jurnal
Kesehatan dan Pengembangan. Volume 11 No. 12 Januari 2021.

Honggowiyono, P. 2015. Buku Ajar: Pertumbuhan dan Perkembangan peserta


Didik untuk Guru dan Calon Guru. Gunung Samudera. Malang

Induniasih dan Ratna, W. 2017. Promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam


Keperawatan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Irianto, K. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Alfabeta,cv. Bandung

Kemenkes. 2018. Hasil Utama Riskesdas tahun 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2013. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta.
Jakarta

Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan, Cet Ke-2. Rineka Cipta. Jakarta.

Priyoto. 2015. Perubahan Dalam Perilaku Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Proverawati, A dan Rahmawati, E. 2016. PHBS: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Nuh Medika . Yogyakarta.

Purwoastuti, E dan Waliani, E. 2015. Perilaku dan softskill kesehatan panduan


untuk tenanga kesehatan (perawat dan bidan). Pustakabarupress. Yogyakarta
Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP CUCI


TANGAN PAKAI SABUN PADA PESERTA DIDIK DI SD NEGERI
POWALUTAN KECAMATAN RANOYAPO KABUPATEN MINAHASA
SELATAN

A. IDENTITAS DIRI RESPONDEN :

1. Nama Siswa : _____________________

2. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

3. Tempat & Tgl. Lahir : _____________________

4. Umur : ______ Tahun

5. Kelas : ______

B. PENGETAHUAN

No Pernyataan Benar Salah


1 Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dan jari-jari

menggunakan air mengalir dan sabun.
2 Mencuci tangan dengan bersih dapat mencegah penyakit dan

memutus penyebaran kuman.
3 Sebelum dan sesudah makan diperlukan mencuci tangan pakai

sabun.
4 Mencuci tangan pakai sabun diperlukan setelah kita

bermain/berolahraga.
5 Waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai sabun adalah setelah

buang sampah
6 Setelah BAB dan buang air kecil sebaiknya mencuci tangan pakai

sabun.
7 Apabila tidak mencuci tangan pakai sabun dapat menyebabkan diare

(mencret).
8 Apabila tidak mencuci tangan pakai sabun dapat menyebabkan

cacingan.
9 Ada 6 langkah cara mencuci tangan yang baik dan benar. √
10 Setelah mencuci tangan kita perlu mengeringkan tangan dengan

kain lap kering/tissue.

C. SIKAP

Sangat Ragu- Kurang Tidak


No Pernyataan Setuju
Setuju Ragu Setuju Setuju
Mencuci tangan pakai sabun adalah cara
1 5 4 3 2 1
untuk menjaga kebersihan diri sendiri
Tidak melakukan cuci tangan pakai sabun
2 5 4 3 2 1
dapat menyebabkan penyakit
Mencuci tangan pakai sabun harus
3 5 4 3 2 1
dibawah air yang mengalir
Mencuci tangan pakai sabun perlu
4 5 4 3 2 1
dilakukan setelah bermain
Jika adik mencuci tangan dengan sabun
5 dapat mencegah adik terkena diare 5 4 3 2 1
(mencret)
Di lingkungan sekolah perlu adanya
6 5 4 3 2 1
tempat cuci tangan
Cuci tangan pakai sabun harus dari sumber
7 5 4 3 2 1
Air yang bersih
Jika sudah selesai buang air besar, tidak
8 1 2 3 4 5
perlu mencuci tangan
9 Jika ingin makan, adik harus mencuci 5 4 3 2 1
tangan dengan sabun terlebih dahulu
Mencuci tangan pakai sabun itu hal yang
10 5 4 3 2 1
penting
D. TINDAKAN

Tidak
No Pernyataan Sering Jarang
Pernah
1 Saya mencuci tangan pakai sabun 3 2 1
2 Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun 3 2 1
3 Mencuci tangan menggunakan 6 langkah cuc tangan 3 2 1
4 Mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan 3 2 1
Mencuci tangan pakau sabun setelah buang air kecil dan
5 3 2 1
buang air besar
6 Mencuci tangan pakai sabun setelah batuk dan bersin 3 2 1
Mencuci tangan pakai sabun setelah memegang hewan
7 3 2 1
peliharaan
8 Mencuci tangan pakai sabun setelah membuang sampah 3 2 1
Mencuci tangan pakai sabun setelah bermain dan
9 3 2 1
beraktifitas diluar
Mengeringkan tangan ddengan handuk/tisu setelah
10 3 2 1
mencuci tangan

Anda mungkin juga menyukai