PROPOSAL
OLEH
ESTERLITA TUMANDUK
15111101019
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan
menjadi bahan informasi dan pembanding bagi penelitian-penelitian
berikutnya.
2. Manfaat Institusi
Menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi terkait dalam
menentukan arah kebijakan kesehatan untuk meningkatkan perilaku cuci
tangan pakai sabun pada peserta didik.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menduduki bangku kuliah
serta menambah wawasan mengenai perilaku dalam mencuci tangan pakai
sabun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cara yang tepat untuk mencuci tangan adalah (Proverawati dan Rahmawati,
2016:
1. Cuci tangan dengan air mengalir dan gunakan sabun. Tidak perlu harus
khusus sabun anti bakteri, namun lebih disarankan sabun yang berbentuk
cairan
2. Gosok tangan setidaknya selama 15 – 20 detik.
3. Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan, sela – sela jari
dan kuku.
4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.
5. Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lainnya.
6. Gunakan tisu / handuk sebagai penghalang ketika mematikan keran air
2.2 Perilaku
Menurut Notoatmodjo, (2012) perilaku seseorang adalah bagaimana seseorang itu
berinteraksi atau merespons stimulus atau rangsangan dari orang lain dan juga
dapat memberikan respon balik tehadap sesuatu atau seseorang. Perilaku juga
bagaimana sikap seseorang untuk memberikan respons balik terhadap seseorang
yang lain dan menjadi suatu alasan bagaimana seorang tersebut dapat merespons
dengan baik atau tidak, tergantung pada faktor apa saja dari orang yang
bersangkutan atau orang yang memberikan respons atau stimulus kepada
penerima tersebut. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus
yang berbeda disebut determinan perilaku. Kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku (Behavior Causes) dan faktor
diluar perilaku ( Non- Behavior Causes ). Kemudian Perilaku Manusia itu sendiri
ditentukan dibentuk dari tiga faktor yaitu:
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
Kemudian ini adalah definisi dari faktor pengetahuan, sikap dan
tindakan serta alasan psikologis yang dapat memengaruhi perilaku
mencuci tangan
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana
prasaana kesehatan. Fakto pendukung ini dapat berupa tersedianya
tempat untuk cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan dapat berfungsi
dengan baik sehingga membantu anak untuk melakukan cuci tangan.
(Notoatmodjo, 2014)
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam
sikap dan perilaku dari orang yang dapat menjadi contoh bagi anak
untuk melakukan tindakan yang baik. Hal ini perlu karena sebagai
acuan untuk memperkuat seseorang melakukan tindakan tersebut.
Perilaku merupakan hasil belajar dari objek di sekitarnya yang dapat berubah
menurut tingkat perkembangan dan kemampuan seseorang dalam mempelajari,
memahami dan mengadopsi informasi yang diperoleh dari objek. Pada tingkat
perkembangan anak sekolah meliputi perkembangan kognitif dan bahasa.
Perkembangan kognitif bermanfaat untuk kemjaga keseimbangan hubungan antar
manusia dan lingkungan di sekitarnya, termasuk untuk mengadopsi suatu
informasi khususnya kesehatan. Untuk pekermbangan bahasa bermanfaat untuk
melakukan komunikasi sehingga dapat mempermudah interaksi dengan orang
disekitarnya. Salah satu karakteristik dari perilaku anak yaitu meniru atau
mengadopsi perilaku yang dilihatnya, sehingga apabila seorang anak melihat atau
terpapar informasi yang positif lebih banyak baik lisan atau contoh dari orang lain
maka akan merangsang rasa ingin tahu dan mencoba untuk melakukan informasi
yang diperolehnya itu. (Agustin, 2019)
Faktor yang dapat memengaruhi perilaku kesehatan anak sekolah yaitu :
1. Sumber Informasi (Kesehatan)
Sumber informasi akan membantu dalam perubahan perilaku kesehatan
dengan memberikan informasi yang benar. Guru dan petugas kesehatan
adalah sumber informasi kesehatan bagi anak sekolah dan masyarakat
sekolah.
2. Metode dan media dalam penyampaian informasi
Metode dan media yang dipilih harus dapat sesuai dengan karakteristik
sasaran karena perkembangan anak berbeda-beda menurut kelompok
usianya. Karena tahap perkembangan anak sekolah adalah tahap
perkembangan oprasional konkrit, maka informasi yang akan diberikan
harus menarik dengan menggunakan alat bantu promosi kesehatan
sehingga mudah untuk diingat dan dipahami.
3. Perilaku kesehatan dalam masyarakat sekolah
Kebiasaan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan oleh
msyarakat sekolah yaitu semua orang yang berinteraksi dalam lingkungan
sekolah dapat membantu merubah perilaku dan meningkatkan perilaku
kesehatan.
4. Budaya di rumah dan di sekolah
Perilaku kesehatan harus dilakukan di semua lingkungan anak sekolah
yang berbeda untuk membantu dalam pembentukan perilaku yang positif.
2.2.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seeorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan
seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Faktor-faktor yang memengaruhi
pengetahuan seseorang adalah faktor internal dari dalam diri sendiri, misalnya
intelegensia, minat kondisi sarana. Faktor eksternal yakni faktor dari luar diri,
misalnya keluarga, masyarakat. Dan faktor pendekatan belajar yaitu faktor upaya
belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran (Achmadi, 2014).
Pengetahuan merupakan modal dasar bagi seseorang untuk berperilaku.
Pengetahuan yang baik atau pengetahuan yang cukup akan mudah memotivasi
seseorang untuk berperilaku baik. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah seseorang melakukan sesuatu terhadap suatu objek. Tanpa
pengetahuan seseorang tidak mempunyai suatu keberanian untuk dapat
mengambil suatu keputusan dan dapat menentukan tindakan terhadap suatu
masalah yang akan dihadapi (Purwoastuti dan Waliani, 2015).
Pengetahuan merupakan suatu hasil yang didapatkan seseorang setelah
melakukan suatu pandangan atau penglihatan dan pendengaran terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan seseorang dapat membentuk tindakan yang baik atau
tindakan yang didasarkan pengalaman seseorang, dimana pengetahuan seseorang
dapat berdampak baik untuk perilaku seseorang atau juga dapat berdampak tidak
baik. (Induniasih dan Ratna, 2017). Pengetahuan umumnya datang dari setiap
pengalaman seseorang. Seseorang juga dapat memperoleh pengetahuan tersebut
melalui informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, atau surat kabar
dimana kita juga dapat melihat atau mengetahaui apakah pengetahuan yang kita
dapatkan adalah benar atau tidak benar (Irianto, 2014).
Menurut Notoatmodjo, (2014) pengetahuan adalah suatu hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek atau
sasaran tertentu. Pengetahuan secara garis besar dibagi menjadi enam tingkatan
yaitu:
1. Tahu (know) yaitu seseorang dapat mengingat sesuatu atau informasi yang
pernah diperolehnya atau yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Memahami (comprehension) yang berarti individu memiliki kemampuan
untuk dapat menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
3. Aplikasi (application) yang diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan atau mempergunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi
atau situasi yang sebenarnya.
4. Analisis (analysis) suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi
dan masih dikaitkan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.2.2 Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stumulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus (Notoatmodjo,2012)
Newecomb salah sesorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yakni:
a. keyakinan atau kepercayaan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek.
b. kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian (termuat di dalamnya faktor emosi) orang tersebut
terhadap objek.
c. kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
merupakan komponen yang mendahului tindakan, sikap adalah ancang-
ancang untuk bertindak (Notoatmodjo, 2013).
Ketiga komponen tersebut secara bersamaan membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan,
keyakinan, pikiran, dan emosi memegang peranan penting. Contoh: seorang
ibu mendengar (tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara
pencegahannya, cara penularannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan
mengantar ibu dalam berpikir dan berusaha agar keluarganya, terlebih khusus
anaknya tidak mendapatkan penyakit demam berdarah. Dalam berpikir ini
komponen keyakinan dan emosi ikut berkerja sehingga ibu tersebut berniat
(kecenderungan bertindak) untuk melakukan pencegahan 3 M agar anaknya
tidak mengalami demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap khusus (berniat
melakukan 3 M) terhadap objek khusus yakni penyakit demam berdarah
(Notoatmodjo, 2013).
Sikap juga memiliki tingkatan berdasarkan intensitasnya, antara lain:
Notoatmodjo (2018)
1. Menerima. Berarti individu tersebut sudah mau untuk menerima stimulus
yang diberikan.
2. Menanggapi. Subjek dapat memberikan tanggapan pada pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan.
3. Mengharagi. Adanya nilai yang positif yang diberikan terhadap stimulus,
dengan membahasnya dan menarik orang lain untuk memberikan respon.
4. Bertanggung jawab. Seseorang telah berani untuk mengambil risiko
terhadap sikap yang diyakininya. Dia berani mengambil risiko bila ada
orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.
2.2.3 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
dan faktor dukungan praktik ini mempunyai beberapa tingkatan yakni (Achmadi,
2014) :
1. Persepsi. Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkatan pertama.
2. Respons terpimpin. Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik
tingkat kedua.
3. Mekanisme. Apabila sesorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi. Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Terwujud terbentuknya tindakan harus ada dukungan dari faktor lain yakni
adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan dapat dibedakan
menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, antara lain pertama praktik terpimpin
(guided response) yaikni apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu
tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Kedua praktik
secara mekanisme (mechanism) yaitu apabila subjek atau seseorang telah
melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut prakti
atau tindakan mekanis. Ketiga adopsi (adoption) adalah suatu tindakan atau
praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekedat
rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan
atau perilaku yang berkualitas (Notoatmodjo, 2013)
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap
Faktor Pemungkin
Ketersediaan sarana
dan prasarana Cuci Tangan
Pendidikan kesehatan Pakai Sabun
di sekolah
Faktor Penguat
Orang tua
Teman sebaya
Peran guru di sekolah
2.5 Kerangka Konsep
Pengetahuan
Cuci Tangan
Pakai Sabun
Sikap
2.6 Hipotesis
H0 = Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap terhadap cuci tangan
pakai sabun pada peserta didik di SD Negeri Powalutan Kecamatan
Ranoyapo Kabupaten Minahasa Selatan.
2. Tahap pelaksanaan
3. Tahap penyelesaian
Kemenkes. 2018. Hasil Utama Riskesdas tahun 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2013. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta.
Jakarta
Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan, Cet Ke-2. Rineka Cipta. Jakarta.
Proverawati, A dan Rahmawati, E. 2016. PHBS: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Nuh Medika . Yogyakarta.
KUESIONER PENELITIAN
5. Kelas : ______
B. PENGETAHUAN
C. SIKAP
Tidak
No Pernyataan Sering Jarang
Pernah
1 Saya mencuci tangan pakai sabun 3 2 1
2 Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun 3 2 1
3 Mencuci tangan menggunakan 6 langkah cuc tangan 3 2 1
4 Mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan 3 2 1
Mencuci tangan pakau sabun setelah buang air kecil dan
5 3 2 1
buang air besar
6 Mencuci tangan pakai sabun setelah batuk dan bersin 3 2 1
Mencuci tangan pakai sabun setelah memegang hewan
7 3 2 1
peliharaan
8 Mencuci tangan pakai sabun setelah membuang sampah 3 2 1
Mencuci tangan pakai sabun setelah bermain dan
9 3 2 1
beraktifitas diluar
Mengeringkan tangan ddengan handuk/tisu setelah
10 3 2 1
mencuci tangan