Anda di halaman 1dari 10

DAMPAK HOSPITALISASI ANAK TERHADAP HAZARD PSIKOSOSIAL

DAN UPAYA PENCEGAHANNYA

Ria Oktaviany

riariaok29@gmail.com

Abstrak

Perawat adalah salah satu profesi yang memiliki tingkat stress yang tinggi. Perawat hafus
mampu beradaptasi dengan pasien dari segala latar belakang dan usia yang berbeda. Usia anak
yang belum mampu untuk kooperatif dalam setiap tindakan keperawatan menjadi beban kerja
tersendiri bagi perawat. Tak hanya itu kecemasan keluarga karena anak di hospitalisasi juga tak
menutup kemungkinan untuk mendorong keluarga menggunakan kekerasan verbal kepada
perawat yang bertugas memberikan asuhan. Tak hanya perawat, anak yang sedang di
hospitalisasi juga terpapar hazard psikososial karena stres terhadap perawatannya di rumah sakit
dan tidak memiliki teman bermain yang seumuran dengannya. Hazard psikososial akan
memengaruhi produktivitas individu apabila tidak segera diatasi. Upaya pencegahan hazard
psikososial tentu membutuhkan peran dari masing-masing individu yang terlibat dalam rumah
sakit.

Latar Belakang

K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat
kerja di rumah sakit (PERMENKES RI No.66, 2016). Upaya penerapan K3RS membutuhkan
kerja sama dari berbagai peran yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit. Salah satu kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan setiap individu di rumah sakit adalah pencegahan
hazard. Hazard (bahaya) adalah sumber atau tindakan yang dapat menciderai manusia. Tak harus
menimbulkan luka, dampak psikososial juga termasuk bagian dari hazard.

Dari beberapa tenaga kesehatan di rumah sakit, perawat adalah profesi yang memiliki
intensitas paling tinggi berinteraksi dengan pasien. Perawat harus mampu menyesuaikan dirinya
agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang baik kepada setiap pasiennya. Dalam merawat
pasien, perawat harus memandang bahwa pasien yang dirawatnya adalah makhluk holistik yang8
datang dari berbagai latar belakang. Perbedaan suku, budaya, kepribadian, dan umur pasien
adalah salah satu hal yang harus dimengerti oleh seorang perawat profesional. Perawat tidak bisa
menyamakan interaksi kepada pasien berumur 3 tahun dengan pasien yang berumur 25 tahun.
Perbedaan umur ini mengakibatkan perbedaan karakter dan kepribadian individu. Terkhusus
untuk pasien anak, perawat harus bekerja lebih keras agar mampu berinteraksi dengan anak
dalam memberikan tindakan keperawatannya. Tak dipungkiri hal ini dapat menyebabkan hazard
psikososial kepada perawat dan juga kepada anak yang sedang di hospitalisasi.

Kelelahan emosional, beban kerja yang berlebihan, ketidaknyamanan saat bekerja,


kurangnya staff, dan jumlah upah gaji yang tidak sesuai menyebabkan timbulnya hazard
psikososial bagi perawat. Perawat sebagai petugas pemberi layanan kesehatan (human service)
juga dituntut untuk mampu beradaptasi dengan pasien dan juga lingkungannya. Apabila perawat
tidak mampu beradaptasi maka perawat akan kesulitan melepaskan diri dari tekanan dan tuntutan
profesinya. Kondisi ini akan menimbulkan risiko psikososial baginya. Kondisi psikososial
perawat memiliki pengaruh besar terhadap kualitas kinerja perawat.

Beban kerja yang berlebihan menyebabkan perawat tidak memiliki banyak waktu untuk
berinteraksi dengan pasien. Padahal beberapa pasien, seperti pasien anak membutuhkan interaksi
yang intens antara si pemberi layanan kesehatan dengan dirinya. Perawat perlu membangun rasa
kepercayaan (trust) dalam diri anak kepada perawat tersebut. Kondisi fisik dan juga psikis anak
yang belum matur untuk menjalin ikatan kerja sama menjadi beban kerja tambahan bagi perawat.
Hal ini tentu dapat menguras tenaga, waktu dan juga kondisi emosional perawat. Apabila
perawat tidak mampu menemukan solusi dari situasi ini, maka akan menjadi beban mental
tersendiri bagi perawat dan dapat mengakibatkan stres psikososial.

Metode

Metode yang dipakai untuk mengetahui dampak hospitalisasi anak terhadap hazard
psikososial dan upaya pencegahannya adalah dengan metode kepustakaan. Metode kepustakaan
disini dilakukan dengan cara mengumpulkan sumber-sumber kepustakaan yang relevan dan
memiliki keterkaitan dengan judul yang diambil oleh penulis. Sumber yang dipakai oleh penulis
berupa jurnal, skripsi, tesis, ebook, dan beberapa karya ilmiah lain yang telah diuji kebenarannya.
Sumber-sumber tersebut kemudian dikaji, dieskplorasi, dan dianalisa sehingga penulis dapat
menyimpulkan pengaruh hospitalisasi anak terhadap hazard psikososial dan cara pencegahannya.

Hasil

Berdasarkan hasil analisa literatur dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi anak


mempengaruhi kondisi psikososial anak dan juga perawat yang memberikan asuhan. Hal ini
dikarenakan kondisi anak yang stres akibat perawatannya dan tidak memiliki teman bermain
yang seumuran dengannya. Hospitalisasi dapat diibaratkan sebagai pengalaman oenuh stres baik
kepada anak ataupun orang tua. Rasa stres pada anak dapat timbul karena adanya perasaan tidak
nyaman, nyeri, dan perpisahan dari lingkungan serta teman-temannya. Melihat anak merasa tidak
nyaman, orang tua juga akan ikut cemas. Kecemasan orang tua ini akan berpengaruh terhadap
tingkat stres anak dan juga perawat.

Anak merasa tidak nyaman saat di hospitalisasi karena banyaknya serangkaian perawatan
yang dijalani dan tidak memiliki waktu untuk bermain serta berinteraksi dengan lingkungannya.
Minum obat yang rasanya pahit, jarum suntik, pakaian perawat dan dokter serba putih yang
kelihatan menyeramkan, dan lingkungan rumah sakit yang bau obat membuat anak ketakutan
dan merasa tidsk nyaman di hospitalisasi. Rasa ketakutan dan ketidaknyamanan ini membuat
anak menjadi rewel, cengeng, dan tidak kooperatif dalam pemberian asuhan.

Sikap anak yang tidak kooperatif akan menimbulkan kecemasan bagi orang tua dan stres
bagi perawat. Orang tua akan merasa cemas terhadap kesembuhan anak dan perawat akan stres
memikirkan cara agar anak tersebut mampu diajak kerja sama di tengah beban kerja perawat
yang menumpuk. Hal ini merupakan salah satu hazard psikososial yang dihapi oleh pihak yang
terlibat dalam.pelayanan rumah sakit. Bagi perawat persoalan yang dihadapinya adalah harus
bekerja ekstra agar anak mau kooperatif di tengah beban kerja perawat yang berlebihan. Hal ini
akan memicu timbulnya hazard psikososial seperti rasa kecemasan, stres, takut orang tua tidak
puas dengan kinerja perawat sehingga mendapat perlakuan verba yang kasar, dan lain
sebagainya. Orang tua pun tak lepas dari hazard psikososial, tingkat kecemasan dan rasa takut
biaya perawatan terlalu besar sementara anak tidak kunjung sembuh pun terus menghantui
pikiran dan perasaan orang tua. Terkhusus untuk anak yang sedang mengalami hospitalisasi,
hazard psikososial yang dihadapinya semakin besar. Usia anak yang seharusnya diisi dengan
bermain dan berinteraksi dengan kehidupan sosialnya hilang karena harus di hospitalisasi. Hal
ini akan menimbulkan rasa takut berlebihan, kecemasan, ketidaknyamanan, risiko stres pada
anak karena kehilanhan waktu untuk bermain, dan juga rasa trauma terhadap tindakan
keperawatan.

Hazard psikososial ini harus segera dicegah agar tidak melukai kondisi fisik dan psikis
seseorang. Upaya pencegahan ini membutuhkan peran dari masing-masing pihak yang terlibat
dalam suatu pelayanan kesehatan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan orang tua
diantaranya adalah memenuhi kebutuhan spiritualnya agar dapat mengurangi rasa cemas,
kemudian menjalin ikatan percaya kepada tenaga medis yang merawat anaknya, dan
meminimalkan rasa stres pada anak dengan mengajaknya bermain di sela-sela perawatannya.
Upaya pencegahan hazard psikososial yang dapat dilakukan oleh perawat adalah memberikan
terapi bermain kepada anak agar tidak merasa stres saat di hospitalisasi, membaca atau
mendengar pengalaman sejawat tentang cara yang efektif dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak serta bagi kepala ruangan atau perawat manajemen diharapkan mampu
membagi pekerjaan perawat agar tidak ada yang beban kerjanya berlebih. Jika upaya pencegahan
tersebut dapat dilakukan maka tingkat hazard psikososial yang dihadapin anak juga akan
berkurang sehingga anak menjadi tidak trauma dan dapat kooperatif selama menjalani
hospitalisasi.

Pembahasan

Keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit adalah segala upaya yang dilakukan demi
mencegah terjadinya bahaya fisik atau psikis dan untuk menjamin serta melindungi kesehatan
dan keselamatan sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, dan
juga linkungan melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja atau
kunjungan dinrumah sakit. Mangkunegara (2002) menjelaskan bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan
Mathis (2002) menyimpulkan bahwa keselamatan (safety) adalah merujuk pada perlindungan
terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan.

Salah satu upaya pencegahan kecelakaan kerja akibat kerja dan kunjungai rumah dakit
adalah pengendalian hazard. A.M. Sugeng Budiono, dalam artikelnya “hazards” yang sering
disebut potensi bahaya merupakan sumber resiko yang potensial mengakibatkan kerugian baik
material, lingkungan maupun manusia. Safety Engineer Career Engineer Career Workshop
(2003) mengartikan bahwa hazard adalah suatu kondisi fisik yang berpotensi menyebabkan
kerugian / kecelakaan bagi manusia atau lingkungan. Ketika hazard timbul maka akan muncul
pula peluang-peluang kecelakaan kerja.

Pengelompokan hazard terbagi atas :

 Biological Hazard (Bahaya Biologis)


 Physical Hazard (Bahaya Fisiki)
 Chemical Hazard (Bahaya Kimia)
 Physichosocial Hazard (Bahaya Psikososial)

Terpapar risiko hazard akan mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan dan juga kesembuhan
pasien. Salah satu hazard yang akan dibahas terkait dengan hospitalisasi anak adalah
physichosocial hazard (bahaya psikososial)

Physichosocial Hazard (bahaya psikososial) adalah bahaya pekerjaan yang memengaruhi


kesejahteraan psikologis pekerja termasuk kemampuan untuk berpartisipasi dalam lingkungan
kerja diantara orang lain. Apabila kondisi psikososial seseorang terganggu maka dapat
mengurangi kualitas sumber daya manusianya dan juga perlahan akan mengganggu
kesejahteraan fisiknya. Frekuensi dan kuantitas terpapar hazard psikososial akan membuat
individu menjadi stress. Stres merupakan kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
berfikir dan kondisi fisik seseorang (Hasibuan, 2008). Kondisi stress inilah yang akan menjadi
hambatan untuk melakukan rutinitas hidupnya.

Dalam hospitalisasi anak, stress tidak hanya dihadapi oleh tenaga kerja yang merawat si
anak, melainkan anak dan orang tua juga ikut stress karena kondisi yang tidak nyaman ini. Wong
(2009), mengartikan bahwa hospitalisasi adalah keadaan krisis pada anak saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit, sehingga harus beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Dalam
penelitiannya tentang efek hospitalisasi pada perilaku anak, Wright (2008) menjelaskan bahwa
reaksi anak pada hospitalisasi secara garis besar adalah sedih, takut dan rasa bersalah karena
menghadapi sesuatu yang belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman, rasa tidak
nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialami dan sesuatu yang dirasakan
menyakitkan.

Karena respon tersebut anak menjadi sulit diajak kerja sama dalam setiap perawatannya.
Menurut Supartini (2004) reaksi hospitalisasi yang ditunjukkan oleh anak bersifat individual dan
sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap
sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki. Ia juga
menjelaskan anak yang mengalami stres selama dalam masa perawatan, dapat membuat orang
tua menjadi stres dan stres orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin meningkat.
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress ketika anak sedang di hospitalisasi adalah :

 Faktor lingkungan rumah sakit


 Faktor berpisah dengan orang-orang yang sangat berarti
 Faktor kurangnya informasi
 Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian
 Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
 Faktor perilaku dan interaksi dengan petugas rumah sakit

Faktor-faktor ini dapat membuat anak semakin stress dalam menghadapi perawatannnya di
rumah sakit. Kondisi stress ini menjadi indikator yang cukup menandakan bahwa hazard
psikososial di rumah sakit belum sempurna dapat dicegah.

Upaya pencegahan hazard psikososial membutuhkan peran dari berbagai pihak karena
keseluruh pihak yang terlibat dalam hospitalisasi anak juga terpapar bahaya psikososial. Untuk
mengatasi hazard psikososial dalam diri perawat perlu kerja sama dari pihak kepala ruangan atau
bagian manajemen keperawatan. Terkhusus untuk perawatan anak di rumah sakit, perawat
membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk berinteraksi dengan anak. Beban kerja yang
berlebihan membuat perawat tidak punya waktu untuk mendengarkan keluhan serta membinga
hubungan saling percaya (trust) antara pasien dengan perawat. Sementara apabila perawat tidak
mampu memberikan asuhan keperawatan yang baik, akan diberi penilaian yang buruk oleh atasa
dan rekan sejawat. Hal ini tentu menjadi tekanan mental dan tuntutan tersendiri bagi perawat
yang bertugas. Oleh karena itu sangat dibutuhkan peran manajemen keperawatan untuk
meminimalisir beban kerja agar perawat tidak stress dan kinerjanya juga dapat berkualitas.
Perawat juga perlu mengetahui tentang coping stress. Coping adalah suatu proses yang
dilakukan setiap waktu dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja, sekolah maupun
masyarakat. Coping ini digunakan untuk mengatasi stress dan hambatan-hambatan yang ditemui
dalam sebuah kegiatan. Hazard psikososial akan menimbulkan coping psikososial bagi perawat.
Coping ini ada yang bereaksi terhadap kompromi dengan sumber stress, menarik diri dari sumber
stress, atau berorientasi terhadap egosentris tersendiri. Hal inilah yang perlu diperhatikan di
dalam diri seorang perawat. Pondasi utama ia menjadi seorang perawat adalah sebagai caregiver
yang memberikan pertolongan tanpa pamrih kepada klien atau pasien. Jika pasiennya sembuh
makan akan menjadi kepuasan tersendiri dalam diri seorang perawat. Jika perawat menanamkan
pikiran ini maka hazard psikososial juga akan turut berkurang.

Orang tua yang mengalami stress dan kecemasan karena anaknya di hospitalisasi dapat
diatasi dengan adanya hubungan yang baik antara petugas kesehatan dengan keluarga pasien.
Dukungan moral sangat dibutuhkan orang tua yang sedang mengalami kecemasan. Sebagai
seorang perawat, ada baiknya memberi penjelasan yang transparan mengenai kondisi kesehatan
anak kepada orang tua. Dengan begitu akan terjalin hubungan saling percaya kepada petugas
kesehatan sehingga orang tua dapat mengurangi kecemasannya.

Untuk anak yang sedang di hospitalisasi ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah hazard psikososial. Tentu cara-cara ini membutuhkan peran keluarga, pasien, dan juga
petugas kesehatan agar cara ini dapat efektif mencegah hazard psikososial. Berikut adalah
beberapa cara yang dapat dilakukan :

 Penerapan Lingkungan Terapeutik : Hal ini dapat mengurangi stress anak terhadap
lingkungan baru yang dianggap menakutkan baginya. Penggantian sprei yang tadinya
berwarna polos menjadi bergambar, hiasan dinding bercorak kartun, dan adanya
komunikasi terapeutik antara oerawat dengan anak dapat meminimalkan hazard
psikososial.
 Menyediakan Mainan : Rumah sakit dapat menyediakan mainan di ruang perawatan anak
agar kecemasan mereka dapat berkurang. Apabila rumah sakit tidak menyediakan, orang
tua dapat menyiasatinya dengan membawa mainan dari rumah agar anak tidak terlalu
merasa asing dengan lingkungan yang dihadapinya.
 Terapi Bermain Cerita : terapi ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun orang
tua agar anak tidak merasa sendiri.
 Terapi Mendengarkan Musik : Hal ini tentu akan mengurangi tingkat stress dan
kecemasan anak terhadap perawatannya. Anak juga dapat merasakan keceriaan lewat
musik yang didengarkannya.
 Terapi Bermain : Hal ini dapat dilakukan dengan meminjamkan anak alat kesehatan
seperti stetoskop, agar anak merasa familiar dan tidak takut saat akan diperiksa.
 Membawa Teman Bermain : Sesekali saat waktu kunjungan, keluarga dapat meminta
teman bermain, atau keluarga yang biasa bermain dengan pasien. Hal ini dapat
mengurangi rasa kesepian anak akibat perpisahan dengan teman sebayanya.

Itulah upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari hazard psikososial. Dapag
disimpulkan bahwa semua peran ikut terlibat dalam upaya pencegahan ini.

Kesimpulan

Physichosocial Hazard (bahaya psikososial) adalah bahaya pekerjaan yang memengaruhi


kesejahteraan psikologis pekerja termasuk kemampuan untuk berpartisipasi dalam lingkungan
kerja diantara orang lain.

Hospitalisasi anak berpengaruh besar terhadap hazard psikososial anak, orang tua, dan
juga perawat yang bertugas. Usia anak yang belum matur untuk disjak kooperatif dalam setiap
tindakan keperawatan menjadi suatu kendala yang apabila tidak mampu diatasi akan menjadi
sebuah tekanan emosional dan tuntutan pekerjaan bagi seorang perawat.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hazard psikososial ini adalah dengan
mengurangi beban kerja perawat yang berlebihan, memberikan dukungan moral kepada orang
tua, melakukan pendekatan terapeutik pada anak, mengajak anak bermain, menyediakan mainan
untuk anak, dan sesekali membawa teman bermain bagi anak.
Daftar Pustaka

Amalia, Agieska., Oktaria, Dwita., Oktafani. (2018). Pengaruh Terapi Bermain terhadap Kecemasan
Anak Usia Prasekolah selama Masa Hospitalisasi. Jurnal Majority, 7(2), 219-225.

Apriany, Dyna. (2013). Hubungan Antara Hospitalisasi Anak dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua.
Jurnal Keperawatan Soedirman, 8(2), 92-104.

Ayu, N, M, S. (2012). Pengaruh Penggunaan Panduan Keselamatan Perawat Terhadap Perilaku


Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perawat di Rumah Sakit Siaga Raya. Tesis Universitas
Indonesia. Tidak Dipublikasikan.

Fathi, A., & Simamora, R. H. (2019, March). Investigating nurses’ coping strategies in their workplace
as an indicator of quality of nurses’ life in Indonesia: a preliminary study. In IOP conference
series: Earth and Environmental science (Vol. 248, No. 1, p. 012031). IOP Publishing.

Fetriani, Renty., Dharizal., Riyadi Agung. (2017). Pengaruh Terapi Bermain Bercerita Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) Akibat Hospitalisasi. Jurnal Media
Kesehatan, 10(2), 179-184.

Hulinggi, Ismanto., Masi, Gresty., Ismanto, A, Y. (2018). Hubungan Sikap Perawat dengan Stress
Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado. E-
journal Keperawatan (e-Kp, 6(1), 1-7.

Indragiri, Suzana., Yuttya, Triesda. (2018). Manajemen Risiko K3 Menggunakan Hazard Identification
Risk Assesment and Risk Control (HIRARC). Jurnal Kesehatan, 9(1), 39-52.

Mongdong, S, R., Kawatu, P,A,T., Kolibu, F,K. (2019). Gambaran Pelaksanaan Program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumash Sakit (K3RS) di RSUD Maria Walanda Maramis Kabupaten
Minahasa Utara. Jurnal Kesmas, 8(7), 46-53.

Pulungan, Z, S, A., Purnomo, Edi., Purnawantu Arni. (2017). Hospitalisasi MempengaruhinTingkat


Kecemasan Anak Toddler. Jurnal Kesehatan Manarang, 3(2), 58-63.

Purnama, D, A., Satrianegara, M,F., Mallapiang, F. (2017). Gambaran Faktor Psikososial Terhadap
Kinerja Pada Petugas Kesehatan di Puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 3(2), 107-113.
Solikhah, Umi. (2013). Efektifitas Lingkungan Terapeutik Terhadap Reaksi Hospitalisasi Pada Anak
Jurnal Keperawatan Anak, 1(1), 1-9.

Utami, Yuli. (2014). Dampak Hospitalisasi Terhadap Perkemangan Anak. Jurnal Ilmiah Widya, 2(2), 9-
20.

Anda mungkin juga menyukai