APOTEK 7 MENIT
PERIODE 2 SEPTEMBER – 30 OKTOBER 2019
Disusun oleh:
ANDRE AGASI
21182058
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa
yang selalu dan senantiasa mencurahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek 7 Menit Group
yang telah dilaksanakan mulai tanggal 02 September s.d. 30 Oktober 2019.
Kegiatan PKPA bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh
ujian akhir Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Bhakti Kencana. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini,
yaitu kepada:
1. Bapak H. Mulyana, S.H., M.Pd., M.H. Kes selaku Ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana.
2. Ibu Dr. Patonah, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Bhakti Kencana Bandung.
3. Ibu R. Herni Kusriani, M.Si.,Apt selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, selaku wali dosen sekaligus pembimbing
Praktik Kerja Lapangan Profesi Apoteker di Apotek 7 Menit.
4. Bapak Ganjar Nugraha, S.Farm., Apt., selaku pembimbing dari Apotek 7
Menit
5. Bapak Entris Sutrisno, S.Farm., MH.Kes., Apt. selaku Rektor Universitas
Bhakti Kencana Bandung.
6. Seluruh staf dan karyawan Apotek 7 Menit atas segala keramahan, pengarahan,
dan bantuan selama penulis melaksanaan PKPA
7. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Universitas
Bhakti Kencana Bandung yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan
dan penyusunan laporan ini
8. Keluarga tercinta atas semua dukungan, dorongan, semangat, dan doa yang
tidak henti-hentinya
9. Teman-teman Apoteker Angkatan 21 Universitas Bhakti Kencana Bandung
i
atas dukungan dan kerjasama selama ini
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut
serta membantu selama penyusunan laporan ini
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan
ketidaksempurnaan didalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk
menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan
laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik
bagi penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. v
SUMPAH APOTEKER ............................................................................ vi
KODE ETIK APOTEKER ....................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 3
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKPA ................................................. 3
iii
BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK ............................................... 26
3.1 Apotek 7 Menit ..................................................................................... 26
3.1.1. Visi dan Misi Apotek 7 Menit ....................................................... 28
3.1.2. Lokasi, Bangunan dan Fasilitas Apotek 7 Menit Margacinta ......... 28
3.1.3. Struktur Organisasi Personalia Apotek 7 Menit ............................ 30
3.2 Pekerjaan Kefarmasian di Apotek 7 Menit ............................................ 32
3.2.1. Perencanaan ................................................................................ 32
3.2.2. Pengadaan ................................................................................... 33
3.2.3. Penerimaan .................................................................................. 34
3.2.4. Penyimpanan ............................................................................... 34
3.2.5. Pemusnahan ................................................................................ 35
3.2.6. Pengendalian ............................................................................... 36
3.2.7. Pencatatan dan Pelaporan ............................................................ 37
3.3 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek 7 Menit ........................................ 38
3.3.1. Pelayanan Resep .......................................................................... 38
3.3.2. Dispensing ................................................................................... 47
3.3.3. Pelayanan Informasi Obat (PIO) .................................................. 48
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Salinan Resep .......................................................................... 58
Lampiran 2. Nota Pembayaran Obat Pedagang Besar Farmasi ..................... 59
Lampiran 3. Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor ............................ 60
Lampiran 4. Surat Pesanan Psikotropika ..................................................... 61
Lampiran 5. Surat Pesanan ........................................................................... 62
Lampiran 6. Surat Pesanan Obat-Obat Tertentu ........................................... 63
Lampiran 7. Kartu Barang ........................................................................... 64
Lampiran 8. Nota Pembayaran Obat Pasien (Kwitansi) ............................... 65
Lampiran 9. Etiket ...................................................................................... 66
Lampiran 10. Faktur Obat Dari Pedagang Besar Farmasi ............................. 67
Lampiran 11. Kartu Absensi Karyawan ....................................................... 68
Lampiran 12. Nota Pembayaran Resep ........................................................ 69
Lampiran 13. Kartu Piutang ........................................................................ 70
Lampiran 14. Denah Ruang Apotek 7 Menit ............................................... 71
Lampiran 15. Struktur Organisasi Apotek 7 Menit ...................................... 72
v
SUMPAH APOTEKER
SAYA BERSUMPAH / BERJANJI AKAN MEMBAKTIKAN HIDUP SAYA
GUNA KEPENTINGAN PERIKEMANUASIAAN TERUTAMA DALAM
BIDANG KESEHATAN.
SE
KALIPUN DIANCAM, SAYA TIDAK AKAN MEMPERGUNAKAN
PENGETAHUAN KEFARMASIAN SAYA UNTUK SESUATU YANG
BERTENTANGAN DENGAN HUKUM PERIKEMANUSIAAN.
vi
KODE ETIK APOTEKER
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta
dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
vii
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
viii
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V – PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya
(IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 08 Desember 2009
ix
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang
dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang
kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
x
BAB II
TINJAUAN UMUM
1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah
organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh
Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan
menegakkan disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/ Asisten Apoteker.
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI
adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna
mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian
xi
kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan
bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk
dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
xii
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.
BAB III
LANDASAN FORMAL
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya. 10.Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan
Apoteker Indonesia (IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-
peraturan organisasi lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.
BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten. Penjelasan:
Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar
kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/ mengakibatkan
kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
xiii
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau
Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga-
tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/ masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan
cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin „mutu‟, ‟keamanan‟, dan
‟khasiat/ manfaat‟ kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan
baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan
tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga
berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya
tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan pasien.
xiv
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-
medikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak
objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak
benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan
yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan
yang diketahuinya secara benar dan patut.
BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per-
Undang- Undangan yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
apoteker.
xv
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap
atau selamanya;
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
bahan medis habis pakai; dan pelayanan farmasi klinik ( Permenken No. 73 tahun
2016). Pengelolaan sediaan farmasi oleh apoteker merupakan suatu siklus yang
berkesinambungan, dimulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, dan pencatatan dan pelaporan.
Keterampilan seorang apoteker dalam mengendalikan siklus pengelolaan sedian
farmasi akan menentukan keberhasilan suatu apotek dalam menjalankan fungsinya
bagi masyarakat.
Sebuah Apotek dikelola oleh seorang Apoteker Penanggung Jawab Apotek
yang telah terdaftar pada Departemen Kesehatan, telah mengucap sumpah/janji
sebagai Apoteker dan memiliki Surat Izin Apotek (SIA). Apoteker sebagai tenaga
kesehatan dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, dan wawasan di
bidang kefarmasian dan kesehatan serta pengelolaan Apotek dengan sistem
manajemen yang baik. Selain itu, Apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya agar mampu berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan lain secara aktif, serta berinteraksi langsung dengan pasien disamping
menerapkan keilmuan dibidang farmasi. Bentuk interaksi antara lain adalah
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai indikasi, dosis, aturan pakai,
efek samping, cara penyimpanan obat, dan monitoring penggunaan obat untuk
mengetahui tujuan akhir sesuai harapan, serta hal-hal lain untuk mendukung
penggunaan obat yang benar dan rasional sehingga kejadian kesalahan pengobatan
(medication error) dapat dihindari. Oleh sebab itu Apoteker dalam menjalankan
praktik dibutuhkan profesionalitas dengan memiliki bekal ilmu pengetahuan, dan
keterampilan yang cukup dalam bidang kefarmasian baik dalam teori maupun
praktiknya sehingga mampu melakukan pelayanan kefarmasian yang berorientasi
kepada pasien (patient oriented).
Menyadari pentingnya peran dan tanggung jawab dari seorang Apoteker,
maka diadakan kerjasama antara Fakultas Farmasi Universitas Bhakti Kencana
dengan Apotek 7 Menit, untuk menyelenggarakan kegiatan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) selama dua bulan. Melalui praktek Kerja Profesi Apoteker di
apotek dapat menjadi gambaran nyata tentang tugas dan tanggungjawab Apoteker
sebagai penanggung jawab sebuah apotek.
3
2.1 Apotek
2.1.1. Definisi Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017
tentang Apotek, menyatakan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian Apoteker dapat dibantu
oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).
2.1.2. Tugas dan Fungsi Apotek
Tugas dan fungsi apotek menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah sebagai berikut :
1. Sebagai tempat pengabdian profesi Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
2. Sebagai sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
3. Sebagai sarana pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
4. Sebagai sarana pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai.
5. Sebagai sarana pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.
2.1.3. Persyaratan Pendirian Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun
2017 tentang Apotek, pada pasal 3 yaitu :
1. Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal
dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
2. Dalam hal apoteker yang mendirikan apotek bekerjasama dengan pemilik
modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya
oleh apoteker yang bersangkutan.
Pada pasal 4 disebutkan bahwa Pendirian Apotek harus memenuhi syarat, meliputi :
A. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di
wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan
4
5
pelayanan kefarmasian.
B. Bangunan
1. Bangunan apotek harus memiliki keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia.
2. Bangunan Apotek harus bersifat permanen, dapat merupakan bagian
dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah
kantor, rumah susun dan bangunan yang sejenis.
C. Sarana, Prasarana dan Peralatan
1. Sarana
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi :
a. Penerimaan Resep
Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set
komputer. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling
depan dan mudah terlihat oleh pasien.
b. Pelayanan Resep dan Peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di
ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan,
timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok
obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan,
blanko salinan resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur agar
mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi
dengan pendingin ruangan (air conditioner).
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
d. Konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat
6
Sarana, prasarana dan peralatan harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan
baik.
D. Ketenagaan
a. Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu
oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga
administrasi.
b. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin
praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.1.4. Perizinan Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun
2017 tentang Apotek, Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Apoteker sebagai izin untuk menyelenggarakan Apotek. Izin mendirikan apotek
tercantum dalam pasal 12 yaitu :
1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
2. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
3. Izin yang dimaksud berupa SIA.
4. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
Tata Cara pemberian Izin Apotek tercantum dalam pasal 13 dan 14 yaitu :
1. Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 1.
2. Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan
kelengkapan dokumen administratif meliputi :
a. Fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli.
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
c. Fotokopi Nomor Pajak Wajib Pajak Apoteker.
d. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan.
e. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
3. Paling lama dalam waktu 6 hari kerja sejak menerima permohonan dan
dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk
8
2.2 Apoteker
2.2.1. Definisi Apoteker
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker. Dalam pengelolaan apotek, seorang apoteker dapat dibantu oleh apoteker
pendamping dan tenaga teknis kefarmasian.
2.2.2. Surat Izin Praktik Apoteker
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki Surat Tanda
Registrasi Apoteker. Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 31
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian meyatakan bahwa setiap tenaga kefarmasian wajib memiliki surat
tanda registrasi. Persyaratan Registrasi tercantum pada pasal 7, bahwa untuk
memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan :
a. Memiliki Ijazah Apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Memiliki surat pernyataan telah mengucap sumpah/janji Apoteker.
d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktek.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
STRA tersebut dikeluarkan oleh Menteri dan berlaku selama 5 (lima) tahun
dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Tata Cara Memperoleh
Surat Tanda Registrasi tercantum pada pasal 12 yaitu :
1. untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada
Komite Farmasi Nasional (KFN).
2. Surat permohonan STRA harus melampirkan :
a. Fotokopi ijazah Apoteker.
12
Surat Izin Praktik Apoteker. Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA
adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat fasilitas kefarmasian. Dikecualikan SIPA bagi Apoteker di failitas
pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
pelayanan kefarmasian. Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek,
maka Apoteker yang bersangkutan hanya memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas
pelayanan kefarmasian lain. SIPA diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya. Tata cara
memperoleh SIPA dicantumkan pada pasal 21, yaitu :
1. Untuk memperoleh SIPA, Apoteker mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan.
2. Permohonan SIPA harus melampirkan :
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari
pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4
cm sebanyak 2 (dua) lembar.
3. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping
harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan
kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA
paling lama 20 (dua puluh) haru sejak surat permohonan diterima dan
dinyatakan lengkap.
Pencabutan SIPA tercantum pada pasal 23, yaitu :
1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA karena :
1. Atas permintaan yang bersangkutan.
14
C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
D. Penyimpanan
1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat,
nomor batch dan tangga kedaluwarsa.
2. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkankontaminasi.
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out).
E. Pemusnahan
1. Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kedaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki
surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan
Berita Acara Pemusnahan.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan
oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau
cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan
Resep.
18
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pelayanan farmasi klinik di apotek
meliputi :
A. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik
dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi :
1. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.
2. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan
paraf.
3. Tanggal penulisan resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi :
1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Stabilitas.
3. Kompatibilitas (ketercampuran obat).
Pertimbangan klinis meliputi :
1. Ketepatan indikasi dan dosis obat.
2. Aturan, cara dan lama penggunaan obat.
3. Duplikasi dan/atau polifarmasi.
4. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain).
5. Kontra Indikasi.
6. Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehanat, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
20
Apotek 7 Menit merupakan salah satu apotek yang bekerjasama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan ikut dalam mensukseskan
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Apotek 7 Menit bergabung pertama
kali pada bulan Oktober 2013 yang saat itu masih bernama ASKES (Asuransi
Kesehatan) untuk melayani resep-resep dokter. Pada bulan Januari 2014 ASKES
berubah namanya menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan
sesuai dengan Undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS.
Apotek 7 menit menerima resep pasien dengan penyakit kronis yang terdaftar
sebagai anggota BPJS yang berasal dari Rumah Sakit, Puskesmas, dokter keluarga
dan Klinik. Khusus untuk Puskesmas dan Klinik Pratama diterapkan pemetaan
26
27
untuk pelayanan resepnya. Apotek 7 Menit hanya dapat melayani resep dari
Puskesmas dan Klinik Pratama yang tertera pada tabel dibawah ini.
NO. Apotek Pelaksana Nama FKTP Kecamatan
Margahayu Raya Buah Batu
Sekejati Buah Batu
Klinik Kiara Husada Buah Batu
Klinik Pratama Insan Buah Batu
Medika
Klinik Pratama Buah Batu
Pangestu
Klinik Pratama Buah Batu
MedKlinik
Dr. Hery Suhendra Buah Batu
Dr. Aulia Fachrani Buah Batu
1 Apotek 7 Menit Margacinta Derwati Rancasari
Cipamokolan Rancasari
Klinik Pratama Green Rancasari
Care
Klinik Pratama Riung Rancasari
Bandung
Klinik Pratama Central Rancasari
Medika
Pasundan Regol
Garuda Andir
Kopo Bojongloa Kidul
Ciumbuleuit Cidadap
Kujangsari Bandung Kidul
Mohd. Ramdan Regol
Sukajadi Sukajadi
2 Apotek Mama Sukawarna Sukajadi
Klinik Afra Medika Sukajadi
28
fast moving (barang yang cepat terjual) atau termasuk slow moving (barang yang
lama terjual). Kemudian melakukan pengumpulan data obat-obatan yang akan
dipesan. Data tersebut terdapat dalam buku defecta yaitu nama dan jumlah barang
yang telah habis atau tinggal sedikit. Penulisan pada buku defecta merupakan tugas
dari asisten apoteker, dimana ia merekap semua barang yang habis atau jumlahnya
tinggal sedikit pada buku defecta ketika malam hari hendak menutup apotek.
3.2.2. Pengadaan
Pengadaan barang berfungsi untuk mengatur barang agar tidak terjadi
kekosongan. Bagian yang berwenang melakukan pengadaan adalah manajer area
yang bertanggungjawab atas ketersediaan dan tingkat keterjualan barang agar tidak
terjadi kekosongan persediaan atau penumpukan barang di apotek. Barang yang
dipesan haruslah melalui jalur resmi atau PBF yang resmi untuk menjamin mutu
dan keabsahan barang. Pembelian dikelompokkan menjadi :
A. Pembelian Rutin
Pengadaan dapat dilakukan ke Pedagang Besar Farmai (PBF) yang resmi
dan sudah terdaftar untuk menjamin mutu barang. Pemilihan PBF berdasarkan
harga (lebih murah), kelengkapan barang dan terdapat diskon yang lebih besar dari
lainnya Pemesanan dilakukan dengan menuliskan Surat Pesanan (SP). Untuk obat-
obat biasa pesanan boleh dilakukan via telepon atau whatsapp kepada sales. SP
akan diambil oleh ekpeditur ketika mengantar barang. Sedangkan untuk obat-
obatan yang mengandung precursor, obat-obat tertentu dan psikotropik surat
pesanan apotek harus diambil terlebih dahulu oleh sales kemudian obat bisa
dikirimkan oleh pihak PBF. SP tersebut harus ditanda tangani oleh apoteker dan
terdapat stempel basah nama dan SIPA apoteker.
B. BPJS
Sebelum melakukan pengadaan obat BPJS, sebelumnya harus dibuat Rencana
Kebutuhan Obat (RKO) selama 1 tahun terlebih dahulu yang mengacu pada
Formularium Nasional (FORNAS). Hal ini bersifat wajib untuk Fasilitas Kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS. Pemesanan obat BPJS mengacu pada e-katalog
yang merupakan sistem informasi elektronik yang memuat informasi seputar daftar
nama obat, jenis, spesifikasi teknis, harga satuan terkecil, dan pabrik penyedia.
Harga yang tercantum dalam e-katalog adalah harga satuan terkecil, di mana sudah
34
termasuk pajak dan biaya distribusi. Pengadaan obat generik yang sudah termuat
dalam e-katalog dilaksanakan melalui mekasisme e-Purchasing. Namun apotek 7
menit juga masih melakukan pemesanan secara manual.
C. Konsinyasi
Konsinyasi merupakan bentuk kerja sama yang biasanya dilakukan untuk
produk baru, barang promosi, obat tradisional dan food suplement. Konsinyasi
dilakukan dengan cara menitipkan produk dari perusahaan ke Apotek 7 Menit untuk
dijual, kemudian setiap bulannya atau bahkan setiap minggunya dilakukan
pengecekan dari pihak perusahaan untuk mengetahui jumlah produk yang terjual.
Jika barang habis atau jumlah nya tinggal sedikit, maka sales akan menawarkan
untuk ditambah atau tidak. Barang konsinyasi ini apabila tidak laku, maka dapat
diretur dan yang difakturkan untuk dibayar adalah barang yang terjual saja.
3.2.3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Penerimaan di Apotek 7 Menit
dilakukan setiap hari. Pengecekan barang datang dilakukan dengan mengecek
kesesuai fisik barang meliputi nama, jenis dan bentuk, jumlah, nomor batch, dan
tannggal expired date dengan informasi yang tertera pada faktur dan surat pesanan.
Jika semua telah sesuai maka faktur ditanda tangani, diberi tanggal penerimaan
serta cap apotek. Untuk faktur asli dikembalikan lagi ke PBF dan apotek hanya
mendapat copy nya.
3.2.4. Penyimpanan
Penyimpanan obat di Apotek 7 Menit terbagi menjadi:
a. Obat-obat OTC (Over The Counter) berupa obat bebas, obat bebas
terbatas, dan alat kesehatan disimpan di etalase depan. Penataan
disesuaikan dengan khasiat farmakologinya (demam, batuk, vitamin,
herbal, suplemen, aromaterapi, obat saluran pencernaan, obat khusus
anak, dan lain-lain), bentuk sediaan dan alfabetis.
b. Obat-obat ethical berupa obat keras baik obat paten maupun generik
disimpan ruang dalam. Penataan disesuaikan dengan bentuk sediaan
35
(solid, semi solid, dan cair) dan disusun dengan urutan alfabetis (A-Z)
dengan memisahkan antara obat paten dengan obat generik.
c. Obat BPJS disimpan dibagian dalam juga, namun dengan rak khusus
untuk obat BPJS dan disusun dengan urutan alfabetis.
d. Obat Narkotika dan Psikotropika disimpan didalam lemari khusus dan
terpisah (dengan tujuan agar tidak tercampur dengan obat lainnya) serta
dapat dengan mudah diawasai oleh Apoteker dimana lemari terdiri dari
dua lapis pintu, posisinya menempel pada dinding dan selalu dalam
keadaan terkunci untuk mencegah penyalahgunaan penggunaan. Kunci
lemari dipegang langsung oleh Apoteker Penanggungjawab, berdasarkan
Permenkes No. 28 Tahun 1978 tentang tata cara penyimpanan narkotika,
syarat ukuran lemari khusus penyimpanan narkotik adalah minimal
40x80x100 cm. Apabila lemari tersebut kecil dari persyaratan yang ada,
maka lemari harus menempel di dinding.
e. Obat suppositoria dan insulin disimpan di dalam lemari pendingin.
f. Sistem penyimpanan yang dilakukan oleh Apotek 7 Menit adalah sistem
First Expire First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Sistem FIFO
merupakan cara penyimpanan barang dimana barang yang datang
terlebih dahulu akan disimpan didepan sehingga akan dikeluarkan
terlebih dahulu dari yang lainnya, sedangkan barang yang datang terakhir
akan disimpan dibelakang, demikian seterusnya. Sistem FEFO adalah
penyimpanan barang yang memiliki tanggal kadaluarsa masih lama
diletakkan dibelakang, sedangkan barang yang sudah mendekati tanggal
kadaluarsa disimpan di depan. Sistem ini digunakan agar perputaran
barang di Apotek dapat dipantau dengan baik sehingga meminimalkan
banyaknya obat - obat di apotek yang mendekati tanggal kadaluarsa.
3.2.5. Pemusnahan
Sediaan farmasi dan komoditi non farmasi yang rusak dan telah lewat masa
kedaluarsanya harus dimusnahkan. Pemusnahan sediaan farmasi dengan cara
dikubur, dibakar, dilarutkan atau cara lain yang telah ditetapkan dan dilaporkan
dalam bentuk berita acara pemusnahan.
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
36
Harga Pokok Penjualan (HPP), membuat laporan laba rugi dan untuk
menentukan barang kategori fast moving atau slow moving.
Sedangkan untuk obat BPJS stok opname dilakukan setiap bulan.
c. Defekta
Buku defekta memuat informasi tentang nama obat dan jumlah nya.
Pencatatan barang yang habis atau stok nya menipis di buku defekta
dilakukan pada malam hari menjelang apotek tutup dan ketika
menemukan kekosongan pada stok ketika penjualan berlangsung. Fungsi
pencatatan pada buku defekta adalah untuk menghindari kekosongan
stok di apotek sehingga dapat meningkatkan kemajuan apotek dan
kepercayaan pasien.
3.2.7. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi :
1. Pengadaan berupa surat pesanan dan faktur yang di catat dalam bentuk
manual dan elektronik (nama PBF, nomor faktur, tanggal faktur, nama
barang, jumlah, diskon dan HPP)
2. Penerimaan: barang datang dicatat pada buku penerimaan barang yang
formatnya disesuaikan berdasarkan anjuran dari Dinas Kesehatan.
3. Penyimpanan: barang yang datang dicatat pada kartu stok (tanggal,
jumlah barang datang, exp date, nomor batch dan HPP dalam satuan
terkecil) dan sistem elektronik.
4. Pencatatan resep regular pada buku resep regular meliputi: nomor resep,
nama pasien, nama dokter, nama dan jumlah obat beserta signa nya dan
harga keseluruhan obat dalam resep.
5. Keuangan: Pencatatan pembelian dan penjualan setiap hari pada buku
pembelian, buku penjualan dan buku kas.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,
meliputi laporan keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal
merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu pelaporan Psikotropika melalui
38
aplikasi SIPNAP.
Laporan Internal apotek dibuat oleh manager apotek yaitu berupa laporan rugi laba
dan cash flow yang dibuat tiap satu bulan sekali dan setiap 3 bulan sekali. Laporan
Barang regular dan BPJS dipisahkan. Hal ini untuk mempermudah perhitungan rugi
laba apotek dikarenakan penjualan dan pembelian kedua barang tersebut berbeda
pendapatannya.
memberikan informasi tentang biaya yang perlu dibayarkan oleh pasien. Jika pasien
menyetujui, maka resep akan dilayani dan dilanjutkan dengan penyiapan obat.
Obat diserahkan ke pasien dengan disertai pemberian informasi obat kepada
pasien dilakukan baik dalam pelayanan resep maupun non-resep. Hal ini bertujuan
agar tujuan terapi dapat tercapai dengan baik dan untuk menghindari kesalahan
pada terapi. Pemberian informasi obat di Apotek 7 Menit terdiri dari nama obat,
fungsi, cara penggunaan, efek samping, cara penyimpanan obat dan informasi
lainnya mengenai obat tersebut. Setelah selesai, resep di beri nomor urut dan di
dokumentasikan pada buku resep regular. Pendokumentasian meliputi: nomor
resep, nama obat dan signanya, jumlah obat, nama dokter, nama pasien dan harga
resep.
B. Pelayanan Non Resep (Swamedikasi)
Pelayanan farmasi tanpa resep terdiri dari swamedikasi dan pembelian
produk farmasi lainnya. Swamedikasi dilakukan jika pasien berupaya melakukan
pengobatan dan perawatan terhadap pasien yang ingin melakukan pengobatan dan
perawatan terhadap penyakitnya secara mandiri. Biasanya swamedikasi dilakukan
untuk pengobatan pertama sebelum ke dokter, penyakit-penyakit yang dapat
dicegah dengan menggunakan obat non resep. Produk obat yang digunakan dalam
swamedikasi biasanya adalah golongan obat bebas dan suplemen. Untuk obat-obat
keras yang boleh diberikan terhadap pasien yang ingin melakukan pengobatan
sendiri hanya mencakup obat-obat yang ada dalam Daftar Obat Wajib Apotek
(DOWA) dan SK Menkes No. 919 tentang kriteria obat keras tanpa resep.
Penggalian data dan keluhan pasien dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui
apakah pasien telah terbiasa menggunakan obat tersebut atau tidak. Bila pasien
telah terbiasa menggunakan obat tersebut, pasien diberikan informasi tentang obat
keras yang terdapat dalam DOWA yang dapat digunakan.
Pelayanan swalayan farmasi diantaranya meliputi pelayanan atas
permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas, kosmetika, produk bayi, dan
suplemen, dan lain-lain. Alur pelayanan swalayan farmasi dan alat kesehatan
dimulai ketika terdapat permintaan di swalayan farmasi atau alat kesehatan,
kemudian dilihat persediaan dan dilakukan pemberitahuan harga. Selanjutnya yaitu
pembayaran dan pencetakan struk penjualan. Struk penjualan diterima oleh petugas.
40
Kemudian barang dan bon penjualan diserahkan kepada pembeli. Penyerahan obat
bebas disertai dengan informasi pemakaian seperlunya.
C. Pelayanan Obat Resep BPJS
Apotek 7 Menit merupakan salah satu apotek yang bekerjasama dengan
Badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan. Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran/
iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Pada awal berdiri, Apotek 7 Menit hanya melayani pembelian obat-obatan
umum yang banyak digunakan oleh masyarakat. Pada bulan Oktober 2013, Apotek
7 Menit mulai bekerja sama dengan ASKES dan juga resep dokter, hingga pada
bulan Januari 2014, ASKES merubah namanya menjadi BPJS dan kini Apotek 7
Menit mulai bekerja sama dengan berbagai Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik.
Apotek 7 menit menyediakan fasilitas obat BPJS dari Rumah Sakit Apotek,
beberapa Puskesmas di daerah bandung serta klinik yang termasuk dalam daftar
pemetaan dengan Apotek 7 Menit. Berikut Rumah Sakit yang bekerja sama dengan
BPJS yaitu :
1. Rumah Sakit Hasan Sadikin
2. Rumah Sakit Pindad
3. Rumah Sakit Al-Islam
4. Rumah Sakit Santo Yusup
5. Rumah Sakit Immanuel
6. Rumah Sakit Muhammadiyah
7. Rumah Sakit Sartika Asih
8. Rumah Sakit Santosa
9. Rumah Sakit Advent
10. Rumah Sakit Hermina
Apotek 7 Menit juga bekerja sama dengan beberapa Puskesmas di daerah
bandung dalam melayani peserta BPJS. Puskesmas yang bekerjasama dengan
apotek 7 menit yaitu :
1. Puskesmas Kujangsari
41
2. Puskesmas Mengger
3. Puskesmas Sekejati
4. Puskesmas M Ramdhan
5. Puskesmas Kopo
6. Puskesmas Salam
7. Puskesmas Pasawahan
8. Puskesmas Pelindung Hewan
9. Puskesmas Talagabodas
10. Puskesmas Cijerah
11. Puskesmas Cijagra Baru
12. Puskesmas Ibrahim Adji
13. Puskesmas Riung Bandung
14. Puskesmas Pasirluyu
Apotek 7 Menit juga bekerja sama dengan beberapa klinik di daerah
bandung dalam melayani peserta BPJS. Berikut klinik yang termasuk dalam daftar
pemetaan yang bekerjasama dengan apotek 7 menit yaitu :
1. Klinik Kiara Husada
2. Klinik Pratama Insan Medika
3. Klinik Pratama Pangestu 2
4. Klinik Pratama Medklinik
5. Klinik Pratama Green Care
6. Klinik Pratama Riung Bandung
7. Klinik Pratama Central Medika
8. Klinik Selamat
9. Klinik Ambalat
10. Klinik Afiati Kopo
11. Klinik Itenas
Resep BPJS dapat berasal dari :
1. Fasilitas Kesehatan RJTP (Rawat Jalan Tingkat Pertama)
Fasilitas Kesehatan RJTP meliputi Puskesmas, Klinik dan Dokter
Praktek Mandiri Pasien yang masih dikategorikan dalam RJTP (Rawat
Jalan Tingkat Pertama) meliputi Program Rujuk Balik (PRB). PRB
42
f. Epilepsi
g. Schizoprenia
h. Stroke
i. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
j. Penyakit kronis lain yang di tentukan oleh RS (Hipertropi prostat,
ginjal, parkinson, pirai, anti tiroid,dll).
Persyaratan untuk pengambilan obat kronis diantaranya :
1) Resep/salinan resep dari RS (tgl resep & bulan, diagnosa penyakit)
2) Foto copy kartu peserta BPJS/Askes.
3) Surat Elegibilitas Peserta (SEP) yang telah di cap dan di ACC BPJS
center di Rumah sakit
4) Melampirkan persaratan penunjang (pemeriksaan LDL Kolesterol,
EKG, Spirometri, dll)
5) Obat mengacu pada daftar obat Fornas Obat Kronis dan E-Katalog
6) Obat diberikan maksimal 23 hari.
Setelah persyaratan resep lengkap, langkah selanjutnya adalah dilakukan
pemeriksaan terhadap obat-obat yang memerlukan persyaratan khusus,
diantaranya :
1. Clopidogrel, melampirkan hasil :
a) EKG dengan diagnosa AMI / OMI / CAD (max 6 bulan )
b) PCI/KATETERISASI (max 12 bulan)
c) Echo (max 12 bulan dengan keterangan stenosis)
d) CT SCAN kepala disertai infrak untuk diagnose Stroke (max 12
bulan).
2. Simvastatin, melampirkan hasil Laboratorium Kolesterol LDL
dengan ketentuan nilai :
a) 100 untuk diagnosis Penyakit Jantung Koroner (PJK)
b) ˃130 untuk diagnosis penyakit Diabetes Militus (DM)
c) ˃160 untuk diagnosis tanpa komplikasi PJK dan DM (berlaku max
6 bulan)
45
e. Pembagian obat
Persyaratan untuk pengambilan obat kronis diantaranya :
a. Resep/salinan resep dari RS (tgl resep & bulan, diagnosa
penyakit)
b. Foto copy kartu peserta BPJS/Askes.
c. Surat Elegibilitas Peserta (SEP) yang telah di cap dan di ACC BPJS
center
d. di Rumah sakit
e. Melampirkan persaratan penunjang (pemeriksaan LDL Kolesterol,
EKG,
f. Spirometri, dll)
g. Obat mengacu pada daftar obat Fornas Obat Kronis dan E-Katalog
h. Obat diberikan maksimal 30 hari.
Prosedur Pelayanan atau Pembagian obat Prolanis di Puskesmas
a. Resep pasien prolanis diberikan kepada apotek yang selanjutnya
diperiksa oleh apotek dimulai dari kelengkapan admimistrasi,
farmasetik, dan klinisnya
b. Apotek kemudian menyiapkan obat untuk kebutuhan pasien prolanis
dari puskesmas
c. Tim Apotek melakukan penyerahan obat kepuskesmas serta
konseling dan informarsi obat terkait resep yang diberikan oleh dokter
serta melakukan konsolidasi dengan pihak keluarga untuk memberi
pengertian akan pentingnya kehadiran pasien di kegiatan Prolanis.
3.3.2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
Obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut :
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:
a. Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep.
b. Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik
obat.
2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan (untuk obat racikan)
48
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi :
1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.
2. Pemberdayaan masyarakat (penyuluhan).
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.
BAB IV
TUGAS KHUSUS
PROGRAM RUJUK BALIK (PRB)
50
51
1.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah
dilaksanakan di Apotek 7 Menit Margacinta, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Peran, fungsi, tugas dan tanggungjawab Apoteker di Apotek adalah menjadi
penanggungjawab segala kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik di
apotek.
2. Pengelolaan perbekalan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dan pelayanan farmasi klinik di Apotek dilakukan berdasarkan Permenkes
Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
3. Melalui Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) calon apoteker dapat
mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja sebagai apoteker yang
profesional.
1.2. Saran
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan selama PKPA, maka yang dapat penulis
sarankan adalah diharapkan mahasiswa calon Apoteker dapat diberi tanggung
jawab lebih detail selama kegiatan PKPA sehingga mahasiswa dapat
mengaplikasikan secara maksimal apa yang telah dipelajari selama perkuliahan
secara nyata di lokasi PKPA.
56
DAFTAR PUSTAKA
57
LAMPIRAN 1
SALINAN RESEP
58
59
LAMPIRAN 2
NOTA PEMBAYARAN OBAT PEDAGANG BESAR FARMASI
60
LAMPIRAN 3
SURAT PESANAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR
61
LAMPIRAN 4
SURAT PESANAN OBAT MENGANDUNG PSIKOTROFIKA
62
LAMPIRAN 5
SURAT PESANAN
63
LAMPIRAN 6
SURAT PESANAN OBAT-OBAT TERTENTU
64
LAMPIRAN 7
KARTU BARANG
65
LAMPIRAN 8
NOTA PEMBAYARAN OBAT PASIEN (KWITANSI)
66
LAMPIRAN 9
ETIKET
67
LAMPIRAN 10
FAKTUR OBAT DARI PEDAGANG BESAR FARMASI
68
LAMPIRAN 11
KARTU ABSENSI KARYAWAN
69
LAMPIRAN 12
NOTA PEMBAYARAN RESEP
=
70
LAMPIRAN 13
KARTU PIUTANG
71
LAMPIRAN 14
DENAH RUANG APOTEK 7 MENIT
72
LAMPIRAN 15
STRUKTUR ORGANISASI APOTEK 7 MENIT