Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN AKHIR

ANALISIS PERMASALAHAN PENGAWASAN POST BORDER

PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI


BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat rahmatNya, laporan Analisis Permasalahan Pengawasan Post
Border dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam Paket Kebijakan
Ekonomi XV berfokus pada pengembangan usaha serta peningkatan daya
saing para penyedia jasa logistik nasional dimana salah satu yang menjadi
poin pentingnya menyangkut penyederhanaan tata niaga impor melalui
pergeseran pengawasan dari border ke post border. Dalam rangka
mendukung kebijakan tersebut, Kementerian Perdagangan menerbitkan
Permendag Nomor 51 Tahun 2020. Pada pelaksanaannya, pengawasan
post border memiliki potensi terjadinya kebocoran barang-barang yang tidak
sesuai dengan ketentuan karena barang yang sudah tidak berada di
kawasan pabean akan dapat dengan bebas beredar di pasar dalam negeri.
Hal ini tentu perlu mendapat perhatian pemerintah agar bisa dilakukan
optimalisasi pengawasan post border sehingga tujuan pengawasan post
border dapat tercapai dengan baik.
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
pelaksanaan dan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan
pengawasan post border saat ini, sehingga diperoleh rumusan usulan
kebijakan yang terkait dengan pengawasan post boder sehingga
implementasinya menjadi lebih optimal, efektif dan efisien. Analisis ini
merupakan analisis mandiri yang dilakukan secara swakelola oleh Pusat
Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri.
Kami sadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan,
namun kami harapkan agar analisis ini dapat menjadi bahan masukan bagi
pimpinan dalam merumuskan kebijakan terutama di bidang perdagangan
khususnya perlindungan konsumen dan tertib niaga.

Jakarta, April 2021


Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan ii


ANALISIS PERMASALAHAN PENGAWASAN POST BORDER

ABSTRAK

Dalam rangka mendukung Paket Kebijakan Ekonomi XV, Kementerian


Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2020
tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui
Kawasan Pabean (Post Border), dimana pengawasan dan pemeriksaan atas
pemenuhan persyaratan tata niaga impor bergeser dari border ke post border.
Dalam pelaksanaannya berpotensi terjadinya kebocoran barang-barang yang
tidak sesuai dengan ketentuan. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi
permasalahan dalam implementasi pengawasan post border. Metode analisis
menggunakan metode kualitatif deskriptif. Data dikumpulkan melalui survei melalui
kuesioner online dengan dua pihak yaitu (1) importir dan (2) petugas pengawas
post border. Hasil analisis menunjukkan bahwa diperoleh gambaran
permasalahan pelaksanaan pengawasan post border antara lain: konektivitas
sistem INSW dengan sistem INATRADE, kompetensi petugas pengawas, jumlah
SDM pengawas belum bisa mengikuti kecepatan arus masuk dan keluar barang,
serta koordinasi dengan DJBC untuk menindaklanjuti hasil pengawasan yang
belum optimal.

Kata kunci: pengawasan, post border, importir, petugas pengawas

ABSTRACT
In order to support the XV Economic Policy Package, the Ministry of Trade
issued Regulation of the Minister of Trade Number 51 of 2020 concerning
Inspection and Supervision of Import After Passing through the Customs Area
(Post Border), where supervision and inspection of compliance with import system
requirements shifts from border to post border. In its implementation there is
potential for leakage of goods that are not in accordance with the provisions. This
analysis aims to identify problems in the implementation of post border supervision.
The method used for this analysis is descriptive qualitative methods. Data was
collected through a survey through an online questionnaire with two parties, (1)
importers and (2) post border supervisors. The results showed an overview of the
problems in the implementation of post border supervision such as: the connectivity
of the INSW system with the INATRADE system, the competence of supervisory
officers, the number of supervisory personnel who have not been able to keep up
with the speed of the flow of goods in and out, and the coordination for the follow-
up of the inspection results with DJBC is not optimal.
Keywords: supervision, post border, importer, supervisory officer

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan iii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah Analisis .......................................................... 3
1.3. Tujuan Analisis................................................................................ 3
1.4. Output Analisis ................................................................................ 3
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak ..................................................... 4
1.6. Ruang Lingkup Analisis .................................................................. 4
1.7. Sistematika Laporan ....................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................. 6
2.1. Tinjauan Pustaka…………...…………………………………………….6
2.1.1. Kebijakan terkait Post Border……………………………………6
2.1.2. Penelitian Terdahulu……………………………………….…...16
2.2. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 19
BAB III METODOLOGI..............................................................................21
3.1 Data, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data ...................... 21
3.1.1. Data dan Sumber Data ......................................................... 21
3.1.2. Metode Pengumpulan Data .................................................. 22
3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 23
BAB IV HASIL ANALISIS ......................................................................... 26
4.1. Gambaran Umum Pelaksanaan Pengawasan Post Border ........... 26
4.2. Analisis Permasalahan Pengawasan Post Border dari sisi Importir 27
4.3. Analisis Permasalahan Pengawasan Post Border dari sisi Petugas30
4.4. Harapan dan Masukan Pelaksanaan Pengawasan Post Border…..36
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................... 37
5.1. Kesimpulan .................................................................................... 37
5.2. Rekomendasi……………………………………………………………38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan i


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sinergi Dalam Pemeriksaan Post Border....................................11

Tabel 2. Komoditi yang termasuk dalam pengawasan border dan post


border........................................................................................................11

Tabel 3. Rekapitulasi Data Analisis……………………….…………………24

Tabel 4. Data PPTN dan PPNS-DAG Aktif (Tahun 2020)………………...33

Tabel 5. Rekapitulasi Daftar Permasalahan Pengawasan Post Border…35

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan ii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Data Pengawasan Tata Niaga Post Border ......................... 9

Gambar 2. Alur Data Pengawasan Tata Niaga Post Border Untuk Produk
SNI Wajib ........................................................................................... 10

Gambar 3. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 20

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan iii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat ini banyak pelaku usaha yang mengeluhkan penanganan
pemeriksaan dokumen dan kelengkapan tata niaga impor di daerah
pabean yang memakan waktu lama. Hal tersebut mengakibatkan
pelaku usaha kehilangan banyak waktu dan kesempatan produksi atau
menjual dikarenakan barang yang tertahan di pelabuhan serta biaya
yang harus dikeluarkan juga sangat besar.
Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi XV yang
berfokus pada pengembangan usaha serta peningkatan daya saing
para penyedia jasa logistik nasional dimana salah satu yang menjadi
poin pentingnya menyangkut penyederhanaan tata niaga impor melalui
pergeseran pengawasan ketentuan larangan dan/atau pembatasan
(lartas) dari border ke post border. Diharapkan kebijakan tersebut dapat
menurunkan dwelling time dan memperlancar arus barang di
pelabuhan. Dalam rangka mendukung kebijakan tersebut,
Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan
Pemeriksaan Tata Niaga Impor di Luar Kawasan Pabean (Post border)
yang telah direvisi oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51
Tahun 2020 tentang Pemeriksaan Dan Pengawasan Tata Niaga Impor
Setelah Melalui Kawasan Pabean (Post Border). Dengan perubahan
tersebut, pengawasan dan pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan
tata niaga impor tidak lagi dilakukan di daerah pabean, melainkan
dilakukan setelah barang yang diimpor tersebut melalui Kawasan
Pabean (Post Border). Perubahan tersebut mulai diberlakukan pada
tanggal 1 Februari 2018. Perubahan ini diharapkan dapat
memperlancar proses masuk barang, terutama bahan baku dan bahan
penolong.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 1


Proses pengawasan post border mewajibkan setiap importir untuk
mencantumkan dengan benar nomor dan tanggal Persetujuan Impor
(PI) dan/atau Laporan Surveyor (LS) di dalam dokumen Pemberitahuan
Impor Barang (PIB). Importir wajib mencantumkan jumlah atau volume
impor barang dalam PIB sesuai dengan satuan ukuran sebagaimana
tercantum dalam PI. Kementerian Perdagangan akan melakukan
pemeriksaan kesesuaian data PIB yang diterima melalui Indonesia
National Sigle Window (INSW), yang diakses melalui sistem e-reporting
yang dikelola oleh Pusat Data dan Informasi. Terhadap data PIB
dilakukan pemeriksaan kesesuaian dengan data perizinan tata niaga
impor dalam INATRADE. Apabila Kementerian Perdagangan
menemukan ketidaksesuaian dalam proses validasi, Kementerian
Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga dapat melakukan pemeriksaan fisik di lapangan terhadap
produk yang diimpor. Apabila Direktorat Jenderal Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga menemukan indikasi pelanggaran
ketentuan perundang-undangan, maka Direktorat Jenderal
Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga dapat menindaklanjuti
dengan proses pengawasan yang dilakukan terhadap kebenaran
laporan realisasi impor, kesesuaian antara barang yang diimpor dengan
yang tercantum di dokumen impor, serta kepatuhan atas ketentuan
peraturan dan perundang-undangan di bidang perdagangan.
Ketentuan peraturan dan perundang-undangan di bidang
perdagangan yang harus dipatuhi oleh importir juga termasuk
peraturan di bidang perlindungan konsumen yaitu persyaratan untuk
barang yang dikenakan SNI Wajib, kewajiban pemenuhan
persyaratan label dalam bahasa Indonesia, ketentuan mengenai
persyaratan buku manual dan kartu garansi, serta ketentuan-
ketentuan lainnya. Apabila importir tidak memenuhi ketentuan dan
peraturan di bidang perlindungan konsumen, maka hal tersebut
berpotensi mengakibatkan kerugian bagi konsumen dimana produk

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 2


yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat membahayakan
keselamatan dan kesehatan konsumen.
Pelaksanaan pengawasan post border memiliki potensi
terjadinya kebocoran barang-barang yang tidak sesuai dengan
ketentuan karena barang yang sudah tidak berada di kawasan pabean
akan dapat dengan bebas beredar di pasar dalam negeri. Hal ini tentu
perlu mendapat perhatian pemerintah agar bisa dilakukan optimalisasi
pengawasan post border sehingga pelaksanaan pengawasannya
dapat mencapai tujuan dengan baik. Dalam rangka meningkatkan
optimalisasi pengawasan post border, perlu dipetakan permasalahan
yang timbul dalam pelaksanaan pengawasan post border sehingga
akan mengurangi kesenjangan antara harapan yang diinginkan
dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan analisis untuk memetakan permasalahan yang muncul
dalam pelaksanaan pengawasan post border.

1.2. Perumusan Masalah


Permasalahan yang akan dianalisa adalah :
1. Bagaimanakah sistem pelaksanaan pengawasan post border
saat ini?
2. Bagaimanakah permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan
pengawasan post border?

1.3. Tujuan Analisis


Adapun tujuan dari analisis ini adalah:
1. Mengidentifikasi sistem pelaksanaan pengawasan post border saat
ini;
2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan pelaksanaan
pengawasan post border.

1.4. Output Analisis


Adapun output dari analisis ini adalah:

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 3


1. Hasil identifikasi sistem pelaksanaan pengawasan post border
saat ini;
2. Hasil identifikasi dan evaluasi permasalahan pelaksanaan pengawasan
post border.

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak


Hasil analisis ini dapat digunakan oleh unit teknis terkait di
pemerintahan, dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pengawasan post border. Selain
itu, analisis ini juga dapat berdampak kepada masyarakat, dimana
pengawasan post border yang efektif dapat meningkatkan
perlindungan terhadap konsumen di Indonesia.

1.6. Ruang Lingkup Analisis


a. Objek: Dinas Perdagangan, Dit. Standarisasi dan Pengendalian
Mutu Kementerian Perdagangan, Dit. Tertib Niaga Kementerian
Perdagangan, Balai Pengawasan Tertib Niaga, importir.
b. Daerah analisis: Sumatera Utara (Medan).

1.7. Sistematika Laporan


Laporan analisis ini terdiri dari 5 (lima) Bab, sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan. Bab ini mendeskripsikan latar belakang,
perumusan masalah, tujuan, output, perkiraan manfaat
dan dampak serta ruang lingkup analisis yang dilakukan.
BAB II : Tinjauan Pustaka. Bab ini menjelaskan tinjauan literatur
yang digunakan sebagai referensi serta kerangka berpikir
dalam analisis ini.
BAB III : Metodologi. Bab ini menjelaskan metode analisis yang
digunakan, sumber data dan metode pengumpulan data.
BAB IV : Pembahasan. Bab ini menjelaskan identifikasi dan hasil
evaluasi permasalahan pelaksanaan pengawasan post
border yang sudah berjalan hingga saat ini.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 4


BAB V : Kesimpulan & Rekomendasi. Bab ini berisi tentang
kesimpulan analisis dan rekomendasi kebijakan yang
diperlukan terkait pelaksanaan pengawasan post border
yang efektif.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 5


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1. Kebijakan Post border
Pada tanggal 15 Juni 2017, pemerintahan Presiden Joko Widodo
mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XV yang berfokus pada
pengembangan usaha serta peningkatan daya saing para penyedia jasa
logistik nasional (Kemenko Perekonomian RI, 2017). Salah satu isu krusial
dari Paket Kebijakan ini adalah bagaimana mempermudah arus barang
impor lartas, terutama yang menjadi bahan baku bagi industri domestik
Indonesia. Paket kebijakan ini mengubah proses pemeriksaan ribuan jenis
barang impor lartas yang sebelumnya dilaksanakan di wilayah pabean
(border) menjadi dilakukan “di luar kawasan pabean”, yang oleh pemerintah
disebut sebagai “post border”. Secara singkat kebijakan ini kemudian
disebut sebagai kebijakan post border. (Basuki, 2020)
Penetapan paket kebijakan ekonomi XV ini salah satu poin
pentingnya menyangkut penyederhanaan tata niaga impor melalui
pergeseran pengawasan ketentuan larangan dan/atau pembatasan (lartas)
dari border ke post border. Tujuan dari penyederhanaan ini antara lain :
a. Mendukung iklim investasi di dalam negeri
b. Menurunkan biaya logistik
c. Menurunkan dwelling time
Prinsip pergeseran ke post border tidak menghilangkan persyaratan
impor, tetapi pengawasan yang sebelumnya dilakukan Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai (DJBC) beralih ke Kementerian/Lembaga (K/L). Kebijakan
post border mengatur pemeriksaan tersebut di luar kawasan pabean
(misalnya di gudang milik importir) dan pengawasnya adalah berasal dari
Kementerian/Lembaga teknis sesuai dengan jenis produk yang terkena
lartas (Basuki, 2020). Sementara itu, kriteria barang-barang yang masih
diperiksa di wilayah pabean yang terkait bidang keamanan, keselamatan,
kesehatan dan lingkungan. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan nilai tarif dan

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 6


nilai pabean untuk memastikan penetapan tarifnya masih dilakukan oleh
DJBC.
Kebijakan Post border ini mulai berlaku per 1 Februari 2018. Adapun
tujuan dan manfaat kebijakan tersebut :
1. Memperkuat kelembagaan Indonesian National Single Window (INSW)
2. Meningkatkan daya saing perusahaan penyedia jasa logistik
3. Memberikan peluang pasar kepada pengusaha pelayaran, marine
insurance dan pemeliharaan kapal nasional
Penyederhanaan tata niaga post border ini mencakup beberapa hal:
1. Pengurangan lartas border
Penyederhanaan lartas ke post border dilakukan melalui pengurangan
lartas impor dari 48.3% menjadi 20.8% melalui pergeseran pengawasan
impor dari border ke post border dan simplifikasi lartas ekspor. Dari total
10.826 kode HS, sebanyak 5229 kode HS (48.3%) adalah lartas impor.
2. Penyederhanaan perizinan lartas border
Simplifikasi perizinan dilakukan dengan mengharmonisasikan antar-
peraturan lartas, sehingga peraturan-peraturan lartas yang berbeda
namun mengatur komoditi yang sama dapat disederhanakan menjadi
saru peraturan/perizinan lartas (single licensing) yang diterbitkan oleh
kementerian/lembaga yang memiliki kepentingan utama/leading sektor.
3. Harmonisasi 23 peraturan lartas
Mengharmonisasikan 16 dari 23 peraturan lartas yang tidak sesuai
dengan PKE
4. Tata niaga untuk Industri Kecil Menengah (IKM)
IKM membutuhkan kecepatan pengadaan bahan baku asal impor
dengan jenis dan jumlah sesuai kebutuhannya serta sesuai dengan
kemampuan pembayarannya, memiliki keterbatasan dalam melakukan
ekspor dengan volume, persyaratan dan sistem pembayaran luar negeri
serta perlunya satu regulasi yang mengatur mekanisme pengadaan
bahan baku dan ekspor untuk mendukung peningkatan produksi dan
daya saing IKM sebagai substitusi impor yang selama ini melalui impor
borongan dan perluasan ekspor IKM.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 7


Pemeriksaan terhadap barang impor di luar kawasan pabean
dilakukan menggunakan 3 (tiga) mekanisme, yaitu pemeriksaan terhadap
barang tertentu yang diberlakukan tata niaga impor, pencantuman Nomor
Pendaftaran Barang (NPB) dan Surat Keterangan Rekapitulasi Izin Tipe
(SKIRT).
Pelaksanaan pemeriksaan terhadap barang tertentu yang
diberlakukan tata niaga impor diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 51 Tahun 2020. Adapun terhadap jenis barang yang telah
diberlakukan SNI dan/atau persyaratan teknis secara wajib dan alat-alat
ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) diatur melalui masing-
masing Peraturan Menteri Perdagangan. Lebih lanjut, ketentuan
pelaksanaan pemeriksaan barang di luar kawasan pabean yang
menggunakan mekanisme pemeriksaan NPB dilakukan terhadap barang
telah diberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib, diatur
melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 81 Tahun 2019 tentang
Standardisasi Bidang Perdagangan. Adapun pemeriksaan di luar kawasan
pabean terhadap barang berupa UTTP dilakukan dengan menggunakan
mekanisme pemeriksaan SKRIT diatur melalui Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 23 Tahun 2018.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan pengawasan post border,
dikembangkan sistem pemeriksaan post border yang didukung data dari
Indonesia National Single Window (INSW) dan Inatrade. Data INSW yang
digunakan adalah data dalam dokumen Pemberitahuan Impor Barang
(PIB), antara lain terkait nama dan jumlah produk yang diimpor, data
importir serta nomor dan tanggal PIB. “Inatrade” merupakan sistem online
pelayanan terpadu perdagangan melalui portal Kementerian Perdagangan
(http://inatrade.kemendag.go.id). Sistem ini dikelola oleh Pusat Data dan
Sistem Informasi (PDSI) Kemendag yang terintegrasi dengan dukungan
Sistem Teknologi Informasi (SRTI) surveyor yang melakukan verifikasi atau
penelusuran teknis barang. Secara singkat alur data pengawasan tata
niaga post border dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 8


Gambar 1. Alur Data Pengawasan Tata Niaga Post Border

Khusus untuk produk SNI wajib, alur proses pengawasan post border
sesuai dengan petunjuk teknis yang tercantum dalam keputusan Dirjen
PKTN No 292 tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 2.
Pada prinsipnya pengawasan post border dilakukan untuk
mempercepat pengeluaran barang dari pelabuhan tanpa menghilangkan
rantai tata niaga. PengawasanpPost border dilakukan bagi :
a. Bahan baku dilakukan dengan sistem post audit terhadap industri
pemakainya.
b. Barang konsumsi dilakukan sistem risk management atau persyaratan
pra edar seperti ML BPOM.
c. Post border tidak diberlakukan untuk ekspor .
Penguatan kelembagaan dan kewenangan Indonesia National
Single Window (INSW) dilakukan dengan kebijakan antara lain :
1. Memberikan fungsi independensi INSW untuk dapat mengembangkan
sistem elektronik pelayaran dan pengawasan ekspor impor kepabean
dari kepelabuhan di seluruh Indonesia.
2. Mengawasi kegiatan ekspor impor yang berpotensi sebagai illegal
trading.
3. Membangun single risk management untuk kelancaran arus barang dan
penurunan dwelling time.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 9


Gambar 2. Alur Data Pengawasan Tata Niaga Post Border Untuk Produk SNI Wajib

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 10


4. Sebagai competent authority dalam integrasi ASEAN Single Window
dan pengamanan pelaksanaan FTA.
Dalam rangka penyederhanaan tata niaga dari border ke post
border, pemerintah telah membentuk tim tata niaga ekspor impor dan
sinergi dalam pemeriksaan post border. Bentuk sinergi antar Kementerian
dan Lembaga yang terlibat dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Sinergi Dalam Pemeriksaan Post Border


Bentuk Sinergi Instansi yang terlibat
Pemeriksaan Rutin Kemendag dan/atau K/L terkait sesuai
tugas dan fungsi

Investigasi Kemendag dan/atau K/L terkait serta dapat


dilakukan bersama Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai

Pidana PPNS K/L, Direktorat Jenderal Bea dan


Cukai, dan Aparat Penegak hukum lainnya
(jika diperlukan)

Pergesaran lartas border ke post border berlaku untuk beberapa komoditas


sebagai berikut :

Tabel 2. Komoditi yang termasuk dalam pengawasan border dan post


border
BORDER POST BORDER
Udang Perkakas ringan
Bahan peledak Preparat bau-bauan mengandung
alkohol
PCMX Sakarin
Limbah B3 Ban
Gombal Intan kasar
Prekusor Elektronik
Nitro Cellulose Kosmetik
Garam Mainan anak-anak
Produk hewan Pangan
Hewan Sepatu dan alas kaki
Mesin yang menggunakan Pakaian jadi

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 11


Limbah non-B3 Semen
TPT Bahan Baku Plastik
Batik dan motif batik Baja paduan
Obat tradisional Besi atau baja
Beras Produk turunan
Hortikultura Pelumas
Gula Jagung
BPO Migas
Pakaian Bekas Elektronik (HP)
MMEA Mutiara
B2 Kaca Lembaran
Mesin Multifungsi Berwarna Keramik
Barang Modal Tidak Baru UTTP (ukur, takar, timbang,
penetapannya asal impor)
Produk kehutanan
Sumber : BPPP, Kemendag

Langkah strategis yang diambil oleh pemerintah dalam


penyederhanaan kebijakan terkait lartas yang secara detil meliputi
penerapan penyederhanaan perizinan, otomatisasi perizinan, single risk
management, dan pergeseran pengawasan lartas ke post border.
Kebijakan penyederhanaan dan pengurangan Lartas yang saat ini
digulirkan oleh Pemerintah tidak akan mengurangi kewenangan
Kementerian/Lembaga teknis terkait. Sebaliknya akan memberikan
kewenangan yang lebih jelas dalam hal pengawasan oleh masing-masing
Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam pengeluaran atau pengaturan
perizinan ekspor impor.
Terkait dengan kebijakan penyederhanaan regulasi berupa
kebijakan lartas yang digulirkan oleh pemerintah saat ini merupakan
kelanjutan dari kebijakan reformasi regulasi atau biasa disebut deregulasi.
Di lingkup Kementerian Perdagangan, tujuan deregulasi tersebut adalah
untuk mendukung upaya peningkatan kelancaran arus barang dalam
rangka ekspor, impor dan distribusi barang di dalam negeri serta

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 12


meningkatkan iklim usaha yang sehat dan berdaya saing. Dalam kebijakan
deregulasi ini, pemerintah memangkas peraturan, menyederhanakan
berbagai perizinan dan mengurangi persyaratan yang tidak relevan, serta
menghilangkan pemeriksaan yang tidak diperlukan, yang selama ini
ditetapkan oleh 15 Kementerian/Lembaga atau 18 unit penerbit perizinan.
Untuk itu, regulasi yang mengatur tata niaga ekspor maupun impor
ditargetkan lartas impor yang saat ini mencapai 48.3% (5229 Pos Tarif)
akan berkurang menjadi sekitar 20.8% (2256 Post Tarif) dari seluruh kode
HS dalam BTKI 2017. Target pengurangan lartas tersebut dilakukan
dengan menggeser pengawasan impor dari border ke post border dan
simplifikasi lartas ekspor.
Di samping melakukan pergeseran pengawasan dari border ke post
border, Kementerian Perdagangan juga akan melakukan penyederhanaan
dokumen impor kepabeanan dan mendorong K/L lainnya untuk
menerapkan perizinan yang bersifat otomatis serta bekerja sama dengan
DJBC untuk penerapan single risk management. Upaya yang juga
dilakukan oleh Kemendag adalah melakukan harmonisasi antar peraturan
Lartas dengan melakukan koordinasi dengan K/L terkait sehingga
peraturan-peraturan Lartas yang berbeda namun mengatur komoditi yang
sama dapat disederhanakan menjadi satu peraturan/perizinan Lartas
(single licensing) yang diterbitkan oleh K/L yang memiliki kepentingan
utama/leading sector.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2020 tentang


Pemeriksaan dan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui
Kawasan Pabean (Post Border)

Dalam rangka meningkatkan efektivitas pemeriksaan tata niaga


impor setelah melalui kawasan pabean (post border) diperlukan adanya
suatu mekanisme pemeriksaan yang lebih komprehensif. Untuk itu
ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan dan
Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui Kawasan Pabean (Post
Border). Pemberlakuan tata niaga impor terhadap barang tertentu

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 13


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa pemberlakuan tata niaga impor
dilaksanakan melalui kewajiban pemenuhan persyaratan impor oleh
importir dan wajib mencantumkan dengan benar data persyaratan impor
dalam dokumen PIB. Adapun data persyaratan impor yang dimaksud terdiiri
dari nomor dan tanggal atas dokumen:
a. Persetujuan Impor (PI)
b. Laporan Surveyor (LS)

Selanjutnya dalam Pasal 4 disebutkan bahwa importir diwajibkan


mencantumkan jumlah atau volume impor barang dalam Persetujuan Impor
Barang (PIB) dengan satuan ukuran yang tercantum dalam PI serta
larangan untuk mengimpor barang dengan jumlah atau volume yang
melebihi jumal atau volume yang tercantum dalam PI.
Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal PKTN
berwenang melaksanakan:
a. Pemeriksaan kesesuaian data PIB;
b. Pemeriksaan khusus terhadap dokumen impor; dan/atau
c. Pengawasan kewajiban tata niaga impor
setelah barang melalui kawasan pabean. Pemeriksaan kesesuaian data
PIB diterima melalui Indonesia National Single Window (INSW) yang
diakses melalui sistem e-reporting yang dikelola oleh Pusat Data dan
Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan. Data PIB yang dimaksud
terdiri atas:
a. Nomor dan tanggal PI;
b. Nomor dan tanggal LS; dan/atau
c. Jumlah atau volume Impor Barang
Kemudian terhadap data PIB dilakukan pemeriksaan kesesuaian dengan
data perizinan tata niaga impor dalam INATRADE.
Sementara itu, pemeriksaan khusus dilakukan berdasarkan:
a. Hasil pemeriksaan kesesuaian;
b. Informasi dari instansi pemerintah terkait dan/atau masyarakat.
Pemeriksaan khusus dilakukan dalam hal importir diduga:

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 14


a. Tidak memiliki PI;
b. Tidak memiliki LS; dan/atau
c. Barang yang diimpor melebihi jumlah atau volume yang tercantum
dalam PI.
dan juga terhadap importir yang ditetapkan sebagai importir dengan
klasifikasi risiko tertentu, dilaksanakan pemeriksaan kelengkapan dan
kebenaran dokumen asli persyaratan impor. Jika berdasarkan pemeriksaan
khsusu importir terbukti melakukan pelanggaran, maka dilanjutkan dengan
pengawasan dan/atau penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengawasan dilakukan terhadap:
a. Dokumen persyaratan impor;
b. Keseuaian barang yang diimpor dengan data yang tercantum dalam
dokumen perizinan impor; dan
c. Kepatuhan atas ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perdagangan.
Pelaksanaan pengawasan dilaksanakan oleh Petugas Pengawas dan/atau
PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal pemberian sanksi terhadap importir berdasarkan hasil
pengawasan diatur dalam Pasal 15 - Pasal 18. Importir yang telah memiliki
persyaratan impor namum melakukan tindakan berupa:
a. Tidak atau salah mencantumkan data persyaratan impor dalam PIB;
b. Mencantumkan jumlah atau volume Impor Barang dalam PIB yang
tidak sesuai dengan jumlah dan/atau satuan ukuran yang dinyatakan
dalam PI dan/atau LS;
dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis paling banyak 2 (dua)
kali dan rekomendasi pembekuan API pada NIB kepada Lembaga OSS.
Sanksi administratif berupa peringatan tertulis diberikan paling banyak 2
(dua) kali. Terhadap importir yang telah dikenai sanksi administratif
peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali akan diberikan sanksi rekomendasi
pembekuan API pada NIB. Sementara itu bagi importir yang mencantumkan
data persyaratan impor dalam PIB secara tidak benar karena tidak memiliki
kelengkapan dokumen persyaratan impor, dikenai sanksi administratif

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 15


berupa pencabutan API pada NIB. Selanjutnya importir hanya dapat
mengajukan kembali permohonan penerbitan API setelah 3 (tiga) tahun
terhitung sejak tanggal penetapan pencabutan.
Terhadap barang impor yang tidak dilengkapi dengan persyaratan
impor wajib untuk ditarik dari distribusi dan/atau dimusnahkan. Jika dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya
perintah, importir tidak melakukan penarikan barang dari distribusi dan/atau
pemusnahan barang, maka importir dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan NIB dan dapat mengajukan kembali permohonan penerbitan
NIB setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal penetapan pencabutan
NIB. Terhadap Importir yang dikenai sanksi, Dirjen PKTN akan
menyampaikan surat permintaan larangan kegiatan importasi oleh importir
kepada Dirjen Bea dan Cukai dan ditembuskan kepada Dirjen Perdagangan
Luar Negeri. Dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan
pemeriksaan dan pengawasan post border, dilakukan verifikasi kepatuhan
untuk menentukan klasifikasi resiko.

2.1.2 Penelitian Terdahulu

Kebijakan Post Border dan Ketidakpastian Regulasi Pemeriksaan


Barang Impor di Indonesia

Kebijakan post border dimana mengatur pengawasan impor yang


diberlakukan sejak 1 Februari 2018 ditujukan untuk mempermudah
prosedur kepabeanan untuk barang impor yang juga menjadi bahan baku
produk dalam negeri. Harmonisasi antar kebijakan dan implementasinya
perlu untuk terus dimonitor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
efektivitas kebijakan pengawasan impor dalam memberikan kemudahan
dan kepastian berusaha para pelaku usaha. Mengingat kebijakan tersebut
telah diwujudkan dalam serangkaian regulasi, metodologi yang dipilih
dalam penelitian ini adalah Regulatory Impact Assessment (RIA). Hasil
studi menemukan ketergesaan dalam penyusunan regulasi yang
menyebabkan beberapa dampak yang tidak diinginkan. Tidak adanya

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 16


standar dalam pemilihan komoditas yang masuk ke dalam pengawasan
post border adalah salah satu masalah krusial yang harus segera
ditindaklanjuti melalui revisi kebijakan. (Basuki, 2020)

Kajian Implementasi Peraturan BPOM No. 29 dan 30 Tahun 2017 terkait


Pengawasan Post Border, dilakukan oleh BPOM pada tahun 2018

Potensi ancaman terhadap masuknya produk obat dan makanan


impor ilegal, masih menunjukan tren yang sangat dominan pada temuan
pengawasan maupun pada perkara yang telah dilakukan penyidikan oleh
PPNS BPOM. BPOM menyadari hal tersebut sebagai ancaman strategis
yang harus dihadapi dengan langkah kerjasama dan kolaborasi antara
BPOM dan Dirjen Bea dan Cukai (DJBC), yang selanjutnya tertuang dalam
Perjanjian Kerjasama No. HK.09.1.2.23.05.17.1959 dan No. KEP-
394/BC/2017 tentang Pengawasan Pemasukan, Pengeluaran dan
Peredaran Obat dan Makanan. Paket Kebijakan Ekonomi XV tahun 2017
pun muncul sebagai pendorong dalam mengeser komoditi kosmetika,
produk kuasi, suplemen kesehatan dan pangan olahan pada pengawasan
post border, sehingga BPOM harus menyesuaikan proses bisnis
pengawasannya untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dengan
menerbitkan Peraturan BPOM No. 29 Tahun 2017 dan Peraturan BPOM
No. 30 Tahun 2017. Kajian ini akan menganalisa tentang implementasi
peraturan tersebut menggunakan pola pikir Regulatory Impact Assessment
(RIA) dari data yang didapatkan dari hasil wawancara pejabat struktural dan
petugas pengawas di BPOM dan DJBC. Komunikasi antara BPOM dan
DJBC menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam implementasi
peraturan ini. Strategi imlementasi berlandaskan pada pemahaman
petugas dan berorientasi pada peningkatan daya saing usaha yang tidak
lepas dari peran pengawasan / community protector. Kerjasama yang
sudah dan dapat terus dikembangkan berupa kegiatan dalam pelaksanaan
fungsi intelijen, penempatan petugas di wilayah pabean serta pengawasan
/ penyidikan bersama.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 17


Kajian Implementasi Kebijakan Pemasukan Post Border Terhadap
Pengawasan Obat dan Makanan, dilakukan oleh BPOM pada tahun
2019

Berdasarkan Undang – Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009


Pasal 182, pengawasan harus dilakukan dalam setiap upaya kesehatan,
khususnya dalam hal pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi serta
pengamanan makanan dan minuman. Begitu pula dalam Undang – Undang
Pangan No. 18 Tahun 2012, pengawasan harus dilakukan khususnya untuk
tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi
bagi kepentingan kesehatan masyarakat. Kebijakan tersebut selanjutnya
melandasi BPOM RI dalam melaksanakan pengawasan yang lebih efektif.
Terlebih lagi peran BPOM telah diperkuat dengan Peraturan Presiden No.
80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, maka
penguatan kelembagaan BPOM semakin mendukung fungsi strategis
nasional dalam upaya perlindungan dan peningkatan kualitas hidup
masyarakat Indonesia dan untuk mendukung daya saing nasional.
Produk obat dan makanan impor ilegal ini masuk ke wilayah
Indonesia melalui beberapa pintu masuk (border) di wilayah kepabeanan.
BPOM menyadari hal tersebut sebagai ancaman strategis yang harus
dihadapi dengan langkah kerjasama dan kolaborasi antara BPOM dengan
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Nota kesepahaman yang
selanjutnya tertuang dalam perjanjian kerjasama
No.HK.09.1.2.23.05.17.1959 dan No.KEP-394/BC/2017 tentang
Pengawasan Pemasukan, Pengeluaran dan Peredaran Obat dan Makanan
antara Sekretaris Utama BPOM dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Dukungan BPOM terhadap daya saing usaha juga sejalan dengan
Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) tentang Pengembangan Usaha dan
Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional, yang selanjutnya diterbitkan
Peraturan Kepala BPOM No. 29 Tahun 2017 tentang Pengawasan
Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia dan
Peraturan Kepala BPOM No. 30 Tahun 2017 tentang Pengawasan
Pemasukan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia. Implementasi

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 18


Peraturan Kepala BPOM ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
tata niaga ekspor impor untuk mengurangi lartas (larangan terbatas)
khususnya dari bahan baku serta produk obat dan makanan, sehingga
dapat mengurangi dwelling time dan porsi biaya logistik.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, BPOM juga harus tetap dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya untuk melindungi masyarakat terhadap
produk obat dan makanan yang berbahaya terhadap
kesehatan. Khususnya terhadap komoditas dan produk obat kuasi,
kosmetik, suplemen kesehatan dan pangan olahan impor ilegal yang
mungkin dapat masuk sebagai dampak dari kebijakan tersebut. Hal ini
diduga terjadi karena pengawasan pemasukannya bergeser dari border
menjadi post border.
Selain itu kontrol dan analisa data yang dilakukan secara sistematis
juga diharapkan dapat membangun alert system tehadap kemungkinan
adanya illegal trading. Yang selanjutnya diharapkan dapat memperlancar
informasi dan komunikasi BPOM dan DJBC dalam kerangka Single Risk
Management (SRM). Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan kajian untuk
mengetahui partisipasi melalui tingkat kepentingan dan peran
seluruh stakeholder terkait dan tersampaikannya tujuan kebijakan tersebut
dalam mendukung daya saing usaha. Serta untuk mengetahui mekanisme
informasi dan komunikasi yang tepat antar semua stakeholder baik dalam
kerangka pengawasan Obat dan Makanan. Secara spesifik tujuan dari
kegiatan ini sebagai berikut:
1) Mengindentifikasi masalah yang dihadapi stakeholder dalam
implementasi Peraturan BPOM No. 29 dan No.30 Tahun 2017;
2) Menganalisis dan memetakan peran stakeholder dalam
implementasi Peraturan BPOM No. 29 dan No.30 Tahun 2017;
3) Memberikan rekomendasi kebijakan terhadap implementasi
Peraturan BPOM No. 29 dan No.30 Tahun 2017 dalam memberikan
kontribusi dalam tata niaga ekspor impor untuk mengurangi lartas
(larangan terbatas) khususnya dari bahan baku serta produk obat
dan makanan, sehingga dapat mengurangi dwelling time dan porsi

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 19


biaya logistik dan pengawasan terhadap Obat dan Makanan tetap
berjalan;
4) Menganalisis efektivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi
sistem pengawasan post border pemasukan obat dan makanan

2.2 Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran dalam analisis ini dapat dilihat dalam gambar
sebagai berikut:

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 20


BAB III
METODOLOGI

Pendekatan metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian


kualitatif. Analisis yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan
implementasi pelaksanaan, proses pengawasan dan permasalahan yang
ditemui terkait implementasi tata niaga impor dan pengawasan post border
mengacu pada Permendag Nomor 51 Tahun 2020 dilihat dari sisi importir
dan petugas pengawas. Dari hasil inventarisasi penerapan dan daftar
masalah yang ditemukan kemudian dilakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan pengawasan post border.

3.1. Data, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data


3.1.1. Data dan Sumber Data
Data dan sumber data dalam analisis ini terdiri dari :
a. Data primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber
pertama individu dan instansi. Jenis data yang dikumpulkan
berupa data terkait permasalahan pengawasan post border yaitu :
1. Permasalahan pelaksanaan pengawasan post border oleh
petugas pengawas
2. Permasalahan pelaku usaha importir dalam mengikuti aturan
terkait pengawasan post border
Data tersebut diperoleh dari beberapa sumber yang dipilih,
diantaranya Dit. Tertib Niaga, Balai Pegawasan Tertib Niaga,
pelaku usaha impor/importir, dan stakeholder terkait lainnya.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi literatur hasil analisis
sebelumnya atau data lainnya yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengawasan post border.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 21


3.1.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data untuk mencapai tujuan penelitian
dilakukan melalui pembagian kuesioner secara online kepada
importir dan petugas pengawas post border. Hal yang akan
dilakukan adalah mengidentifikasi implementasi dan permasalahan
dalam penerapan pengawasan post border mengacu Permendag
Nomor 51 Tahun 2020. Hasil identifikasi tersebut kemudian diveluasi
untuk melihat klasifikasi dan jenis permasalahan yang ditemukan
dari sisi importir dan petugas pengawas.

Informasi yang dikumpulkan

Dari sisi importir, analisis secara umum akan melihat:


• Permasalahan terkait peraturan
• Permasalahan sistem seperti INSW dan INATRADE
• Permasalahan pemeriksaaan oleh petugas pengawas
• Permasalahan inefisiensi pelaksanaan pengawasan post border
• Permasalahan tindak lanjut hasil pemeriksaan
• Permasalahan penerapan sanksi akibat pelanggaran
• Masukan terhadap pelaksanaan pengawasan post border

Dari sisi petugas pengawas post border, hal yang diidentifikasi


adalah:
• Permasalahan terkait peraturan
• Permasalahan akses ke database atau sistem
• Permasalahan jumlah SDM petugas pengawas
• Permasalahan inefisiensi pelaksanaan pengawasan post border
• Permasalahan fasilitas pendukung pelaksanaan pengawasan
post border
• Permasalahan target waktu pemeriksaan dan tindak lanjut
pemeriksaan
• Masukan terhadap pelaksanaan pengawasan post border

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 22


3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang sudah dikumpulkan, baik data primer maupun data
sekunder untuk selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data.
Metode pengolahan data terdiri atas :
1) Data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain
kepustakaan, penelitian terdahulu serta tinjauan kebijakan
terkait dengan pelaksanaan pengawasan post border. Data
sekunder ini digunakan sebagai referensi dalam pembahasan
analisis ini.
2) Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner
kepada importir dan petugas pengawas post border. Dari hasil
tersebut kemudian diidentifikasi pelaksanaan pengawasan post
border saat ini dan permasalahan yang ditemui dalam
implementasinya.
3) Dari hasil identifikasi tersebut kemudian diolah dan
dikategorikan setiap permasalahan yang muncul dalam
pelaksanaan pengawasan post border dari sisi importir dan
petugas pengawas post border.
4) Hasil olah data dan evaluasi akan disampaikan sebagai bahan
pertimbangan rumusan rekomendasi kebijakan.

Metode analisis data ditampilkan seperti dalam tabel 3.


Secara umum metodologi penelitian bersifat deskriptif, dimana
peneliti ingin menggambarkan implementasi pengawasan post
border dan permasalahan/kendala yang dihadapi oleh 2 (dua)
pemangku kepentingan utama, yaitu (1) Importir dan (2) Petugas
pengawas post border. Metode analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif yang menyajikan informasi melalui tabel dan
grafik untuk menggambarkan profil pelaksanaan pengawasan dan
permasalahan yang muncul dalam pengawasan post border.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 23


Tabel 3. Rekapitulasi Metode Analisis

Tujuan Sumber data Data Analisis Keluaran


1. Mengidentifikasi Importir dan petugas • Peraturan • Kualitatif • Daftar kinerja
sistem pengawas Post terkait deskriptif pelaksanaan
pelaksanaan border pengawasan pengawasan
pengawasan post border post border
post border saat • Pelaksanaan saat ini
ini pengawasan
post border
• Kinerja sistem
database dan
INSW
• Kinerja
pelaksanaan
pemeriksaan
oleh petugas
pengawas tertib
niaga
• Kinerja
pemberian
sanksi

2. Mengidentifikasi Importir • Permasalahan • Kualitiatif • Daftar


dan terkait deskriptif kendala dan
mengevaluasi peraturan masalah
permasalahan • Permasalahan pelaksanaan
pelaksanaan sistem seperti pengawasan
pengawasan INSW dan post border
post border Inatrade mengacu
• Permasalahan Permendag
pemeriksaaan 51/2020 dari
oleh petugas sisi importir.
pengawas
• Permasalahan
inefisiensi
pelaksanaan
pengawasan
post border
• Permasalahan
tindak lanjut
hasil
pemeriksaan
• Permasalahan
penerapan
sanksi akibat
pelanggaran

Petugas pengawas • Permasalahan • Kualitiatif • Daftar


Post border terkait deskriptif kendala dan
peraturan masalah
• Permasalahan pelaksanaan
akses database pengawasan
atau INSW post border
• Permasalahan mengacu
SDM petugas Permendag
pengawas 51/2020 dari

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 24


• Permasalahan petugas
inefisiensi pengawas.
pelaksanaan
pengawasan
post border
• Permasalahan
fasilitas
pendukung
pelaksanaan
pengawasan
post border
• Permasalahan
target waktu
pemeriksaan
dan tindak
lanjut
pemeriksaan

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 25


BAB IV
HASIL ANALISIS

4.1. Gambaran Umum Pelaksanaan Pengawasan Post Border

Dalam Paket Kebijakan Ekonomi XV, pemerintah berfokus pada


pengembangan usaha serta peningkatan daya saing para penyedia
jasa logistik nasional dimana salah satu yang menjadi poin pentingnya
menyangkut penyederhanaan tata niaga impor melalui pergeseran
pengawasan ketentuan larangan dan/atau pembatasan (lartas) dari
border ke post border. Dalam upaya mendukung kebijakan tersebut,
Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan Dan
Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui Kawasan Pabean (Post
Border). Kebijakan post border sendiri berlaku efektif mulai 1 Februari
2018.

Peraturan tersebut mengatur pemberlakuan tata niaga impor


melalui kewajiban pemenuhan persyaratan impor oleh importir dimana
wajib mencantumkan dengan benar data persyaratan impor yaitu
dokumen Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) dalam
dokumen PIB.

Berdasarkan hasil kuesioner yang didistribusikan secara online


kepada responden yang berkaitan dengan pengawasan post border
yaitu importir dan petugas pengawas post border, diperoleh data dan
informasi sebagai berikut :

1. Peraturan terkait pengawasan post border yang ada saat ini,


secara umum sudah baik dimana berfungsi sebagai acuan
hukum dan teknis terkait proses pemeriksaan dan
pengawasan tata niaga impor setelah melalui kawasan pabean
(post border).
2. Menurut responden, pelaksanaan pengawasan post border
terhadap barang impor dinilai sudah baik (57.1 persen) dan

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 26


sangat baik (35.7 persen). Namun terdapat responden menilai
pelaksanaan pengawasan post border masih kurang efektif
dikarenakan masih lemahnya penegakan hukum terhadap
importir yang nakal.
3. Kinerja sistem INSW sebagai pusat data dan informasi terkait
dengan proses pelayanan dan pengawasan kegiatan ekspor-
impor dinilai sudah baik, meskipun masih ditemukan beberapa
kendala teknis yang muncul dalam pelaksanaannya.
4. Menurut responden dari pihak importir, pelaksanaan
pemeriksaan pengawasan post border oleh petugas pengawas
dinilai sangat baik (35.7 persen) dan baik (64.3 persen).
5. Penerapan sanksi dinilai sangat memberikan efek jera bagi
pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam
pelaksanaan pengawasan post border.

Secara umum, proses pelaksanaan kebijakan post border


khususnya proses pemeriksaan dan pengawasannya sudah baik.
Literasi pelaku usaha dan petugas pengawas terhadap peraturan yang
berlaku terkait pengawasan tata niaga impor post border juga sudah
baik. Namun demikian masih terdapat beberapa permasalahan.

4.2. Analisis Permasalahan Pengawasan Post border Dari Sisi Importir


Di samping mengidentifikasi penerapan pengawasan post border
saat ini, juga dilakukan identifikasi permasalahan yang ditemui dalam
pelaksanaan pengawasan post border. Berdasarkan hasil survei
terhadap importir diperoleh data dan informasi sebagai berikut :

1. Permasalahan terkait sistem INSW


Indonesia National Single Window (INSW) merupakan pusat
data dan informasi terkait dokumen kepabeanan, dokumen
kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen
kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain yang terkait
dengan ekspor dan/atau impor secara elektronik. Seluruh pelaku

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 27


usaha yang akan melakukan kegiatan ekspor-impor harus
melakukan proses perizinan di portal INSW. Dalam pelaksanaanya,
masih ditemukan kendala dan permasalahan.

. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 8 persen responden pernah


menemukan kendala dan permasalahan terkait sistem INSW.
Permasalahan yang ditemui dalam proses di sistem INSW antara lain :
kegagalan konektivitas data antara sistem INSW dengan sistem di
INATRADE milik Kementerian Perdagangan, seperti data Persetujuan
Impor (PI), Laporan Surveyor (LS) dan Nomor Pendaftaran Barang
(NPB). Hal ini menyebabkan importir merasa dirugikan karena akan
masuk ke dalam daftar importir yang mendapat teguran.

2. Permasalahan terkait pelaksanaan pemeriksaan oleh petugas


pengawas

Pemeriksaan dilakukan terhadap kelengkapan persyaratan


dokumen impor yang terdiri dari dokumen Persetujuan Impor (PI)
dan/atau Laporan Surveyor (LS) dalam dokumen Persetujuan Impor
Barang (PIB). Terhadap beberapa barang tertentu dilakukan :
a) pemeriksaan kesesuaian antara data PIB dari sistem Indonesia
National Single Window (INSW) yang diakses melalui sistem e-

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 28


reporting dengan data perizinan tata niaga impor dalam
INATRADE;
b) pemeriksaan khusus terhadap dokumen impor; dan/atau
c) pengawasan kewajiban tata niaga impor.

Pemeriksaan dan pengawasan dilakukan oleh Petugas Pengawas dan


PPNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan
hasil survei menunjukkan tidak ditemukan kendala dan permasalahan
oleh importir dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengawasan post
border.

3. Permasalahan inefisiensi pelaksanaan pengawasan post border

Salah satu tujuan dari penerapan kebijakan post border adalah


memperlancar arus barang impor dimana proses pemeriksaan dan
pengawasan tata niaga impor dilakukan setelah melalui kawasan
pabean. Namun dalam pelaksanaannya berpotensi menimbulkan
kendala dan permasalahan baru. Berdasarkan hasil survei, sebanyak
14.3 persen responden menilai ada inefisiensi yang timbul terhadap
pelaksanaan pengawasan post border. Beberapa hal yang dianggap
menjadi tidak efisien antara lain : pengurusan dokumen yang masih
berbelit dan adanya peraturan yang multitafsir sehingga terkadang
masih terjadi adu argumen antara importir dengan petugas pengawas.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 29


4. Permasalahan terkait tindak lanjut hasil pemeriksaan

Ketika terjadi dugaan pelanggaran atas kelengkapan dan


kesesuaian dokumen persyaratan impor serta kepatuhan atas
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan
terhadap importir, maka dilakukan kegiatan pengawasan melalui
pemeriksaan khusus oleh petugas pengawas. Setiap pengawasan hasil
tindak lanjut pemeriksaan mengacu pada peraturan yang berlaku.
Menurut hasil survei, tidak ditemukan permasalahan yang berkaitan
dengan tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh importir.

5. Permasalahan terkait penerapan sanksi akibat pelanggaran dalam


pengawasan post border

Importir yang melakukan pelanggaran akan diberikan sanksi


sesuai dengan jenis pelanggarannya. Sanksi yang diberikan dapat
berupa sanksi administratif yaitu peringatan tertulis, rekomendasi
pembekuan API pada NIB, pencabutan NIB serta permintaan larangan
importasi kepada Ditjen Bea dan Cukai. Menurut hasil survei,
responden berpendapat tidak pernah menemukan permasalahan atau
kendala terkait penerapan sanksi yang diberikan bagi yang melanggar.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 30


Peraturan yang ada sudah jelas mengatur dan menjelaskan sanksi
yang didapat sesuai dengan jenis pelanggarannya.

4.3. Analisis Permasalahan Pengawasan Post Border Dari Sisi Petugas


Pengawas
Selain importir, survei juga dilakukan terhadap petugas
pengawas post border untuk menggali permasalahan yang timbul
dalam pelaksanaan pengawasan post border. Petugas pengawas
berasal dari pusat maupun di daerah yang terdapat Balai Tertib Niaga.
Hasil survei diperoleh data dan informasi sebagai berikut :

1. Permasalahan terkait peraturan pengawasan post border

Salah satu peraturan yang terkait dengan pengawasan post


border adalah Permendag Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan
dan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui Kawasan Paben
(Post Border). Peraturan tersebut menjadi acuan proses pemeriksaan
dan pengawasan di lapangan bagi para petugas pengawas.
Berdasarkan hasil survei, tidak ditemukan permasalahan terkait
peraturan dalam pelaksanaan pengawasan post border oleh petugas
pengawas. Hal ini menunjukan bahwa sampai saat ini peraturan yang
ada dapat dilaksanakan oleh petugas tanpa ada kendala serta petugas
pengawas dapat menjadikan peraturan tersebut sebagai acuan dalam
proses pemeriksaan dan pengawasan post border.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 31


2. Permasalahan terkait akses terhadap database dan/atau INSW

Menurut hasil survei, selama ini petugas pengawas post border


tidak menemukan kendala dan masalah terkait akses terhadap
database dan/atau INSW. Untuk aliran data di Kementerian
Perdagangan diakses melalui sistem e-reporting yang diambil dari data
INSW dan dikelola oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian
Perdagangan.

3. Permasalahan SDM petugas pengawas post border


Salah satu komponen penting dalam pengawasan post border
adalah SDM petugas pengawas baik dalam hal jumlah (kuantitas)
maupun kompetensi.

Menurut hasil survei, jumlah petugas pengawas post border saat


ini dinilai sangat tidak mencukupi. Saat ini, jumlah petugas pengawas
di Balai Pengawasan Tertib Niaga Surabaya sebanyak 8 orang dan
Balai Pegawasan Tertib Niaga Bekasi berjumlah 7 orang. Berdasarkan
data dari Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, jumlah
pegawai yang memiliki kewenangan PPTN (Petugas Pengawas Tertib

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 32


Niaga) dan PPNS-DAG (Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perdagangan)
aktif di seluruh Indonesia hingga Desember 2020 dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 4. Data PPTN dan PPNS-DAG Aktif (Tahun 2020)

Sumber : Ditjen PKTN, 2020

Dalam pelaksanaannya, pengawasan post border masih belum


bisa mengikuti kecepatan arus masuk dan keluarnya barang sehingga
seringkali pada saat pengawasan post border dilakukan, barang yang
diawasi sudah tidak ada di gudang importir dan beredar di pasaran. Hal
tersebut mengakibatkan petugas pengawas tidak bisa memverifikasi
apakah produk yang diimpor sama dengan yang tertera di dokumen
serta apakah produk tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Jumlah petugas pengawas tertib niaga yang melakukan
pengawasan post border masih sangat kurang sehingga frekuensi dan
kecepatan pelaksanaan pengawasan masih belum optimal.
Di samping dari sisi jumlah, hal penting lain yang perlu
diperhatikan adalah kompetensi petugas pengawas yang melakukan
pemeriksaan dan pengawasan post border. Petugas pengawas harus
memahami peraturan terkait yang ada saat ini serta perlu memahami
jenis/kategori barang yang masuk dalam aturan larangan dan
pembatasan (lartas) impor yang diatur dalam pengawasan post border
sehingga pelaksanaan pengawasan bisa terfokus dan berlangsung
efisien.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 33


4. Pemasalahan inefisiensi pelaksanaan pengawasan post border

Berdasarkan hasil survei, sebanyak 25 persen responden


menilai terdapat inefisiensi yang timbul dalam pelaksanaan
pengawasan post border. Hal yang dianggap tidak efisien antara lain :
seringkali terjadi keterlambatan proses pengawasan terhadap barang
yang dikenakan tata niaga impor post border sehingga barang di
gudang importir sudah beredar di pasar sebelum dilakukan
pengawasan.

5. Permasalahan fasilitas dalam pelaksanaan pengawasan post border

Berdasarkan hasil survei, fasilitas dalam pelaksanaan


pengawasan post border saat ini dari sisi jumlah dinilai sudah cukup (50
persen responden), kurang cukup (25 persen responden) dan sangat
tidak cukup (25 persen responden). Salah satu masukan untuk
meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan post border adalah
memperbanyak jumlah kantor Balai Pengawas Tertib Niaga di daerah
agar cakupan pengawasan dapat lebih optimal dengan
mempertimbangkan jumlah pengawas yang ada.

6. Permasalahan target waktu untuk penyelesaian pemeriksaan dan


tindak lanjut hasil pemeriksaan

Berdasarkan hasil survei terhadap petugas pengawas, target


waktu untuk penyelesaian pemeriksaan dan/atau tindak lanjut hasil
pemeriksaan dinilai sudah cukup (50% responden) dan kurang cukup
(50% responden). Saat ini target waktu pemeriksaan dan tindak lanjut
hasil pemeriksaan tergantung dengan situasi dan kondisi di lapangan

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 34


yang dihadapi serta jenis pelanggaran yang ditemukan. Di samping itu,
juga ditemukan kendala koordinasi dengan Ditjen Bea Cukai terkait
permintaan larangan importasi berupa rekomendasi pencabutan Nomor
Induk Berusaha importir yang melanggar ketentuan yang disampaikan
oleh petugas pengawas masih terlalu lambat untuk direspon. Hal ini
berpengaruh terhadap tindak lanjut pemeriksaan hasil pemeriksaan
pengawasan post border.

Tabel 5. Rekapitulasi Daftar Permasalahan Pengawasan Post Border

SISTEM SDM

• Kegagalan konektivitas data • Kompetensi petugas


antara sistem INSW dengan pengawasan terkait pemahaman
sistem INATRADE jenis/kategori barang yang
masuk dalam lartas impor
• Data PI dan LS tidak terdeteksi pengawasan post border
di sistem
• Jumlah petugas pengawas tidak
mencukupi

ALAT & METODE

SANKSI
• Pengurusan dokumen masih
berbelit
• Peraturan masih multitafsir • Masih lemahnya penegakan
antara importir dan petugas hukum terhadap importir yang
pengawas tidak mematuhi peraturan
• Keterlambatan proses
pengawasan
• Barang di gudang importir
sudah beredar sebelum
dilakukan pengawasan
• Jumlah kantor Balai Pengawas
Tertib Niaga belum mencukupi
• Tindak lanjut pemeriksaan
petugas pengawas masih
terlalu lambat untuk direspon
oleh DJBC

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 35


4.4. Harapan dan Masukan Pelaksanaan Pengawasan Post Border
Selain mengidentifikasi permasalahan yang timbul dalam
pelaksanaan pengawasan post border, dalam analisis ini juga menggali
harapan dan masukan dari importir dan petugas pengawas terhadap
pelaksanaan pengawasan post border agar lebih efektif dan efisien.
Beberapa poin yang yang menjadi masukan antara lain :
a) Proses pengawasan agar bisa lebih cepat dan sesuai dengan
arus keluar masuknya barang.
b) Perlu meningkatkan pembinaan dan sosialisasi peraturan yang
terkait dengan kebijakan post border kepada pelaku usaha
c) Perbaikan harmonisasi sistem informasi di Kementerian
Perdagangan dengan Ditjen Bea Cukai sehingga pelaku usaha
tidak mendapat teguran akibat kegagalan konektivitas sistem.
d) Peningkatan kapasitas petugas pengawas terkait pengetahuan
tentang jenis/kategori barang yang masuk dalam lartas impor
untuk meminimalisir kerugian akibat ketidak sepahaman antara
importir dan petugas pengawas.
e) Perlu penguatan regulasi dan kelembagaan terkait
pengawasan post border.
f) Koordinasi dan keterbukaan dengan pihak Ditjen Bea Cukai
agar lebih dioptimalkan.
g) Database dan risk management agar bisa lebih baik dan akurat.
h) Penambahan jumlah SDM dan fasilitas petugas pengawas post
border.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 36


BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan
Hasil analisis ini diperoleh gambaran permasalahan yang ditemui
dalam pelaksanaan pengawasan post border dari sisi importir dan petugas
pengawas. Beberapa poin permasalahan yang diperoleh sebagai berikut:
1. Masih terjadi kegagalan konektivitas antara sistem INSW dan
INATRADE. Hal tersebut mengakibatkan pelaku usaha
mendapatkan teguran dari petugas pengawas.
2. Masih kurangnya koordinasi dan keterlambatan respon atau tindak
lanjut hasil pemeriksaan yang disampaikan oleh petugas pengawas
kepada instansi yang berwenang (DJBC) terkait rekomendasi
pencabutan Nomor Induk Berusaha (NIB). Hal tersebut
mengakibatkan importir masih dapat melakukan importasi meskipun
sudah diberikan sanksi.
3. Pemahaman petugas pengawas terkait jenis/kategori barang yang
masuk dalam aturan larangan dan pembatasan (lartas) impor
sehingga masih ditemukan importir yang tidak sepaham dengan
petugas pengawas terkait barang yang diawasi.
4. Pelaksanaan pengawasan post border masih belum bisa mengikuti
kecepatan arus masuk dan keluarnya barang sehingga pada saat
pengawasan post border dilakukan, barang yang diawasi sudah tidak
ada di gudang importir.
5. Jumlah petugas pengawas tertib niaga yang melakukan
pengawasan post border masih sangat kurang sehingga frekuensi
dan kecepatan pelaksanaan pengawasan belum optimal.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 37


5.2. Rekomendasi
Analisis ini merekomendasikan beberapa poin terkait pelaksanaan
pengawasan post border agar lebih efektif dan efisien sebagai berikut:
1. Kementerian Perdagangan dan Ditjen Bea Cukai perlu melakukan
perbaikan dan peningkatan integrasi sistem informasi agar data yang
sudah diinput oleh pelaku usaha di INSW bisa diakses secara
sempurna oleh sistem INATRADE sehingga pelaksanaan
pengawasan post border bisa lebih efisien dan efektif serta pelaku
usaha tidak dirugikan.
2. Kementerian Perdagangan perlu melakukan koordinasi berkala
dengan instansi terkait untuk menyederhanakan mekanisme
pencabutan izin usaha atau Nomor Induk Kepabeanan sehingga
proses pemberian sanksi administratif bagi importir yang melanggar
ketentuan dapat berlangsung lebih cepat dan efisien.
3. Kementerian Perdagangan perlu menyusun buku saku atau
membuat aplikasi yang berisikan database jenis barang yang
dikenakan larangan pembatasan (Lartas) impor sehingga petugas
pengawas di lapangan bisa mengetahui jenis barang yang
diterapkan larangan pembatasannya.
4. Untuk mengatasi masalah ketiadaan barang di gudang importir pada
saat dilakukan pengawasan, maka Kementerian Perdagangan perlu
membuat aturan agar pelaku usaha atau importir diwajibkan untuk
menyediakan satu gugus sampel produk agar bisa dilakukan
pengawasan.
5. Kementerian Perdagangan perlu meningkatkan jumlah petugas
pengawas tertib niaga yang melakukan pengawasan post border
sehingga pelaksanaan pengawasan post border dapat mengikuti
kecepatan arus keluar masuknya barang.
6. Kementerian Perdagangan perlu melakukan pengawasan post
border secara berkala terhadap importir yang sudah memenuhi
persyaratan dokumen impor untuk memastikan kesesuaian barang
yang diimpor dengan data yang tercantum dalam dokumen impor.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 38


DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2013. Penerapan SNI.


http://www.bs.goid/main/bsn/isi_bsn/17

Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2013. Perumusan SNI.


http://www.bs.goid/main/bsn/isi_bsn/28

Basuki, S. (2020). Kebijakan Post border dan Ketidakpastian Regulasi


Pemeriksaan Barang Impor di Indonesia. E-journal Kajian ekonomi
& Keuangan, 4, Nomor 1.

Herjanto, Eddy. 2008. Standardisasi : Peran dan Perkembangannya Dalam


Memfasilitasi Perdagangan di Indonesia.
http://pascasarjana.esaunggul.ac.id/artikel/122-standardisasi-peran-
danperkembangannya-dalam-memfasilitasi-perdagangan-di-
indonesia.html. Diunduh pada tanggal 10 April 2013.

Keputusan Dirjen PKTN Nomor 292 tahun 2018 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Tata Cara Pemeriksaan dan Pengawasan Barang Asal
Impor Di Luar Kawasan Pabean (Post Border).

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2020 tentang


Pemeriksaan dan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui
Kawasan Pabean (Post Border).

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 69 Tahun 2018 tentang


Pengawasan Barang Beredar dan/atau Jasa.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan


Penilaian Kesesuaian.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 39


LAMPIRAN

MEMO KEBIJAKAN
ANALISIS PERMASALAHAN PENGAWASAN POST BORDER

I. Isu Kebijakan
1. Dalam rangka meningkatkan kemudahan berusaha, Kementerian
Perdagangan melakukan pergeseran pengawasan pra pasar untuk
larangan dan pembatasan (lartas) Impor dari kawasan pabean
(border) ke luar kawasan pabean (post border) melalui Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan
Pemeriksaan Tata Niaga Impor di Luar Kawasan Pabean (Post
border) yang kemudian diubah dengan Permendag Nomor 51 Tahun
2020. Dengan perubahan tersebut, pengawasan dan pemeriksaan
atas pemenuhan persyaratan tata niaga impor tidak dilakukan di
daerah pabean, melainkan dilakukan setelah barang yang diimpor
tersebut melewati kawasan pabean (post border) di gudang importir.
2. Pelaksanaan pengawasan post border memiliki potensi terjadinya
kebocoran barang-barang yang tidak sesuai dengan ketentuan
karena barang yang sudah tidak berada di kawasan pabean akan
dapat dengan bebas beredar di pasar dalam negeri. Selain itu,
banyak stakeholder yang menganggap pelaksanaan pengawasan
post border masih kurang efektif dan efisien. Hal ini harus
mendapatkan perhatian pemerintah agar bisa dilakukan optimalisasi
pengawasan post border sehingga pengawasan post border dapat
mencapai tujuan untuk melindungi konsumen.
3. Untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan post
border, maka perlu mendapatkan gambaran permasalahan yang
timbul dalam pelaksanaan pengawasan post border sehingga dapat
dilakukan perbaikan pelaksanaannya.

II. Gambaran Permasalahan Pengawasan Post border Saat ini


4. Beberapa kali terjadi kegagalan konektivitas antara sistem INSW dan
INATRADE di mana PI (Persetujuan Impor) dan LS (Laporan
Surveyor) yang sudah diinput oleh importir dalam sistem INSW tidak
terlihat pada sistem INATRADE milik Kementerian Perdagangan
sehingga petugas pengawas mendapatkan notifikasi bahwa pelaku
usaha belum memenuhi ketentuan yang berlaku. Hal tersebut
mengakibatkan pelaku usaha mendapatkan teguran dari petugas
pengawas.
5. Rekomendasi pencabutan Nomor Induk Kepabeanan importir yang
melanggar ketentuan yang disampaikan oleh petugas pengawas
masih terlalu lambat untuk direspon oleh instansi yang berwenang
(bea cukai) mengeluarkan Nomor Induk Kepabeanan sehingga
importir yang tidak mengikuti ketentuan masih bisa melakukan
importasi meskipun sudah diberikan sanksi.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 40


6. Importir mengeluhkan bahwa petugas pengawas masih ada yang
belum memahami jenis/kategori barang yang masuk dalam aturan
larangan dan pembatasan (lartas) impor sehingga importir sering
tidak sepaham dengan petugas pengawas terkait barang yang
seharusnya tidak terkena lartas impor.
7. Pelaksanaan pengawasan post border masih belum bisa mengikuti
kecepatan arus masuk dan keluarnya barang sehingga pada saat
pengawasan post border dilakukan, barang yang diawasi sudah tidak
ada di gudang importir.
8. Jumlah petugas pengawas tertib niaga yang melakukan
pengawasan post border masih sangat kurang sehingga frekuensi
dan kecepatan pelaksanaan pengawasan belum optimal.

III. Rekomendasi Kebijakan


9. Kementerian Perdagangan dan Ditjen Bea Cukai perlu melakukan
perbaikan dan peningkatan integrasi sistem informasi agar data yang
sudah diinput oleh pelaku usaha di INSW bisa diakses secara
sempurna oleh sistem INATRADE sehingga pelaksanaan
pengawasan Post border bisa lebih efisien dan efektif serta pelaku
usaha tidak dirugikan.
10. Kementerian Perdagangan perlu melakukan koordinasi berkala
dengan instansi terkait untuk menyederhanakan mekanisme
pencabutan izin usaha atau Nomor Induk Kepabeanan sehingga
proses pemberian sanksi administratif bagi importir yang melanggar
ketentuan dapat berlangsung lebih cepat dan efisien.
11. Kementerian Perdagangan perlu menyusun buku saku atau
membuat aplikasi yang berisikan database jenis barang yang
dikenakan larangan pembatasan (Lartas) impor sehingga petugas
pengawas di lapangan bisa mengetahui jenis barang yang
diterapkan larangan pembatasannya.
12. Untuk mengatasi masalah ketiadaan barang di gudang importir pada
saat dilakukan pengawasan, maka Kementerian Perdagangan perlu
membuat aturan agar pelaku usaha atau importir diwajibkan untuk
menyediakan satu gugus sampel produk agar bisa dilakukan
pengawasan.
13. Kementerian Perdagangan perlu meningkatkan jumlah petugas
pengawas tertib niaga yang melakukan pengawasan post border
sehingga pelaksanaan pengawasan post border dapat mengikuti
kecepatan arus keluar masuknya barang.
14. Kementerian Perdagangan perlu melakukan pengawasan post
border secara berkala terhadap importir yang sudah memenuhi
persyaratan dokumen impor untuk memastikan kesesuaian barang
yang diimpor dengan data yang tercantum dalam dokumen impor.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 41

Anda mungkin juga menyukai