Anda di halaman 1dari 58

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DIREKTORAT PEMERIKSAAN DAN PENAGIHAN

Modul- 07/PJ.042/2013
2013
UNTUK KEPENTINGAN DINAS
DISCLAIMER
Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka peningkatan kapasitas dan
kompetensi pegawai Direktorat Jenderal Pajak khususnya Pemeriksa Pajak dalam memahami
proses bisnis dari bidang industri rokok.

Materi dalam modul ini bersumber dari berbagai literatur, narasumber, ketentuan formal,
pengalaman tim penyusun dan sumber lainnya.

Informasi/bahan-bahan ajar yang ada dalam modul ini hanya untuk kepentingan internal
Direktorat Jenderal Pajak, digunakan sebagai bahan ajar dan bukan dimaksudkan sebagai aturan
dalam pemeriksaan pajak atau pelaksanaan tugas.

PENGHARGAAN
Ucapan terima kasih diberikan kepada tim penyusun atas segala jerih payah dalam penyampaian
informasi/bahan yang berharga ini, sehingga tersusun modul ini. Semoga hasil karya ini menjadi
bagian amal baik bagi tim penyusun dan membawa manfaat bagi penggunanya.

TIM PENYUSUN
Penanggungjawab :
Freddy Dwi Artanto - Kepala SubDirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan

Ketua Tim :
Sirmu - Kepala Seksi Teknik Pemeriksaan

Penyusun :
Tim Kanwil DJP Jawa Tengah I:
Dawam Bunyamin
Wawan Ridwan Raya Hasiholan Sibuea
Teguh Wiratno Sumardiyono
Fendi Setiawan Arry Subyantoro
Adang Sutiawan Rafael Essavenda Wibisono

Editor :
Suwarsono – Pemeriksa Pajak
Ramot Immanuel A L Tobing- Pelaksana Seksi Evaluasi dan Kinerja Pemeriksaan

Hak Cipta 2013, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan


Direktorat Jenderal Pajak

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan i


DAFTAR ISI

DISCLAIMER ............................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
1. Gambaran Umum Industri Rokok ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2. Industri Rokok Di Indonesia ...................................................................................... 2
2. Perkembangan Industri Rokok Di Indonesia .................................................................... 4
BAB II ........................................................................................................................................ 6
PROSES BISNIS........................................................................................................................ 6
1. Proses Bisnis Industri Rokok ........................................................................................... 6
1.1. Input ......................................................................................................................... 6
1.2. Processing ...............................................................................................................11
2. Sistem Akuntasi Industri Rokok ......................................................................................23
BAB III .......................................................................................................................................25
PERATURAN DAN DATA TERKAIT .........................................................................................25
1. Peraturan dan Aspek Perpajakan ...................................................................................25
1.1. Peraturan .................................................................................................................25
1.2. Aspek Perpajakan....................................................................................................26
2. Peraturan dan Instansi Terkait ........................................................................................28
3. Data Pihak Ketiga Terkait ...............................................................................................30
3.1. Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ...........................................................30
3.2. Data dari pihak lain ..................................................................................................34
BAB IV ......................................................................................................................................36
PERSIAPAN DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN ......................................................................36
1. Persiapan Pemeriksaan ..................................................................................................36
2. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan .....................................................................................37
3. Dokumen Dan Data Yang Diperlukan .............................................................................39

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan ii


3.1. Dokumen yang dibutuhkan untuk analisis Laporan Keuangan dan SPT ..................39
3.2. Dokumen yang dibutuhkan untuk melakukan analisis atas penjualan ......................40
4. Analisis Biaya: ................................................................................................................40
5. Prosedur Pemeriksaan ...................................................................................................42

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan iii


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

BAB I

PENDAHULUAN

1. Gambaran Umum Industri Rokok

1.1. Latar Belakang


Industri hasil olahan tembakau dengan produksi utama rokok, berperan dalam
perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek seperti penyerapan tenaga kerja,
mendorong berkembangnya industri dan jasa lain seperti percetakan, periklanan,
perdagangan, transportasi, dan penelitian. Sumbangannya pada pemasukan negara antara
lain berwujud cukai rokok, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Industri rokok juga mendorong peningkatan surplus perdagangan komoditas tembakau dan
hasil olahannya.

Berdasarkan data Departemen Perindustrian, jumlah produksi rokok dalam lima tahun
terakhir memang mengalami peningkatan, dari 223 miliar batang pada 2004 menjadi 240
miliar batang pada 2008. Peningkatan rata-rata 4,78 persen per tahun. Sementara itu,
penerimaan cukai untuk tahun yang sama meningkat dari Rp 29,1 triliun menjadi Rp 49
triliun, atau meningkat rata-rata 13,64 persen per tahun. Pada tahun 2009, realisasi
penerimaan cukai menunjukkan peningkatan sebesar 6,4 persen, yaitu dari Rp 51,3 triliun
pada tahun 2008 menjadi Rp 54,5 triliun pada tahun 2009. Dari jumlah penerimaan cukai
2009 tersebut, sebanyak Rp 53,3 triliun atau 97,6 persen dari total penerimaan cukai berasal
dari cukai hasil tembakau, dengan pertumbuhan 6,7 persen. Faktor utama yang mendorong
naiknya penerimaan cukai ditengah lesunya perekonomian dalam tahun 2009 adalah
diberlakukannya kenaikan tarif terhadap cukai tembakau dengan rata-rata kenaikan 7
persen.

Sebagai komponen terbesar dalam pos penerimaan cukai, besarnya realisasi


penerimaan cukai hasil tembakau sangat tergantung pada jumlah produksi rokok. Dalam
periode 2005-2008, produksi rokok meningkat dari 220,1 miliar batang pada 2005 menjadi
249,7 miliar pada tahun 2008. Memasuki tahun 2009, produksi rokok mengalami penurunan
hingga diperkirakan menjadi 240,4 miliar batang. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan
kenaikan tarif cukai yang berfungsi sebagai regulator, telah berhasil menekan laju

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 1


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

pertumbuhan produksi rokok sesuai dengan kesepakatan peta jalur industri hasil tembakau
antara pemerintah dengan pengusaha rokok.

Selain penerimaan cukai, industri rokok juga memberikan kontribusi yang cukup
besar pada penerimaan pajak, terutama PPN dan PPh Badan. Empat besar perusahaan
rokok di Indonesia, yaitu Gudang Garam group, Sampoerna Group, Djarum Group, dan
Bentoel Group, merupakan perusahaan-perusahaan berskala raksasa di Indonesia, dan
pajak yang mereka bayarkan, baik PPN, PPh, maupun PPh
pemotongan/pemungutan(PotPut), mengambil porsi yang cukup signifikan dalam penerimaan
negara dari sektor perpajakan.

1.2. Industri Rokok Di Indonesia

Industri rokok di Indonesia di dominasi oleh produk rokok bercengkeh atau yang
lebih dikenal dengan nama rokok kretek. Industri ini pada awalnya hanya dibuat dengan
tangan (sekarang dikenal dengan nama sigaret kretek tangan/SKT). Meskipun saat ini mesin
pembuat rokok telah dipakai secara luas oleh pabrik-pabrik rokok, namun SKT masih tetap
dipertahankan, bahkan mempunyai penggemar yang setia.

Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Perbedaan ini didasarkan atas bahan
pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan
filter pada rokok.

a. Rokok berdasarkan bahan pembungkus :


i. Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.

ii. Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.

iii. Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.

iv. Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.

b. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi :


i. Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi
saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok putih dapat dikelompokkan dalam dua cita rasa :

- American blend :

Sweet aromatic anissed & typical acid fruit, chocolate & fermented, contohnya,
Marlboro dan Lucky Strike.
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 2
Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

- Virginian blend :

Typical Virginia smoke taste & fermented acid taste, termasuk English type dan
Asia Type. Contohnya, Ardhath, 555, dll )

ii. Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

Rokok kretek dapat dikelompokkan sebagai berikut :

- Berdasarkan penggunaan flavor :

- high flavor :

- type sweet spicy (Gudang Garam, Djarum,dll)

- type nutty fruity (Bentoel, Grendel,dll)

- low flavor : type natural ( 234, Mild, dll )

- Berdasarkan kandungan tar dan nikotin :

- low; mengandung kurang dari 15 mg tar per batang, mengandung kurang


dari 1,1 mg nikotin per batang

- medium;kandungan tar perbatang antara 15 mg s.d. 20 mg, kandungan


nikotin perbatang antara 1,1 s.d. 1,5 mg

- regular/high; mengandung lebih dari 20 mg tar, dan mengandung lebih dari


1,5 mg nikotin

iii. Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.

c. Rokok berdasarkan proses pembuatannya :

i. Sigaret Kretek Tangan (SKT):rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling
atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.

ii. Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin.
Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran
yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan. Saat ini mesin
pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai
delapan ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya, dihubungkan
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 3
Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi
berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus
rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi
10 pak. Sayangnya, belum ditemukan mesin yang mampu menghasilkan SKT karena
terdapat perbedaan diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM,
lingkar pangkal rokok dan lingkar ujung rokok sama besar. Sigaret Kretek Mesin
sendiri dapat dikategorikan kedalam 2 bagian :

- Sigaret Kretek Mesin Full Flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses
pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: Gudang Garam Filter
Internasional, Djarum Super, dll.
- Sigaret Kretek Mesin Light Mild (SKM LM): rokok mesin yang menggunakan
kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini jarang menggunakan
aroma yang khas. Contoh: A Mild, Clas Mild, Star Mild, U Mild, LA Light, Surya
Slim, dll.

d. Rokok berdasarkan penggunaan filter :

i. Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.

ii. Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.

2. Perkembangan Industri Rokok Di Indonesia

Sejarah rokok di Indonesia tidak diketahui secara pasti, namun kisah rokok kretek
bermula dari kota Kudus. Menurut kisah yang hidup dikalangan pekerja rokok, riwayat rokok
kretek bermula dari penemuan Haji Djamari, penduduk kota Kudus, pada akhir abad ke-19,
yang bereksperimen mencampur rajangan cengkeh ke dalam rokok lintingannya, untuk
mengobati rasa sakit di dadanya. Pada masa itu, merokok lintingan berisi rajangan
tembakau sudah menjadi kebiasaan kaum pria.
Setelah secara rutin merokok rokok ciptaannya, Djamari merasakan rasa sakitnya
hilang. Ia kemudian menawarkan penemuannya ini kepada kerabat dan kenalannya.
Beritapun segera menyebar dengan cepat, dan Djamari melayani banyak permintaan rokok
“obat” ini. Rokok ini menimbulkan bunyi “kretekkretek”, sehingga pada akhirnya dikenal
dengan nama rokok kretek. Djamari meninggal tahun 1890.
Sepuluh tahun kemudian, masih di daerah kudus, seorang kusir bernama Nitisemito,
menikahi pedagang rokok klobot bernama Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 4


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

pelopor rokok kretek. Nitisemito kemudian mengembangkan produk ini dengan mendirikan
pabrik rokok dengan merek “Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo”, yang kemudian diganti menjadi
Tjap Bulatan Tiga, atau yang lebig dikenal dengan sebutan Bal Tiga. Usaha ini berkembang
pesat, sampai pada tahun 1924 nitisemito mampu membangun pabrik besar di desa Jati,
Kudus.

Pada tahun 1930 -1940 an, berdiri beberapa pabrik rokok yang menjadi pesaing dari
Bal Tiga, yaitu Minak Djingga (1930) yang kemudian berubah menjadi Nojorono (1940),
Djamboe (1937), Djarum (1950), dan Sukun (1950). Kemunculan competitor ini, dan
ditambah dengan adanya perselisihan para pewaris, menyebabkan Bal Tiga runtuh.

Sementara itu, di Jawa Timur, pada tahun 1910 berdiri perusahaan rokok HM.
Sampoerna di Surabaya, disusul oleh PR Tjap Bentoel di Malang pada tahun 1931, dan
Gudang Garam di Kediri. Era pemakaian mesin pada industri rokok di mulai ketika PR Tjap
Bentoel menggunakan mesin yang mampu menghasilkan 6.000 batang rokok per menit.
Gudang Garam, HM. Sampoerna, segera menyusul, begitu juga dengan Djarum, Djamboe
Bol, Nojorono, dan Sukun di Kudus. Sampai saat ini, terdapat empat kota penting dalam
industri rokok, yaitu Kudus, Kediri, Malang dan Surabaya.

Pada awal berkembangnya industri rokok di Indonesia, perusahaan yang


memproduksi rokok didominasi oleh perusahaan perorangan. Seiring dengan makin majunya
ekonomi dan teknologi yang berkaitan dengan industri rokok, makin banyak perusahaan
rokok yang berubah bentuk menjadi badan usaha, baik berupa perseroan komanditer
maupun perseroan terbatas.

Pada saat ini, industri rokok di Indonesia di dominasi oleh empat perusahaan besar
yang berbentuk perseroan terbatas, yaitu Grup Gudang Garam di Kediri, Grup Sampoerna di
Surabaya, Grup Djarum di Kudus, dan Grup Bentoel di Malang. Meskipun demikian, masih
sangat banyak industri rokok berskala kecil dan menengah yang masih berbentuk usaha
perorangan.

Selain ke empat perusahaan tersebut, industri rokok di Indonesia juga diramaikan


oleh perusahaan asing seperti Phillip Morris dan BAT. Pada saat ini, bahkan, grup
Sampoerna dan grup Bentoel telah diambil alih oleh dua perusahaan asing tersebut.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 5


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

BAB II

PROSES BISNIS

1. Proses Bisnis Industri Rokok


Terdapat beberapa pengertian tentang proses bisnis, yaitu :

Menurut kamus bahasa Indonesia,

Proses bisnis adalah suatu kumpulan aktivitas atau pekerjaan terstruktur yang saling
terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu atau menghasilkan suatu
produk/layanan tertentu, demi mencapai suatu tujuan tertentu.

Menurut Devenport,

Proses bisnis adalah aktivitas yang terukur dan terstruktur untuk memproduksi output
tertentu untuk kalangan pelanggan tertentu, yang mempunyai urutan yang spesifik
dari aktivitas kerja lintas ruang dan waktu, dengan suatu awalan dan akhiran, dan
secara jelas mendefinisikan input dan output.

Menurut Hammer and Champy,

Proses bisnis adalah kumpulan aktivitas yang membutuhkan satu atau lebih inputan
dan menghasilkan output yang bermanfaat/bernilai bagi pelanggan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, terdapat tiga komponen penting dari proses bisnis
perusahaan manufakturing, yaitu input, proses produksi, dan output.

Dalam industri rokok, selain ketiga komponen di atas terdapat komponen penting yang lain,
yaitu distribusi/pemasaran.
1.1. Input
a. Pabrik(Plant)
Perusahaan yang bergerak di bidang industry (misalnya rokok), baik yang berbentuk
usaha perorangan maupun berbentuk badan usaha, membutuhkan suatu tempat
untuk melakukan kegiatan proses produksinya. Pada jaman dahulu, kegiatan
produksi rokok dilakukan di rumah-rumah. Pada saat ini perusahaan rokok sudah
memiliki pabrik tersendiri.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 6


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Untuk memproduksi rokok SKT, perusahaan rokok membutuhkan tempat yang lebih
luas daripada yang digunakan untuk memproduski SKM. Meskipun untuk
memproduksi SKM tidak membutuhkan lahan yang luas, namun karena harga mesin
untuk memproduksi SKM relatif mahal, maka biaya penyusutan dan pemeliharaan
mesin biasanya menjadi komponen yang signifikan.
b. Tenaga Kerja (Labor)
Seperti telah diungkap pada bab sebelumnya, perusahaan rokok di Indonesia, baik
yang berskala sangat besar maupun kecil, masih mempertahankan adanya rokok
yang diproduksi dengan tangan, atau yang biasa disebut dengan istilah sigaret kretek
tangan (SKT). Oleh karena itu, Industri rokok di Indonesia masih mempertahankan
metode padat karya, meskipun mereka juga tidak mengabaikan padat modal, yaitu
memproduksi rokok dengan menggunakan mesin-mesin otomatis.
Dari kondisi tersebut, perusahaan rokok di Indonesia masih mempunyai komponen
biaya tenaga kerja yang cukup besar.
c. Bahan
Bahan yang digunakan dalam industri rokok terutama adalah tembakau dan cengkeh.
Selain ke dua macam bahan utama tersebut, industi rokok juga menggunakan bahan
lainnya yaitu, pembungkus rokok (kertas ambri, daun tembakau lembaran, klobot, dan
kawung), kemasan (grenjeng, pak, sloop, bal/karton box), plastik pembungkus, pita
cukai, dan bahan pembantu lainnya.
Dalam industri rokok, pembelian bahan sangat perlu mendapatkan perhatian yang
serius, karena pada proses pembelian bahan inilah banyak terjadi hal-hal yang tidak
diungkapkan seluruhnya.
Untuk keperluan pembahasan yang lebih mudah dan jelas, maka dalam modul
ini, pembelian bahan akan diuraikan tiap jenis bahan. Hal ini disebabkan karena tiap
bahan mempunyai karakteristik pembelian yang berbeda-beda.
i. Tembakau
Karakteristik Tembakau

Tanaman tembakau ditanam di seluruh dunia di lebih dari 100 negara


dengan Cina sebagai produsen terbesar, diikuti oleh Amerika Serikat, Brazil,
India, Zimbabwe dan Turki. Ada tiga jenis tembakau yang diproduksi dari semua
negara-negara itu, yaitu:

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 7


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

1. Virginia, yang juga dijuluki tembakau terang karena warnanya yang kuning ke
oranye, diperoleh dari proses flue-curing.

2. Burley, yang berwarna coklat setelah melewati proses air-curing dengan


hampir tidak ada kadar gula, memberikan rasa seperti cerutu.

3. Oriental, yang berdaun kecil dan beraroma tinggi dibantu proses sun-curing.

Tanaman tembakau itu sendiri kasar dan berbau, dengan daun yang besar
dan menjurai dari satu pusat batang. Tanaman itu dipotong saat ketinggian
tertentu, agar segala kekuatan tanaman itu diarahkan ke perkembangan daunnya
yang berharga. Biji tembakau sangat kecil, satu sendok makan dapat berisi
hingga 60.000 biji. Satu tanaman tembakau dewasa dapat menghasilkan jutaan
biji. Masa penuaian tembakau berkisar antara 2-5 bulan setelah bibitnya ditanam,
tergantung kepada jenis tembakaunya. Daun tembakau saat dituai berwarna
hijau dan tidak mempunyai karakter, warna dan rasa sebelum melewati proses
curing atau pengeringan.

Di Indonesia, tembakau yang baik (komersial) hanya dihasilkan di daerah-


daerah tertentu. Kualitas tembakau sangat ditentukan oleh lokasi penanaman
dan pengolahan pascapanen. Akibatnya, hanya beberapa tempat yang memiliki
kesesuaian dengan kualitas tembakau terbaik, tergantung produk sasarannya.
Berikut adalah jenis-jenis tembakau yang dinamakan menurut tempat
penghasilnya.

 Tembakau Deli, penghasil tembakau untuk cerutu.

 Tembakau Temanggung, penghasil tembakau srintil untuk sigaret.

 Tembakau Vorstenlanden (Yogya-Klaten-Solo), penghasil tembakau untuk


cerutu dan tembakau sigaret (tembakau Virginia).

 Tembakau Besuki, penghasil tembakau rajangan untuk sigaret.

 Tembakau Madura, penghasil tembakau untuk sigaret.

 Tembakau Lombok Timur, penghasil tembakau untuk sigaret (tembakau


Virginia).

 Tembakau Kaponan (Ponorogo), penghasil tembakau untuk tingwe


(tembakau jenis sompo rejep).

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 8


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

 Saat ini Jember juga mulai dikenal sebagai penghasil tembakau.

Pembelian Tembakau

Proses pembelian tembakau menuntut ketelitian yang tinggi dan


penghayatan yang mendalam dari para ahli tembakau (grader), baik tentang
aroma, rasa maupun ciri-ciri fisiknya.

Perusahaan rokok di Indonesia biasanya membeli tembakau dengan


beberapa cara yaitu :

i.impor

ii. Lokal :

1. Menanam tembakau sendiri ; dimulai dari proses penanaman, memetik


(memanen), mengeringkan, merajang dan menjemur dilakukan sendiri oleh
perusahaan.

2. Membeli langsung dari petani tembakau; perusahaan membangun gudang


penampungan tembakau di daerah petani tembakau, di mana petani-
petani langsung menjual tembakaunya dalam bentuk sudah dirajang ke
gudang penampungan.

3. Membeli melalui pedagang pengumpul; perusahaan membeli melalui


pedagang pengumpul dalam bentuk tembakau yang sudah dirajang.

4. Membeli dengan sistem ijon; perusahaan akan menyuruh orang mendatangi


petani tembakau dengan memberikan bantuan-bantuan keuangan dengan
imbalan hasil panen diserahkan ke perusahaan.

ii. Cengkeh
Cengkeh merupakan bahan utama rokok kretek selain tembakau. Dari
jaman dahulu kala, Indonesia adalah produsen cengkeh besar di dunia. Hal inilah
yang mungkin menyebabkan pemakaian cengkeh dalam industri rokok di
Indonesia begitu dominan, dibandingkan dengan industri rokok di benua Eropa
maupun benua Amerika.
Perusahaan rokok di Indonesia biasanya membeli cengkeh dengan
beberapa cara yaitu :
i. impor
ii. Lokal :
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 9
Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

1. Membeli langsung dari petani cengkeh; perusahaan membangun gudang


penampungan cengkeh di daerah petani cengkeh, dimana petani-petani
langsung menjual cengkehnya ke gudang penampungan.
2. Membeli melalui pedagang pengumpul; perusahaan membeli melalui pedagang
pengumpul dalam bentuk cengkeh yang sudah dirajang.
3. Membeli dengan sistem ijon; perusahaan akan mengutus orang mendatangi
petani cengkeh dengan memberikan bantuan-bantuan keuangan dengan imbalan
hasil panen diserahkan ke perusahaan.
Harga cengkeh di pasaran cenderung fluktuatif dengan perbedaan harga yang
sangat tinggi, sehingga pada saat harga sangat tinggi, perusahaan rokok
(terutama perusahaan kecil) biasanya mencampur cengkeh dengan gagang
bunga cengkeh.
iii. Saos, Filter, Kertas Rokok, dan Bahan Pembantu Lainnya
Pembelian saos, filter, pembungkus rokok (ambri, klobot, kawung), dan bahan
pembantu lainya pada industri rokok, tidak berbeda dengan industrilain pada
umumnya. Perlu diperhatikan bahwa seluruh bahan pembantu dalam industri rokok
adalah barang kena pajak.
iv. Pita Cukai
Pada industri rokok, terdapat suatu ke-khas-an yang tidak terdapat dalam
industri lainnya, yaitu adanya kewajiban cukai rokok yang harus dibayar oleh
perusahaan rokok. Cukai ini diwujudkan dalam bentuk pita cukai yang harus
dilekatkan pada tiap bungkus rokok.
Pita cukai ini diperoleh dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan perusahaan
rokok membukukannya sebagai pembelian pita cukai. Pemesanan pita cukai ini
menggunakan suatu dokumen yang disebut CK-1.

d. Energy
Perusahaan rokok di Indonesia menggunakan tenaga listrik sebagai sumber
energinya, baik yang bersumber dari PLN maupun genset/generator.

Energi listrik dibutuhkan terutama untuk sarana penerangan seperti lampu dan mesin
pencetak rokok khusus untuk sigaret kretek mesin yaitu dari mesin yang mengolah
tembakau dari press sampai branding pita cukai.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 10


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

e. Bahan Kemasan

Bahan Packing/kemasan dalam industri rokok terdiri dari beberapa macamyaitu :

- Bahan Kemasan dalam rokok ( Inner frame )

- Bahan Kemasan luar rokok (etiket, outer hard)

- Grenjeng dalam (Aluminium paper)

- Tali segel / timah segel

- Bahan Kemasan plastic (untuk plastik pelindung bungkus rokok)

- Bahan Kemasan Sloop (dengan isi 10 bungkus/pack per sloop)

Proses pengemasan bisa dilakukan secara manual (tangan) maupun secara


mesin/otomatis. Pengemasan secara manual dengan tangan biasanya dilakukan
terhadap sigaret kretek tangan di mana batang rokok dimasukkan satu-persatu dalam
pack rokok dengan tangan, sedangkan proses pengemasan secara mesin dilakukan
terhadap sigaret kretek mesin dengan memasukkan bahan baku rokok tembakau rajang
dan mesin secara otomatis akan memproses menjadi batang rokok dan mengemasnya
sampai dipacking , pelekatan pita cukai dan siap dijual.

Bahan penolong kemasan biasanya dibeli dari pabrikan kemasan rokok secara lokal
maupun impor.

1.2. Processing
a. Proses Pengolahan Bahan Baku Sebelum Produksi

Bahan baku untuk industri rokok harus mengalami pemrosesan tertentu terlebih
dahulu sebelum dapat dipakai dalam proses produksi/pembuatan rokok yang
sebenarnya. Hal ini karena tembakau dan cengkeh sebagai bahan baku utama
industri rokok, belum dapat dipakai pada saat dipanen. Proses pengolahan bahan
baku rokok adalah sebagai berikut :

1. Tembakau

Daun tembakau kering, sebelum siap untuk dijadikan bahan baku rokok,
memerlukan proses pengolahan yang panjang dan rumit, yaitu dimulai dari
pemisahan gagang-gagang, pembersihan benda-benda asing, perajangan, untuk

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 11


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

menjaga aspek hygienisnya hingga akhirnya dikemas dalam kemasan khusus


untuk disimpan dalam gudang dengan suhu dan kelembaban tertentu. Setelah
dipanen dan dikeringkan, tembakau dibawa ke lokasi pabrik. Tembakau biasanya
disimpan hingga selama 3 tahun dalam lingkungan terkontrol untuk membantu
meningkatkan cita rasanya.
Sebelum dipakai, tembakau mengalami proses sebagai berikut :

 Slicing

Dalam proses ini kubus tembakau kering hasil press dari supplier tembakau
yang masih padat dipotong menggunakan mekanisme guillotine (macam alat
penggal). Pemotongan ini bisa dilakukan searah ataupun tegak lurus lapisan
daun tembakau. dari hasil pengamatan hasil produksi metode slicing tegak
lurus menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik daripada metode
horizontal. Proses Slicing harus dilakukan dengan kecepatan makan (feed
rate) dan (width) besar potong yang konstan untuk menjaga hasil agar sesuai
standar proses.

 Foreign Material Classification

Di dalam tembakau kadang-kadang terdapat berbagai macam benda asing


seperti debu, kayu, kertas, serat dan lain-lain, Yang paling berbahaya dan
diutamakan untuk dihilangkan adalah benda asing dengan material dari
logam. Karena jika benda asing ini sampai lolos ke proses berikutnya dapat
merusak alat atau mesin yang dilewatinya. Berbagai metode yang dapat
dilakukan adalah : Detektor logam, Pengayakan menggunakan Mesh stainless
steel, penyortiran menggunakan optical sistem, dan Airlift sistem.

 Conditioning

Dalam proses ini tembakau hasil slicing dikondisikan dengan mengatur


temperatur tembakau dan kelembaban tembakau. Dalam proses ini potongan
hasil slicing akan diurai lebih lanjut menggunakan mekanisme silinder berputar
di dalam silinder tersebut biasanya terdapat garpu pengurai yang membantu
proses penguraian. Pengaturan kelembaban dan temperature tembakau
dilakukan dengan menyemprotkan steam secara langsung / tak langsung ke
tembakau yang masuk Conditioing Cylinder dan bersamaan dengan itu juga
ditambahkan air untuk memberikan kelembaban pada tembakau agar tidak

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 12


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

mudah hancur karena kering. Setiap jenis tembakau mempunyai karakter fisik
yang berbeda sehingga perlakuan terhadap setiap jenis tembakau dalam
proses conditioning juga harus berbeda. Jenis jenis tembakau seperti
tembakau Virginia, Burley, Madura, Lombok, Oriental, Jawa, dan lain lain
memiliki cara conditioning yang berbeda beda, kalau dilakukan dengan
metode yang salah bisa bisa malah merusak tembakau.

 Cutting/Rajang

Cutting adalah proses paling Critical dari semua proses lamina atau stem,
Kualitas hasil potong akan secara langsung mempengaruhi karakteristik
produk akhir. Mekanisme proses cutting menggunakan drum pisau yang
berputar dengan kecepatan tertentu yang memiliki korelasi dengan kecepatan
feeding material cutting. Kualitas hasil potong dapat dipertahankan dengan
melakukan perawatan dan penggantian spare part mesin cutting secara
berkala. Kebersihan dan perawatan harian mesin juga tidak kalah penting
dalam menunjang proses. Biasanya pabrik rokok memiliki lebih dari 1 mesin
cutter untuk back up.

 Blending

Blending adalah proses mencampur beberapa jenis tembakau Rajang (hasil


cutting) dengan perbandingan tertentu, sedemikian rupa sehingga diperoleh
cita rasa tembakau yang diinginkan.

 Casing/Casing Flavor

Proses Casing flavor bertujuan untuk memperbaiki, meningkatkan,


dan menyempurnakan cita rasa tembakau hasil blending (blend
tobacco).Pada prinsipnya proses casing dilakukan dengan
menyemprot tembakau blend dengan ramuan (bumbu masak rokok)
yang menggunakan pelarut /solvent air (water based compound).
Bahan-bahan yang dipakai sebagai compound casing flavor adalah :
- humectant (PG, glycerin, madu)
- sweet block
- tobacco acid (sour plum, plum casing)
- brown block (coffee extract, cocoa, maple, anis casing)
- spicy block (keningar, kayu manis)

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 13


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

- fermented block
- tobacco softener/smoother (licorice)
- tobacco enchancer/improver (tabac-tabac)
- burning and preservative agent
- body replacer (cocoa)
- fixative
Proses casing membutuhkan tangki casing dan dosing sistem. Tanki
Casing harus mempunyai sistem pemanasan dan pengadukan agar
casing tetap homogen selama proses. Dosing sistem secara otomats
akan melakukan pengukuran rasio casing yang harus di “dose”
terhadp tembakau.
Di beberapa perusahaan, proses casing bisa dilakukan bersamaan
dengan conditioning, dengan menggunakan mesin DCCC (dirct
conditioning and casing cylinder).

 Storage
Ada bermacam macam metode storage yang digunakan oleh pabrik rokok.
Ada yang menggunakan Blending Silo (untuk continue process) ada pula yang
menggunakan Bag /karung dan Tobacco Bin kotak penyimpanan tembakau.
Proses storage ini sangat penting karena proses homogenisasi juga
berlangsung selama masa tinggal tembakau di dalam storage. Proses
homogenisasi ini terjadi karena sifat higroskopik tembakau sehingga tembakau
yang kurang atau berlebihan mendapatkan dosing Flavour akan mencari
keseimbangan (equilibrium) dengan cara memberikan atau mengambil Flavour
dari tembakau yang saling kontak permukaan.

2. Cengkeh

Cengkeh yang mempunyai nama latin “Eugenia Caryophyllus” (Eugenia


aromatica O.K.) sebagai bahan utama bagi rokok kretek seperti halnya tembakau,
juga memerlukan teknik pemilihan, pemrosesan dan penyimpanan yang rumit.

Cengkeh, setelah dituai, juga dikeringkan atau di-curing seperti pada


tembakau tetapi hanya dengan dua cara yang ada, sun-curing (di bawah
matahari) dan oven-curing (di dalam open). Setelah proses pengeringan ,
kemudian cengkeh itu di-grade dan difermentasikan sesuai kebutuhan.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 14


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Cengkeh dengan kualitas tinggi yang dibeli akan mengalami proses sebagai
berikut :

a. Pembersihan
Seperti pada tembakau, pada cengkeh juga sering terdapat benda-benda lain
yang harus dihilangkan agar tidak mengganggu proses produksi maupun cita
rasa pada produk akhir. Oleh karena itu, cengkeh juga mengalami proses
pembersihan dari benda-benda asing (foreign material classification)

b. Perajangan

c. Pengeringan

d. Pencampuran/blending

Clove blending adalah proses pencampuran beberapa jenis cengkeh, dengan


perbandingan tertentu, sedemikian rupa sehingga diperoleh cita rasa yang
diinginkan.

e. Storage

Cengkeh hasil blending kemudian disimpan dalam silo-silo stainless demi


menjaga aspek hygienisnya.

3. Pencampuran Tembakau dengan Cengkeh

Tembakau dan cengkeh yang telah melalui proses sebagaimana diuraikan di atas,
akan dicampur dengan komposisi sedemikian rupa sehingga tercapai cita rasa
yang diinginkan. Setiap perusahaan rokok mempunyai resep pencampuran yang
berbeda-beda. Blending antara tembakau dan cengkeh ini sangat menentukan
cita rasa produk akhir rokok. Hasil pencampuran antara tembakau blend dan
cengkeh blend ini biasanya disimpan dalam silo-silo selama beberapa waktu
(minimal 24 jam) sebelum digunakan dalam proses pembuatan rokok.

4. Saos/flavor

Saos adalah bumbu masak pada industri rokok. Saos digunakan pada proses
flavoring tembakau, baik proses casing flavor maupun top flavor. Apabila
perusahaan rokok membeli/memesan saos yang sudah jadi, maka saos tersebut
sudah siap dipakai dalam proses flavoring, tanpa pengolahan lebih lanjut. Namun
bila perusahaan membeli bahan-bahan compound flavoring, maka bahan tersebut

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 15


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

harus diolah terlebih dahulu, dengan melarutkannya menggunakan solvent air


untuk saos casing flavor, dan menggunakan solvent alcohol untuk saos top flavor.

5. Pembungkus rokok

Bahan yang dipergunakan untuk membungkus rokok adalah kawung, klobot,


tembakau dan kertas rokok/ambri. Pada saat ini, yang dipergunakan pada
industri rokok adalah tembakau sebagai pembungkus rokok cerutu, dan kertas
ambri sebagai pembungkus rokok cigarette. Daun tembakau lembaran yang akan
digunakan sebagai pembungkus pada cerutu, akan melalui proses curing,
conditioning, ironing, crooping, dan pressing. Namun demikian, perusahaan
cerutu biasanya membeli daun tembakau yang sudah siap pakai, sehingga bisa
langsung dipergunakan untuk membungkus cerutu, tanpa diperlukan proses lebih
lanjut. Kertas ambri sebagai pembungkus rokok cigarette biasanya di beli sudah
siap pakai tanpa memerlukan proses apapun.

6. Kemasan

Kemasan pada rokok terdiri dari :

a. Pack/Etiket

Istilah pack digunakan untuk menyebut kemasan batangan rokok. Pada


kemasan rokok, biasanya disebutkan jumlah batang rokok dalam pack
tersebut. Misalnya, Surya 16, berarti, dalam satu pack tersebut, berisi 16
batang rokok.

b. Sloop

Istilah Sloop dipergunakan untuk menyebut kemasan yang membungkus


pack. Dalam satu sloop biasanya berisi 10 pack rokok.

c. Dooz/Bal

Dooz adalah kemasan besar yang berisi Sloop-sloop rokok. Jumlah pack
dalam satu dus, berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan
lainnya.

Seluruh jenis kemasan di atas biasanya dibeli sudah siap dipakai tanpa
memerlukan proses apapun.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 16


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

7. Filter

Pada produksi rokok cigaret berfilter yang produksinya menggunakan tangan (


SKT filter ), filter rokok yang dibeli harus melalui proses cutting. Pada produksi
rokok cigaret berfilter yang produksinya menggunakan mesin ( SKM filter ), filter
rokok yang dibeli dapat langsung dipergunakan tanpa melalui proses cutting,
karena proses cutting atas filter tersebut, langsung dilakukan oleh mesin linting
rokok.

8. Bahan Pembantu Lainnya

Dalam industri rokok, terdapat beberapa bahan pembantu seperti plastik, kertas
grenjeng, stripping band, dll. Bahan pembantu lainnya ini tidak dibahas terlalu
jauh dalam modul ini.

b. Proses Produksi Rokok

Proses produksi rokok jauh lebih sederhana daripada proses pra-produksinya.


Dalam modul ini hanya akan dibahas proses produksi rokok sigaret, karena pada saat
ini hampir seluruh pabrik rokok di Indonesia memproduksi rokok sigaret. Secara umum
proses produksi rokok adalah :

 Pelintingan Rokok

Rokok sigaret dibuat dengan cara dilinting. Pelintingan rokok dilakukan dengan
memasukkan isi rokok ke dalam kertas rokok, kemudian melintingnya. Melinting
rokok ini dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu :

a. Pelintingan dengan menggunakan tangan. Rokok hasil pelintingan tangan ini


biasa disebut Sigaret Kretek Tangan atau SKT. Salah satu aspek khas dalam
industri rokok kretek di Indonesia adalah masih digunakannya metode pelintingan
dengan tangan, menggunakan alat pelinting sederhana. Para pekerja pelinting
rokok di Indonesia mampu melinting rokok dengan kecepatan tinggi, bahkan
dapat menyelesaikan 360 batang rokok per jam.

b. Pelintingan dengan menggunakan mesin. Rokok kretek yang pelintingan-nya


menggunakan mesin disebut Sigaret Kretek Mesin atau SKM. PAda cara ini,
bahan isian rokok dan pembungus rokok (kertas ambri) bertemu di dalam mesin

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 17


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

pelinting, dan akan menghasilkan lintingan rokok yang panjang. Tahap


berikutnya, oleh mesin, lintingan tersebut akan dipotong sesuai dengan panjang
yang dikehendaki.

 Pembungkusan Batangan Rokok

Batang-batang rokok yang telah selesai diproduksi kemudian dikemas dalam


bungkus-bungkus rokok yang disebut etiket. Bungkus rokok ini kadang-kadang
disebut juga pack. Satu bungkus rokok biasanya berisi 10 batang, 12 batang, atau
16 batang. Etiket ini mempunyai arti sangat penting, karena selain sebagai
pembungkus, juga berfungsi sebagai penjaga citra rokok. Oleh karena itu etiket
biasanya didesain sebaik mungkin.

Sebelum dibungkus kedalam etiket, rokok biasanya dibungkus terlebih dahulu


dengan grenjeng, yaitu kertas kaca untuk SKT dan kertas berlapis aluminium foil
untuk SKM. Kertas grenjeng ini berfungsi untuk menjaga rasa rokok agar tidak
cepat rusak.

 Pelekatan Pita Cukai

Industri rokok di Indonesia mempunyai kewajiban membayar cukai. Bukti cukai


berupa pita cukai direkatkan pada tiap bungkus rokok.

c. Output

Produk akhir yang menjadi output dari industri rokok di Indonesia adalah rokok
kretek, rokok putih, dan cerutu. Rokok yang telah dilekati pita cukai, kemudian di kemas
dalam sloop. Sloop ini kemudian dipacking dengan dus/bal. Pengepakan produk rokok
dengan sloop dan bal mempunyai tujuan untuk pemasaran dan distribusi.

Satu bungkus atau satu pack berisi beberapa batang rokok kretek banyaknya
tergantung dari permintaan konsumen dan kebijaksanaan para pengusaha sendiri. Satu
bungkus bisa berisi 8,10,12, dan 16 batang rokok kretek.
Beberapa pack/bungkus rokok kretek, biasanya dibungkus satu pres/sloop. Biasanya
satu pres berisi 20 unit dan proses pembungkusannya dikerjakan dengan cetakan yang
dibuat dari kayu. Setiap 10 pres dapat dikemas kembali menjadi satu bos/doz/bal rokok
kretek. Ukuran kemasan bos biasanya digunakan untuk memenuhi pesanan rokok di
daerah sekitar Pulau Jawa. Setiap 10 bos di kemas kembali menjadi satu peti. Biasanya

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 18


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

kemasan peti digunakan untuk pesanan dalam jumlah besar dari daerah di luar Pulau
Jawa.

Proses pengemasan bisa dilakukan secara manual (tangan) maupun secara


mesin/otomatis. Pengemasan secara manual dengan tangan biasanya dilakukan
terhadap sigaret kretek tangan dimana batang rokok dimasukkan satu-persatu dalam
pack rokok dengan tangan, sedangkan proses pengemasan secara mesin dilakukan
terhadap sigaret kretek mesin dengan memasukkan bahan baku rokok tembakau rajang
dan mesin secara otomatis akan memproses menjadi batang rokok dan mengemasnya
sampai dipacking , pelekatan pita cukai dan siap dijual.

Bahan penolong kemasan biasanya dibeli dari pabrikan kemasan rokok secara lokal
maupun impor.

d. Distribusi

Sebelum membahas jalur distribusi rokok, maka terlebih dahulu dibahas jenis-jenis
usaha rokok. Industri rokok secara garis besar dapat berbentuk perusahaan
perseorangan atau berbentuk badan usaha. Perusahaan perseorangan terdiri industri
yang bersifat pabrikan dan industri yang bersifat rumahan (home industry). Sedangkan
industri rokok yang berbentuk badan usaha seluruhnya bersifat pabrikan. Secara grafis
dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Industri Rokok

Perorangan Badan Usaha

Pabrikan Industri Rumahan Pabrikan

Pola industri ini akan menentukan pola distribusi. Selain itu, skala usaha juga
merupakan variabel penentu pola distribusi. Secara garis besar pola jalur distribusi rokok
dapat dibedakan berdasarkan jenis usaha : pabrikan dan industri rumahan. Sehingga
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 19
Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

terdapat 2 pola utama jalur distribusi rokok. Secara grafis dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Pola 1– Jalur distribusi rokok yang biasanya dilakukan oleh perusahaan perorangan
yang dilakukan dengan pola home industri.

Industri Canvasing Pengecer Konsumen


rumahan

Pola distribusi rokok ini biasanya dilakukan oleh industri rokok yang berbentuk
perorangan yang bersifat home industri yang berskala kecil. Hingga saat ini belum ada
penelitian seberapa besar jumlah produksi yang dilakukan dengan home industri. Rokok
yang diproduksi sebagian besar merupakan SKT dan pangsa pasarnya merupakan
masyarakat berpenghasilan rendah. Pemasaran dilakukan oleh karyawan, bahkan oleh
pengusahanya sendiri. Produk dijual kepada para pengecer yang kemudian
menyalurkannya kepada konsumen. Rokok hasil home industri ini banyak ditemui di
pasar-pasar tradisional, dan biasanya hanya dikemas dalam plastik, dan beberapa tanpa
merk. Dari kacamata Ditjen Bea Cukai, pengusaha golongan ini termasuk golongan kecil
sekali (KS) yang pada tahun 2002 hanya memberikan kontribusi sebesar Rp 10 milyar
atau 0,04% dari total penerimaan cukai sebesar Rp 23,01 trilyun. Dari sisi penerimaan,
kontribusi golongan ini sangatlah kecil, bahkan lebih kecil dari ongkos cetak cukai yang
besarnya Rp 91 milyar. Meskipun lebih banyak cost-nya dibanding benefit-nya, namun
Ditjen Bea Cukai tetap mempertahankan golongan ini karena sektor ini dapat
mengurangi jumlah pengangguran (Sunaryo, 2003).

Pola 2– Jalur distribusi rokok yang biasanya dilakukan oleh perusahaan perorangan
maupun badan usaha dengan bentuk pabrikan.

Canvasing

Pabrikan

Distributor Pedagang Pengecer Konsumen


Besar

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 20


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Pola kedua biasanya dilakukan oleh perusahaan perorangan maupun badan usaha
yang bersifat pabrikan, dan biasanya berskala menengah dan besar. Canvasing
biasanya dilakukan oleh industri dengan skala menengah, sedangkan perusahaan
dengan skala besar lebih banyak menggunakan jasa distributor. “Pemberhentian”
selanjutnya adalah pedagang besar, pengecer baru kemudian ke konsumen. Namun
ada kalanya pedagang besar juga bertindak sebagai pengecer. Rokok yang
diperdagangkan dapat berupa SKT, SKM baik kretek maupun rokok putih.
Berdasar pola-pola diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pola jalur distribusi rokok
ditentukan terutama oleh skala usaha dan cara berusaha (pabrikan atau home industri).
Hal ini tentunya dengan alasan efisiensi dan efektifitas. Apabila dihubungkan dengan
Kep. Menkeu No.17/PMK.04/2006 tanggal 01-03-2006 tentang Perubahan atas
Peraturan Menkeu No.43/PMK.04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai
Hasil Tembakau) maka pengusaha SKT, KLM, KLB atau SPT dengan golongan III
cenderung merupakan pengusaha dengan skala kecil, sedangkan lainnya, merupakan
pengusaha berskala besar atau menengah.
Gambaran lain tentang tata niaga rokok, dapat dilihat pada bahan sosialiasi
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tanggal 26 Februari 2002. Dalam
makalah tersebut dijelaskan bahwa jalur distribusi rokok meliputi :

1) Pabrik rokok;

2) Distributor / Agen Besar / Penyalur;

3) Agen;

4) Pengecer/Asongan.

e. Pemasaran

Pemasaran modern memerlukan lebih dari sekedar mengembangkan produk yang


baik, menawarkannya dengan harga yang menarik, dan membuatnya mudah didapat
oleh pelanggan sasaran. Salah satu strategi komunikasi yang paling efektif adalah
promosi. Promosi merupakan elemen dalam marketing mix yang dipakai perusahaan
untuk memasarkan kebutuhannya. Promosi dipandang sebagai arus informasi atau
persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada
tindakan untuk menciptakan pertukaran, dalam pemasaran Media promosi yang sering
digunakan untuk menyampaikan informasi tentang produk adalah media periklanan.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 21


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Televisi Sebagai Salah Satu Media Periklanan

Iklan melalui televisi mempunyai dua segmen dasar yaitu penglihatan (visual) dan
(audio), misalnya kata-kata, musik, atau suara lain. Proses penciptaannya biasa dimulai
dengan gambar karena televisi lebih unggul di dalam teknik gambarnya yang dapat bergerak.
Di samping itu kata-kata dan suara juga harus diperhatikan. Bentuk-bentuk iklan televisi
sangat tergantung pada bentuk siarannya, apakah merupakan bagian dari suatu kongsi,
jaringan, kabel, atau bentuk lainnya. Menurut (Khasali, 1992, hlm.148) bentuk-bentuk iklan
televisi tersebut antara lain adalah :

1. Persponsoran

Merupakan iklan yang penayangannya dan pembuatannya dilakukan atas biaya


sponsor atau pengiklan.

2. Partisipasi

Merupakan cara pengiklan dengan menyisipkan iklannya diantara suatu atau


beberapa acara (spot). Dalam hal ini pengiklan membeli waktu yang tersedia baik
untuk acara yang tetap atau tidak tetap. Tarif iklan pada acara favorit biasanya lebih
mahal.

3. Iklan Pergantian Acara (Spot Announcement)

Merupakan pemasangan iklan yang dilakukan pada saat terjadi pergantian acara di
televisi.

4. Iklan Layanan Masyarakat (Public Service Announcement)

Iklan ini biasanya dibuat atas dasar permintaan pemerintah atau suatu lembaga
swadaya masyarakat yang biasanya berisi himbauan kepada masyarakat.

Pihak-pihak yang menjadi sasaran produsen untuk memasarkan produknya ada beberapa
tahapan di antaranya adalah:

Pihak agen

Biasanya produk yang sudah di produksi oleh pihak produsen,langsung dipasarkan


kepada pihak Konsumen yang pertama kali yaitu pihak agen. Produk tersebut dipasarkan
ditawarkan melalui Seles-seles yang ada. Dan biasanya pihak agen hanya menjual produk
tersebut dengan jumlah yang sangat banyak. Seperti : per Bal, per Slop,per Pak,dll.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 22


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Pihak pengecer

Lain lagi pihak pengecer,pihak pengecer menjual produknya kepada pihak pengecer
kecil ( penjualan kecil ). Pihak pengecer dapat menjual produknya dalam jumlah banyak atau
dalam Jumlah sedikit. Seperti : per Pak,per Slop,1 lusin,20 bungkus,10 bungkus,1
bungkus,dll. Biasanya yang membeli produk dari pihak pengecer itu berjualan di sekitar
rumah.

Pihak penjual kecil ( penjual rumahan/warung rokok )

Pihak penjual kecil biasanya hanya menjual produk rokok dengan kuantitas barang
yang terbatas. Seperti: per bungkus, ½ bungkus, 10 batang, 5 batang,1 batang, dll.
Konsumen yang menjadi incaran adalah warga di sekitarnya,dengan adanya pengecer kecil
ini warga tidak perlu lagi membeli dalam jumlah yang banyak.

Pihak konsumen itu sendiri ( masyarakat )

Masyarakat dapat membeli rokok sesuai dengan kemauan seberapa banyak dia ingin
mengkonsumsi Rokok tersebut dan seberapa banyak uang yang dimiliki untuk membeli rokok
tersebut.

2. Sistem Akuntasi Industri Rokok


Sistem akuntansi perusahaan rokok pada hakekatnya tidak berbeda dengan industri
lainnya. Hal yang khas dari perusahaan rokok adalah adanya pita cukai, sehingga dalam
akuntansi perusahaan rokok, terdapat system akuntansi atas pemakaian pita cukai.

Sistem akuntansi meliputi sistem pembukuan / pencatatan transaksi keuangan dan


sistem pengendalian intern perusahaan.

Sistem akuntansi perusahaan rokok meliputi penggunaan formulir dan pencatatan


transaksi keuangan dalam pembukuannya yang meliputi pencatatan seluruh transaksi usaha
yang dilakukan dan pembuatan laporan keuangan. Gambaran sistem akuntansi perusahaan
adalah sebagai berikut :

1. Terdapat formulir yang merupakan dokumen pertama yang digunakan untuk


mencatat terjadinya transaksi dan digunakan sebagai dasar pencatatan
akuntansi.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 23


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

2. Terdapat buku-buku untuk mencatat dan mengklasifikasikan data-data


keuangan dan data lainnya sesuai informasi yang akan disajikan dalam laporan
keuangan, antara lain buku jurnal, buku besar, buku pembantu.
3. Terdapat Laporan Keuangan (Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Sumber
dan Penggunaan Dana, Laporan Laba Ditahan, Laporan lain-lain), yang
disajikan dengan nilai historis. Laporan Arus Kas menggambarkan penerimaan
dan pengeluaran kas dari aktivitas operasi, investasi, dan keuangan.

Buku dan dokumen yang terkait sistem akuntansi industri rokok di antaranya dokumen
ekspor impor, invoice penjualan, faktur pajak, invoice pembelian, surat jalan, dokumen
permintaan bahan baku, dokumen pemakaian bahan baku, dokumen permintaan, pembelian
dan pemakaian pita cukai, dll.

Sistem pengendalian intern perusahaan rokok meliputi pemisahan tugas, wewenang ,


fungsi dan tanggung jawab dari masing-masing bagian dalam industri rokok.

Saat ini perkembangan teknologi di bidang informatika semakin maju, banyak


perusahaan rokok sudah menggunakan komputerisasi dalam mengelola sistem akuntansi
dengan menggunakan aplikasi yang terintegrasi mulai dari perencanaan hingga penjualan
contohnya SAP Business Planning and Consolidation.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 24


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

BAB III
PERATURAN DAN DATA TERKAIT

1. Peraturan dan Aspek Perpajakan

1.1. Peraturan

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tanggal 17 Juli 2007 tentang Perubahan


Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan.
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tanggal 23 September 2008 tentang
Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tanggal 15 Oktober 2009 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tanggal 11 Desember 2010
tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran
atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 tanggal 11 Desember 2008
tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya
f. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-7/PJ.03/2008 tentang Penyampaian
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 tanggal 11 Desember 2008
tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya.
g. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 63/KMK.03/2002 tentang
Dasar Penghitungan, Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas
Penyerahan Hasil Tembakau.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 25


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

h. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 02/KMK.03/2010 tentang


Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.
i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009 Tanggal 10 Juni 2009
tentang biaya promosi dan penjualan industri rokok yang dapat dikurangi dari
penghasilan bruto.
j. PMK 199/PMK.03/2007 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK 82/PMK03/2011
tanggal 03 Mei 2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.
k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK03/2011 tanggal 03 Mei 2011 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata
Cara Pemeriksaan Pajak.
l. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2011 tanggal 15 November
2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
m. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor SE-85/PJ/2011 Tanggal 15
November 2011 Tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan
Kewajiban Perpajakan.

1.2. Aspek Perpajakan

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 ini maka


Wajib Pajak distributor rokok yang selama ini dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
bersifat final oleh industri rokok, mulai tanggal 1 Januari 2009 tidak dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final namun dikenakan Pajak Penghasilan sesuai tarif Pasal 17
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) dan
wajib melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 UU PPh.

Pengusaha Pabrik dan Importir hasil tembakau diwajibkan untuk menghitung,


memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai, untuk kelancaran dan kemudahan
pelaksanaan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan hasil tembakau.
Keputusan Menteri Keuangan NOMOR 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan,
Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau
diatur antara lain sebagai berikut:

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 26


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Pasal 2

(1) Atas penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik
hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil
tembakau, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau dihitung
dengan menerapkan tarif efektif dikalikan dengan Harga Jual Eceran.
(3) Besarnya tarif efektif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan sebesar 8,4 %
(delapan koma empat persen).

Pasal 3

(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan hasil tembakau dipungut oleh
Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau dan disetorkan ke Kas
Negara bersamaan dengan saat pembayaran Cukai atas pemesanan Pita Cukai hasil
tembakau.
(2) Atas impor hasil tembakau yang dibuat di luar negeri yang telah dilunasi Pajak
Pertambahan Nilainya sebagaimana tersebut dalam ayat (1) tidak lagi dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai Impor.
(3) Penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memakai
formulir Surat Setoran Pajak yang bentuknya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Dalam hal pembayaran Cukai hasil tembakau lebih awal dari saat jatuh tempo baik
sebagian maupun seluruhnya, bersamaan pula dilunasi jumlah Pajak Pertambahan Nilai
yang sebanding dengan Cukai yang dibayar.
(5) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pengawasan pelaksanaan penyetoran
pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersamaan dengan pengawasan
pembayaran Cukainya.

Pasal 4

(1) Harga Jual Eceran hasil tembakau atas penyerahan hasil tembakau yang diberikan
secara cuma-cuma kepada karyawan pabrik adalah sebesar 50% dari Harga Jual Eceran
hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk umum.
(2) Harga Jual Eceran hasil tembakau atas penyerahan hasil tembakau yang diberikan
secara cuma-cuma kepada pihak ketiga adalah sebesar 75% dari Harga Jual Eceran

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 27


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk umum.

Pasal 5

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Keputusan Menteri
Keuangan ini tidak berlaku untuk Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Golongan Pengusaha
Kecil Sekali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 6

Dalam hal terdapat pengembalian cukai, maka atas Pajak Pertambahan Nilai yang telah
dibayar yang besarnya sebanding dengan Cukai yang dikembalikan, diperhitungkan dengan
penyetoran Pajak Pertambahan Nilai pada saat pembayaran Cukai atas pemesanan pita
cukai berikutnya.

2. Peraturan dan Instansi Terkait

Peraturan yang terkait dengan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri hasil
tembakau adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2008 tentang Nomor
Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2008 tentang Tata Cara
Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
Cukai untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.011/2010 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai
Hasil Tembakau.
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.04/2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2008 tentang Pelunasan Cukai
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.04/2009 tentang Penimbunan,
Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan Barang Kena Cukai.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 28


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut


Cukai.
h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.04/2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.04/2009 tentang Penundaan
Pembayaran Cukai Untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai Yang
Melaksanakan Pelunasan Dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.
i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.04/2009 tentang Jenis Dan Besaran
Jaminan Dalam Rangka Pembayaran Cukai Secara Berkala dan Penundaan
Pembayaran Cukai.
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.04/2008 tentang Pengembalian Cukai
Dan/Atau Sanksi Administrasi Berupa Denda.
k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.04/2011 tentang Tata Cara Penagihan
Di Bidang Cukai.
l. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau.
m. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-3/BC/2010 tentang Perubahan
atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-19/BC/2008 tentang
Pengembalian Cukai atas Barang Kena Cukai Yang Diolah Kembali atau
Dimusnahkan.
n. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-31/BC/2010 tentang Tata Cara
Perdagangan dan Kemasan Penjualan Eceran Barang Kena Cukai Berupa Hasil
Tembakau
o. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-43/BC/2009 tentang Tata Cara
Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau.
p. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-15/BC/2008 tentang
Pengembalian Cukai atas Pita Cukai Yang Rusak atau Tidak Dipakai.
q. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-19/BC/2011 tentang Perubahan
atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-16/BC/2008 tentang
Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau.
r. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tanggal 13 Oktober 2009 Tentang
Kesehatan.
s. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2000 tanggal 7 Juni 2000
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 Tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 29


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

3. Data Pihak Ketiga Terkait


3.1. Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) bagi Pengusaha Pabrik
adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik hasil tembakau. Setiap
orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau wajib
memiliki NPPBKC. Pemberian NPPBKC untuk pengusaha pabrik hasil tembakau dilakukan
oleh Kepala Kantor Pelayanan a.n. Menteri Keuangan. Untuk mendapatkan NPPBKC
Pengusaha pabrik hasil tembakau harus mengajukan permohonan secara tertulis (PMCK-6)
kepada kepala kantor pelayanan sesuai dengan format yang ditetapkan.

Pengusaha pabrik hasil tembakau mengajukan pemesanan pita cukai dengan


menggunakan dokumen pemesanan pita cukai hasil tembakau (CK-1) kepada Kepala
KPPBC. Pemesanan pita cukai hasil tembakau diajukan secara elektronik oleh pengusaha
pabrik hasil tembakau/importir hasil tembakau kepada KPPBC berdasarkan Permohonan
Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau (P3C Pengajuan Awal, P3C Pengajuan Tambahan,
dan/atau P3C Pengajuan Tambahan Izin Direktur Jenderal)

Pemesanan pita cukai dilakukan dengan :


a. CK-1 tunai ;
b. CK-1kredit, apabila perusahaan tersebut mendapatkan fasilitas penundaan pembayaran
cukai hasil tembakau atas pemesanan pita cukai.
Permohonan Tarif Cukai Hasil Tembakau yang diajukan sebelum memproduksi atau
mengimpor hasil tembakau dengan merek baru. Batasan harga jual eceran per batang atau
gram adalah rentang harga jual eceran per batang atau gram atas masing-masing jenis hasil
tembakau produksi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan Importir yang ditetapkan
Menteri Keuangan. Batasan Jumlah Produksi Pabrik adalah batasan produksi dari masing-
masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai,
dalam satu tahun takwim sebelum Tahun Anggaran berjalan.
Pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) yang belum dilunasi cukainya yang akan
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong yang hasil akhirnya berupa BKC dari
Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke Pabrik lainnya dan dilindungi dengan dokumen cukai.
Dokumen cukai yang dimaksud di atas berupa dokumen Pemberitahuan Mutasi Barang Kena
Cukai (PMBKC). PMBKC dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk melindungi pengeluaran dan pengangkutan BKC.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 30


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

b. Lembar ke-2 untuk Bendaharawan KPPBC asal.


c. Lembar ke-3 untuk arsip Pengusaha Pabrik / Tempat Penyimpanan.
d. Lembar ke-4 untuk Pengusaha Pabrik lainnya.
e. Lembar ke-5 untuk Bendaharawan KPPBC tujuan.

Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya untuk digunakan sebagai bahan
baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang
kena cukai. Pengeluaran Barang Kena Cukai (BKC) mengunakan dokumen Pemberitahuan
Mutasi Barang Kena Cukai (PMBKC) tujuan ekspor ditujukan untuk melindungi pengeluaran
BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan. PMBKC dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan
peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk melindungi pengeluaran dan pengangkutan BKC.
b. Lembar ke-2 untuk Bendaharawan KPPBC yang mengawasi Pabrik/ Tempat
Penyimpanan.
c. Lembar ke-3 untuk Pengusaha Pabrik/ Tempat Penyimpanan
Terhadap Barang Kena Cukai yang diekspor mendapatkan fasilitas tidak dipungut
cukai. PMBKC tujuan ekspor adalah pemberitahuan pengeluaran BKC yang belum dilunasi
cukainya dari Pabrik/Tempat Penyimpanan untuk tujuan ekspor. Digunakan sebagai
dokumen pelindung pengeluaran dan pengangkutan dari pabrik/ tempat penyimpanan
sampai di pelabuhan muat.
Pita cukai yang rusak adalah pita cukai yang kurang sempurna cetakannya dan
belum dilekatkan pada barang kena cukai.
Pita cukai yang tidak dipakai adalah pita cukai yang belum dilekatkan pada barang
kena cukai karena:
a. Adanya perubahan harga jual eceran, tarif cukai, dan/atau desain pita cukai baik akibat
kebijakan pemerintah maupun atas inisiatif/permintaan pengusaha pabrik atau importir;
b. Batas waktu pelekatannya sudah berakhir sesuai ketentuan yang berlaku;
c. Pengusaha pabrik tidak lagi memproduksi barang kena cukai untuk pemasaran dalam
negeri;
d. Pengusaha pabrik tidak lagi memproduksi barang kena cukai sesuai pesanan pita
cukainya;
e. Importir tidak lagi mengimpor barang kena cukai sesuai pesanan pita cukainya;
f. Tidak sesuai dengan pesanan pengusaha pabrik atau Importir; dan

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 31


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

g. NPPBKC pengusaha pabrik atau importir dicabut.

Pita cukai yang dapat dikembalikan dengan mendapatkan pengembalian cukai adalah
pita cukai yang dipesan dalam tahun anggaran yang sedang berjalan dan/atau dalam 1
(satu) tahun terakhir sebelum tahun anggaran yang sedang berjalan. Permohonan
pengembalian cukai diajukan kepada Kepala Kantor dengan menggunakan formulir PBCK-4
(Pemberitahuan Pita Cukai Yang Rusak Atau Tidak Dipakai) dalam rangkap 4 yang
kemudian meneruskan kepada Direktur Cukai. Direktur Cukai atas nama Direktur Jenderal
Bea dan Cukai menerbitkan Tanda Bukti Penerimaan Pengembalian Pita Cukai dengan
menggunakan formulir CK-3. Dalam hal pengusaha pabrik atau importir masih memiliki utang
cukai, CK-3 terlebih dahulu digunakan untuk melunasi utang cukai. Apabila tidak memiliki
utang cukai, CK-3 dapat digunakan untuk diperhitungkan untuk pemesanan pita cukai
berikutnya atau dikembalikan dengan penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Cukai
(SPMKC). Pengembalian cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia yang
pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai untuk diolah kembali di pabrik atau
dimusnahkan hanya diberikan kepada pengusaha pabrik.
Pengolahan kembali barang kena cukai di pabrik dilakukan dengan cara:
a. Barang kena cukai dipindahkan ke dalam kemasan penjualan eceran yang baru; atau
b. Barang kena cukai diproduksi ulang untuk menjadi barang kena cukai baru.
Pemusnahan barang kena cukai dilakukan dengan cara:
a. Membakar habis barang kena cukai;
b. Menghancurkan barang kena cukai; atau
c. Memasukkan barang kena cukai, ke dalam lubang galian yang telah diberi air kemudian
ditimbun dengan tanah.
Terhadap pengolahan kembali atau pemusnahan barang kena cukai yang pelunasan
cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, atas kemasan penjualan eceran dan pita cukai
yang melekat harus dimusnahkan. Persetujuan pengolahan kembali di pabrik atau
pemusnahan barang kena cukai diberikan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan
Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai yang mengawasi pabrik dalam hal nilai cukai tidak melebihi
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya, diolah kembali di pabrik atau
dimusnahkan oleh pengusaha pabrik dilaksanakan di bawah pengawasan Tim Pengawas
yang dibentuk Kepala KPPBC Tipe Madya Cukai yang beranggotakan Pejabat Bea dan

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 32


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Cukai dari KPPBC Tipe Madya Cukai. Atas pengolahan kembali di pabrik atau pemusnahan
barang kena cukai dengan mendapatkan pengembalian cukai, dikenakan :
a. Biaya pengganti penyediaan pita cukai sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk
barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai;
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai ketentuan yang berlaku.
Pengembalian cukai atas pengolahan kembali atau pemusnahan barang kena cukai,
terlebih dahulu diperhitungkan dengan utang cukai.
Dalam hal pengusaha pabrik tidak memiliki utang cukai, pengembalian cukai atas
permintaannya, dapat:
a. Diperhitungkan untuk pemesanan pita cukai berikutnya, untuk barang kena cukai yang
pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai; atau
b. Dikembalikan kepada pengusaha pabrik, sesuai ketentuan yang berlaku.
Pengusaha Pabrik harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor
sebelum pemasukan barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dari peredaran bebas
ke dalam pabrik untuk diolah kembali atau dimusnahkan dengan dokumen Pemberitahuan
Pemasukan Barang Kena Cukai (P2BKC). pengusaha pabrik mengajukan permohonan
sampai dengan penerbitan dan penatausahaan Tanda Bukti Perusakan Pita Cukai (CK-2).
Penundaan pembayaran cukai adalah kemudahan pembayaran yang diberikan
kepada Pengusaha Pabrik atau Importir hasil tembakau yang melaksanakan pelunasan cukai
dengan cara pelekatan pita cukai, dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa
dikenai bunga. Jangka waktu penundaan pembayaran cukai untuk pengusaha pabrik adalah
2 bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai, sedangkan untuk importir
adalah 1 bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai.
Jangka waktu berlakunya jaminan dalam rangka penundaan adalah:
a. Selama jangka waktu penundaan, untuk jaminan yang berdasarkan dokumen pemesanan
pita cukai;
b. Sampai dengan berakhir masa penundaan, untuk keseluruhan dokumen pemesanan pita
cukai dalam satu periode keputusan penundaan.
Pengusaha pabrik atau importir hasil tembakau menghitung besarnya nilai cukai yang
dapat diberikan penundaan dengan ketentuan:
a. Untuk Pengusaha Pabrik, sebanyak 2 (dua) kali dari nilai cukai rata-rata per bulan yang
paling tinggi, yang dihitung dari pemesanan pita cukai dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
terakhir atau dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir;

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 33


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

b. Untuk Importir, sebanyak 1 (satu) kali dari nilai cukai rata-rata per bulan yang paling tinggi,
yang dihitung dari pemesanan pita cukai dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir atau
dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir.
c. Nilai cukai yang dapat diberikan penundaan dapat ditambah paling banyak 50% (lima
puluh persen) dari hasil perhitungan dengan mempertimbangkan kinerja keuangan
perusahaan.
Untuk mendapatkan penundaan pembayaran cukai, Pengusaha Pabrik atau Importir
hasil tembakau mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya setempat dengan menggunakan formulir Permohonan
Penundaan Pembayaran Cukai Atas Pemesanan Pita Cukai dengan dilampiri dokumen
persayaratan lainnya.
Dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai sampai dengan 50 milyar rupiah
ditetapkan oleh Kepala KPPBC Tipe Madya atas nama Menteri Keuangan.
b. Untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai lebih dari 50 milyar rupiah bagi
pengusaha pabrik atau importir yang berada pada pengawasan kantor KPPBC Tipe
Madya ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan.

3.2. Data dari pihak lain


Selain data dari DJBC, data yang dapat dimanfaatkan dalam pemeriksaan atas
perusahaan rokok adalah sebagai berikut :

a. Data dari distributor

b. Data dari pihak penjual tembakau dan cengkeh

c. Data dari pihak penjual kemasan, baik etiket, sloop, maupun dus/bal

d. Data dari Asosiasi/Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia

e. Data dari Dinas Perkebunan, dalam hal ini adanya data laporan produksi tembakau tiap
musim tanam yang dihasilkan oleh perkebunan lokal terutama perkebunan besar yang
siap untuk dijual dan disalurkan kepada industri rokok.

f. Data dari Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan

Beberapa hal yang tercantum pada undang-undang Kesehatan adalah sebagai berikut
:

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 34


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Pasal 113

(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar
tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan.

(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang
mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang
penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat
sekelilingnya.

(3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus
memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.

Pasal 114

Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib
mencantumkan peringatan kesehatan.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 35


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

BAB IV
PERSIAPAN DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN

1. Persiapan Pemeriksaan
Sesuai dengan Pasal 5 huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
9/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Standar Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan
persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang
seksama. Salah satu bagian penting dalam persiapan pemeriksaan adalah penyusunan
Rencana Pemeriksaan. Rencana Pemeriksaan merupakan rencana kerja pemeriksaan yang
disusun oleh Supervisor dan harus ditelaah serta disetujui oleh Kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan (UP2) yang antara lain berisi identitas Wajib Pajak (WP), identitas Tim
Pemeriksa Pajak, dan uraian rencana pemeriksaan.

Memahami Sistem Akuntansi Industri Rokok

Sistem akuntansi untuk industri hasil tembakau (rokok) disesuaikan dengan struktur
organisasi perusahaan yang ada dengan menekankan pada cost centre dan profit centre.
Dalam sistem ini juga terdapat kebijaksanaan akuntansi yang meliputi kapitalisasi
pengeluaran, penentuan cut-off, alokasi biaya, masa manfaat dan metode serta tarif
penyusutan atau amortisasi.

Di dalam pemeriksaan, hendaknya diingat bahwa praktek akuntansi di Industri Hasil


Tembakau (Rokok) tidak selalu sama dengan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh undang-
undang pajak, misalnya penilaian persediaan dan tarif penyusutan,alokasi biaya. Biaya dan
penghasilan ditampung dalam cost centre dan profit centre.

a. Cost Center.

 Biaya dalam proses produksi atau yang termasuk dalam harga pokok
Penjualan.

 Biaya Penjualan terpusat pada biaya promosi dan biaya ekspor.

 Biaya Umum dan Administrasi, terpusat pada biaya pegwai, biaya umum,
biaya penyusutan dan amortisasi, biaya pemeliharaan.

b. Profit Center.
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 36
Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

 Pendapatan dari penjualan hasil tembakau (Rokok).

 Pendapatan lain-lain, terpusat pada pendapatan dari perusahaan anak.

2. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan


Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan pajak pada intinya adalah
menentukan hal-hal yang memungkinkan Wajib Pajak melakukan penghindaran pajak atau
penggelapan pajak yang dikemas dalam laporan kegiatan usaha yang dilaporkan dalam SPT
dengan lampiran Laporan Keuangan.

Penentuan critical point pada pemeriksaan pajak adalah upaya untuk menentukan
titik berat pemeriksaan guna menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya sehingga akan terhindar dari terjadinya penghindaran atau penggelapan
pajak yang dilakukan dengan cara melakukan rekayasa keuangan seperti melalui
pembebanan biaya yang tinggi baik pada biaya yang berhubungan dengan unsur Harga
Pokok dan biaya yang berhubungan dengan kegiatan operasional perusahaan yang
mengakibatkan kecilnya penghasilkan kena pajak sehingga menghasilkan pajak terutang
tidak sesuai dengan yang seharusnya.

Rekayasa keuangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat terjadi diseluruh kegiatan
usaha meliputi usaha dagang, jasa dan industri melalui Tax Planning. Pada kegiatan usaha
Industri , rekayasa keuangan bisa dilakukan oleh Wajib Pajak sejak dimulainya kegiatan
Perencanaan, Pelaksanaan proses produksi sampai dengan tahap distribusi hasil usaha.
Dengan demikian Tax Planning suatu perusahaan dimulai sejak perencanaan, pelaksanaan
proses produksi sampai dengan distribusi barang hasil produksi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada perusahaan rokok ada pada dua tahap proses
bisnis yaitu :

- Proses produksi, terutama pembelian bahan, yaitu tembakau, cengkeh, dan


kemasan
- Proses Pemasaran dan Penjualan Produk

Selain hal-hal tersebut di atas, perlu juga diperhatikan potensi perpajakan pada industri rokok
sebagai berikut :

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 37


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

No. Tahap Kegiatan Permasalahan Potensi Pajak

Ganti Rugi Tanah PBB


1. Pra-Operasi Perijinan PPN dan PPN KMS
Pembangunan Sarana & PPh Final
Prasarana
Pembelian Tembakau PPh Pasal 22
2. Tahap Pra-Produksi Pembelian Cengkeh PPh Pasal 23
Pembelian Kemasan PPh Pasal 21
Pembelian Pita Cukai PPN
Sistem Pengalokasian biaya
Upah borongan PPh Pasal 21
3 Tahap Produksi Upah harian PPh Pasal 23 dan 26
Biaya Penyusutan PPh Final
Biaya pemeliharaan PPN
Biaya Maklon
Penjualan Ekspor PPN
4 Tahap Pemasaran Penjualan Lokal PPh Pasal 23
Iklan dan Promosi PPh Final
Distribusi PPh Pasal 21

5. Pendapatan Diluar usaha PersewaanAktiva PPN


PPh Final
6. a. Kegiatan Administrasi Biaya entertaint
dan Kantor Gaji /Bonus Pegawai PPh Pasal 21
b. Kerjasama dengan Rugi /laba anak perusahaan PPh Pasal 23 dan 26
anak perusahaan tidak dibebankan kepada induk PPh Final
perusahaan PPN
Pembayaran Dividen

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 38


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

3. Dokumen Dan Data Yang Diperlukan

Pengertian dokumen menurut Undang-undang No 8 tahun 1997 tentang dokumen


perusahaan adalah “ Data,catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh
perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana
lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar “
(Pasal 1 angka 2).
Dalam pemeriksaan atas perusahaan rokok, dokumen-dokumen yang dibutuhkan
adalah sebagai berikut :

3.1. Dokumen yang dibutuhkan untuk analisis Laporan Keuangan dan SPT
Sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut , harus dilakukan analisis terhadap
laporan keuangan dan SPT tujuannya untuk dapat melakukan equalisasi antara laporan
komersil dan laporan Fiskal. Sehingga selanjutnya dalam pemeriksaan dapat ditelusuri
perbedaan yang terjadi antara Laporan komersil dan Laporan Fiskal dengan kata lain angka-
angka yang terdapat didalam SPT harus dapat dihubungkan dengan angka-angka yang
terdapat didalam Laporan Komersil.

Analisis Laporan Keuangan dan SPT dilakukan ,juga untuk menentukan pos-pos
yang perlu dilakukan penelitian yang mendalam dan untuk penerapan audit sampling. Dalam
melakukan analisis jangan lupa untuk memperhatikan laporan pemeriksaan pajak terdahulu
(jika ada), lakukan pencatatan masalah-masalah dan temuan-temuan pada pemeriksaan
terdahulu tersebut, serta ketetapan pajak yang belum dibayar.

Dokumen yang dibutuhkan antara lain :

- Laporan Keuangan Komersil yang sudah Audit

- Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan

- Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai

- Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 23/26, Pasal 4 ayat
(2) dan Pajak Penghasilan Final

- Daftar Koreksi oleh Wajib Pajak

- Berkas pemeriksaan (KKP) terdahulu.

- Profil Wajib Pajak

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 39


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

3.2. Dokumen yang dibutuhkan untuk melakukan analisis atas penjualan


Analisis Penjualan dibutuhkan dalam melakukan pemeriksaan terhadap peredaran
usaha/omzet yang dilaporkan. Dalam hal ini harus dianalisis dari Laporan Penjualan
Komersil dengan SPT PPN,dan SPT Badan. Tujuan untuk meyakini atas angka yang
dilaporkan dalam SPT.

Dokumen yang dibutuhkan antara lain :

- Laporan Keuangan Komersil yang sudah Audit


- Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan
- Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
- Trial Balance
- General Ledger
- Dokumen yang berkaitan dengan penebusan pita cukai seperti form CK-1, CK-2,
CK-3, CK-4 seperti yang telah diuraikan di atas.
- Surat Perjanjian Distribusi dengan Agen Pemasaran
- Rekening Koran
- Data Pemakaian bahan dan Persediaan Bahan

4. Analisis Biaya:
a. Penentuan Harga Pokok

Analisis dalam penentuan harga pokok dilakukan dengan menentukan biaya-


biaya yang termasuk ke dalam harga pokok sampai terinci. Tujuan untuk
mendapatkan gambaran biaya-biaya yang deductible dan non deductible yang
dimasukkan kedalam harga pokok serta menentukan objek PPh.

Dokumen yang dibutuhkan antara lain:

- Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan

- Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

- Laporan Keuangan Komersial Yang Sudah Diaudit

- Laporan perhitungan harga Pokok Penjualan

- Trial Balance

- General Ledger (Buku Besar)

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 40


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

- Dokumen yang berkaitan dengan penebusan pita cukai seperti form CK-1, CK-
2, CK-3, CK-4 seperti yang telah diuraikan di atas

- Data pembelian bahan dan persediaan bahan

- Surat Perjanjian dengan Pihak Ketiga mengenai pengadaan bahan baku yaitu
Tembakau, Cengkeh dan Bahan baku lainnya.

b. Biaya Pengurang Penghasilan Bruto

Pos pengurang penghasilan bruto biasanya meliputi :

- Gaji,upah,bonus,tunjangan dsb.

- Penyusutan dan amortisasi

- Bunga Pinjaman

- Biaya lain-lain

Analisis biaya ini dilakukan dengan merinci semua biaya-biaya


tersebut,hingga dapat ditentukan jenis biayanya. Tujuan analisis ini adalah untuk
menentukan objek Pajak Penghasilan dan biaya-biaya non-deductible dan
deductible.

Dokumen yang dibutuhkan antara lain :

- Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan

- Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21.

- Laporan Keuangan Komersial Yang Sudah Diaudit

- Trial Balance

- General Ledger (Buku Besar)

- Daftar Aktiva dan Perhitungan Penyusutan Aktiva

- Surat Perjanjian dengan Pihak Ketiga seperti Bank, Agen Pemasaran, dan
lainnya

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 41


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

5. Prosedur Pemeriksaan
Menurut PER-9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan disebutkan “Prosedur
Pemeriksaan adalah pernyataan pilihan Metode Pemeriksaan, Teknik Pemeriksaan dan
Prosedur Pemeriksaan yang akan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak dalam melakukan
pemeriksaan sesuai dengan Rencana Pemeriksaan”.

Metode Pemeriksaan

Teknik Pemeriksaan Prosedur Pemeriksaan

Persiapan Program Pelaksanaan


Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan

Modifikasi

Rencana Pemeriksaan

Rencana pemeriksaan adalah rencana kerja pemeriksaan yang disusun oleh


Supervisor dan harus ditelaah serta disetujui oleh Kepala UP2 yang berisi identitas Wajib
Pajak yang memberikan gambaran umum mengenai Wajib Pajak, identitas Tim Pemeriksa
Pajak yang berisi susunan tim dan jumlah SP2 yang sedang dikerjakan Tim Pemeriksa Pajak
yang bersangkutan, dan uraian rencana pemeriksaan yang berisi informasi mengenai kriteria
pemeriksaan, jenis pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, identifikasi masalah, tanggal
selesai pemeriksaan, tanggal jatuh tempo penyelesaian permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak, tenaga akhli yang dibutuhkan dalam pemeriksaan, sarana
pendukung yang diperlukan, serta pos-pos SPT yang akan diperiksa.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 42


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

a. Tujuan Pemeriksaan

Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban


perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Tujuan pemeriksaan atas pos-pos yang akan diperiksa adalah keabsahan (validity),
Kelengkapan (Completeness), Kepemilikan (Ownership), Penilaian (Valuation), Klasifikasi
(Clasification), Pisah batas (Cut-off), Akurasi mekanis (Mechanical Accuracy), Ketaatan
(Compliance).

b. Metode Pemeriksaan
Adalah teknik dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan terhadap buku, catatan, dan
dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain, yang terdiri atas metode langsung dan
metode tidak langsung.

c. Teknik Pemeriksaan
Adalah cara-cara pengumpulan bukti, pengujian, dan/atau pembuktian yang
dikembangkan oleh Pemeriksa Pajak untuk meyakini kebenaran pos-pos yang diperiksa.

d. Prosedur Pemeriksaan
Adalah serangkaian langkah dalam suatu Teknik Pemeriksaan, berupa petunjuk rinci
yang biasanya tertulis dalam bentuk perintah, untuk dilakukan oleh Pemeriksa Pajak.

Program Pemeriksaan

Program Pemeriksaan merupakan pelaksanaan yang dilakukan termasuk


perubahannya dari pos-pos yang didasarkan pada hasil analisa pos-pos yang akan
diperiksa.

Program Pemeriksaan dibuat oleh Supervisor berdasarkan kondisi nyata yang


ditemukan pada saat pelaksanaan pemeriksaan, dalam hal terdapat metode, teknik, dan/atau
prosedur pemeriksaan yang tidak dilakukan maka alasannya harus dicantumkan dalam
Realisasi Program Pemeriksaan.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 43


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

TABEL PROGRAM PEMERIKSAAN PROSES BISNIS DAN POS-POS SPT PERUSAHAAN


INDUSTRI ROKOK

PROSES BISNIS PROGRAM PEMERIKSAAN


DAN POS-POS
NO SPT YANG TEKNIK PROSEDUR METODE DOKUMEN
DIPERIKSA PEMERIKSAAN

Pemanfaatan Kumpulkan data,


informasi Internal Olah data
dan/atau External tsb,Buat daftar
DJP, pertanyaan.
A Proses Bisnis Langsung & Dokumen
Analisis angka- Inspeksi Tidak Langsung Lainnya
angka
……. dst..
Penelusuran bukti

Pengujian
keterkaitan

B Pos-pos SPT

1 Peredaran Pemanfaatan Kumpulkan Langsung & Dokumen


Informasi Internal bukti,Identifikasi, Tidak Langsung Lainnya.
dan/atau External Olah data tsb.
DJP.

Identifikasi
transaksi.

Klasifikasikan
Penelusuran transaksi. Langsung & Dokumen
angka-angka Tidak Langsung Keuangan
(Tracing). Identifikasi
dokumenyang
terkait..

Identifikasi
transaksi.

Klasifikasikan
Penelusuran Bukti transaksi. Langsung & Dokumen
Tidak Langsung Keuangan
Identifikasi
dokumen yang
terkait..

Pengujian arus
uang. arus
piutang dan arus

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 44


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Pengujian barang Langsung & Dokumen


keterkaitan: Tidak Langsung Keuangan dan
Pengujian Dokumen
pemakaian cukai lainnya

Cek Dokumen
Penghitungan Keuangan dan
Pengujian matematis,Bandi Langsung & Dokumen
Kebenaran ngkan data SPT Tidak Langsung lainnya
penghitungan dgn LK
matematis.

Pengujian Kumpulkan Langsung & Dokumen


Keabsahan bukti,Identifikasi, Tidak Langsung Keuangan
2 Pembelian Dokumen Olah data tsb.

Identifikasi
transaksi yg
berkaitan dgn
pos ybs,

Kumpulkan bukti
yang mendukung
Penelusuran Angka transaksi, Langsung & Dokumen
angka.. Tidak Langsung Keuangan
Cocokan isi bukti
dg transaksi

Teliti validitas
dan relevansi
bukti.

Pengujian arus Langsung & Dokumen


barang, Tidak Langsung Keuangan
Pengujian
Keterkaitan Pengujian arus
Utang,

Ekualisai atau
Rekonsiliasi.

3 Pemakaian Pengujian Pengujian Langsung & Dokumen


Bahan Keterkaitan pemakaian Tidak Langsung Keuangan
bahan
berdasarkan
formula

Teliti keabsahan

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 45


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

dokumen,

4 Aktiva Tetap Pengujian Lakukan


Keabsahan klarifikasi kpd
Dokumen pihakyang Langsung & Dokumen
terkait, Tidak Langsung Keuangan

Minta surat
pernyataan WP.

Identifikasi
transaksi yg
berkaitan dgn
pos ybs,

Kumpulkan bukti
Penelusuran
yang mendukung
Angka-angka..
transaksi, Langsung&Tida Dokumen
k Langsung Keuangan
Cocokan isi bukti
dg transaksi

Teliti validitas
dan relevansi
bukti.

Tentukan data yg
akan diyakini,
Inspeksi
Tentukan tempat
data tsb berada, Sesuai dengan
kondisi wajib
Inspeksi – lanjutan Tentukan waktu Langsung & pajak di
pelaksanaan. Tidak Langsung lapangan.

Tentukan Aktiva
yang akan
dilakukan
pengujian,
Sesuai dengan
Buat checklist kondisi wajib
Pengujian Langsung & pajak di
aktiva,
Kebenaran Fisik Tidak Langsung lapangan.
Tentukan lokasi
aktiva yang akan
diuji fisik,

Cek keberadaan
dan kuantitas
aktiva yang ada

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 46


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

dalam checklist,

Dokumentasikan.

Kumpulkan bukti,

4 Biaya Pengujian Identifikasi, Langsung & Dokumen


Usaha/Operasio Keabsahan Tidak Langsung Keuangan
nal Dokumen Olah data tsb.

Cek
penghitungan
matematis, Langsung & Dokumen
Tidak Langsung Keuangan
Analisis angka- Bandingkan data
angka SPT dgn LK,

Identifikasi
transaksi yg
Penelusuran Angka berkaitan dengan
angka.
pos ybs,

Kumpulkan bukti Langsung & Dokumen


yang mendukung Tidak Langsung Keuangan
transaksi,

Cocokan isi bukti


dg transaksi

Teliti validitas
dan relevansi
bukti.

Tentukan saldo
atau pos yang
akan dicocokan.

Bandingkan
saldo angka-
angka dalam LK
Rekonsiliasi/Equali dengan angka di Langsung & Dokumen
sasi SPT. Tidak Langsung Keuangan
Bandingkan
jumlah biaya yg
merupakan objek
potput dengan
objek PPh
potput.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 47


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Rencana Pemeriksaan dan Realisasi Program Pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP). Format KKP Rencana Pemeriksaan dan Realisasi Program
Pemeriksaan diatur dalam SE Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ/2012, tanggal 3 Februari 2012.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 48


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

Contoh penyusunan KKP adalah :

KANTOR PELAYANAN PAJAK “ABC”

KERTAS KERJA PEMERIKSAAN

Nama Wajib Pajak : PT. ABCDEF

RENCANA PEMERIKSAAN NPWP : 01.234.567.8.666.000

Masa/Tahun Pajak : Jan – Des 2009


I. Pemahaman Proses Bisnis Wajib Pajak.

A. Tujuan :

Untuk mengetahui proses bisnis WP sesuai dengan KLU ataupun kondisi pada saat
dilakukan pemeriksaan yang meliputi :

 Usaha utama WP
 Apa yang dijual dan dari mana diperoleh
 Darimana penghasilan diterima/diperoleh
 Kemana saja pembelanjaan yang dilakukan
B. Teknik Pemeriksaan :

 Pemanfaatan informasi Internal dan/atau External DJP


 Analisis angka-angka
 Penelusuran bukti.
 Pengujian keterkaitan
 ………. dst
C. Prosedur Pemeriksaan :

 Lakukan pengumpulan data dan informasi yang sesuai dengan tujuan.


 Pengolahan data, informasi, dokumen,
 Buat daftar pertanyaan untuk wawancara,
 Tentukan tempat dimana data dan/atau informasi tersebut berada,
 Tentukan pihak-pihak yang dapat menyediakan informasi utk diwawancarai,
 Persiapkan pelaksanaan inspeksi dan wawancara,
 Dokumentasikan hasil wawancara dalam bentuk berita acara apabila
dipandang perlu.

II. Pos-pos. …………………

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 49


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

II. Pos-pos SPT/pos-pos turunannya yang akan diperiksa sesuai KKP Rencana Pemeriksaan.

A. PPh Badan.

1. Peredaran Usaha
2. HPP
3. ………. dst

B. dst.
III. Uraian Program Pemeriksaan masing-masing pos SPT/pos turunannya yang akan diperiksa.

A. Jenis Pajak : PPh Badan


1. Pos SPT : Peredaran Usaha
a. Tujuan Pemeriksaan /Pos turunannya :
1. Untuk menguji apakah seluruh penjualan telah dicatat dan dilaporkan.
2. ……….dst.

b. Metode Pemeriksaan : Metode Langsung dan Metode Tidak Langsung.

c. Teknik Pemeriksaan :
1. Pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal DJP.
2. Penelusuran angka-angka (Tracing),
3. Penelusuran Bukti,
4. Pengujian keterkaitan arus uang dan arus piutang.
5. Pengujian kebenaran penghitungan matematis,
6. Pengujian keabsahan dokumen,
7. Inspeksi
8. …….. dst

d. Prosedur Pemeriksaan :
1. Lakukan pengumpulan data dan olah sesuai kebutuhan,
2. Identifikasi dokumen-dokumen pendukung yang berkaitan dengan pos
atau transaksi yang sedang diperiksa sesuai dengan rekam jejak
pemeriksaan (audit plan).
3. Laakukan penelaahan mundur atas pos yang diperiksa sampai dengan
tanggal neraca,
4. Kumpulkan bukti-bukti yang mendukung transaksi serta buku kas/bank
dan buku piutang,
5. Teliti keabsahan dokumen,
6. Lakukan konfirmasi kepada pihak yang terkait,
7.………………..

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 50


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

7. Cocokan bukti dengan transaksi,

8. Teliti validitas dan relevansi bukti.

9. Pastikan apakah bukti transaksi telah dicatat dan dilaporkan serta


penghitungannya telah benar.

10. Periksa kebenaran saldo kas/bank dan piutang yang dilaporkan,

11. Dapatkan jumlah penerimaan kas/bank untuk melakukan pengujian arus


uang dan piutang,

12. Lakukan uji arus uang dan arus piutang sesuai dengan formula,

13. Lakukan inspeksi untuk meyakini transaksi,

14. …………….. dst.

2. Pos SPT : ………..dst

IV. Buku, Catatan, dan Dokumen Wajib Pajak yang akan dipinjam :

No Nama Buku, Catatan, dan Dokumen WP Keterangan

1 Laporan Keuangan.

2 Pembukuan mengenai penjualan

3 Bukti Penjualan
Apabila yang
4 Bukti Ekspor disampaikan WP
5 Rekening Koran/tabungan berupa Photo
copy/soft copy minta
6 Pembukuan Piutang surat pernyataan.

7 Kontrak/Perjanjian

8 …….. dst sesuai dengan makna Dokumen (UU


No. 8 tahun 1997).

Dibuat oleh Diketahui


oleh

Supervisor Tanggal Ttd Kepala Tanggal Ttd


UP2

Contoh penyusunan KKP adalah :

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 51


INDEKS : ……….
Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

KANTOR PELAYANAN PAJAK “ABC”

KERTAS KERJA PEMERIKSAAN

Nama Wajib Pajak : PT. ABCDEF

REALISASI PROGRAM PEMERIKSAAN NPWP : 01.234.567.8.666.000

Masa/Tahun Pajak : Jan – Des 2009


I. Realisasi Program Pemeriksaan Proses Bisnis WP:
Rincian Realisasi Keterangan

No Ya Tidak

1 Metode Pemeriksaan :

Metode Langsung, x

Metode Tidak Langsung

2 Teknik Pemeriksaan :

Pemanfaatan Informasi Internal dan


eksternal DJP, x

Penelusuran angka X WP tidak memberikan bukti

Penelusuran bukti, X WP tidak memberikan bukti

……… dst

Prosedur Pemeriksaan :
3
X
Pengumpulan data dan informasi

Pengolahan data,informasi,dokumen x
x
Wawancara

………. Dst

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 52

Dibuat oleh Diketahui oleh

Supervisor Tanggal Ttd Kepala UP2 Tanggal Ttd


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

II. Realisasi Program Pemeriksaan Masing-masing Pos SPT/Pos turunannya yang


diperiksa:

A. Jenis Pajak : PPh Badan

1. Pos SPT : Peredaran Usaha.

No Rincian Realisasi Keterangan


Ya Tidak
1 Metode Pemeriksaan :
Metode Langsung
Metode Tidak Langsung

2 Teknik Pemeriksaan :
1. Pemanfaatan informasi Internal
dan/atau eksternal DJP,
2. Penelusuran angka-angka (tracing)
3. Penelusuran Bukti,
4. Pengujian arus uang
5. Pengujian arus piutang,
6. Pengujian kebenaran
penghitungan matematis,
7. Pengujian keabsahan dokumen,
8. Inspeksi,
9. ……… dst,
Prosedur Pemeriksaan :
3
1. Lakukan pengumpulan data,
2. Identifikasi dokumen pendukung
yang berkaitan dengan pos yang
diperiksa,
3. Lakukan penelaahan mundur atas
po yang diperiksa sampai dengan
tanggal neraca.
4. Kumpulkan bukti-bukti yang
mendukung transaksi serta buku
kas/bank dan buku piutang,
5. Teliti keabsahan dokumen,
6. Lakukan konfirmasi kepada pihak
yang terkait.
7. Cocokan isi bukti dengan transaksi,
8. Teliti validitas dan relevansi bukti,
9. Pastikan apakah bukti transaksi
telah dicatat dan dilaporkan serta
penghitungannya telah benar,

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 53


Modul Pemeriksaan – Industri Rokok 2013

10. Periksa kebenaran saldo kas/bank


dan piutang yang dilaporkan.

11. Dapatkan penerimaan dari pihak


ketiga untuk melakukan uji
keterkaitan,

12. Lakukan uji arus uang dan arus


piutang sesuai dengan formula,

13. Lakukan inspeksi.

2. Pos SPT : ………..dst

III. Buku, Catatan, dan Dokumen Wajib Pajak yang akan dipinjam :

No Nama Buku, Catatan, dan Dokumen WP Keterangan

1 Laporan Keuangan.

2 Pembukuan mengenai penjualan

3 Bukti Penjualan
Apabila yang
4 Bukti Ekspor disampaikan WP
berupa Photo
5 Rekening Koran/tabungan
copy/soft copy minta
6 Pembukuan Piutang surat pernyataan.

7 Kontrak/Perjanjian

8 …….. dst sesuai dengan makna Dokumen (UU


No. 8 tahun 1997).

Dibuat oleh Diketahui oleh

Supervisor Tanggal Ttd Kepala UP2 Tanggal Ttd

INDEKS : ……….

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 54

Anda mungkin juga menyukai