Modul-05/PJ.042/2013
2013
UNTUK KEPENTINGAN DINAS
DISCLAIMER
Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka peningkatan kapasitas dan
kompetensi pegawai Direktorat Jenderal Pajak khususnya Pemeriksa Pajak dalam memahami
proses bisnis dari bidang industri tekstil.
Materi dalam modul ini bersumber dari berbagai literatur, nara sumber, ketentuan formal,
pengalaman tim penyusun dan sumber lainnya.
Informasi/ bahan-bahan ajar yang ada dalam modul ini hanya untuk kepentingan internal
Direktorat Jenderal Pajak, digunakan sebagai bahan ajar dan bukan dimaksudkan sebagai aturan
dalam pemeriksaan pajak atau pelaksanaan tugas.
PENGHARGAAN
Ucapan terima kasih diberikan kepada tim penyusun atas segala jerih payah dalam penyampaian
informasi/ bahan yang berharga ini, sehingga tersusun modul ini. Semoga hasil karya ini menjadi
bagian amal baik bagi tim penyusun dan membawa manfaat bagi penggunanya.
TIM PENYUSUN
Penanggungjawab :
Freddy Dwi Artanto - Kepala SubDirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan
Ketua Tim :
Sirmu - Kepala Seksi Teknik Pemeriksaan
Penyusun :
Tim Kanwil DJP Jawa Barat I
Tim Kanwil DJP Jawa Barat II
Tim Kanwil DJP Jawa Timur III
Editor :
Endy Prasetyo Widyanto – Pemeriksa Pajak
Ramot Immanuel A L Tobing- Pelaksana Seksi Evaluasi dan Kinerja Pemeriksaan
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
selalu memberikan limpahan rahmat, semangat, dan kekuatan untuk selalu dapat
meningkatkan kapasitas pegawai Direktorat Jenderal Pajak khususnya para Pemeriksa
Pajak. Sehingga diharapkan hal tersebut dapat mendukung pelaksanaan tugas Direktorat
Pemeriksaan dan Penagihan dan optimalisasi penerimaan pajak yang merupakan tugas
utama Direktorat Jenderal Pajak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-184/PMK.01/2010 tanggal
11 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Direktorat
Pemeriksaan dan Penagihan memiliki tugas untuk merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemeriksaan. Dalam pelaksanaan tugas, kami
berkomitmen untuk selalu bekerja dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Kementerian
Keuangan, yaitu integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan.
Salah satu upaya untuk menjaga komitmen tersebut adalah dengan meningkatkan
kapasitas Pemeriksa Pajak melalui serangkaian pendidikan dan pelatihan berjenjang
maupun In House Training (IHT) yang didukung oleh modul pembelajaran yang materinya
berasal dari hasil kajian kebutuhan bahan ajar disesuaikan dengan perkembangan proses
bisnis dunia usaha, telaahan proses bisnis sektor-sektor tertentu, dan dinamika peraturan
perundang-undangan perpajakan. Penyediaan modul pembelajaran diharapkan dapat
mendukung pelaksanaan tugas.
Kami berharap, modul ataupun bahan ajar ini tidak hanya digunakan dalam rangka
mendukung pemeriksaan. Namun, dapat dipergunakan lebih luas dalam rangka penggalian
potensi perpajakan secara umum oleh semua pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada
Tim Penyusun yang telah menuntaskan tugasnya, ikhlas meluangkan waktu dan
mencurahkan tenaga, pengalaman serta pikiran sehingga modul ini dapat tersusun dengan
baik. Semoga segala upaya Tim Penyusun menjadi amal kebaikan, dan modul ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
ii
DAFTAR ISI
DISCLAIMER ......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1. Gambaran Umum ....................................................................................................... 1
2. Perkembangan Industri Tekstil ................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................... 5
PROSES BISNIS .................................................................................................................. 5
1. Proses Bisnis Industri ................................................................................................. 5
1.1 Tahapan pada Proses Spinning .......................................................................... 5
1.2 Tahapan pada Proses Weaving dan Knitting ....................................................... 6
1.3 Tahapan pada Proses Finishing .......................................................................... 8
2. Pengelompokan dan Kualitas Produk Tekstil ............................................................ 10
2.1. Pengelompokan Produk Tekstil ......................................................................... 10
2.2. Penilaian Kualitas Tekstil ................................................................................... 11
3. Faktor yang Mempengaruhi Harga ........................................................................... 12
BAB III ................................................................................................................................ 13
ASPEK DAN KETENTUAN PERPAJAKAN ......................................................................... 13
BAB IV ................................................................................................................................ 15
PERSIAPAN DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN ............................................................... 15
1. Sistem Akuntansi...................................................................................................... 15
2. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan .............................................................................. 15
3. Dokumen / Data yang Diperlukan ............................................................................. 16
4. Prosedur Pemeriksaan ............................................................................................. 17
BAB V ................................................................................................................................. 24
PENUTUP........................................................................................................................... 24
iii
Modul Pemeriksaan – Industri Tekstil 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Gambaran Umum
Tekstil berasal dari bahasa latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan.
Namun secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan bakunya
berasal dari serat (umumnya adalah kapas, polyester, rayon) yang dipintal (spinning)
menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau dirajut (knitting) menjadi
kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing) digunakan untuk bahan baku produk
tekstil. Produk tekstil disini adalah pakaian jadi (garment), tekstil rumah tangga, dan
kebutuhan industri.
Produk Tekstil adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tekstil, baik yang setengah
jadi maupun yang telah jadi. Yang termasuk dalam produk tekstil adalah:
a. Pakaian jadi/clothing/garment adalah berbagai jenis pakaian yang siap pakai (ready
to wear) dalam berbagai ukuran standar, antara lain: pakaian pria dan wanita
(dewasa dan anak-anak), pakaian pelindung (mantel, jacket, sweater), pakaian
seragam, pakaian olah raga, dan lain-lain. Pakaian jadi ini harus dibedakan dengan
apparel, karena apparal ini selain mencakup pakaian jadi juga mencakup berbagai
accessories seperti: sepatu, tas, perhiasan, tutup kepala atau kerudung, dasi, kaos
kaki, dan accessories lainnya.
b. Tekstil rumah tangga/house hold, seperti: bed linen, table linen, toilet linen, kitchen
linen, curtain, dan lain-lain.
c. Kebutuhan industri/industrial use, antara lain: canvas, saringan, tekstil rumah sakit,
keperluan angkatan perang termasuk ruang angkasa, dan lain-lain.
Dalam modul pemeriksaan ini fokus pembahasan adalah usaha pengolahan benang
menjadi kain (Industri Pertenunan). Bahan baku utama dalam Industri Pertenunan adalah
benang dan produk jadinya adalah kain yang menjadi bahan baku industri garmen. Industri
ini merupakan industri strategis karena menghasilkan produk kain sebagai bahan baku
industri garmen yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat dan penghasil devisa dari
ekspor kain. Pengusaha industri tekstil lokal mendapat saingan berat yaitu impor kain dari
Cina.
Bahan baku, yang berupa benang, diperoleh dari perusahaan-perusahaan penghasil
benang domestik dan benang impor. Proses utama dalam industri ini adalah Twisting,
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 1
Modul Pemeriksaan – Industri Tekstil 2013
Weaving, Dyeing, dan Finishing. Dalam bab-bab berikut akan diuraikan alur produksi atau
proses kegiatan, proses pemasaran/penjualan, persiapan pemeriksaan, prosedur
pemeriksaan, dan contoh kasus. Juga diuraikan analisis-analisis yang dapat dilakukan
terkait dengan karakteritik proses produksi dan hal-hal yang perlu diperhatikan. Perlu
disampaikan juga bahwa hasil analisa yang telah dilakukan perlu dilengkapi dengan data
dan informasi lain yang bisa diperoleh melalui pencarian data dan informasi pendukung
melalui googling dan informasi publik yang tersedia.
Komoditi industri tekstil Indonesia berdasarkan ekspor dengan harmonize system (HS) 6
digit adalah sebagai berikut:
Serat (fibres), yaitu serat alami (silk, wool, cotton) dan serat buatan (man-made
fiber).
Benang (yarn), yaitu silk, wool, cotton, filament, dan staple fiber.
Kain (fabric), yaitu woven (silk, wool, cotton, filament, staple), felt, non-woven, woven
file fabric, terry towelling fabric, gauze, tulle and others net fabric, lace, narrow woven
fabric, woven badges and similar, braids in the piece, woven fabric of metal thread,
embroidery, quilted textile product, impregnated, coated covered or laminated textile
fabric, knitted fabric.
Pakaian jadi (garment) dari knitted and non-knitted.
Lainnya (others), yaitu carpet (floor covering, tapestry), wedding, thread cord, label,
badges, braid & similar, house/tube textile, conveyor belt, textile product of technical
uses, others made up textile articles.
Secara pasti sejak kapan awal keberadaan industri tekstil di indonesia tidak dapat
dipastikan, namun kemampuan masyarakat Indonesia dalam hal menenun dan merajut
pakaiannya sendiri sudah dimulai sejak adanya kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia dalam
bentuk kerajinan, yaitu tenun-menenun dan membatik yang hanya berkembang disekitar
lingkungan istana dan juga ditujukan hanya untuk kepentingan seni dan budaya serta
dikonsumsi/digunakan sendiri.
Sejarah pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industri rumahan tahun
1929 dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) dengan
menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang dikenal dengan
nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926
dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen
(sabuk), dan selendang. Penggunaan ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM)
yang pertama kali digunakan pada tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah
tersebut mendapat pasokan listrik pada tahun 1935. Dan sejak itu industri tekstil Indonesia
mulai memasuki era teknologi dengan menggunakan ATM.
Tahun 1960-an, sesuai dengan iklim ekonomi terpimpin, pemerintah Indonesia membentuk
Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) yang antara lain seperti OPS Tenun Mesin; OPS
Tenun Tangan; OPS Perajutan; OPS Batik; dan lain sebagainya yang dikoordinir oleh
Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil dimana pengurus GPS Tekstil tersebut
ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Perindustrian Rakyat dengan perkembangannya
sebagai berikut:
Pertengahan tahun 1965-an, OPS dan GPS dilebur menjadi satu dengan nama OPS
Tekstil dengan beberapa bagian menurut jenisnya atau sub-sektornya, yaitu
pemintalan (spinning); pertenunan (weaving); perajutan (knitting); dan
penyempurnaan (finishing).
Menjelang tahun 1970, berdirilah berbagai organisasi seperti Perteksi; Printer’s Club
(kemudian menjadi Textile Club); perusahaan milik pemerintah (Industri Sandang,
Pinda Sandang Jabar, Pinda Sandang Jateng, Pinda Sandang Jatim), dan Koperasi
(GKBI, Inkopteksi).
Tanggal 17 Juni 1974, organisasi-organisasi tersebut melaksanakan Kongres yang
hasilnya menyepakati mendirikan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan
sekaligus menjadi anggota API.
Fase perkembangan industri tekstil indonesia diawali pada tahun 1970-an industri TEKSTIL
Indonesia mulai berkembang dengan masuknya investasi dari Jepang di sub-sektor industri
hulu (spinning dan man-made fiber making).
Periode 1970 – 1985, industri tekstil Indonesia tumbuh lamban serta terbatas dan
hanya mampu memenuhi pasar domestik (substitusi impor) dengan segment pasar
menengah-rendah.
Tahun 1986, industri tekstil Indonesia mulai tumbuh pesat dengan faktor utamannya
adalah: (1) iklim usaha kondusif, seperti regulasi pemerintah yang efektif yang
difokuskan pada ekspor non-migas, dan (2) industrinya mampu memenuhi standard
kualitas tinggi untuk memasuki pasar ekspor di segment pasar atas-fashion.
Periode 1986 – 1997 kinerja ekspor industri tekstil Indonesia terus meningkat dan
membuktikan sebagai industri yang strategis dan sekaligus sebagai andalan
penghasil devisa negara sektor non-migas. Pada periode ini pakaian jadi sebagai
komoditi primadona.
Periode 1998 – 2002 merupakan masa paling sulit. Kinerja ekspor tekstil nasional
fluktuatif. Pada periode ini dapat dikatakan periode cheos, rescue, dan survival.
Periode 2003 – 2006 merupakan outstanding rehabilitation, normalization, dan
expansion (quo vadis?). Upaya revitalisasi stagnant yang disebabkan multi-kendala,
yang antara lain dan merupakan yang utama: (1) sulitnya sumber pembiayaan, dan
(2) iklim usaha yang tidak kondusif.
Periode 2007 pertengahan – onward dimulainya restrukturisasi permesinan industri
tekstil Indonesia.
Industri tekstil dan produk tekstil Indonesia secara teknis dan struktur terbagi dalam tiga
sektor industri yang lengkap, vertikal dan terintegrasi dari hulu sampai hilir, yaitu:
BAB II
PROSES BISNIS
a. Blowing
Proses membuka gumpalan serat, membersihkan kotoran yang terdapat pada serat,
mencampur serat, dan membuat gulungan lap.
b. Carding
Proses menguraikan serat satu dengan lainnya, membersihkan kotoran yang
terdapat pada serat, memisahkan serat pendek dengan serat panjang, dan
menyejajarkan serat dan membetuk sliver.
c. Combing
Proses mengurangi persentase serat pendek, membersihkan kotoran yang terdapat
pada serat, dan meluruskan serat sehingga lebih sejajar.
d. Drawing
Proses meluruskan dan menyejajarkan serat (sliver), memperbaiki kerataan dalam
segi berat atau panjang, dan menyesuaian berat sliver/satuan panjang
e. Flyer
Proses meregangkan sliver dan memberi twist (antihan)
f. Spinning
Proses meregangkan sliver, memberi twist, dan menggulung benang
g. Winding
Proses menggulung benang hasil spinning.
Gambar 1 Gambar 2
Keterangan : Gambar 1 dan 2 adalah proses winding yaitu menggulung benang
supaya siap ditenun
a. Rewinding
Proses menghilangkan kotoran, memperbaiki kerataan.
b. Warping
Proses menyejajarkan/ menggulung benang dalam beam.
c. Sizing
Proses untuk meningkatkan daya tenun dengan menidurkan bulu, menambah licin,
menambah tahan gosokan.
d. Reaching In
Proses memasukan bebang lusi (warp) pada dropper, gun, dan sisir.
e. Pirn Winding
Proses menggulung benang weft pada palet (pirn).
f. Weaving
Proses Menganyam benang warp dan weft menjadi kain.
g. Warp Knitting
Proses membuat jeratan searah panjang kain menjadi rajut lusi (warp Knit)
h. Weft Knitting
Proses membuat jeratan searah lebar kain menjadi rajut pakan (weft knit)
Berikut adalah tahapan proses Weaving dan Knitting pada industry tekstil pada
umumnya:
Rewinding
Warping
Sizing
Reaching In
Pirn Winding
Weaving
Warp Knitting
Weft Knitting
Gambar 3 Gambar 4
Keterangan : Gambar 3 dan 4 adalah proses weaving yaitu menenun benang menjadi kain
a. Singeing
Proses menghilangkan bulu pada permukaan kain.
b. Desizing
Proses menghilangkan kanji benang lusi sehingga menambah penyerapan.
c. Scouring
Proses menghilangkan kotoran, meningkatkan penyerapan dan kenampakan
(appearance)
d. Mercerizing
Proses meningkatkan daya serap, luster (kilau), dan kekuatan.
e. Heat setting
Proses meningkatkan kestabilan dimensi (synthetic)
f. Bleaching
Proses membuat kain menjadi putih
g. Opt Bleaching
Proses meningkatkan whiteness (derajat putih)
h. Dyeing
Proses memberi warna yang merata pada kain.
i. Printing
Proses memberi warna yang berdesain/corak pada kain.
j. Finishing
Proses meningkatkan kualitas kain secara mekanik, maupun secara kimia sehingga
diperoleh kain siap jual.
Berikut adalah tahapan proses finishing pada industry tekstil pada umumnya:
Persiapan Grey
Singeing - Desizing
Scouring
Mercerizing
Heat Setting
Bleaching
Dyeing
Printing
BAB
Finishing
III
Gambar 5 Gambar 6
Keterangan : Gambar 5 adalah proses Drying yaitu mengeringkan kain, Gambar 6
adalah proses Dyeing yaitu memberi warna yang merata pada kain
Gambar 7 Gambar 8
Keterangan : Gambar 7 dan 8 adalah proses finishing yaitu proses meningkatkan kualitas kain
secara mekanik maupun secara kimia sehingga diperoleh kain siap jual
Dalam industri pertenunan proses kegiatan produksi dimulai dari Tahapan Proses
Weaving dan Knitting dan dilanjutkan dengan Proses Finishing. Sedangkan Proses Spinning
atau proses produksi merubah kapas menjadi benang termasuk kategori industri pemintalan
benang.
keperluan tekstil lainnya seperti net pingpong, layar dan banyak lagi sesuai
dengan berbagai jenis cabang olah raga
Keperluan penyangga struktur tanah menggunakan geotextile, yaitu sejenis serat
poliester dengan pembuatan khusus.
Metode ini biasanya dilakukan oleh konsumen tekstil (masyarakat umum) ketika
membeli bahan tekstil. Dalam memilih bahan tekstil biasanya konsumen melakukan
dengan cara dilihat, dipegang, diraba, diremas, diterawang, dibentang dan lainnya
yang hanya mengandalkan kemampuan panca indera manusia. Disamping itu
biasanya konsumen juga melihat berdasar tingkat harga (semakin mahal semakin
baik), merk yang telah dikenal dan lainnya. Validitas metode uji sensoris ini sangat
tergantung pada pengalaman konsumen.
Metode ini dilakukan oleh para produsen (industri), pedagang, akademisi dan
pelajar untuk menentukan kualitas bahan tekstil. Metode uji teknis/laboratories ini
memerlukan peralatan pengujian, standar pengujian, ruang pengujian di samping
kemampuan panca indera. Untuk pengujian teknis ini dibedakan menjadi pengujian
secara fisika dan pengujian secara kimia. Hasil pengujian teknis ini dapat
dipertanggungjawabkan dan memiliki tingkat validitas yang tinggi serta memenuhi
standar kualitas tertentu yang berlaku pada tingkat lokal, nasional dan
internasional.
BAB III
Adapun potensi pajak yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemeriksaan di sektor
industri adalah sebagai berikut :
3 Proses Produksi :
d. Technical Assistance Biaya tenaga ahli dari luar PPN Jasa Luar
Fees negeri Negeri, PPh Ps. 26
4. Pemasaran :
c. Penjualan Lokal
d. Maklon
b. Sewa aktiva
BAB IV
1. Sistem Akuntansi
Sebelum pemeriksaan dimulai, pemeriksa harus memahami core business dan
menilai terlebih dahulu sistem akuntansi perusahaan yang bersangkutan termasuk
pengendalian intern di dalamnya. Sistem akuntansi yang dimaksud adalah adanya
organisasi formulir dan pencatatan yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk
menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen guna mengelola perusahaan
secara efektif dan efisien.
Secara umum, pengendalian intern yang baik memperlihatkan antara lain adanya
struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsionaris secara tegas antara
pencatatan, penyimpanan, dan otorisasi.
Untuk tujuan tersebut di atas, perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
1. Minta kartu persediaan kepada bagian gudang bahan baku
2. Minta keterangan kepada manager produksi dan buatkan berita acaranya.
3. Minta dan pelajari layout atau peta proses produksi dari pabrik dan gudang
penyimpanannya.
4. Lakukan tinjauan ke pabrik
5. Minta jenis produk dan bandingkan dengan keadaan dilapangan
6. Lakukan tinjauan ke gudang
7. Mintakan kartu gudang dan bandingkan dengan saldo per akhir tahun.
Penjualan Kain
1. Penjualan Ekspor
Penjualan ekspor biasanya diikat dengan suatu kontrak. Dalam kontrak tersebut
dinyatakan jumlah, jenis kain (bahan, ukuran, disain, warna, dan spesifikasi
lainnya), saat paling lambat diserahkan, cara penyerahan dan pembayaran. Untuk
menguji penjualan ekspor pemeriksa harus lebih dahulu mengetahui prosedur
ekspor. Selanjutnya perlu diperhatikan aplikasi penjualan ekspor tersebut. Dalam
aplikasi ekspor itu dapat diketahui korespondensi dengan pembeli di luar negeri
tentang kuantum, harga dan syarat-syarat penjualan.
Dokumen yang perlu diperhatikan :
1. Dokumen Pabean
a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
b. Persetujuan Ekspor
c. Kontrak Perdagangan
d. Bukti Tagihan
e. Daftar Kemasan (Packing List)
2. Dokumen Kapal/ Pelayaran
a. Bill of Lading / Airway Bill
b. Dokumen Transport
3. Dokumen Perbankan
a. Letter of Credit
b. Nota transfer atau Wesel Ekspor
2. Penjualan Lokal
Penjualan kain biasanya diikat dengan kontrak,yang umumnya dibayar dimuka.
Dalam kontrak tersebut dinyatakan jumlah yang dijual, harga per yard/meter, jenis
kain (bahan, ukuran, disain, warna, dan spesifikasi lainnya), waktu, cara
penyerahan dan pembayaran. Jumlah dalam kontrak ini biasanya tidak dapat
diangkut sekaligus, sehingga penjual akan mengirim beberapa kali. Karena kontrak
ini dalam jumlah besar, maka pemeriksa harus membandingkan surat jalan atau
surat pengantar barang dengan kartu stok untuk menguji penjualan tersebut.
Dokumen-dokumen penjualan yang perlu mendapat perhatian adalah:
a. Kontrak penjualan
b. Kartu Stok
c. Surat Jalan atau Surat Pengantar Barang
d. Bukti penjualan/invoice dan Packing list
e. Nota Tagihan
f. Faktur Pajak Keluaran
Pendapatan dari Hasil Sampingan
Hasil sampingan dari sebuah industri tekstil dapat berupa:
a. Penjualan dari bahan baku yang dibawah standar.
b. Penjualan kain yang tidak memenuhi standar minimal produksi. Pada umumnya
dijual kiloan ke pengusaha home industry dan pedagang grosir tekstil.
c. Jasa maklon.
Hasil sampingan dari industri tekstil kadang tidak dilaporkan oleh pengusaha, oleh
karena itu pemeriksa dapat menggunakan analisis konversi dari bahan baku
menjadi barang jadi dan analisa arus barang sebagai pengujian atas penghasilan
sampingan yang tidak dilaporkan.
4. Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan disusun sesuai dengan rencana pemeriksaan yang telah
ditelaah dan disetujui oleh Kepala UP2 khususnya terkait dengan identifikasi masalah
dan pos-pos yang diperiksa.
Dalam modul ini, prosedur pemeriksaan meliputi pemeriksaan pos - pos dalam
laporan rugi laba. Untuk setiap Wajib Pajak pos - pos dalam Laporan Rugi Laba dapat
berbeda-beda, namun sekurang-kurangnya meliputi :
a. Peredaran Usaha/Penjualan
b. Harga Pokok Produksi
c. Biaya – biaya pengurang penghasilan bruto
d. Penghasilan / Biaya lain – lain diluar usaha
e. Analisa lainnya
Peredaran Usaha/Penjualan
Teliti apakah penjualan produk sisa telah dicatat secara memadai, dalam
industri teksil baik mills maupun gament sangat mungkin terdapat produk sisa
yang memiliki nilai jual misalnya benang sisa baik berupa limbah serat
polyester maupun limbah potongan benang, potongan kain (panjang 1
sampai dengan 3 meter), potongan kain sisa, maupun produk cacat produksi
yang tidak dapat diperbaiki
Teliti nilai persediaan awal dan akhir bandingkan dengan nilai pada neraca
tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya
Teliti pos persediaan apakah telah dipisahkan sesuai dengan proses produksi
dan hubungannya dengan Harga Pokok Penjualan.
Teliti metode pencatatan persediaan dalam hal konsistensi dan peraturan
perundangan yang berlaku
Teliti nilai persediaan dalam unit dengan hasil pemeriksaan akhir periode
(stock opname) yang dilakukanan oleh Wajib Pajak
Teliti apakah semua penerimaan persediaan telah dicatat dan didukung bukti
yang memadai
Teliti apakah semua pengeluaran persediaan digunakan untuk keperluan
operasional perusahaan
Teliti apabila terdapat persediaan yang rusak / hilang telah dicatat sesuai
dengan harga perolehan /harga jual minimal dan didukung bukti yang
memadai
Lakukan penelaahan pengujian arus hutang dan apabila mungkin lakukan
pengujian arus barang
Trasir pencatatan untuk setiap transaksi ke buku pembelian, retur pembelian,
buku besar dan buku tambahan hutang
Lakukan cut off atas transaksi pembelian dan retur dan yakinkan bahwa
transaksi tersebut telah dicatat pada periode yang tepat
Periksa PPN masukan atas pembelian barang kena pajak
Trasir Biaya gaji/upah atas pegawai bagian produksi ke pembukuan dan
sampling dokumen pendukungnya seperti daftar pegawai, kontrak kerja,
daftar absensi, bukti pembayaran gaji, trasir ke SPT PPh Pasal 21 dan
yakinkan bahwa semua objek PPh Pasal 21 sudah masuk dalam perhitungan
PPh Pasal 21
Dapatkan daftar aktiva tetap perusahaan secara rinci
obyek PPh Pasal 23 bandingkan dengan obyek PPh Pasal 23 pada SPT
Masa PPh Pasal 23/26 masa Januari s.d. Desember
Penghasilan / Biaya lain – lain
Teliti kebenaran penghitungan selisih kurs yang dilaporkan oleh Wajib pajak
(baik laba maupun rugi), teliti hubungannya dengan piutang usaha, hutang
usaha, dan pos pos lain yang menggunakan mata uang selain Rupiah.
Teliti biaya bunga yang dibebankan oleh Wajib Pajak, bandingkan dengan
penghasilan yang diperoleh sehubungan dengan bunga deposito, jasa giro
dan lain-lain apakah telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku
khusunya Surat edaran Direkstur Jenderal Pajak Nomor SE – 46/PJ.4/1995
tanggal 5 Oktober 1995.
Analisa lainnya
1. Analisis Laporan Keuangan
Analisa laporan keuangan dimaksudkan untuk menilai perubahan
(kenaikan/penurunan) yang terjadi pada pos-pos dalam laporan keuangan
yang terkait dengan kewajiban perpajakan yang timbul dari perubahan-
perubahan tersebut.
Analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara :
a. Analisis vertikal
Analisa vertikal dengan membandingkan biaya-biaya maupun
pendapatan yang saling berhubungan dalam satu tahun buku sehingga
dapat ditentukan titik – titik kritis yang lebih memerlukan pendalaman.
b. Analisis horizontal
Analisa horizontal dengan membandingkan biaya/pendapatan tahun
berjalan dengan tahun sebelumnya untuk melihat tren biaya/pendapatan
tersebut.
2. Analisis Pendapatan
3. Analisis Biaya
BAB V
PENUTUP
Dalam proses alur produksi dari benang mentah menjadi kain grey terdapat tahapan
tahapan yang dimungkinkan terjadi waste dan terdapat juga penyusutan. Atas waste yang
juga disebut majun baik benang maupun kain grey dapat dijual. Untuk persentase waste dan
penyusutan perlu diteliti lebih lanjut apabila ditemui persentase yang berbeda, apakah
faktor mesin yang dipakai mempengaruhinya. Diprediksi atas majun ini oleh perusahaan
tidak / tidak seluruhnya dilaporkan .
Dilihat dari alur Arus Produksi dari benang ke kain terdapat tahapan-tahapan dimana
terdapat waste (sisa tak terpakai) dan bisa terjual. Dalam proses Twisting waste pada
Perusahaan B mencapai 6,16% dari seluruh benang yang masuk twisting, sedang pada
proses Sizing waste mencapai 12,07% dari seluruh benang yang masuk proses sizing. Pada
tahap Weaving yaitu pengolahan benang menjadi Grey terdapat susut 11% dari seluruh
benang yang masuk proses Weaving dalam satuan yard, susut disini dalam satuan yardnya.
Selain susut terdapat waste sebesar 5,89% dari jumlah kain setelah adanya penyusutan
diatas. Selanjutnya pada proses Packing masih terdapat penyusutan kain dalam satuan yard
sebesar 13,88% dari seluruh kain yang masuk proses packing.
Pada perusahaan lain dengan jenis usaha yang sama dalam proses pengolahan benang
mentah menjadi siap pakai berdasarkan wawancara dengan direktur perusahaan pada
proses Twisting terdapat waste antara 7-10% sedang di sizing sekitar 3%, pada proses
Weaving yaitu pengolahan benang menjadi kain Grey terdapat waste sekitar 2%, pada saat
pelembutan kain terdapat pengurangan berat sekitar 20-25% sedang dari segi ukuran kain
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 24
Modul Pemeriksaan – Industri Tekstil 2013
tetap sama, penyusutan terjadi karena adanya pengikisan kain waktu di steam sehingga
menjadi lebih tipis dan lembut. Terakhir saat inspecting /uji kualitas terdapat waste sekitar 2-
3%.