Sektor Publik
Disusun oleh:
Eko Nur Surachman
Dian Handayani
Tim Penyusun Modul Analisis Laporan Keuangan Sektor Publik
i
DAFTAR ISI
ii
Alat Analisis _______________________________________________________________________ 33
Perbandingan Antar Komponen dan Antar Laporan Keuangan _______________________________ 33
Analisis Rasio______________________________________________________________________ 35
B. STUDI KASUS: Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tangerang
Selatan Tahun 2014 – 2016 _______________________________________ 42
Perbandingan Antar Komponen dan Antar Laporan Keuangan _______________________________ 42
Analisis Rasio______________________________________________________________________ 45
PINJAMAN DAERAH______________________________________ 49
A. TUJUAN DAN SUMBER PINJAMAN DAERAH ______________________ 49
B. PINJAMAN DAERAH DARI PEMERINTAH PUSAT ___________________ 49
C. PINJAMAN DAERAH DARI DAERAH LAIN _________________________ 50
D. PINJAMAN DAERAH DARI LKB/LKBB ____________________________ 50
E. PINJAMAN DAERAH DARI MASYARAKAT (Obligasi Daerah) _________ 51
Karakteristik Obligasi Daerah _________________________________________________________ 52
Pihak-Pihak yang Terkait dengan Obligasi Daerah _________________________________________ 52
Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah __________________________________________________ 55
Penilaian Kelayakan Penerbitan Obligasi Daerah __________________________________________ 55
Implementasi Penerbitan Obligasi Daerah _______________________________________________ 56
iii
KEBIJAKAN ANGGARAN
PEMERINTAH
Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat memahami hal-hal berikut ini:
Uraian
A. PENDAPATAN NEGARA
I. PENDAPATAN DALAM NEGERI
1. PENERIMAAN PERPAJAKAN
2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
II. PENERIMAAN HIBAH
B. BELANJA NEGARA
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT
1. Belanja K/L
2. Belanja Non K/L
a. Pembayaran Bunga Utang
b. Subsidi
c. Belanja Lain-lain
II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
1. Transfer ke Daerah
a. Dana Bagi Hasil
b. Dana Alokasi Umum
2. Dana Desa
C. KESEIMBANGAN PRIMER
D. SURPLUS/(DEFISIT) ANGGARAN (A - B)
%Surplus/(Defisit) Anggaran terhadap PDB
E. PEMBIAYAAN ANGGARAN (I + II + III + IV + V)
I. PEMBIAYAAN UTANG
1. Surat Berharga Negara (neto)
II. PEMBIAYAAN INVESTASI
III. PEMBERIAN PINJAMAN
IV. KEWAJIBAN PENJAMINAN
V. PEMBIAYAAN LAINNYA
Pembiayaan Netto
Pendapatan Negara
Dalam struktur APBN, Pendapatan Negara diklasifikasikan menjadi
Pendapatan Dalam Negeri dan Pendapatan Hibah. Pendapatan dalam Negeri terdiri
dari Penerimaan Pajak dan juga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jenis-
jenis pendapatan negara dapat dilihat pada Gambar 2. Yang akan kita bahas di sini
adalah Penerimaan Pajak.
Pajak merupakan sumber penerimaan utama bagi pemerintah yang berasal
dari rakyat dan ditujukan untuk kepentingan umum termasuk untuk mendanai
pembangunan di pusat dan daerah, seperti membangun fasilitas umum, membiayai
anggaran kesehatan dan pendidikan, dan kegiatan produktif lainnya. Penerimaan
perpajakan menjadi salah satu komponen penting dalam penerimaaan negara.
Selama lima tahun terakhir, rata-rata penerimaan perpajakan berperan 70 persen dari
total pendapatan negara.
Pembiayaan Anggaran
Batasan defisit anggaran belanja diatur dalam penjelasan pasal 12 ayat 3
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Defisit anggaran
ditetapkan maksimal sebesar 3% dan utang maksimal 60% dari Produk Domestik
Bruto (PDB). Batasan defisit anggaran tersebut menggunakan pembanding PDB
karena pemerintah ingin mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan
indikator PDB.
Defisit APBN dapat diatasi baik dari sisi penerimaan yaitu dengan
meningkatkan komponen penerimaan maupun dari sisi pengeluaran yaitu dengan
mengurangi pengeluaran pemerintah dengan tetap memperhatikan arah dan strategi
kebijakan ekonomi. Namun ada kalanya urgensi kegiatan pembangunan – termasuk
pemulihan ekonomi – membuat pemerintah harus berupaya merealisasikan belanja
yang direncanakan. APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal merupakan alat atau
instrumen pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan negara. Demikian pula
halnya dengan utang pada pembiayaan APBN dalam hal pemerintah mengambil
kebijakan defisit.
Utang Pemerintah
Di negara berkembang seperti Indonesia, utang memiliki peran penting dalam
mengisi porsi pembiayaan anggaran dilihat dari rasio kenaikan utang terhadap PDB
dari tahun ke tahun. Utang yang diadakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
belanja pembangunan dan menutup defisit dimaksudkan untuk menjaga momentum
pembangunan dan menghindari opportunity loss yang semakin besar jika proses
pembangunan tertunda karena tidak adanya pendanaan.
Riset mengenai dampak utang terhadap pertumbuhan ekonomi terus dilakukan
dan para ekonom terbelah pendapatnya mengenai manfaat utang dan dampaknya
terhadap pertumbuhan ekonomi. Reinhart & Rogoff (2010) meneliti hubungan sistemik
antara tingginya utang publik dengan tingkat pertumbuhan dan inflasi menggunakan
data 44 negara selama 200 tahun. Untuk negara dengan utang publik yang mencapai
90 persen dari GDP menunjukkan rata-rata tingkat pertumbuhan yang sangat rendah.
Hasil ini serupa antara negara berkembang dan negara maju. Namun tidak seperti di
negara maju, di negara berkembang ditemukan tingginya hubungan antara utang
publik dengan tingkat inflasi. Reinhart & Rogoff (2010) juga menemukan bahwa untuk
rasio utang yang berasal dari luar negeri (external debt) terhadap GDP yang mencapai
60 persen, kerap dikaitkan dengan berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi
negara berkembang.
Greiner & Fincke (2014) melakukan modelling yang terhadap productive debt
spending dan utang publik dimana pemerintah menempuh kebijakan defisit untuk
membiayai investasi publiknya. Ada banyak model skenario yang dikembangkan dan
sebagaimana juga diungkapkan IMF (2012) dalam Bilan (2016), bahwa tidak ada
hubungan yang sederhana antara utang publik dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
karena banyaknya faktor yang memengaruhi penentu hubungan keduanya. Namun
sebagai highlight temuan Greiner & Fincke (2014), dapat dikatakan bahwa penting
untuk menjaga primary balance surplus demi memastikan sustainabilitas utang publik.
Bilan (2016) yang melakukan overview terhadap teori-teori mengenai pengaruh
perekonomian dari utang publik menyampaikan konklusinya bahwa agar utang publik
membawa dampak positif terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi, maka terdapat tiga
hal fundamental ketika memutuskan pengadaan utang, yaitu:
Kondisi ekonomi. Utang publik tidak boleh menjadi common practice, namun harus
dilaksanakan dalam kondisi yang sangat mendesak ketika pemerintah menghadapi
Uraian
PENDAPATAN DAERAH
PENDAPATAN ASLI DAERAH
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
DANA PERIMBANGAN
Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
Dana Alokasi Khusus
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
Pendapatan Hibah
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Jumlah Pendapatan
BELANJA DAERAH
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BUNGA
BELANJA SUBSIDI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA DAN
PEMERINTAH DESA DAN PARTAI POLITIK
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
Jumlah Belanja
Total Surplus/(Defisit)
PENERIMAAN PEMBIAYAAN
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya
Penerimaan Pinjaman Daerah
Jumlah Penerimaan Pembiayaan
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah
Pembayaran Pokok Utang
Pemberian Pinjaman Daerah
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan
Pembiayaan Netto
Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat memahami hal-hal berikut ini:
Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat memahami hal-hal berikut ini:
APBN APBD
Alat Analisis
Dalam melakukan analisis laporan keuangan sektor publik, terdapat beberapa alat
analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja dan kondisi keuangan
pemerintah daerah. Secara garis besar, analisis dapat dilakukan baik dengan
melakukan perbandingan antar komponen maupun antar laporan keuangan, serta
melakukan analisis rasio.
b) Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan merupakan kebalikan dari rasio kemandirian, rasio ini
digunakan untuk mengukur ketergantungan suatu daerah. Semakin rendah
rasionya maka menunjukkan pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang
lebih mandiri.
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟 𝑘𝑒 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
𝑅𝑘𝑡𝑔 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
2. Menentukan Kebijakan Prioritisasi dan Penggunaan Sumber Daya
Beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kebijakan prioritisasi dan penggunaan sumber daya pemerintah daerah antara
lain:
a) Rasio PAD terhadap belanja
Rasio ini bertujuan untuk menunjukkan berapa persentase belanja yang
dibiayai oleh Pendapatan Asli Daerah.
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝐴𝐷
𝑃𝐴𝐷 𝑇𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 =
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎
b) Rasio Keserasian (RSer)
Digunakan untuk mengukur keserasian realisasi belanja (cara pemerintah
daerah dalam memprioritaskan alokasi dana belanja), misalnya rasio total
belanja tidak langsung terhadap total belanja langsung. Rasio keserasian
Analisis Vertikal
Analisis vertikal dilakukan dengan membandingkan komponen antar akun dalam
laporan keuangan. Dalam analisis vertikal Kota Tangerang Selatan dihitung proporsi
Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja sebesar 46,6% yang menunjukkan bahwa
hampir 50% proporsi belanja daerah didanai oleh Pendapatan Asli Daerah Kota
Tangerang Selatan.
Antar Akun Pendapatan PAD Dana Perimbangan
2.664.158.764.561 1.346.240.155.744 847.221.054.205
Rasio PAD/Pendapatan Daper/Pendapatan
50,53% 31,80%
Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat memahami hal-hal berikut ini:
PENERUSAN PINJAMAN
Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta
Beberapa pihak yang terkait dalam penerbitan obligasi Pemerintah Daerah antara lain:
Pemegang Efek. Pemegang efek adalah investor atau pihak yang menanamkan
modalnya dalam bentuk pemberian pinjaman kepada pemerintah daerah dalam
bentuk obligasi daerah.
Pihak Lain Yang Terlibat. Pihak lain yang terlibat merupakan pihak-pihak lain yang
juga terlibat dalam pelaksanaan penawaran umum obligasi daerah di pasar modal,
namun tidak terlibat secara langsung dalam proses transaksi perdagangan efek, yang
terdiri dari penyedia penguatan kredit, lembaga pemeringkat efek serta penasihat
investasi.
a) Lembaga Pemeringkat Efek, merupakan lembaga yang memberikan peringkat
kredit bagi penerbit obligasi daerah. Lembaga pemeringkat mengukur kelayakan
kredit, kemampuan membayar pinjaman yang akan mempengaruhi tingkat bunga
pinjaman.
b) Penyedia Penguatan Kredit, adalah pihak yang memberikan penguatan kredit
melalui pernyataan kesediaan menjamin obligasi daerah, dimana penguatan
kredit ini akan memberikan kenyamanan bagi investor dan dapat mempengaruhi
tingkat bunga.