Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan ekonomi usahatani padi sawah di Kecamatan
Pamona Puselemba. Indikator kelayakan ekonomi yang digunakan ialah pendapatan usahatani, R/C
Ratio, π/C Ratio, BEP penerimaan, BEP produksi, BEP harga, dan batas aman penurunan harga
produk. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survey, meliputi observasi, wawancara, dan
pengisian kuisioner. Sampel penelitian ditentukan melalui teknik purposif sampling. Data dianalisis
dengan menggunakan analisis pendapatan, analisis R/C Ratio, analisis π/C Ratio, analisis BEP, dan
analisis perubahan harga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi sawah di Kecamatan
Pamona Puselemba dengan luas tanam sebesar 1 ha pada umumnya memiliki kelayakan secara
ekonomi. Rata-rata pendapatan usahatani ialah sebesar Rp 19.328.170/ha/MT, rata-rata nilai R/C
Ratio 2,62, rata-rata nilai π/C Ratio 161,65 %, rata-rata BEP penerimaan Rp 4.473.192,63, rata-rata
BEP produksi 612,40 kg, rata-rata BEP harga Rp 3.377,55/kg, dan rata-rata batas aman penurunan
harga beras sebesar 55,88 %. Tingkat produksi, harga jual beras, dan efisiensi biaya produksi
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelayakan ekonomi usahatani padi sawah.
Produksi yang lebih besar, harga jual beras yang lebih tinggi, dan biaya produksi yang efisien akan
meningkatkan kelayakan ekonomi usahatani.
Kata Kunci: pendapatan, R/C Ratio, π/C Ratio, BEP, batas aman penurunan harga
Abstract
The objective of this study is to find out the economic feasibility of rice field farmings in Pamona
Puselemba District. Indicators of economic feasilibility encompass farming income, R/C Ratio, π/C
Ratio, Revenue BEP, Production BEP, Price BEP, and safety limit for product price decreasing. Survey
method is used in data collection, including observation, interview, and questionnaire filling. Research
samples are determined with purposive sampling technique. Data is analyzed using the analyses of
income, R/C Ratio, π/C Ratio, BEP, and price change. Result demonstrates that generally rice field
farmings in Pamona Puselemba District with area of 1 ha have economic feasibility. The averages of
income is Rp 19,328,170/ha/planting season, R/C Ratio 2.62, π/C Ratio 161.65 %, revenue BEP Rp
4.473,192.63, production BEP 612.40 kg, price BEP Rp 3.377,55/kg, and safety limit for the decreasing
1
Jurnal Envira Volume 2 Nomor 1 Desember 2016
price of rice is 55.88 %. The levels of production, selling price of rice, and cost production efficiency
are factors that influence rice field farming economic feasibility. Higher production, rice selling price,
and more efficient cost production will increase farming economic feasibility.
Keywords: income, R/C Ratio, π/C Ratio, BEP, safety limit for price decreasing
memenuhi berbagai kebutuhan hidup (Roidah, berbagai hasil yang bisa diperoleh dari
2015). bermacam-macam alternatif sebelum
2) R/C Ratio (Revenue-Cost Ratio) mengambil keputusan akhir.
R/C Ratio merupakan rasio atau nisbah antara c. Perubahan harga
penerimaan total dan biaya produksi total yang Perubahan harga, terutama penurunan harga
secara matematis dinyatakan dengan rumus : dapat menyebabkan penurunan keuntungan
TR yang diperoleh produsen atau pengusaha.
R/C Ratio = TC
Analisis BEP dapat digunakan sebagai salah
Usaha atau bisnis dinyatakan layak (feasible)
satu acuan penentuan batas aman penurunan
jika R/C Ratio > 0. Jika R/C Ratio < 0 usaha
harga yang masih memberikan keuntungan
atau bisnis dinyatakan tidak layak, sedangkan
bagi produsen.
jika R/C Ratio = 0 usaha dinyatakan impas.
d. Penentuan harga jual
Semakin besar nilai R/C Ratio maka usaha
Analisis BEP harga merupakan cara untuk
atau bisnis akan semakin menguntungkan,
menentukan harga pokok suatu produk.
sebab penerimaan yang diperoleh produsen
Perbandingan antara harga pokok dengan
dari setiap pengeluaran biaya produksi sebesar
harga jual akan menentukan besaran
1 unit akan semakin besar (Fitriadi dan
keuntungan yang diperoleh produsen atau
Nurmalina, 2008).
pengusaha. Analisis BEP terdiri atas 3
3) π/C Ratio (Income-Cost Ratio)
komponen, yaitu :
π/C Ratio merupakan rasio atau nisbah antara
a. BEP Penerimaan, dinyatakan dengan
pendapatan atau keuntungan absolut dengan
rumus :
biaya produksi total. Secara matematis FC
dinyatakan dengan rumus : BEP Penerimaan = VC
π 1−
TR
π/C Ratio = Keterangan :
TC
Usaha atau bisnis dikatakan layak apabila nilai FC = Biaya tetap
π/C Ratio > tingkat bunga bank yang berlaku. VC = Biaya variabel
Nilai π/C Ratio merupakan salah satu alat b. BEP Produksi, dinyatakan dengan rumus
keputusan investasi, karena nilai π/C Ratio :
FC
yang lebih besar daripada tingkat bunga bank BEP Produksi =
P−AVC
yang berlaku menunjukkan bahwa adalah lebih
Keterangan :
menguntungkan jika pengusaha
AVC = Biaya variabel rata-rata
menginvestasikan dananya dalam kegiatan
c. BEP harga, dinyatakan dengan rumus :
usaha dibandingkan menabung di bank TC
(saving). BEP Harga =
Q
4) Break Even Point (BEP) atau titik
impas Hasil analisis BEP akan menunjukkan tingkat
Break Even Point (BEP) atau titik impas penerimaan, produksi, dan harga di mana
adalah titik di mana pengusaha atau produsen produsen atau pengusaha tidak mengalami
tidak mengalami keuntungan ataupun keuntungan maupun kerugian.
kerugian. Titik impas digunakan untuk 5) Perubahan harga
mempelajari hubungan antara penjualan, Perubahan harga, terutama penurunan harga
produksi, harga jual, biaya, dan rugi laba. produk biasanya menimbulkan kekuatiran
Berdasarkan hubungan tersebut maka menurut pada produsen akan penurunan jumlah
Lumintang (2013) analisis BEP dapat keuntungan yang akan diperoleh. Analisis
digunakan untuk beberapa hal, yaitu : perubahan harga bertujuan membandingkan
a. Perencanaan laba (profit planning) antara harga BEP dengan harga aktual.
Melalui analisis titik impas dapat ditentukan Perbandingan tersebut akan menentukan batas
volume usaha yang diperlukan guna aman penurunan harga yang dapat ditolerir
menghasilkan tingkat laba tertentu yang bagi produsen, di mana produsen masih dapat
merupakan bagian penting dari perencanaan memperoleh keuntungan dan aktivitas usaha
laba. masih layak untuk dijalankan (Suratiyah,
b. Perubahan biaya 2008). Faktor harga merupakan indikator
Dampak dari setiap perubahan biaya dapat ekonomi yang mampu mendorong petani
diketahui dengan melakukan analisis BEP, di untuk mengalokasikan sumberdaya yang
mana manajer dapat memproyeksikan dimiliki, dalam hal ini faktor-faktor produksi
3
Jurnal Envira Volume 2 Nomor 1 Desember 2016
4
Jurnal Envira Volume 2 Nomor 1 Desember 2016
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa membeli hasil produksi petani. Petani yang
meskipun memiliki luas tanam yang sama lokasinya lebih dekat ke pasar memperoleh
yaitu sebesar 1 ha, terdapat perbedaan harga yang lebih tinggi dibandingkan petani
penerimaan total dari ke-5 responden yang jauh dari pasar.
penelitian yang disebabkan oleh perbedaan Biaya produksi total usahatani padi sawah
jumlah produksi beras dan dedak yang terdiri atas biaya tetap (fixed cost) dan biaya
dihasilkan serta perbedaan harga jual produk. variabel (variable cost). Jumlah biaya
Perbedaan produksi disebabkan oleh adanya produksi yang dikeluarkan oleh responden
perbedaan teknik budidaya yang diterapkan penelitian ditunjukkan pada Tabel 3 sebagai
oleh masing-masing petani. Perbedaan harga berikut.
disebabkan oleh perbedaan pedagang yang
5
Jurnal Envira Volume 2 Nomor 1 Desember 2016
Biaya tetap usahatani padi sawah terdiri tunai dalam pembayaran jasa gilingan,
dari pajak lahan, penyusutan alat dan mesin melainkan membayar dengan natura berupa
pertanian, dan upah tenaga kerja keluarga. beras hasil penggilingan. Hanya saja dalam
Biaya variabel terdiri dari pembelian benih, perhitungan, beras yang diserahkan kepada
pupuk, pestisida, karung, BBM, sewa gilingan, pemilik gilingan dinilai dengan uang.
dan pemeliharaan mesin-mesin pertanian. Pembayaran jasa penggilingan dilakukan
Perbedaan jumlah biaya produksi yang dengan sistem 10 : 1, artinya dari setiap 10 kg
dikeluarkan oleh setiap responden ditentukan beras yang diperoleh maka 1 kg menjadi
oleh jenis kegiatan atau aktivitas usahatani pembayaran bagi pemilik gilingan. Dengan
yang dilakukan, tingkat produksi, dan demikian semakin besar produksi beras berarti
pengelolaan usahatani oleh responden. pembayaran jasa penggilingan juga akan
Biaya yang cukup signifikan besarnya semakin besar.
ialah biaya pemupukan, karena dalam satu Perbedaan biaya produksi juga disebabkan
musim tanam petani melakukan beberapa kali oleh faktor kepemilikan modal, terutama
pemupukan terhadap tanaman. Pupuk yang peralatan mesin pertanian. Petani yang
digunakan ialah pupuk kimia sintetik seperti memiliki mesin pengolah tanah (traktor) dapat
Urea, SP 36, dan KCl. Kendala yang dihadapi menghemat biaya sewa traktor yang cukup
ialah seringnya terjadi kelangkaan pupuk di tinggi. Demikian pula petani yang memiliki
pasaran dan harganya yang semakin kendaraan sendiri untuk mengangkut hasil
meningkat, yang menyebabkan biaya panen tidak perlu mengeluarkan biaya yang
pemupukan juga semakin besar. cukup besar untuk pengangkutan.
Selain biaya pemupukan, biaya Pendapatan usahatani padi sawah pada
penggilingan gabah juga memiliki signifikansi masing-masing responden ditunjukkan pada
dalam pengeluaran biaya produksi oleh petani. Tabel 4 sebagai berikut.
Sebenarnya petani tidak mengeluarkan uang
6
Jurnal Envira Volume 2 Nomor 1 Desember 2016
hingga 3,94. Secara keseluruhan usahatani keuntungan yang lebih besar daripada
padi sawah memiliki kelayakan secara usahatani lainnya, karena semakin besar nilai
ekonomi karena nilai R/C Ratio yang lebih R/C Ratio berarti semakin besar penerimaan
besar daripada 1. Walaupun demikian terdapat yang diperoleh dibandingkan biaya produksi
usahatani padi sawah yang memiliki yang dikeluarkan.
4) Analisis Break Even Point (BEP) yang perlu diperhatikan ialah responden yang
Hasil analisis Break Even Point (BEP) memiliki tingkat pendapatan tertinggi
untuk BEP penerimaan, BEP produksi, (responden A) lebih cepat mencapai titik
maupun BEP harga dapat dilihat pada Tabel 7. impas pada ketiga komponen dimaksud. Titik
Hasil perhitungan nilai BEP (titik impas) impas ialah titik di mana produsen tidak
untuk penerimaan, produksi, dan harga mengalami keuntungan maupun kerugian, dan
menunjukkan bahwa secara keseluruhan sesudah titik impas maka produsen akan
usahatani padi sawah telah memenuhi mengalami akumulasi pendapatan. Semakin
kelayakan ekonomi. Nilai BEP penerimaan, cepat produsen mencapai titik impas, maka
produksi, dan harga lebih besar dibandingkan akumulasi pendapatan seiring dengan
nilai penerimaan, produksi, dan harga aktual berjalannya waktu juga akan semakin besar
pada saat penelitian dilakukan. Hanya saja (Swastika, 2004).
7
Jurnal Envira Volume 2 Nomor 1 Desember 2016
Tabel 7. BEP Penerimaan, BEP Produksi, dan BEP Harga Usahatani Padi Sawah
BEP
Responden Penerimaan Produksi Harga
(Rp) (kg) (Rp/kg)
A 3.934.474,33 499,06 2.156,00
B 4.570.652,17 630,52 4.319,43
C 4.529.500,76 667,61 3.860,10
D 4.688.765,60 636,29 3.413,87
E 4.642.570,28 628,53 3.138,36
Rerata 4.473.192,63 612,40 3.377,55
Tabel 8. Batas Aman Penurunan Harga Beras pada Usahatani Padi Sawah
Responden % Harga BEP terhadap Harga Riil Batas Aman Penurunan Harga Beras
(%) (%)
A 26,95 73,05
B 56,83 43,17
C 50,79 49,21
D 44,19 55,81
E 41,84 58,18
Rerata 44,12 55,88
8
Jurnal Envira Volume 2 Nomor 1 Desember 2016
Lumintang, F.M., 2013. Analisis Pendapatan Suratiyah, K., 2008. Ilmu Usahatani. Penebar
Petani Padi di Desa Teep Kecamatan Swadaya. Jakarta.
Langowan Timur. Jurnal EMBA. 1 (3) :
991 – 998. Swastika, D.K.S., 2004. Beberapa Teknik
Analisis dalam Penelitian dan Pengkajian
Polakitan, D., A.Dp. Mirah, F.H. Elly, dan Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian
V.V.J.Panelewen, 2015. Keuntungan dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Usahatani Padi Sawah dan Ternak Itik di 7 (1) : 90 – 103.
9
Jurnal Envira Volume 2 Nomor 1 Desember 2016
10