Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Peternakan Borneo, 1(1), 7-15, 2022

https://jurnal.untan.ac.id/index.php/URLNASKAH p-ISSN: 0000-0000


https://dx.doi.org/10.26418/jpb.v1i1.0000 e-ISSN: 0000-0000

Analisis Usaha Peternakan Itik Petelur di Kota Pontianak dan Sekitarnya


Erwin Subiarto1, Rakhmad Perkasa Harahap1, Yeti Rohayeti1*, Jajat Sudrajat2
1
Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak,
Indonesia
2
Program Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Indonesia
Article history Abstract
Accepted January 3, 2022 Indonesia's poultry farming is experiencing a relatively
Published February 28, 2022 more advanced development than other livestock
businesses. One poultry that has begun to develop in the
Keywords
community is laying ducks. Starting a business to raise
feasibility; income; laying ducks laying ducks requires much capital. This study aimed to
How to cite determine the revenue, income, the value of the Break Even
Erwin, S., Harahap, R.P Rohayeti, Y.,
Point (BEP), and the value of the Revenue Cost Ratio (R / C
Jajat, S. (2022). Analisis usaha ratio). This type of research was survey research. The
peternakan itik petelur di kota method used is descriptive quantitative—data retrieval by
pontianak dan sekitarnya. Jurnal
Peternakan Borneo, 1(1), 7-15. conducting interviews with 20 breeders. The results
doi: showed that the acceptance of laying duck breeders in
http://dx.doi.org/10.26418/jpb.v1i1.56433
Pontianak City on a business scale of 1 (<100 head) was Rp.
*Corresponding author:
yeti.rohayeti@faperta.untan.ac.id 443.4 million / period, two business scales (150-500 head)
of Rp. 1.1 billion / period, business scale 3 (600-1100 heads)
of Rp. 3,2 billion / period. Income for business scale 1 is Rp.
39.2 million / period, business scale 2 of Rp. 183 million /
period, business scale 3 of Rp. 664.7 million / period. BEP
for business scale production 1 is 163,647.50 items/period,
and BEP price is Rp. 2,453 / item, BEP receipt of Rp. 183.4
million / period. BEP for business scale two production is
361,376.04 items/period, and BEP price is Rp. 2,325 / item,
BEP receipt of Rp. 94.7 million / period. BEP for business
scale production 3 is 1,015,775.94 items/period, and BEP
price is Rp. 2,116 / item, BEP receipt of Rp. 232.3 million /
period. R / C ratio for business scale 1 (1.10), business scale
2 (1.20), and business scale 3 (1.26). It can be concluded
from the research that the laying duck breeding business in
Pontianak City at all business scales provides benefits to
breeders and is feasible to run.

© 2022 by Author
7
Jurnal Peternakan Borneo, 1(1), 7-15, 2022 8

PENDAHULUAN
Memulai usaha peternakan itik petelur membutuhkan modal yang tidak sedikit. Diharapkan
dengan modal yang telah dikeluarkan, petani bisa mendapatkan banyak keuntungan. Upaya
memperoleh keuntungan yang signifikan dan berkelanjutan menjadi sasaran utama dari semua
kegiatan usaha, termasuk usaha peternakan itik petelur, yang akan meningkatkan kesejahteraan
peternak.
Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha adalah
tingkat keuntungan yang diperoleh melalui efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Dalam usaha
itik petelur masih banyak hal yang harus dipahami oleh para peternak yaitu bagaimana cara
menghitung biaya yang keluar sehingga dapat diketahui seberapa besar keuntungan atau pendapatan
yang mereka peroleh.
Di kota Pontianak dan sekitarnya khususnya peternak itik petelur, harga telur sering
berfluktuasi, terkadang mengalami kenaikan atau penurunan harga, sehingga membuat peternak
bingung dalam menentukan harga jual. Di sisi lain, harga pakan yang tinggi cenderung membuat
peternak merugi, sehingga tidak mengetahui dengan penjualan dan biaya berapa mereka akan
mendapatkan keuntungan yang maksimal. Perlu diketahui agar petani dapat memprediksi semua biaya
yang dikeluarkan sehingga mendapatkan keuntungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pendapatan, pendapatan, nilai Break Even Point (BEP), dan nilai Revenue Cost Ratio (R/C ratio).

MATERI DAN METODE


Materi
Penelitian dilaksanakan di peternakan itik petelur yang berada di Kota Pontianak, Kabupaten
Kubu Raya dan Kabupaten Mempawah. pemilihan lokasi penelitian dilakukan dikarenakan orientasi
(arah) pasar dari lokasi penelitian semuanya sama dan terpusat di Kota Pontianak. Waktu penelitian
dilaksanakan selama satu bulan dimulai dari Bulan Oktober sampai November 2020.
Bahan penelitian adalah peternak itik petelur yang berjumlah 20 orang yang berada di Kota
Pontianak dan Sekitarnya. Skala usaha terdiri dari skala usaha 1 (<100 ekor) sebanyak 10 orang
peternak, skala usaha 2 (150-500 ekor) sebanyak 5 orang peternak, skala usaha 3 (600-1100 ekor)
sebanyak 5 orang peternak. Alat yang digunakan adalah buku, pulpen, laptop, alat transportasi dan
untuk menambah data dilakukan wawancara dan observasi.
Metode
Pelaksanaan penelitian ditempuh melalui prosedur yang telah ditentukan, yaitu Meminta izin
kepada peternak itik petelur di Kota Pontianak dan sekitarnya, bahwa akan melakukan penelitian di
tempat tersebut. Melakukan survei untuk mengetahui populasi ternak itik petelur apakah mencukupi
untuk dilakukan penelitian. Penelitian dilaksanakan dengan membuat dan menyebar kuesioner kepada
peternak untuk mendapatkan data. Data yang diperoleh terlebih dahulu ditabulasi kemudian diolah
menggunakan microsoft excel, lalu dijabarkan dan dianalisis. Selanjutnya dilakukan interpretasi dan
diambil kesimpulan.
Rumus yang digunakan untuk melihat keuntungan usaha itik petelur selama satu periode (dua
tahun) pemeliharaan.
Biaya total menurut Soekartawi (1995), dengan rumus:
TC = FC + VC
Keterangan:
TC = Total Cost atau biaya total
FC = Fixed Cost atau biaya tidak tetap
VC = Variabel Cost atau biaya tidak tetap
Penerimaan yaitu perkalian antara produksi telur yang diperoleh dengan harga jual. Menurut
Soekartawi (1995), rumus penerimaan ini dapat ditulis sebagai berikut:
TR = Y. Py,
Keterangan:
TR= Total penerimaan (Rp/periode)
Y= Produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani
Py= Harga Y

© 2022 by Author
Jurnal Peternakan Borneo, 1(1), 7-15, 2022 9

Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Menurut Soekartawi (1995),
rumus pendapatan ini dapat dituliskan sebagai berikut:
II = TR – TC
Keterangan:
II = Pendapatan
TR = Total Revenue
TC = Total Cost
BEP (break event point) Menurut Cahyono (2011), BEP (break event point) atau titik impas usaha
adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui produksi, harga dan penerimaan usaha tidak
mengalami kerugian dan tidak memperoleh keuntungan. Perhitungan Break Event Point (BEP) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Biaya total (Rp)
BEP produksi =
Harga/butir (Rp)
Biaya total (Rp)
BEP harga =
Produksi total / (butir)
Biaya tetap (Rp)
BEP penerimaan=
1− (Biaya variabel/penerimaan)
R/C ratio adalah singkatan dari return cost ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara
penerimaan dan biaya, rumus R/C ratio menurut Soekartawi (1995), adalah:
R/C ratio = Total penerimaan / total biaya produksi
Keterangan:
R = Total penerimaan (total revenue)
C = Biaya total (total cost)
R/C ratio berarti > 1: usaha menguntungkan
R/C ratio = 1: usaha tidak menguntungkan dan tidak mengalami kerugian
R/C ratio < 1: usaha tidak menguntungkan
Analisis data
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei. Metode penelitian ini adalah model deskriptif
kuantitatif. Menurut Tohardi (2019), Model deskriptif kuantitatif analitik adalah menggunakan
statistika deskriptif sebagai alat analisis seperti mean, median, modus dan terkadang juga
menggunakan frekuensi yang hasil penelitiannya disajikan dalam bentuk tabel, diagram, grafik dan
besaran-besaran lainnya yang efektif dalam pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik peternak itik petelur
Usia sangat berpengaruh dalam usaha peternakan, semakin tua usia peternak maka semakin
lama pengalamannya dalam menjalankan usahanya sehingga sangat mempengaruhi jumlah
kepemilikan ternak. Usia berpengaruh terhadap produktifitas peternak.

Tabel 1. Jumlah peternak itik petelur berdasarkan usia


No Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 20-30 2 10
2 31-40 5 25
3 41-50 5 25
4 51-60 8 40
Jumlah 20 100

Usia peternak pada penelitian ini sebagian besar berusia produktif yaitu berkisar 51-60 tahun,
sebanyak 8 orang dengan persentase 40%. Menurut Hidayat (2008), usia non produktif berada pada
0-14 tahun, dan usia produktif 15-63 tahun. Semakin tinggi usia seseorang maka lebih cenderung
untuk berfikir lebih matang dan bertindak lebih bijaksana. Secara fisik akan mempengaruhi
produktifitas usaha ternak, dimana semakin tinggi usia peternak maka kemampuan kerjanya relatif

© 2022 by Author
Jurnal Peternakan Borneo, 1(1), 7-15, 2022 10

menurun. Usia peternak menunjukkan bahwa semakin tua semakin berpengalaman dalam beternak,
sehingga memiliki ternak itik petelur lebih banyak dari peternak yang berusia masih muda.
Tingkat pendidikan adalah pendidikan yang pernah diikuti peternak secara formal yaitu
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan
Perguruan Tinggi (PT).

Tabel 2. Jumlah peternak itik petelur berdasarkan pendidikan


No Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 SD 5 25
2 SMP 2 10
3 SMA/STM 8 40
4 Perguruan Tinggi 5 25
Jumlah 20 100

Sebagian besar peternak memiliki tingkat pendidikan formal setingkat SD dan SMP yaitu
sebanyak 7 orang dengan persentase 35% dimana tingkat pendidikan SD dan SMP ini merupakan
tingkat pendidikan yang masih rendah. Rendahnya tingkat pendidikan peternak berpengaruh terhadap
tingkat kemampuan dan cara berfikir yang mereka miliki, sesuai dengan pendapat Basuki (2008),
tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam penerapan teknologi dan
digunakan sebagai tolak ukur terhadap kemampuan berfikir. Apabila pendidikan rendah maka daya
pikirnya sempit dan kemampuan menalarkan suatu inovasi baru akan terbatas, sehingga wawasan
untuk maju lebih rendah dibanding dengan peternak yang berpendidikan tinggi. Peternak yang
mempunyai daya pikir lebih tinggi dan fleksibel dalam menanggapi suatu masalah, mereka akan selalu
berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan yang lebih baik.
Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pekerjaan masing-masing rumah tangga tentu berbeda-beda satu dengan yang
lainnya, mengingat bahwa sebagian besar beternak itik petelur ini merupakan pekerjaan sampingan
karena pekerjaan utama mereka rata-rata petani. Hal ini dilakukan untuk tabungan dalam jangka
panjang sebagai investasi perekonomian yang dimiliki.

Tabel 3. Jumlah peternak itik petelur berdasarkan pekerjaan


No Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Petani 12 60
2 Satpam 1 5
3 Buruh 2 10
4 PNS 5 25
Jumlah 20 100

Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pekerjaan masing-masing rumah tangga tentu berbeda-beda satu dengan yang
lainnya. Beternak itik petelur ini merupakan pekerjaan sampingan sebanyak 40% dan pekerjaan utama
sebagian besar peternak berjumlah 12 orang dengan persentase 60%. Pekerjaan ini juga memengaruhi
banyak sedikitnya jumlah kepemilikan itik petelur masing-masing peternak. Sesuai dengan pendapat
Basuki (2008), bahwa jenis pekerjaan juga memberikan kecenderungan peningkatan dan penurunan
pemilikan jumlah ternak.
Jumlah anggota keluarga menunjukkan banyaknya orang yang hidup di dalam suatu keluarga
yang menjadi tanggungan. Jumlah anggota keluarga yang banyak bisa membantu proses produksi.
Tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga bisa meminimalisir biaya tenaga kerja dalam setiap
produksi.

© 2022 by Author
Jurnal Peternakan Borneo, 1(1), 7-15, 2022 11

Tabel 4. Jumlah peternak itik petelur berdasarkan jumlah anggota keluarga


No Jumlah Anggota Keluarga Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 1-2 orang 2 10
2 3-4 orang 13 65
3 5-6 orang 5 25
Jumlah 20 100

Jumlah anggota keluarga dapat diketahui bahwa mayoritas peternak telah berkeluarga dan
jumlah tanggungan keluarga berbeda-beda. Jumlah tanggungan keluarga terbanyak antara 3-4 orang
sebanyak 13 orang peternak dengan persentase 65%. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga dapat
mempengaruhi peternak dalam menjalani usaha peternakannya. Sesuai dengan pernyataan Sumbayak
(2006), jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi peternak dalam mengambil keputusan. Semakin
banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin banyak beban hidup harus diemban oleh peternak.
Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu diperhatikan dalam
menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan.
Lama usaha beternak berkaitan erat dengan seberapa jauh pengalaman dalam melaksanakan
usaha peternakan, semakin lama peternak melaksanakan usaha maka pengalaman yang didapatkan
akan semakin banyak.

Tabel 5. Jumlah peternak itik petelur berdasarkan pengalaman beternak


No Pengalaman Beternak (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 5-10 10 50
2 11-20 9 45
3 21-30 1 5
Jumlah 10 100

Pengalaman merupakan guru yang paling baik. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh
peternak maka akan semakin terampil dalam mengelola suatu usaha peternakan. Pengalaman beternak
akan diperoleh seseorang berdasarkan lama mereka bergelut dalam suatu usaha peternakan.
Pengalaman beternak merupakan faktor yang paling penting yang harus dimiliki oleh seorang
peternak dalam meningkatkan produktifitas dan kemampuan kerja dalam usaha peternakan.
Pengalaman beternak terlama pada penelitian ini kisaran 5-10 tahun sebanyak 10 orang dengan
persentase 50%. Menunjukan bahwa mayoritas peternak sudah memiliki cukup pengalaman dan
pengetahuan yang ditunjukkan dengan lamanya mereka menjadi peternak, sesuai dengan pendapat
Hidayat (2008), semakin berpengalaman dalam beternak diharapkan pengetahuan yang didapat
semakin banyak sehingga keterampilan dalam menjalankan usaha peternakan semakin meningkat.
Biaya Produksi
Pendapatan dalam penelitian ini merupakan penerimaan penjualan telur itik dan penerimaan
itik afkir dikurangi biaya total yang dikeluarkan oleh peternak. Biaya produksi usaha peternakan itik
petelur dikelompokan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya produksi terbesar
usaha ternak Itik Petelur di Kota Pontianak dan sekitarnya terletak pada biaya tidak tetap dimana biaya
pakan merupakan biaya yang paling banyak dikeluarkan dalam usaha ternak Itik Petelur. Total biaya
produksi/ periode pada skala usaha I adalah Rp. 404.209.333 /periode, untuk skala usaha II sebesar
Rp. 932.350.190,50/periode, dan skala usaha III sebesar Rp. 2.538.147.753 /periode.

© 2022 by Author
Jurnal Peternakan Borneo, 1(1), 7-15, 2022 12

Tabel 6. Analisis usaha peternakan itik petelur di kota pontianak dan sekitarnya tahun 2020
Skala Usaha I Skala Usaha II Skala Usaha III
No Keterangan
(Rp) (Rp) (Rp)
1. Biaya Produksi
a. Biaya Tetap
Total Biaya Tetap 29.354.333 17.055.190,50 51.127.752,7
b. Biaya Variabel
Total Biaya Variabel 374.855.000 915.295.000 2.487.020.000
Total Biaya Produksi 404.209.333 932.350.190,50 2.538.147.753
2 Penerimaan
Total Penerimaan 443.499.700 1.115.382.500 3.202.887.000
3 Pendapatan
Total Pendapatan 3.929.036,7 36.606.461,9 132.947.849,4

Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi
yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh besar kecilnya
produksi (Soekartawi, 1995). Biaya tetap pada penelitian ini meliputi biaya penyusutan kandang dan
penyusutan peralatan, sedangkan yang termasuk dalam biaya variabel adalah biaya DOD, biaya pakan,
biaya vitamin, biaya vaksin, biaya listrik, biaya tenaga kerja dan biaya transportasi. Biaya variabel
dalam penelitian ini lebih besar dari biaya tetap. Sesuai dengan pernyataan Usry (2004), biaya variabel
merupakan biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam
aktivitas usaha dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas usaha.
Penerimaan Usaha Peternakan Itik Petelur
Penerimaan dalam usaha ini adalah hasil yang diperoleh peternak dalam usaha ternak itik
petelur terdiri dari penjualan telur itik dan itik afkir. penerimaan usaha itik petelur skala usaha I adalah
sebesar Rp. 443.499.700/periode, skala usaha II sebesar Rp. 1.115.382.500/periode dan skala usaha
III sebesar Rp. 3.202.887.000/periode. Sehingga dapat disimpulkan penerimaan tertinggi pada skala
usaha III, dikarenakan jumlah populasi Itik pada skala usaha III lebih banyak dibandingkan skala
usaha I dan II.
Penerimaan usaha peternakan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga
jual (Soekartawi, 1995). Setelah dikonversi per 250 ekor skala usaha 2 mendapatkan penerimaan lebih
besar dibandingkan skala usaha 1 dan 3 yaitu sebesar Rp. 212,1 juta/periode, karena manajemen
pemeliharaannya sudah baik sehingga peternak lebih mudah untuk mengelola pemeliharaan
ternaknya. Sesuai dengan pendapat Saediman (2012), bahwa pada sistem perkandangan yang sudah
baik, ternak lebih banyak menghasilkan telur daripada yang banyak digembalakan/umbaran. Total
penerimaan harus tinggi dibandingkan total biaya karena total penerimaan akan dikurangi dengan
biaya total untuk memperoleh keuntungan, sehingga semakin tinggi selisih antara total penerimaan
dengan total biaya maka semakin tinggi keuntungan yang diperoleh peternak. Menurut Mongi (2014),
penerimaan merupakan perkalian antara jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual, semakin
banyak produk yang dihasilkan maka akan semakin besar jumlah penerimaan yang
diperoleh. Hasil penelitian dalam setiap skala usaha menunjukkan jumlah penerimaan lebih besar dari
total biaya yang dikeluarkan, berarti usaha menguntungkan.
Pendapatan Usaha Peternakan Itik Petelur
Pendapatan dalam penelitian ini merupakan selisih antara total penerimaan dari usaha ternak
Itik Petelur yaitu penerimaan penjualan telur, penerimaan penjualan itik afkir, dengan total biaya yang
dikeluarkan oleh peternak. Pendapatan/priode usaha ternak itik petelur skala usaha I adalah Rp.
3.929.036,7/periode, untuk skala usaha II sebesar Rp 36.606.461,9/periode, dan skala usaha III
sebesar Rp 132.947.849,4/periode.
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 1995). Setelah
dikonversi per 250 ekor skala usaha 3 mendapatkan pendapatan tertinggi dibandingkan skala usaha 1
dan 2 yaitu sebesar Rp. 39,7 juta/periode. Besarnya pendapatan yang diperoleh menunjukkan tingkat
keberhasilan usaha tersebut. Menurut Rasyaf (2002), besarnya pendapatan dari usaha ternak itik
merupakan salah satu pengukur yang penting untuk mengetahui seberapa jauh usaha peternakan itik

© 2022 by Author
Jurnal Peternakan Borneo, 1(1), 7-15, 2022 13

mencapai keberhasilan. Jumlah ternak itik skala usaha 3 lebih banyak dan sistem pemeliharaan sudah
baik. Sesuai dengan pendapat Saputri (2009), bahwa jumlah kepemilikan ternak juga berpengaruh
terhadap pendapatan usaha peternakan itik petelur. Hasil penelitian menunjukkan total penerimaan
lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan peternak, sehingga pendapatan yang didapat nilainya
positif berarti usaha menguntungkan. Semakin banyak ternak yang dipelihara, semakin banyak
pendapatan/keuntungan yang didapat.
Break Event Point (BEP)
Break event point (BEP) dalam penelitian ini merupakan titik impas dari produksi telur, harga
telur dan penerimaan. BEP produksi, BEP harga, BEP penerimaan. Break Event Point merupakan
suatu keadaan dimana usaha tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian. BEP
meliputi, BEP harga, BEP produksi dan BEP penerimaan. BEP harga skala usaha I adalah Rp
2.453/butir, skala usaha II Rp 2.325/butir, dan skala usaha III Rp 2.116/butir. Nilai BEP produksi,
menunjukkan produksi minimal dalam satu periode untuk skala usaha I adalah 163.647,50 butir, skala
usaha II 361.376,04 butir, skala usaha III 1.015.259,10 butir. BEP penerimaan menunjukan skala
usaha I, II, dan skala usaha III menunjukan nilai masing – masing Rp 183.464.581/periode, Rp
94.751.058,333/periode dan Rp 232.398.876/periode.

Tabel 7. Nilai bep usaha peternakan itik petelur di kota pontianak dan sekitarnya tahun 2020
BEP
No Keterangan Harga Produksi Penerimaaan
(Rp) (Butir) (Rp)
1 Skala Usaha I 2.453 163.647,50 183.464.581
2 Skala Usaha II 2.325 361.376,04 94.751.058,333
3 Skala Usaha III 2.116 1.015.259,10 232.398.876

Menurut Sinaga (2013), suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila produksi lebih besar
dari BEP produksi dan nilai BEP harga lebih kecil dari harga jual. Hasil penelitian produksi telur,
harga telur dan penerimaan usaha ternak itik petelur di Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan
Kabupaten Mempawah lebih besar dari pada BEP pada semua skala usaha, berarti usaha
menguntungkan.
Revenue Cost ratio (R/C ratio)
R/C ratio dalam penelitian ini merupakan tingkat efisiensi usaha yang dapat dihitung dari
perbandingan antara besarnya penerimaan dan total biaya produksi yang dikeluarkan peternak.
Semakin besar nilai R/C ratio maka semakin besar pula tingkat keuntungan suatu usaha. Skala usaha
III nilai R/C ratio1,26 lebih besar dari skala usaha I 1,10 dan skala usaha II 1,20. sehingga dapat
disimpulkan bahwa usaha peternakan itik petelur di Kota Pontianak dan sekitarnya memberikan
keuntungan untuk peternak.

Tabel 8. Nilai r/c ratio usaha peternakan itik petelur di kota pontianak dan sekitarnya tahun 2020
Skala Usaha I Skala Usaha II Skala Usaha III
No Keterangan
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Total Penerimaan 443.499.700 1.115.382.500 3.202.887.000
2 Total Biaya Produksi 404.209.333 932.350.190,50 2.538.147.753
3 R/C ratio 1.10 1,20 1,26

Hasil penelitian menunjukkan usaha peternakan itik petelur yang berada di Kota Pontianak,
Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Mempawah skala usaha 3 paling menguntungkan dan efisien
karena nilai R/C rationya paling besar (1,26). R/C ratio skala usaha 1 (1,10/periode), skala usaha 2
(1,20/periode). Sesuai dengan pendapat Soekartawi (1995), bahwa nilai RC ratio menunjukkan
besarnya pendapatan yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk berproduksi dalam
usaha. Nilai R/C ratio sangat dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan
oleh masing-masing peternak, apabila nilai R/C ratio > 1, maka usaha tersebut menguntungkan, nilai

© 2022 by Author
Jurnal Peternakan Borneo, 1(1), 7-15, 2022 14

R/C ratio < 1, maka usaha tersebut tidak menguntungkan. Nilai R/C ratio = 1, maka usaha tersebut
dalam keadaan impas atau berada dalam keadaan break event poin.
Usaha peternakan itik petelur yang berada di Kota Pontianak dan sekitarnya layak untuk
diusahakan dan memberikan keuntungan pada peternak pada semua skala usaha. Hipotesis yang
diajukan adalah diduga usaha ternak itik petelur di Kota Pontianak dan sekitarnya menguntungkan
dan layak diusahakan, sehingga hipotesis yang diajukan diterima.

Tabel 9. Rekapitulasi rata-rata biaya, penerimaan dan pendapatan setelah dikonversi per 250 ekor
Jumlah Skala Usaha 1 Skala Usaha 2 Skala Usaha 3
(per 250 Ekor) (Per 250 ekor) (per 250 ekor)
Biaya Tetap 9.826.490,94 3.540.890,88 2.921.744,40
Biaya Variabel 123.365.465,5 175.575.833,3 151.251.257,6
Total Biaya 133.191.956,44 179.116.724,18 154.173.002
Penerimaan 146.001.817,4 212.104.458,3 193.900.101,7
Pendapatan 12.809.860,96 32.987.734,12 39.727.099,7

Total biaya produksi skala usaha 2 setelah dikonversi per 250 ekor yaitu Rp. 179, 1 juta/periode,
lebih tinggi dibandingkan skala usaha 1 dan 3. Sesuai dengan pernyataan Nurana (2004), semakin
banyak biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan maka semakin banyak total biaya yang
dikeluarkan. Biaya produksi tertinggi terletak pada biaya variabel dimana biaya pakan merupakan
biaya yang paling banyak dikeluarkan dalam usaha peternakan itik petelur. Sesuai dengan pendapat
Saputro (2002), bahwa dari unsur biaya variabel, biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam
usaha peternakan.

SIMPULAN
Berdasarkan penerimaan, pendapatan, BEP produksi, BEP harga, BEP penerimaan dan R/C
ratio, usaha peternakan itik petelur yang berada di Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan
Kabupaten Mempawah menguntungkan dan layak diusahakan pada semua skala usaha. Berdasarkan
R/C ratio, skala usaha yang paling efisien dan menguntungkan yaitu skala usaha 3 karena nilainya
lebih besar yaitu 1,26 dibandingkan skala usaha 1 dan 2 yaitu 1,10 dan 1,20.

© 2022 by Author
Jurnal Peternakan Borneo, 1(1), 7-15, 2022 15

DAFTAR PUSTAKA
Basuki. (2008). Materi, Metode, dan Media Penyuluhan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Boediono. (2002). Ekonomi Mikro. Yogyakarta: Penebar Swadaya.
Cahyono, B. (2011). Pembibitan Itik. Jakarta: Penebar Swadaya
Hidayat. (2008). Peran Tenaga Kerja dalam Usaha Ternak Itik di Kabupaten Banyumas. Purwokerto:
Universitas Jenderal Sudirman.
Kusnadi. (2008). Analisis Efisiensi Usaha Ternak Itik. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Bogor: BPT Bogor.
Maidin. (2003). Rasionalisasi Tarif Rawat Inap Rumah Sakit Melalui Analisis Biaya Satuan,
Kemampuan dan Kemauan Pasien Membayar (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Kabupaten
Majene). Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan. 1(2).
Mongi. (2014). Analisis Profitabilitas Usaha Peternakan Ayam Petelur Bina Ternak Mandiri di
Kelurahan Mapane Kecamatan Poso Pesisir. Jurnal Agro Peternakan. 11(1).
Nurana. (2004). Analisis Pendapatan Peternak Itik Petelur Sistem Pemeliharaan Nomaden di Desa
Kaliang Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang. Jurnal Ilmu dan Industri Peternakan.
1(3). 263-271.
Rasyaf, M. (2002). Beternak Itik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Saediman. (2012). Pengaruh Skala Usaha terhadap Pendapatan Peternak Ayam Ras Petelur di
Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap. Skripsi. Makassar: Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin.
Saputri. (2009). Analisis Pendapatan Usaha Ternak Kerbau di Kecamatan Welehan Kabupaten Jepara.
Skripsi. Semarang: Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro.
Saputro. (2002). Analisis Break Event Point Usaha Peternakan Kerbau pada Anggota Kelompok Tani
Ternak di Kabupaten Pemalang. Laporan Hasil Penelitian. Semarang: Fakultas Peternakan.
Universitas Diponegoro.
Sinaga. (2013). Studi Kelayakan Investasi pada Proyek dan Bisnis dalam Perspektif Iklim
Perekonomian Global. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Soekartawi. (1995). Analisis Usahatani. Jakarta: UI- Press.
Soekartawi, A., Soeharjo, J. L., Dilon dan J. B. Hardaker. (2011). Ilmu Usahatani. Jakarta: UI- Press.
Suharno dan Amri. (2011). Panduan Beternak Itik secara Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sumbayak. (2006). Peran Beternak Itik Petelur dalam Meningkatkan Taraf Hidup Keluarga. Jurnal
Ekuitas. 12(1).
Suryana. (2008). Peluang dam Kendala Pengembangan Itik Serati sebagai Penghasil Daging. Jurnal
Litbang Pertanian. Vol. 27(1). 40-48.
Tohardi. A. (2019). Pengantar Metodologi Penelitian Sosial + Plus. Pontianak: Tanjungpura
University Press
Usry. (2004). Akuntansi Biaya. Jakarta: Salemba Empat.
Wakhid, A. (2013). Super Lengkap Beternak Itik. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

© 2022 by Author

Anda mungkin juga menyukai