TPS - Penalaran Umum
TPS - Penalaran Umum
Junk Food disebut makanan instan atau makanan cepat saji yang kini
telah berkembang pesat di persaingan perusahaan makanan di Indonesia.
Makanan cepat saji dinilai sebagian orang lebih efektif terhadap waktu dan
mudah ditemukan. Tak hanya itu saja, makanan cepat saji juga memiliki
cita rasa yang lezat ditambah lagi harganya yang terjangkau.
Fenomena kata micin kini mendadak kerap digunakan para remaja hingga
dewasa bila seseorang mengalami hal-hal yang kurang normal. Maksud
dari hal kurang normal itu seperti seseorang yang telat berpikir, lama
menjawab bila diajak bicara dan lain sebagainya. Tak dielakkan, makanan
cepat saji memang mengandung zat berbahaya seperti yang telah
diungkapkan di atas.
Junk Food disebut makanan instan atau makanan cepat saji yang kini
telah berkembang pesat di persaingan perusahaan makanan di Indonesia.
Makanan cepat saji dinilai sebagian orang lebih efektif terhadap waktu dan
mudah ditemukan. Tak hanya itu saja, makanan cepat saji juga memiliki
cita rasa yang lezat ditambah lagi harganya yang terjangkau.
Fenomena kata micin kini mendadak kerap digunakan para remaja hingga
dewasa bila seseorang mengalami hal-hal yang kurang normal. Maksud
dari hal kurang normal itu seperti seseorang yang telat berpikir, lama
menjawab bila diajak bicara dan lain sebagainya. Tak dielakkan, makanan
cepat saji memang mengandung zat berbahaya seperti yang telah
diungkapkan di atas.
berdasarkan kalimat ke-3 paragraph lima, lilin menghancurkan prinsip kerja system
pencernaan tubuh….
jawaban terdapat pada kalimat ke 3 paragraph 2 (. Tak berhenti disitu, nyatanya di
dalam makanan cepat saji terkandung bahan pengawet dan penyedap yang kini disebut
micin.)
Indonesia adalah suatu negara dengan iklim tropis yang terdiri atas ribuan
pulau. Walaupun daratan Indonesia tak seluas lautannya, hutan di
Indonesia sangat banyak mulai dari ujung Aceh yaitu Sabang hingga
Merauke (Papua). Beberapa tahun terakhir kebakaran di Indonesia kerap
terjadi, hal itu disebabkan dua faktor yaitu faktor alam dan buatan
(manusia).
Mengenai faktor alam memang tak ada yang dapat disalahkan, tetapi
mengenai faktor buatan yaitu manusia itulah hal yang perlu dievaluasi.
Manusia kini telah kehilangan kesadarannya hingga mereka melakukan
hal-hal yang merugikan banyak pihak di antaranya merugikan lingkungan
hidup contohnya hutan. Hutan adalah habitat dari ribuan spesies makhluk
hidup yang saling bergantungan.
Maka dari itu, aksi manusia membakar hutan untuk memenuhi maksud dari
dalam dirinya sendiri memang perlu diadili. Alasan mereka melakukan
pembakaran hutan beragam mulai dari ingin membuka lahan tanam baru
hingga berdirinya gedung-gedung bertingkat. Namun, hal yang
disayangkan yaitu betapa mereka tak memikirkan aneka flora dan fauna
yang tinggal di dalam hutan tersebut.
Flora dan fauna di dalam hutan akan melarikan diri bahkan akan mati
hangus terbakar api yang berkobar karena ulah manusia. Mereka akan
kehilangan habitat aslinya dan akibat dari hal tersebut yaitu larinya para
satwa ke pemukiman penduduk. Mereka merasa tak lagi memiliki rumah
yang dapat mereka tempati sehingga jalan terakhir ialah lari ke
pemukiman warga sekitar.
Tak heran bila akhir-akhir ini kasus ditemukannya hewan liar seperti
macan dan singa di pemukiman warga sering dikabarkan. Seperti kata
pepatah bahwa apa yang kita lakukan akan berbalik ke diri sendiri, maka
berbuatlah sesuatu yang baik. Sedangkan faktor alam dari kebakaran
hutan yaitu musim kemarau dan adanya sambaran petir saat hujan.
Padahal, jumlah kejadian bencana pada 2018 lebih sedikit dibanding tahun
sebelumnya, yakni 2.532 kejadian berbanding 2.862. Ada satu kejadian bencana
yang tidak terjadi pada 2017 tetapi muncul pada 2018 dengan kekuatan yang sangat
dahsyat, yakni gempa bumi disertai tsunami dan satu fenomena langka: likuefaksi.
Peristiwa ini terjadi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, 29 September 2018.
Sekitar 2.200 orang dilaporkan meninggal dunia dan ribuan lainnya menghilang.
Peristiwa ini yang kemudian membuat jumlah korban bencana alam pada 2018
melonjak drastis dibanding 2017. Selain itu, pada tahun ini juga terjadi peristiwa
seperti gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang merenggut korban
hingga kisaran 321 jiwa.
Begitu juga dengan kejadian erupsi Gunung Anak Krakatau yang menimbulkan
tsunami di Selat Sunda, 22 Desember 2018. Sampai Sabtu (28/12/2018), sebanyak
426 jiwa meninggal dunia dari kejadian ini. Kendati gempa bumi, tsunami, likuefaksi,
dan erupsi gunung berapi memakan korban terbanyak, mayoritas bencana yang
terjadi pada 2018 didominasi oleh puting beliung dengan 785 kejadian, disusul
banjir dengan 667 kejadian, dan tanah longsor sebanyak 446 kejadian.
|Berdasarkan paragraf terakhir, pernyataan di bawah ini yang benar....
Padahal, jumlah kejadian bencana pada 2018 lebih sedikit dibanding tahun
sebelumnya, yakni 2.532 kejadian berbanding 2.862. Ada satu kejadian
bencana yang tidak terjadi pada 2017 tetapi muncul pada 2018 dengan
kekuatan yang sangat dahsyat, yakni gempa bumi disertai tsunami dan satu
fenomena langka: likuefaksi.
berdasarkan grafik,jumlah kejadian tanah longsor antara tahun 2017 dan 2018
memiliki selisih terbanyak.
berdasarkan teks, terjadi bencana langka yang terjadi di Donggala, yakni likuifikasi
yang memakan korban jiwa sebanyak 2200 korban jiwa, menjadikannya bencana
yang menyebabkan korban jiwa terbanyak.
y = 5
2x + z = 7
(1) y = 5
⇒ 3x + 5 – 2z = 5
⇒ 3x – 2z = 0
(Pernyataan (1) SAJA tidak cukup untuk menentukan x)
(2) 2x + z = 7
z = 7 – 2x
⇒ 3x + y – z = 5
3x + y – 2(7 – 2x) = 5
3x + y – 14 + 4x = 5 –> 7x + y = 19
(pernyataan (2) SAJA tidak cukup untuk menentukan x)
1, 3, 5, 7, X, 13, 17
9.3 = 27(U5)
Berapakah nilai X?
Nilai X adalah..
Yuk Daftar Tryout Selanjutnya!
Stay tune di instagram kita @edukasystem!