MENETAPKAN HUKUM
Absrtak
Kondisi masyarakat pada masa khulafaur rasyidin, Abu Bakar al-Shiddiq (632-
634 M), Umar bin Khatthab (634-644 M), Utsman bin ‘Affan (644-656 M) dan Ali bin
Abi Thalib (656-611 M). Metode penetapan hukum pada masa khulafaur rasyidin yaitu
:al-quran, sunnah, ijma’dan qiyas. Peran sosiologi dalam penetapan hukum pada masa
sahabat yaitu pada periode shahabat merupakan periode tafsir dan takmil (penjelasan dan
penyempurnaan) Ijtihad adalah pengerahan kesungguhan dalam mengeluarkan hukum
syara’ dari apa yang dianggap syari’ sebagai dalil yaitu kitabullah dan Sunnah Nabi
SAW.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa perkembangan sosial yang muncul
Setiap ada persoalan baru para sahabat menyelesaikannya secara baik dan teliti yaitu
dengan merujuk kepada sumber dasar yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Bila mereka tidak
guna membicarakan persoalan itu dan bila terjadi kesepakatan barulah diputuskan
A. Latar Belakang
Peradaban islam ialah suatu perkembangan historis atau sejarah yang mempunyai
sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan
yang maju dan kompleks. Dari pengertian tentang peradapan di atas, dapat dipaparkan
beberapa hal yang termasuk dalam cakupan peradapan, yakni ; sistem pemerintahan (
Dalam bidang sosial ekonomi, Khalifah abu bakar telah mewujudkan keadilan
dan kesejahtraan social bagi rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat,
infaq, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, ghonimah harta rampasan perang
dan jizyah dari warga Negara non muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal.
Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapat Negara ini dibagikan untuk
kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai Negara, dan kepada rakyat yang berhak
menerimanya sesuai dengan ketentuan al-qur’an. Diriwayatkan bahwa abu bakar sebagai
Khalifah tidak pernah mengambil uang dari baitul mal. Karena menurutnya, ia tidak
berhak sesuatu dari baitul mal umat islam. Oleh karenaitu, selama ia menjadi Khalifah, ia
keadaan masyarakat pada masa khulafaurrosyidin. Maka dari itu, kami ingin mencoba
mengulas dan mencari tahu bagaimana keadaan sosiologi masyarakat pada masa
Sesudah Rasulullah wafat, kaum anshor menghendaki agar orang yang akan
menjadi khalifah dipilih diantara mereka. Akan tetapi sebagian banyak dari kaum
muslimin menghendaki Abu Bakar, maka dipilhlah beliau jadi Khalifah. Pada masa
bagi rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infaq, dan sedekah
yang berasal dari kaum muslimin, ghonimah harta rampasan perang dan jizyah dari
warga Negara non muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan
kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai Negara, dan kepada rakyat yang
Pada masa pemerintahannya, juga ada beberapa masyarakat yang tidak mau
Orang-orang ini memandang zakat sebagai suatu pajak yang dipaksakan, karena itu
mereka tidak mau mematuhinya. Tetapi gologan terbesar dari mereka tidak mau
membayar zakat adalah karena kesalahan mereka di dalam memahami ayat suci
yaitu:
َ ُ صدَقَةً ت
ط ِ ِّه ُرهُ ْم َوتُزَ ِ ِّك ْي ِه ْم ِب َها َ ُخذْ مِ ْن ا َ ْم َوا ِل ِه ْم...
memungut zakat, karena beliaulah yang disuruh mengambil zakat pada ayat
tersebut. Menurut paham mereka, hanya pemungutan yang dilakukan oleh nabi
kesalahan dari ayat suci tersebut. Maka abu bakar bemusyawarah dengan para
sahabat dan kaum muslimin dan menentukan bahwa akan memerangi semua
golongan yang menyeleweng dari kebenaran, biar yang murtad, maupun yang
mengaku menjadi nabi, ataupun yang tidak mau membayar zakat, sehingga
semuanya kembali kepada kebenaran, atau beliau gugur sebagai syahid dalam
melindungi dan membela beliau dari bahaya yang menentangnya. Untuk beberapa
lama setelah beliau diangkat menjadi Khalifah, Umar tetap mencari penghidupan
penuh kesederhanaan. Dalam tradisi islam, dia merupakan tokoh terbesar pada
masa awal islam setelah nabi Muhammad . dia menjadi idola bagi para penulis
masa tua yang berbeda dengan segala system pensiun yang ada di dunia dewasa
ini. Mereka yang cacat dan lemah fisik di beri tunjangan kesejahteraan dari dana
baitul mal. Sekolah dan masjid banyak didirikan diseluruh penjuru kota provinsi.2
1
A. Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam (Jakarta : PT. Al Husna Zikra, 1997), 232.
2
K. Ali, Sejarah Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2003), 172.
Selain itu, untuk menunjang kelancaran administrasi dan oprasional tugas-
Utsman, Ali dan Sa’ad bin Abi Waqos. Seperti janji semula yang dikatakan oleh
Khalifah umar dalam pidato inagurasinya sebagai Khalifah, dia telah membentuk
enam orang yaitu ali ustman sa’ad bin abi waqos, Abdurrahman bin auf, zubair bin
sebagai berikut:
a. Yang berhak mmenjadi Khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur
3
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008), 82.
b. Apabila suara terbagi secara berimbang Abdullah bin umar yang berhak
menentukannya.
c. Apabila campur tangan Abdullah bin umar tidak diterima, calon yang dipilih
oleh Abdurrahman bin auf harus diangkat enjadi Khalifah. Kalau masih ada
kepada anggota formatur secara terpisah untuk membicarakan calon yang tepat
Khalifah yaitu utsman dan ali. Ketika diadakan penjajakan suara diluar siding
formatur yang dilakukan oleh Abdurrahman terjadi silang pemilihan yakni, ali
dipilih oleh usman, dan usman dipilih oleh ali. Selanjutnya Abdurrahman
formatur. Ternyata, suara di masyarakat terpecah menjadi dua, yaitu kubu bani
hasyim yang mendukung ali dan kubu bani umayyah yang mendukung usman.
nepotisme yang dilakukan oleh kelompok bani umayyah. Khalifah usman terlalu
lemah dalam menghadapi tekanan para penasihatnya yang berasal dari bani
umayyah. Khalifah usman yang diangkat atas dasar penunjukan yang bias tampil
4
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, 87.
tsabit. Karya ini merupakan karya besar karena melibatkan ratusan penghafal al
Qur’an maupun saksi pertama sejumlah ayat al-qur’an. Selain itu juga usman juga
berhasil mempersatukan jumlah qiro’at yang ada menjadi 7 qiro’at yang dikenal
islam madinah. Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum anshor dan
mengemukakan bahwa umat islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak
terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia diba’iat menjadi
Khalifah.
Yang pertama kali dilakukan oleh Khalifah ali adalah menarik kembali
tanah yang telah dibagikan oleh Khalifah usman kepada kaum kerabatnya kepada
kepemilikan Negara dan mengganti semua gubernur yang tidak disenangi rakyat.
Khalifah ali dikatakan sebagai pemerintahan yang tidak stabil karena adanya
datang dari Thalhah dan Zubair didikuti oleh Siti Aisyah yang kemudian terjadi
antara dua kelompok, yakni antara pihak ali dan muawiyah. Persaingan ini
5
Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban Islam (STAIN Ponorogo, 2009),101.
kemudian memunculkan sebuah peperangan yang dinamakan perang shiffin yang
terjadi pada 37 H / 657 M. pada peperangan ini diakhiri dengan peristiwa tahkim
(arbitrase).6
6
Ibid.
memutuskan dengan hukum itu, dan kalau tidak maka beliau memanggil
pemukapemuka kaum muslimin, apabila sepakat tentang hukum tersebut, maka belau
memeberikan keputusan dengan hukum yang telah di sepakati tersebut.
Metode yang digunakan pada masa shahabat dapat ditempuh melalui beberapa
cara diantaranya :
1. Dengan semata pemahaman lafaz yaitu memahami maksud yang terkandung dalam
lahir lafaz. Umpamanya bagaimana hokum membakar harta anak yatim. Ketentuan
yang jelas dalamm alquran hanya larangan memakan harta anak yatim. Ketentuan
jelas dalam alquran hanya larangan memakan harta anak yatim secara aniaya,
sedangkan hukum membakarnya tidak ada. Karena semua orang itu tahu bahwa
membakar dan memakan harta itu sama dalam hal mengurangi atau menghilangkan
harta anak yatim, maka keduanya juga sama hukumnya yaitu haram. Cara ini
kemudian disebut penggunaan metode mafhum.
2. Dengan cara memahami alasan atau illat yang terdapat dalam suatu kasus
(kejadian) yang baru, kemudian menghubungkannya kepada dalil nash yang
memiliki alasan atau illat yang sama dengan kasus tersebut. Cara ini kemudian
disebut metode qiyas.
fiqhiyah. Setiap ada persoalan baru para sahabat menyelesaikannya secara baik dan
teliti yaitu dengan merujuk kepada sumber dasar yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Bila
mereka tidak menernukan hukurnnya pada kedua sumber tersebut mereka berkumpul
musyawarah guna membicarakan persoalan itu dan bila terjadi kesepakatan barulah
diputuskan persoalan yang mereka hadapi yang kemudian dikenal dengan ijtihad.
Keluarnya sebuah fatwa di sebuah Negara tidak terlepas dari pengaruh sosio-
politik dalam negeri tersebut. Dalam pandangan Moh Mahfud MD, karakter produk
itu fatwa lembaga bahtsul masail juga tidak lepas dari konfigurasi sosial dan politik
yang mengitarinya. Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti
Perubahan sosial disini jelas bukan merupakan istilah teknis yang “tranformasi sosial”
istilah ini lebih dipergunakan dalam pengertian umum untuk menandai bahwa
perubahan dalam persoalan itu telah terjadi dalam rangka merespon kebutuhan-
misalnya, sangat terkait dengan dua aspek kerja hukum dalam hubungannya dengan
perubahan sosial:
1. Hukum sebagai sarana kontrol sosial: sebagai suatu proses yang dilakukan untuk
2. Hukum sebagai sarana kontrol engineering : penggunaan hukum secara sadar untuk
mencapai suatu tertib hukum atau keadaan masyarakat yang sesuai dengan cita-cita
adat sendiri. Untuk menemukan benang merah antar keduanya perlu kita ketahui
maksud dan tujuan hukum Islam yang terkenal dengan istilah maqashid as-syari’ah.
Secara umum maksud dan tujuan dari hukum Islam (maqashid as-syari’ah) adalah
untuk kemashlahatan manusia di dunia. Hal ini harus di artikan secara luas,
1. Kemashlahatan agama,
2. Jiwa,
3. Akal
5. Harta.
PENUTUP
A. Kesimpulan
timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan bagian yang
syara’ dari apa yang dianggap syari’ sebagai dalil yaitu kitabullah dan Sunnah Nabi
SAW. Ini dibagi dua macam yakni: a. Mengambil hukum dari yang zhahirzhahir nash
apabila hukum itu diperoleh dari nash-nash itu. b. Mengambil hukum dari ma’qul
nash karena nash itu mengandung ‘illat yang menerangkannya, atau ‘illat itu dapat
diketahui dan tempat kejadian yang di dalamnya mengandung ‘illat, sedang nash itu
tidak memuat hukum itu. Inilah yang dinamakan dengan qiyas Para shahabat dan
tabi’in sangat cerdas dalam menetapkan suatu ketetapan hukum. Hal ini dilihat dari
pengembangan hukum dengan penetapan melalui ijtihad yang mengacu kepada nilai
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Syalabi, A. 1997. Sejarah Dan Kebudayaan Islam. Jakarta : PT. Al Husna Zikra.
Erwan, Erwan. "Takhrij Al-furu' Alal Usul Periode Ijtihad di Masa Shahabat dan Tabi'in