Laporan Praktikum
Tugas ini diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian mata kuliah
Survey dan Pemetaan pada Program Studi Strata Satu (S-1)
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Dikerjakan Oleh:
MUHAMMAD MULTAZAM
F 111 19 054
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL (S-1)
UNIVERSITAS TADULAKO
Palu – Sulawesi Tengah
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa :
Kelas : Internasioal
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan Praktikum Survey dan Pemetaan ini depart penulis rampungkan tepat pada waktunya.
Praktikum Survey dan Pemetaan ini merupakan suatu hal wajib bagi seluruh mahasiswa yang
memprogram matakuliah ini. Hal ini dilakukan untuk menerapkan teori yang didapatkan dalam ruang
kuliah dengan di lapangan secara langsung.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
merampungkan laporan praktikum ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak,
baik secara lembaga maupun secara pribadi yang ditujukan kapada Dosen, Asisten Dosen, teman-teman
serta semua pihak yang telah membantu kami.
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangannya. Sehingga
penulis sangat mengharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca. Baik itu berupa saran atau kritik
yang sifatnya membangun untuk dapat menyempurnakan laporan seperti ini di masa-masa yang akan
datang.
Muhammad Multazam
F 111 19 054
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ( )
KATA PENGANTAR ( )
DAFTAR ISI ( )
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA ( )
FLOWCHART ( )
METODOLOGI ( )
FLOWCHART ( )
METODOLOGI ( )
BAB V PENUTUP ( )
A. Kesimpulan ( )
B. Saran ( )
DAFTAR PUSTAKA ( )
LAMPIRAN ( )
LEMBAR ASISTENSI ( )
MUHAMMAD MULTAZAM
F 111 19 054
Survey dan Pemetaan 2019
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Ilmu Ukur Tanah
Ilmu ukur tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk muka bumi (topografi), artinya
ilmu yang bertujuan menggambarkan bentuk topografi muka bumi dalam suatu peta dengan segala
sesuatu yang ada pada permukaan bumi seperti kota, jalan, sungai, bangunan, dll. Dengan skala
tertentu sehingga dengan mempelajari peta kita dapat mengetahui jarak, arah dan posisi tempat yang
kita inginkan.
e) Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat.
c) Mahasiswa dapat membuat peta dengan situsi angka perbandingan diperkecil, disebut skala
peta.
C. Prinsip Dasar Pengukuran
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin saja terjadi, maka tugas pengukuran harus
2. Peta topografi atau peta detail dengan skala 1:10.000 sampai dengan 1:100.000 (skala medium).
3. Peta topografi atau peta iktisar lebih kecil dari 1:100.000 (skala kecil).
Skala merupakan perbandingan antara jarak yang mewakili sebagian permukaan bumi yang
ditunjukkan oleh sebuah kertas gambar dengan jarak yang ada dilapangan.Skala diberikan dalam
istilah jarak pada peta dalam sejumlah satuan tertentu yang bersesuaian dengan suatu jarak tertentu
dilapangan.Skala dapat dinyatakan dengan persamaan langsung atau dengan suatu perbandingan.
Jarak dari dua buah tempat yang diperlihatkan dipeta harus diketahui dengan suatu perbandingan
yang tertentu dengan keadaan yang sesungguhnya. Perbandingan jarak dilapangan dengan jarak
diatas peta inilah yang dinamakan dengan skala, misalnya:
1. Definisi.
Menyipat datar atau profil peta yaitu suatu irisan yang digambar tegak lurus sumbu utama
sepanjang sumbu utama dan sepanjang sumbu utama pada suatu bidang datar dengan skala
tertentu.
2. Tipe Sifat Datar.
a) Cara grafis.
Alat ukur menyipat datar ditempatkan antara titk A dan B, sedang diantar titik A dan B
ditempat 2 mistar. Jarak dari alat ukur menyipat datar kedua mistar, ambillah kira-kira sama,
sedang alat ukur penyipat datar tidaklah perlu terletak perlu terletak digaris lurus yang
menghubungkan dua titk A dan B. Arahkan garis bidik dengan gelembung ditengah-tengah
mistar A (belakang) dan mistar B (muka). Dan misalkan pembacaan pada dua mistar
berturut-turut adalah B (belakang) dan m (muka), maka beda tinggi antara titk A dan N adalah t
= b – m.
Tidaklah selalu mungkin untuk menempatkan alat ukur menyipat datar diantara dua titk
A dan B, misalnya karena antara titk A dan B ada selokan. Maka dengan cara ketiga alat ukur
menyipat datar diantara titk A dan B tetapi sebelah kiri A atau disebelah kanan titk B, jadi
diluar garis A dan B pada gambar 1.1 alat ukur menyipat datar diletakkan disebelah kanan
titik B. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang diletakkan diatas titik-titik A sekarang
berturut-turut adalah b dan m, sehingga dapat diperoleh dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b
– m.
Pesawat waterpass diletakkan antara dua mistar yang memberi hasil paling teliti,
karena kesalahan yang mungkin masih ada pada pengukuran dapat saling memperkecil,
apalagi bila jarak antara pesawat waterpass kedua mistar dibuat sama. Jadi untuk
mendapatkan beda tinggi antara dua titk selalu diambil pembacaan mistar muka, sewhingga t
= b – m.Bila (b – m) hasilnya positif, maka titik muka lebih tinggi dari titik belakang, dan
bila hasilnya negatif, maka titik muka lebih rendah dari titik belakang.
Setelah bedatinggi antara dua titik ditentukan, maka tinngi satu titik dapat dicari bila
tinggi titik lainnya telah diketahui. Suatu cara untuk menentukan tinggi suatu titik ialah
dengan menggunakan tinggi garis bidik. Dengan diketahui tinggi garis bidik, dapatlah
dengan cepat dan mudah menantukan tinggi titik – titik yang diukur. Tempatkan saja mistar
diatas titik itu, arahkan garis bidik kemistar dengan gelembung ditengah- tengah, lakukan
pembacaan pada mistar itu, seperti dilihat pada gambar 1.2 maka tinggi titik, Tt = tGb = tinggi
garis bidik = pembacaan pada mistar.
Metode ini biasanya digunakan pada pengukuran jaringan irigasi atau pengukuran
memanjang tanpa diselingi potongan melintang, karena metode loncat, pesawat waterpass
berada ditengah-tengah antara patok 1 dan 2 atau berada pada patok genap sedangkan
rambu berada pada patok ganjil. Untuk pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan
karena pesawat tidak berdiri disemua patok. Untuk itu digunakan garis bidik.Adapun
keunggulan dan kelemahan metode loncat adalah sebagai berikut :
• Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi
• Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang tiap 25 m dibuat potongan
melintang.
• Pesawat harus pas diatas patok sehingga menyulitkan pengkuran pada areal daerah
yang padat (dalam hal ini jalan).
b. Metode Garis bidik
Metode garis bidik merupakan metode yang praktis dalam menentukan profil
melintang dibanding dengan metode loncat.Prinsip kerja metode ini adalah metode ini hanya
mengukur beda tinggi.
Adapun keunggulan dan kelebihannya adalah :
• Garis bidik sangat efisien dalam pengukuran melintang khususnya jalan.
• Garis bidik hanya mampu menentukan beda tinngi suatu wilayah namun tidak bisa
membaca jarak.
• Jarak antara patok harus diukur terlebih dahulu.
• Pesawat bisa diletakkan dimanapun yang kita suka karena metode ini hanya untuk
menentukan garis bidik.
c. Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode diatas, namun diperhatikan
bahwa dalam menentukan beda tinggi suatu wilayah metode perhitungannya harus
tersendiri tidak bisa dicampur baur karena mempunyai prinsip berbeda.
F. Pengukuran Poligon
• Definisi
Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik yang terletak diatas
permukaan bumi.Pada rangkaian tersebut diperlukan jarak mendatar yang digunakan untuk
menentukan posisi horizontal dari titik poligon, menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap titik
poligon.Untuk itu kita mengadakan pengukuran sudut dan jarak dengan mengingatkan pada suatu
titik tetap seperti titk tringulasi, jembatan dan lain-lain yang sudah diketehui koordinat dan
ketinggiannya.
• Jenis-Jenis Poligon.
a. Poligon terbuka.
Pada poligon terbuka, keadaanya adalah terikat sebagian atau terikat sepihak.Poligon
terbuka terdiri dari dua sistem yaitu poligon bebas dan poligon terikat.Dikatakan poligon
terikat karena diikat oleh azimuth dan koordinat titik dan poligon bebas karena tidak ada
titik yang mengikat.Keslahan dalam pengukuran sudut dan jarak tidak dapat
dikontrol.Kontrol dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran ulang untuk keseluruhan
poligon, atau melakukan pengukuran dari arah yang berlawanan.
b. Poligon tertutup
Pada poligon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu titik yang sama. Sistem
pengukuran pada poligon tertutup ini ada dua macam, antara lain :
1. Pengukuran searah jarum jam
Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus diatas, maka harus diratakan
hingga sesuai atau memenuhi syarat diatas.
2. Pengukuran berlawanan arah jarum jam
c. Bila hasil pengukuran tidak sesuai dengan rumus diatas, maka harus diratakan
hingga memnuhi syarat diatas.
Pengukuran dimulai dari titik AB dimana azimuth AB diketahui dan berakhir dititik CD
sebagai kontrol azimuth CD hasil hitungan harus sama dengan azimuth CD yang diketahui,
toleransinya ± 40n detik. Disini juga harus dilakukan dengan perataan bila tidak memenuhi
ketentuan diatas.
• Titik harus ditempatkan pada daerah dimana titik tersebut dapat dibidik secara
langsung.
• Untuk memudahkan mencari titik tersebut, usahakan titik tersebut terletak dengan obyek-
obyek yang dikenal seperti pohon dan tiang listrik.
5. Perhitungan Poligon.
Perhitungan sudut datar adalah menjumlahkan semua sudut yang diukur dari titik
pengukuran untuk mengetahui koreksi terhadap sudut yang diukur. Dengan persamaan
sebagai berikut :
Apabila terjadi kesalahan setelah menjumlahkan sudut datar dari semua titik yang didapat
dari hasil pengukuran, maka harus dikoreksi sesuai dengan banyaknya titik pengukuran.
Dengan persamaan sebagai berikut :
Sudut Koreksi
d. Menentukan Azimuth.
Setelah azimuth dan jarak datar telah terhitung, maka kita dapat menghitung
koordinat titik poligon. Perhitungan dimulai dengan pencari selisih koordinat x dan y.
Dengan persamaan berikut :
1. Definisi.
Peta situasi adalah proyeksi vertikal yang digambarkan sesuai dengan situasi atau keadaan
sebenarnya yang dilihat secara langsung.
2. Garis Kontur
a. Garis kontur adalah garis yang menghubungkan antara titik yang mempunyai ketinggian
yang sama dari suatu ketinggian/bidang acuan tertentu. Garis ini merupakan garis yang
kontinue dan tidak dapat bertemu atau memotong garis kontur lainnya, kecuali dalam
keadaan kritis seperti jurang atau tebing. Keadaan curaman dari suatu lereng dapat
ditentukan dari jarak interval kontur dan jarak-jarak horizontal antara dua buah garis kontur
ini menyangkut beda tinggi.
b. Syarat – syarat kontur
e. Tidak dapat bercabang menjadi garis – garis kontur lainnya atau baru.
2. Sifat datar
MUHAMMAD MULTAZAM
F 111 19 054
FLOW CHART PENGUKURAN DENGAN WATERPASS
MULAI
TEORI PENDUKUNG
PERSIAPAN PRAKTIKUM
Responsi
Pengenalan Alat
PENETAPAN LOKASI
PRAKTIKUM
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Pengecekan / Kalibrasi
Alat
Penyediaan Alat / Rambu
Ke Lokasi Praktikum
Penetapan Titik Awal &
Titik Akhir
Penetapan / Pemasangan
Patok
Pengukuran Ketinggian
Tanah / Pembacaan
Benang Tiap Patok
PENGGAMBARAN
PENENTUAN TINGGI PENENTUAN SKALA :
PETA SITUASI
RENCANA & KEMIRINGAN HORIZONTAL
PROFIL MEMANJANG
VERTIKAL
PROFIL MELINTANG
SELESAI
Survey dan Pemetaan 2019
MODUL I
PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN WATERPASS
III. PERALATAN
1. Pesawat Waterpass dan kelengkapan
2. Statif
3. Uting-unting
4. Rambu ukur
5. Pita ukur/ Roll meter
6. Patok/paku
7. Alat-alat tulis
8. Payung
pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan karena pesawat waterpass tidak terdiri di semua
patok. Untuk itulah digunakan garis bidik. Adapun keunggulan dan kelemahan metode loncat adalah
sebagai berikut :
- Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi.
- Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang tiap 25 meter di buat potongan melintang.
- Pesawat harus pas di atas patok sehingga menyulitkan pengukuran pada areal daerah yang padat
(dalam hal ini jalan raya).
b. Metode Garis Bidik
Metode garis bidik merupakan metode yang praktis dalam menentukan profil melintang dibanding
dengan metode loncat. Prinsip kerja metode ini adalah metode ini hanya mengukur beda tinggi. Adapun
keunggulan dan kelebihannya adalah :
- Garis bidik sangat efsien dalam pengukuran melintang khususnya di jalan.
- Garis bidik hanya mampu menentukan beda tinggi suatu wilayah namun tidak bisa membaca
jarak.
- Jarak antar patok harus diukur terlebih dahulu.
- Pesawat bisa diletakkan dimanapun yang kita suka karena metode ini hanya untuk menentukan
garis bidik.
c. Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode di atas, namun harus diperhatikan bahwa dalam
menentukan beda tinggi suatu wilayah metode perhitungannya harus tersendiri tidak bisa dicampur baur
karena mempunyai prinsip yang berbeda.
Berdasarkan konstruksinya alat ukur penyipat datar dapat dibagi dalam empat macam utama :
a. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap. Nivo tetap ditempatkan di atas teropong,
sedang teropong hanya dapat diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar.
b. Alat ukur penyipat datar yang mempunyai nivo reversi dan ditempatkan pada teropong. Dengan
demikian teropong selain dapat diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar, dapat pula diputar
dengan suatu sumbu yang letak searah dengan garis bidik. Sumbu putar ini dinamakan sumbu mekanis
teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar.
c. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat
datar dan dapat diletakkan di bagian bawah dengan landasan yang terbentuk persegi, sedang nivo
ditempatkan pada teropong.
Karena konstruksi berbeda, maka cara pengaturan pada tiap-tiap macam alat ukur penyipat datar akan
berbeda pula, meskipun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk semua macam sama.
Dalam konstruksi yang modern, hanyalah macam ke satu dan ke dua yang dapat mempertahankan diri,
dengan perkataan lain: semua alat ukur penyipat datar yang modern hanya dibuat dalam macam kesatu atau
kedua saja.
V. PETUNJUK UMUM
1. Baca dan pelajari lembar kerja ini.
2. Penyetelan pesawat waterpass yang dimaksud adalah pengaturan pesawat disuatu tempat sampai
memenuhi syarat untuk mengadakan pengukuran.
3. Perhatikan dan ingat macam-macam sekrup penyetel dan coba bidik suatu titik target.
4. Letak rambu ukur harus vertikal.
5. Pelajari buku petunjuk / spesifikasi pesawat yang digunakan.
6. Jangan memutar sekrup sebelum mengetahui kegunaannya.
7. Bekerja dengan hati-hati dan sabar.
8. Bersihkan semua peralatan setelah selesai digunakan.
BT = 0,005
BB = 0,005
d. Maka hasil pembacaan adalah
BA = 1,500 + 0,050 + 0,005 = 1,555
BT = 1,400 + 0,050 + 0,005 = 1,455
BB = 1,300 + 0,050 + 0,005 = 1,355
5. Pembacaan rambu selesai dan harus memenuhi ketentuan
BA + BB = 2 x BT
(BA - BT) = (BT - BB)
6. Untuk mendapatkan jarak optis digunakan rumus
Jarak = (BA – BB) x 100, dimana benang atas dan benang bawah satuannya adalah cm
C. Membaca Skala Lingkaran
1. Perhatikan pembagian skala lingkaran pada pesawat tersebut.
2. Tiap 10° dibagi menjadi 10 bagian, berarti tiap bagian besarnya 1°.
3. Baca skala lingkaran yang ditunjuk oleh garis index.
Misal garis index menunjukan pada bilangan puluhan 60° dan atara 5 dan 6 strip bagian kecil, berarti
pembacaan 60° + 5° =65°.
4. Harga bacaan menit dikira-kira sesuai dengan letak garis index.
Misal dalam gambar garis index berada ditengah antara 5 dan 6 berarti mempunyai harga ½ ° atau
30’.
5. Pembacaan akhir pada gambarskala lingkaran di atas adalah :
60° + 5° + 30’ = 65°30’
D. Memeriksa Pesawat Waterpass
a. Mengatur/memeriksa garis arah nivo tegak lurus gbr.I
1. Tempatkan dan steel pesawat waterpass.
2. Ketengahkan nivo dengan sekrup penyetel A, B dan C.
3. Putar teropong ke arah 90° & 180°, jika gelembung nivo tetap berada ditengah-tengah berarti
garis arah nivo tegak lurus sumbu I.
4. Jika setelah teropong diputar 90° & 180°, gelembung nivo berubah maka atur kembali sekrup
penyetel A, B dan C sehingga gelembung nivo berada di tengah-tengah.
5. Jika pekerjaan di A telah dikerjakan berulang kali tetapi gelembung nivo tidak bisa ditengah,
berarti garis lurus arah nivo tidak tegak lurus dengan bagian I dan perlu diadakan koreksi nivo.
6. Koreksi nivo dilakukan dengan mengembalikan gelembung nivo setengahnya dengan sekrup
penyetel A, B dan C setengahnya dikembalikan dengan sekrup koreksi nivo.
b. Memeriksa/mengatur benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu I
1. Tempatkan dan steel pesawat sehinga sumbu I tegak lurus seperti angka penyetelan pesawat
waterpass.
2. Bidik suatu titik target sehingga titik tersebut terletak di salah satu ujung benang mendatar
diafragma.
Misal titik target terletak di ujung kiri.
3. Putar teropong ke arah titik tersebut sehingga titik tersebut terletak di ujung kanan mendatar
diafragma.
4. Bila titik tersebut berimpit dengan ujung kanan benang mendatar, berarti benang mendatar
diafragma tegak lurus sumbu I.
5. Jika titik target tersebut tidak berimpit dengan ujung kanan benang mendatar diafragma, berarti
ada kesalahan (benang mendatar diafragma tidak tegak lurus sumbu I).
6. Untuk mengoreksinya hilangkan setengah dengan mengatur sekrup koreksi diafragma, maka
benang mendatar diafragma akan tegak lurus sumbu I.
7. Ulangi pekerjaaan ini dari awal sehingga pada pemutaran teropong dengan sumbu I sebagai
sumbu putar titik target tetap berhimpit dengan benang mendatar diafragma.
c. Memeriksa/mengatur garis bidik sejajar dengan garis arah nivo
1. Tentukan titik A, B, C dan D yang terletak pada satu garis lurus dan buat jarak AC – CB = BD.
2. Letakkan pesawat dititik C, steel sehingga memenuhi syarat guna mengadakan pengukuran.
3. Letakkan rambu ukur pada titik A dan B.
4. Baca rambu ukur di A & B dan catat hasil pemacaannya.
Misal : Pembacaan rambu ukur di A = a
Pembacaan ramb ukur di B = b
P0 P1 P2 P3 P4
a.1 Tempatkan dan steel pesawat ditengah-tengah antara titik P0 dan P2 (slag), slag adalah
ruas antara dua patok muka dan belakang. Penempatan pesawat harus satu garis dengan
P0 dan P2.
a.2 Tempatkan rambu ukur di atas patok. Titik P 0 sebagai rambu belakang dan titik P2
sebagai rambu muka.
a.3 Bidik teropong ke rambu belakang P0 kemudian baca BT, BA dan BB, kemudian
dicatat pada buku ukur.
a.4 Turunkan rambu kemuka tanah pada titik P0 tersebut dan lakukan pembacaan seperti
pada a.3.
a.5 Putar teropong dan bidik rambu muka serta lakukan pembacaan seperti pada a.3 dan
a.4.
a.6 Pesawat dipindahkan ke slag II (antara P2 dan P4). Dengan cara yang sama dengan
langkah a.1 s/d a.5. Lakukan pembacaan rambu muka dan rambu belakang.
a.7 Begitu seterusnya sampai dengan slag terakhir.
a.8 Jarak P0 dan P2 adalah pesawat ke rambu belakang tambah jarak pesawat ke rambu
muka. Demikian juga pada slag-slag berikutnya. Pesawat diusahakan ditempatkan tepat
di tengah antara dua titik (P0P2).
b. Perhitungan jarak optis
Perhitungan jarak secara optis dapat dilakukan pada titik-titik utama dan titik detail.
Rumus jarak optis (D)
D = (BA – BB) x 100
dimana :
P0 P1 P2
d d d
Menghitung beda tinggi patok utama:
Rumus perhitungan beda tinggi :
∆hP0P1 = BT – BA (untuk pembacaan ke belakang)
(BT di P0 – TA di P1)
dan :
∆hP1P2 = TA – BT (untuk pembacaan ke depan)
(TA di P1 – BT di P2)
dimana : TA = Tinggi Alat
Menghitung beda tinggi patok-patok detail:
Rumus perhitungan beda tinggi:
∆hP0P0a = BT P0 – BT P0a (untuk melintang tanpa pesawat)
Dan :
∆hP1P1a = TA P1 – BT P1a (untuk melintang titik pesawat)
2. Metode garis bidik
1. Tentukan patok-patok yang akan diukur dan berikan tanda sesuai jarak patok tersebut.
Misalnya sta 0+00,0+25, sta 0+50 dan sebagainya.
2. Sebelum memberikan tanda ukur jarak antara patok tersbeut dengan menggunakan roll meter.
3. Dirikan pesawat waterpass ditempat yang kita inginkan dengan catatan bahwa minimal ada
dua titik yang bisa dilihat dari tempat berdirinya pesawat.
4. Letakkan rambu ukur pada titik awal yang biasanya dikenal dengan sta 0+00.
5. Arahkan teropong ke arah rambu ukur dan pembacaan ini dinamakan pembacaan belakang.
Setelah itu baca rambu ukur pada benang tengah sedangkan benang atas dan benang bawah
tidak perlu dibaca. Benang tangah ini merupakan garis bidik yang menjadi patokan untuk
perhitungan beda tinggi titik selanjutnya. Jika metode pengukuran merupakan metode
gabungan maka bacaan benang atas dan benang bawah untuk jalur potongan memanjang
harus dicatat.
6. Selanjutnya arahkan pesawat kesamping kiri kanan sta 0+00 dan pembacaan ini dinamakan
pembacaan detail melintang jalan.
7. Jika diperlukan data elevasi pada titik alat dan arah melintangnya maka pembacaan arah
melintang pada posisi titik pesawat juga harus dilakukan untuk memperoleh ketelitian data
profil.
8. Baca benang tengah dari masing-masing titik.
9. Setelah itu lanjutkan ke patok berikutnya, jika patok (sta) berada didepan pesawat maka
pembacaan tersebut dikatakan sebagai pembacaan depan. Jika semuanya telah selesai
pindahkan pesawat untuk melihat titik selanjutnya.
10. Setelah pesawat dipindahkan, maka arahkan pesawat ke titik akhir pembacaan pesawat
pertama atau dalam hal ini titik yang diketahui tingginya, karena benang tengah tersebut akan
menjadi garis bidik titik berikutnya.
11. Ulangi langkah kerja diatas sampai pengukuran selesai.
Pengukuran leveling dengan metode garis bidik hanya dapat dilakukan pada patok-patok yang
diketahui jaraknya dan jika tidak maka digunakan metode leveling loncat dimana pesawat berada
patok genap.
Adapun langkah-langkah perhitungan metode garis bidik yaitu :
a. Tentukan jarak antara patok dnegan menggunakan roll meter.
b. Garis bidik merupakan patokan untuk menentukan beda tinggi antar patok. Garis bidik
diambil dari benang tengah belakang atau titik ikat yang telah diketahui tingginya. Garis
bidik yang telah ditentukan merupakan patokan bagi titik yang lain sepanjang pesawat
tersebut belum pindah tempat. Jika telah pindah tempat maka yang diambil sebagai garis
bidik adalah titik yang telah diketahui tingginya.
c. Dalam pengukuran diatas pesawat diletakkan pada titik 0+75 dan yang diambil sebagai garis
bidik adalah 0+0, dengan demikian titik tersebut sebagai patokan untuk titik yang lainnya
baik untuk perhitungan beda tinggi maupun tinggi titik.
4. Pasang rambu ukur P1 bidikkan teropong pada rambu ukur tersebut dan lakukan pembacaan BT,
BA dan BB yang tercatat pada rambu ukur.
5. Pasang rambu ukur pada titik a (dalam hal ini rambu ukur diletakkan diatas tanah) dan lakukan
pembacaan langkah 4.
6. Lakukan pembacaan pada setiap perubahan kemiringan tanah sepanjang garis profil, misal titik
b, c, d, ... dan seterusnya sampai ke ujung profil yang telah ditentukan.
7. Ukur jarak ab, bc,cd, ... dan seterusnya dengan pita ukur atau rantai ukur.
8. Pengukuran dilanjutkan pada profil berikutnya (P2,P3,... dan seterusnya)
9. Hitung dan gambar hasil pengukuran tersebut.
MUHAMMAD MULTAZAM
F 111 19 054
FLOWCHARTPENGUKURANDENGANTHEODOLIT
MULAI
PERSIAPAN PRAKTIKUM
RESPONSI
PENGENALAN ALAT
PENETAPAN LOKASI
PRAKTIKUM
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
HASIL PEMBACAAN JARAK OPTIS (d) P. UTAMA SUDUT DATAR (βn) P. UTAMA SUDUT DATAR (βn) P. DETAIL JARAK OPTIS (d) P. DETAIL HASIL PEMBACAAN
RUMUS d = (BA – BB ) X 100 RUMUS βn = α DEPAN- α BELAKANG RUMUS βn = α Depan det - α RUMUS d = (BA – BB ) X 100 BENANG
(BA , BB)
(Sesuai Jarum Jam) Belakang det (BA , BB)
Βn = α BELAKANG- α DEPAN
(Berlawanan Jarum Jam)
NILAI KOREKSI
JARAK DATAR (D) P. UTAMA AZIMUTH (αPn) P. UTAMA AZIMUTH (αPn) P. UTAMA JARAK DATAR (D) P. DETAIL
RUMUS D = d sin ² y RUMUS αPn = αPn – 1+180+βn+ βn RUMUS αPn = αPn – 1+180+βn+ βn RUMUS D = d sin ²y
BEDA TINGGI ( h)P. UTAMA HASIL PEMBACAAN PENENTUAN KOORDINAT AWAL HASIL PEMBACAAN BENANG BEDA TINGGI ( h)P.DETAIL
RUMUS hPn = TP – BTM + D cos α SUDUT VERTIKAL (X0,Y0), NO.STAMBUK (BT), TINGGI PESAWAT RUMUS hPn = TP-BTM+D cos y
TINGGI TITIK (TI)P. UTAMA PENENTUAN T. TITIK TINGGI TITIK (TI)P. DETAIL
RUMUS TI = T0± HPn (NO. STAMBUK) RUMUS TI DET= TPn.I H
PENGGAMBARAN
PENENTUAN INTERVAL KONTUR PENENTUAN SKALA
POLIGON ( KOORDINAT X,Y,Z) UTAMA
~ HORIZONTAL
KOORDINAT X,Y,Z DETAIL
~ VERTIKAL
GARIS KONTUR
ADMINISTRASI LAPORAN
AKHIR
SELESAI
Survey dan Pemetaan 2019
BAB II
PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN THEODOLITH
C. PERALATAN
1. Pesawat Theodolith
2. Statif
3. Rambu ukur
4. Kompas
5. Baterai (bagi pesawat theodolith digital)
6. Unting-unting
7. Patok kayu
8. Meteran
9. Alat tulis-menulis
D. TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran polygon dimaksud menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap titik polygon untuk itu kita
mengadakan pengukuran sudut dan jarak dengan mengikatkan pada suatu titik tetap seperti titik triangulasi,
jembatan dan lain-lain yang sudah diketahui koordinat dan ketinggiannya.
BA
BT
V
BB
BA = Benang Atas
BT = Benang Tengah
BB = Benang Bawah
V = Pembacaan sudut vertikal (helling)
Jarak miring (D’) = (BA-BB) x 100 x sin V
Jarak datar (D) = (BA-BB) x 100 x sin2 V
= D1 sin V
kesalahan, maka dengan itu harus dikoreksi sesuai dengan banyknya titik pengukuran.
Jumlah sudut : (2n-4) x 900 untuk pengukuran berlawanan dengan jarum jam (sudut dalam).
: (2n+4) x 900 untuk pengukuran searah dengan jarum jam (sudut luar)
Toleransi sudut = + 40 n detik
dimana n = banyaknya sudut
Poligon Tertutup
Pada polygon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu yang sama. Bila pengukuran sudut tidak
sesuai dengan rumus diatas maka harus di ratakan sehingga memenuhi syarat diatas:
Ro
Poligon Azimuth
Azimuth Terdahul diketahui
diketahui
Poligon baru
a. Pengukuran dimulai dari titik AB dimana azimut AB diketahui dan terakhir dititik CD azimut
sebagai kontrol: azimut CD yang hasil perhitungan harus sama dengan azimut CD yang
diketahui, toleransinya + 30” n menit. Disini juga harus dilakukan peralatan bila memenuhi
ketentuan diatas
b. Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung haruslah ditentukan lebih dahulu
azimuth awalnya. Penentuan azimuth dapat dilakukan dengan cara magnetis (kompas) atau
pengamatan matahari.
AB
B
AB
C
D
B
A C
c. Menghitung Koordinat
Setelah azimuth dan jarak datar telah dihitung, maka kita dapat menghitung koordinat titik-titik
poligon. Perhitungan dimulai dengan mencari selisih koordinat (X dan Y):
toleransi pengukuran dengan rumus. Koreksi untuk absis setiap titik adalah:
Xi
Xi = K1 Xi = K1 =
X
Koreksi untuk absis setiap titik adalah :
Yi
yi = K1 Yi = K1 =
Y
e. Mengukur beda tinggi
Jika menggunakan Waterpass, beda tinggi = pembacaan-pembacaan muka, jika menggunakan
theodolith, beda tinggi (h) = D’ sin dimanan D’ adalah jarakmiring sedangkan sudut kemiringan
lereng.
E. PETUNJUK UMUM
1. Mempelajari lembar kerja dengan baik-baik
2. Ingat betul-betul mana setiap bagian sekrup-sekrup pengatur/ penyetel dan fungsinya.
3. Perhatikan baik-baik tempat dan cara membaca skala lingkaran baik horizontal maupunvertikal,
karena setiap pesawat mempunyai spesivikasi sendiri-sendiri.
4. Jangan memutar-mutar sekrup pengatur sebelum tahu benar fungsinya.
5. Dalam membuka dan mengunci sekrup-sekrup pengatur jangan terlalu longgar dan terlalu kencang.
6. Kalau masih ragu diharapkan bertanya pada instruktur.
LANGKAH KERJA
A. Mengenal Bagian-Bagian Pesawat
1. Pasang pesawat diatas statik
2. Memperhatikan dengan seksama bagiandemi bagian dari pesawat
tersebut dan sesuaikan dengan spesifiknya untuk mengingat-ingat nama dari bagian tersebut.
3. Mengikuti penjelasan instruktur.
5.c.2. Dengan sekrup koreksi diafragma, garis bidik digeser hingga berimpit dengan titk P.
5.c.3. Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diputar dari atas kebawah atau sebaliknya
garis bidik akan melukiskan PTQ.
5.d. Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk ke titik G sebelah kanan atau
kiri titik P dan sewaktu teropong dibidik ketitik Q garis bidik akan menunjuk ke titik H,
sebelah kanan atau kiri titik Q. tapi PQ= a QH = b. maka hal ini menunjukkan adanya
kesalahan kombinasi, yaitu
sumbu II tidak tegak lurus sumbu I dan garis bidik tidak tegak lurus sumbu II.
5.d.1. Menghitung besarnya x dan y
1
a=x+y x= (a – b)
2
1
b=x–y y= (a +b)
2
5.d.2. Membidik teropong keskala atas (titik G)
5.d.3. memutar sekrup koreksi sumbu II sedemikian rupa hingga pembacaan skala = Y (Y=
pengaruh tidak tegak lurusnya garis bidik terhadap sumbu II).
5.d.4. Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong dibidikkan kesegala arah maupun bawah
pembacaan dama dengan y dan terletak pada belahan yang sama terhadap garis PTQ
yang bearti sumbu II telah tegak lurus sumbu I.
5.d.5. Membidik kembali teropong keskala atas.
5.d.6. Memutar sekrup koreksi diafragma sedemikian rupa hingga garis bidik menunjuk
skala nol (berimpit dengan titik P).
5.d.7. Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diarahkan dari atas kebawah atau
sebaliknya garis bidik tetap berimpit dengan PTA|Q.
5.d.8. Pesawat telah baik.
3. Setalah titik B kelihatan, tepatkan titik B tersebut dengan titik potong benang silang (sekrup
penggerak halus).
4. a. Dengan alat ukur yang menggunakan zenith.
a.1. Baca sudut vertikal titik B.
Misal zenith (V) = 88 0 30’ atau 93 0 15’.
a.2. Berarti sudut miring b = 90 0 -88 0 30’ = + 01 0 30’
G. POLYGON TERBUKA
1. Tentukan terlebih dahulu titik patok polygon yang akan dibuat.
2. Pasang dan steel pesawat pada titik polygon P(x p ,y p ) yang sudah tidak diketahui
koordinatnya.
3. Buka klem limbus dan piringan mendatar, nolkan skala lingkaran mendatar kemudian kunci
kembali.
4. Buka klem limbus bidik titik R (x r , y r ). Setelah tepat kunci kembali.
5. Buka klem piringan skala mendatar, bidik titik 1 dan kunci kembali, kemudian catat
pembacaan sudut.
6. Pasang bakm ukur pada titik 1, bidik bak ukur dan catat BA,BT dan BB.
7. Ulangi seperti langkah 4 s/d 5. Sehingga didapat p 1 dan jarak titik polygon P ketitik 1 (d pt
).
8. Pindahkan pesawat ketitik polygon 1, dengan cara yang sama, ukur sudut dan jarak seperti
langkah-langkah tersebut diatas.
9. Lakukan pengukuran ketitik – titik polygon selanjutnya dengan jalan seperti langkah tersebut
diatas sampai titik Q (x q , y q ), sehingga dengan demikian akan dapat 1 , 2 , 3 ......dan d
H. POLYGON TERTUTUP
Untuk polygon tertutup ini pada prinsipnya langkah kerja dalam oengukuran sama dengan langkah
kerja polygon terbuka pad. Hanya bedanya:
1. Untuk polygon terbuka :
a. Pada ujung awal polygon diperluksn suatu titik K yang tentu dan sudut jurusan yang tentu
pula.
b. Supaya keadaan menjadi simetris, maka pada ujung akhir dibuat titik yang tentu dan sudut
jurusan yang tentu pula.
2. Untuk polygon tertutup.
a. Pada pengukuran cukup diperlukan suatu titik tertentu dan sudut jurusan yang tentu pula pada
awal pengukuran.
b. Pengukuran akhir harus kembali (menutup) ketitik awal.
Dalam hal ini dapat dilihat pada contoh dibawah ini dimana pengukuran pengukuran awal
dimulai pada titik P yang kemudian diakhiri ketitik P lagi.
6. Tentukan titik 1 sejauh Y dari tegak lurus TP, kemudian dirikan pada patok titik 1.
7. Dengan cara yang samu, tentukan koordonat – koordinad titik 2,3,..........n
Lengkungan yang dimaksud adalah garis yang menghubungkan titik T, 1,2,3,..............n
MUHAMMAD MULTAZAM
F 111 19 054
PERHITUNGAN WATERPASS
MUHAMMAD MULTAZAM
F 111 19 054
Survey dan Pemetaan 2019
Rumus : D = ( BA - BB ) x 100
Keterangan :
D = Jarak Datar Optis (m)
BA = Bacaan Benang Atas
BB = Bacaan Benang Bawah
Rumus : ∆H = TA - BT
Keterangan :
∆H = Beda Tinggi (m)
TA = Tinggi Alat (m)
BT = Bacaan Benang Tengah
c. Patok Detail
P0 - a = 1.130 - 1.000 = 0.130 m
b = 1.130 - 0.895 = 0.235 m
c = 1.130 - 0.785 = 0.345 m
d = 1.130 - 1.300 = -0.170 m
e = 1.130 - 1.370 = -0.240 m
f = 1.130 - 1.530 = -0.400 m
Rumus : H = Hn-1 + ∆h
Keterangan :
H = Tinggi Titik (m)
Hn-1 = Tinggi Titik Patok Sebelumnya (m)
∆h = Beda Tinggi (m)
C. Patok Detail
TGB = Hn-1 + TA
H = TGB - BT
Keterangan :
H = Tinggi Titik (m)
TGB = Tinggi Garis Bidik (m)
Hn-1 = Tinggi Titik Patok Sebelumnya (m)
TA = Tinggi Alat (m)
BT = Benang Tengah
a. Patok Utama
TGBP0-P1 = 114.000 + 1.130 = 115.130 (m)
TGBP1-P2 = 113.405 + 1.330 = 114.735 (m)
TGBP2-P3 = 112.598 + 1.245 = 113.843 (m)
TGBP3-P4 = 111.873 + 1.285 = 113.158 (m)
TGBP4-P3 = 110.633 + 1.445 = 112.078 (m)
B. Tinggi Alat
a. Patok Utama ( Depan )
HP0 - P1 = 115.130 - 1.725 = 113.405 (m)
HP1 - P2 = 114.735 - 2.137 = 112.598 (m)
HP2 - P3 = 113.843 - 1.970 = 111.873 (m)
HP3 - P4 = 113.158 - 2.525 = 110.633 (m)
c. Patok Detail
HP0
a = 115.130 - 1.000 = 114.130 (m)
b = 115.130 - 0.895 = 114.235 (m)
c = 115.130 - 0.785 = 114.345 (m)
d = 115.130 - 1.300 = 113.830 (m)
e = 115.130 - 1.370 = 113.760 (m)
f = 115.130 - 1.530 = 113.600 (m)
HP1
a = 114.735 - 1.183 = 113.552 (m)
b = 114.735 - 1.087 = 113.648 (m)
c = 114.735 - 0.943 = 113.792 (m)
d = 114.735 - 1.405 = 113.330 (m)
e = 114.735 - 1.450 = 113.285 (m)
f = 114.735 - 1.348 = 113.387 (m)
HP2
a = 113.843 - 1.235 = 112.608 (m)
b = 113.843 - 1.182 = 112.661 (m)
c = 113.843 - 1.086 = 112.757 (m)
d = 113.843 - 1.312 = 112.531 (m)
e = 113.843 - 1.360 = 112.483 (m)
f = 113.843 - 1.535 = 112.308 (m)
HP3
a = 113.158 - 1.080 = 112.078 (m)
b = 113.158 - 0.622 = 112.536 (m)
c = 113.158 - 0.660 = 112.498 (m)
d = 113.158 - 1.500 = 111.658 (m)
e = 113.158 - 1.487 = 111.671 (m)
f = 113.158 - 1.355 = 111.803 (m)
HP4
a = 112.078 - 1.477 = 110.601 (m)
b = 112.078 - 1.505 = 110.573 (m)
c = 112.078 - 1.455 = 110.623 (m)
d = 112.078 - 1.535 = 110.543 (m)
e = 112.078 - 1.400 = 110.678 (m)
f = 112.078 - 1.305 = 110.773 (m)
Muhammad Multazam (F 111 19 054) | Civil Engineering 19
KONTUR PENGUKURAN WATERPASS
SKALA 1:100 FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
ARAH MATA ANGIN
MATA KULIAH
NAMA TUGAS
WATERPASS
DOSEN PEMBIMBING
Nur Hidayat, ST, MT
Nip : 19680618 199903 1 002
DI PERIKSA ASISTENSI
DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
DI GAMBAR OLEH
Muhammad Multazam
F 111 19 054
MATA KULIAH
NAMA TUGAS
WATERPASS
DOSEN PEMBIMBING
Nur Hidayat, ST. MT
Nip : 19680618 199903 1 002
DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
DI GAMBAR OLEH
Muhammad Multazam
F 111 19 054
118
116
SURVEI DAN PEMETAAN
115
113
WATERPASS
112
113.450
112,000
113,250
112,000
113,450
ELEVASI TANAH RENCANA
Nip : 19700105 20003 1 002
KEMIRINGAN 0 +5 +4 0
DI GAMBAR OLEH
V
F 111 19 054
ELEVASI TANAH RENCANA
NAMA GAMBAR SKALA
TIMBUNAN
GALIAN H
SKALA 1: 100 NO LEMBAR JML. LEMBAR
PROFIL MELINTANG PENGUKURAN WATERPASS
SKALA 1:100 FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
ARAH MATA ANGIN
118
MATA KULIAH
117
113
WATERPASS
112
DOSEN PEMBIMBING
111
Nur Hidayat, ST. MT
110 Nip : 19680618 199903 1 002
109
Erwin Affandi, ST. MT
108 Nip :
DI PERIKSA ASISTENSI
NO PATOK c b a P0 d e f
Muh. Nur Iriyanto
JARAK ANTAR PATOK m F 111 16 069
m 0 3 6 9 12 15 18
JARAK LANGSUNG DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
ELEVASI TANAH ASLI m 114,35 114,24 114,13 114,00 113,83 113,76 113.60
Harly Hamad, ST. MT
110,990
112,000
111,790
111,895
111,790
111,895
111,790
110,990
111,790
113,600
114,350
KEMIRINGAN 3 2 2 3
DI GAMBAR OLEH
V
F 111 19 054
ELEVASI TANAH RENCANA
NAMA GAMBAR SKALA
TIMBUNAN
GALIAN H
SKALA 1: 100 NO LEMBAR JML. LEMBAR
PROFIL MELINTANG PENGUKURAN WATERPASS
SKALA 1:100 FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
ARAH MATA ANGIN
118
MATA KULIAH
117
113
WATERPASS
112
DOSEN PEMBIMBING
111
Nur Hidayat, ST. MT
110 Nip : 19680618 199903 1 002
109
Erwin Affandi, ST. MT
108 Nip :
DI PERIKSA ASISTENSI
NO PATOK c b a P1 d e f
Muh. Nur Iriyanto
JARAK ANTAR PATOK m F 111 16 069
m 0 3 6 9 12 15 18
JARAK LANGSUNG DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
ELEVASI TANAH ASLI m 113,79 113,65 113,55 113,41 113,33 113,28 113,39
Harly Hamad, ST. MT
111,895
111,895
112,000
111,790
110,990
111,790
113,790
111,790
110,990
111,790
113,390
ELEVASI TANAH RENCANA Nip : 19700105 20003 1 002
KEMIRINGAN 3 2 2 3
DI GAMBAR OLEH
V
F 111 19 054
ELEVASI TANAH RENCANA
NAMA GAMBAR SKALA
TIMBUNAN
GALIAN H
SKALA 1: 100 NO LEMBAR JML. LEMBAR
PROFIL MELINTANG PENGUKURAN WATERPASS
SKALA 1:100 FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
ARAH MATA ANGIN
118
MATA KULIAH
117
113
WATERPASS
112
DOSEN PEMBIMBING
111
Nur Hidayat, ST. MT
110 Nip : 19680618 199903 1 002
109
Erwin Affandi, ST. MT
108 Nip :
DI PERIKSA ASISTENSI
NO PATOK c b a P2 d e f
Muh. Nur Iriyanto
JARAK ANTAR PATOK m F 111 16 069
m 0 3 6 9 12 15 18
JARAK LANGSUNG DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
ELEVASI TANAH ASLI m 112,76 112,66 112,61 112,60 112,53 112,48 112,31
Harly Hamad, ST. MT
113,040
113,040
113,250
113,145
113,040
112,240
113,040
112,240
113,145
112,310
112,760
KEMIRINGAN 3 2 2 3
DI GAMBAR OLEH
V
F 111 19 054
ELEVASI TANAH RENCANA
NAMA GAMBAR SKALA
TIMBUNAN
GALIAN H
SKALA 1: 100 NO LEMBAR JML. LEMBAR
PROFIL MELINTANG PENGUKURAN WATERPASS
SKALA 1:100 FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
ARAH MATA ANGIN
118
MATA KULIAH
117
113
WATERPASS
112
DOSEN PEMBIMBING
111
Nur Hidayat, ST. MT
110 Nip : 19680618 199903 1 002
109
Erwin Affandi, ST. MT
108 Nip :
DI PERIKSA ASISTENSI
NO PATOK c b a P3 d e f
Muh. Nur Iriyanto
JARAK ANTAR PATOK m F 111 16 069
m 0 3 6 9 12 15 18
JARAK LANGSUNG DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
ELEVASI TANAH ASLI m 112,49 112,54 112,08 111,87 111,66 111,67 111,80
Harly Hamad, ST. MT
112,440
113,240
113,240
113,345
113,345
112,490
113,240
112,440
111,800
113,240
113,450
KEMIRINGAN 3 2 2 3
DI GAMBAR OLEH
V
F 111 19 054
ELEVASI TANAH RENCANA
NAMA GAMBAR SKALA
TIMBUNAN
GALIAN H
SKALA 1: 100 NO LEMBAR JML. LEMBAR
PROFIL MELINTANG PENGUKURAN WATERPASS
SKALA 1:100 FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
ARAH MATA ANGIN
118
MATA KULIAH
117
113
WATERPASS
112
DOSEN PEMBIMBING
111
Nur Hidayat, ST. MT
110 Nip : 19680618 199903 1 002
109
Erwin Affandi, ST. MT
108 Nip :
DI PERIKSA ASISTENSI
NO PATOK c b a P4 d e f
Muh. Nur Iriyanto
JARAK ANTAR PATOK m F 111 16 069
m 0 3 6 9 12 15 18
JARAK LANGSUNG DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
ELEVASI TANAH ASLI m 110,62 110,57 110,60 110,63 110,54 110,68 110,77
Harly Hamad, ST. MT
110,620
110,770
113,450
113,345
113,240
113,240
113,345
112,440
113,240
112,440
113,240
KEMIRINGAN 3 2 2 3
DI GAMBAR OLEH
V
F 111 19 054
ELEVASI TANAH RENCANA
NAMA GAMBAR SKALA
TIMBUNAN
GALIAN H
SKALA 1: 100 NO LEMBAR JML. LEMBAR
Survey dan Pemetaan 2019
Luas Timbunan 3
TITIK X Y Xn.Yn-1 Yn.Xn-1
A 14.769 0.267 3.883 4.001
B 15.000 0.263 1.394 4.733
C 18.000 0.093 12.573 1.394
D 15.000 0.698 10.477 10.341
E 14.804 0.698 3.949 10.316
JUMLAH 32.276 30.784
Luas G = Xn.Yn-1 - Yn.Xn-1
2.000
= 32.276 - 30.784
2.000
= 0.746 m2
Luas CAD = 0.746 m2
Luas Galian 1
TITIK X Y Xn.Yn-1 Yn.Xn-1
A 3.211 0.440 0.000 1.429
B 3.251 0.000 0.000 0.000
C 3.758 0.000 1.607 0.000
D 3.785 0.428 1.664 1.373
JUMLAH 3.271 2.802
Luas G = Xn.Yn-1 - Yn.Xn-1
2.000
= 3.271 - 2.802
2.000
= 0.234 m2
Luas CAD = 0.234 m2
Luas Galian 2
TITIK X Y Xn.Yn-1 Yn.Xn-1
A 14.228 0.276 0.000 3.929
B 14.249 0.000 0.000 0.000
C 14.750 0.000 3.935 0.000
D 14.769 0.267 4.073 3.796
JUMLAH 8.007 7.725
Luas G = Xn.Yn-1 - Yn.Xn-1
2.000
= 8.007 - 7.725
2.000
= 0.141 m2
Luas CAD = 0.141 m2
Luas Galian
TITIK X Y Xn.Yn-1 Yn.Xn-1
A 3.277 0.789 2.586 2.853
B 3.615 0.789 3.042 2.582
C 3.272 0.842 2.582 2.758
JUMLAH 8.211 8.193
Luas G = Xn.Yn-1 - Yn.Xn-1
2.000
= 8.211 - 8.193
2.000
= 0.009 m2
Luas CAD = 0.009 m2
Volume
Patok Luas Galian (m2) Luas Timbunan (m2) Jarak (m)
Galian (m3) Timbunan (m3)
P0 32.274 0.000 25 806.850 0.000
MUHAMMAD MULTAZAM
F 111 19 054
Survey dan Pemetaan 2019
1.519
1.445 Ged1 320 0 6 93 33 3 1.4 23.71
1.281
1.432
1.445 Ged2 277 35 23 94 15 26 1.3415 18.00
1.251
1.729
P1 1.459 P0 0 0 0 87 43 4 1.455 54.71
1.181
1.816
1.459 P2 136 7 46 92 32 33 1.56 51.10
1.304
1.246
1.459 Ged1 70 54 22 89 22 31 1.156 18.00
1.066
0.932
1.459 Tl1 200 47 19 94 51 22 0.861 14.10
0.79
1.036
1.459 Sblm Jl1 266 47 44 91 0 55 0.95 17.19
0.864
1
1.459 Sbjl1 258 52 26 91 0 57 0.88 23.99
0.76
0.481
1.459 Sblm Jl2 312 13 15 90 35 15 0.346 27.00
0.211
0.797
1.459 Sbjl2 304 40 4 89 39 25 0.63 33.40
0.463
1.06
1.459 Tl2 91 32 33 90 37 42 0.9 32.00
0.74
Muhammad Multazam (F 111 19 054) | Civil Engineering 19
Survey dan Pemetaan 2019
0.73
1.459 Poh3 15 16 16 91 13 24 0.687 8.60
0.644
1.186
P2 1.25 P1 0 0 0 86 34 33 0.93 51.02
0.674
1.946
1.25 P3 89 56 12 89 50 42 1.81 27.20
1.674
1.708
1.25 Sblm Jl 239 0 26 91 32 54 1.56 29.58
1.412
1.72
1.25 Sblm Jl1 241 6 12 91 19 38 1.538 36.38
1.356
2.286
1.25 Sblm Jl2 224 2 11 91 9 7 2.1 37.18
1.914
0.855
1.25 Lpngn1 9 35 42 90 7 47 0.795 12.00
0.735
1.363
1.25 Lpngn2 6 16 40 87 38 20 1.33 6.59
1.297
1.311
P3 1.25 P2 0 0 0 91 12 37 1.175 27.19
1.039
1.971
1.25 P4 101 10 36 89 17 28 1.7 54.19
1.429
Muhammad Multazam (F 111 19 054) | Civil Engineering 19
Survey dan Pemetaan 2019
Pembacaan Sudut ∆Z
Tinggi Alat Bacaan rambu (m) Jarak Datar Sudut Koreksi Horizontal ∆X ∆Y Koordinat Target
Titik Alat Target Horizontal Vertikal Azimuth Beda Tinggi
(m) ◦ ' " ◦ ' " Atas TengahBawah (m) Asal KoreksiTerkoreksi Asal KoreksiTerkoreks Asal KoreksiTerkoreksi Asal KoreksiTerkoreks X Y Z
P1 318 15 20 91 25 9 1.468 1.194 0.92 54.76639
44.521 44.520 12.2556 11.625 11.4012 53.518 53.53806 -1.106 -1.383 822488.18 990916.198 114
P4 273 44 5 91 49 54 1.49 1.3 1.11 37.96118
J1 82 1 19 88 16 4 1.48 1.4 1.32 15.98538 168.29 168.29 136.022 11.1 11.1 -11.5 -11.5032 0.5284 0.52843 822487.880 990851.1568 114.528
J2 72 56 29 88 16 2 1.61 1.49 1.37 23.97806 159.21 159.21 126.941 19.164 19.1645 -14.41 -14.4108 0.6804 0.68038 822495.944 990848.2492 114.68
Jem1 2 39 10 92 30 2 1.84 1.72 1.6 23.95432 88.92 88.92 56.653 20.01 20.0103 13.168 13.16796 -1.321 -1.3211 822496.790 990875.8280 112.679
P0 1.445 0.0007 -0.224 0.0198
Jem2 15 15 4 90 10 28 2.45 2.295 2.14 30.99971 101.52 101.52 69.251 28.989 28.9891 10.982 10.98236 -0.944 -0.9444 822505.769 990873.6424 113.056
Poh1 324 48 26 93 51 45 1.38 1.345 1.31 6.968236 51.07 51.07 18.807 2.2465 2.24645 6.5962 6.596193 -0.37 -0.3705 822479.026 990869.2562 113.63
Poh2 332 21 23 93 32 43 1.01 0.92 0.83 17.93117 58.62 58.62 26.356 7.9606 7.9606 16.067 16.06722 -0.586 -0.5859 822484.741 990878.7272 113.414
Ged1 320 0 6 93 33 3 1.519 1.4 1.281 23.70871 46.27 46.27 14.002 5.7363 5.73632 23.004 23.00429 -1.426 -1.4262 822482.516 990885.6643 112.574
Ged2 277 35 23 94 15 26 1.432 1.342 1.251 18.00026 3.85 3.85 -28.410 -8.5642 -8.5642 15.832 15.83236 -1.236 -1.2364 822468.216 990878.4924 112.764
P0 0 0 0 87 43 4 1.729 1.455 1.181 54.7131
136.129 136.127 -31.617 -26.788 -26.997 43.515 43.533 -2.370 -2.647 822461.18 990959.731 111.353
P2 136 7 46 92 32 33 1.816 1.56 1.304 51.09925
Ged1 70 54 22 89 22 31 1.246 1.156 1.066 17.99786 70.906 70.906 263.162 -17.87 -17.87 -2.143 -2.14297 0.4992 0.49925 822470.31 990914.055 111.853
Tl1 200 47 19 94 51 22 0.932 0.861 0.79 14.09824 200.789 200.789 33.044 7.6876 7.68756 11.818 11.81786 -0.6 -0.277 -0.5998 822495.87 990928.016 110.754
Sblm Jl1 266 47 44 91 0 55 1.036 0.95 0.864 17.1946 266.796 266.796 99.051 16.98 16.9805 -2.705 -2.70498 0.2043 0.20428 822505.16 990913.493 111.558
P1 1.459 0.002 -0.209 0.0184
Sbjl1 258 52 26 91 0 57 1 0.88 0.76 23.99246 258.874 258.874 91.129 23.988 23.9878 -0.473 -0.47292 0.1536 0.15358 822512.17 990915.725 111.507
Sblm Jl2 312 13 15 90 35 15 0.481 0.346 0.211 26.99716 312.221 312.221 144.476 15.686 15.6864 -21.97 -21.9723 0.8362 0.83617 822503.87 990894.226 112.189
Sbjl2 304 40 4 89 39 25 0.797 0.63 0.463 33.3988 304.668 304.668 136.923 22.811 22.8106 -24.4 -24.3958 1.029 1.02898 822510.99 990891.802 112.382
Tl2 91 32 33 90 37 42 1.06 0.9 0.74 31.99615 91.543 91.543 283.798 -31.073 -31.073 7.6311 7.631098 0.2081 0.2081 822457.11 990923.829 111.561
Poh3 15 16 16 91 13 24 0.73 0.687 0.644 8.59608 15.271 15.271 207.527 -3.9728 -3.9728 -7.623 -7.62297 0.5884 0.58844 822484.21 990908.575 111.942
P1 0 0 0 86 34 33 1.186 0.93 0.674 51.01735
89.937 89.935 238.318 -23.146 -23.258 -14.285 -14.276 -0.486 -0.763 822437.93 990945.456 110.590
P3 89 56 12 89 50 42 1.946 1.81 1.674 27.1998
Sblm Jl 239 0 26 91 32 54 1.708 1.56 1.412 29.57839 239.007 239.007 27.390 13.607 13.6075 26.262 26.26248 -1.11 -1.1095 822474.79 990985.994 109.481
P2 1.25 Sblm Jl1 241 6 12 91 19 38 1.72 1.538 1.356 36.38047 241.103 0.0013 241.103 29.486 17.907 -0.111 17.907 31.668 0.0098 31.66823 -1.131 -1.1309 822479.09 990991.399 109.459
Sblm Jl2 224 2 11 91 9 7 2.286 2.1 1.914 37.18497 224.036 224.036 12.419 7.9972 7.9972 36.315 36.31482 -1.598 -1.5977 822469.18 990996.046 108.992
Lpngn1 9 35 42 90 7 47 0.855 0.795 0.735 11.99994 9.595 9.595 157.978 4.4995 4.49953 -11.12 -11.1244 0.4278 0.42783 822465.68 990948.607 111.018
Lpngn2 6 16 40 87 38 20 1.363 1.33 1.297 6.588798 6.278 6.278 154.661 2.8199 2.81986 -5.955 -5.95489 0.1917 0.19167 822464 990953.776 110.782
PERHITUNGAN THEODOLITE
Rumus :
Sudut Datar = Sudut Muka - Sudut Belakang
◦ ' " ◦ ' " ◦ ' "
P0 = 318 15 20 - 273 44 5 = 44 31 15
P1 = 136 7 46 - 0 0 0 = 136 7 46
P2 = 89 56 12 - 0 0 0 = 89 56 12
P3 = 101 10 36 - 0 0 0 = 101 10 36
P4 = 168 14 40 - 0 0 0 = 168 14 40
∑ 540 0 29
Rumus :
Koreksi = (( 2 x Banyaknya Jumlah Patok ) - 4 ) x 90
Koreksi = ( ( 2n ) - 4 ) x 90 = ((2 x 5 ) - 4 ) x 90
= 540 0 0
Rumus :
Selisih Sudut Datar = Jumlah Sudut Datar - Koreksi Sudut
◦ ' "
Jumlah Sudut Datar = 540 0 29
Koreksi Sudut Datar = 540 0 0
-
Selisih Sudut Datar = 0 0 29 ( 0.008056 )
Rumus :
Sudut Datar Selisih Sudut
Koreksi Perpatok = x
Jumlah Sudut Datar Datar
44.5208333
P0 = x 0.0080556 = 0.00066
540.008056
P1 = 136.129444 x
0.0080556 = 0.00203
540.008056
P2 = 89.9366667 x
0.0080556 = 0.00134
540.008056
P3 = 101.176667 x
0.0080556 = 0.00151
540.008056
P4 = 168.244444 x
0.0080556 = 0.00251
540.008056
Rumus :
Sudut Terkoreksi = Sudut Datar - Koreksi Perpatok
6. Perhitungan Azimuth
Rumus :
Azimuth
Azimuth = + Sudut Pn - 180
Awal
Rumus :
Jarak Datar Optis = ( BA - BB ) x 100 x Sin2V
Rumus :
∆X = Jarak Datar Optis x Sin Azimuth
∆Y = Jarak Datar Optis x Cos Azimuth
a. Selisih Koordinat ∆X
Rumus :
δX ∑∆X x
= - D
∑D
δY ∑∆Y x
= - D
∑D
a. Koreksi Koordinat δX
0.91394191
P0 = - x 54.7663865 = -0.222276684
225.184644
0.91394191
P1 = - x 51.0992462 = -0.207393105
225.184644
0.91394191
P2 = - x 27.1998009 = -0.11039402
225.184644
0.91394191
P3 = - x 54.1917036 = -0.219944256
225.184644
0.91394191
P4 = - x 37.9275065 = -0.153933843
225.184644
∑ -0.913941908
b. Koreksi Koordinat δY
-0.0831951
P0 = - x 54.7663865 = 0.020233607
225.184644
-0.0831951
P1 = - x 51.0992462 = 0.018878771
225.184644
-0.0831951
P2 = - x 27.1998009 = 0.010049049
225.184644
-0.0831951
P3 = - x 54.1917036 = 0.020021289
225.184644
-0.0831951
P4 = - x 37.9275065 = 0.014012432
225.184644
∑ 0.083195147
Rumus :
X = ∆X + δX
Y = ∆Y + δY
a. Koordinat Terkoreksi X
b. Koordinat Terkoreksi Y
Rumus :
X = X0 + Xterkoreksi
Y = Y0 + Yterkoreksi
a. Koordinat X
b. Koordinat Y
Rumus :
Jarak Optis
Beda Tinggi = TA - BT +
Tan V
54.76638654
P0 = 1.445 - 1.194 = -1.105793281
Tan 91 25 9
51.09924618
P1 = 1.459 - 1.56 = -2.370018391
Tan 92 32 33
27.19980094
P2 = 1.25 - 1.81 = -0.486417278
Tan 89 50 42
54.19170363
P3 = 1.25 - 1.7 = 0.220518094
Tan 89 17 28
37.92750646
P4 = 1.3 - 0.6 = 2.358161439
Tan 87 29 48
∑ -1.383549416
Rumus :
∑ Beda Tinggi
Koreksi =
Jumlah Patok
-1.3835494
Koreksi = = -0.27671
5
Rumus :
Beda Tinggi Terkoreksi = Beda Tinggi + Koreksi
Rumus :
Tinggi Titik = Titik Awal + Beda Tinggi Terkoreksi
Rumus :
Sudut Datar = Sudut Muka - Sudut Belakang
◦ ' " ◦ ' " ◦ ' " ◦ ' "
P0 J1 = 82 1 19 - 273 44 5 = -192 17 14 = 167 42 46
J2 = 72 56 29 - 273 44 5 = -201 12 24 = 158 47 36
Jem1 = 2 39 10 - 273 44 5 = -272 55 5 = 87 4 55
Jem2 = 15 15 4 - 273 44 5 = -259 30 59 = 100 29 1
Poh1 = 324 48 26 - 273 44 5 = 51 4 21
P1 Ged1 = 70 54 22 - 0 0 0 = 70 54 22
Tl1 = 200 47 19 - 0 0 0 = 200 47 19
Sblm Jl1 = 266 47 44 - 0 0 0 = 266 47 44
Sbjl1 = 258 52 26 - 0 0 0 = 258 52 26
Sblm Jl2 = 312 13 15 - 0 0 0 = 312 13 15
Sbjl2 = 304 40 4 - 0 0 0 = 304 40 4
Tl2 = 91 32 33 - 0 0 0 = 91 32 33
Poh3 = 15 16 16 - 0 0 0 = 15 16 16
P3 Mimbar1 = 47 38 22 - 0 0 0 = 47 38 22
Mimbar2 = 35 37 2 - 0 0 0 = 35 37 2
Sblm Jl = 284 21 58 - 0 0 0 = 284 21 58
Sbjl = 284 21 58 - 0 0 0 = 284 21 58
Rumus :
Azimuth Sudut
Azimuth = + - 180
Awal Pn
Rumus :
Jarak Datar Optis = ( BA - BB ) x 100 x Sin2V
◦ ' "
2
P0 J1 = ( 1.48 - 1.32 ) x 100 x Sin 88 16 4 = 15.9853799
2
J2 = ( 1.61 - 1.37 ) x 100 x Sin 88 16 2 = 23.9780558
Muhammad Multazam (F 111 19 054) | Civil Engineering 19
Survey dan Pemetaan 2019
Rumus :
∆X = Jarak Datar Optis x Sin Azimuth
∆Y = Jarak Datar Optis x Cos Azimuth
a. Selisih Koordinat ∆X
b. Selisih Koordinat ∆Y
Rumus :
X = X0 + Xterkoreksi
Y = Y0 + Yterkoreksi
a. Koordinat X
b. Koordinat Y
Rumus :
Beda Jarak Optis
= TA - BT +
Tinggi Tan V
Rumus :
Tinggi Titik = Titik Awal + Beda Tinggi Terkoreksi
MATA KULIAH
NAMA TUGAS
THEODOLITE
DOSEN PEMBIMBING
Nur Hidayat, ST, MT
Nip : 19680618 199903 1 002
DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
V DI GAMBAR OLEH
SKALA 1: 1000
Muhammad Multazam
LEGENDA F 111 19 054
NAMA GAMBAR SKALA
MATA KULIAH
NAMA TUGAS
THEODOLITE
DOSEN PEMBIMBING
Nur Hidayat, ST, MT
Nip : 19680618 199903 1 002
DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
V DI GAMBAR OLEH
SKALA 1: 1000
Muhammad Multazam
F 111 19 054
NAMA GAMBAR SKALA
MATA KULIAH
Sblm
Sblm
Sblm
SURVEI DAN PEMETAAN
Sbjl
Sblm
NAMA TUGAS
P2
Lpngn2 THEODOLITE
Lpngn1
P3
Mimbar2
Mimbar1
DOSEN PEMBIMBING
Tl1
Nur Hidayat, ST, MT
Tl2
Nip : 19680618 199903 1 002
P1 Sbjl1
Ged1
Sblm
Ged4 Poh3
Erwin Affandi, ST, MT
Nip :
Ged3
P4
Ged5
Sblm DI PERIKSA ASISTENSI
Sbjl2
Ged2
Ged1
Ged1
Jem1
Jem2
F 111 16 069
Poh1
P0
DI SETUJUI KORDINATOR
MATA KULIAH
J1
J2
Harly Hamad, ST. MT
Nip : 19700105 20003 1 002
V DI GAMBAR OLEH
SKALA 1: 1000
Muhammad Multazam
F 111 19 054
NAMA GAMBAR SKALA
MUHAMMAD MULTAZAM
F 111 19 054
Survey dan Pemetaan 2019
A. KESIMPULAN
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan pesawat waterpass, dan theodolith kita dapat mengetahui
perbedaan elevasi suatu daerah dan mengukur luasnya, kemudian kita dapat mengetahui berapa jumlah volume
timbunan dan galian yang kita butuhkan sehingga kita dapat membuat perencanaan di suatu tempat.
Pengukuran menggunakan Waterpass prinsipnya adalah mengukur tinggi bidik alat sipat datar outfit
dilapangan menggunakan rambu ukur sehingga diperoleh ketinggian suatu dataran tanah, gambaran kontur,
dan dapat dihitung titik profil memanjang dan profil melintang.
Dalam pengukuran menggunakan theodolith kita dapat mengetahui perbedaan ketinggian sebidang
tanah, dan membuat kontur tanah tersebut.
B. SARAN
a. Pada setiap kali melakukan pengukuran, sebaiknya alat terlebih dahulu dikalibrasikan baik
saat penyimpanan maupun saat berada dilapangan, dan pada saat penyetelan alat harus
dilakukan sesuai dengan prosedur kerja agar data yang dihasilkan tidak salah.
b. Agar waktu pelaksana praktikum dapat dipercepat sehingga pembuatan laporan tidak terburu-
buru.
c. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang besar, sebaiknya dalam menjalanakan
praktikum, praktikkan harus dibimbing sebaik-baiknya mengingat praktikkan baru pertama kali
melakukan pengukuran seperti ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun, ‘Penuntun Praktikum Survey dan Pemetaan 2020’. Fakultas Teknik Universitas
Tadulako, Palu.
Survey dan Pemetaan, Diklat. Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu Sulawesi Tengah
Google Earth
http://www-catatankecil.blogspot.com/2012/05/survey-dan-pemetaan.html
https://ilmusurveypemetaan.wordpress.com/2012/05/17/materi-2-manfaat-pekerjaan-survey-dan
pemetaan/
http://alfrisurveyor.blogspot.com/2012/12/teknik-survey-dan-pemetaan.html
http://lmronsolihin.blogspot.com/
http://yuliherisantoso123.blogspot.com/2013/02/blog-survey-pemetaan.html
http://sdwicahyo99.blogspot.com/2012/12/1.html
MUHAMMAD MULTAZAM
F 111 19 054
Survey dan Pemetaan 2019
Lampiran
Gambar 1 Gambar 2
Wooden Tripod untuk Theodolith
Tampilan Alat Ukur Water Pass AC-2s And Auto Level
Gambar 3 Gambar 4
Gambar 5 Gambar 6
Station Nikon
Gambar 7 Gambar 8
Gambar 9 Gambar 10
Lampiran