M
T
S
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU UKUR TANAH
WATERPASS DAN TOTAL STATION
KELOMPOK 12
Dikerjakan Oleh:
MELLYANA MORATO
92211410141075
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL (S1)
UNIVERSITAS SINTUWU MAROSO
POSO - SULAWESI TENGAH
TAHUN 2023
H
M
T
S
LEMBAR PENGESAHAN
NPM : 92211410141075
Kelas :B
Telah mengikuti dan telah menyelesaikan seluruh praktikum Ilmu Ukur Tanah dengan
baik. Modul praktikum yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut :
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Ilmu
Ukur Tanah ini tepat waktu.
Praktikum ilmu ukur tanah ini merupakan suatu hal yang wajib bagi seluruh
mahasiswa yang memprogram matakuliah ini. Hal ini bertujuan untuk menerapkan teori
yang di dapatkan di ruang kuliah dan di lapangan secara langsung.
Penyusun
MELLYANA MORATO
92211410141075
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ( )
DAFTAR ISI ( )
METODOLOGI
2.1 Tujuan ( )
A. Definisi Waterpass ( )
METODOLOGI
1.1 Tujuan ( )
1.2 Alat dan Bahan ( )
1.3 Tinjauan Pustaka ( )
A. Arti dan Tujuan Ilmu Ukur Tanah ( )
B. Dimensi – Dimensi Yang Dapat Diukur ( )
C. Prinsip Dasar Pengukuran ( )
D. Peta dan Jenis – Jenis Peta ( )
E. Pengukuran Polygon ( )
1.4 Petunjuk Umum ( )
1.5 Langkah Kerja ( )
A. Menyetel Pesawat dan Memeriksa Sumbu I ( )
B. Memeriksa Sumbu II, Sumbu I, dan Garis Bidik Sumbu II ( )
C. Pembacaan Skala Lingkaran ( )
D. Pengukuran Sudut Horizontal ( )
E. Pengukuran Sudut Vertikal ( )
F. Membuat Lengkungan di Lapangan Dengan Alat
Sederhana ( )
G. Polygon Terbuka ( )
H. Polygon Tertutup ( )
1) METODOLOGI WATERPASS
2) METODOLOGI TOTAL STATION
1) WATERPASS
2) TOTAL STATION
BAB VI : PENUTUP
1) WATERPASS
2) TOTAL STATION
LAMPIRAN
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.4 Skala
Skala merupakan perbandingan jarak pada gambar dengan jarak aslinya.
Penggunaan rumus skala umumnya digunakan dalam menggambar peta maupun
denah sehingga dapat mewakili keadaan sesungguhnya. Artinya ukuran yang tertera
pada gambar lebih kecil dari ukuran sebenarnya atau biasa dikenal dengan faktor
skala. Hal tersebut hanya mengubah ukuran tanpa mengubah bentuk gambar.
Misalnya :
Peta dengan skala 1 : 200
Artinya 1 cm diatas kertas sama dengan 200 cm di lapangan.
a) Cara grafis
Alat ukur menyipat datar ditempatkan antara titk A dan B, sedang
diantar titik A dan B ditempat 2 mistar. Jarak dari alat ukur menyipat
datar kedua mistar, ambilah kira-kira sama, sedang alat ukur penyipat
datar tidaklah perlu terletak perlu terletak digaris lurus yanmg
menghubungkan dua titk A dan B. Arahkan garis bidik dengan
gelembung ditengah-tengah mistar A (belakang) dan mistar B (muka).
Dan misalkan pembacaan pada dua mistar berturut-turut adalah B
(belakang) dan m (muka), maka beda tinggi antara titk A dan N adalah t =
b – m.
b) Cara Analitis
Setelah beda tinggi antara dua titik ditentukan, maka tinngi satu
titik dapat dicari bila tinggi titik lainnya telah diketahui. Suatu cara untuk
menentukan tinggi suatu titik ialah dengan menggunakan tinggi garis
bidik. Dengan diketahui tinggi garis bidik, dapatlah dengan cepat dan
mudah menantukan tinggi titik – titik yang diukur. Tempatkan saja mistar
diatas titik itu, arahkan garis bidik kemistar dengan gelembung ditengah-
tengah, lakukan pembacaan pada mistar itu, seperti dilihat pada gambar
1.2 maka tinggi titik, Tt = t, Gb = tinggi garis bidik = pembacaan pada
mistar.
D. Metode Pengukuran
1) Metode pembacaan muka dan belakang (loncat)
Metode ini biasanya digunakan pada pengukuran jaringan irigasi atau
pengukuran memanjang tanpa diselingi potongan melintang, karena metode
loncat, pesawat waterpass berada ditengah-tengah antara patok 1 dan 2 atau
berada pada patok genap sedangkan rambu berada pada patok ganjil. Untuk
pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan karena pesawat tidak
berdiri disemua patok. Untuk itu digunakan garis bidik.Adapun keunggulan
dan kelemahan metode loncat adalah sebagai berikut :
Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi.
Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang tiap 25 m dibuat
potongan melintang.
Pesawat harus pas diatas patok sehingga menyulitkan pengkuran pada
areal daerah yang padat (dalam hal ini jalan).
3) Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode diatas, namun
diperhatikan bahwa dalam menentukan beda tinggi suatu wilayah metode
perhitungannya harus tersendiri tidak bisa dicampur baur karena mempunyai
prinsip berbeda.
Polygon terbuka sendiri terbagi menjadi dua yaitu terikat sempurna dan
tidak terikat sempurna. Dikatakan terikat sempurna apabila kita mempunyai
data-data koordinat pada titik awal dan titik akhir berupa data koordinat dan
elevasi (x,y,z). sedangkan terikat tidak sempurna adalah hanya mempunyai
data koordinat dan elevasi pada titik awal saja. Data koordinat tersebut bisa
di dapatkan dari benchmark.
Polygon terbuka tidak terikat sempurna ini tidak bisa dikoreksi sehingga
hanya surveyor-serveyor handal dan berpengalaman banyaklah yang bisa
menggunakan ini karna yakin ketelitian-ketelitian sudut hanya kecil. Tingkat
kesalahan pada pengukuran sangat tergantung dari pengukurannya sendiri
seberapa akurat bisa melakukannya.
2) Polygon tertutup
Polygon tertutup adalah kerangka dasar pengukuran yang membentuk
polygon segi banyak yang menutup. Yang dimaksud menutup adalah apabila
mulai dari titik satu kemudian ketitik dua dan seterusnya akan Kembali
ketitik satu lagi. Sehingga akan membentuk segi banyak. Fungsi dari kembali
ketitik awal adalah digunakan untuk mengkoreksi besaran sudut pada tiap
segi banyak tersebut.
Pada gambar diatas terlihat semua sudut teratur namun pada pengukuran
dilapangan semua sudut mempunyai besaran yang berbeda-beda. Pada
prinsipnya yang perlu diingat adalah penentuan jumlah titik polygon disesuaikan
dengan kondisi lapangan. Misalkan yang diukur lahan yang sangat luas maka
menbutuhkan banyak titik polygon. Usahakan menggunakan sedikit titik polygon
yang terpenting menutup. Semakin banyak titik polygon maka tingkat kesalahan
sudut semakin besar.
B. Garis Kontur
1) Garis kontur adalah garis yang menghubungkan antara titik yang mempunyai
ketinggian yang sama dari suatu ketinggian/bidang acuan tertentu. Garis ini
merupakan garis yang kontinue dan tidak dapat bertemu atau memotong garis
kontur lainnya, kecuali dalam keadaan kritis seperti jurang atau tebing.
Keadaan curaman dari suatu lereng dapat ditentukan dari jarak interval
kontur dan jarakjarak horizontal antara dua buah garis kontur ini menyangkut
beda tinggi.
2) Syarat – syarat kontur
Kegunaan dan pengembangan dari pengukuran apabila perencanaan
dibutuhkan untuk pekerjaan detail dan interval kontur yang kecil sangat
dibutuhkan
Untuk daerah kecil : 0,5 m
Untuk daerah luas : 1 sampai 2 m 2.
Skala dari peta Biasanya untuk skala kecil interval kontur harus besar,
jika tidak detail yang penting akan tidak tergambar dikarenakan
banyaknya garis kontur yang digambarkan dengan interval yang kecil.
Merupakan Garis kontinue.
Tidak memotong garis kontur lainnya
Tidak dapat bercabang menjadi garis – garis kontur lainnya atau baru.
3) Metode pengambaran garis kontur
Cara Grafis
Dengan cara ini garis kontur diikuti secara fisis –ada permukaan
bumi.Pekerjaan ini kebalikan dari cara kerja sipat datar dimana titik akhir
ketinggian adalah merupakan titk yang akan diketahui dan diperlukan
pada penarikan garis kontur.
Cara Analitis
Dengan cara ini garis kontur tidak dapat dibuat dengan langsung,
kecuali melaui beberapa titik tinggi yang ditentukan dan posisi garis-
garis kontur ditentukan dengan cara interpolasi. Cara ini dilakukan
dengan 3 tahap:
Penentuan garis (jaringan)
Sifat datar.
BAB II
2.1 Tujuan
1) Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran profil memanjang dan profil
melintang.
2) Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran peta situasi dengan menyipat datar.
3) Mahasiswa dapat melaksanakn perhitungan kuantitas / volume hasil pekerjaan.
4) Mahasiswa dapat menggambar hasil pengukuran.
5) Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat.
6) Mahasiswa dapat membaca skala lingkaran pada pesawat waterpass.
2.2.1 Alat
Payung
Patok
Buku
Polpen
2.2.2 Bahan
Waterpass
Statif
Bak ukur
Unting – unting
2.1 Tinjauan Pustaka
A. Definisi Waterpass
Adapun nama bagian – bagian utama dari alat ukur waterpass beserta fungsinya,
sebagai berikut :
d1 =d2 = d3 Maka
dx = ⅓ cy
P= d + h1
cp = c – p
dx = ½ c p → x = d - dx y = c – cy
P0 P 1 P2 P 3 P4
BT = BA + BB
P 0 a b P0 a = √(P1a)2 – (P1P0)2
P0 b = √(P1b)2 – (P1P0)2
P 1
Dimana :
a a a
P0 P1 P2
d d d
Menghi
tung beda tinggi patok utama:
(BT di P0 – TA di P1 ) dan
∆h P ₁ P ₂ = TA – BT (untuk pembacaan ke depan)
BAB III
3.1 Tujuan
1) Mahasiswa dapat mengetahui prinsip penggunaan Total Station
2) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut horizontal dan sudut vertikal dan
menghitung jarak atas dasar pengukuran sudut rambu
3) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut dengan metode yang berbeda-
beda
4) Mahasiswa dapat melakukan perhitungan atas dasar hasil ukur
5) Mahasiswa dapat menggambarkan situasi dan menghitung luasan areal.
3.2.1 Alat
Pesawat Total Station
Statif
Rambu ukur
3.2.2 Bahan
Jenis-jenis peta:
1) Untuk tujuan teknis:
Peta topografi untuk perencanaan.
Peta top Dam untuk keperluan perang.
Peta atlas untuk ilmu bumi di SD, SLTP, SLTA.
2) Untuk tujuan non teknis :
Peta pariwisata atau perjalanan.
Peta masalah sosial : kependudukan, daerah kumuh, dll.
Sebuah peta topografi yang baik terdiri dari bagian – bagian yaitu :
1) Rangka peta terdiri dari polygon.
2) Situasi / detail.
3) Garis ketinggian
4) Titik kontrol tetap.
E. Pengukuran polygon
Pengukuran polygon dimaksud menghitung koordinat, ketinggian tiap –
tiap titik polygon untuk itu kita mengadakan pengukuran sudut dan jarak
dengan mengikat pada satu titik tetap seperti titik triagulasi, jembatan dan
lain – lain yang sudah diketahui koordinat dan ketinggiannya.
1) Pengukuran sudut dan jarak
Sudut diukur dengan alat ukur theodolite dengan mengarahkan
teropong pada arah tertentu dan kita akan memperoleh pembacaan
tertentu pada plat lingkaran horizontal alat tersebut. Dengan bidikan
tersebut, selisih pembacaan kedua dan pertama merupakan sudut dari
kedua arah tersebut. Jarak dapat diukur dengan roll meter, EDM atau
secara optis dengan theodolite seperti di bawah ini :
BA = Benang Atas
BT = Benang Tengah
BB = Benang Bawah
Polygon Tertutup
Pada polygon ini dititik awal dan titik akhir merupakan satu
yang sama. Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus
diatas maka harus diratakan sehingga memenuhi syarat diatas.
3) Menghitung Azimuth
Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung
haruslah ditentukuan lebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan
azimuth awal dapat dilakukan dengan cara magnetis(kompas) atau
pengamatan matahari.
Azimuth B-C adalah azimuth A-B + β c-180 dan seterusnya
dimana α adalah sudut datar dari masing-masing titik.
4) Menghitung koordinat
Setelah azimuth dan arah datar telah dihitung, maka kita dapat
menghitung koordinat titik-titik polygon. Perhitungan dimulai dengan
mencari selisih koordinat ¿X dan ∆ Y).
Rumus perhitungan selisih koordinat:
D.sin a untuk∆ X
D.cos a untuk ∆ Y
Dimana: D= jarak datar
a= azimuth
Perhitungan dimulai dari titik awal yang sudah diketahui
koordinatnya kemudian ditambah atau dikurangi dengan selisih
koordinat terkoreksi.
5) Menghitung beda tinggi
Jika menggunakan waterpass, beda tinggi=pembacaan
belakang-pembacaan muka, jika menggunakan theodolite, beda
tinggi(∆ h)=D’sin β sudut kemiringan lereng
6) Koreksi beda tinggi
Untuk polygon tertutup Ʃ∆ h=0, jika Ʃ∆ h tidak sama dengan 0
maka besarnya kesulitan harus dibagikan ke masing-masing titik.
PC = QD = Y
Maka dalam hal ini terdapat kesalahan garis bidik tidak tegak lurus
sumbu II, tapi sumbu II telah sumbu I.
Membidik teropong C.
Dengan sekrup koreksi diafragma, garis bidik digeser hingga
berhimpit dengan titik P.
Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diputar dari atas
kebawah atau sebaliknya garis bidik akan melukiskan PTQ.
d) Sewaktu teropong dibidik ketitik P, garis bidik akan menunjuk ketitik
G sebelah kanan atau kiri titik P dan sewaktu teropong dibidik ketitik
Q garis bidik akan menunjuk ketitik H, sebelah kanan atau kiri titik Q,
tapi PQ = a ≠ QH = b. Maka hal ini menunjukkan adanya kesalahan
kombinasi, yaitu sumbu II tidak tegak lurus sumbu I dan garis bidik
tidak tegak lurus sumbu II.
Menghitung besarnya x dan y.
Membidik teropong ke skala atas (titik G).
Memutar sekrup koreksi sumbu II sedemikian rupa hingga
pembacaan skala = Y (Y = pengaruh tidak tegak lurusnya garis
bidik terhadap sumbu II).
Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong dibidikkan ke segala
arah maupun bawah permukaan sama dengan y dan terletak pada
belahan yang sama terhadap garis PTQ yang berarti sumbu II telah
tegak lurus sumbu I.
Membidik kembali teropong ke skala atas.
Memutar sekrup koreksi diafragma sedemikian rupa hingga garis
bidik menunjuk skala nol (berhimpit dengan titik P).
Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diarahkan dari atas
kebawah atau sebaliknya garis bidik tetap berhimpit dengan PTQ.
Pesawat telah baik.
H. Polygon Tertutup
Untuk polygon tertutup ini, pada prinsipnya langkah kerja dalam pengukuran
sama dengan Langkah kerja polygon terbuka.
Hanya bedanya :
Untuk polygon terbuka :
a) Pada ujung awal polygon diperlukan suatu titik K yang tentu dan sudut
jurusan yang tentu pula.
b) Supaya keadaan menjadi simetris, maka pada ujung akhir dibuat titik yang
tentu pula dan ikatan pada jurusan yang tentu pula.
Untuk polygon terutup :
a) Pada pengukuran cukup diperlukan suatu titik tertentu saja atau beberapa
titik tertentu dan sudut jurusan yang tentu pula pada awal pengukuran.
b) Pengukuran akhir harus kembali (menutup) ketitik awal.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI WATERPASS
Waktu dan tempat
1) Praktikum Penggunaan Pesawat Waterpass
Hari dan Tanggal : Jumat, 15 Maret 2023
Waktu : 01:00 - selesai
Lokasi : Jln. Poros Lembomawo – Tagolu
P4 1,290
P4-P3 2,021 1,861 1,700
P4-A 1,298 1,269 1,240
P4-B 1,381 1,350 1,318
P4-C 1,495 1,450 1,405
P4-D 1,413 1,392 1,371
P4-E 1,729 1,699 1,668
P4-P5 1,339 1,220 1,100
P6 1,278
P6-P5 1,300 1,195 1,090
P6-A 1,178 1,163 1,148
P6-B 1,277 1,243 1,208
P6-C 1,607 1,561 1,515
P6-D 1,495 1,472 1,448
P6-E 2,095 2,057 2,018
P6-P7 1,408 1,257 1,106
P8 1,300
P8-P7 1,449 1,267 1,085
P8-A 1,359 1,337 1,315
P8-B 1,413 1,383 1,353
P8-C 1,819 1,769 1,719
P8-D 1,438 1,413 1,388
P8-E 1,792 1,261 1,706
P8-P9 1,412 1,261 1,110
P10 1,320
P10-P9 1,555 1,400 1,270
P10-A 1,325 1,298 1,273
P10-B 1,343 1,308 1,789
P10-C 1,873 1,831 1,323
P10-D 1,362 1,343 1,549
P10-E 1,605 1,577 1,245
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SINTUWU MAROSO
Jl.P.Timor No.01 Telp(0452)21257,21737 Fax.(0452) 324242 Kode Pos 94619 Poso
PENGUKURAN WATERSPASS
LOKASI :
BIDANG ILMU Kelurahan TANGGAL : 8 SURVEYOR :
MARET 2019
GEOTEKNIK Lembomawo KELOMPOK 1
P2 1,278
P2-P1 1,828 1,703 1,578
P2-A 1,259 1,293 1,213
P2-B 1,453 1,417 1,380
P2-C 1,869 1,829 1,789
P2-D 1,387 1,368 1,348
P2-E 1,905 1,868 1,830
P2-P3 0,813 0,714 0,614
BAB V
PERHITUNGAN WATERPAS DAN TOTAL STATION
∆ P0 – P1 = TA P0 – BT P1
=1,362 – 1.054
= 0,308 + 0,75
= 1,058 M
∆ P1 – P2 = BT P1 – TA P2
=1.054 – 1,278
= -0,224 + 0,75
= 0,526 M
∆ P2 – P3 = TA P2 – BT P3
=1,278 – 0,714
= 0,564 + 0,75
= 1,314 M
∆ P3 – P4 = BT P3 – TA P4
=0,714 – 1,290
= -0,576 + 0,75
= 0,174 M
∆ P4 – P5 = TA P4 – BT P5
=1,290 – 1,220
= 0,07 + 0,75
= 0,058 M
∆ P5 – P6 = BT P5 – TA P6
=1,220 – 1,278
= -0,058 + 0,75
= 0,692 M
∆ P6 – P7 = TA P6 – BT P7
= 1,278 – 1,257
= 0,021 + 0,75
= 0,729 M
∆ P7 – P8 = BT P7 – TA P8
=1,257 – 1,300
= -0,043 + 0,75
= 0,707 M
∆ P8 – P9 = TA P8 – BT P9
=1,300 – 1,261
= 0,039 + 0,75
= 0,711 M
∆ P9 – P10 = BT P9 – TA P10
= 1,261– 1,320
= -0,059 + 0,75
= 0,691 M
P10 :
P10 - A = {(BA P10-A) - (BB P10-A)} x 100
=(1, 325 – 1,270) x 100
=5,5 M
P10 - B = {(BA P10-B) - (BB P10-B)} x 100
=(1,343 – 1,273) x 100
=7 M
P10 -C = {(BA P10-C) - (BB P10-C)} x 100
=(1,873 – 1,789) x 100
=8,4 M
P10 -D = {(BA P10-D) - (BB P10-D)} x 100
=(1,362 – 1,323) x 100
=3,9 M
P2 :
(A) = TA P2 – BT A
=1,278 – 1,236
=0,042 + 0,75
= 0,792 M
(B) = TA P2 – BT B
=1,278 – 1,417
= -0,139 + 0,75
= 0,611 M
(C) = TA P2 – BT C
=1,278 – 1,829
= -0,467 M + 0,75
= 0,283 M
(D) = TA P2 – BT D
=1,278 – 1,368
= -0,09 M + 0,75
= 0,66 M
(E) = TA P2 – BT E
=1,278 – 1,868
= -0,59 + 0,75
= 0,16 M
P4 :
(A) = TA P4 – BT A
= 1,290 – 1,269
= 0,021 + 0,75
= 0,771 M
(B) = TA P4 – BT B
=1,290 – 1,350
= -0,06 + 0,75
= 0,68 M
(C) = TA P4 – BT C
=1,290 – 1,450
= -0,16 + 0,75
= 0,59 M
(D) = TA P4 – BT D
=1,290 – 1,392
= -0,102 + 0,75
= 0,648 M
(E) = TA P4 – BT E
=1,290 – 1,699
= -0,409 + 0,75
= 0,314 M
P6 :
(A) = TA P6 – BT A
= 1,278 – 1,163
= 0,115 + 0,75
= 0,865 M
(B) = TA P6 – BT B
= 1,278 – 1,243
= 0,035 + 0,75
= 0,785 M
(C) = TA P6 – BT C
= 1,278 – 1,561
= -0,283 + 0,75
= -0,283 M
(D) = TA P6 – BT D
=1,278 – 1,472
= -0,194 + 0,75
= 0,556 M
(E) = TA P6 – BT E
= 1,278 – 2,057
= -0,779 + 0,75
= -0,029 M
P8 :
(A) = TA P8 – BT A
= 1,300 – 1,337
= -0,037 + 0,75
= 0,713 M
(B) = TA P8 – BT B
= 1,300 – 1,383
= -0,083 + 0,75
= 0,667 M
(C) = TA P8 – BT C
= 1,300 – 1,769
= -0,469 + 0,75
= 0,281 M
(D) = TA P8 – BT D
= 1,300 – 1,413
= -0,113 M + 0,75
= 0,637 M
(E) = TA P8 – BT E
=1,300 – 1,261
= 0,039 + 0,75
= 0,789 M
P10 :
(A) = TA P10 – BT A
=1,320 – 1,298
= 0,022 + 0,75
= 0,772 M
(B) = TA P10 – BT B
=1,320 – 1,308
= 0,012 + 0,75
= 0,762 M
(C) = TA P10 – BT C
=1,320 – 1,831
= -0,511 + 0,75
= 0,239 M
(D) = TA P10 – BT D
=1,320 – 1,343
= -0,023 + 0,75
= 0,727 M
(E) = TA P10 – BT E
=1,320 – 1,577
= -0,257 + 0,75
= 0,493 M
VI. Menghitung Titik Tinggi Detail (TTD)
P0 :
(A) = TT P0 ± ∆T A
= 0 + 0,819
=0,819 M
(B) = TT P0 ± ∆T B
= 0 + 0,831
= 0,831 M
(C) = TT P0 ± ∆T C
= 0 + 0,424
= -0,424 M
(D) = TT P0 ± ∆T D
= 0 + 0,711
= 0,711 M
(E) = TT P0 ± ∆T E
= 0 + 0,479
= 0,479 M
P2 :
(A) = TT P2 ± ∆T A
= 1,584 + 0,792
= 2,376 M
(B) = TT P2 ± ∆T B
= 1,584 + 0,611
= 2,195 M
(C) = TT P2 ± ∆T C
= 1,584 + 0,283
= 1,867 M
(D) = TT P2 ± ∆T D
= 1,584 + 0,66
= 2,244 M
(E) = TT P2 ± ∆T E
= 1,584 + 0,16
= 1,744 M
P4 :
(A) = TT P4 ± ∆T A
= 3,072 + 0,771
= 3,843 M
(B) = TT P4 ± ∆T B
= 3,072 + 0,68
= 3,752 M
(C) = TT P4 ± ∆T C
= 3,072 + 0,59
= 3,662 M
(D) = TT P4 ± ∆T D
= 3,072 + 0,648
= 3,72 M
(E) = TT P4 ± ∆T E
= 3,072 + 0,314
= 3,386 M
P6 :
(A) = TT P6 ± ∆T A
= 3,822 + 0,865
= 4,687 M
(B) = TT P6 ± ∆T B
= 3,833 + 0,785
= 4,607 M
(C) = TT P6 ± ∆T C
= 3,822 + (-0,283)
= 3,539 M
(D) = TT P6 ± ∆T D
= 3,822 + 0,556
= 4,378 M
(E) = TT P6 ± ∆T E
= 3,822 + (-0,029)
= 3,793 M
P8 :
(A) = TT P8 ± ∆T A
= 5,258 + 0,713
= 5,971 M
(B) = TT P8 ± ∆T B
= 5,258 + 0,667
= 5,925 M
(C) = TT P8 ± ∆T C
= 5,258 + 0,281
= 5,539 M
(D) = TT P8 ± ∆T D
= 5,258 + 0,637
= 5,895 M
(E) = TT P8 ± ∆T E
= 5,258 + 0,789
= 6,047 M
P10 :
(A) = TT P10 ± ∆T A
= 6,66 + 0,772
= 7,432 M
(B) = TT P10 ± ∆T B
= 6,66 + 0,762
= 7,422 M
(C) = TT P10 ± ∆T C
= 6,66 + 0,239
= 6,899 M
(D) = TT P10 ± ∆T D
= 6,66 + 0,727
= 7,387 M
(E) = TT P10 ± ∆T E
= 6,66 + 0,493
= 7,153 M