Anda di halaman 1dari 6

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang

dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan

jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari

perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). Pengkajian dan

pemahaman yang menyeluruh tentang nyeri sangat penting bagi pemberi

perawatan kesehatan dalam penanganan nyeri yang efektif karena nyeri

tidak bisa diobservasi secara langsung, pengukuran nyeri hanya berdasar

pada laporan pasien akan adanya nyeri beserta kondisi fisiologis yang

menyertainya (Potter & Perry, 2005).

Berbagai stimulasi penyebab nyeri diolah oleh otak yang kemudian

menyampaikan pesan adanya nyeri, untuk itu jika persepsi nyeri diubah

oleh adanya penatalaksanaan nyeri dengan atau tanpa obat, maka tidak ada

lagi nyeri yang dirasakan pasien, dengan kata lain kenyamanan sebagai

kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi (Potter & Perry, 2005). Salah satu

stimulasi penyebab nyeri adalah karena adanya pembedahan. Pembedahan

atau operasi adalah semua tindak pengobatan yang menggunakan cara

invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

ditangani, pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

membuat sayatan ( Sjamsuhidayat & Jong, 2004).

Menurut studi yang dilakukan oleh asosiasi penelitian untuk nyeri

(IASP), nyeri hebat / severe pain setelah pembedahan mayor dialami oleh

10 % pasien, nyeri sedang / moderate pain dialami sekitar 30 % pasien


3

(Boni, 2010). Studi yang dilakukan di Indonesia oleh Megawati di tahun

2010, menyatakan bahwa pasien post laparotomy yang mengeluhkan nyeri

berat sebanyak 15,38%, nyeri sedang 57,7% dan nyeri ringan sebanyak

26,92%. Studi lain yang dilakukan oleh Chanif, Petpichetchian &

Chongchaeron (2013) mengatakan bahwa pasien setelah menjalani bedah

abdomen mengalami nyeri sedang dengan nilai rata-rata (mean) 5,3 pada

skala nyeri.
Nyeri setelah operasi merupakan nyeri akut yang secara serius

mengancam proses penyembuhan klien, harus menjadi prioritas perawatan.

Nyeri yang dialami pasien setelah pembedahan menghambat kemampuan

pasien untuk terlibat aktif dan meningkatkan risiko komplikasi akibat

imobilisasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi menjadi lama jika

nyeri akut tidak dikontrol. Kemajuan fisik atau psikologis tidak dapat

terjadi selama nyeri akut masih dirasakan karena pasien memfokuskan

semua perhatiannya pada upaya untuk mengatasi nyeri. Penatalaksanaan

nyeri yang efektif tidak hanya mengurangi ketidaknyamanan fisik tetapi

juga meningkatkan mobilisasi lebih awal dan membantu pasien kembali

bekerja lebih dini, megurangi kunjungan klinik, memperpendek masa

hospitalisasi dan mengurangi biaya kesehatan (Potter & Perry, 2005).

Untuk mengatasi nyeri diperlukan penatalaksanaan manajemen

nyeri melalui cara farmakologi dan non-farmakologi (Smeltzer & Bare,

2012). Pereda nyeri farmakologi dibedakan menjadi tiga kategori yakni

golongan opioid, non-opioid, dan anesthetic. Walaupun analgesik dapat

menghilangkan nyeri dengan efektif, jenis analgesik opioid mempunyai

efek samping yang harus dipertimbangkan dan diantisipasi, yakni

diantaranya depresi pernapasan, mual, muntah, konstipasi, pruritus, dan

efek toksik pada pasien dengan gangguan hepar atau ginjal. Ketorolak

(toradol) merupakan analgesik yang kemanjurannya dapat dibandingkan

dengan morfin, lazim diresepkan sebagai pereda nyeri setelah operasi di

rumah sakit, begitu juga dengan rumah sakit PKU Muhammadiyah


5

Roemani, Semarang, yang menerapkan terapi farmakologi sebagai lini

pertama dalam pengelolaan nyeri pasien setelah operasi.

Terapi non-farmakologi diperlukan sebagai pendamping terapi

farmakologi untuk mempersingkat episode nyeri yang hanya berlangsung

beberapa detik atau menit. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa

relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri setelah operasi, diantaranya yaitu

dengan latihan pernapasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided

imagery, meditasi dan relaksasi napas dalam (Smeltzer & Bare, 2012).

Beberapa penelitian tentang penerapan foot message pada pasien setelah

operasi juga telah dibuktikan dalam menurunkan nyeri (Chanif,

Petpichetchian & Chongchaeron, 2013).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk


Mengangkat judul Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Rasa Aman
Nyeri pada Kasus Soft Tissue Tumor Terhadap Tn. D di Ruang Bedah
RSUD Kepahiang”.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang penulis merumuskan
masalah bagaimana gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan dengan
Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Rasa Aman Nyeri di Ruang
Bedah RSUD Kepahiang

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memberikan gambaran pelaksanaan
asuhan keperawatan dengan Gangguan Rasa Aman Nyeri di Ruang
Bedah RSUD Kepahiang
6

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yaitu :
a. Memberikan gambaran tentang pengkajian keperawatan dengan
Gangguan Rasa Aman Nyeri di Ruang Bedah RSUD Kepahiang

b. Menentukan diagnosa keperawatan dengan Gangguan Rasa Aman


Nyeri di Ruang Bedah RSUD Kepahiang

c. Merumuskan rencana keperawatan dengan Gangguan Rasa Aman


Nyeri di Ruang Bedah RSUD Kepahiang

d. Melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan Gangguan Rasa


Aman Nyeri di Ruang Bedah RSUD Kepahiang

e. Melakukan evaluasi keperawatan dengan Gangguan Rasa Aman


Nyeri di Ruang Bedah RSUD Kepahiang

C. Manfaat Penulis
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan serta informasi yang dapat di manfaat oleh
penulis dan mahasiswa sebagai bahan bacaan dalam memberikan
asuhan keperawatan Gangguan Rasa Aman Nyeri.

2. Bagi keilmuan keperawatan


Mendapatkan pengetahuan dan gambaran dalam memberikan
asuhan keperawatan Gangguan Rasa Aman Nyeri, sehingga dapat di
aplikasikan saat memberikan pelayanan keperawatan pada pasien,
Laporan ini dapat di jadikan sebagai pedoman atau panduan bagi
perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif pada klien dengan Gangguan
Rasa Aman Nyeri.

3. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kepahiang


Mendapatkan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan sehingga
diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk memberikan
pelayanan keperawatan khususnya pada pasien dengan keluhan
Gangguan Rasa Aman Nyeri.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup laporan tugas akhir ini terbatas pada proses


pemberian Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Rasa Aman Nyeri
di Ruang Bedah RSUD Kepahiang

Anda mungkin juga menyukai