Anda di halaman 1dari 5

HEI PEMANDU, KENALI FITRAH BINAANMU:POTENSI BINAAN

Oleh :

LAILA YURIN NABILA

KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA

PENGURUS DAERAH SOLO RAYA


Hei Pemandu, Kenali Fitrah Binaanmu:Potensi Binaan

Murabbi atau pemandu berasal dari bahasa arab rabba-yarbu yang bermakna bertambah
dan tumbuh, dalam susunan lain rabba-yarubbu memperbaiki, menguasai dan
memimpin, menjaga dan memelihara. Sehingga tarbiyah mengacu pada aktivitas
penjagaan, bimbingan, pemeliharaan, arahan, dan sifatnya adalah pembentukan
kepribadian. Dan orang atau pelaksana dari aktivitas tarbiyah ini disebut murabbi.

Yang disebut sebagai murabbi ini tidak hanya terbatas pada mentor-mentor yang mengisi
kajian pekanan, atau guru-guru yang mengajar di kelas, atau kegiatan serupa lainnya. Tapi
aktivitas ini juga dilakukan orang tua kepada anaknya. Sebagaimana doa anak untuk
orangtuanya, “rabbighfirlii waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayaani shaghiiraa”,
Ya Allah ampunilah dosaku dan kedua orangtuaku dan kasihilah keduanya sebagaimana
mereka telah menyayangiku -mentarbiyah- sejak kecil. Rabbayaani memiliki asal kata
yang sama dengan tarbiyah yang sudah sedikit dibahas pada paragraf sebelumya. Jadi,
hal pokok yang perlu digarisbawahi adalah menjadi pemandu atau murabbi seharusnya
tidak terbatas dalam sebuah forum kajian saja, tapi seperti orangtua yang secara terus
menerus membimbing anaknya dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Sebelum melangkah jauh, sasaran utama objek dakwah atau binaan kita adalah
mahasiswa di kampus kita masing-masing. Kiralah penting bagi kita untuk
mengklasifikasikan objek dakwah kita. Dalam buku Bagaimana Menyentuh Hati ada tiga
kelompok manusia, yang pertama adalah manusia yang berperilaku dengan akhlak
islamiah, manusia yang berperilaku dengan akhlak asasiyah, dan manusia yang
berperilaku dengan akhlak jahiliah. Golongan pertama atau yang berperilaku akhlak
islamiah adalah yang rajin beribadah dan harus dinomorsatukan dalam agenda dakwah,
karena mereka lebih mudah untuk diajak insya Allah. Lalu golongan kedua, yang
berperilaku asasiyah yaitu orang yang tidak taat beragama tapi tidak mau terang-terangan
berbuat maksiat karena masih menghormati dirinya, mereka ini menempati urutan kedua.
Dan yang terakhir, yang berperilaku dengan akhlak jahiliah disebut dalam sabda
Rasulullah adalah sejelek-jelek teman bergaul dan mereka ini berada dalam urutan
terakhir dalam dakwah fardhiyah.

Ustadz Harry Santosa menjelaskan, bahwa manusia memiliki delapan fitrah yang sudah
Allah install sejak ditiupkannya ruh. Delapan fitrah tersebut adalah fitrah keimanan, fitrah
belajar dan bernalar, fitrah bakat dan kepemimpinan, fitrah seksualitas, fitrah estetika dan
bahasa, fitrah individualitas dan sosialitas, fitrah jasmani, dan fitrah perkembangan.
Namun tentu porsi seorang murabbi tidak bisa disamakan dengan orangtua, yang mana
orangtua pasti paham betul anaknya seperti apa jika didefinisikan berdasarkan delapan
fitrah tersebut.

Dari delapan fitrah tersebut, hal paling vital yang harus terus ditumbuhkan adalah fitrah
keimanannya, baru setelahnya ke fitrah yang lain. Maka dari itu, sangat penting bagi
murabbi untuk terus mengingatkan Kebesaran Allah kepada binaan agar terus tumbuh
kecintaannya kepada Allah.

Tentu bagi murabbi tidak bisa membentuk 8 fitrah tersebut kepada binaan. Namun, ada
satu fitrah lagi yang bisa seorang murabbi maksimalkan bagi binaan, yaitu di fitrah bakat
dan kepemimpinannya. Umumnya manusia yang berada pada usia 19 sampai 24 tahun –
usia mahasiswa pada umumnya – sudah mengenali kecondongannya pada suatu hal.
Katakanlah si A lebih mudah ketika disuruh menyanyi, atau si B lebih enjoy ketika tampil
di publik untuk public speaking, atau si C lebih suka menjadi konseptor di balik layar dan
seterusnya.

Atau jika memang belum diketahui bakatnya, bisa dilihat dari statistik kegiatan mentoring
pekanannya seperti apa. Amati setiap gerak-geriknya, bisa juga dilihat ketika ada momen
menyampaikan pendapat, bagaimana responnya. Atau ketika merencanakan untuk
membuat kegiatan bersama-sama, bagaimana dia ikut terlibat mengorganisir kegiatan
tersebut.

Tahap selanjutnya untuk menumbuhkan bakat yang sudah ada menurut ustadz Harry
Santosa adalah dengan mengenalkan dengan “tokoh” yang sudah lama berkecimpung di
bidang tersebut lalu berikan kesempatan untuk magang disana. Hal serupa dapat
diterapkan bagi binaan, berikan jadwal untuk bertemu dengan tokoh, mungkin cukup
untuk skala kampus terlebih dahulu lalu berikan kesempatan untuk magang di UKM yang
ada di kampus yang sesuai dengan bakatnya, letakkan sesuai wadahnya. Sebagaimana
kata Einstein, “Setiap manusia jenius. Tapi jika kamu menilai ikan dari kemampuannya
memanjat pohon, seumur hidup ia akan menganggap dirinya bodoh”.
Karena kita tahu untuk meninggikan agama Allah perlu untuk beramal jamai, tidak bisa
dilakukan sendiri-sendiri. Perlu ada seseorang yang berjaga untuk setiap posnya, tentu
dengan misi yang sama. Kita sebagai pemandu, adalah salah satu upaya penjagaan untuk
binaan agar tetap berada pada fitrah yang benar. Dan terlebih daripada itu,dalam buku
Gerakan Perlawanan Dari Masjid Kampus disebutkan bahwa sebenarnya mahasiswa
adalah kekuatan siap pakai. Tentu sangat disayangkan jika siap pakai untuk hal-hal yang
buruk.

Mungkin perlu untuk diulas kembali bahwa untuk memulai sangat penting bagi kita untuk
mengenali dan mengklasifikasikan objek dakwah yang akan kita hadapi. Yang kedua
adalah sebagai murabbi wajib untuk terus mengenalkan pada kebesaran Allah. Dan yang
terakhir, saran yang bersifat sangat teknis bagi murabbi adalah mengenali bakat binaan,
mengenalkan pada tokoh, dan mengikutsertakan pada agenda yang sesuai dengan minat
bakatnya.

Wa Allahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA

As-Siisiy, A. (2004). Bagaimana Menyentuh Hati. Surakarta: Era Adicitra Intermedia.


Karyanto, U. B. (2011). Makna Dasar Pendidikan Islam. Forum Tarbiyah Vol.9 No.2,
158.
Rahmat, A., & Najib, M. (2015). Gerakan Perlawanan Dari Masjid Kampus. Surabaya:
Penerbit SAGA.
Santosa, H. (2015). Fitrah Based Education. Jakarta Selatan: Yayasan Fitrah Wirabumi
Madani.

Anda mungkin juga menyukai