Anda di halaman 1dari 4

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION) TENTANG KASUS

PENGGELAPAN MOBIL DI SURABAYA

Dengan hormat,

Kepada Bapak BG dengan ini saya menyampaikan legal opinion tertanggal 29 November
2021 ini sebagai berikut:

A. Kasus Posisi

Bahwa telah terjadi kasus penggelapan yang dilakukan oleh terduga AR (30 tahun)
dan CD (27 tahun) kepada BG (40 tahun). Adapun peristiwa hukum tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:

1. Bahwa pada Kamis tanggal 4 November 2020 pukul 08.00 WIB AR bertemu dengan
BG di Hotel Aston Surabaya
2. Bahwa pada pertemuan tersebut BG bercerita kepada AR kalau dia berniat menjual
mobilnya berupa Innova Reborn Tahun 2017 berwarna hitam dengan Nomor Polisi
L1125 KK karena BG ingin membeli mobil baru
3. Bahwa AR ingin membantu BG untuk menjualkan mobilnya melalui temannya CD
yang memiliki usaha jual beli mobil kemudian BG menyetujuinya
4. Bahwa pada pukul 11.30 WIB keduanya menuju showroom mobil milik CD yang
beralamat di Jalan Ketintang Surabaya
5. Bahwa CD menceritakan kalau dia ahli dalam menjualkan mobil dengan harga tinggi
lalu BG menyetujuinya dan menyerahkan kunci mobil serta surat-surat mobil kepada
CD
6. Bahwa setelah 2 minggu berlalu BG tidak mendapatkan kabar dari AR dan CD lalu
BG pergi menuju showroom mobil milik CD
7. Bahwa setelah sampai di showroom BG mendapat informasi dari penjaga showroom
kalau CD hanyalah seorang penjaga toko dan membantu menawarkan mobil
8. Bahwa setelahnya BG segera menghubungi CD dan AR, tetapi keduanya tidak dapat
dihubungi
9. Bahwa setelahnya BG segera menuju rumah keduanya, tetapi menurut keterangan
tetangga kalau Ar dan CD telah pindah rumah karena mereka hanya menyewa rumah
untuk sementara
B. Isu Hukum

1. Apakah perbuatan AR dan CD memenuhi unsur delik penggelapan?


2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pidana penggelapan?

C. Dasar Hukum

1. UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP atau Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana)
2. Doktrin Ahli

D. Analisa Hukum

Pemenuhan Unsur Delik Penggelapan pada Kasus Posisi

Menurut Moeljatno, Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Jadi, perbuatan pidana adalah perbuatan yang
melanggar hukum, di Indonesia perbuatan pidana sendiri telah diatur dalam KUHP. Dalam
kasus posisi ini perbuatan yang dilakukan oleh AR dan CD terdapat dugaan melakukan
penggelapan.

Perbuatan pidana penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP yang berbunyi
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”. Perbuatan AR dan
CD termasuk penggelapan sebagaimana diatur Pasal 372 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
karena telah memenuhi unsur-unsurnya. Ada beberapa unsur yang menyusunnya di antaranya
:

1. Barang siapa
2. Dengan sengaja
3. melawan hukum
4. memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
5. Barang tersebut berada dalam penguasaannya bukan karena kejahatan
6. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan
itu

Dalam kasus posisi ini, pertama, unsur barang siapa sudah jelas terpenuhi karena
tersangka yaitu AR dan CD adalah subyek hukum yang memegang hak dan kewajiban serta
telah cakap hukum menurut peraturan perundang-undangan. Selain itu, unsur barang siapa ini
tidak memandang jenis kelamin, umur, dan latar belakang. Kedua, unsur dengan sengaja juga
telah terpenuhi, kesengajaan yang terjadi adalah kesengajaan sebagai maksud. Menurut Andi
Hamzah kesengajaan sebagai maksud adalah kesengajaan yang paling sederhana karena
pelaku telah mengetahui dan menghendaki akibat dari perbuatan yang dilakukannya, pada
kasus posisi ini adalah CD mengetahui jika dia mengambil kunci dan surat mobil maka dia
akan mendapatkan mobilnya serta merugikan BG. Ketiga, usnur melawan hukum juga
terpenuhi karena perbuatan yang dilakukan AR dan CD sudah jelas bertentangan dengan
KUHP. Keempat, memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain juga telah terpenuhi. Dalam kasus posisi CD telah memiliki mobil BG baik secara nyata
maupun yuridis. Secara nyata CD memiliki kunci mobil tersebut dan secara yuridis CD telah
memiliki surat-surat mobil tersebut. Ketlima, unsur barang tersebut berada dalam
penguasaannya bukan karena kejahatan juga telah terpenuhi. S.R. Sianturi dijelaskan bahwa,
ada kekuasaan tertentu pada seseorang itu terhadap barang tersebut. Barang itu tidak mesti
nyata ada ditangannya tetapi dapat juga barang itu dititipkan kepada orang lain namun orang
lain itu memandang bahwa si penitip itulah yang berkuasa pada barang tersebut. Dalam kasus
posisi ini BG menitipkan mobil tersebut kepada CD dengan maksud agar CD menjualkan
mobilnya dengan harga yang tinggi karenanya CD menguasai mobil tersebut bukan karena
hasil dari kejahatan yang dia lakukan melainkan dari penyerahan kunci mobil dan surat-
suratnya yang diserahkan kepada CD oleh BG. Jadi, CD sudah terlebih dahulu menguasai
mobil tersebut serta penguasaan itu tidak terjadi karena kejahatan seperti pemaksaan dalam
penyerahannya, tetapi BG sendiri yang menyerahkannya dan menyetujui penyerahan itu.
Keenam, unsur orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan
perbuatan itu juga telah dipenuhi. Perbuatan turut serta atau penyertaan ini telah diatur dalam
Pasal 55 KUHP. Bahwa pada kasus posisi ini CD dalam melakukan penggelapan tidak
sendirian, tetapi mendapat bantuan dari AR sebagai perantara hubungan BG dengan CD. Jadi,
dalam hal ini AR dan CD telah bersama-sama melakukan penggelapan, AR sebagai perantara
dan CD sebagai pelaku utama.

Pertanggungjawaban Pidana Atas Penggelapan

Seperti yang disebutkan oleh Moeljatno setiap perbuatan pidana pasti memiliki
ancaman (sanksi). Pengaturan sanksi atas penggelapan juga diatur dalam pasal yang sama
yakni Pasal 372 KUHP. Pada Pasal 372 KUHP disebutkan bahwa pidana yang dapat
diajtuhkan atas penggelapan adalah penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak
enam puluh rupiah. Dalam kasus posisi ini AR dan CD dapat dikenakan Pasal 372 jo. Pasal
55 Ayat (1) ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling
banyak enam puluh rupiah

E. Kesimpulan dan Rekomendasi

Bahwa berdasarkan isu dan analisis hukum di atas saya menyimpulkan:

KESIMPULAN

1. Bahwa perbuatan yang dilakukan oleh AR dan CD telah memenuhi unsur delik
penggelapan sebagaimana diatur pada Pasal 372 KUHP
2. Bahwa perbuatan AR dan CD temasuk ke dalam penyertaan sebagaimana Pasal 55
Ayat (1) ke-1 KUHP karena terdapat keturutsertaan AR dalam menghubungkan BG
dengan CD
3. Bahwa AR dan CD dapat dijerat dengan Pasal 372 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
yaitu penggelapan dengan penyertaan dengan ancaman pidana penjara paling lama 4
tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah

REKOMENDASI

Bahwa sebaiknya BG membuat laporan tentang penggelapan yang dilakukan oleh AR


dan CD kepada kepolisian agar dapat ditindak lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai