tentang Covid 19
Jl. Poros
Palu Palolo
Desa Sidera Kec. Sigi
Biromaru Kab. Sigi
3. Pengertian
Catatan :
Tokolitik tidak diberikan pada keadaan :
1. Infeksi intrauterine
2. Solusio plasenta
3. Lethal fetal malformation
4. Kematian janin dalam Rahim (KJDR)
5. Tanda-tanda insufisiensi plasenta
6. preeclampsia
Catatan:
Jika umur kehamilan tidak diketahui dimana tidak ada data
HPHT dan USG trimester I dan II, tetapi dari pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan USG on site menunjukan kehamilan aterm
maka dikelola sesuai kehamilan postterm.
7. Diagnosis Banding - Hamil dengan IUGR
- Janin besar
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
2. NST
9. Terapi/tindakan Tergantung indikasi obstetri.
1. Pervaginam melalui induksi persalinan.
2. SC
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & - Tentukan umur kehamilan (lebih awal) sebaiknya saat UK
Rekomendasi 10-14 minggu.(Ia/A)
- Induksi persalinan saat umur kehamilan 41 minggu
menurunkan mortalitas perinatal tanpa meningkatkan
luaran yang buruk. (Ia/A)
- Monitoring dengan melakukan pengukuran volume air
ketuban, perkiraan berat janin, dan pemeriksaan KTG 2
kali seminggu. (Ia/A)
13. Indikator Medis 1. Apgar score lebih dari tujuh (90%)
2. Kontaminasi air ketuban ke paru (10%)
3. Sepsis neonatotorum (5%).
14. Edukasi 1. ASI eksklusif
2. Mobilisasi dini
3. KB post partum
15. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm
th
Pregnancy. In : Williams Obstetrics, 24 edition 2014.
2. Marino T, Norwitz E.R, Prolonged Pregnancy, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based
Approach, sixth ed 2012.
3. Albert Reece, John C. Hobbins. Prolonged Pregnancy. In :
rd
Clinical Obstetrics The Fetus & Mother, 3 edition, 2007
4. Norwitz ER, Robinson JN. Management of Postterm
Pregnancy. In : ACOG Practice Bulletin. Number 55,
September 2004:639-45.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan
Lewat Waktu, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
6. Balchin I, Steer P.J, Prolonged Pregnancy, in James D, High
Risk Pregnancy management option, Elsevier Saunders
2011.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
KEMBAR/GEMELLI
2021
4. Anamnesis Menanyakan keluhan ibu seperti keluar air ketuban, sakit perut
hilang timbul, dan gerakan anak.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV, menentukan apakah kepala masih
melayang
b. Pemeriksaan his
c. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ, menentukan apakah ada gawat
janin
d. Pemeriksaan dalam
teraba adanya teali pusat didepan bagian terendah
janin, nilai apakah tali pusat masih berdenyut
6. Kriteria Diagnosis 1. Adanya pecah ketuban
2. Adanya kelainan presentasi janin atau bagian terendah
belum masuk pintu atas panggul
3. Adanya tanda gawat janin mendadak setelah pecah
ketuban
4. Terabanya tali pusat didepan bagian terbawah janin
7. Diagnosis Banding Tangan menumbung
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
2. Cek DL, CT, BT
9. Terapi/tindakan Tergantung apakah janin viable atau tidak, masih hidup atau
tidak.
1. Bila janin viable:
a. Segera lakukan reposisi manual tali pusat, dan tangan
tetap menahan tali pusat sampai bayi lahir
b. Letakkan pasien dengan posisi trendelenberg atau
nungging (knee-chest position)
c. Pasang O2 dengan sungkup
d. Monitoring denyut jantung janin
e. Siapkan whole blood 2 kantong
f. Konsultasi anestesi dan neonatologi
g. Lakukan inform consent untuk dilakukan SC green
code
h. Segera lakukan SC green code
i. Bila janin sudah meninggal lahirkan pervaginam
2. Bila janin belum viable (< 28 minggu):
a. Expectant management
b. Konsultasi ke divisi fetomaternal
c. Ampicilin 4 x 500 mg
d. Reposisi manual
e. KIE prognosis dan risiko infeksi
f. Pertimbangkan terminasi kehamilan
g. Bila DJJ negative, lahirkan pervaginam
10. Prognosis Dubia ad malam
(Tergantung lamanya prolaps funikuli dan kecepatan tindakan)
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & - SC merupakan mode persalinan yang dipilih dalam kasus
Rekomendasi prolap tali pusat jika pervaginam tidak mengancam
untuk mencegah hipoksia janin (level evidence B)
- Hindari memecahkan ketuban pada saat memeriksa
dalam, jika tali pusat prolap maka tindakan SC harus
segera dikerjakan (level evidence A)
Catatan:
TTGO dilakukan dengan memberikan beban 75 gram glukosa
anhidrus setelah berpuasa selama 8 – 14 jam.
(untuk kelompok resiko tinggi dilakukan pada pertemuan
pertama, jika hasilnya negatif dilakukan pemeriksaan gula
darah ulang pada usia kehamilan 24-28 minggu)
7. Diagnosis Banding Kehamilan dengan Hipertiroid
8. Pemeriksaan Penunjang 1. TSHs dan FT4
2. HbA1c
3. USG
4. NST
6. Kriteria Diagnosis Antibodi HIV (+) 3 kali, yang meliputi 1 kali tes skrining dan 2
kali tes konfirmasi (strategi tiga).
7. Diagnosis Banding Kehamilan dengan imunodefisiensi seperti: penggunaan
kortikosteroids jangka panjang, malnutrisi yang berat, dan
penyakit kronis sistemik.
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium meliputi: DL, BUN/SC,
SGOT/SGPT, pemeriksaan penyakit menular seksual
dengan vaginal swab. Pemeriksaan CD4 dan viral load.
2. Pemeriksaan USG untuk menentukan umur kehamilan
pada trimester pertama, menyingkirkan anomaly fetus
pada umur kehamilan 18-22 minggu, biometri dan
kesejahteraan janin.
9. Terapi/tindakan 1. ANC: pemberian obat ARV, dan konseling mengenai cara
persalinan dan pemberian PASI.
2. Berikan ARV sejak pertama diketahui hamil dengan HIV
tanpa memandang umur kehamilan, CD4 dan viral
loadnya.
3. Tentukan stadium HIV
4. Pengobatan :
- Obat pilihan utama ARV : TDF 300mg + 3TC atau FTC
300 mg + Evafirenz 600 mg
- Obat alternatif :
AZT (2x300mg) + 3TC (2x150mg) + EFV* (1x600mg)
TDF(1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV
(1x600mg)
- Bila ibu hamil dengan kecurigaan infeksi HIV datang
saat inpartu, segera lakukan tes HIV, bila reaktif
langsung berikan ARV.
- ODHA yang sebelumnya telah mendapatkan terapi ARV
kemudian hamil, lanjutkan dengan ARV yang sama
selama dan setelah persalinan.
- ODHA hamil dengan hepatitis B yang memerlukan
terapi:
TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (2x150mg) + NVP
(2x200mg) atau
TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV
(1x600mg)
- ODHA hamil dengan tuberkulosis aktif, Bila OAT sudah
diberikan, maka dilanjutkan. Bila OAT belum, maka
diberikan terlebih dahulu sebelum ARV. Rejimen untuk
ibu: Bila OAT sdh diberikan dan TB telah stabil: AZT
(d4T) + 3TC + EFV
5. Persalinan:
- Direncanakan SC elektif pada umur kehamilan 38 mg.
- Persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi
6. Postpartum: Ibu tidak diperkenankan menyusui, kecuali
bila penderita tidak mampu membeli PASI atau syarat
AFFAS tidak terpenuhi, terpaksa ASI diberikan kepada
bayinya.
10. Prognosis Dubia ad malam
(Tergantung keteraturan minum ARV dan stadium HIV)
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & 1. Melakukan pemeriksaan DL, fungsi ginjal dan liver tiap
Rekomendasi bulan pada trimesterIII (Ia/A)
2. Melakukan pemeriksaan USG pada umur kehamilan 18-20
mg untuk menyingkirkan anomaly fetus (GPP)
3. Merekomendasikan SC pada pasien dengan viral load >
1000 copy/ml setelah umur kehamilan 34 minggu,
Merencanakan SC saat umur kehamilan 38 minggu bila
datingnya adekuat, melakukan persalinan pervaginam bila
viral load tidak terdeteksi (Ia/A)
4. Jika melakukan persalinan pervaginam, minimalkan lama
waktu pecah ketuban (II/B)
5. Bila pasangannya HIV negativ, sarankan menggunakan
kondom untuk proteksi (Ia/A).
13. Indikator Medis Transmisi HIV ke janin tidak ada (konfirmasi setelah usia anak
18 bulan)
14. Edukasi 1. Minum ARV teratur seumur hidup
2. Selalu gunakan kondom bila berhubungan intim.
3. Sebaiknya tidak hamil lagi, kecuali terpaksa maka
syaratnya viral load harus sudah tidak terdeteksi dan CD4
> 350
4. Minum roborantia
5. Pola hidup sehat: tidak merokok, minum alkohol, nutrisi
yang cukup, olah raga teratur
15. Kepustakaan 1. Anonim, Modul Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari
ibu ke anak (PPIA) bagi petugas kesehatan, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2013.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM),
2012.
3. Watts D H, Human Immunodeficiency Virus, in James D,
High Risk Pregnancy management option, Elsevier
Saunders 2011.
4. Minkoff H.L, HIV Infection, in Queenan’s Management of
High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach, sixth
ed 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
DENGAN SLE
2021
Persalinan
- Sesuai indikasi obstetri (untuk mencegah eksaserbasi
berikan metilprednisolone i.v sampai 48jam post partum)
Terhadap kondisi ibu maupun janin
- Kelahiran premature
- KJDR
- PJT
- HDK
- APB
- Pulmonari hipertensif
10 Prognosis - Penderita SLE yang telah mengalami remisi lebih dari 6
. bulan sebelum hamil mempunyai resiko 25% terjadinya
eksaserbasi pada saat hamil dan 90% kehamilannnya baik.
Tetapi bila masa remisi SLE sebelum hamil kurang dari 6
bulan maka resiko eksaserbasi LES pada saat hamil
menjadi 50 %, dengan luaran kehamilan yang buruk.
- Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka
risiko kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu
menjadi 10%.
- Risiko eksaserbasi meningkat tiap semester, yaitu 13%
pada trimeseter I, 14% pada trimester II, 53% pada
trimester III serta 23% pada masa nifas. SLE yang hamil
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil Jumlahnya
meningkat selama kehamilan dan pada masa post partum
antara 30% sampai 50% (level B)
Mode persalinan:
- Pada kehamilan dengan penyakit asma, diupayakan
persalinan secara spontan. Namun bila ternyata penderita
berada dalam serangan, tindakan vakum ekstraksi dan
forseps dapat diambil untuk mempercepat kala II.
- Obat maintenance dilanjutkan selama persalinan, dosis
steroid diberikan 4 minggu sebelum persalinan (100mg
hydrocortison/ 8 jam)
10. Prognosis Dubia
(Tergantung status asma)
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi
Penatalaksanaan kehamilan :
Tidak diperlukan pengelolaan spesifik kecuali ditemukan tiroid
storm dilakukan percepat kala II denga VaE atau FE untuk
mencegah decompensasi kordis.
10. Prognosis Dubia ad bonam (jika hipertiroid terkontrol)
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi
Terapi Obstetri:
Sesuai dengan indikasi obstetri
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi
Catatan :
Ruptur uterus dibedakan atas:
1. Ruptur uterus tanpa parut yaitu ruptur uterus yang terjadi
secara spontan.
2. Ruptur uterus dengan parut adalah ruptur uterus yang
terjadi terkait dengan lokus minoris pada uterus sampai
miometrium.
a. SC korporeal.
b. Post miomektomi.
3. Ruptur uterus traumatika adalah ruptur uterus yang
disebabkan oleh trauma fisik seperti terbentur, tertusuk
atau tertembak.
4. Ruptur uterus violenta adalah ruptur uterus yang terjadi
pada uterus yang sudah berpotensi ruptur dan diinduksi
oleh tindakan obstetri seperti ekstraksi forsep, embriotomi
dan versi ekstraksi.
Ruptur uterus tidak khas
4. Anamnesis - Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti
teriris (dapat menyebar ke bahu).
- Hilangnya kontraksi uterus.
- Badan lemas sampai pingsan.
- Tidak adanya gerakan janin.
- Perdarahan pervaginam.
- Riwayat operasi kebidanan dan kandungan.
- Riwayat trauma fisik.
5. Pemeriksaan Fisik 3. Umum
4. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV
b. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ
c. Pemeriksaan colok
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis
1. Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti
teriris (dapat menyebar ke bahu).
2. Hilangnya kontraksi uterus.
3. Badan lemas sampai pingsan.
4. Tidak adanya gerakan janin.
5. Perdarahan pervaginam.
6. Riwayat operasi kebidanan dan kandungan.
7. Riwayat trauma fisik.
Pemeriksaan fisik :
1. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum lemah.
b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik.
2. Pemeriksaan fisik obstetri :
a. Akut abdomen.
b. Bagian – bagian janin mudah teraba.
c. Monitoring dengan KTG ditemukan bradikardia secara
tiba – tiba sampai kematian janin.
d. Perdarahan pervaginam yang kadang – kadang disertai
hematuria.
e. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan bagian
terbawah janin mudah didorong ke atas.
f. Perdarahan post partum teraba dikontinuitas dinding
uterus.
7. Diagnosis Banding 1. Solusio plasenta
2. Kehamilan abdominal
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
2. Doppler/Kardiotokografi
3. USG
9. Terapi/tindakan 1. Perbaikan keadaan umum.
a. Resusitasi cairan intravena dimana jenis dan
jumlahnya sesuai dengan shok hipovolemik.
b. Oksigen 4-8 liter per menit.
c. Siapkan donor.
d. Antibiotika.
2. Laparotomi.
a. Keluarkan janin dan plasenta.
b. Repair ruptur.
c. Histerektomi.
10. Prognosis Dubia
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi
Penyebab PPP :
1. Atonia uteri. (Tonus)
2. Robekan jalan lahir (Trauma)
3. Retensio / sisa plasenta (Tissue)
4. Gangguan pembekuan darah (Trombin)
Catatan :
Faktor risiko perdarahan pasca persalinan :
1. Anemia.
2. Perdarahan antepartum.
3. Korioamnionitis.
4. Grandemultipara.
5. Gangguan koagulasi.
6. Pemberian MgSO4.
7. Gemelli.
8. Persalinan dengan tindakan.
9. Partus presipitatus.
10. Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya.
11. Persalinan lama.
12. Kelainan uterus.
13. Riwayat seksio sesarea.
14. Persalinan dengan induksi.
7. Diagnosis Banding 1. Mioma uterus
2. Kanker serviks
3. Polyp serviks
4. Syok kardiogenik
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
a. Darah lengkap
b. Faal hemostasis
2. USG
3. KTG
Penanganan segera:
- Ask for HELP
- Baringkan pasien kepala lebih rendah
- Penilaian vital sign
- Lakukan resusitasi ABC
- Pasang IV line double + ambil sample
darah, periksa lab, siapkan transfuse
darah
- Pemeriksaan obstetri
Tissue
Tone
Tone
Trombin
Balon intrauterin (kondom kateter)
Kontraksi jelek
6. Kriteria Diagnosis Tanda dan gejala infeksi ini harus memenuhi paling sedikit 2
kriteria dari Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS)
disertai dengan sumber infeksi yang jelas.
1. Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;
2. Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;
3. Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit;
4. Jumlah sel-sel darah putih yang tidak normal, yaitu >12000
sel/cu mm atau <4000 sel/cu mm.
7. Diagnosis Banding SIRS
8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
1. DL, LFT, RFT, Elektrolit, BS
2. Kultur darah, urine dan sumber infeksi lainnya