Anda di halaman 1dari 51

Panduan dan Petunjuk Teknis singkat POGI

tentang Covid 19

Jl. Poros
Palu Palolo
Desa Sidera Kec. Sigi
Biromaru Kab. Sigi

Isolasi mandiri untuk ibu hamil penderita Covid-19


2. Tujuan Sebagai acuan bagi ibu hamil terkonfirmasi COVID-19 dalam
melakukan isolasi di tempat isolasi COVID-19

3. Pengertian

4. kebijakan Mengacu pada Surat Edaran Menteri Kesehatan


Nomor HK.02.01/MENKES/202/2020 Tahun 2020 Tentang
Protokol Isolasi Diri Sendiri Dalam Penanganan
Coronavirus Disease (COVID-19).
5. Prosedur 1. Ibu hamil yang sedang menjalani isolasi mandiri
diberikan konseling dan panduan isolasi di rumah sesuai
protokol isolasi diri sendiri dalam penanganan COVID-
19.
2. Ibu hamil yang sedang menjalani isolasi mandiri
sebaiknya dibekali sarana komunikasi dan nomor
kontak petugas yang bisa dihubungi untuk konsultasi
dengan unit pelayanan maternal di tingkat puskesmas
dan petugas lain yang ditunjuk di FKTP terdekat.
3. Ibu hamil yang sedang menjalani isolasi mandiri
berkomunikasi dengan petugas Kesehatan apabila
timbul kencang atau kontraksi perut yang teratur, rasa
menekan di perut bagian bawah, nyeri pinggang yang
menetap, ada pengeluaran pervaginam berupa lendir
yang lebih banyak dari biasanya atau bercak darah.
4. Ibu hamil yang melakukan isolasi di rumah dianjurkan
untuk diberikan suplementasi vitamin terdiri dari:
a. Vitamin D 1000 – 5000 IU per hari
b. Vitamin C, pilihannya berupa :
Tablet vitamin C non acidic 500 mg per 6-8 jam sekali
(untuk 14 hari)
Tablet hisap vitamin C 500 mg per 12 jam sekali (selama
30 hari)
c. Multivitamin yang mengandung vitamin C sebanyak
1-2 tablet per hari (selama 30hari)
d. Dianjurkan multivitamin yang mengandung C, B, E,
Zink.
e. Tablet tambah darah (TTD) dilanjutkan sesuai dosis
sesuai panduan kemenkes
6. Kriteria Diagnosis 1. Kehamilan <37 minggu
2. His ≥ 2 kali dalam 10 menit
3. Pembukaan serviks ≥ 2 cm, penipisan ≥ 50%, dan lendir
bercampur darah.
Pembukaan serviks ≥ 2 cm atau kemajuan pembukaan
yang bermakna oleh pemeriksa yang sama dalam 2 jam
7. Diagnosis Banding IUGR
8. Pemeriksaan Penunjang 1. DL
2. UL
3. USG
9. Terapi/tindakan 1. Tirah baring ke satu sisi
2. Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin
3. Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan preterm
4. Pemberian tokolitik :
a. Nifedipin
Dosis inisial 20 mg, bila kontraksi tetap dalam 30
menit berikan lagi 20 mg. Dosis maksimal dalam 1 jam
pertama 40 mg. Jangan memberikan lagi sampai 3
jam setelah pemberian yang kedua. Bila kontraksi
tetap, berikan lagi 20 mg sampai kontraksi hilang atau
pasien memasuki fase aktif persalinan. Nifedipin slow
release diberikan setelah 24 jam, 2 – 3 kali sehari
dengan dosis yang dibutuhkan untuk menghentikan
kontraksi uterus dalam 24 jam
b. COX-2 inhibitors
Diberikan pada umur kehamilan < 32 minggu. Dosis
awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam
untuk 8 kali pemberian
5. Pemberian kortikosteroid (dexamethasone) pada umur
kehamilan 24 – 34 minggu.
Diberikan dosis 6 mg/12 jam intramuskuler selama 2 hari.
6. Pemberian antibiotika sesuai dengan pola kuman
7. Pada kasus yang kematangan parunya diragukan (32 – 35
minggu) lakukan tes kocok untuk menentukan
pematangan paru

Catatan :
Tokolitik tidak diberikan pada keadaan :
1. Infeksi intrauterine
2. Solusio plasenta
3. Lethal fetal malformation
4. Kematian janin dalam Rahim (KJDR)
5. Tanda-tanda insufisiensi plasenta
6. preeclampsia

10. Prognosis Dubia ad bonam


11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & - Nifedipine dan atosiban memiliki kemampuan tokolitik
Rekomendasi untuk mencegah persalinan preterm selama 7 hari (level
evidence A)
- Dibandingkan dengan beta – agonis, nifedipine
berhubungan dengan peningkatan outcome bayi (level
evidence A)
13. Indikator Medis Tidak terjadi persalinan preterm, gawat janin dan KJDR.
14. Edukasi 1. ASI eksklusif
2. Mobilisasi dini
3. KB Post partum
15. Kepustakaan 1. Di Renzo J.C, International Guidelines, Guidelines for
Management of Spontaneus Preterm Labor, J. Perinat.
Med. 34 (2006) New York 2006.
2. RCOG, Antenatal Corticosteroids for Reduce Perinatal
Morbidity and Mortality, Green Top Guideline no 7, 2010.
3. DI Renzo J.C, et al, Guidelines for Management of
Spontaneus Preterm Labour Archive of Perinatal Medicine,
13(4), 29-35, 2007.
4. Crane J, Antenatal Corticosteriod Therapy for Fetal
Maturation, SOGC Committee Opinion, January 2007.
5. Royal Cornwall Hospital, Woman’s and Child Health
Division Maternity Service, Guideline for the Management
of Preterm Prelabour Ruptur of Membranes, 2010.
6. Queensland Maternity and Neonataal Clinical Guideline,
Assessment and Management of Preyerm Labour,
September 2009.
7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM),
2012.
8. Preterm labor, tocolytic Drugs. 2011. Green-Top guidlines.
No.1B

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
POSTTERM
2021

1. No. ICD O48


2. Diagnosis Kehamilan Postterm
3. Pengertian Kehamilan postterm adalah kehamilan yang umur kehamilan
mencapai ≥ 42 minggu atau ≥ 294 hari dihitung dari hari
pertama haid terakhir menurut rumus Naegel. Rumus tersebut
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG pada trimester
pertama. Postdate adalah umur kehamilan yang melewati 40
minggu.
4. Anamnesis 1. Menanyakan dan memastikan hari pertama haid terakhir.
2. Menanyakan saat dan hasil USG pertama kali. Idealnya,
USG yang pertama kali dilakukan pada kehamilan
trimester I dengan menentukan CRL.
3. Menanyakan keluhan saat ini, gerak anak, dan penurunan
berat badan dalam satu minggu terakhir.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV
b. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ
6. Kriteria Diagnosis 1. Umur kehamilan 42 minggu atau lebih.
HPHT harus jelas dan dikonfirmasi dengan USG trimester I
(pengukuran CRL). HPHT yang tidak jelas diperlakukan
sebagai postdate.
2. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 5 hari
antara perkiraan dari HPHT dan USG trimester I maka yang
dipakai adalah USG.
3. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 10 hari
antara perkiraan dari HPHT dan USG trimester II, maka
yang dipakai adalah USG.

Catatan:
Jika umur kehamilan tidak diketahui dimana tidak ada data
HPHT dan USG trimester I dan II, tetapi dari pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan USG on site menunjukan kehamilan aterm
maka dikelola sesuai kehamilan postterm.
7. Diagnosis Banding - Hamil dengan IUGR
- Janin besar
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
2. NST
9. Terapi/tindakan Tergantung indikasi obstetri.
1. Pervaginam melalui induksi persalinan.
2. SC
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & - Tentukan umur kehamilan (lebih awal) sebaiknya saat UK
Rekomendasi 10-14 minggu.(Ia/A)
- Induksi persalinan saat umur kehamilan 41 minggu
menurunkan mortalitas perinatal tanpa meningkatkan
luaran yang buruk. (Ia/A)
- Monitoring dengan melakukan pengukuran volume air
ketuban, perkiraan berat janin, dan pemeriksaan KTG 2
kali seminggu. (Ia/A)
13. Indikator Medis 1. Apgar score lebih dari tujuh (90%)
2. Kontaminasi air ketuban ke paru (10%)
3. Sepsis neonatotorum (5%).
14. Edukasi 1. ASI eksklusif
2. Mobilisasi dini
3. KB post partum
15. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm
th
Pregnancy. In : Williams Obstetrics, 24 edition 2014.
2. Marino T, Norwitz E.R, Prolonged Pregnancy, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based
Approach, sixth ed 2012.
3. Albert Reece, John C. Hobbins. Prolonged Pregnancy. In :
rd
Clinical Obstetrics The Fetus & Mother, 3 edition, 2007
4. Norwitz ER, Robinson JN. Management of Postterm
Pregnancy. In : ACOG Practice Bulletin. Number 55,
September 2004:639-45.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan
Lewat Waktu, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
6. Balchin I, Steer P.J, Prolonged Pregnancy, in James D, High
Risk Pregnancy management option, Elsevier Saunders
2011.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
KEMBAR/GEMELLI
2021

1. No. ICD O30.0


2. Diagnosis Kehamilan kembar/gemelli
3. Pengertian Kehamilan dengan janin lebih dari satu
4. Anamnesis 1. Menanyakan apakah gerak anak banyak, perut cepat
besar, dan berat badan cepat bertambah?
2. Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga.
3. Riwayat pemakaian obat obat pemicu ovulasi.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV, teraba lebih dari dua bagian besar janin
b. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ, lebih dari satu punctum DJJ
6. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan Leopold: uterus lebih besar, teraba 3 bagian
besar
2. Dua denyut jantung janin ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG
7. Diagnosis Banding - Polihidramnion
- Hamil dengan mioma
- Bayi besar (Makrosomia)
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium (DL, UL)
2. NST
3. USG
- Tentukan jumlah janin, posisi janin satu terhadap yang
lain, taksiran berat janin dan khorionisitas.
- Tentukan kemungkinan terjadinya kelainan kongenital
seperti conjoint twins, tanda tanda Down syndrome,
dan Twin-Twins Transfusion Syndrome (TTTS).
9. Terapi/tindakan 1. Partus pervaginam, bila presentasi kepala-kepala, atau
kepala-sungsang.
2. Versi luar/versi ekstraksi, untuk bayi kedua yang posisinya
melintang.
3. SC, bila bayi pertama selain presentasi kepala, atau ada
penyulit seperti KPD, fetal distress, LMR dan penyulit
lainnya.
10. Prognosis Dubia ad bonam
(Tergantung khorionisitas janin, adanya twin-twin transfusion
syndrome, penyulit pada ibu dan letak janin)
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & - Penentuan zygositas dan khorionisitas pada umur
Rekomendasi kehamilan 10-14 minggu. (III/B)
- Suplementasi zat besi dan asam folat sejak trimester
kedua. (IIb/B)
- Anomali scan rutin pada umur kehamilan 18-22 minggu.
(III/B)
- Menunggu persalinan spontan bila tidak terjadi
komplikasi. (Ia/A)
- Melakukan persalinan pervaginam kecuali janin pertama
tidak dalam posisi membujur. (III/B)
- Bila bayi kedua letak lintang, lakukan amniotomi dan
lahirkan. (III/B)
- Pertimbangkan infus oksitosin bila terjadi inersia uteri,
khususnya setelah bayi pertama lahir.(GPP)
13. Indikator Medis 1. Twin-twin transfusion syndrome
2. Partus spontan anak kedua
3. Apgar score anak kedua lebih dari 7
14. Edukasi 1. ASI eksklusif
2. Mobilisasi dini
3. KB post partum
15. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Twins
Pregnanacy. In: Williams Obstetrics, 24th edition 2014.
2. Hayes E.J, Broetzman M. Multiple Gestation, in Berghella
V. Maternal–Fetal Evidence Based Guideline, 2 nd Ed
Informa Healthcare 2012.
3. Anonim, Twin Pregnancy, South Australian Perinatal
Practice Guideline, January 2012.
4. Fuchs K.E, D’Alton M.E, Multiple Gestations, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based
Approach, sixth ed 2012.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan
Multifetus, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunana Kedokteran Fetomaternal, 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI PROLAPSUS
FUNIKULUS
2021

1. No. ICD O69.0


2. Diagnosis Prolapsus Funikulus
3. Pengertian Prolapsus funikulus adalah tali pusat berada didepan bagian
terendah janin pada saat ketuban pecah yang dapat terjadi
pada inpartu dan ketuban pecah dini.

4. Anamnesis Menanyakan keluhan ibu seperti keluar air ketuban, sakit perut
hilang timbul, dan gerakan anak.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV, menentukan apakah kepala masih
melayang
b. Pemeriksaan his
c. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ, menentukan apakah ada gawat
janin
d. Pemeriksaan dalam
teraba adanya teali pusat didepan bagian terendah
janin, nilai apakah tali pusat masih berdenyut
6. Kriteria Diagnosis 1. Adanya pecah ketuban
2. Adanya kelainan presentasi janin atau bagian terendah
belum masuk pintu atas panggul
3. Adanya tanda gawat janin mendadak setelah pecah
ketuban
4. Terabanya tali pusat didepan bagian terbawah janin
7. Diagnosis Banding Tangan menumbung
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
2. Cek DL, CT, BT
9. Terapi/tindakan Tergantung apakah janin viable atau tidak, masih hidup atau
tidak.
1. Bila janin viable:
a. Segera lakukan reposisi manual tali pusat, dan tangan
tetap menahan tali pusat sampai bayi lahir
b. Letakkan pasien dengan posisi trendelenberg atau
nungging (knee-chest position)
c. Pasang O2 dengan sungkup
d. Monitoring denyut jantung janin
e. Siapkan whole blood 2 kantong
f. Konsultasi anestesi dan neonatologi
g. Lakukan inform consent untuk dilakukan SC green
code
h. Segera lakukan SC green code
i. Bila janin sudah meninggal lahirkan pervaginam
2. Bila janin belum viable (< 28 minggu):
a. Expectant management
b. Konsultasi ke divisi fetomaternal
c. Ampicilin 4 x 500 mg
d. Reposisi manual
e. KIE prognosis dan risiko infeksi
f. Pertimbangkan terminasi kehamilan
g. Bila DJJ negative, lahirkan pervaginam
10. Prognosis Dubia ad malam
(Tergantung lamanya prolaps funikuli dan kecepatan tindakan)
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & - SC merupakan mode persalinan yang dipilih dalam kasus
Rekomendasi prolap tali pusat jika pervaginam tidak mengancam
untuk mencegah hipoksia janin (level evidence B)
- Hindari memecahkan ketuban pada saat memeriksa
dalam, jika tali pusat prolap maka tindakan SC harus
segera dikerjakan (level evidence A)

13. Indikator Medis 1. Fetal distress bisa diatasi atau dicegah


2. Bayi lahir hidup
14. Edukasi 1. ASI eksklusif
2. Mobilisasi dini
3. KB post partum
Catatan :
Hati – hati pada kehamilan selanjutnya, ANC rutin, bila terjadi
pecah ketuban segera periksa ke bidan atau ke rumah sakit
15. Kepustakaan 1. Norwitz E.R, Belfort M.A, Saade G.R, Miller H, Obstetric
Clinical Algorithms, management and avidence. Wiley-
Blackwell, 2012
2. Anonim, Cord Prolapse in Emergency procedures, Clinical
Guidelines, Woman and Newborn Health service, King
Edward Memorial Hospital, 2012.
3. Royal College Obstetrician & Gynecologist. 2014. Umbilical
Cord Prolapse . Green-top guidlines No 50.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN/PERSALINAN DENGAN
JARINGAN PARUT UTERUS
2021

1. No. ICD O34.2


2. Diagnosis Kehamilan/Persalinan dengan jaringan parut uterus
3. Pengertian Kehamilan dengan adanya riwayat seksio atau histerotomi atau
miomektomi pada kehamilan sebelumnya
4. Anamnesis - Riwayat SC, miomektomi dan histerotomi
- Persalinan spontan sebelumnya
- Indikasi seksio sebelumnya
- Berapa kali operasi seksio sebelumnya
- Adanya penyulit pada operasi sebelumnya
- Jenis insisi pada operasi seksio sebelumnya

5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum


2. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV
b. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ
6. Kriteria Diagnosis Adanya riwayat operasi SC atau miomektomi dan atau
histerotomi
7. Diagnosis Banding - Hamil dengan riwayat laparotomy
- Hamil dengan riwayat operasi tumor adneksa
8. Pemeriksaan Penunjang USG
- Untuk menentukan biometri janin
- Menentukan kesejahteraan janin/Biophisical profil
- Ketebalan scars pada SBR (baik bila ≥ 3 mm).
9. Konsultasi 1. Bagian pediatric
2. Bagian obstetric dan Ginekologi Divisi Fetomaternal
10. Terapi/tindakan 1. Ekspektatif pervaginam bila syarat terpenuhi :
- Tidak ada CPD
- Presentasi kepala
- Riwayat SC tidak lebih dari 1 kali
- Tidak ada penyulit seperti KPD, bayi besar, plasenta
previa, hamil lewat waktu
2. Tidak dibenarkan melakukan induksi atau akselerasi
dengan oksitosin atau prostaglandin.
3. Persalinan pervaginam dipercepat dengan vakum atau
forcep bila dipimpin mengedan 30 menit belum lahir.
(apabila syarat VaE dan FE terpenuhi dipilih VaE)
4. Seksio Sesarea bila:
- Bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
- Indikasi Obstetri: Fetal distress, distosia.
11. Prognosis Dubia ad bonam
12. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
13. Tingkat Evidens & - Secara keseluruhan ibu hamil yang berusaha melakukan
Rekomendasi VBAC, mempunyai risiko morbiditas 50 % lebih besar,
walaupun hal ini tergantung latar belakang risiko
kegagalannya (III/B)
- Risiko komplikasi yang serius namun jarang terjadi pada
kehamilan berikutnya, terutama wanita dengan ≥ 5 kali SC
(Hysterektomi 3%-7%, placenta akreta 2%-7%, cedera
blass 2,4%, dan transfusi darah 14%) (III/B).
- Keberhasilan VBAC lebih tergantung pada: Indikasi SC
sebelumnya letak sungsang atau fetal distress, Pernah
melahirkan pervaginam sebelumnya, Onset persalinan
spontan, BMI normal atau rendah, Persalinan sebelum 41
minggu, tidak ada DM, berat bayi lebih rendah, kemajuan
persalinan yang normal (III/B)
- Ruptura uteri kemungkinan besar terjadi karena: Operasi
SC sebelumnya bukan di SBR, tidak pernah melahirkan
spontan sebelumnya, Interval kehamilan yang pendek,
bayi yang besar, Induksi persalinan dengan prostaglandin
(III/B)
14. Indikator Medis 1. Persalinan tanpa komplikasi
2. Keadaan ibu dan bayi baik
15. Edukasi 1. Harus melahirkan di rumah sakit yang bisa melakukan
operasi SC dalam waktu 30 menit
2. Bila anak SC sudah tiga kali, sarankan untuk steril

16. Kepustakaan 1. Smith G.S, Delivery after Previous Cesarean Section, ,


in James D, High Risk Pregnancy management option,
Elsevier Saunders 2011.
2. Landon M.B, Vaginal Birth after Cesarean Delivery,in
Queenan’s Management of High Risk Prgnancy, An
Evidence –Based Approach, sixth edition, 2012.
3. “Penata Laksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1.
4. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C.,
Gilstrap L., Wenstrom K.D. 2014. In : William
Obstetrics. 24th.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan
Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal
(HKFM), 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG
2021

1. No. ICD O99.4


2. Diagnosis Kehamilan dengan penyakit jantung
3. Pengertian Kehamilan dengan penyakit jantung baik penyakit jantung
kongenital ataupun didapat
4. Anamnesis - Adanya sesak napas terutama saat beraktivitas
- Berdebar-debar
- Adanya oedem pada tungkai
- Batuk dan sesak pada malam hari
- Adanya nyeri dada
- Riwayat serangan jantung atau stroke
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum:
- Frekuensi napas meningkat
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Auskultasi/Perkusi:
Adanya murmur dengan berbagai derajatnya, irama
Gallop, gamgguan irama jantung. Iktus kordis jelas terlihat
dan batas-batas jantung membesar.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis: adanya keluhan akibat penyakit jantung.
2. Pemeriksaan Fisik: Adanya murmur, gangguan irama dan
pembesaran jantung.
3. Pemeriksaan penunjang: Adanya kelainan anatomis dan
fungsi jantung.
7. Diagnosis Banding 1. Penyakit paru obstruktif kronis
2. Penyakit ginjal
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Elektrokardiografi
2. Echocardiografi
3. Thorax foto
9. Konsultasi 1. Bagian obstetric dan ginekologi divisi fetomaternal
2. Dokter spesialis jantung/penyakit dalam
3. Dokter spesialis anestesi
4. Dokter spesialis anak
10. Perawatan Rumah Sakit Fungsional kelas III – IV dan pada saat inpartu
11. Terapi/tindakan - Terapi sesuai saran teman sejawat jantung/penyakit dalam
- Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung WHO
kelas I/II. Pada WHO kelas III/IV dipertimbangkan abortus
provokatus medisinalis
- Batasi pemberian cairan
- Percepat kala II dengan forceps atau vacuum ekstraksi (bila
syarat VaE dan FE terpenuhi dipilih VaE)
- Kalau memungkinkan, kurangi nyeri dengan ILA
- Pada penyakit jantung oleh karena RHD, berikan profilaksis
SBE; ampicillin 1 gram dan gentamisin 80 mg diberikan 1
jam sebelum tindakan dan 6 jam setelah tindakan

12. Prognosis Dubia


(Tergantung fungsional kelas dan jenis kelainan jantung yang
dialami)
13. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
14. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi
15. Indikator Medis Penurunan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
16. Edukasi - Disarankan untuk tidak hamil lagi, pakai kontrasepsi
mantap
- Batasi aktivitas
- Pola hidup sehat
17. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal
(HKFM) “Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C.,
Gilstrap L., Wenstrom K.D. 2014. Ante partu Haemorrhage.
In: William Obstetrics. 24th.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975.
3. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM),
2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
DIABETES MELITUS
GESTASIONAL
2021

1. No. ICD O24.9


2. Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional
3. Pengertian Diabetes melitus gestasional adalah intoleransi karbohidrat
dengan derajat bervariasi yang terjadi atau diketahui pertama
kali pada saat kehamilan tanpa memandang pemakaian insulin
atau tidak dalam penanganannya

4. Anamnesis - Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun


- Riwayat DM dalam keluarga
- Pernah DMG atau intoleransi glukosa pada kehamilan
sebelumnya
- Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil
- Riwayat glukouria berulang.
- Riwayat abortus, janin mati tanpa sebab yang jelas dan
bayi besar
- Riwayat pre eklampsia, polihidramnion.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV
b. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ
6. Kriteria Diagnosis Gula darah puasa saat hamil ≥ 126 mg/dl dan gula darah 2 jam
PP > 140 mg/dl dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Catatan:
TTGO dilakukan dengan memberikan beban 75 gram glukosa
anhidrus setelah berpuasa selama 8 – 14 jam.
(untuk kelompok resiko tinggi dilakukan pada pertemuan
pertama, jika hasilnya negatif dilakukan pemeriksaan gula
darah ulang pada usia kehamilan 24-28 minggu)
7. Diagnosis Banding Kehamilan dengan Hipertiroid
8. Pemeriksaan Penunjang 1. TSHs dan FT4
2. HbA1c
3. USG
4. NST

9. Terapi/tindakan 1. Diet sesuai dengan Gizi Klinik


2. Pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia
dengan perencanaan makan sesuai dengan dokter
penyakit dalam.
3. Bila ada keluhan pengelihatan kabur, mata berair konsul
ke bagian Mata.
4. Pemantauan kadar glukosa darah sendiri di rumah
5. Pemantauan HbA1C secara berkala tiap 6-8 minggu
6. Pemberian deksamethason untuk pematangan paru janin
7. Penentuan skenario terminasi / persalinan

10. Prognosis Dubia ad bonam


11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi
13. Indikator Medis - Bayi lahir vigorous
- Gula darah ibu terkontrol
14. Edukasi 1. ASI eksklusif
2. Mobilisasi dini
3. KB post partum
4. Pengaturan diet
5. Kontrol gula darah
15. Kepustakaan 1. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C.,
Gilstrap L., Wenstrom K.D. 2014. Ante partu Haemorrhage.
In : William Obstetrics. 24th.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM),
2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN DENGAN INFEKSI
HUMAN IMUNODEFISIENSI VIRUS (HIV)
2021

1. No. ICD O98.5


2. Diagnosis Kehamilan dengan infeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV)
3. Pengertian Kehamilan dengan infeksi human imunodefisiensi virus (HIV)
baik yang sudah diderita sebelum hamil ataupun yang baru
terdiagnosis setelah hamil, tanpa memandang stadium HIVnya

4. Anamnesis - Adanya faktor risiko: seperti prilaku seks tidak aman,


multipartner, penyalahguna obat (IDU) atau pernah
mendapat transfusi darah.
- Riwayat penyakit HIV pada suami, suami meninggal
dengan penyebab tidak jelas.
- Adanya diare kronis, penurunan berat badan > 10% dan
adanya penyakit menular seksual.
- Adanya tanda-tanda infeksi oportunistik seperti:
lymfadenopathy generalisata, pneumonia pneumonitis
jiroveci, TB paru, sarkoma Kaposi, herpes zoster dll.
- Riwayat minum ARV sebelumnya dan jenis obat yang
diminum, kalau sudah terdiagnosa HIV.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
Untuk menentukan stadium HIV nya dengan mencari
tanda-tanda infeksi oportunistik
2. Obstetrik :
Palpasi Leopold I – IV

6. Kriteria Diagnosis Antibodi HIV (+) 3 kali, yang meliputi 1 kali tes skrining dan 2
kali tes konfirmasi (strategi tiga).
7. Diagnosis Banding Kehamilan dengan imunodefisiensi seperti: penggunaan
kortikosteroids jangka panjang, malnutrisi yang berat, dan
penyakit kronis sistemik.
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium meliputi: DL, BUN/SC,
SGOT/SGPT, pemeriksaan penyakit menular seksual
dengan vaginal swab. Pemeriksaan CD4 dan viral load.
2. Pemeriksaan USG untuk menentukan umur kehamilan
pada trimester pertama, menyingkirkan anomaly fetus
pada umur kehamilan 18-22 minggu, biometri dan
kesejahteraan janin.
9. Terapi/tindakan 1. ANC: pemberian obat ARV, dan konseling mengenai cara
persalinan dan pemberian PASI.
2. Berikan ARV sejak pertama diketahui hamil dengan HIV
tanpa memandang umur kehamilan, CD4 dan viral
loadnya.
3. Tentukan stadium HIV
4. Pengobatan :
- Obat pilihan utama ARV : TDF 300mg + 3TC atau FTC
300 mg + Evafirenz 600 mg
- Obat alternatif :
 AZT (2x300mg) + 3TC (2x150mg) + EFV* (1x600mg)
 TDF(1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV
(1x600mg)
- Bila ibu hamil dengan kecurigaan infeksi HIV datang
saat inpartu, segera lakukan tes HIV, bila reaktif
langsung berikan ARV.
- ODHA yang sebelumnya telah mendapatkan terapi ARV
kemudian hamil, lanjutkan dengan ARV yang sama
selama dan setelah persalinan.
- ODHA hamil dengan hepatitis B yang memerlukan
terapi:
 TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (2x150mg) + NVP
(2x200mg) atau
 TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV
(1x600mg)
- ODHA hamil dengan tuberkulosis aktif, Bila OAT sudah
diberikan, maka dilanjutkan. Bila OAT belum, maka
diberikan terlebih dahulu sebelum ARV. Rejimen untuk
ibu: Bila OAT sdh diberikan dan TB telah stabil: AZT
(d4T) + 3TC + EFV
5. Persalinan:
- Direncanakan SC elektif pada umur kehamilan 38 mg.
- Persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi
6. Postpartum: Ibu tidak diperkenankan menyusui, kecuali
bila penderita tidak mampu membeli PASI atau syarat
AFFAS tidak terpenuhi, terpaksa ASI diberikan kepada
bayinya.
10. Prognosis Dubia ad malam
(Tergantung keteraturan minum ARV dan stadium HIV)
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & 1. Melakukan pemeriksaan DL, fungsi ginjal dan liver tiap
Rekomendasi bulan pada trimesterIII (Ia/A)
2. Melakukan pemeriksaan USG pada umur kehamilan 18-20
mg untuk menyingkirkan anomaly fetus (GPP)
3. Merekomendasikan SC pada pasien dengan viral load >
1000 copy/ml setelah umur kehamilan 34 minggu,
Merencanakan SC saat umur kehamilan 38 minggu bila
datingnya adekuat, melakukan persalinan pervaginam bila
viral load tidak terdeteksi (Ia/A)
4. Jika melakukan persalinan pervaginam, minimalkan lama
waktu pecah ketuban (II/B)
5. Bila pasangannya HIV negativ, sarankan menggunakan
kondom untuk proteksi (Ia/A).

13. Indikator Medis Transmisi HIV ke janin tidak ada (konfirmasi setelah usia anak
18 bulan)
14. Edukasi 1. Minum ARV teratur seumur hidup
2. Selalu gunakan kondom bila berhubungan intim.
3. Sebaiknya tidak hamil lagi, kecuali terpaksa maka
syaratnya viral load harus sudah tidak terdeteksi dan CD4
> 350
4. Minum roborantia
5. Pola hidup sehat: tidak merokok, minum alkohol, nutrisi
yang cukup, olah raga teratur
15. Kepustakaan 1. Anonim, Modul Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari
ibu ke anak (PPIA) bagi petugas kesehatan, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2013.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM),
2012.
3. Watts D H, Human Immunodeficiency Virus, in James D,
High Risk Pregnancy management option, Elsevier
Saunders 2011.
4. Minkoff H.L, HIV Infection, in Queenan’s Management of
High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach, sixth
ed 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
DENGAN SLE
2021

1. No. ICD M32.1


2. Diagnosis Kehamilan dengan SLE
3. Pengertian Kehamilan yang disertai dengan Lupus; adalah penyakit
peradangan kronis pada sistem persendian tubuh sehingga
mampu mempengaruhi fungsi organ tubuh seperti kulit, sendi,
darah, dan ginjal (memenuhi kriteria ACR (American College of
Rheumatology)
4. Anamnesis - Anamnesis obstetric
- Anamnesis SLE : Riwayat lamanya eksaserbasi sebelum
kehamilan terjadi
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV
b. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ
6. Kriteria Diagnosis SLE ditegakkan secara klinis dan laboratories menurut American
Rheumatism Association (ARA). Diagnosis LES ditegakkan bila
terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ARA tersebut (Empat
dari 11 kriteria positif untuk memenuhi 96% sensitivitas dan
96% spesifisitas)

7. Diagnosis Banding 1. Artritis reumatoid dan penyakit jaringan ikat lainnya


2. Endokarditis bakterial subakut
3. Septikemia
4. Reaksi terhadap obat
5. Limfoma
6. Leukimia
7. Trombotik trombositopenik purpura
8. Sarkoidosis
9. Lues II
10. Sepsis bacterial
8. Pemeriksaan Penunjang DL, LED, LFT, RFT, UL, Anti ds DNA, antibodi anti DNA, antibodi
anti kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan
Anti SSB/La (Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap
trimester)
9. Terapi/tindakan Prenatal:
- Rawat jalan bersama penyakit dalam/divisi rhematologi
(bila ada)
- ANC dilakukan 1-2 minggu pada TMT 1 dan setiap 1
minggu pada TMT III
- Deteksi adanya HDK dan proteinuria
- USG dilakukan tiap 1 bulan pada TMT II
- Echocardiografi fetal uk 16 - 24 mg (skrining CCHB) jika
SSA/ro (+)  (Jika terdiagnosa CCHB/ congenital complete
hearh block dilakukan konsultasi ke divisi fetomaterna
untuk pemberian dexametasone 4mg/hari selama 6
minggu sampai gejala hilang) Medikamentosa
 Dilakukan pemberian prednisone
 SLE ringan : 0,5mg/kbBB/hari
 SLE berat:1-1,5mg/kgBB/hari
atau
 Metilprednisolone (I.V) 1gram atau 15mg /kgBB
/hari (jika terapi oral tidak berespon)
(terapi diberikan selama 6 minggu dan dilakukan
tappering off/ bila exaserbasi kembali muncul
dosis dikembalikan seperti semula dan jika flare
ditemukan selama kehamilan maka obat
dilanjutkan gingga 6 bulan postpartum)
 OAINS
 Aspirin 1x 75mg (sampai 2 minggu sblm
partus)
Jika dengan semua obat diatas keadaan tidak membaik
selama 4 minggu dapat dipertimbangkan pemberian
immunosupresan (konsul ke divisi fetomaternal/penyakit
dalam)

Persalinan
- Sesuai indikasi obstetri (untuk mencegah eksaserbasi
berikan metilprednisolone i.v sampai 48jam post partum)
Terhadap kondisi ibu maupun janin
- Kelahiran premature
- KJDR
- PJT
- HDK
- APB
- Pulmonari hipertensif
10 Prognosis - Penderita SLE yang telah mengalami remisi lebih dari 6
. bulan sebelum hamil mempunyai resiko 25% terjadinya
eksaserbasi pada saat hamil dan 90% kehamilannnya baik.
Tetapi bila masa remisi SLE sebelum hamil kurang dari 6
bulan maka resiko eksaserbasi LES pada saat hamil
menjadi 50 %, dengan luaran kehamilan yang buruk.
- Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka
risiko kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu
menjadi 10%.
- Risiko eksaserbasi meningkat tiap semester, yaitu 13%
pada trimeseter I, 14% pada trimester II, 53% pada
trimester III serta 23% pada masa nifas. SLE yang hamil
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil Jumlahnya
meningkat selama kehamilan dan pada masa post partum
antara 30% sampai 50% (level B)

11 Tindak lanjut Kontrol poliklinik


.
12 Tingkat Evidens & -
. Rekomendasi

13 Indikator Medis Kondisi ibu dan bayi baik


.
14 Edukasi 1. Disarankan bagi wanita dengan penyakit SLE sebaiknya
. merencanakan kehamilan bila kondisinya sudah stabil, dan
sebaiknya menunda kehamilan hingga penyakit SLE telah
mencapai masa remisi selama minimal 6 bulan sebelum
konsepsi untuk mencegah resiko terjadinya dampak yang
buruk terhadap ibu dan janin
2. Dampak buruk yang terjadi pada ibu diantaranya adalah
meningkatkan resiko untuk terjadinya preeklamsi dan
eklamsi, sedangkan dampak pada janin dapat
meningkatkan resiko terjadinya kematian janin, SGA, IUGR,
kelahiran prematur, perdarahan dan abortus
15 Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
. Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah
Denpasar.
2. L.W Kwok, L.S tam, Y.Y Leung and EK Li. 2011.
Predictors of Maternal and Fetal Outcomes in
Pregnancies of Patients with Systemic Lupus
Erythematosus. jurnal permissions.
3. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma. Lupus Eritematosus
Sistemik pada Kehamilan. 170 JPeny Dalam, Volume 8
Nomor 2 Mei 2007.
4. Varghese stephy, Crocker Ian, Bruce N Ian & Tower
Clare. 2011. Systemic LupusErythematosus, Regulatory
T Cells and Pregnancy.From
www.expertreviews.com/toc/eci/7/5. Diunduh tanggal
10 Januari 2015.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
DENGAN ASMA
2021

1. No. ICD Z33, J45


2. Diagnosis Kehamilan dengan asma
3. Pengertian Hamil yang disertai dengan gangguan inflamasi kronik saluran
napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.

4. Anamnesis 1. Anamnesis Obstetri


2. Anamnesis Penyakit asma
 Kapan serangan asma terakhir dan frekwensi
serangan
 Frekuensi gejala serangan pada malam hari
 Terapi asma yang didapat
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
Palpasi (Leopold I – IV)

6. Kriteria Diagnosis Klinis:


Pasien sesak napas, riwayat asma sebelumnya, ditemukan suara
paru tambahan wheezing atau ronki

7. Diagnosis Banding Pneumonia


8. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium lengkap dan analisa gas darah
9. Terapi/tindakan Tatalaksana asma pada kehamilan :
Sesuai dengan tabel penatalaksanaan asma kronis dan alur
penatalaksanaan asma akut selama kehamilan.

Mode persalinan:
- Pada kehamilan dengan penyakit asma, diupayakan
persalinan secara spontan. Namun bila ternyata penderita
berada dalam serangan, tindakan vakum ekstraksi dan
forseps dapat diambil untuk mempercepat kala II.
- Obat maintenance dilanjutkan selama persalinan, dosis
steroid diberikan 4 minggu sebelum persalinan (100mg
hydrocortison/ 8 jam)
10. Prognosis Dubia
(Tergantung status asma)
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi

13. Indikator Medis Kondisi ibu dan janin baik


14. Edukasi 1. Menghindari alergen yang menjadi pencetus seragan asma
2. Memberikan pemahaman tentang pengaruh asma
terhadap kehamilan dan sebaliknya
3. Penggunaan obat – obatan untuk maintenance asma pada
kehamilan.
15. Kepustakaan 1. NIHA. 2004. Working Group Report on Managing Asthma
During Pregnancy: Recommendations for Pharmacologic
Treatment. National Institutes of Health, National Heart,
Lung, and Blood Institute, United State of America
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma
pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di indonesia.
3. Urbano FL (2008) Review of the NAEPP 2007 Expert Panel
Report (EPR-3) on Asthma Diagnosis and Treatment
Guidelines. J Manag Care Pharm 14 (1):41-9.
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm
th
Pregnancy. In: Williams Obstetrics, 24 edition 2014.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
DENGAN HIPERTIROID
2021

1. No. ICD Z33, E05


2. Diagnosis Kehamilan dengan hipertiroid
3. Pengertian Kehamilan disertai dengan peningkatan aktivitas kelenjar tiroid
untuk menghasilkan hormone tiroid {triiodothyronine (T3)
dan/atau thyroxine (T4)}

4. Anamnesis 1. Anamnesis Obstetri


2. Anamnesis Penyakit hipertiorid
 Sejak kapan didiagnosa hipertiroid
 Riwayat pengobatannya
 Keluhan subyektif hipertiroid sesuai index wayne
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
Palpasi (Leopold I – IV)

6. Kriteria Diagnosis - Klinis (gejala dan tanda) : index Wayne ≥20


- Laboratorium : FT4 (meningkat) >1,2 ng/dL dan TSHs
(menurun) <0,6 µIU/mL

7. Diagnosis Banding Ansietas neurosis, pheocromositoma, Macro and Micro


Pituitary
Adenoma
8. Pemeriksaan Penunjang FT4, Thyroid-stimulating hormone (TSHs), USG tiroid
9. Terapi/tindakan Penatalaksanaan Hipertiroid :
- PTU 100-600mg/hari atau metimazole 10-40mg/hari
- Tiroidektomi subtotal (untuk yang gagal dengan
thionamide)

Penatalaksanaan kehamilan :
Tidak diperlukan pengelolaan spesifik kecuali ditemukan tiroid
storm dilakukan percepat kala II denga VaE atau FE untuk
mencegah decompensasi kordis.
10. Prognosis Dubia ad bonam (jika hipertiroid terkontrol)
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi

13. Indikator Medis Kondisi ibu dan janin baik


14. Edukasi 1. Kondisi kehamilannya
2. Status hormone tiroidnya
3. Pengobatan hipertiroid yang dijalankan selama kehamilan
dan postpartum
15. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm
th
Pregnancy. In: Williams Obstetrics, 24 edition 2014.
2. Leslie De Groot, Marcos Abalovich, Erik K. Alexander,
Nobuyuki Amino, Linda Barbour,Rhoda H. Cobin,
Creswell J. Eastman, John H. Lazarus, Dominique Luton,
Susan J. Mandel, Jorge Mestman, Joanne Rovet, and
Scott Sullivan. 2012. Management of Thyroid
Dysfunction during Pregnancy and Postpartum: An
Endocrine Society Clinical Practice Guideline. J Clin
Endocrinol Metab, August 2012, 97(8):2543–2565.
3. American Thyroid Assosiation (ATA). 2012. How should
hyperthyroidism in pregnancy be managed. American
Thyroid Association.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN DENGAN
INFEKSI TUBERKULOSA
2021

1. No. ICD A.15 – A.19


2. Diagnosis Kehamilan dengan infeksi tuberkulosa
3. Pengertian Kehamilan disertai dengan infeksi bakteri tuberkulosa
4. Anamnesis - Menanyakan dan memastikan hari pertama haid terakhir.
- Menanyakan saat dan hasil USG pertamakali.
- Menanyakan keluhan saat ini, gerak anak, dan penurunan
berat badan dalam satu minggu terakhir.
- Menanyakan riwayat batuk lama, penurunan berat badan,
demam, hemoptoe
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
Palpasi (Leopold I – IV)

6. Kriteria Diagnosis Tuberkulosis aktif : pasien denganinfeksi TBC dengan gejala


klinis yang khas

Tuberkulosis laten : pasien dengan uji tuberculin positif dan


secara klinis tidak ada tanda-tanda terjadi tuberculosis aktif

7. Diagnosis Banding Pneumonia, HIV dan infeksi tropis lainnya


8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
2. Laboratorium : sputum BTA, thorax foto dan tes
tuberkulin
9. Terapi/tindakan Terapi medis (Obat Anti Tuberkulosa) sesuai bagan alur
- Terapi Lini I
 Rifampisin 8-12mg/kgBB/hari)
 Isoniazid 4-6 mg/kgBB/hari
 Pirazinamid 20 – 30mg/kgBB/hari
 Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari
- Terapi Lini II (digunkan pada kasus MDR/Multipel Drug
Resistance)
 Kanamisin
 Kapromisin
 Amikasin
 streptomisin

Terapi Obstetri:
Sesuai dengan indikasi obstetri
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi

13. Indikator Medis Tidak terjadi penularan TB dari ibu ke bayi


14. Edukasi Cegah penularan TB dari ibu ke bayi melalui kontak langsung
15. Kepustakaan 1. Tripahty SN. Tuberculosis and pregnancy. Int J Gynaecol
Obstet 2003; 80: 247-53.
2. Kothari A, Girling J. Tuberculosis and pregnancy: result of a
study in a high prevalence area in London. Eur J Obstet
Gynecol 2006; 126: 48- 55.
3. Small PM, Fujiwara PI. Management of tuberculosis in The
United States. N Engl J Med 2001; 345: 189-99.
4. Khilnani GC. Tuberculosis and pregnancy. Indian J Chest
Dis Allied Sci 2004; 46: 105-11.
5. Frieden TR, Sterling TR, Munsiff SS, Watt CJ. Tuberculosis.
Lancet. 2003; 362: 887-96
6. Arora Vk, Gupta R. Tuberculosis and pregnancy. Ind J Tub
2003; 50: 13 – 6
7. Queesland Tuberculosis control centre. Guidelines for
treatment of tuberculosis in pregnancy. 2006
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RUPTUR UTERUS
2021

1. No. ICD O71.1


2. Diagnosis Ruptur Uterus
3. Pengertian Ruptur uterus adalah diskontinuitas uterus pada kehamilan
dengan atau tanpa ekspulsi janin.

Catatan :
Ruptur uterus dibedakan atas:
1. Ruptur uterus tanpa parut yaitu ruptur uterus yang terjadi
secara spontan.
2. Ruptur uterus dengan parut adalah ruptur uterus yang
terjadi terkait dengan lokus minoris pada uterus sampai
miometrium.
a. SC korporeal.
b. Post miomektomi.
3. Ruptur uterus traumatika adalah ruptur uterus yang
disebabkan oleh trauma fisik seperti terbentur, tertusuk
atau tertembak.
4. Ruptur uterus violenta adalah ruptur uterus yang terjadi
pada uterus yang sudah berpotensi ruptur dan diinduksi
oleh tindakan obstetri seperti ekstraksi forsep, embriotomi
dan versi ekstraksi.
Ruptur uterus tidak khas
4. Anamnesis - Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti
teriris (dapat menyebar ke bahu).
- Hilangnya kontraksi uterus.
- Badan lemas sampai pingsan.
- Tidak adanya gerakan janin.
- Perdarahan pervaginam.
- Riwayat operasi kebidanan dan kandungan.
- Riwayat trauma fisik.
5. Pemeriksaan Fisik 3. Umum
4. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV
b. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ
c. Pemeriksaan colok
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis
1. Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti
teriris (dapat menyebar ke bahu).
2. Hilangnya kontraksi uterus.
3. Badan lemas sampai pingsan.
4. Tidak adanya gerakan janin.
5. Perdarahan pervaginam.
6. Riwayat operasi kebidanan dan kandungan.
7. Riwayat trauma fisik.

Pemeriksaan fisik :
1. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum lemah.
b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik.
2. Pemeriksaan fisik obstetri :
a. Akut abdomen.
b. Bagian – bagian janin mudah teraba.
c. Monitoring dengan KTG ditemukan bradikardia secara
tiba – tiba sampai kematian janin.
d. Perdarahan pervaginam yang kadang – kadang disertai
hematuria.
e. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan bagian
terbawah janin mudah didorong ke atas.
f. Perdarahan post partum teraba dikontinuitas dinding
uterus.
7. Diagnosis Banding 1. Solusio plasenta
2. Kehamilan abdominal
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
2. Doppler/Kardiotokografi
3. USG
9. Terapi/tindakan 1. Perbaikan keadaan umum.
a. Resusitasi cairan intravena dimana jenis dan
jumlahnya sesuai dengan shok hipovolemik.
b. Oksigen 4-8 liter per menit.
c. Siapkan donor.
d. Antibiotika.
2. Laparotomi.
a. Keluarkan janin dan plasenta.
b. Repair ruptur.
c. Histerektomi.
10. Prognosis Dubia
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi

13. Indikator Medis - Tidak jatuh ke dalam syok irreversible


- Sumber perdarahan berhasil dihentikan
14. Edukasi 1. Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk
kehamilan berikutnya
2. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi
dan menstruasi
3. Mobilisasi dini
4. nutrisi
15. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal
(HKFM). Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004.
edisi 1.
2. Cunninghamm F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2014.
Obstetrical Hemorrhage. In: William obstetrics. 24 th Ed. Mc
Graw Hill
3. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi.
Penerbit buku kedokteran EGC
4. The use of electronic fetal monitoring national institute
for clinical excellence. 2003
5. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A. 2013.
th
Basic pattern recognition. In: Fetal Heart monitoring 4
ed. Lippincot Williams & Wilkins. pp.85-111.
6. Pedoman diagnosis – terapi dan bagan alur pelayanan
psien. 2003. Lab/SMF obstetric & ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar
7. RCOG. 2007. Birth after previous SC. Greentop guidelines
no. 45
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PARTUS KASEP
2021

1. No. ICD O63.0


2. Diagnosis Partus Kasep
3. Pengertian Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan
mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga
menimbulkan komplikasi baik pada ibu ataupun anaknya
4. Anamnesis - Menanyakan sejak kapan keluar air, warna dan bau.
- Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut
hilang timbul dan keluar lender campur darah.
- Menanyakan adanya komplikasi peralinan pada ibu seperti
riwayat demam, trauma dan tindakan medis sebelumnya
(jika merupakan kasus rujukan) dan komplikasi pada janin
seperti gerak anak menurun atau tidak bergerak.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV
b. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ
3. Pemeriksaan colok vagina
6. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama
yaitu terdapat perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah
dengan komplikasi pada ibu dan atau janin seperti:
1. Komplikasi pada Anak.
a. Kaput suksedanium besar.
b. Fetal Distress.
c. Kematian Janin.
2. Komplikasi pada Ibu
a. Vagina/Vulva edema.
b. Porsio edema.
c. Ruptura Uteri.
d. Febris.
e. Ketuban hijau.
f. Dehidrasi.
3. Tanda-tanda infeksi intrauterin:
Kriteria Gibbs: temperatur rektal lebih dari 37,8°C disertai
dengan 2 atau lebih tanda-tanda berikut :
a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit).
b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit).
c. Uterine Tenderness
d. Foul Odour of Amniotic Fluid
3
e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm )
4. Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE.
b. His hilang.
c. Bagian anak mudah teraba dari luar.
d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke atas.
e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina.
5. Tanda-tanda gawat Janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium.
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler.
c. Gerak anak berkurang.
7. Diagnosis Banding Partus lama
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
a. DL
b. LED
2. Kardiotokografi
9. Terapi/tindakan Perbaikan keadaan umum ibu.
a. Pasang infus & kateter urine.
b. Beri cairan kalori dan elektrolit.
 Normal salin, 500 cc.
 Dekalitrose 5-10%, 500 cc
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas
darah.
d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :
 Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500
mg po selama 3 hari.
 Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari.
e. Pemberian obat penurun panas :
 Xylomidon 2 cc im.
Terminasi kehamilan: Pengakhiran kehamilan tergantung syarat
dan kontra indikasi saat itu.
10. Prognosis Dubia ad malam
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi

13. Indikator Medis Kondisi ibu dan bayi baik


14. Edukasi 1. ASI eksklusif
2. Mobilisasi dini
3. KB post partum
15. Kepustakaan 1. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2014.
Antepartum Assessment. In : William Obstetrics. 24th.Ed.
Mc Graw Hill.
2. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute
for Clinical Excellence. 2003.
3. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013.
th
Basic Pattern Recognition. In: Fetal Heart Monitoring. 4
ed. Lippincot Williams & Wilkins. pp.85-111.
4. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PERDARAHAN POST PARTUM
2021

1. No. ICD O72


2. Diagnosis Perdarahan Post Partum
3. Pengertian Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang terjadi
setelah partus kala II yaitu > 500 cc pada persalinan
pervaginam dan > 1000 cc pada seksio sesarea.

Penyebab PPP :
1. Atonia uteri. (Tonus)
2. Robekan jalan lahir (Trauma)
3. Retensio / sisa plasenta (Tissue)
4. Gangguan pembekuan darah (Trombin)

Perdarahan post partum terdiri atas:


1. Primer adalah bila PPP terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Sekunder adalah bila PPP terjadi setelah 24 jam.
4. Anamnesis - Jumlah darah yang keluar.
- Gejala - gejala seperti pusing, berdebar - debar, lemah,
berkeringat dingin, sesak nafas dan air kencing ( jumlah
dan warna).

5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum


2. Obstetrik
6. Kriteria Diagnosis Kriteria umum :
1. Perdarahan > 500 cc pada partus pervaginam dan > 1000
cc pada seksio sesarea atau perdarahan aktif.
2. Keadaan umum cukup / buruk.
3. Kesadaran GCS ≤15.
4. Tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg dan diastolik ≤ 60
mmHg.
5. Nadi ≥ 100x/menit dan lemah.
6. Respirasi > 20 x/ menit, cepat dan dangkal ( kusmaul ).
7. Suhu tubuh dalam batas normal.
8. Skala nyeri
Kriteria khusus :
1. Atonia uteri.
- Palpasi teraba tinggi fundus uteri setinggi pusat atau
lebih dan kontraksi yang lembek.
- Inspekulo perdarahan merah atau stolsel keluar dari
OUE.
2. Robekan jalan lahir.
- Palpasi teraba fundus uteri setinggi 2 jari bawah pusat
dan kontraksi baik.
- Inspeksi vulva dan inspekulo vagina disertai serviks
tampak robekan dengan perdarahan aktif.
- Pemeriksaan bimanual teraba robekan uterus.
3. Retensio plasenta / sisa plasenta.
- PPP primer.
 Plasenta tidak lahir 30 menit pada kala III.
 Plasenta lahir inkomplit.
 Palpasi tinggi fundus uterus 2 jari bawah pusat
dan kontraksi baik.
 Digitalisasi ditemukan sisa jaringan.
- PPP Sekunder.
 Palpasi teraba fundus uterus tidak sesuai dengan
involusi dan kontraksi lembek.
 Inspekulo darah berasal dari OUE.
 Dapat disertai oleh tanda-tanda infeksi
puerperalis.
4. Gangguan pembekuan darah.
- Palpasi fundus uterus sesuai dengan involusi.
- Inspeksi dan inspekulo perdarahan merembes dari
OUE atau timbul hematoma pada bekas jahitan atau
tempat suntikan.
- Faal hemostasis memanjang.

Catatan :
Faktor risiko perdarahan pasca persalinan :
1. Anemia.
2. Perdarahan antepartum.
3. Korioamnionitis.
4. Grandemultipara.
5. Gangguan koagulasi.
6. Pemberian MgSO4.
7. Gemelli.
8. Persalinan dengan tindakan.
9. Partus presipitatus.
10. Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya.
11. Persalinan lama.
12. Kelainan uterus.
13. Riwayat seksio sesarea.
14. Persalinan dengan induksi.
7. Diagnosis Banding 1. Mioma uterus
2. Kanker serviks
3. Polyp serviks
4. Syok kardiogenik
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
a. Darah lengkap
b. Faal hemostasis
2. USG
3. KTG

9. Terapi/tindakan Penanganan umum:


1. Posisikan pasien ( Fowler ).
2. Longgarkan jalan nafas dan berikan oksigen sungkup 4
liter/menit.
3. Pasang IV line dengan abocath G.18 single dan atau double
serta sampel darah.
4. Cairan RL tetesan cepat 1000 cc/30 menit.

Penanganan sesuai penyebab:


1. Atonia uteri
a. Massage fundus uteri
b. Berikan uterotonika
c. Lakukan kompresi bimanual.
d. Bila tetap terjadi perdarahan lakukan tamponade
balon intra uterin dengan menggunakan Sengstaken -
Blakemore Oesophageal Catheter ( SBOC ) atau
kondom kateter masukkan cairan antara 300 - 400 cc
untuk menimbulkan kompresi.
e. Bila tetap terjadi perdarahan disertai hemodinaik
masih stabil dan ingin mempertahankan fertilitas
dapat dilakukan jahitan kompresi:
- B – Lynch
Menggunakan kromik catgut no. 1 atau no. 2,
Vicryl 0 (Ethicon). Tindakan B-lynch harus
didahului tes tamponade untuk menilai
efektifitas tindakan B-lynch dengan cara
kompresi bimanual uterus secara langsung di
meja operasi
- Cho multiple square
Dilakukan pada perdarahan oleh karena plasenta
previa
- Metode hayman
Dilakukan pada pasien yang sebelumnya tidak
dilakukan seksio sesarea
f. Systemic Pelvic devascularization
- Ligasi a. uterine
- Ligasi a. hipogastrika

Tabel 1. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya pada atonia uteri


Jenis dan cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara IV: infus 20 IM atau IV Oral 600 mcg
pemberian unit dalam 1 (secara atau rektal
awal Liter larutan perlahan) 0,2 800 mcg
garam mg
fisiologik
dengan 60
tpm
IM: 10 unit
Dosis lanjutan IV: infus 20 Ulangi 0,2 mg 400 mcg 2-4
unit dalam 1 setelah 15 jam setelah
liter larutan menit jika dosis awal
garam masih
fisiologik diperlukan
dengan 40 beri IM/IV
tpm setiap 2-4 jam
Dosis Tidak lebih Total 1 mg Total 1200
maksimal dari 3 liter atau 5 dosis mcg
perhari larutan
dengan
oksitosin
Kontraindikasi Tidak boleh Preeclampsia, Nyeri
memberi IV vitium kordis, kontraksi,
secara cepat hipertensi asma
atau bolus
Gambar 1. Tamponade balon
Gambar 2. B - Lynch, Cho multiple square dan metode Hayman
Sumber : B – Lynch Conservative Surgical Management

2. Robekan jalan lahir


a. Periksa vulva, vagina dan serviks untuk mentukan
lokasi sumber perdarahan dilakukan ligase dan repair
b. Periksa tanda-tanda rupture uteri, bila terjadi rupture
uteri segera lakukan laparotomy dan dilakukan repair
atau histerektomi
3. Retensio/sisa plasenta
a. Bila plasenta belum lahir segera lakukan manajemen
aktif kala III
b. Bila gagal lakukan manual plasenta
c. Bila plasenta keluar tidak lengkap, lakukan kuretase
dengan hati-hati menggunakan sendok kuret tumpul
yang terbesar
4. Gangguan pembekuan darah
a. Lihat tanda-tanda gangguan pembekuan darah secara
klinis seperti petechie, perdarahan subkonjungtiva dan
bekas tusukan jarum
b. Bila uterus berkontraksi baik dan trauma jalan lahir
sudah teratasi tetapi tetap terjadi perdarahan, lakukan
pemeriksaan faktor-faktor pembekuan darah seperti
BT/CT, PTT/aPTT, kadar fibrinogen dan D-dimer
c. Transfusi 4 komponen darah:
- 4 unit PRC
- 4 unit Fresh Frozen Plasma
- 1 unit trombosit konsentrat
- Kalsium glukonas
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi

13. Indikator Medis Tidak jatuh ke dalam syok irreversible


14. Edukasi 1. Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk
kehamilan berikutnya.
2. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi
dan menstruasi.
3. Mobilisasi dini.
4. Nutrisi
15. Kepustakaan 1. WHO Guidelines for the Management of Post Partum
Haemorrhage and Retained Placenta, WHO Library
Cataloguing in Publication Data, 2009.
2. RCOG, Green Top Guidelines, Prevention and Management
of Postpartum Haemorrhage, no 52 May 209.
3. Postpartum Haemorrhage: Guidelines, Southampton
University Hospital NHSTrust, January 2011.
4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines,
Primary Postpartum Haemorrhage, July 2009.
5. SOGC Clinical Practice Guidelines, Active Management of
the Third Stage of Labour: Prevention and Management of
Postpartum Haemorrhage, no 235, October 2009.
6. Belfort M.A. Postpartum Hemorrhage, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy. Sixth ed. 2012. p.289
- 291.
7. Francois K. Postpartum Hemorrhage, in Obstetric Intensive
Care Manual, Third Ed. Mc Graw Hill, 2011.p. 27 - 38.
8. Lynch, C.B. Conservative Surgical Management, in
Postpartum Hemorrhage, p.287 - 297.
9. Koh E, Daavendra K, Tan L K, B-Lynch Suture for The
Treatment of Uterine Atony, Singapore Med J 2009.
10. www. medscape.com, Use of a Condom for Control
Massive Postpartum Hemorrhage, 2010.
11. Rather S Y, et al. Use of Condom for Control Intractable
PPH, J & K Health Service, Kashmir, Vol 12, 2010.
12. Karkata M K, Kristanto H, Penatalaksanaan Perdarahan
Pasca Salin, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawa Sari, 2012.
hal.166 - 174.
13. RCOG. 2011. Prevention And Management Of Postpartum
Haemorrhage. Green-top Guideline No.52.

Bagan Alur Pada Perdarahan Pasca Persalinan

Penanganan segera:
- Ask for HELP
- Baringkan pasien kepala lebih rendah
- Penilaian vital sign
- Lakukan resusitasi ABC
- Pasang IV line double + ambil sample
darah, periksa lab, siapkan transfuse
darah
- Pemeriksaan obstetri
Tissue
Tone
Tone

Tidak - Manajemen aktif kala III


- Oxytocin 5 – 10 IU
- Massage fundus uteri Plasenta lahir?
- Bila gagal lakukan manual
- Kosongkan blass, pasang plasenta
Ya
kateter - Inkomplit lakukan kuret
- Kompresi bimanual
interna Tidak
Kontraksi uterus
- Oxytocin drip 20 unit ~ 60
baik?
tts/mnt
- Misoprostol 800 – 1000
Trauma
Trauma
mg per rektal Ya

Ya - Periksa robekan jalan lahir


Trauma jalan lahir? (vagina, serviks, uterus)
- Repair robekan
Tetap perdarahan - Koreksi inversio uteri
Kontraksi jelek - Bila ruptur uteri dilakukan
Tidak laparotomy
Tidak
(repair/histerektomi)

Trombin
Balon intrauterin (kondom kateter)

- Bila semua prosedur telah dilakukan tetapi tetap perdarahan pikirkan


gangguan pembekuan darah
- Terdapat tanda-tanda DIC
Tetap perdarahan - BT/CT memanjang, TC menurun, fibrinogen menurun <1 g/L, PTT/aPTT
memanjang

Kontraksi jelek

Bedah konservatif: Transfusi:


- Jaritan kompresi (B - Whole blood/fresh blood
Lynch/Metode Surabaya/Cho - Fresh frozen plasma
- Ligasi arteri Hysterektomi - Trombosit konsentrat
uterine/hypogastrika - cryoprecipitates
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI EMBOLI
AIR KETUBAN
2021

1. No. ICD O88.1


2. Diagnosis Emboli air ketuban
3. Pengertian Masuknya air ketuban, sel - sel fetus atau material debris
lainnya ke dalam sirkulasi maternal yang dapat mengakibatkan
reaksi anafilaktik dan obstruksi mekanis pada pembuluh darah
utama ibu.

4. Anamnesis Pasien dalam proses persalinan, operasi seksio sesarea,


tindakan kuretase atau pada masa nifas mengeluh sesak nafas,
sianosis, syok, gangguan kesadaran sampai koma, kejang dan
terkadang didapatkan gangguan pembekuan darah (DIC)
dengan menyingkirkan penyebab yang lain seperti penyakit
jantung, penyakit paru, reaksi anafilaksis dan perdarahan.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum
2. Obstetrik :
a. Palpasi
Leopold I – IV
b. Auskultasi
Pemeriksaan DJJ
c. Pemeriksaan colok vagina
6. Kriteria Diagnosis 1. Pasien dalam proses persalinan, tindakan operasi seksio
sesarea, tindakan kuretase dan pasca persalinan.
2. Mengeluh sesak nafas, sianosis, syok, penurunan
kesadaran sampai koma, kejang dan terkadang
didapatkan gangguan pembekuan darah (DIC).
3. Pemeriksaan saturasi oksigen didapatkan tanda
hipoksemia (SaO2< 60).
4. Pemeriksaan post mortem ditemukan sel squamous atau
debris di pembuluh darah pulmonal ibu.

7. Diagnosis Banding 1. Syok anafilaksis


2. Syok kardiogenik
3. Syok hipovolemik
8. Pemeriksaan Penunjang 1. DL
2. UL
3. BT/CT
4. Faktor-faktor pembekuan darah

9. Terapi/tindakan 1. Oksigenasi dengan sungkup 4 liter per menit


2. Infus NaCl dengan tetesan sesuai kondisi
3. Ventilasi mekanis
4. Resusitasi Jantung Paru (RJP)

10. Prognosis Dubia ad malam


11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi
13. Indikator Medis Ibu dan bayi berhasil diselamatkan
14. Edukasi 1. ASI eksklusif
2. Mobilisasi dini
3. KB Post partum
15. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal
(HKFM) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004.
edisi 1.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2014.
Antepartum Assessment. In: William Obstetrics. 24th.Ed.
Mc Graw Hill
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI SEPSIS
2021

1. No. ICD A40


2. Diagnosis Sepsis
3. Pengertian Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana
pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah
sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi, sepsis
merupakan SIRS ditambah dengan sumber infeksi yang jelas

4. Anamnesis Badan panas/hipotermia, sesak napas, berdebar debar sampai


penurunan kesadaran
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik Umum:
- KU: baik - sampai penurunan kesadaran
- Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;
- Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;
- Meningkatnya frekuensi pernapasan >20/menit;

6. Kriteria Diagnosis Tanda dan gejala infeksi ini harus memenuhi paling sedikit 2
kriteria dari Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS)
disertai dengan sumber infeksi yang jelas.
1. Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;
2. Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;
3. Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit;
4. Jumlah sel-sel darah putih yang tidak normal, yaitu >12000
sel/cu mm atau <4000 sel/cu mm.
7. Diagnosis Banding SIRS
8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
1. DL, LFT, RFT, Elektrolit, BS
2. Kultur darah, urine dan sumber infeksi lainnya

9. Terapi/tindakan Sesuai algoritme penanganan sepsis


10. Prognosis Dubia ad bonam sampai dubia ad malam
11. Tindak lanjut Kontrol poliklinik
12. Tingkat Evidens & -
Rekomendasi
13. Indikator Medis Klinis dan laboratorium
14. Edukasi -
15. Kepustakaan 1. Andersen Cancer centre. 2013. Adult sepsis management.
Department of clinical effectiveness.

Anda mungkin juga menyukai