Anda di halaman 1dari 116

I.

ABORTUS

1. Nama Penyakit : Abortus


2. Pengertian : Adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, dan
sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat badan anak kurang dari 1000
gram.
Abortus komplit:
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari
kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
minggu.
Abortus inkomplit:
Adalah sebagian konsepsi telah keluar dari vakum
uteri, sebagian lagi masih tertinggal.
Abortus insipiens:
Adalah abortus yang sedang mengancam dimana
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah
membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih di dalam
kavum uteri.
Abortus imminens:
Adalah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi
pendarahan per vaginam ostium masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Missed Abortion :
Adalah abortus dimana embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20
minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan selama 8 minggu atau
lebih.
Abortus habitualis:

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 1


Adalah keadaan dimana terjadinya abortus tiga kali
berturut-turut atau lebih.
Abortus Infeksiosus:
Abortus yang mengalami infeksi
3. Anamnesa : Riwayat haid, gejala hamil, perdarahan pervaginam,
nyeri abdomen
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan umum, pemeriksaan, fisik,
Fisik pemeriksaan pelvic
5. Kriteria : Ada terlambat haid atau amenorea kurang dari 20
Diagnosa minggu . Pendarahan per vaginam, mungkin
disertai jaringan hasil konsepsi. Rasa sakit atau
keram perut di daerah atas simpisis.
6. Diagnosa :  Kehaliman ektopik
Banding  Hipermenore
 Abortus mola hidatidosa
 Mioma uteri bertangkai
7. Pemeriksaan : Tes HCG, tes koagulasi, USG
Penunjang
8. Terapi : I. Abortus imminens
a. Istilah baring, tidur baring merupakan unsur
penting dalam pengobatan karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsang mekanis.
b. Penobarbital 3 x 30 mg sehari dapat
diberikan untuk menenangkan penderita.
c. Tokolitik
d. Preparat progesterone 2-3x 1 tab setiap 8-12
jam
e. Antiprostaglandin 3x500mg
II. Abortus insipiens :
Bila kehamilan >12 minggu kuret atau drip
oksitosin
Methylergometrin maleat 3×1 5 hari

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 2


Antibiotika
III. Abortus inkompletus
a. Perbaiki KU
b. Kosongkan uterus
c. Methylergometrin maleat 3×1 5 hari
d. Amoxycicillin 4×500 5 hr
IV. Abortus kompletus
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya
menderita anemis perlu diberikan sulfas ferrosus
dan dianjurkan supaya makanannya banyak
mengandung protein, vitamin dan mineral.
V. Missed abortion
 Mengeluarkan jaringan nekrosis
 Pemeriksaan faal hemostasis
 Kadar fibrinogen normal, jaringan konsepsi
dapat segera dikeluarkan.
 Sebaiknya bila kadar fibrinogen rendah,
perbaiki dulu dengan cara memberikan
fibrinogen kering atau darah segar.
 Kehamilan < 12 minggu langsung kuretase
 Kehamilan > 12 minggu misoprostol 1 tab/
intra vaginal/tiap 6 jam/ 1hari dilanjutkan
dengan drip oxytosin dan kuretase
 Disarankan monitoring fibrinogen serum
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis : Secara umum baik sesuai diagnosa masing-masing
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : Ada 3 penyulit:
a. Anemia
Biasanya anemia post hemorragia.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 3


Pengobatannya adalah pemberian darah atau
komponen darah.
b. Infeksi
Kasus abortus yang datang dalam keadaan
infeksi harus mendapat payung antibiotik dulu,
sebelum dilakukan evakuasi. Sedangkan
tindakan evakuasi sendiri dapat menimbulkan
infeksi. Untuk itu perlu diberikan antibiotika
profilaksis.
c. Perforasi
Merupakan komplikasi tindakan kuretase
Untuk mencegah perforasi :
Pemberian uterotonik
Kuretase secara sistematis dan lege artis.
13. Informed : Perlu, sebelum dilakukan kuretase
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : 1-3 hari
16. Lama Perawatan : Pasca kuretase pasien tidak perlu dirawat, kecuali
ada komplikasi
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Cuningham F.G.MD, Mac Donald P.C.MD,
Garet N.F.MD, Abortion, William Obstetric
18ed, Applenton & Large Connecticut p.489-
509
2. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S.
Kelainan dalam lamanya kehamilan In: Ilmu
Kebidanan, Edisi II, hal 258-277, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta 1981
3. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan
RSUdr Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis
dan terapi Edisi III 2008

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 4


II. HYPEREMESIS GRAVIDARUM

1. Nama Penyakit : Hyperemesis Gravidarum


2. Pengertian : Adalah keadaan dimana penderita muntah-muntah
yang berlebihan lebih dari 10 kali dalam 24 jam
atau setiap saat, sehingga mengganggu kesehatan
penderita
3. Anamnesa : Muntah berlebihan
4. Pemeriksaan Fisik : Muntah yang berlebihan dalam kehamilan yang
menyebabkan terjadinya: ketonuria, penurunan
berat badan > 5 %
5. Kriteria Diagnosa :  Muntah-muntah yang sering sekali
 Perasaan tenggorokan kering dan halus
 Kulit dapat menjadi kering ( tanda
dehidrasi)
 Berat badan turun dengan cepat
Pada keadaan yang berat timbul ikterus dan
gangguan saraf.
6. Diagnosa Banding : Mola hidatidosa, hipertiroid, defisiensi vitamin B
kompleks, stress berat
7. Pemeriksaan : Urinalisa lengkap, gula darah, elektrolit, fungsi hati,
Penunjang fungsi ginjal, USG: untuk menilai dan memastikan
kehamilan
8. Terapi : Segera penderita dirawat, berikan cairan per
infus (glucose 5 – 10 % dan NaCL fisiologik)
 Obat anti emetik, intra muskuler atau per
infus.
 Penderita dipuaskan sampai muntah telah
berkurang, diukur jumlah muntah ( cairan yang
dimuntahkan) dan cairan yang diberikan dan
diuresis dalam 24 jam.
 Ukur balance cairan setiap hari.
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 5


10. Prognosis : Umumnya baik, namun dapt menjadi fatal bila
terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis yang tidak
di koreksi dengan cepat dan tepat
11. Konsultasi : Penyakit Dalam
12. Penyulit : Bila tidak berat, tidak ada
Bila berat: dehidrasi, gangguan fungsi hepat dan
febris.
13. Informed Consent : Tidak perlu
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu / tergantung kondisi pasien
16. Lama Perawatan : Ringan : + 7 hari
Berat : Tergantung dengan penyulit yang
telah didapat.
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit
kandungan RSU dr Soetomo
Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi Edisi
III 2008
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:21,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 6


III. KEHAMILAN EKTOPIK

1. Nama Penyakit : Kehamilan Ektopik


2. Pengertian : Adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi
berimplikasi dan tumbuh diluar endometrium
kavum uteri.
Yang termasuk kehamilan ektopik adalah:
a. kehamilan abdominasi
b. kehamilan ampula tuba
c. kehamilan ismus tuba
d. kehamilan intersial tuba
e. kehamilan ovarialal
f. kehamilan intra ligamen
g. kehamilan komu
h. kehamilan serviks
3. Anamnesa : Nyeri abdomen, perdarahan pervaginam, terlambat
haid
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen,
Fisik pemeriksaan pelvic
5. Kriteria : Anamnesis
Diagnosa a. Amenorea atau terlambat haid
b. Timbul sinkop dan gejala abdomen akut.
Keadaan ini disebabkan pendarahan intra
peritoneal yang mendadak serta terjadinya
hipovolemia pada sirkulasi.
c. Nyeri perut, terutama nyeri unilateral. Gejala
ini spesifik untuk kehamilan tuba, tetapi nyeri
bisa juga bilateral, dibawah perut pada 20-25%
penderita ada juga yang mengeluh nyeri bahu.
Keadaan ini timbul jika pendarahan peritoneum
sudah mengiritasi diafragma.
d. Pendarahan vagina atau sepoting. Gejala

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 7


pendarahan dan atau pendarahan bercak ini
timbul hampir pada 75% kasus yang timbul 1
atau 2 minggu setelah keterlambatan haid.
Sekalipun demikian riwayat keterlambatan haid
6 – 8 minggu sebelum gejala sakit perut atau
pendarahan vagina.
e. Gejala tidak spesifik lainnya
Perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada
mammae serta kadang-kadang gangguan
defekasi.
Pemeriksaan fisik:
a. Tanda-tanda syok
 Hipotensi
 Takikardi
 Pucat, ekstremiktas dingin
b. Abdomen akuta
 Perut tegang pada bagian bawah
 Nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas
dari dinding perut
Pemeriksaan Ginekologi:
 Serviks teraba lunak, nyeri tekan dan
nyeri goyang.
 Korpus uteri normal atau sedikit
membesar, kadang-kadang sulit diketahui karena
nyeri abdomen yang hebat.
 Kavum douglasi menonjol oleh karena
terisi darah.
6. Diagnosa :  Methorhagia sebab kelainan ginekologik
Banding atau organik lainnya.
 Radang panggul
 Neoplasma ovarium ( putaran tangki,

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 8


pecah, terinfeksi) dengan atau tanpa kehamilan
muda.
 Korpus luteum hemoragis
 Appendisitis
 Abortus iminens
7. Pemeriksaan : a. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang Kadar hemoglobin, leukosit
Tes kehamilan bila baru terganggu
b. Ditalasi Kuretase.
c. Pemeriksaan USG
Terlihat kantong gestasi di luar kavum uteri dan
atau deteksi genangan cairan di kavum douglasi
pada KE yang telah terganggu.
d. Pemeriksaan Kuldosentesis
Untuk mengetahui dalam kavum douglasi ada
darah.
e. Pemeriksaan Laparoskopi
Pemeriksaan laporoskopi kelalinan KET, infeksi
pelvik, kisto ovarium segera dapat dibedakan
dengan jelas
8. Terapi : Prinsip umum penatalaksanaan:
a. Segera dibawa ke rumah sakit
b. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk
mengkoreksi anemia dan hipovolemia
c. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis dapat
dipastikan:
 Kehamilan di Tuba dilakukan salpingektomi
 Kehamilan di Kornu dilakukan ovorektomi
atau salpingo ovorektomia
 Kehamilan di kornu dilakukan:
o Historestomi bila telah berumur > 35
tahun.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 9


o Fundektomi bila masih muda untuk
kemungkinan masih bisa dapat haid
o Eksisi bila kerusakan pada kornu kecil
dan kornu dapat direparasi.
 Kehamilan Abdominal:
o Bila mudah kantung dan plasenta
diangkat
o Bila besar atau susah (kehamilan
abdominal lanjut), anak dilahirkan dan
tali pusat dipotong dekat plasenta,
plasenta ditinggalkan dan dinding perut
ditutup.
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis :
11. Konsultasi : Bagian bedah
12. Penyulit : Syok yang irreversible, perlekatan, obstruksi usus,
infertilitas
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : 3-5 hari
16. Lama Perawatan : Tanpa penyulit umumnya pasien pulang hari ke 6
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S.
Kelainan dalam lamanya kehamilan In: Ilmu
Kebidanan, Edisi II, hal 258-277, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta 1981
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:26,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 10


IV. KETUBAN PECAH DINI

1. Nama Penyakit : Ketuban Pecah Dini


2. Pengertian : - Pecahnya selaput ketuban tanpa diikuti
persalinan
- 60-70% ketuban pecah dini (KPD)
berhubungan d4engan infeksi
- Air ketuban berfungsi memberi ruang gerak
untuk janin, sehingga tidak terjadi reaksiditas
otot ekstremitas dan perkembangan paru
- Pada kehamilan preterm, KPD dapat
merangsang persalinan dan kelahiran (50%)
3. Anamnesa : Keluar air ketuban
4. Pemeriksaan : Inspekulo, Tampak air ketuban keluar dari osteum
Fisik uteri eksternum genangan air ketuban di vagina
fornik posterior
5. Kriteria : 1. Anamnesis
Keluar air ketuban sebelum proses persalinan
Diagnosa
2. Pemeriksaan
a. Inspekulo
Tampak air ketuban keluar dari osteum uteri
eksternum genangan air ketuban di vagina
fornik posterior
b. Pemeriksaan tes lakmus (nitrazin test)
Jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya cairan ketuban
(alkalis), darah dan infeksi vagina dapat
menghasilkan tes positif palsu
c. Pemeriksaan ultrasonography
Biofisik janin, oligohidramnion
d. Pemeriksaan tanda-tanda infeksi
Suhu ibu ≥38°C, air ketuban keruh dan
berbau, leukosit darah >15.000 / mm³, janin
taki kardi mungkin mengalami infeksi intra
uteri
e. Tentukan tanda-tanda persalinan

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 11


f. Pemeriksaan kardiotokografi
6. Diagnosa :  Pemeriksaan leukosit darah, bila > 15.000/mm³
Banding mungkin ada infeksi.
 USG : membantu menentukan usia kehamilan,
letak janin, berat janin, letak plasenta, gradasi
plasenta serta jumlah air ketuban.
 Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop
Lacnee atau dengan fetal phone atau dengan
CTG. Bila ada infeksi intra uteri atau
peningkatan suhu bunyi jantung janin akan
meningkat
7. Pemeriksaan : USG, CTG, Nitrazin Test
Penunjang
8. Terapi : 1. Ketuban pecah dini pada kehamilan > 35
minggu
 Prinsipnya lahirkan janin
 Beri antibiotika profilaksis
2. Ketuban pecah dini pada kehamilan 32 – 35
minggu
 Terapi antibiotika
 Induksi pematangan paru beta/dexa
metasone 12 mg IV
 Tokolisis : mimetic, Ca channel blocker
 Jika terdapat kompresi tali pusat atau
plasenta akibat air ketuban sangat sedikit
amnio infusi
 Ekspetatif bila paru telah matang
3. Ketuban pecah dini pada kehamilan < 32
minggu
 Terapi antibiotic
 Induksi pematangan paru beta/dexa
metasone 12 mg IV bila kehamilan > 28
minggu
 Tokolisis : mimetic, Ca channel blocker
 Jika terdapat kompresi tali pusat atau
plasenta akibat air ketuban sangat sedikit

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 12


amnio infusi
 Sedapat mungkin dipertahankan sampai 33
– 35 minggu, jika tidak ada infeksi
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis :
11. Konsultasi : -
12. Penyulit :  Infeksi
 Kematian janin, karena infeksi atau
prematuritas
13. Informed : Perlu untuk tindakan operatif
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : -
16. Lama Perawatan :  Konservatif : Sangat tergantung pada usia
kehamilan, lamanya air ketuban keluar,
keadaan umum pasien.
 Partus per vaginam 2-3 hari,
 Seksio sesarea 3-7 hari.
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William
Obstetrics. Eighteenth Ed. P - Appleton &
Lange, 1989.
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:52,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 13


V. PERSALINAN PRE TERM

1. Nama Penyakit : Persalinan Pre Term


2. Pengertian : Persalinan neonatus pada usia kehamilan antara 22
dan 37 minggu lengkap, atau antara 140 dan 259
hari, dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Mayor :
- Kehamilan multiple
- Hidramnion
- Anomaly uterus
- Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada
kehamilan 32 minggu
- Serviks mendatar kurang dari 1 cm pada
kehamilan 32 minggu.
- Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1
kali
- Riwayat persalinan preterm sebelumnya
- Operasi abdominal pada kehamilan preterm
- Riwayat operasi konisasi
- Iritabilitas uterus
Minor :
- penyakit yang disertai demam
- perdarahan per vaginam setelah kehamilan 12
minggu
- riwayat pielonefritis
- merokok lebih dari 10 batang/hari
- riwayat abortus trisemester II
- riwayat abortus trisemester I lebih dari 1 kali.
- Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai: 1
atau lebih faktor resiko mayor; atau 2 atau lebih
faktor risiko minor; atau keduanya.
3. Anamnesa : - usia kehamilan antara 22 dan 37 minggu

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 14


lengkap, atau antara 140 dan 259 hari.
- Kontraksi uterus (his) teratur, sedikitnya setiap
7-8 menit sekali
- Merasakan gejala seperti : rasa kaku di perut
menyerupai kaku menstruasi;rasa tekanan
intrapelvis, nyeri bagian belakang
4. Pemeriksaan : - Pemeriksaan serviks berkala menunjukkan
Fisik bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
terbuka sedikitnya 2 cm.
- Pemeriksaan serviks berkala menunjukkan
bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
terbuka sedikitnya 2 cm.
- Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin
bercampur darah
5. Kriteria Diagnosa : - usia kehamilan antara 22 dan 37 minggu
lengkap, atau antara 140 dan 259 hari.
- Kontraksi uterus (his) teratur, sedikitnya setiap
7-8 menit sekali
- Pemeriksaan serviks berkala menunjukkan
bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
terbuka sedikitnya 2 cm.
- Selaput ketuban seringkali telah pecah
- Merasakan gejala seperti : rasa kaku di perut
menyerupai kaku menstruasi;rasa tekanan
intrapelvis, nyeri bagian belakang
- Pemeriksaan serviks berkala menunjukkan
bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
terbuka sedikitnya 2 cm.
- Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin
bercampur darah
6. Diagnosa : - Kontraksi pada kehamilan preterm
Banding - Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 15


7. Pemeriksaan : - USG : Usia kehamilan, besar janin, aktifitas
Penunjang biofisik, cacat bawaan, letak dan maturasi
plasenta, volume cairan amnion, kalainan
uterus
- Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi
dan kekuatan kontraksi
- Pemeriksaan berkala dilatasi/pemendekan
serviks
8. Terapi :  Setelah pemberian informed consent yang baik,
cara persalinan dan kemampuan klinik merawat
preterm harus dipertimbangkan. Bila kehamilan
>35 minggu dan presentasi kepala, maka
persalinan pervaginam merupakan pilihan.
Namun bila kehamilan 32-35 minggu maka
pertimbangan seksio sesarea menjadi pilihan.
Menjadi kesulitan pilihan bila bayi dengan
berat lahir sangat rendah karena risiko
kematian tinggi (50%). Bila tidak ditemukan
infeksi, maka upaya tokolisis dapat dilakukan.
 Obat yang dianjurkan ialah:
a. Nifedipine 10 mg, diulang tiap 30 menit,
maksimum 40 mg/6 jam.
Umumnya hanya diperlukan 20 mg, dan
dosis perawatan 3 x 10 mg.
b. B-mimetik : terbutalin atau salbutamol.
 Pemberian kortikosteroid diperlukan untuk
pematangan paru: betamethasone 12 mg/hari,
untuk 2 hari saja. Bila tidak ada betamethasone
dapat diberikan dexamethasone.
 Persiapan untuk perawatan bayi kecil perlu
dibahas dengan dokter anak, untuk
kemungkinan perawatan intensif. Bila
ternyata bayi tidak mempunyai kesulitan

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 16


(minum, nafas, tanpa cacat) maka
perawatan cara kanguru dapat diberikan
agar lama perawatan di rumah sakit dapat
dikurangi.
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis :
11. Konsultasi : Spesialis Anak
12. Penyulit : Pada bayi :
- sindroma gawat napas
- perdarahan intracranial
- trauma persalinan
- paten duktus arteriosus
- sepsis
- gangguan neurology
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : 2-3 hari
16. Lama Perawatan : Sangat bergantung pada keadaan pasien /usia
kehamilan
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William.
Obstetrics. Eigteenth Ed. Appleton & lange,
1989.
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:75,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 17


VI. MOLA HIDATIDOSA DAN PENYAKIT TROFOBLAS GANAS

1. Nama Penyakit : Mola Hidatidosa Dan Penyakit Trofoblas Ganas


2. Pengertian : Penyakit trofoblas gestasionala adalah proliferasi
sel trofoblas yang berasal dari kehamilan
3. Anamnesa : Terlambat haid disertai gejala-gejala kehamilan
normal, kadang-kadang gejala kehamilan tersebut
berlebihan
4. Pemeriksaan : uterus lunak, kehamilan ini tidak disertai atau dapat
Fisik disertai dengan janin atau selaput janin.
Tidak dijumpai gerakan janin, tidak dijumpai
denyut jantung janin. Pada sonde uterus tak
didapatkan tahanan kantong janin
5. Kriteria : Kehamilan ini tidak disertai dengan janin atau
Diagnosa selaput janin ( mola hidatidosa komplit ) tetapi
dapat juga disertai dengan adanya janin atau
kantong janin ( mola hidatidosa partial )
6. Diagnosa : Penyakit Trofoblas ganas
Banding Korio karsinoma
7. Pemeriksaan : Usg, pemeriksaan kadar beta HCG
Penunjang
8. Terapi : - Rawat inap segera
- Evakuasi jaringan mola harus dilakukan sampai
bersih
- Tindakan kuret ulangan dapat dilakukan 1-2
minggu setelah kuret pertama
- Untuk mengurangi terjadinya perdarahan
diberikan infuse oksitosin
- Pasca tindakan evakuasi harus dilakukan
pengamatan kadar beta HCG secara periodic
untuk mendiagnosis penyakit trofoblas ganas
secara dini
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis :
11. Konsultasi : -

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 18


12. Penyulit : Penyakit Trofoblas Ganas non metastasis, Penyakit
Trofoblas Ganas ber metastasis
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : 2-5 hari
16. Lama Perawatan : Sesuai dengan kondisi pasien
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:27-
30, Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 19


VII. PERDARAHAN ANTEPARTUM

1. Nama Penyakit : Perdarahan Antepartum


2. Pengertian : Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan 20
minggu atau lebih.
3. Anamnesa : 1. Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan
20 minggu atau lebih
2. Timbulnya pendarahan per vaginam secara
spontan tanpa melakukan aktivitas akibat
trauma pada abdomen.
3. Disertai nyeri atau tanpa nyeri akibat kontraksi
uterus
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan:
Fisik 1. Keadaan tensi, nadi, pernafasan.
2. Obstetrik :
3. Periksa luar :
 Bagian bawah janin belum /sudah masuk
PAP.
 Ada kelainan letak atau tidak ?
4. Inspekulo :
 pendarahan berasal dari ostium uteri atau
dari kelainan serviks dan vagina
Pendarahan fornises : hanya dikerjakan pada
presentasi kepala.
5. Kriteria : Anamnesis
Diagnosa 4. Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan
20 minggu atau lebih
5. Timbulnya pendarahan per vaginam secara
spontan tanpa melakukan aktivitas akibat
trauma pada abdomen.
6. Disertai nyeri atau tanpa nyeri akibat kontraksi
uterus.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 20


7. Beberapa faktor predisposisi:
 Riwayat solusio plasenta
 Perokok
 Hipertensi
 Multi paritas
Pemeriksaan:
5. Keadaan tensi, nadi, pernafasan.
6. Obstetrik :
7. Periksa luar :
 Bagian bawah janin belum /sudah masuk
PAP.
 Ada kelainan letak atau tidak ?
8. Inspekulo :
 pendarahan berasal dari ostium uteri atau
dari kelainan serviks dan vagina?
 Pendarahan fornises : hanya dikerjakan
pada presentasi kepala.
9. PDMO : Bila akan mengakhiri kehamilan
persalinan.
10. USG
6. Diagnosa : Solusio plasenta
Banding Batasan : terlepasnya plasenta yang letaknya
normal pada fundus uteri/corpus uteri sebelum janin
lahir.
a. Ringan:
Pendarahan kurang dari 100-200 cc, uterus
tidak tegang, belum ada tanda renjatan. Janin
hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/8
bagian permukaan, kadar fibrinogen ≥ 250 mg
%
b. Sedang:

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 21


Pendarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang,
terdpt tanda pra renjatan, gawat janin atau janin
telah mati, pelepasan plasenta ¼ – 2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen 120-150 mg%
c. Berat:
Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat
tanda rejatan, biasanya janin telah mati,
pelepasan plasenta bisa terjadi lebih dari 2 x 3
bagian permukaan atau keseluruhan bagian
permukaan.
Plasenta Previa:
Batasan : Plasenta yang letaknya tidak normal
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir
Vasa Previa :
Batasan: Tali pusat berinsersi pada selaput ketuban
dimana pembuluh darahnya diantara lapisan amnion
dan korion melalui pembukaan serviks.
7. Pemeriksaan : a. Laboratorium
Penunjang Hemogoblin, hematorik, rombosit, waktu
pembekuan darah, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, elektrolit plasma.
b. Kardiotokografi
Laenec, doppler, untuk menilai status janin.
c. USG
Menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan
janin.
8. Terapi : Medik dan Bedah
Tidak terdapat rejatan : usia gestasi <10
minggu TBF < 2500 gram
I. Solusi Plasenta
A. Ringan :

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 22


- Ekspektatif
- tunggu persalinan spontan, bila ada
perbaikan, pendarahan berhenti, kontraksi
uterus tidak ada, janin hidup
- Tirah baring
- Atasi anemia
- USG dan KTG serial kalau memungkinkan
- Aktif
- Mengakhiri kehamilan, bila ada perburukan,
perdarahan berlangsung terus, kontraksi
uterus terus berlangsung, dapat mengancam
janin/ibu
- Partus per vaginam (amniotomi/oksitosin
infus)
- Bila pendarahan dan pelvik score < 5 atau
persalinan masih lama > 6 jam seksio sesarea.
B. Sedang/ Berat:
- Resusitasi cairan
- Atasi anemia (transfusi darah)
- PDMO:
a. Plasenta previa : partus per abdominal
b. Bukan Plasenta previa : partus per vagina
(ammoniotomi pitosin infus)
II. Vasa Previa:
 Test Apt positif ( terdapat darah janin)
 Dapat diraba pembuluh darah janin melalui
spekulum amniokopi
 Janin mati : partus per vaginam
 Janin hidup : pertimbangan partus per
abdominal
III. Plasenta Previa

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 23


A. Bila perdarahan sedikit :
dirawat sampai usia kehamilan > 36
minggu, mobilisasi bertahap. Bila ada
kontraksi, lihat penanganan persalinan
preterm
B. Bila perdarahan banyak
- resusitasi cairan
- Atasi anemia
- PDMO
 Plasenta previa totaslis à partus per
abdominalà sekseio sesarea
 Bukan plasenta previa totalis à partus
per vaginam
Tidak terdapat renjatan dengan usia gestasi 37
minggu atau lebih / TBF 2500 gram atau lebih
A. Solusio Plasentae
Ringan / sedang/ berat:
Partus per abdominal bila persalinan per
vaginam diperkirakan berlangsung lama
B. Plasenta Previa
- Plasenta previa totaslis à partus per
abdominalà sekseio sesarea
- Bukan plasenta previa totalis à partus per
vaginam
C. Vasa Previa
- Janin mati : partus per vaginam
- Janin hidup : pertimbangan partus per
abdominal
2. Terdapat Renjatan
Solusio plasenta
- Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 24


darah.
- Bila renjatan tidak teratasi, upayakan
tindakan penyelamat yang optimal. Bila
renjatan dapat diatasi pertimbangkan untuk
partus per abdominal bila janin masih hidup
atau bila persalinan per vaginam
diperkirakan berlangsung lama
Plasenta previa
- Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi
darah.
- Bila tidak teratasi upayakan penyelamat
optimal, bila teratasi partus per abdominal.
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis : Bervariasi tergantung tergantung kondisi ibu dan
janin
11. Konsultasi : Spesialis Anak
12. Penyulit : A. Karena penyakit:
Pada ibu:
- Renjatan
- Gagal ginjal akut/akut tubular nekrosis
- DIC ( Disseminated Intra vascular
Coagulation)
- Plasenta acreta
- Atonia uteri Uterus coubelaire
- Pendarahan pada implantasi uterus di segmen
bawah.
Pada Janin:
- Asfiksia
- BLLR
- RDS
B. Karena Tindakan/terapi

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 25


Pada Ibu :
- Reaksi tranfusi
- Kelebihan cairan
- Renjatan
- Infeksi
Pada Janin :
- Asfiksia
- Infeksi
13. Informed : Perlu bila ada tindakan operatif
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : 3-5 hari
16. Lama Perawatan : Tergantung kondisi pasien
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 8. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William.
Obstetrics. Eigteenth Ed. Appleton & lange,
1989.
3. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Standar Pelayanan Medik, hal:55-59, Jakarta
2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 26


VIII. RUPTURA UTERI

1. Nama Penyakit : Ruptura Uteri


2. Pengertian : Robeknya dinding uterus, pada saat kehamilan atau
dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya
peritoneum visceral.
3. Anamnesa :  Sakit perut mendadak
 Perdarahan pervaginam
4. Pemeriksaan :  Renjatan yang cenderung tidak sesuai dengan
Fisik jumlah darah yang keluar karena adanya
perdarahan intraabdominal
 Adanya lokus minoris pada rahim, trauma,
partus
5. Kriteria :  Identifikasi factor risiko, parut operasi,
Diagnosa multiparitas, stimulasi uterus, persalinan
operatif, CPD
 Hipoksia atau gawat janin, perdarahan vaginal,
nyeri abdominal, dan perdarahan kontraktilitas
uterus
6. Diagnosa :  Mola destruens
Banding  Kehamilan ektopik lanjut terganggu
7. Pemeriksaan : Hemoglobin dan hematokrit darah, PO2, PCO2 dan
Penunjang ph darah, elektrolit darah
8. Terapi :  Mengatasi syok dengan segera, termasuk infuse
cairan intravena
 Pemberian darah, oksigen dan antibiotic
 Segera, laparotomi, bila ditemukan rupture
uteri lakukan histerektomi akan tetapi pada
kasus-kasus tertentu seperti robekan yang kecil
dan tidak compang-camping dan masih segar
dapat dilakukan histerografi terutama pada
mereka yang masih muda atau belum
mempunyai anak hidup

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 27


 Sumber perdarahan dihentikan
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Bervariasi tergantung kondisi klinis ibu dan
banyaknya perdarahan
11. Konsultasi : -
12. Penyulit :  Sepsis
 Renjatan Irreversibel
13. Informed : Perlu bila ada tindakan operatif
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perawatan rutin pasca bedah
16. Lama Perawatan : Perawatan rutin pasca bedah
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William.
Obstetrics. Eigteenth Ed. Appleton & lange,
1989.
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:75,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 28


IX. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

1. Nama Penyakit : Hipertensi Dalam Kehamilan


2. Pengertian : hipertensi yang didapatkan sebelum timbulnya
kemilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi
sebelum kehamilan, maka hipertensi di definisikan
bila di temukan tekanan darah sistolik 140mmHg
atau tekanan darah diastolic > 90mmHg sebelum
umur kehamilan 20 minggu
3. Anamnesa : Ditemukan gejala umum penderita hipertensi
4. Pemeriksaan :  Umur ibu relative tua diatas 35 tahun
Fisik  Tekanan darah sangat tinggi
 Umumnua multipara
 Umumnya dietemukan kelainan jantung, ginja,
dan diabetes mellitus
 Obesitas
 Penggunaan obata-obatan anti hipertensi
 Hipertensi yang menetap pasca persalinan
5. Kriteria : Bila didapatkan hipertensi yang telah timbul
Diagnosa sebelum kehamilan
6. Diagnosa : -
Banding
7. Pemeriksaan : EKG, USG, laboratorium: fungsi ginjal, fungsi
Penunjang hepar, pemeriksaan darah lengkap
8. Terapi :  Pemeliharaan kehamilan sesuai dengan
kehamilan normal, kecuali pemberian obat
antihipertensi seperti calcium chanel blocker
 Monitor proteinuria
 Persalinan dan kelahiran sesuai indikasi
obstetric kecuali krisis hipertensi
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis : Secara umum baik
11. Konsultasi : Spesialis penyakit dalam

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 29


12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu bila ada tindakan operatif
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Tergantung kondisi pasien
16. Lama Perawatan : Tergantung kondisi pasien
17. Masa Pemulihan : Kontrol rutin di unit rawat jalan
18. Referensi : 1. Cunningham MD MacDonal PC Gamt NF
Hypertensiv disorder in pregnancy. William
obstetric 20th Ed 718-723, 1997
2. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S.
Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, hal 556-559,
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2009
3. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:49,
Jakarta 2006

X. PRE EKLAMSIA RINGAN

1. Nama Penyakit : Pre Eklamsia Ringan


2. Pengertian : Pre eklamsia ringan adalah suatu sindroma spesifik
kehamilan dengan menurunnya fungsi organ yang
berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah
dan aktivasi endotel

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 30


3. Anamnesa : Kehamilan lebih dari 20 minggu
4. Pemeriksaan :  Hipertensi
Fisik  Proteinuria
 Edema
5. Kriteria :  Hipertensi: > 140/90mmHg. Kenaikan sistolik
Diagnosa > 30mmHg dan kenaikan diastolic > 15mmHg
tidak dipakai lagi sebagai criteria preeklamsia
 Proteinuria > 300 mg/24jam atau > 1+ dipstick
 Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam
criteria preeklamsia, kecuali edema pada
lengan, muka, perut, edema generalisata
6. Diagnosa : -
Banding
7. Pemeriksaan : EKG, USG, laboratorium: fungsi ginjal, fungsi
Penunjang hepar, pemeriksaan darah lengkap
8. Terapi :  Pemeliharaan kehamilan sesuai dengan
kehamilan normal
 Banyak istirahat / tirah baring
 Monitor proteinuria
 Persalinan dan kelahiran diupayakan sampai
dengan 37 minggu penuh
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis : Secara umum baik
11. Konsultasi : Spesialis penyakit dalam
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu bila ada tindakan operatif
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Tergantung kondisi pasien
16. Lama Perawatan : Tergantung kondisi pasien
17. Masa Pemulihan : Kontrol rutin di unit rawat jalan
18. Referensi : 1. Wiknjosastro H. Sumapraja S,
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, Edisi

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 31


Keempat, hal 543-545, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta 2009
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:50,
Jakarta 2006

XI. PRE EKLAMSIA BERAT DAN EKLAMSIA

1. Nama Penyakit : Pre Eklamsia Berat dan Eklamsia


2. Pengertian : Preeklamisa berat: adalah preeklamsia dengan
tekanan darah > 160/110mmHg disertai dengan
proteinuria > 5 g/24jam
Eklamsia: adalah merupakan ksus akut pada
preeklamsia yang disertai dengan kejang
menyeluruh dan koma
3. Anamnesa : Kehamilan lebih dari 20 minggu
4. Pemeriksaan :  Hipertensi: > 160/110mmHg. Tekanan darah ini
Fisik tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
menjalani tirah baring di rumah sakit

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 32


 Proteinuria > 5 g/24jam
 Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500
cc/24 jam
 Kenaikan kadar kreatinin plasma
 Gangguan visus dan serebral: penurunan
kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran
kanan atas abdomen ( akibat teregangnya
kapsula Glisson)
 Edema paru-paru dan sianosis
 Hemolisis mikroangiopatik
 Trombositopenia berat: , 100.000 sel/mm 3 atau
penurunan trombosit dengan cepat
 Ganguan fungsi hepar (kerusakan
hepatoseluler): peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase
 Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
 Sindrom HELLP
5. Kriteria :  Preeklamsia berat tanpa impendaing eklampsia
Diagnosa  Preeclampsia berat dengan impending
eklampsia: apabila disertai gejala-gejala
sebyektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah
6. Diagnosa : -
Banding
7. Pemeriksaan : EKG, USG, laboratorium: fungsi ginjal, fungsi
Penunjang hepar, pemeriksaan darah lengkap
8. Terapi : PRE EKLAMSIA BERAT
 Pencegahan kejang (pemberian MgSO4,dan
atau obat anti kejang lainnya seperti diazepam)

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 33


Cara pemberian MgSO4:
 Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam
10cc) selama 15 menit
 Maintenance dose:
Diberikan infuse 6 gram dalam larutan
ringer/6 jam atau dibeikan 4 atau 5 gram
intra muskuler. Selanjutnya maintenance
diberikan 4 gram intra muskuler tiap 4-6
jam
 Pengobatan hipertensi
 Lini pertama
Nifedipin, dosiss 10-20 mg per oral,
diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
 Lini kedua
Sodium nitroprusside, 0,25 ug intra
vena/kg/menit. Infuse :ditingkatkan 0,25 ug
intra vena/kg/5 menit
Dioksaside: 30-60 mg intra vena/5 menit,
atau intra vena infuse 10mg/menit/dititrasi
 Pengelolaan cairan
 Pelayanan suportif terhadap penyulit organ
yang terlibat
 Terminasi kehamilan adalah terapi definitive
tergantung kondisi
EKLAMSIA
 Perawatan dasar utama adalah terapi suportif
untuk stabilisasi fungsi vital yang harus selalu
diingat Airway, Breathing, Circulation.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 34


 Mengatasi dan mencegah kejang
 Mengatasi hipoksemia dan asidemia
 Mencegah trauma pada waktu pasien kejang
 Mengendalikan tekanan darah , khususnya pada
waktu krisis hipertensi
 Melahirkan janin pada waktu dan cara yang
tepat
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis : Sangat bervariasi tergantung kondisi pasien
11. Konsultasi : Spesialis penyakit dalam
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu bila ada tindakan operatif
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Tergantung kondisi pasien
16. Lama Perawatan : Tergantung kondisi pasien
17. Masa Pemulihan : Kontrol rutin di unit rawat jalan
18. Referensi : 3. Wiknjosastro H. Sumapraja S,
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, Edisi
Keempat, hal 543-554, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta 2009
4. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:50-
51, Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 35


XII. LETAK SUNGSANG

1. Nama Penyakit : Letak Sungsang


2. Pengertian : Disebut letak sungsang apabila janin terlihat
membujur dalam rahim dengan bokong pada bagian
bawah.
Tergantung dari bagian janin mana yang terendah,
dapat dibedakan :
a. letak bokong
b. letak bokong kaki
c. letak kaki
3. Anamnesa : Ibu merasakan gerakan anak dibagian atas perut
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan fisik
a. Kepala janin terletak di fundus uteri
Fisik
b. Bokong terletak di segmen bawah rahim
c. Denyut jantung janin terletak diatas pusat ibu
d. Pada pemeriksaan bimanual teraba bokong dan
atau kaki
5. Kriteria : 1. Anamnesis
Ibu merasakan gerakan anak dibagian atas perut
Diagnosa
2. Pemeriksaan fisik
e. Kepala janin terletak di fundus uteri
f. Bokong terletak di segmen bawah rahim
g. Denyut jantung janin terletak diatas pusat ibu
h. Pada pemeriksaan bimanual teraba bokong
dan atau kaki
3. Pemeriksaan Ultrasonografi
Untuk mengetahui tipe presentasi bokong,
pertumbuhan janin, letak placenta, perkiraan
berat janin, dan posisi kepala
6. Diagnosa : Letak Kepala
Banding
7. Pemeriksaan : USG
Penunjang
8. Terapi : Penatalaksanaan
1. Penilaian kemungkinan keberhasilan persalinan
pervaginam dilakukan penilaian menggunakan

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 36


skor Zachtuchini Andros
2. Kontraindikasi persalinan vaginal :
a. Tali pusat menumbung
b. IUGR
c. Makrosomia
d. Presentasi kaki
e. Panggul secara klinik tidak adekuat
f. Kelainan janin yang tidak memungkinkan
untuk persalinan normal
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis : Bergantung kondisi ibu dan janin serta pertolongan
persalinan
11. Konsultasi : -
12. Penyulit : After caming head, FPD
13. Informed : Perlu bila ada tindakan operatif
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu untuk antisipasi komplikasi persalinan
16. Lama Perawatan : 2-3 hari
17. Masa Pemulihan : Control di unit rawat jalan
18. Referensi : 1. Cunninghan, Mac Donald, Cant. A. William
Obstetric, Eighteenth EA. Appleton & Lange,
1989.
2. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo
S. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, hal 588-
597, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2009
3. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:67,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 37


XIII. KEHAMILAN LEWAT WAKTU

1. Nama Penyakit : Kehamilan Lewat Waktu


2. Pengertian : Adalah kehamilan yang berusia lebih dari 42
minggu atau 294 hari sejak hari pertama menstruasi
terakhir.
3. Anamnesa : Melewati hari perkiraan lahir
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan umum, pemeriksaan obstetric
Fisik
5. Kriteria : Ditentukan usia kehamilan dengan cara :
Diagnosa 1. Hari pertama menstruasi terakhir tercatat dengan
baik
2. Hari perkiraan lahir dihitung dengan rumus
naegele
3. Bila hari pertama menstruasi terakhir tidak
diketahui dengan pasti dapat dirujuk pada
pemeriksaan ultrasonografi yang dikerjakan
pada trimester pertama kehamilan
6. Diagnosa : Persalinan Aterm
Banding
7. Pemeriksaan : USG :
Penunjang  Pengukuran biometrik janin / letak plasenta.
 Deteksi kelainan cacat bawaaan, pengukuran
jumlah air ketuban dengan ”Amniotik fluid
index” (AFI).
CTG
 Menentukan kesejahteraan janin dengan NST
8. Terapi : 1. Kehamilan lewat waktu mempunyai resiko lebih
tinggi daripada kehamilan aterm, pada :
a. Kematian perinatal (antepartum,
intrapartum dan postpartum) berkaitan
dengan aspirasi mekonium dan asfiksia
b. Morbiditas neonatal (makrosomia, distosia
bahu, sindroma aspirasi mekoneum)

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 38


perawatan neonatal intensive care unit
penatalaksanaan dengan oksigen tekanan
positif, intubasi endotrakheal, distress nafas,
persisten fetal circulation, pneumonia dan
kejang
2. Dianjurkan melakukan penatalaksanaan aktif
persalinan pada kehamilan 41 minggu dilakukan
pemeriksaan kesejahteraan janin (NST dan profil
biofisik)
a. Jika kesejahteraan janin baik dilakukan
induksi persalinan
- Jika bishop score < 6 : induksi persalinan
dengan misoprostol
- Jika bishop score > 6 : induksi persalinan
dengan oksitosin
b. Jika kesejahteraan janin tidak baik,
dilakukan sectio caesaria.
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis : Untuk janin lebih baik dibanding dengan
manajemen ekspektatif, induksi sebaiknya
dilakukan pada kehamilan 41 minggu
11. Konsultasi : -
12. Penyulit : Fetal distress, asfiksia
13. Informed : Perlu bila ada tindakan operatif
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu
16. Lama Perawatan : 2-3 hari tergantung kondisi pasien
17. Masa Pemulihan : Control di unit rawat jalan
18. Referensi : 1. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo
S. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, hal 686-
695, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2009
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:77,

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 39


Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 40


XIV. DISTOKIA

1. Nama Penyakit : Distosia


2. Pengertian : Distosia adalah kemajuan persalinan yang tidak
memuaskan atau macet
Distosia bahu adalah suatu keadaan
diperlukannyatambahan manouver obstetric oleh
karena dengan tarikan biasa kearah belakaang
kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan : Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala
Fisik dilahirkan, maka bahu memasukipanggul dalam
posisinoblig. Bahu posterior memasuki lebih dahulu
sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan
putaran paksi luar, bahu posterior berada di
cekungan tulang sacrum atau di sekitar spina
ischiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi
bahu anterior untuk memasuki panggul malalui
belakang tulang pubis atau barotasi dari foramen
obturatur. Apabila bahu berada dalam posisi
anterior posterior ketika hendak memasuki pintu
atas panggul, maka bahu posterior dapat tertahan
promontorium dan bahu anterior tertahan tulang
pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah
dilahirkan akan tidak dapat melakukan putar paksi
luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang
terjadi, antara bahu posterior dengan kepala
(disebut dengan turtle skin)
5. Kriteria : Distosia dapat disebabkan oleh Power, Passage, dan
Diagnosa Passanger

Kemacetan dalam persalinan dapat dikenali apabila

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 41


didapatkan adanya:
 Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan
dantidak dapat dilahirkan
 Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan
vulva dengan kencang.
 Dagu tertarik dan menekan perineum
 Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan
bahu yang tetap tertahan di cranial simfisis
pubis
6. Diagnosa : -
Banding
7. Pemeriksaan : -
Penunjang
8. Terapi : - Kemacetan dapat terjadi pada awal persalinan
maupun pada fase aktif dan kala 2
- Distokia yang disebabkan oleh inertia (power)
maka pemberian uterotonika dapat
dipertimbangkan.
- Singkirkan kemungkinan disproporsi
sefalopelvik atau malposisi/ presentasi kepala.
- Pada kala 2, episiotomy hendaknya dilakukan
secara selektif.
- Indikasi dan syarat untuk tindakan vakum/forcep
harus dipenuhi.
- Ekstraksi vakum mempunyai dampak trauma
pada ibu lebih ringan.
- Pada distokia bahu, maka upaya pertama ialah
tindakan MacRobert, bila tak berhasil dilanjutkan
dengan anterior shoulder diimaction dan
pengeluaran lengan belakang.
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya

10. Prognosis : Bervariasi tergantung kondisi ibu dan bayi nya


11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 42


Kandungan.
12. Penyulit : Fraktur tulang ( clavikula dan humerus ), cedera
pleksus brachialis, dan hipoksia yang dapat
menyebabkan kerusakan permanen di otak
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu Rawat Inap
16. Lama Perawatan : 1 – 3 hari
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Wiknjosastro H. Sumapraja S,
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, Edisi
Keempat, hal 599-601, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta 2009
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:19,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 43


XV. ROBEKAN PERINEUM DERAJAT III DAN IV

1. Nama Penyakit : Robekan Perineum Derajat III dan IV


2. Pengertian : Robekan perineum derajat III adalah kerusakan
pada perineum dan otot sfingter ani termasuk
sfingter ani eksterna dan sfingter ani interna.
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan : Derajat kerusakan perineum dan sfingter ani
Fisik diperiksa secara menyeluruh sebelum dilakukan
rekonstruksi
5. Kriteria : Derajat kerusakan perineum dan sfingter ani
Diagnosa diperiksa secara menyeluruh sebelum dilakukan
rekonstruksi
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : Laboratorium
Penunjang
8. Terapi : 1. Prevalensi
Secara umum risiko robekan perineum derajat
III dan IV pada kasus persalinan adalah 1 %.
2. Diagnosis
Derajat kerusakan perineum dan sfingter ani
diperiksa secara menyeluruh sebelum dilakukan
rekonstruksi.
3. Pengelolaan
Rekonstruksi kerusakan sfingter ani eksterna
dapat dilakukan denga teknik tumpang tindih
atau ujung ke ujung.
Rekonstruksi robekan perineum derajat III dan
IV dapat dilakukan dengan anestesi regional
atau blok pudendal.
Tidak didapat perbedaan kejadian inkontinensi
alvi pada teknik tumpang tindih atau ujung ke
ujung dengan evaluasi ultrasonografi
transperineal. Rekonstruksi SAE dijahit dengan
benang monofilamen polidioxanone (PDS) atau

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 44


polyglactin (Vicril) dengan hasil sama baik.
Rekonstruksi SAI dijahit dengan benang PDS 3-
0 atau vicril 2-0 dapat mengurangi iritasi dan
ketidaknyamanan.
Penggunaan antibiotik spektrum luas dan pencahar
direkomendasikan setelah rekonstruksi sfingter ani
untuk mengurangi kejadian infeksi pasca operasi
dan dehisiensi.
9. Edukasi : Penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
penanganannya
10. Prognosis : Secara umum baik
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu Rawat Inap
16. Lama Perawatan : 1-2 hari
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Yayasan Bina Pustaka Indonesia, tahun 2009,
Buku Acuan Nasional pelayanan Kesehatan
Maternal dan neonatal

XVI. PERSALINAN NORMAL

1. Nama Penyakit : Persalinan Normal


2. Pengertian : Persalinan normal adalah proses dimana, bayi,
plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus
yang terjadi pada umur kehamilan cukup bulan
tanpa disertai adanya penyulit.
3. Anamnesa : Kontraksi uterus, pengeluaran pervaginam
4. Pemeriksaan : 1. pemeriksaan umum
Fisik 2. pemeriksaan kebidanan

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 45


- inspeksi
- palpasi Leopold
- auskultasi
-vaginal toucher
5. Kriteria : 1. Kala Satu
Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang
Diagnosa
teratur dan meningkat (frekuensi dan
kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap
(10 cm).
Kala satu terdiri dari 2 fase yaitu :
a. Fase laten : berlangsung hingga serviks
membuka kurang dari 4 cm
b. Fase aktif : berlangsung dari pembukaan 4
cm hingga mencapai pembukaan lengkap (10
cm)
2. Kala Dua
Dimulai saat pembukaan serviks telah lengkap.
Tanda dari kala dua persalinan, antara lain :
a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan
pada rectum dan atau vaginanya
c. Perineum menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka
e. Meningkatnya pengeluaran lender bercampur
darah
3. Kala Tiga
Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban
4. Kala Empat
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan selaput
ketuban hingga 2 jam pasca persalinan.
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : Laboratorium, USG, CTG
Penunjang
8. Terapi : Penatalaksanaan Kelahiran

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 46


1. Proses fisiologis kala dua persalinan diartikan
sebagai serangkaian peristiwa alamiah yang
terjadi sepanjang periode tersebut dan diakhiri
dengan lahirnya bayi secara normal (dengan
kekuatan ibu sendiri)
2. Setelah terjadi pembukaan lengkap,
beritahukan ibu bahwa hanya dorongan
alamiahnya yang mengisyaratkan ibu meneran
dan kemudian beristirahat diantara kontraksi
3. Membimbing ibu untuk meneran
4. Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang
paling nyaman
5. Pencegahan laserasi dengan menjalin
kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala
bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka
vulva (crowning) karena pengendalian
kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat
melewati introitus dan perineum dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya robekan
6. Melahirkan kepala. Saat kepala membuka
vulva (kepala terlihat 5-6 cm, letakkan kain
yang bersih dan kering dibawah bokong ibu
dan siapkan kain atau handuk bersih diatas
perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera
setelah lahir). Tahan belakang kepala bayi
agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar
secara bertahap melewati introitus dan
perineum
7. Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk
berhenti meneran dan bernafas cepat. periksa
leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat jika
lilitannya longgar maka lepaskan dengan
melewati kepala bayi tetapi jika lilitan sangat

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 47


erat maka jepit tali pusat dengan klem pada 2
tempat dengan jarak 3 cm, kemudian potong
tali pusat diantara 2 klem tersebut
8. Melahirkan bahu dengan meletakkan tangan
pada sisi kanan dan kiri kepala bayi, minta ibu
meneran sambil menekan kepala kearah
bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu
depan melewati simfisis dan gerakkan kepala
keatas sehingga bahu bawah dan seluruh dada
dapat dilahirkan
9. Melahirkan seluruh tubuh bayi dengan
menggeser tangan bawah (posterior) kearah
perineum dan sangga bahu dan lengan atas
bayi. Gunakan tangan yang sama untuk
menopang lahirnya siku. Secarav simultan,
tangan atas (anterior) menelusuri dan
memegang bahu, siku dan lengan bagian
anterior. Lanjutkan penelusuran dan
memegang tubuh bayi ke bagian punggung,
bokong dan kaki
10. Letakkan bayi diatas kain atau handuk yang
telah disiapkan pada perut ibu dan posisikan
kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya

Penatalaksanaan kala tiga persalinan


Perhatikan tiga tanda lepasnya plasenta :
1. Perubahan bentuk dan tinggi uterus
2. Tali pusat memanjang
3. Semburan darah mendadak dan singkat
Manajemen aktif kala tiga :
1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit
pertama setelah bayi lahir
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
3. Massase fundus uteri

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 48


Pemantauan kala empat
Pemantauan 2 jam pertama pasca persalinan :
1. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus
uteri, kandung kemih, dan darah yang keluar
setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selam 1 jam kedua
2. Massase uterus untuk membuat kontraksi
uterus menjadi baik
3. Pantau temperature suhu tubuh setiap jam
4. Nilai perdarahan dengan memeriks
perineum dan vagina
5. Ajarkan ibu dan keluarga cara menilai
kontraksi uterus.
9. Edukasi : Proses persalinan
10. Prognosis : Baik
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Sesuai kondisi ibu dan bayi
16. Lama Perawatan : 1-2 hari
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S.
Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, hal 335-347,
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2009

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 49


XVII. DISPROPORSI KEPALA PANGGUL

1. Nama Penyakit : Disproporsi Kepala Panggul


2. Pengertian : Adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu
sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
DKP disebabkan oleh panggul sempit, janin besar
ataupun kombinasi keduanya.
3. Anamnesa : Riwayat sebelumnya
4. Pemeriksaan : 1. pemeriksaan umum
Fisik 2. pemeriksaan kebidanan
- inspeksi
- palpasi
- pelvimetri
- Osborn test
5. Kriteria : Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari
Diagnosa anamnesis (riwayat DKP yang dulu, tuberculosis
vertebra, poliomyelitis, kifosis), pemeriksaan
obstetric (pelvimetri klinis) dan pelvimetri
radiologis yang dikerjakan pascasalin. pelvimetri
dengan CT Scan dapat mengurangi pajanan radiasi,
tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan
radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal.
Selain itu juga dapat dilakukan dengan MRI dengan
keuntungan antara lain tidak ada radiasi,
pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang
lengkap. Pada kehamilan yang atermdengan
presentasi kepala dapat dilakukan metode Osborn
test.
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : USG, pelvimetri radiologis
Penunjang

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 50


8. Terapi : 1. Persalinan percobaan dilakukan apabila
memenuhi persyaratan dan dikatakan berhasil
bila berhasil lahir secara vaginal dalam keadaan
baik
2. Seksio Caesaria dilakukan pada kesempitan
panggul berat dengan kehamilan aterm, DKP
yang nyata atau persalinan percobaan gagal.
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penangannya
10. Prognosis : Secara umum baik
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Sesuai dengan kondisi pasien
16. Lama Perawatan : 3-5 hari bila dilakukan sectio caesarea
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William
Obstetrics. Eighteenth Ed. P 750-752 Appleton
& Lange, 1989

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 51


XVIII. PERDARAHAN POST PARTUM

1. Nama Penyakit : Perdarahan Post Partum


2. Pengertian : Perdarahan post partum dini adalah perdarahan
yang terjadi 24 jam pertama setelah postpartum.
Perdarahan diluar periode tersebut dikatakan
sebagai perdarahan postpartum lambat.
3. Anamnesa :
4. Pemeriksaan : 1. pemeriksaan umum
Fisik 2. pemeriksaan kebidanan
- inspeksi
- palpasi
5. Kriteria : 1. Faktor tonus yaitu atonia uteri
2. Faktor tissue yaitu karena retensi placenta atau
Diagnosa
sisa placenta
3. Faktor trauma yaitu karena laserasi jalan lahir
dan atau rupture uteri
4. Faktor thrombin
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : Laboratorium, USG
Penunjang
8. Terapi : 1. Pengenalan dini disertai penanganan cepat
resusitasi dan mencari penyebab perdarahan post
partum secara simultan
2. Penanganan terhadap penyebab khusus, pijatan
uterus, kompresi dan medika mentosa terhadap
atonia, evakuasi jendolan darah atau hasil
konsepsi, penjahitan jalan lahir dan perbaikan
gangguan koagulasi
3. Bila tidak respon terhadap penanganan awal, tim
multidisiplin harus diikutsertakan (obstetric
kedua, ahli bedah, ahli anestesi, staf kamar
operasi, bank darah dan ICU)
4. Histerektomi dapat dikerjakan.
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 52


10. Prognosis : Tergantung kondisi pasien
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu
16. Lama Perawatan : Sesuai dengan kondisi pasien
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo
S. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, hal 522-
529, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2009

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 53


XIX. BEKAS SECTIO CAESAREA

1. Nama Penyakit : Bekas Sectio Caesarea


2. Pengertian : Persalinan atau kelahiran pada pasien dengan
riwayat kelahiran bayi melalui insisi perut
( laparatomi ) dan insisi uterus ( histerotomi ).
3. Anamnesa : Riwayat persalinan sebelumnya
- Waktu, tempat, pelaksana, jenis seksio yang
lalu
- Indikasi seksio yang lalu
- Penyembuhan luka yang lalu
4. Pemeriksaan : Luka sayat diperut dapat
Fisik - Transversal ( Pfannenstiel )
- Vertical ( mediana )
Sedangkan di uterus dapat
- Transversal ( SC transperitonealis
Profunda )
- Vertical ( SC klasik/corporal )
5. Kriteria Diagnosa : 1. Anamnesis
2. Parut luka di perut
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : Laboratorium
Penunjang Metode Morgan Thournau (gabungan spiral/helik
CT scan panggul dan USG: perbandingan besar
volume lingkar kepala/lingkar bahu/lingkar perut
janin)
8. Terapi : 1. Partus pervaginam jika:
- Imbang feto pelvic baik
- Perjalanan proses persalinan normal
2. Seksio primer jika:
- Plasenta previa
- Vasa previa
- CPD/FPD
- Panggul patologik
- Presentasi abnormal
- Kelainan letak

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 54


Post term dengan skor pelvic rendah
-
Dua kali seksio
-
Penyembuhan lika operasi yang lalu buruk
-
Operasi yang lalu corporal/klasik
-
3. Masa penyembuhan luka + 100 hari
4. Medika Mentosa
- Antibiotic
- Analgetik
- Uterotonik
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Secara umum baik tergantung kondisi pasien
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : - Rupture uteri
- Kematian janin, kematian ibu
- Plasenta akreta, perkreta, inkreta:
histerektomi
- Endometritis, infeksi subkutis
- Perdarahan
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu
16. Lama Perawatan : 3-5 hari untuk perawatan pasca sectio caesarea
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.

18. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi


Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:47-
48, Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 55


XX. PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

1. Nama Penyakit : Pertumbuhan Janin Terhambat


2. Pengertian : Bila dijumpai biometrik lingkar perut janin kurang
dari persentil 10.
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan : -
Fisik
5. Kriteria :  Pemeriksaan Ultrasonografi, FDJP (jika
Diagnosa memungkinkan).
 Cermati kelainan konginetal.
 Penetapan usia gestasi dan kematangan paru.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 56


6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : USG
Penunjang
8. Terapi :  Pada kasus preterm dengan pertumbuhan janin
terhambat lakukan pematangan paru dan
asupan nutrisi tinggi kalori mudah cerna, dan
banyak istirahat.
 Pada kehamilan 35 minggu tanpa terlihat
pertumbuhan janin dapat dilakukan
pengakhiran kehamilan.
 Jika terdapat oligohidramnion berat disarankan
untuk per abdominam.
 Pada kehamilan aterm tergantung kondisi janin
jika memungkinkan dapat dicoba lahir
pervaginam.
9. Edukasi : Penjelasan tentang kondisi janin
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : -
13. Informed : -
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:74,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 57


XXI. GAWAT JANIN

1. Nama Penyakit : Gawat Janin


2. Pengertian : Suatu keadaan abnormalitas denyut jantung janin,
biasanya menandakan ke khawatiran obstetric
tentang keadaan janin yang kemudian berakhir
dengan seksi saesarea atau persalinan buatan
lainnya
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan Fisik : denyut jantung janin diatas 160 per menit atau
dibawah 100 per menit, denyut jantung tidak
teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada
awal persalinan
5. Kriteria Diagnosa : Pemeriksaan auskultasi
6. Diagnosa Banding : 
7. Pemeriksaan :  CTG
Penunjang
8. Terapi : 1. Pada kasus dengan pewarnaan mekonim dalam

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 58


cairan amnion tindakannya adalah:
 Miringka ibu ke sebelah kiri untuk
memperbaiki sirkulasi plasenta
 Hentikan infuse oksitosin (bila sedang
diberikan)
 Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah
pemberian anestesi epidural) segera berikan
infuse 1 liter kristaloid (larutan ringer)
 Kecepatan infuse cairan-cairan intravascular
hendaknya dinaikkan untuk meningkatkan
aliran darah arteri uterina
2. Untuk memperbaiki aliran darah uterus
 Ubah posisi ibu seperti tersebut diatas
3. Untuk memperbaiki aliran darah umbilicus
4. Beri ibu oksigen dengan kecepatan 6-8 L/menit
5. Perlu kehadiran seorang dokter spesialis anak
6. Biasanya resusitasi intra uterin tersebut
dilakukan selama 20 menit
9. Edukasi : Penjelasan tentang kondisi janin dan
penanganannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed Consent : Perlu
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Referensi : 1. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S.
Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, hal 620-624,
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2009

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 59


XXII. PROLAPS TALI PUSAT

1. Nama Penyakit : Prolaps Tali Pusat


2. Pengertian : Prolaps Tali pusat merupakan komplikasi yang
jarang terjadi, kurang dari 1 per 200 kelahiran,
tetapi dapat mengakibatkan tingginya kematian
janin. Oleh karena itu diperlukan keputusan yang
matang dan pengelolaan segera.
Klasifikasi prolaps tali pusat
 Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada
dibawah bagian terendah janin dan ketuban
masih intak
 Tali pusat menumbung, bila tali pusat keluar
melalui ketuban yang sudah pecah, ke serviks,
dan turun ke vagina
 Occult prolapsed, tali pusat berada disamping
bagian terendah janin turun ke vagina. Tali
pusat dapat teraba atau tidak, ketuban dapat
pecah atau tidak
Prevalensi Prolaps Tali Pusat
 Presentasi yang abnormal seperti letak lintang,
letak sungsang, terutama presentasi kaki
 Prematuritas
 Kehamilan ganda
 Polihidramnion sering dihubungkan dengan

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 60


bagian terendah janin yang tidak engaged
 Multiparitas predisposisi terjadinya
malpresentasi
 Disproporsi janin-panggul
 Tumor di panggul yang mengganggu masuknya
bagian terendah janin
 Tali pusat abnormal panjang (>75cm)
 Plasenta letak rendah
 Solusio plasenta
 Ketuban pecah dini
 Amniotomi
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan : 1. Melihat tali pusat keluar dari introitus vagina
Fisik 2. Teraba secara kebetulan tali pusat pada waktu
pemeriksaan dalam
3. Auskultasi terdengar jantung janin yang
irregular, sering dengan bradikardi yang jelas,
terutama berhubungan dengan kontraksi uterus
4. Monitoring denyut jantung janin yang
berkesinambungan memperlihatkan adanya
deselerasi variable
5. Tekanan pada bagian terendah janin oleh
manipulasi eksterna terhadap pintu atas panggul
menyebabkan menurunnya detak jantung secara
tiba-tiba yang menandakan kompresi tali pusat

5. Kriteria : Diagnosis dini sangat penting untuk kehidupan


Diagnosa janin. Pada setiap gawat janin harus segera
dilakukan pemeriksaan dalam. Penderita yang
mempunyai resiko terjadi nya prolaps tali pusat
harus dipantau fetal heart rate yang

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 61


berkesinambungan, yang member peringatan dini
adanya kompresi tali pusat lebih dari 80% kasus.
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan :  CTG
Penunjang
8. Terapi : Pengelolaan
Ditemukan prolaps tali pusat diperlukan tindakan
yang cepat. Terapi definitive adalah
MELAHIRKAN BAYI DENGAN SEGERA.
Penilaian yang cepat sangat penting untuk
menentukan sikap terbaik yang akan diambil
1. Persalinan pervaginam segera hanya mungkin
dilakukan bila pembukaan lengkap, bagian
terendah janin sudah masuk panggul, tidak ada
CPD
2. Sectio Caesarea dapat memperkecil resiko dari
pada persalinan pervaginam yang dipaksakan.
3. Sambil menunggu persiapan SC, tekanan pada
tali pusat di minimalisasi dengan posisi knee
chest, trendelenburg, atau posisi sim
9. Edukasi : Penjelasan tentang kondisi janin dan
penanganannya
10. Prognosis : Komplikasi ibu seperti laserasi jalan lahir, rupture
uteri, atonia uteri akibat anesthesia, anemia dan
infeksi dapat terjadi sebagai akibat dari usaha
menyelamatkan bayi. Kematian perinatal sekitar 20-
30%. Prognosis janin membaik dengan seksio
sesarea secara liberal untuk terapi prolaps tali pusat
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit :

13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 62


Kandungan.
15. Referensi : 1. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S.
Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, hal 625-628,
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2009

XXIII. OLIGOHIDRAMNION

1. Nama Penyakit : Oligohidramnion


2. Pengertian : Suatu kondisi dimana volume cairan amnion

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 63


dibawah normal
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan : -
Fisik
5. Kriteria Diagnosa :  Kejadian oligohidramnion lebih dini berakibat
lebih berat terhadap janin. Adhesi antera
amnion dan janin menyebabkan pertumbuhan
janin terjadi dan abnormalitas cukup serius.
 Bila diketahui pada kehamilan muda, efek
terhadap janin lebih disebabkan akibat efek
penekanan seperti deformitas janin dan
amputasi ekstremitas
 Berhubungan dengan adanya abnormalitas
traktus genitourinaria, seperti agenesis ginjal,
obstruksi traktus urinarius. Insufisiensi plasenta
dapat merupakan factor predisposisi
 Dapat menyebabkan hipoplasi pulmoner, karena
kompresi akibat tidak adanya cairan, terjadi
inhalasi cairan yang menghambat pertumbuhan
paru-paru dan terjadi defek paru intrinsic
 Sering ditemukan janin dengan presentasi
bokong, dengan posisi fleksi ekstrim dan rapat
 Sering menyebabkan persalina premature
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : USG
Penunjang
8. Terapi :  Jika tanpa kelainan congenital mayor dapat
di coba amnio infusi. Pada umumnya persalinan
tidak berbeda bila janin dalam keadaan normal
 Section Caesarea atas indikasi obstetric atau
deselerasi berulang setelah amnio infusi.
 Resusitasi jantung pulmoner untuk
kemungkinan hipoplasia paru
 Bila terdapat kellainan congenital upayakan

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 64


lahir pervaginam
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis :  Untuk ibu baik

 Untuk bayi buruk


11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : - -
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu bila dilakukan terminasi kehamilan
16. Lama Perawatan : 3-5 hari untuk perawatan pasca sectio caesarea
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.

18. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi


Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:70,
Jakarta 2006

XXIV. POLIHIDRAMNION

1. Nama Penyakit : Polihidramnion


2. Pengertian : Suatu kondisi dimana volume cairan amnion lebih
dari 2000 ml
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan : -
Fisik
5. Kriteria Diagnosa :  Penyebab utama adalah defek pada sirkulasi
cairan amnion feto maternal
 Terdapat defek pada plasenta, terutama bila
plasenta besar dan edema
 Ketidak mampuan janin untuk menelan cairan,
bila terdapat anomaly gastrointestinal dimana
cairan tidak dapat masuk ke dalam traktus

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 65


intestinal, atau kerusakan otak dimana terjadi
gangguan menyerap cairan pada system absorbs
feto-maternal
 Kadaan dimana reaksi miometrium lebih rileks
dan berkurangnya tekanan cairan amnion yang
disebabkan berkurangnya tension otot uterus
 Anensefalus, harus dicurigai pada hidrocefalus
 Factor predisposisi Meningkatnya cairan
amnion adalah diabetes mellitus, preeklamsia,
eritoblastosis, placentachorioadenoma, dan
kehamilan gemeli monozigot
 Kematian perinatal cukup tinggi (50%) karena
berhubungan dengan prematuritas dan kelainan
congenital
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : USG
Penunjang
8. Terapi :  Bila keadaan pasien sesak dapat dilakukan
abdominal parasintesis, tidak lebih dari
500cc/hari
 Factor predisposisi yang harus diterapi
seperti, diabetes mellitus, preeklamsi,
eritoblastosis dan lain-lain
 Adanya polihidramnion yang disertai
adanya kelainan congenital harus segera
diterminasi dengan cara konservatif
 Mencegah komplikasi yang mungkin
ditemukan seperti solusio placenta, disfungsi
uterus, perdarahan post partum
 Bila janin normal dapat lahir spontan
 Amnion secara perlahan-lahan merupakan
metode efektif untuk induksi persalinan
 Penilaian secara seksama terhadap janin,
placenta dan tali pusatuntuk menyingkirkan

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 66


adanya anomaly
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis :  Untuk ibu baik

 Untuk bayi tergantung kelainan congenital


yang ada serta onset hidramnion, makin dini
makin buruk prognosis
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit :
-
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu bila dilakukan terminasi kehamilan
16. Lama Perawatan : 3-5 hari untuk perawatan pasca sectio caesarea
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.

18. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi


Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:68-69,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 67


XXV.EMBOLI PARU

1. Nama Penyakit : Emboli Paru


2. Pengertian : Emboli paru adalah keadaan tersumbatnya arteri
atau salah satu cabang arteri di paru oleh thrombus,
udara atau cairan amnion
Emboli udara jarang terjadi, keadaan emboli udara
dapat terjadi misalnya pada persalinan, proses
persalinan ini disertai dengan masuknya udara ke
dalam sinus dari tempat implantasi plasenta
Emboli Cairan Amnion, jarang terjadi, umumnya
bersifat fatal, sering merupakan komplikasi
persalinan
3. Anamnesa : Umumnya pasien mengeluh sesak nafas, nyeri dada,
sedangkan gejala lainnya tergantung pada luasnya
jaringan yang terkena pengaruh obstruksi tersebut.
Gejala lainnya diantaranya adalah gelisah, pingsan,
kolaps kardio vaskuler
4. Pemeriksaan :  Tachypnea, takicardia, hipotensi, sinkop,
Fisik sianosis. Pada keadaan lanjut terjadi cardiac
arrest.
 Pada pemeriksaan paru-paru tidak terdengar
suara pernafasan
5. Kriteria Diagnosa : Diagnosis ditegakkan berdasakan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
6. Diagnosa :  Aspirasi paru-paru
Banding  Atelektasis

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 68


 Pneumonia
 Astma
 Effuse pleura
 Infark miocard
 Gagal jantung
 Edema pulmonum
 Pneumo thoraks
7. Pemeriksaan : EKG
Penunjang
8. Terapi :  Terapi Supportif
1. Pernafasan: pemberian oksigen yang
adekuat, kateter diberikan melalui nasal,
atau melalui mask bila perlu oksigen
diberikan dengan tekanan
2. Sirkulasi: pemberian cairan parenteral
(dextrose 5%) dengan perlahan-lahan. Bila
terjadi syok maka dapat diberikan
dopamine, isoproterenol diberikan untuk
meningkatkan cardiac out put
3. Sedasi yang mempunyai efek analgesi dapat
diberikan misalnya morphine
 Pencegahan emboli berulang
1. Untuk mencegah berulangnya emboli, dapat
diberikan heparin secara intravena, bila
perlu heparin diberikan secara infuse
2. Antikoagulan oral dapat diberikan bila
emboli telah dapat diatasi
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Pada umumnya buruk
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit :
-
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 69


16. Referensi : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Standar Pelayanan Medik, hal:71-72, Jakarta 2006

XXVI. DIABETES DALAM KEHAMILAN

1. Nama Penyakit : Diabetes Dalam Kehamilan


2. Pengertian :  Kehamilan menginduksi diabetes (gestasional
diabetes mellitus/GDM)
 Dijumpainya kadar gula darah pada tes

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 70


pembebanan 75 g pada kehamilan (umumnya
24 hingga 30 minggu) antara 140-200 mg/dl
 Diabetes mellitus dengan kehamilan: di
jumpainya kadar gula darah baik dalam keadaan
kehamilan maupun diluar kehamilan > 200
mg/dl
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan :  Kadar gula darah
Fisik  Tes toleransi glukosa beban 75 g
 Kurva darah harian
 HbA1C
 Pertumbuhan janin dan kesejahteraan janin
 Fungsi kardiovaskular
 Toleransi feto maternal

5. Kriteria :  Kadar gula darah yang melebihi ambang batas


Diagnosa normal dapat menyebabkan:
 Induksi proliferasi sel sehingga
memungkinkan terjadinya makrosomia
 Toksik terhadap sel endotel sehingga
terjadi hipoperfusi yang mengakibatkan
terjadinya pertumbuhan terhambat,
preeklamsia, IUFD
Toksik terhadap sel-sel germinal sehingga jika
terjadi pada masa konsepsi dan embryogenesis
dapat mengakibatkan kelainan congenital
 Kadar gula darah yang berfluktuasi tajam dapat
mengakibatkan terjadinya ketoacidosis pada
janin yang dapat menyebabkan kematian janin
 Kadar gula yang terkontrol dalam batas normal
(80-120 mg) memberikan hasil yang sama
dengan populasi normal. Pengontrolan gula

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 71


darah dalam kehamilan harus sesegera mungkin
baik dengan diit maupun insulin
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : USG, CTG
Penunjang
8. Terapi :  Upayakan kadar gula darah antara 80-120
mg%, dan kadar HbA1C < 5,5% baik dengan
maupun tanpa insulin
 Kelahiran diupayakan pada usia gestasi 38
minggu kecuali dijumpai:
 PJT
 Preeklamsia
 Kelainan congenital
 ketoacidosis
 Penentuan persalinan pervaginam ataupun
perabdominam tergantung kondisi janin
maupun ibunya
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis :  Tergantung terkontrolnya kadar gula darah
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
12. Penyulit : - -
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:37-38,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 72


XXVII. KEHAMILAN DENGAN ASMA

1. Nama Penyakit : Kehamilan dengan Asma


2. Pengertian : Asma bronkhiale ialah status bronkostasis pada
system respirasi ibu yang hamil. Kejadian asma
ialah sekitar 1% dari ibu hamil.

Volume paru tidak berubah pada kehamilan, namun


functional residual capacity (FRC) mungkin
berkurang. Demikian pula pulmonary resistance
juga berkurang akibat relaksasi otot dada yang
dipengaruhi hormone. Pasien secara fisiologik
memang akan merasa sesak karena sensifitas pusat
respirasi akibat progesterone meningkat.
Dilaporkan bahwa ada peningkatan persalinan
preter, berat lahir rendah dan kematian perinatal.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 73


Resiko asma memburuk dapat terjadi sekitar 20%
3. Anamnesa : Keluhan pasien tentang berapa kali asma kambuh
dalam satu minggu
4. Pemeriksaan : Pasien adalah penderita asma kronik dengan
Fisik keluhan sesak yang bervariasi:
a. Ringan: kurang dari satu kali serangan/minggu
b. Berat: lebih dari satu kali serangan/minggu
Pada pemeriksaan fisik ditemukan dispnea, ronki
kering, wheezing dan suara nafas kasar, mungkin
didapati sianosis
5. Kriteria Diagnosa : Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : Laboratorium, Radiologi bila memungkinkan
Penunjang
8. Terapi :  Pengendalian asma dalam kehamilan harus
adekuat disamping menghilangkan factor
pencetus
 Obat hisap (inhaler) cukup efektif mengatasi
serangan. Obat tersebut dapat mengandung B-
mimetik, steroid
 Pasien harus mengerti betuk dosis yang
dipakai dan dianjurkan dibuat pemeriksaan
peak expiratory flow rate secara berkala
 Pemberian obat mengikuti urutan CBA
(corticosteroid, bronchodilator?B-agonis dan
aminophilin) – Ib-A. aminopilin kurang efektif
diberikan sebagai cara yang pertama. Obat oral
diperkenankan dengan dosis yang di sesuaikan.
Bila pasien tak dapat mengatasi sesak sebaiknya
dirawat untuk diberikan obat secara parenteral.
 Tindakan Seksio Sesarea hanya dilakukan
atas indikasi obstetric.
 Hati-hati pemberian prostaglandin F dan E

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 74


untuk induksi pada pasien asma, karena
peningkatan resistensi paru. Ib-A
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Pasien yang ringan (<2 serangan/minggu)
mempunyai prognosis baik, namun bila berat, maka
resiko meningkat.
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru
12. Penyulit : -
13. Informed : Perlu
Consent

14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit


Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:39-40,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 75


Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 76
XXVIII. AMENOREA

1. Nama Penyakit : Amenorea


2. Pengertian : Secara harfiah amenorea adalah tidak terjadinya
haid pada seorang perempuan.
Amenorea terdiri dari amenorea primer dan
amenorea sekunder.
 Amenorea primer adalah tidak terjadinya haid
pada perempuan yang telah berusia 14 tahun
dan belum terdapat pertumbuhan karakteristik
seks sekunder, atau pada perempuan yang
berusia 16 tahun, bila terdapat pertumbuhan
karakteristik seksual sekunder.
 Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya
haid selama tiga siklus atau enam bulan
berturut-turut.
3. Anamnesa : Riwayat menarche
4. Pemeriksaan :  Tanda vital
 Pemeriksaan berat badan dan tinggi badan
Fisik
 Gambaran dismorfi seperti webbed neck, tubuh
pendek, jarak puting susu yang lebar.
 Pemeriksaan tanda-tanda seks sekunder seperti
payudara, rambut ketiak, dan rambut pubis.
 Pemeriksaan ginekologi antara lain untuk
menentukan ada tidak dan normal tidaknya
uterus, septum vagina, himen imperforata,
hipertrofi klitoris, dan undesencus testis.
 Pemeriksaan tiroid.
 Virilisasi, hirsutisme, dan akne
Tanda hipotiroid atau hipertiroid

5. Kriteria : Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,


Diagnosa pemeriksaan fisik, dan penunjang.
6. Diagnosa : -
Banding

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 77


7. Pemeriksaan : Pemeriksaan Penunjang, dapat dilakukan:
Penunjang  Tes kehamilan
 Ultrasonografi
 CT Scan atau MRI
 Pemeriksaan hormon FSH dan LH
 Pemeriksaan hormon TSH dan Prolaktin
 Pemeriksaan kariotipe
8. Terapi : Terapi amenorea tergantung penyebabnya. Berikut
ini beberapa penyebab amenorea, yaitu :
a. Hiperprolaktinemia
Bila pada foto tengkorak normal atau terdapat
prolaktinoma yang kecil pada CT Scan atau
MRI maka terapinya dengan pemberian
bromokriptin jangka panjang 2 x 2,5 mg per
hari. Untuk menghindari efek samping mual,
maka dosis awal dimulai dengan dosis rendah
yaitu 1 x 2,5 mg sebelum tidur selama 1
minggu. Bila dalam 2 bulan tidak terjadi ovulasi
dapat ditambahkan klomifen sitrat 50 mg per
hari selama 5 hari.
Terapi pembedahan dilakukan pada penderita
dengan makroadenoma.
b. Amenorea hipergonadotropik hipogonadism
Amenorea ini terdiri dari antara lain kegagalan
ovarium (Sindroma Ovarium Resisten
Gonadotropin (SORG)), menopause prekoks,
dan Sindroma Turner. Karena terdapat
hipoestrogen maka diperlukan terapi hormon,
diberi conjugated estrogen 0,625 mg per hari
selama 25 hari setiap bulannya dan pada hari ke
16-25 terapi, ditambahkan medroksi
progesterone asetat 10 mg per hari. Setelah itu
terapi dihentikan untuk terjadinya perdarahan
menstruasi, bulan berikutnya dimulai lagi terapi
seperti di atas.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 78


c. Amenorea hipogonadotropik hipogonadism
Anoreksia nervosa, berat badan yang sangat
kurang, amenorea olah raga merupakan keadaan
yang paling sering dijumpai pada jenis
amenorea ini. Bila menginginkan kehamilan
diberikan induksi ovulasi.
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu bila ada tindakan
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:81,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 79


XXIX. INFERTILITAS DASAR

1. Nama Penyakit : Infertilitas Dasar


2. Pengertian : Infertil adalah suatu kondisi dimana istri belum
memperoleh kehamilan setelah pasangan suami istri
berhubungan seksual secara teratur tanpa
perlindungan alat kontrasepsi selama 1 (satu) tahun.
Infertil dibagi menjadi:
a. Infertil primer: apabila istri sama sekali belum
pernah hamil setelah pasangan suami istri
berhubungan seksual secara teratur tanpa
perlindungan alat kontrasepsi selama 1 (satu)
tahun.
b. Infertil sekunder: apabila istri pernah hamil,
tetapi kemudian istri belum berhasil hamil lagi
setelah pasangan suami istri berhubungan
seksual secara teratur tanpa perlindungan alat
kontrasepsi selama 1 (satu) tahun terhitung dari
kehamilan yang terakhir.
3. Anamnesa : Istri:
- Riwayat sekarang meliputi keluhan/masalah saat
ini, umur, pekerjaan, perubahan payudara
misalnya discharge seperti susu, pertumbuhan
rambut yang berlebihan dengan atau tanpa akne
pada wajah dan dada, hot flushes, kelainan pola
makan, diet.
- Riwayat penyakit yang berhubungan misalnya
DM, hipertensi, infeksi pelvis, penggunaan obat
NSAID, steroid, sitotoksik.
- Riwayat penyakit keluarga: berguna pada
perempuan yang mungkin terdapat predisposisi
genetik seperti Polycystic Ovary Syndrome.
- Riwayat menstruasi: usia menarche,

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 80


karakteristik siklus, gejala yang berhubungan
misalnya nyeri saat menstruasi atau spotting
intermenstrual. Riwayat amenorea primer atau
sekunder.
- Riwayat obstetrik: kehamilan sebelumnya, hasil
kehamilan sebelumnya, abortus berulang,
abortus yang diinduksi, infeksi pasca aborsi atau
sepsis puerperal.
- Riwayat operasi: seperti kista ovarium,
appendiktomi, cone biopsy.
- Gaya hidup: seperti konsumsi marijuana dan
kokain, merokok, alkohol dan kopi.
- Frekuensi koitus: dilakukan tiap 2-3 hari
meningkatkan kesempatan terjadi kehamilan.
Suami:
- Riwayat pekerjaan: terpapar panas yang
berlebihan atau toksin
- Riwayat penyakit: seperti Mumps, infeksi
venereal
- Riwayat operasi: seperti orchidopexy, repair
hernia inguinal
- Riwayat penggunaan obat: seperti sulfasalazine.
- Penyalahgunaan obat: misalnya steroid anabolik.
- Merokok, konsumsi alkohol, kopi.
- Kesulitan ereksi atau ejakulasi.
4. Pemeriksaan : Hasil pemeriksaan keadaan umum istri dan suami
Fisik
5. Kriteria :
Diagnosa Anamnesis dan pemeriksaan fisik
6. Diagnosa :
Banding 
7. Pemeriksaan : a. Pemeriksaan ginekologis, meliputi
Penunjang pemeriksaan organ genital.
b. Pemeriksaan laboratorium rutin
c. Skrining terhadap bakteri dan virus, misalnya
Chlamydia trachomatis. Antibiotika profilaksis
sebaiknya dipertimbangkan sebelum

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 81


menggunakan alat pada uterus jika skrining
tidak dilakukan.
d. Skrining servikal
Sebelum dilakukan penanganan fertilitas,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan pap smear.
e. Analisis sperma, merupakan pemeriksaan awal
pada pasangan infertil untuk melihat disfungsi
sperma, sesuai dengan nilai referensi WHO.
f. Pemeriksaan USG Transvaginal: untuk
memonitor ovulasi, mendeteksi patologi pelvis
seperti massa pada ovarium atau uterus,
kelainan bentuk.
g. Deteksi fungsi ovarium dengan hormonal
assay (FSH dan LH pada fase follikuler.
h. Evaluasi patensi tuba dengan
histerosalpingografi (HSG)
i. Histeroskopi dan Laparoskopi diagnostik
Perempuan yang mempunyai komorbiditas
sebaiknya dilakukan laparoskopi sehingga
patologi tuba dan kondisi pelvis yang lain
dapat diketahui.
8. Terapi : 1. Problem fertilitas pada laki-laki
a. Manajemen medis
Laki-laki dengan hipogonadotropik
hipogonadism sebaiknya diterapi dengan
gonadotropin karena efektif meningkatkan
fertilitas.
b. Manajemen operatif
Jika terdapat dokter ahli urologi, laki-laki
dengan azoospermia obstruktif sebaiknya
dilakukan operasi koreksi terhadap saluran
epididimis yang buntu, karena dapat
mengembalikan patensi duktus dan
meningkatkan fertilitas.
2. Induksi Ovulasi
Anovulasi dan oligoovulasi merupakan kalainan

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 82


ovulasi yang diperkirakan dapat menyebabkan
21% masalah fertilitas pada perempuan. WHO
mengklasifikasikan kelainan ovulasi dalam 3
kelompok:
a. Kegagalan fungsi hipotalamik pituitary
(hipotalamik amenorea atau
hipogonadotropik hipogonadism)
b. Disfungsi hipotalamik pituitary (kebanyakan
karena polycystic ovary syndrome)
c. Kegagalan ovarium
3. Operasi Tuba dan Uterus
Perempuan dengan penyakit tuba yang ringan,
operasi tuba mungkin lebih efektif daripada
tanpa pengobatan. Hai ini dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan terapi.
Perempuan dengan obstruksi tuba proksimal,
pilihan terapi berupa salpingografi selektif
dengan kateterisasi tuba, atau kanulasi tuba
secara histeroskopi.
Perempuan dengan amenorea yang terdapat
adhesi intra uterus sebaiknya dilakukan
adhesiolisis secara histeroskopi karena dapat
memperbaiki siklus menstruasi dan
meningkatkan kesempatan untuk hamil.
4. Penanganan endometriosis
5. Intrauterine insemination (IUI)
6. In Vitro Fertilization (IVF)
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganan nya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 83


16. Referensi : f. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William.
Obstetrics. Eigteenth Ed. Appleton & lange,
1989.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 84


XXX. PROLAPS ORGAN PANGGUL

1. Nama Penyakit : Prolaps Organ Panggul


2. Pengertian : Turunnya uterus, kandung kemih, uretra, anorektal,
dan puncak vagina ke dalam vagina.
3. Anamnesa : Anamnesis
 Gejala herniasi
 Nyeri punggung
 Rasa tertekan berat dan penuh pada perut
 Kesulitan defekasi, berkemih, berjalan, dan
bersenggama
 Tanda : Benjolan di vagina.
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan Fisik :
 Pemeriksaan fisik umum, mencari kelainan
Fisik
medis lain yang merupakan faktor predisposisi.
Pemeriksaan Ginekologi :
 Menilai hiatus genitalis, keadaan perimeum dan
dinding vagina
 Menilai prolaps uteri
 Menilai keadaan serviks
 Melakukan test Valsava dan menilai penonjolan
pada dinding vagina
 Menilai kelainan genetalia interna
Menentukan derajat prolaps dengan sistem Baden
Walker dan POPQ (Pelvic Organ Prolaps
Quantification)
5. Kriteria :
Diagnosa Anamnesis dan pemeriksaan fisik
6. Diagnosa : 
7. Banding

8. Pemeriksaan : USG
Penunjang
9. Terapi : Konservatif :
a. Latihan otot dasar panggul atau latihan Kegel
Dilakukan pada prolaps stadium 1 dan 2
b. Menghilangkan faktor risiko
c. Pesarium : digunakan pada prolaps stadium 2
dan 3, kontraindikasi operasi, menolak operasi,

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 85


hamil.
Operatif :
Tujuan adalah memperbaiki anatomi, fungsi, dan
menghilangkan keluhan.
a. Total vagina histerektomi
b. Operasi obliterasi atau kolpokleisis parsial (Le
Fort)
c. Operasi restorasi :
Suspensi ligamen sakrospinosus, suspensi fasia
ileokoksigeus, suspensi ligamen sakrouterina,
Purandare
10. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
11. Prognosis : Sangat bergantung pada ketepatan diagnosis dan
pemilihan jenis operasi serta pengalaman operator
12. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
13. Penyulit : 
14. Informed : Perlu
Consent
15. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
16. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.

17. Referensi : 2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi


Indonesia. Standar Pelayanan Medik,
hal:122-124, Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 86


XXXI. SINDROM POLIKISTIK OVARIUM

1. Nama Penyakit : Sindrom Polikistik Ovarium


2. Pengertian : Sindroma ovarium polikistik disefinisikan sebagai
suatu penyakit yang ditandai dengan :
 Hiperandrogenisme (misalnya hirsutisme, akne
yang berat, dan atau alopesia),
 Gangguan menstruasi (seperti oligo atau
amenorea, atau perdarahan yang tidak teratur),
 Ovarium polikistik,
 Penumpukan lemak sentral
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan : Amenorea, oligomenorea, infertilitas,hirsutismus,
Fisik akne, seborrhoe, perbesaran klitoris, pengecilan
payudara
5. Kriteria :
Diagnosa

Sindroma ovarium polikistik ditegakkan bila


didapatkan dua dari tiga kriteria diagnosis menurut
kriteria Roterdam 2003:

Ovarium polikistik (12 folikel perifer atau
volume ovarium 10 cm3)

Oligo atau anovulasi

Didapatkan tanda hiperandrogen baik klinik dan
atau biokimia.
Pada SOPK juga terjadi :

Peningkatan rasio LH/FSH

Peningkatan kadar hormon androgen :
testosterone, dehydroepiandrosterone, dan
androstenedione

Kadar estradiol normal dan estron meningkat,
sehingga menurunkan rasio Estradiol/Estrone

6. Diagnosa :
Banding -
7. Pemeriksaan : USG, laparoskopi, pemeriksaan kadar hormonal

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 87


Penunjang (FSH/LH)
8. Terapi : Tujuan terapi sindroma ovarium polikistik adalah:
a. Mengurangi produksi dan kadar androgen dalam
sirkulasi.
b. Melindungi endometrium terhadap efek-efek
estrogen yang tidak dilawan.
c. Mendukung perubahan gaya hidup untuk
memperoleh berat badan normal.
d. Menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler.
e. Menghindari efek-efek hiperinsulinemia
terhadap risiko-risiko penyakit kardiovaskuler
dan diabetes melitus.
f. Menginduksi ovulasi untuk mendapatkan
kehamilan.
Penurunan berat badan, olah raga, dan modifikasi
gaya hidup efektif dan merupakan pilihan lini
pertama untuk memperbaiki siklus ovulasi pada
wanita overweight dengan sindroma ovarium
polikistik.
Clomifen sitrat terbukti efektif dan
dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama untuk
induksi ovulasi pada wanita dengan sindroma
ovarium polikistik, Pasien yang diberikan Clomifen
sitrat harus dijelaskan tentang kemungkinan
kehamilan ganda.
Kombinasi metformin dengan clomifen sitrat
meningkatkan angka ovulasi bila dibandingkan
clomifen sitrat saja. Kombinasi metformin dengan
clomifen sitrat diberikan pada pasien yang resisten
dengan clomifen.
Gonadotropin merupakan terapi lini kedua pada
pasien dengan sindroma ovarium polikistik. Pada
pasien yang diterapi dengan gonadotropin perlu
monitoring laboratorium dan ultrasonografi.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 88


Ovarian drilling dipertimbangkan pada pasien
sindroma ovarium polikistik dengan resistensi
clomifen sitrat.
In vitro fertilization (IVF) ditawarkan pada pasien
yang gagal dengan terapi gonadotropin atau bila ada
indikasi lain dari IVF.
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu Rawat Inap bila ada tindakan operatif
16. Lama Perawatan : 3-5 hari
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : g. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:100-
102, Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 89


XXXII. MENOPAUSE

1. Nama Penyakit : Menopause


2. Pengertian : Klimakterik : periode peralihan dari fase reproduksi
menuju fase senium yang terjadi akibat menurunnya
fungsi generatif ataupun endokrinologi ovarium.
Klimakterik dibagi menjadi :
 Perimenopause adalah masa peralihan antara
preemenopause dan pasca menopause yang
ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur.
 Menopause adalah waktu saat berhentinya
menstruasi secara permanen akibat tidak
bekerjanya folikel ovarium.
 Pascamenopause adalah masa setelah
menopause.
3. Anamnesa : Anamnesis
 Gangguan pola menstruasi sampai dengan
berhentinya menstruasi (final menstrual
period)
 Gangguan vasomotor (seperti hot flushes, sakit
kepala, jantung berdebar)
 Gangguan konstitusional
 Psikastenia dan neurotik
 Gangguan fungsi berkemih
 Atropi urogenital (seperti gejala vagina kering,
seperti terbakar, gatal, disuria, dispareunia)
 Gangguan otak Alzheimer, demensia
 Atherosclerosis
 Gangguan jantung
 Osteoporosis
 Fraktur akibat kehilangan masa tulang
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan Fisik
Fisik Pemeriksaan ginekologi antara lain pemeriksaan
pemeriksaan gangguan urogenital dan atrofi
urogenital.
5. Kriteria : Anamnesa dan pemeriksaan fisik

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 90


Diagnosa
6. Diagnosa :
Banding 
7. Pemeriksaan : Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan densitometry
Penunjang
Kategori diagnostic WHO untuk Bone Mineral
Density (BMD) pada wanita postmenopause
1. Normal : BMD atau BMC tidak lebih dari
1 SD di bawah puncak massa tulang atau
rata-rata orang dewasa (T-score di atas -1).
2. Osteopeni : BMD atau BMC antara 1 dan
2.5 SD rata-rata dewasa muda (T-score
antara -1 dan -2.5).
3. Osteoporosis : BMD atau BMC 2.5 SD
atau lebih di bawah rata-rata dewasa muda
(T-score d” -2.5).
4. Osteoporosis berat : BMD atau BMC 2.5
SD atau lebih di bawah rata-rata dewasa
muda (T-score d” -2.5) dan adanya 1 atau
lebih fraktur.
 Pemeriksaan hormonal : FSH-estradiol,
kolesterol, trigliserida, LDL, dan HDL.
 Mammografi bagi yang berisiko.
 Pemeriksaan radiografi untuk menyingkirkan
fraktur vertebra pada postmenopause dengan
riwayat kehilangan tinggi badan lebih dari 6
cm, kifosis, atau sindrom nyeri tulang belakang
akut.
8. Terapi :  Terapi hormonal dapat diberikan pada
premature ovarian failure atau menopause dini
(usia < 40 tahun), dan direkomendasikan
hingga usia menopause yang alami.
 Pemberian progestin saja atau kontrasepsi oral
dalam dosis rendah sebagai alternatif untuk
meringankan keluhan selama masa transisi

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 91


menopause.
 Terdapat bukti bahwa terapi hormonal
(estrogen saja atau kombinasi estrogen –
progesteron) adalah intervensi paling efektif
untuk mengatasi keluhan menopause antara
lain hot flushes, keluhan vagina, dan keluhan-
keluhan yang berhubungan dengan atropi
urogenital. Terapi hormonal diberikan selama
masa awal menopause dan perimenopause.
 Pencegahan osteoporosis dan fraktur :
 TSH
 Estrogen harus mempertimbangkan umur,
keluhan-keluhan yang timbul dan berbagai
faktor risiko dan keuntungannya.
 Kalsium dan vitamin D adekuat. Suplemen
kalsium dan vitamin Dsaja tidak cukup
untuk mencegah fraktur pada
postmenopause, tetapi sebagai tambahan
untuk terapi antiresorptive dan obat
anabolik.
 Terapi bifosfonat (alendronate, risedronate,
atau zoledronic acid)
 Etidronate merupakan agen antiresorptive
dan efektif pada wanita risiko tinggi.
 Selective estrogen receptor modulators
(raloxifene).
 Alcitonin (efektif juga untuk nyeri karena
fraktur osteoporosis).
 Hormon parathyroid (teriparatide).
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penangannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 92


Kandungan.
14. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
15. Referensi : 6. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:103-
105, Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 93


XXXIII. PENYAKIT RADANG PANGGUL

1. Nama Penyakit : Penyakit Radang Panggul


2. Pengertian : Yang termasuk penyakit radang panggul adalah
terjadinya infeksi pada genetalia interna oleh
berbagai mikroorganisme yang dapat menyerang
endometrium, tuba, ovarium maupun miometrium,
baik secara kontinuitatum, maupun secara
hematogen ataupun sebagai akibat hubungan
seksual.
3. Anamnesa : Dapat memberikan gejala atau asimtomatis. Gejala
klinis memberikan sensitivitas dan spesitivitas
hanya 65-90%.
Gejala :
- Nyeri perut bagian bawah, biasanya bilateral
- Dispareunia
- Perdarahan abnormal
Cairan abnormal vaginal atau servik.
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan fisik :
- Nyeri tekan perut bagian bawah
Fisik
- Nyeri goyang adneksa pada pemeriksaan
dalam
- Nyeri goyang servik pada pemeriksaan dalam
Demam (>38°C).
5. Kriteria :
Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Diagnosa
6. Diagnosa :
Banding 
7. Pemeriksaan : - Tes untuk neisseria gonorrhoeae dan
Penunjang Chlamydia trachomatis.
- Peningkatan laju endap darah dan C reactive
protein.
- Peningkatan lekosit.
- Laparoskopi.
- Biopsi endometrium dan ultrasonografi.
- Tes kehamilan untuk menyingkirkan kehamilan
ektopik.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 94


8. Terapi : Pasien disarankan untuk menggunakan pengaman
saat berhubungan badan selama dalam pengobatan.
a. Rawat jalan :
Ofloksasin 2x400 mg oral ditambah
metronidazol 2x500 mg oral selama 14 hari.
b. Rawat inap :
Pasien dirawat inap jika diagnosis masih belum
jelas, terapi oral gagal, perburukan gejala,
terdapat abses tuboovarial, intoleransi dengan
regimen oral, hamil.
- Ceftriaxon 1x1 gr (IV) ditambah
Doksisiklin 2x100 mg (IV) ditambah
dengan Doksisiklin 2x100 mg oral,
Metronidazol 2x400 mg oral selama 14 hari.
- Klindamisin 3x900 mg (IV) ditambah
Gentamisin ( 2 mg/kg dosis awal diikuti 1,5
mg/kg) tiga kali sehari dilanjutkan dengan
Klindamisin 4x450 mg (oral) selama 14 hari
atau Doksisiklin 2x100 mg oral,
Metronidazol 2x400 mg oral selama 14 hari.
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penangannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : 4. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:-,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 95


XXXIV. ABSES TUBOOVARIAL

1. Nama Penyakit : Abses Tuboovarial


2. Pengertian : Abses tuboovarial adalah massa yang disebabkan
oleh proses radang yang melibatkan tuba fallopi,
ovarium dan struktur disekitarnya. Biasanya abses
tuboovarial merupakan komplikasi dari radang
panggul.
3. Anamnesa : Gejala nyeri perut bawah, demam, discharge
vagina, leukositosis, perdarahan vagina
4. Pemeriksaan : Gejala tanda radang panggul disertai benjolan di
Fisik parametrium
5. Kriteria : Pada abses tuboovarial biasanya didahului radang
Diagnosa panggul dengan gejala nyeri perut bawah, demam
selama kurang lebih 1 minggu dan discharge
vagina, leukositosis serta perdarahan vagina. Gejala
biasanya timbul setelah menstruasi dan menetap
kurang lebih selama 3 minggu. Abses tuboovarial
gejalanya sama dengan radang panggul disertai
dengan timbulnya benjolan di parametrium. Untuk
menunjang diagnosis abses tuboovarial bisa
dilakukan ultrasonografi, CT scan, skintigrafi dan
scanning radionukleotid. Pada ultrasonografi, abses
tuboovarial tampak sebagai gambaran massa kistik
atau bersepta-septa dengan ovarium dan tuba
sulit dibedakan. Pada USG transvaginal, tampak
sebagai massa di adneksa atau massa kistik berbatas
tegas dengan internal echo, dinding tumor tebal dan
disertai gambaran air-fluid level.
6. Diagnosa : -
Banding
7. Pemeriksaan :
Penunjang CT Scan, USG transvaginal

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 96


8. Terapi : Abses tuboovarial bisa dikelola secara konservatif
maupun dilakukan pembedahan.
a. Konservatif
Pada tiga dekade terakhir, terutama sejak
penemuan antibiotika spektrum luas, pada
beberapa penelitian, 16%-95% sukses dengan
terapi konservatif dengan antibiotik spektrum
luas. Keberhasilan terapi tersebut dimonitor
dengan berkurangnya ukuran massa tumor.
Pada penelitian Reed dan kolega didapatkan
hasil bahwa abses tuboovarial dengan ukuran >
10 cm memerlukan tindakan bedah sebesar
60%, sedangkan wanita dengan ukuran massa
4-6 cm mempunyai kemungkinan tindakan
pembedahan sebesar 20%. Daftar Antibiotik
untuk terapi konservatif abses tuboovarial.
b.Terapi Bedah
 Laparoscopic Drainage
 Percutaneous Drainage
 Transvaginal U/S
 Guided Drainage
 Laparotomy Drainage
9. Edukasi : Penjelasan tentang penanyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:-,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 97


XXXV. PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI

1. Nama Penyakit : Perdarahan Uterus Disfungsi


2. Pengertian : Gangguan perdarahan dari endometrium yang
memanjang, berlebihan atau ireguler yang bukan
diakibatkan kelainan struktur organ reproduksi,
penyakit sistemik dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan fungsional poros hipotalamus, hipofisis
dan ovarium.
3. Anamnesa : Perdarahan interval abnormal, intensitas perdarahan
normal/banyak/sedikit
4. Pemeriksaan : suhu basal badan, sitologi vagina
Fisik
5. Kriteria : Diagnosis PUD adalah diagnosis eksklusi setelah
Diagnosa menyingkirkan berbagai kemungkinan adanya
penyebab kelainan struktural anatomi dan penyakit
sistemik. Tentukan pola perdarahan yang terjadi,
apakah perdarahan akut yang berat (severe acute
bleeding), perdarahan ireguler (irregular bleeding),
menorhagia atau gangguan perdarahan yang
berkaitan dengan penggunaan kontrasepsi.
6. Diagnosa :
Banding 
7. Pemeriksaan :
Penunjang USG, pemeriksaan/analisa kadar hormonal
8. Terapi :  Untuk setiap perdarahan akut yang berat, maka
penanganan pertama adalah memperbaiki
kondisi hemodinamik terlebih dahulu sambil
menghentikan perdarahan akut dan pasien
harus dipondokkan.
 Untuk menghentikan perdarahan akut yang
berat pasien diberikan estrogen dosis tinggi
( oral atau intravena tergantung dari beratnya

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 98


perdarahan) dan kemudian dilakukan
penjadwalan tappering dengan kontrasepsi
oral.
 Tappering dengan COC (kontrasepsi oral
kombinasi) dengan cara memberikan pil aktif 4
kali sehari selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3
kali sehari selama 3 hari, diikuti 2 kali sehari
selama 2 hari, dilanjutkan 1 kali sehari
selama 3 minggu. Setelah pasien stabil secara
klinis dilakukan penelusuran terhadap
penyebab perdarahan
 Estrogen progesteron Pil kontrasepsi kombinasi
atau progestin bisa diberikan untuk regulasi
menstruasi pada perempuan dengan perdarahan
ireguler setelah dapat mengeksklusikan
kelainan struktur anatomi, berbagai kelainan
sistemik dan tidak ada kontraindikasi
pemakaian kontrasepsi oral.
 Pil kontrasepsi kombinasi atau progestin bisa
diberikan untuk menurunkan jumlah
perdarahan pada perempuan dengan
menorhagia setelah dapat mengeksklusikan
kelainan struktur anatomi, berbagai kelainan
sistemik dan tidak ada kontraindikasi
pemakaina kontrasepsi oral. (B)
 NSAID (non steroidal antiinflammatory drugs)
bisa diberikan pada perempuan dengan
menorhagia setelah dapat mengeksklusikan
kelainan struktur anatomi dan berbagai
kelainan sistemik. (B)
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 99


Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:95-98,
Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 100


XXXVI. MIOMA UTERI

1. Nama Penyakit : Mioma Uteri


2. Pengertian : Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari
miometrium.
3. Anamnesa :
4. Pemeriksaan :  Berhubungan dengan estrogen (jarang dijumpai
Fisik sebelum menarche, tiak tumbuh lagi setelah
menopause atau kastrasi, membesar selama
kehamilan atau resapar estrogen eksogen, sering
dijumpai pada tumor yang menimbulkan
estrogen, dapat dijumpai bersamaan dengan
hyperplasia endometrium
 Lokasi terbanyak pada intramural
(menyebabkan uterus ber benjol-benjol).
Mioma sub mukosum jarang (5-10%) tetapi
secara klinik sangat penting karena hampir
selalu menimbulkan ssymtom/gejala. Mioma
subserosum dapat timbul retro perineal/ intra
ligamenter.
 Dapat mengalami perubahan seperti degenerasi
hialin (tersering), degenerasi kistik, infeksi,
klasifikasi dan degenerasi maligna
5. Kriteria : Diagnosis mioma uteri didasarkan atas anamnesis,
Diagnosa pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan
penunjang dengan ultrasonografi dan CT-scan.
6. Diagnosa : -
Banding
7. Pemeriksaan : CT Scan, USG
Penunjang
8. Terapi :  Wanita yang tidak ingin mempunyai anak lagi
atau ukuran mioma sedemikian besar atau
memberikan keluhan yang berat bisa

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 101


ditawarkan histerektomi sebagai terapi definitif.
 Miomektomi merupakan pilihan untuk wanita
yang ingin mempertahankan uterus, tapi wanita
ini harus mendapatkan konseling mengenai
terapi lanjutan yang harus dijalani.
 Miomektomi histeroskopi harus
dipertimbangkan sebagai pilihan awal terapi
bedah pada mioma dengan ukuran yang kecil.
 Wanita yang terdeteksi mioma saat hamil,
membutuhkan pemantauan janin tambahan bila
plasenta berimplantasi dekat mioma.
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu bila dilakukan tindakan operatif
16. Lama Perawatan : 3-5
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:129-
130, Jakarta 2006

XXXVII. KISTA OVARIUM

1. Nama Penyakit : Kista Ovarium


2. Pengertian : Perbesaran ovarium yang bersifat fungsional atau
disfungsional, berupa kistik, padat atau campuran
kistik padat dan dapat bersifat neoplastik maupun
non neoplastik
3. Anamnesa :  Penekanan terhadap vesika dan rectum

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 102


 Perut terasa penuh
 Perbersaran perut
 Perdarahan (jarang)
 Nyeri (pada putaran tangkai/kista pecah)
 Sesak nafas, oedema tungkai (pada tumor
sangat besar)
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan fisik, recto vaginal toucher
Fisik
5. Kriteria Diagnosa : Diagnosis kista ovarium didasarkan atas anamnesis,
pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan
penunjang dengan ultrasonografi dan CT-scan.
6. Diagnosa : -
Banding
7. Pemeriksaan : CT Scan, USG
Penunjang
8. Terapi :  Perlu ditentukan apakah merupakan kista
fungsional atau bukan
 Perlu ditentukan apakah termasuk golongan
neoplastik atau non neoplastik
 Pengangkatan kista ovarium tergantung jenis
kista/ besar kista
 Pengangkatan kista dapat dilakukan dengan
laparoskopi atau laparotomi
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Perawatan RS : Perlu bila dilakukan tindakan operatif
16. Lama Perawatan : 3-5
17. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
18. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:130-

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 103


131, Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 104


Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 105
XXXVIII. ENDOMETRIOSIS

1. Nama Penyakit : Endometriosis


2. Pengertian : Suatu penyakit yang ditandai dengan munculnya
jaringan yang secara morfologi dan biologi mirip
dengan endometrium normal dan terdiri dari
kelenjar dan stroma endometrial, yang berlokasi
ektopik diluar cavum uteri.
3. Anamnesa : Gejala berikut dapat disebabkan endometriosis
yaitu :
 Dismenorea berat
 Deep dyspareunia
 Nyeri pelvik kronik
 Nyeri ovulasi
 Gejala perimenstrual atau siklis (seperti
yang berhubungan dengan usus atau
kandung kencing) dengan atau tanpa
perdarahan abnormal
 Infertilitas
4. Pemeriksaan : Pemeriksaan Fisik
 Palpasi Abdomen
Fisik
Palpasi abdomen biasanya normal, tetapi
dapat ditemukan nyeri pelvis, uterus
retroflesi terfiksasi, ligamentum uterosakral
nyeri atau pembesaran ovarium (kista
coklat).
 Pemeriksaan Ginekologis
Pemeriksaan dalam mungkin dapat
menunjukkan adanya indurasi ligamentum
uterosakral atau adanya nodul di cavum
Douglas atau septum rektovagina, atau
pembesaran ovarium dapat menyebabkan
terjadinya kista endometriotik. Lesi dapat
juga terlihat di vagina atau serviks atau
dapat juga dalam pemeriksaan tidak

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 106


ditemukan apa-apa.
5. Kriteria : Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
Diagnosa pemeriksaan fisik, dan penunjang, dengan
memperhatikan algoritme.
6. Diagnosa :
Banding
7. Pemeriksaan :  Laparoskopi
Penunjang  Histopatologi
 USG
 MRI
 Serum CA 125
8. Terapi : Terapi
a. Terapi analgetik
b. Terapi hormonal
c. Terapi pembedahan
d. Kombinasi
Terapi Hormonal
Supresi fungsi ovarium selama 6 bulan menurunkan
nyeri akibat endometriosis. Hormon yang telah
diteliti kontrasepsi oral kombinasi, danazol,
gestrinone, medroxyprogesterone asetat dan agonis
GnRH – sama efektif tetapi efek samping dan
harganya berbeda.
1. Kombinasi pil kontrasepsi oral
Regimen ini dapat digunakan jangka panjang
untuk mengkontrol gejala. Dapat digunakan pil
kontrasepsi selama 3 siklus untuk mengurangi
siklus menstruasi.
2. Danazol
Dosis yang digunakan agar tercapai kondisi
amenorea adalah 400-800 mg per hari.
3. Progesteron
Progesteron dapat digunakan sendiri maupun
kombinasi dengan estrogen untuk menciptakan
suatu suasana pseudopregnancy.
4. Levonorgestrel – releasing intrauterine system
Dapat digunakan untuk mengurangi nyeri

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 107


menstruasi dan menyebabkan amenorea atau
hipomenorea.
5. Agonis GnRH
Menyebabkan down regulation reseptor GnRH
sehingga terjadi hipogonadotropik
hipogonadism.
Pengobatan selama 3 bulan dengan agonis
GnRH sama efektif dengan selama 6 bulan
dalam mengatasi nyeri.
6. Terapi agonis GnRH dengan ‘add-back’
Pengobatan selama sampai 2 tahun dengan
kombinasi estrogen dan progestagen ‘add-back’
nampaknya efektif dan aman untuk mengatasi
nyeri dan proteksi densitas tulang; progestagen
only ‘add-back’ tidak memberikan efek
protektif.
7. Aromatase inhibitor
Generasi ketiga aromatase inhibitor non steroid
yaitu anastrozole dan letrozole telah digunakan
untuk terapi endometriosis.
Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan tergantung keparahan penyakit
yang ditemukan, idealnya tindakan bedah untuk
diagnostik dan untuk mengangkat endometriosis
dilakukan dalam waktu yang sama, karena itu
informed consent yang adekuat sebelum tindakan
sudah dilakukan.
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 108


Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:117-
120, Jakarta 2006

XXXIX. KANKER SERVIKS PREKLINIK / PREINVASIF

1. Nama Penyakit : Kanker Serviks Preklinik / Preinvasif


2. Pengertian : Kanker serviks preklinik/preinvasif diseut juga
Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS), merupakan
gaggua diferensiasi sel pada lapisan skuamosa, dan
mempunyai potensi menjadi karsinoma serviks.
3. Anamnesa : -
4. Pemeriksaan : -
Fisik
5. Kriteria : Pemeriksaan tes pap merupakan cara efektif untuk
Diagnosa mendeteksi NIS. Bila tes pap abnormal selajutnya
dilakukan pemeriksaan kolposkopi. Bila gambaran
abnormal berupa atipia, displasia ringan / infeksi
(pemeriksaan sekret vagina) maka infeksi dioati
dulu, dan tes diulang 2 minggu kemudian.
o Kalau gambaran kolposkopi normal, sitologi
ulang mencurigakan / abnormal kelompok les
intraepitel derajat tinggi atau karsinoma, maka

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 109


selajutnya dilakukan konisasi diagnostik.
o Kalau gambaran kolposkopi abnormal
memuaskan maka dilakukan biopsi loop
diatermi dan kuretase endoserviks.
o Kalau gambaran kolposkopi abnormal tidak
memuaskan, sitologi abnormal /
mencurigakan, maka dilakukan konisasi
diagnostik.
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : USG, Pap Smear
Penunjang
8. Terapi : 1. Hasil konisasi NIS I/II cukup dengan
pengamatan lanjut saja.
2. Hasil konisasi NIS III
o Ingin anak, pengamatan lanjut
o Cukup anak, histerektomi total
3. Hasil biopsi terarah / kuretase endoserviks
o NIS II, krioterapi / elektrokoagulasi
o NIS III maka pengobatan sama dengan
bagan 3.
4. Hasil biopsi / kuretase endoserviks / konisasi
karsinoma serviks invasif, maka pengobatan
seperti pada kanker serviks yang invasif.
5. Penatalaksaaan lesi pra kanker serviks
o Fase laten : belum jelas diduga dengan
suatu imunomodulator
o Fase subklinik : diagnosis harus
berdasarkan biopsi histopatologi
 Lesi derajat rendah : krioterapi,
prosedur eksisi loop elektrokauter
(leep)
 Lesi derajat tinggi : LEEP
Lletz ( large loop excisio trazformatio
zoe koisasi histerektomi)
o Fase klinik :
o Fase jinak ( kondiloma akuminata )

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 110


Larutan podofili
Kirim fu
Elektrokauter
o Lesi ganas ( kanker serviks)
(lihat penanganan kanker serviks)

6. Pembedahan
 Bilasan peritonium, untuk pemeriksaan
sitologi
 Sampling kelenjar getah bening
 Eksplorasi rongga abdomen
 Apabila tumor dapat direseksi :
histerektomi totali dan sob
 Apaila tumor tak dapat direseksi ( misal
stadium III luas), bila mungkin
histerektomi totalis dan sob.
 Pada kasuspraoperatif dicurigai stadium
II ( ada keterlibata serviks) , histerektomi
radikal dan limfadenektomi pelvik perlu
dipertimbangkan.
Terapi adjuvan
 Setelah ada penilaian histologi, dengan
informasi invasi miometrium, derajat
diferensiasi dan keterlibatan serviks perlu
pilihan terapi adjuva.
 Indikasi radiasi postoperasi :
 Stadium i :
o Usia > 60 tahun
o Derajat diferesiasi III (GIII)
o Invasi > 0, 5 miometrium (Ic)
Stadium IIa gI, II, III
Stadium IIb, gI, II, III
I>stadium IIIa, terapi individual
 Metode radiasi adjuva :
Radiasi vagiIal cuff 6000 – 6500 cGy dosis
mukosal. Dan dosis seluruh pelvis 4500 –
5000 cGy
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Dubia

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 111


11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Standar Pelayanan Medik, hal:132-
139, Jakarta 2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 112


XL. KANKER OVARIUM

1. Nama Penyakit : Kanker Ovarium


2. Pengertian : Kanker ovarium adalah tumor ganas berasal dari
jaringan ovarium, dengan tipe histologi sangat
beragam sesuai dengan susunan embriologi dasar
yang membentukya.
3. Anamnesa : Beberapa keluhan pasien seperti:
Sering berkemih, konstipasi, distensi perut, rasa
tertekan, rasa nyeri perut, dapat timbul sesak nafas
karena efusi pleura karena proses metastasis
4. Pemeriksaan : Tanda terpenting kanker ovarium
Fisik adalahditemukannya massa tumor pelvis. Bila
tumor ada bagian padat, irregular dan terfiksir ke
dinding panggul, keganasan perlu di curigai. Saat
diagnosis ditegakkan 95% kanker ovarium
berdiameter lebih dari 5 cm. bila tumor sebesar ini
ditemukan di pelvis, evaluasi lebih lanjut perlu
dilakukan untuk menyingkirkan keganasan,
khususnya pada wanita usia > 40 tahun.
5. Kriteria :  Gejala dan tanda kanker ovarium
o Gejala kanker ovarium
Diagnosa
Pada stadium awal gejala tidak khas. Pada
usia perimenopause, dapat timbul haid tidak
teratur, bila tumor telah menekan kandug
kemih atau rektum, keluhan sering
berkemih dan konstipasi akan muncul.
Lebih lanjut timbul distensi perut. Dapat
timbul sesak napas akibat efusi pleura
karena proses metastasis.
Karena pada stadium ini gejala gejala kaker
ovarium tersebut tidak khas, 70% penderita
kanker ovarium ditemukan sudah stadium

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 113


lanjut.
 Tanda tanda kanker ovarium
o Tanda terpenting kanker ovarium adalah
ditemukannya massa tumor di pelvis, bila
tumor ada bagian padat, ireguler dan
terfiksir ke dinding panggul, keganasan
perlu dicurigai. Saat diagosis ditegakkan
95% kanker ovarium berdiameter lebih
dari cm. Bila tumor sebesar ini ditemukan
di pelvis, evaluasi lanjut perlu dilakukan
untuk menyingkirkan keganasan,
khususnya pada wanita usia > 40 tahun.
o Pada saat operasi, perhatikan beberapa
penampilan makroskopis dari tumor
ovarium yag mengarah tanda ganas.
 USG (ultrasonografi )
o Pemakaian usg trasvaginal (trasvaginal
color flow doppler) meningkatkan
ketajaman diagnosis.
o Dapat dibuat suatu indeks morfologi yaitu
jumlah nilai nilai yang diberikan terhadap
masing masing kategori temuan.
6. Diagnosa : 
Banding
7. Pemeriksaan : USG, USG transvaginal color Doppler, CT Scan,
Penunjang MRI, Pemeriksaan penanda tumor CA 125
8. Terapi :  Epitelial
o Diagnosis : diagnosisfinal tergantung pada
penemuan operatif dan histopatologi.
o Persiapan pra bedah:
Laboratorium darah lengkap, penanda
tumor CA 125
Foto thoraks; USG; Persiapan usus;
barium enema bila ada indikasi (15-26%
kanker ovarium lanjut ada metastases ke

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 114


kolon.)
o Prosedur pembedahan : lihat prosedur
pembedahan.
o Penanganan pasca bedah :
Segera / jangka pendek penanganan pasca
bedah rutin
Jangka pajang :
o Stadium 1a + b ( derajat 1 + 2 : tidak
ada penanganan lanjut
o Stadium 1a + b (derajat 3 ) + stadium
1 c : dilanjutkan Kemoterapi (optioal)
o Stadium IIb - IV : dilanjutkan
kemoterapi
o Pemeriksaan berkala utuk
monitoring : pemeriksaan pelvik, CA
125
 Non epitelial
o Tumor sel germial
Diagnosis dan persiapan pra operatif lihat
tumor epitelial.
Untuk setiap pembedahan
salpingoooforeektomi unilateral dan bila
perlu debulking. bila proses meliputi kedua
ovarium perlu dilakukan histerektomi totalis
dan salpingoooforektomi bilateral. Kecuali
bila proses di satu ovarium minimal, maka
ovarium masih dikonservasi. ( karena pada
kajian pembedahan radikal tidak menigkatkan
survival dan fertilitas dapat dikonservasi
setelah kemoterapi.
o Tumor stroma
Penanganan individual.
9. Edukasi : Penjelasan tentang penyakit dan penanganannya
10. Prognosis : Dubia
11. Konsultasi : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 115


12. Penyulit : 
13. Informed : Perlu
Consent
14. Tenaga Standar : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
15. Masa Pemulihan : Kontrol di Instalasi Rawat Jalan.
16. Referensi : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Standar Pelayanan Medik, hal:146-149, Jakarta
2006

Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri Ginekologi 116

Anda mungkin juga menyukai