Anda di halaman 1dari 188

ns PKu‖ uHttHH員 llYAH YOIVAKARTA U‖ lT ll

J].Wates Km.5,5 Gamplng,Sleman,Yogyakarta


Telp.027牛 6499704,日 GD 0274‐ 6499707
Fax 027牛6499727,E・ ma‖ :pk可 oJa@yahoo.oo.ld

メ噺││♂ 出募t

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR


RUMAH SAKIT PKU MUHAⅣ IMADIYAH YOGYAKARTA UNITII
Nomor : 0801/PS.1 .2lxll20l5
Tentang
PANDUAN PRAKTEK KLINIK PENYAKIT OBSGYN

Direktur RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II


Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kualitas dan
keamanan pelayanan pasien, maka diperlukan adanya
Panduan Praktek Klinik Penyakit Obsgyn di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.
b. Bahwa sesuai butir a diatas perlu menetapkan Keputusan
Direktur Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Unit II tentang Panduan Praktek Klinik Penyakit Obsgyn
Mengingat : l. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
2. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
3. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
I I 65.A/N4enKes/SI()U2004 tentang Komisi Akreditasi
Rumah Sakit.
5. Surat Keputusan Badan Pelaksana Harian Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta nomer 0 I 5/B-II/BPH-
IUXII|2D|4 tanggal 12 Desember 2014 M, tentang
Susunan Direksi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Unit II.

Cepat‐ Mutu‐ Nyaman口 Ringan・ Islami


ns PKu HuH員 Ⅲ‖員llYAH YOIYAKARTA U‖ lT II
Jl.Wates Km.5,5 Gamplng,SIoman,Yogyakarta
Telp.0274・ 6499704,日 GD 0274‐ 0499707
Fax 0274‐ 6499727,E・ ma‖ :pkulo」 a@yah00.Oo.ld

メ影││♂ 出♭→

MEMUTusKAN

Menetapkan KEPUTusAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PKU


NllUHAヽ INIADIYAH YOGYAKARTA UNIT H
TENTANG PANDUAN PRAKTEK KLINIK PENYAKIT
OBSGYN RUNIAH SAKIT PKU NIUHAMmDIYAH
YOGYAKARTA UNIT H.
Pertama Panduan Praktek Klinik Penyakit obsgyn diinaksudkan
sebagaiinana tercantunl dalam Panduan di Keputusan ini.
Kedua
:織 織 柵 鴫 e器 謂 置 hi康 蹴 le濡 首1
pelayanan pasien sebagairnana dilnaksud dalam E)iktum
kesatu
Ketiga Keputusan ini beJaku sttak tanggJ dhetapkan.

Ditetapkan di : Sleman
November 2015

NBヽ4:797.692

Cepattt Mutu r Nyaman‐ Ringan‐ Isiami


PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU EKLAMSI
MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Eklamsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa
nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sebelumnya sudah menunjukan
gejala-gejala pre-eklamsia ( hipertensi, edema, proteinuria).

2. Anamnesis Kehamilan > 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas dengan tanda-tanda
hipertensi, edema dan proteinuria, kejang - kejang dan/ atau koma
3. Pemeriksaan a. Kehamilan > 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas.
Fisik b. Tanda - tanda pre-eklamsia (hipertensi, edema dan proteinuria).
c. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan atas pengamatan kasus-kasus eklampsia selama 10 tahun terakhir sejak
1992 di RSU Dr. Soetomo Surabaya maka guna memudahkan dalam
penatalaksanaannya Eklamsia dibagi atas :
1. Ekampsia klasik : pada umumnya penderita datang dengan kesadaran dan
hemodinamika yang relatif baik serta kalau disertai komplikasi biasanya hanya
oliguria.
2. Eklampsia krusial : pada dasarnya kesadaran penderita dan hemodinamika
terganggu diserta komplikasi multi organ.
Tidak semua kasus eklamsia dapat dipisahkan secara tajam seperti hal diatas.
EKLAMSIA EKLAMSIA
KLASIK KRUSIAL
≤ 2 kali Kejang ≥ 4 kali

< 90 x / menit Nadi ≥ 96 x / menit


< 150 / 90 mmHg Tekanan Darah ≥ 150 / 90 mmHg

≤ 20 x / menit Respirasi ≥ 28 x / menit


≤ 37,5 ºC Temperatur ≥ 38 ºC
Composmentis Kesadaran Menurun
Normal Status Kardiologi Payah jantung
Normal Status Paru Edema paru
5. Diagnosis Kerja EKLAMSI

6. Diagnosis Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab-sebab yang lain misalnya:
Banding 1. Epilepsi
2. Meningitis / Ensefalitis ( pungsi lumbal )
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan Laboratorium : Darah Lengkap, Faal Hemostasis, Fungsi hati,
Penunjang Fungsi ginjal, Serum Elektrolit, Urine Lengkap, Proteinuria.
Analisa Gas Darah sesuai indikasi.
 Elektrokardiografi.
 Pemeriksaan Radiologi : Foto thoraks, Ultrasonografi ( USG ).
 Non Stress Test ( NST ).
8. Tata Laksana Penanganan Preeklamsi Berat dan Eklamsi sama, kecuali bahwa persalinan harus
Tindakan berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada Eklamsi.
Operatif
Terapi Prinsip terapi :
Konservatif  Eklamsia klasik : mengutamakan pemberian antikonvulsan.
Lama perawatan  Eklamsia krusial : mengutamakan keselamatan ibu ( “live saving” ).

Terapi Eklamsia :
1. Tirah baring
2. Infus RL ( Ringer Lactate ) yang mengandung 5% Dextrose 60 – 125 cc / jam.
3. Furosemid 2 ampul i.v
4. Digoxin / Cedilanid 1 ampul i.v
5. Bila perlu pemberian Morphin injeksi.
6. Pertimbangkan pemberian vasodilator (Dopamin) untuk perfusi jaringan.
7. Terapi suportif :
a. Antibiotik ( Ampicilline, Cephalosporine )
b. Dexamethasone 1 ampul i.v tiap 6 jam.
8. Setelah 2, 3, 4 : evaluasi tanda vital :
a. Pemberian anti kejang : MgSO4
Dosis awal :
MgSO4 20% 4 gr i.v
MgSO4 50% 10 gr i.m
Pada bokong kanan / kiri ( masing-masing 5 gr )
Dosis ulangan :
MgSO4 50% 5 gr i.m diulangi tiap 6 jam setelah dosis awal sampai dengan
6 jam pasca persalinan.
Syarat pemberian :
 Refleks patella ( + )
 Refleks > 16 kali / menit
 Urine sekurang-kurangnya 150 cc / 6 jam
 Harus selalu tersedia Calcium gluconas 1 gr 10% ( diberikan i.v. pelan-
pelan pada intoksikasi MgSO4 ).

Sebagai anti kejang pada Eklamsia post partum dapat dipikirkan pemberian
Phenyl hydantoin 100 mg parenteral (diencerkan dalam 25 cc dan diberikan
dalam waktu 5 menit) diulang tiap 6 jam.
Setelah pemberian kurang lebih 4 – 5 jam berikutnya (terutama pada
Eklamsia krusial ) dilakukan penilaian tanda vital bila lebih 10 dilakukan
terminasi kehamilan.
b. Terminasi :
 Eklamsia krusial : dilakukan sc, terutama janin hidup estimasi berat janin
1800 – 2000 gr.
 Eklamsia klasik : diutamakan persalinan pervaginam dengan induksi (
diharapkan persalinan selesai dalam waktu 24 jam ) :
- 50 mikrogram Prostaglandin pada fornik posterior sebanyak 2 kali bila
Pelvic Score ( PS ) < 5.
- Drip oksitosin bila Pelvic Score ( PS ) ≥ 5 dan skor dari vital sign :
Skor Sistole Diastole

Tekanan 1. Berat ≥ 200 - < 100 ≥ 110 - < 50


Darah 2. Sedang 140 – 200 90 – 110

3. Ringan 100 – 140 50 – 90

Skor
Nadi 1. ≥ 120 x/menit
2. 100 – 120 x/menit
3. 80 – 180 x/menit
Skor
Temperatur 1. ≥ 40 oC
2. 38,5 – 40 oC
3. ≤ 38,4 oC
Skor

Pernapasan 1. 40 x/menit atau < 16 x/menit


2. Ireguler, “ abnormal pattern “
3. 29 – 40 x/menit
4. 16 – 28 x/menit
Skor
Tingkat
Kesadaran 1. GCS 3 – 4
2. GCS 5 – 7
3. GCS ≥ 8
Bila skor total 10 atau lebih, saat yang optimal untuk mengakhiri persalinan /
tindakan persalinan.
Bila skor total 9 atau ada nilai (1) sebanyak dua atau lebih, dimohon konsul
pada staf untuk penentuan terminasi atau tidak.
Bila skor 8 atau kurang, persalinan ditunda, kalau selama 6 jam tidak ada
perbaikan maka persalinan pervaginam dipertimbangkan untung ruginya serta
cenderung per-abdominal.
Observasi vital sign ini pada 1 jam pertama diperiksa setiap 15 menit, untuk
selanjutnya setiap 1 jam / 1 kali.
Observasi vital sign setelah persalinan dicatat pada 15 menit, 1 jam, 6 jam.
8. Konsultasi sesuai indikasi : Neurologi, Kardiologi, Anestesi, Mata.
9. CT Scan kepala bila kejang ≥ 4 kali.
10. Bila edema otak, dipertimbangkan pemberian Manitol.

9. Edukasi Mengkomunikasikan, menginformasikan, dan mengedukasikan tentang penyakit,


pengobatan, penyulit, dan prognosisnya.

10. Prognosis Sangat bervariasi, tergantung kondisi pasien.

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV


12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis  Dokter Spesialis Obsgyn
 Dokter spesialis yang lain sesuai indikasi, misalnya : Dokter Spesialis Anestesi,
Dokter Spesialis Mata, Dokter Spesialis Jantung, Dokter Spesialis Saraf.

14. Indikator

15. Kepustakaan  Buku Acuan Nasional “ Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2009.
 Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2006.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU KEHAMILAN LEWAT WAKTU


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Kehamilan lewat waktu ( KLW ) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu
atau lebih dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir ( HPHT ) yang diikuti ovulasi
2 minggu kemudian.

2. Anamnesis 2 minggu setelah Prakiraan Persalinan ( PP ) belum lahir.

3. Pemeriksaan Pada umumnya dalam batas normal bila tidak disertai penyulit atau penyakit lain.
Fisik
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja KEHAMILAN LEWAT WAKTU

6. Diagnosis Keliru menentukan usia kehamilan


Banding
7. Pemeriksaan Ultrasonografi ( USG ) pada kehamilan muda, USG jumlah air ketuban Amniotic
Penunjang Fluid Index ( AFI ).
8. Tata Laksana PENYULIT
Tindakan
Operatif  Oligohidramnion.
Terapi  Meconium Aspiration Syndrome (MAS).
Konservatif  Makrosomia.
Lama perawatan  Insufisiensi plasenta masih diperdebatkan.
Penatalaksanaan antepartum :
Ada sedikitnya 5 kesulitan yang dapat timbul :
1. Umur kehamilan tidak selalu diketahui dengan pasti ( sekitar 50 % HPHT tidak
tepat ).
2. Sangat sulit menentukan janin yang akan mengalami morbiditas atau pun
mortalitas ( sekitar 10% ).
3. Sebagian besar janin dalam keadaan baik.
4. Induksi persalinan tidak selalu berhasil.
5. Sectio Caesaria ( SC ) akan meningkatkan morbiditas tidak hanya pada
persalinan ini tetapi juga pada kehamilan berikutnya.
Mengingat hal tersebut, maka penatalaksanaan ditujukan untuk menurunkan angka
kematian perinatal serendah mungkin ( telah dilaksanakan dengan hasil baik di
Parkland Memorial Hospital ) dengan membagi Bumil menjadi 2 yaitu :
I. Umur kehamilan pasti, bila ada kriteria di bawah ini :
1. Tes kehamilan yang positif 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir (
HPHT ).
2. Pemeriksaan bimanual pertama pada umur kehamilan 10 minggu.
3. Denyut Jantung Janin ( DJJ ) dengan Doppler pada umur kehamilan 12
minggu atau 30 minggu atau lebih sejak DJJ terdengar dengan Doppler. DJJ
terdengar dengan stetoskop Delee minggu 20 atau 22 minggu atau lebih sejak
DJJ terdengar stetoskop Delee.
4. Gerakan janin terasa pada minggu ke 16 – 18 minggu.
5. Umur kehamilan yang telah dipastikan dengan pemeriksaan USG sebelum 28
minggu.
Dimulai dengan pemeriksaan Kesejahteraan Janin ( KJ ) pada kehamilan 41 – 42
minggu dengan tampilan biofisik ( terutama jumlah cairan ketuban = Amniotic
Fluid Index ( API ) dan Kardiotokografi ) dan ibu dianjurkan untuk
membandingkan jumlah gerakan janin tiap 12 jam. Terminasi dilakukan saat usia
kehamilan 42 minggu.
II. Umur kehamilan tidak pasti :
Dilakukan pemeriksaan Kardiotokografi 2 x dan USG 1 x tiap 1 minggu sampai
skor pelvik membaik ( > 6 ) dan gerak janin menurun.
Terminasi dilakukan bila :
1. Hasil pemeriksaan tampilan biofisik memburuk ( terutama bila API kurang 10
cm ).
2. Gerakan janin menurun.
3. Bila ada penyulit ibu yang lain, kehamilan dianjurkan diterminasi pada umur
kehamilan yang lebih awal.
Terminasi dilakukan dengan diberikan Misoprostol 1/4 tablet tiap 6 – 8 jam
peroral ataupun pervaginam dengan memperhatikan syarat, indikasi, indikasi
kontra, penyulit dan lain-lain atau drip Oksitosin bila skor pelvik > 6.
Sectio Caesaria ( SC ) dilakukan bila ada indikasi kontra yang absolut Amniotic
Fluid Index ( API ) < 5 cm atau gawat janin, keadaan khusus misalnya post work
up infertil dengan usia lebih dari 35 tahun.
Penatalaksanaan intrapartum :
Dilakukan pemantauan Kardiotokografi secara intermiten pada kasus yang dengan
tampilan biofisik yang buruk.
Penatalaksanaan post partum :
Bekerja sama dengan seksi Neonatologi, dilakukan tindakan resusitasi seperlunya
terutama dengan ketuban yang mekoneal dan pencarian tanda-tanda postmatur serta
penghitungan nilai Dubowitz.
9. Edukasi Mengkomunikasikan, menginformasikan, dan mengedukasikan tentang
penyakit, pengobatan, penyulit, dan prognosisnya.

10. Prognosis Tergantung manajemen penatalaksanaannya

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis  Dokter Spesialis Obsgyn
 Dokter spesialis yang lain sesuai indikasi, seperti : Dokter Spesialis Anestesi,
Dokter Spesialis Anak.

14. Indikator

15. Kepustakaan  Buku Acuan Nasional “ Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2009.
 Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2006.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
PRE-EKLAMSI BERAT
RS PKU
MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II
(PEB)
1. Pengertian Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥ 160/110
disertai protein dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

2. Anamnesis Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan gejala-gejala eklamsia impeding :


gangguan visus, gangguan serebal, nyeri epigastrium, hiper refleksia.
3. Pemeriksaan Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan tanda-tanda :
Fisik 1. Desakan darah sistolik ≥ 160mmHg diastolik ≥ 110 mmHg.
Desakan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di RS dan
menjalani tirah baring.
2. Protein urine ≥ 5gr / 24 jam atau kwalitatif 4 + (++++).
3. Oliguri jumlah produksi urine ≤ 500 cc / 24 jam atau disertai kenaikkan kadar
kreatinin darah.
4. Adanya gejala-gejala eklamsia impeding : gangguan visus, gangguan serebal,
nyeri epigastrium, hiper refleksia.
5. Adanya sindroma Hellp ( H : Hemolysis, EL : Elevated liver enzymes, LP : Low
platelets ).
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik : kehamilan 20 minggu atau lebih dan didapatkan satu atau
lebih gejala-gejala pre-eklamsia berat.
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja PRE-EKLAMSI BERAT

6. Diagnosis Kehamilan dengan sindroma nefrotik


Banding
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan Laboratorium : Darah Lengkap ( PCV, Hb, Trombosit ), Hapusan
Penunjang Darah Tepi, Asam urat darah, Faal Hemostasis, Fungsi hati, Fungsi ginjal, Urine
Lengkap.
 Elektrokardiografi.
 Dilakukan penilaian kesejahteraan janin termasuk biometri, jumlah cairan
ketuban, gerakan, respirasi dan ekstensi janin, velosimetri ( resistensi ),
umbilikalis dan rasio panjang femur terhadap lingkaran abdomen.
8. Tata Laksana PENYULIT
Tindakan
Operatif 1. Eklamsia
2. Kegagalan pada organ-organ : hepar, ginjal, anak ginjal, paru, jantung dan CVA
Terapi
( Cerebro Vaskular Attack )
Konservatif
3. Janin :
Lama perawatan a. Prematuritas
b. Intra Uterine Growth Retardation ( IUGR )
c. Gawat janin
d. Kematian janin dalam rahim Intra Uterine Fetal Death ( IUFD )
I. Perawatan konservatif
1. Indikasi :
Pada umur kehamilan < 34 minggu ( estimasi berat janin < 2000 g ) tanpa
ada tanda-tanda impending Eklamsia.
2. Pengobatan :
a. Di kamar bersalin ( selama 24 jam )
 Tirah baring
 Infus RL ( Ringer Lactate ) yang mengandung 5% Dextrose 60 – 125
cc / jam.
 10 gr MgSO4 50% i.m. setiap 6 jam, sampai dengan 24 jam pasca
persalinan ( kalau tidak ada kontra indikasi pemberian MgSO4 ).
 Diberikan antihihipertensi :
Yang digunakan :
- Nifedipin 5 – 10 mg setiap 8 jam, dapat diberikan bersama-sama
Methyldopa 250 – 500 mg setiap 8 jam.
- Nifedipin dapat diberikan ulang sublingual 5 – 10 mg dalam waktu
30 menit pada keadaan tekanan sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik
≥ 110 mmHg ( cukup 1 kali saja ).
 Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu ( fungsi hati dan ginjal )
dan produksi urine 24 jam.
 Konsultasi dengan bagian lain :
1. Bagian mata
2. Bagian jantung
3. Bagian lain sesuai dengan indikasi
b. Pengobatan dan evaluai selama rawat inap di Ruang Bersalin ( 24 jam
masuk ruangan bersalin )
 Tirah baring
 Obat-obat
 Obat-obat :
- Roboransia : multivitamin.
- Aspirin dosis rendah 87,5 mg sehari satu kali.
- Anthihipertensi ( Nifedipin 5 – 10 mg setiap 8 jam Methydopa atau
250 mg tiap 8 jam ).
- Penggunaan Atenolol dan β blocker ( Dosis regimen ) dapat
dipertimbangkan pada pemberian kombinasi.
 Diet tinggi protein, rendah karbohidrat.
 Pemeriksaan laboratorium :
- Hb, PCV dan Hapusan darah tepi.
- Asam urat darah
- Trombosit
- Fungsi Ginjal/hepar
- Urine lengkap
- Produksi urine per 24 jam ( Esbach ), penimbangan BB setiap hari.
- Pemeriksaan laboratorium dapat diulangi sesuai dengan keperluan.
 Dilakukan penilaian kesejahteraan janin termasuk biometri, jumlah
cairan ketuban, gerakan, respirasi dan ekstensi janin, velosimetri (
resistensi ), umbilikalis dan rasio panjang femur terhadap lingkaran
abdomen.
3. Perawatan konservatif dianggap gagal bila :
a. Ada tanda-tanda impending Eklamsia.
b. Kenaikan progresif tekanan darah.
c. Ada Sindroma Hellp.
d. Ada kelainan fungsi ginjal.
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek.
II. Perawatan aktif
1. Indikasi :
a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek.
Ada gejala-gejala impending Eklamsia.
b. Ada sindrom Hellp
c. Kehamilan late preterm (≥ 34 minggu estimasi berat janin ≥ 2000 g)
Apabila perawatan konservatif gagal ( lihat 1.3 ).
2. Pengobatan medicinal :
c. Segera rawat inap.
d. Tirah baring miring ke satu sisi.
e. Infus RL ( Ringer Lactate ) yang mengandung 5% Dextrose dengan 60 –
125 cc / jam.
f. Pemberian anti kejang : MgSO4
Dosis awal :
MgSO4 20% 4 gr i.v
MgSO4 50% 10 gr i.m
Pada bokong kanan / kiri ( masing-masing 5 gr )
Dosis ulangan :
MgSO4 50% 5 gr i.m diulangi tiap 6 jam setelah dosis awal sampai
dengan 6 jam pasca persalinan.
Syarat pemberian :
 Refleks patella ( + )
 Refleks > 16 kali / menit
 Urine sekurang-kurangnya 150 cc / 6 jam
 Harus selalu tersedia Calcium gluconas 1 gr 10% ( diberikan i.v.
pelan-pelan pada intoksikasi MgSO4 ).
g. Antihipertensi dapat dipertimbangkan diberikan bila : tekanan sistolik ≥
180 mmHg – diastolik ≥ 120 mmHg.
Nifedipin 5 – 10 mg tiap 8 jam atau Methydopa 250 mg tiap 8 jam.
3. Pengobatan Obstetrik
a. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada tiap penderita dilakukan
pemeriksaan “ Non Stress Test ”.
b. Tindakan seksio sesar dikerjakan bila :
- Non Stress Test ( NST ) jelek.
- Penderita belum inpartu dengan skor pelvik jelek ( skor bishop > 5 ).
- Kegagalan drip Oksitosin.
c. Induksi dengan drip oxytocin dikerjakan bila :
- Non Stress Test ( NST ) baik.
- Penderita belum inpartu dengan skor pelvik baik ( skor bishop ≥ 5 ).
9. Edukasi Mengkomunikasikan, menginformasikan, dan mengedukasikan tentang penyakit,
pengobatan, penyulit, dan prognosisnya.

10. Prognosis Sangat bervariasi, tergantung kondisi pasien.

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis  Dokter Spesialis Obsgyn
 Dokter spesialis yang lain sesuai indikasi, misalnya : Dokter Spesialis Anestesi,
Dokter Spesialis Mata, Dokter Spesialis Jantung, Dokter Spesialis Saraf.
14. Indikator

15. Kepustakaan  Buku Acuan Nasional “ Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2009.
 Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2006
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
PRE-EKLAMSI RINGAN
RS PKU
MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II
( PER )
1. Pengertian Timbul hipertensi yang disertai protein urine dan / atau edema setelah kehamilan
20 minggu.

2. Anamnesis  Kehamilan setelah 20 minggu.


 Bengkak pada : pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah / tangan.
3. Pemeriksaan 1. Kenaikan tekanan darah sistole ≥ 30 mmHg atau diaslole ≥ 15 mmHg ( dari
Fisik tekanan darah sebelum hamil ) pada kehamilan 20 minggu akan lebih, atau
sistole ≥ 140 ( < 160 mmHg).
2. Edema pada :
- Pretibia
- Dinding perut
- Lumbosakral
- Wajah / tangan
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja PRE-EKLAMSI RINGAN

6. Diagnosis 1. Hipertensi kronis.


Banding 2. Hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap setelah 6
minggu pasca persalinan.
3. Transient hypertension.
4. Timbul hipertensi saja tanpa gejala lain dan hilang setelah 10 hari pasca
persalinan.
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan Laboratorium :
Penunjang - Jika rawat jalan : PCV, Hb, Trombosit, Asam urat darah.
- Jika rawat inap : Darah Lengkap ( PCV, Hb, Trombosit ), Asam urat darah,
Fungsi liver, Fungsi ginjal, Urine Lengkap, Protein urine 0,3 gr / lt dalam
24 jam atau secara kwalitatif ( + + ).
 USG ( Ultrasonografi )
 NST ( Non Stress Test )
8. Tata Laksana PENYULIT
Tindakan
Operatif 1. Pre-eklamsia berat sampai dengan eklamsia.
2. Kegagalan pada organ-organ : hepar, ginjal, anak ginjal, paru, CVA ( Otak ).
Terapi
3. Janin :
Konservatif
- Prematuritas
Lama perawatan - Intra Uterine Growth Retardation ( IUGR )
- Gawat Janin
- Kematian janin dalam rahim Intra Uterine Fetal Death ( IUFD )
I. Rawat Jalan
1. Banyak istirahat ( berbaring / tidur miring ).
2. Diet sedapat mungkin tinggi protein, rendah karbohidrat.
3. Dilakukan pemeriksaan penilaian kesejahteraan janin pada kehamilan ≥ 30 –
32 minggu, dan diulangi sekurang-kurangnya dalam 2 minggu.
a. USG ( Ultrasonografi )
b. NST ( Non Stress Test )
4. Pemeriksaan Laboratorium :
a. PCV, Hb
b. Asam urat darah
c. Trombosit
5. Obat-obat yang diberikan :
a. Roboransia, vitamin kombinasi.
b. Aspirin dosis rendah sehari 1 kali ( 87,5 mg )
6. Kunjungan ulang 1 minggu.
II. Rawat Inap
1. Kriteria untuk rawat inap bagi penderita pre-eklampsia ringan.
a. Hasil penilaian kesejahteraan janin ragu-ragu atau jelek ( pemeriksaan
pada kehamilan ≥ 30 – 32 minggu ).
b. Kecenderungan menuju gejala pre-eklampsia berat ( timbul salah satu /
lebih gejala pre-eklampsia berat ).
2. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal :
a. Penderita tirah baring total.
b. Obat-obat :
- Roboransia, vitamin kombinasi.
- Aspirin dosis rendah sehari 1 kali.
c. Pemeriksaan laboratorium :
- Hb, PCV
- Asam urat darah
- Trombosit
- Fungsi ginjal / hepar
- Urine lengkap
d. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin.
3. Evaluasi hasil pengobatan
Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari
penilaian kesejahteraan janin :
Bila didapatkan hasil :
a. Jelek : terminasi kehamilan dengan Seksio Sesar ( pada kehamilan 30 –
32 minggu ).
b. Ragu-ragu : dilakukan evaluasi ulang dan NST 1 hari kemudian.
c. Baik : penderita dirawat sekurang-sekurangnya 4 hari, bila kehamilan
premature penderita dipulangkan dan rawat jalan. Pada kehamilan aterm
dengan skor pelvik yang matang ( ≥ 5 ) penderita dipulangkan dan rawat
jalan, kontrol 1 minggu.
Terminasi kehamilan juga dikerjakan bila didapatkan tanda-tanda dari
impending Eklamsia dari ibunya.

9. Edukasi Mengkomunikasikan, menginformasikan, dan mengedukasikan tentang penyakit,


pengobatan, penyulit, dan prognosisnya.

10. Prognosis Pada umumnya baik.

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis  Dokter Spesialis Obsgyn
 Dokter spesialis yang lain sesuai indikasi, misalnya : Dokter Spesialis Jantung.

14. Indikator

15. Kepustakaan  Buku Acuan Nasional “ Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2009.
 Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2006.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU PLASENTA PREVIA


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian
Plasenta previa adalah suatu keadaan insersi plasenta tidak di fundus uteri,
melainkan di Segmen Bawah Rahim ( SBR ), sehingga menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 28 minggu atau lebih.
Berdasarkan derajat penutupan Ostium Uteri Interna ( OUI ) maka Plasenta previa
dibagi menjadi :
1. totalis
2. lateralis
3. marginalis
4. letak rendah (bila tepi bawah plasenta sampai dengan 3 – 4 cm dari OUI)

2. Anamnesis
 Kehamilan 28 minggu atau lebih.
 Gejala perdarahan awal : pada umunya hanya berupa perdarahan bercak atau
ringan dan umumnya berhenti secara spontan.
 Perdarahan pervaginam, sifat :
- tidak nyeri
- darah segar
- berulang
3. Pemeriksaan  Keadaan umum penderita sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi (
Fisik anemia dan syok ).
 Jumlah perdarahan tergantung dari jenis Plasenta previa.
 Sering disertai kelainan letak janin.
 Bagian terendah masih tinggi.
 Menentukan letak plasenta dengan : periksa Dalam ( Vaginal Touch = VT ).
DSU ( double set – up ) yaitu VT di kamar operasi dengan persiapan operasi
seksio sesar.
 Ingat : jangan VT di kamar bersalin untuk kasus-kasus yang diduga Plasenta
previa.
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja PLASENTA PREVIA

6. Diagnosis
1. Solusio plasenta
Banding
2. Kehamilan dengan :
a. Trauma pada vagina
b. Varises yang pecah
c. Ca serviks
d. Polip endoserviks
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Laboratorium : jika rencana seksio sesar maka dilakukan
Penunjang pemeriksaan Darah Lengkap, Faal Hemostasis.
2. Pemeriksaan Ultrasonography ( USG ) untuk menentukan letak plasenta dengan:
Inspekulo : menentukan asal perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan
yang bukan Plasenta previa ( trauma, varises vagina, Ca portio, Polip
endoserviks ).Inspekulo dilakukan bila perdarahan sudah berhenti.

8. Tata Laksana PENYULIT


Tindakan
Operatif 1. Ibu
Terapi a. Anemia dan Syok
Konservatif
Lama perawatan b. Retensio plasenta / Plasenta akreta
c. Infeksi
d. Ruptura uteri
2. Janin
a. Asfiksia
b. IUFD ( Intra Uterin Fetal Dead )
c. Prematur
Semua penderita yang datang dengan perdarahan ante partum tidak boleh dilakukan
VT di Verband Kamer(VK) kecuali :
1. Kemungkinan plasenta previa sudah disingkirkan.
2. Diagnosis solusio plasenta sudah ditegakkan.
Penanganan kasus-kasus dengan kecurigaan plasenta previa sebagai berikut :
I. Penanganan Aktif
Tujuan : Segera melahirkan anak ( terminasi persalinan )
Cara :
1. Langsung seksio sesar tanpa DSU.
Tanpa DSU dengan memperhatikan KU ibu.
Tunggu persiapan operasi sampai memungkinkan untuk dilakukan seksio (
atas konsultasi dengan Anastesi ).
Tindakan ini dilakukan pada :
a. Gawat janin dengan perkiraan berat janin > 1500 gr.
b. Perdarahan aktif dan banyak dengan evaluasi bertahap ( perdarahan
profuse > 500 cc dalam 30’ ).
c. Hb 6 gr% atau kurang, bayi hidup, Estimate Fetal Weight ( EFW ) ≥ 1500
gr, perdarahan terus.
Dalam hal tersebut di atas DSU dapat menyebabkan perdarahan yang
membahayakan keselamatan janin. Selama operasi seksio sesar, harus
ditentukan apa diagnosis pasti, apakah :
- Plasenta previa totalis.
- Plasenta previa lateralis dan berapa pembukaan serviks.

2. “ Double set up ” ( DSU )


a. Dilakukan pada :
 Kehamilan aterm
 Kehamilan premature dengan EFW > 2000 gram
 Perawatan konservatif gagal
Yakni :
- Perdarahan masih merembes ke luar dari vagina.
- Perdarahan bercak akan tetapi menyebabkan penurunan Hb > 2 gr%
dengan pemeriksaan serial 3 x / tiap 6 jam.
b. Pada DSU ditentukan :
 Bila Plasenta previa totali seksio sesar
 Bila Plasenta previa laterali amniotomi
Terminasi dengan seksio sesar dilakukan apabila :
- Setelah 12 jam tidak terjadi persalinan dan persyaratan persalinan
pervaginam tidak terpenuhi ( VT ).
- Tidak perdarahan lagi.
- Terjadi gawat janin.

Setelah terjadi persalinan pervaginam :


 Dianjurkan pemberian uterotonik profilaksis.
Bila terjadi Retensio plasenta, ingat Plasenta akreta dan harus dilakukan
penatalaksanaan di O.K :
- Plasenta manual
- Histerektomi
 Bila tidak teraba plasenta saat DSU, dilakukan inspekulo untuk melihat asal
perdarahan. Bila perdarahan berasal dari OUI, tetap dilakukan amniotomi (
dengan anggapan kemungkinan suatu Plasenta letak rendah, Vasa previa yang
pecah ). Apabila pada inspekulo tidak dijumpai perdarahan : lakukan
pemeriksaan USG, untuk menentukan letak plasenta dan keadaan janin.
II. Perawatan Konservatif
1. Tindakan ini dilakukan pada :
a. Bayi premature ( EFW < 2000 gr ).
b. DJJ ( + ).
c. Perdarahan sedikit atau berhenti.
Bila Hb rendah ( anemis ), tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar,
dipertimbangkan anemia kronis.
2. Cara perawatan konservatif
2. Cara perawatan konservatif
a. Observasi selama 24 jam di Kamar Bersalin.
b. Keadaan Umum penderita diperbaiki, transfusi darah diusahakan Hb > 10
gr%.
c. Diberikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin, menjaga
kemungkinan perawatan konservatif gagal. Suntikan diberikan intra
muskuler 2 x selang 24 jam dengan dosis Dexamethasone 16 mg / hari atau
Betamethasone 12 mg / hari i.v.
d. Bila perdarahan berhenti, penderita pindah ke ruang bersalin tirah baring
selama 2 hari, kemudian mobilisasi.
e. Observasi :
- Hb setiap hari
- Tensi, Nadi, DJJ, perdarahan setiap 6 jam
f. Perawatan konservatif gagal bila terjadi perdarahan ulang ( = penanganan
aktif ).
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah
dilakukan mobilisasi. Sebelum pulang dilakukan USG untuk memastikan
letak plasenta dan inspekulo untuk menentukan kelainan pada serviks
vagina.
Tokolitik telah banyak digunakan pada beberapa senter untuk uterus yang secara
teoritis dapat mengakibatkan pelepasan plasenta dan perdarahan. Kegunaan tokolitik
pada penderita Plasenta previa belum dibuktikan dengan penelitian yang adekuat.
Penderita pulang dipertimbangkan pada :
 Tinggal dalam jangkauan 30 menit dari rumah sakit ada anggota keluarga yang
menjaga selama 24 jam.
 Mampu mempertahankan tirah baring di rumah.
 Mengerti risiko yang menyertai pada perawatan rawat jalan.
Berdasarkan pemeriksaan USG persalinan direncanakan sebagai berikut :
a. Bila plasenta menutup Ostium Uteri Interna ( OUI ), ditunggu aterm, kemudian
dilakukan USG ulang. Bila hasil tetap, maka persalinan direncanakan seksio
sesar.
b. Bila plasenta di Segmen Bawah Rahim ( SBR ), tapi tidak menutup OUI,
ditunggu inpartu, bila perdarahan lagi DSU.
c. Bila plasenta letak normal ditunggu inpartu, persalinan diharapkan normal.

9. Edukasi
Nasehat waktu pulang :
 Istirahat.
 Dilarang koitus /manipulasi vagina.
 Masuk Rumah Sakit ( MRS ) bila terjadi perdarahan lagi.
 Periksa ulang Ante Natal Care (ANC) 1 minggu kemudian.
10. Prognosis Pada umumnya baik jika tidak terjadi penyulit.

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis  Dokter Spesialis Obsgyn
 Dokter spesialis yang lain sesuai indikasi, seperti : Dokter Spesialis Anestesi,
Dokter Spesialis Anak.

14. Indikator

15. Kepustakaan  Buku Acuan Nasional “ Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2009.
 Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2006.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU PROLAPSUS UTERI


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Turun atau keluarnya sebagian atau seluruh uterus dari tempat asalnya melalui
vagina sampai mencapai atau melewati introitus vagina.
“Committee of the International Continence Society” membagi Prolapsus uteri
menjadi 4 :
Derajat I : pada posisi berdiri atau mengedan posisi serviks bagian
distal berada pada cm di atas ring himen.
Derajat II : pada posisi berdiri atau mengedan posisi serviks berada
pada level 1 cm di atas atau 1 cm di bawah ring himen.
Derajat III : pada posisi berdiri atau mengedan posisi serviks melewati
lebih dari 1 cm ring himen tetapi penonjolannya tidak lebih
dari panjang vagina di kurangi 2 cm
Derajat IV : seluruh organ uterus berada di luar vagina
Faktor prodisposisi prolapsus uteri
1. Paritas tinggi dengan persalinan pervaginam
2. Pernah melahirkan bayi makrosomi
3. Usia lanjut
2. Anamnesis 1. Perasaan berat di perut bagian bawah, ada benjolan di introitus vagina pada saat
duduk dan berdiri, perasaan ini hilang apabila penderita pada posisi tidur.
2. Dapat pula disertai gangguan berkemih, terutama pada prolapsus uteri derajat IV,
karena urethra terlipat ke depan
3. Konstipasi dikeluhkan pula apabila prolapsus uteri sudah mencapi derajat III –
IV.
3. Pemeriksaan Pemeriksaan Prolapsus uteri tidak hanya ditujukan pada uterus saja melainkan harus
Fisik melibatkan seluruh bagian yang menyokong organ pelvik. Dilakukan dengan 2
posisi :
1. Posisi berdiri :
a. Penderita diminta untuk berdiri di lantai dari salah satu kaki pada bangku
(tinggi 20 cm).
b. Tonjolan serviks akan tampak pada prolapsus uteri derajat II atau lebih.
c. Pemeriksaan rektovaginal untuk mendeteksi adanya enterokel.
2. Posisi litotomi
a. Pemeriksaan rutin ginekologi
b. Inspekulo, khusus melakukan evaluasi dinding vagina anterior, posterior dan
lateral.
4. Kriteria Prolapsus uteri didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis dan ginekologis. Perlu
Diagnosis ditentukan adanya perlekatan pada genetalia interna, masa tumor uterus atu adneksa.
5. Diagnosis Kerja PROLAPSUS UTERI

6. Diagnosis 1. Permanjangan serviks (elongated cervix)


Banding 2. Systokel
3. Enterokel
4. Rektokele
5. Kelemahan dinding vagina lateral
7. Pemeriksaan -
Penunjang
8. Tata Laksana PENYULIT
Tindakan Pada Prolapsus uteri derajat III – IV dapat di sertai gangguan berkemih dan apabil
Operatif terjadi dapat dengan mudah terjadi Infeksi Saluran Kemih (ISK).
Terapi TERAPI
Konservatif
Lama perawatan 1. Prolapsus uteri tanpa keluhan tidak memerlukan pengobatan.
2. Prolapsus uteri derajat I – II dapt dilakukan penanganan dengan latihan
memperkuat otot-otot penunjang dasar pelvik dengan berlatih Kegel.
3. Pada polapsus uteri derajat III – IV apabila penderita menolak operasi,
pemasangan pesarium dapat dilakukan.
4. Pada penderita pasca menopause pemasangan pesarium dilakukan dengan
pemberian preparat estrogen dosis rendah :
a. conjugated estrogen 0,3 mg / hari atau
b. topikal estriol setiap hari selama 1 bulan dan dilanjutkan 2 kali / minggu.
Preparat ini mulai diberikan 4 minggu sebelum pemasangan pesarium.
5. Pemberian preparat estrogen untuk menghindari iritasi, infeksi, rasa nyeri dan
timbulnya fistula vesiko vagina.
6. Penderita mengguakan pesarium harus dikontrol setiap bulan.
7. Apabila didapatkan keluhan inkontinensia stres, rektokel, enterokel, dilakukan
operasi histerektomi.
Operasi histerektomi pada prolapsus uteri dapat dikerjakan melalui laparotom atau
pendekatan per vaginal. Pada umunya disertai dengan kolporafi anterior / posterior.

9. Edukasi Mengkomunikasikan, menginformasikan, dan mengedukasikan tentang penyakit,


pengobatan, penyulit, dan prognosisnya.

10. Prognosis Pada umumnya baik, sangat bergantung kepada ketepatan diagnosis dan pemilihan
jenis tindakan serta pengalaman operator.

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis  Dokter Spesialis Obsgyn
 Dokter spesialis yang lain, seperti Dokter Spesialis Anestesi

14. Indikator

15. Kepustakaan Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2006.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU SOLUSIO PLASENTA


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum
janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22
minggu atau berat janin diatas 500 gram.

2. Anamnesis
 Kehamilan diatas 20 minggu.
 Perdarahan pervaginam, sifat :
- nyeri
- darah segar
- tidak berulang
3. Pemeriksaan  Perdarahan :
Fisik 1. Perdarahan keluar : perdarahan keluar melalui ostium uteri, jika amniokhorion
sampai terlepas.
2. Perdarahan tersembunyi : perdarahan tertampung dalam uterus, jika
amniokhorion tidak terlepas.
No Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi
.

1. Keadaan umum penderita Keadaan penderita lebih jelek.


relative lebih baik.

2. Plasenta terlepas sebagian atau Plasenta terlepas luas, uterus


inkomplit. keras / tegang

3. Jarang berhubungan dengan Sering berkaitan dengan


hipertensi. hipertensi.

4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja SOLUSIO PLASENTA

6. Diagnosis 1. Plasenta previa


Banding 2. Kehamilan dengan :
a. Trauma pada vagina
b. Varises yang pecah
c. Ca serviks
d. Polip endoserviks
7. Pemeriksaan  Ultrasonography ( USG )
Penunjang  “ Non Stress Test “ ( NST )

8. Tata Laksana PENYULIT


Tindakan 1. Ibu
Operatif a. Syok
Terapi
Konservatif b. Oliguria atau Nekrosis Tubuler Akut
Lama perawatan
c. Hipofibrinogenemia
d. Anemia
2. Janin
- Asfiksia
- IUFD ( Intra Uterin Fetal Dead )
- Prematur
Terhadap komplikasi :
1. Atasi syok
 Infus larutan NS / RL untuk restorasi cairan, berikan 500 ml dalam 15 menit
pertama dan 2 liter dalam 2 jam pertama.
 Berikan transfuse dengan darah segar untuk memperbaiki factor pembekuan
akibat koagulopati.
2. Tatalaksana oliguria atau nekrosis tubuler akut
Tindakan restorasi cairan, dapat memperbaiki hemodinamika dan
mempertahankan fungsi ekskresi sistema urinaria.
Tetapi apabila syok terjadi secara cepat dan telah berlangsung lama ( sebelum
dirawat ), umumnya akan terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan
oliguria ( produksi urin < 30 ml / jam ). Pada kondisi yang lebih berat dapat
terjadi anuria yang mengarah pada nekrosis tubulus renalis.
Setelah restorasi cairan, lakukan tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut
dengan :
 Furosemide 40 mg dalam 1 liter kristaloid dengan 40 – 60 tetesan per menit,
 Bila belum berhasil, gunakan Manitol 500 ml dengan 40 tetesan per menit.
3. Atasi hipofibrinogenemia
 Restorasi cairan / darah sesegera mungkin dapat menghindarkan terjadinya
koagulopati.
 Lakukan uji beku darah ( bedside coagulation test ) untuk menilai fungsi
pembekuan darah ( penilaian tak langsung kadar ambang fibrinogen ).
 Bila darah segar tidak dapat segera diberikan, berikan plasma beku segar ( 15
ml / kg BB ).
 Bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan kriopresipitat fibrinogen.
 Pemberian fibrinogen, dapat memperberat terjadinya koagulasi diseminata
intravaskuler yang berlanjut dengan pengendapan fibrin, pembendungan
mikrosirkulasi di dalam organ-organ vital, seperti ginjal, glandula
adrenalis,hipofisis dan otak.
 Bila perdarahan masih berlangsung ( koagulopati ) dan trombosit dibawah
20.000, berikan konsentrat trombosit.
4. Atasi anemia :
 Darah segar merupakan bahan terpilih untuk mengatasi anemia karena di
samping mengandung butir-butir darah merah, juga mengandung unsure
pembekuan darah.
 Bila restorasi cairan telah tercapai dengan baik tetapi pasien masih dalam
kondisi anemia berat, berikan packed cell.
hipofisis dan otak.
 Bila perdarahan masih berlangsung ( koagulopati ) dan trombosit dibawah
20.000, berikan konsentrat trombosit.
5. Atasi anemia :
 Darah segar merupakan bahan terpilih untuk mengatasi anemia karena di
samping mengandung butir-butir darah merah, juga mengandung unsure
pembekuan darah.
 Bila restorasi cairan telah tercapai dengan baik tetapi pasien masih dalam
kondisi anemia berat, berikan packed cell.
Tindakan obstetrik :
Persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam, umumnya dapat pervaginam.
1. Seksio sesarea
 Dilakukan apabila :
- Janin hidup dan pembukaan belum lengkap.
- Janin hidup, gawat janin tetapi persalinan pervaginam tidak dapat
dilaksanakan dengan segera.
- Janin mati tetapi kondisi serviks tidak memungkinkan persalinan
pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat.
 Persiapan untuk seksio sesarea, cukup dilakukan penanggulangan awal (
stabilisasi dan tatalaksana komplikasi ) dan segera lahirkan bayi karena
operasi merupakan satu-satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan.
 Hematoma miometrium tidak mengganggu kontraksi uterus.
 Observasi ketat kemungkinan perdarahan ulangan ( koagulopati ).
2. Partus pervaginam
 Dilakukan apabila :
- Janin hidup, gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian terendah di dasar
panggul,
- Janin telah meninggal dan pembukaan serviks > 2 cm.
 Pada kasus pertama, amniotomi ( bila ketuban belum pecah ) kemudian
percepat kala II dengan ekstraksi forceps ( atau vakum ).
 Untuk kasus kedua, lakukan amniotomi ( bila ketuban belum pecah ),
kemudian percepat kala II dengan ekstraksi forceps ( atau vakum ).
 Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan membaik dalam waktu
24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah ( perbaikan baru terjadi
dalam 2 – 4 hari kemudian ).

9. Edukasi Mengkomunikasikan, menginformasikan, dan mengedukasikan tentang penyakit,


pengobatan, penyulit, dan prognosisnya.
10. Prognosis Bervariasi tergantung derajat beratnya Solusio plasenta dan komplikasinya.

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis  Dokter Spesialis Obsgyn
 Dokter spesialis yang lain sesuai indikasi, seperti : Dokter Spesialis Anestesi,
Dokter Spesialis Anak

14. Indikator

15. Kepustakaan  Buku Acuan Nasional “ Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2009.
 Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2006.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MIOMA UTERI


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Suatu Tumor Jinakberasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya dengansifat :
1. Konsistensipadatkenyal.
2. Berbatastegasdanmempunyaipseudokapsul
3. Tidaknyeri
4. BisaSoliteratau multiple
2. Anamnesis - Gangguan haid
- Merasaadabenjolan di perutbawah

3. Pemeriksaan Abdomen : didapatkan tumor di daerahatas pubis atau abdomen


Fisik bagianbawahdengankonsistensipadatkenyal, berbenjol-benjol, tidaknyeri,
berbatasjelas, mudahdigerakkanbilatidakadaperlengketan.
VT : didapatkan tumor tersebutmenyatuatauberhubungandenganrahim
4. Kriteria 1. Mungkin tanpa gejala atau timbul gejala berupa rasa penuh atau berat
Diagnosis pada perut bagian bawah sampai teraba benjolan yang padat kenyal
2. Gangguan haid atau perdarahan abnormal uterus berupa : menoragia,
metroragia
3. Gangguan akibat penekanan tumor (disuria/polakisuria, retensiurin,
Overflow incontinen, konstipasi, edema tungkai,varises).
5. Diagnosis Kerja MIOMA UTERI

6. Diagnosis 1. Kehamilan
Banding 2. Neoplasmaovarium
3. adenomiosis
4. Kanker uterus
5. Kelainanbawaan uterus.
6. Tumor solid rongga pelvis non gynekologis
7. Pemeriksaan 1. Ultrasonografi.
Penunjang 2. Pemeriksaan patologi anatomi bahan operasi
8. Tata Laksana 1. Observasi
Tindakan Bila besar uterus sama atau kurang dari ukuran uterus pada kehamilan 12
Operatif mgg tanpa disertai penyulit yang lain. Pengawasan dilakukan tiap 3 bulan
Terapi sekali apabila terjad ipembesaran atau timbul komplikasi
Konservatif dipertimbangkan tindakan operatif.
Lama perawatan 2. Bila disertai keluhan / komplikasi perdarahan
 Koreksi anemia dengan tranfusi sampai Hb> 10 gr%
 Kuretase dikerjakan bila Hb> 10 gr% kecuali pada perdarahan yang
profuse. Tujuan kuretase untuk menghentikan perdarahan dan untuk
pemeriksaan patologi anatomi guna menyingkirkan kemungkinan
keganasan atau penyakit lain.

1
 Setelah kuretase jika tidak didapatkan keganasan tindakan
selanjutnya tergantung dari umur dan paritas penderita. Umur < 35 th
dan masih menginginkan anak dilakukan terapi konservatif, bila
gagal dipertimbangkan operatif, bila umur > 35 th dan jumlah anak
lebih dari 2 dilakukan tindakan operatif.
3. Miomektomi.
Dikerjakan bila fungsi reproduksi diperlukan
4. Histerektomi
 Fungsi reproduksi tidak diperlukan
 Pertumbuhan tumor sangat cepat
 Bila terdapat perdarahan yang membahayakan penderita (tindakan
hemostasis)
5. Keadaan Khusus
 Mioma pedunkulata atau wondering mioma selalu dilakukan tindakan
operatif
 Mioma dengan infertillitas penanganannya tergantung hasil evaluasi
faktor penyebab infertile.
 Mioma dengan kehamilan penanganannya tergantung dari hasil
observasi selama kehamilan. Dilakukan operasi pada masa kehamilan
bila terjadi komplikasi akut.
Mioma pada wanita menopause akan mengalami regresi tetapi bila terjadi
pembesaran perlu tindakan segera oleh karena meningkatnya resiko
degenerasi sarkomatosus atau mungkin kesalahan diagnosis tumor ovarium
9. Edukasi 1. Sebelum pembedahan dalam bentuk pernyataan tertulis (lisan) khusus
pada tindakan miomektomi perlu dijelaskan kemungkinan berulangnya
penyakit atau pengangkatan uterus saat pembedahan.
2. Dirawat bila terjadi perdarahan hebat / anemia gravis atau bila
direncanakan pembedahan.
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam / malam
Ad Sanationam : dubia adbonam / malam
Ad Fungsionam : dubia adbonam / malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynecology

14. Indikator Perdarahan


Benjolan di perut
15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno
Prabowo, 2010, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
2. Sarwono Prawiroharjo, Buku Acuan Nasional , Onkologi dan
Ginekologi, 2010
3. Berek and Novak’s Part I Gynekologi page 787 ; 2012

2
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU ABORTUS IMMINENS


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Ancaman Pengeluaran produk kehamilan pada umur kehamilan kurang dari
sama dengan 20 minggu atau berat janin kurang dari sama dengan 500 gram
2. Anamnesis a. Gejala hamil subjektif dan objektif (tanda tak pasti dan pasti)
b. Perdarahan, spotting sampai dengan perdarahan banyak
3. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik kehamilan muda : servik tertutup dan perdarahan spotting,
Fisik fetal pool (+)
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5. Diagnosis Kerja ABORTUS IMMINENS

6. Diagnosis 1. Abortus Komplet


Banding 2. Missed Abortion
3. Blighted Ovum
7. Pemeriksaan 1. Lab darah rutin
Penunjang 2. Kadar hCG (PP test )
3. USG ( Transvaginal ; Transabdominal )
8. Tata Laksana a. Istirahat total sampai 2-3 hari bebas perdarahan
Tindakan b. Progesteron alamiah
Operatif c. Anti prostaglandin
Terapi Bila dalam tiga sampai lima hari perawatan perdarahan tidak berkurang atau
Konservatif bertambah tegakkan kembali diagnosisnya
Lama perawatan

9. Edukasi Bed rest total

10. Prognosis Advitam : dubia adbonam / malam


Ad Sanationam : dubia adbonam / malam
Ad Fungsionam : dubia adbonam / malam

11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynekologi

14. Indikator Perdarahan

3
15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno
Prabowo, 2010, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
2. Cunningham. Et all,2010,Williams Obstetric 23rd Edition

4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU ABORTUS INSIPIENS


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan


adanya dilatasi serviks yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih didalam
uterus
2. Anamnesis 1. Gejala hamil subjektif dan objektif (tanda tak pasti dan pasti )
2. Perdarahan, spotting sampai dengan perdarahan banyak
3. Produk kehamilan belum keluar
4. Mules - mules
3. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik kehamilan muda : servik terbuka dan hasil
Fisik konsepsi/jaringan dapat diraba
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5. Diagnosis Kerja ABORTUS INSIPIENS

6. Diagnosis Abortus Inkomplet


Banding
7. Pemeriksaan 1. Lab darah rutin
Penunjang 2. Kadar hCG (PP test )
3. USG ( Transvaginal ; Transabdominal )
8. Tata Laksana a. Evakuasi Produk Kehamilan.
Tindakan b. Pasca evakuasi kavum uteri diberikan antibiotika (amoksilin) 3x500 mg
Operatif perhari selama 3 hari.
Terapi
Konservatif
Lama perawatan
9. Edukasi 1. Kehamilan sudah tidak bisa dipertahankan
2. Penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan (evakuasi produk
kehamilan)
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynecologi

5
14. Indikator Perdarahan

15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno
Prabowo, 2010, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
2. Cunningham. Et all 2010 Williams Obstetric 23rd Edition

6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU ABORTUS INKOMPLETUS


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dan
berat janin < 500gr dengan sebagian hasil konsepsi masih tertinggal dalam
uterus.
2. Anamnesis Anamanesa Riwayat Obstetri
 Kehamilan yang keberapa (paritas)
 Hari pertama haid terakhir-HPHT (“last menstrual periode”
LMP) riwayat menstruasi.
 Usia kehamilan
 Proses persalinan sebelumnya (spontan, tindakan, penolong
persalinan)
 Keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi.
 Keadaan bay (jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak saat ini ).
 Lama kawin, pernikahan yang keberapa

Anamnesa mengenai keluhan utama perdarahan dari jalan lahir, perdarahan


mrongkol-mrongkol atau disertai jaringan, nyeri perut, riwayat trauma,
riwayat konsumsi obat-obatan dan alkohol, riwayat merokok.

Riwayat penyakit penyerta: Diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit


Asma, Alergi,
Riwayat penyakit keluarga
Gambaran klinis
Perdarahan pervaginam banyak, nyeri perut sedang sampai hebat. Riwayat
keluar jaringan hasil konsepsi sebagian.
3. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Tanda vital,kondisi umum
Fisik 2. Pemeriksaan Abdomen
3. PemeriksaanGinekolgis
Ostium serviks bias masih terbuka atau mulai tertutup, darah (+), tampak
jaringan di ostium servic
4. Kriteria Tanda-tanda terjadi abortus inkompletus
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja ABORTUS INKOMPLETUS

6. Diagnosis 1. Abortus Insipien


Banding 2. AbortusComplete

7. Pemeriksaan 1. Ultrasonografi : Ditemukan tanda-tanda kematian janin


Penunjang 2.Pemeriksaan LaboratoriumDarah rutin, PTAPTT, Gol darah, GDS.

7
8. Tata Laksana Bila keadaan umum baik, tanpa perdarahan banyak dilakukan evakuasi
Tindakan kavum uteri terencana (SOP Kuret)
Operatif Bila perdarahan banyak segera dilakukan evakuasi kavum uteri (SOP Kuret)
Terapi sambil usahakan perbaikan keadaan umum (infus-transfusi)
Konservatif Pasca evakuasi kavum uteri diberikan antibiotika (amoksilin) 3x500mg/hari
Lama perawatan selama 5 hari
9. Edukasi 1. Pemberian informasi bahwa janin telah meninggal
2. Harus dilakukan evakuasi/melahirkan janin tersebut
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynekologi

14. Indikator perdarahan

15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno
Prabowo, 2010, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
2.Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. Edisi 23

8
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU ABORTUS KOMPLETUS


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Pengeluaran seluruh hasil konsepsi dari rahim pada kehamilan sebelum 20
minggu dan berat janin < 500gr.
2. Anamnesis Anamnesa Riwayat Obstetri
 Kehamilan yang keberapa(paritas)
 Hari pertama haid terakhir-HPHT ( “last menstrual periode”
LMP )riwayat menstruasi.
 Usia kehamilan
 Proses persalinan sebelumnya ( spontan, tindakan, penolong
persalinan )
 Keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi.
 Keadaan bayi ( jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak saat ini ).
 Lama kawin, pernikahan yang keberapa

Anamnesa mengenai keluhan utama perdarahan dari jalan lahir, perdarahan


disertai keluarnya seluruh jaringan konsepsi, nyeri perut, riwayat trauma,
riwayat konsumsi obat-obatan dan alkohol, riwayat merokok.

Riwayat penyakit penyerta: Diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit


Asma, Alergi,
Riwayat penyakit keluarga
Gambaran klinis
Perdarahan pervaginam banyak, nyeri perut sedang sampai hebat. Riwayat
keluarnya seluruh jaringan hasil konsepsi.
3. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Tanda vital,kondisi umum
Fisik 2. Pemeriksaan Abdomen
3. Pemeriksaan Ginekolgis
ostium serviks bisa masih terbuka , darah (+), tampak keluar jaringan intoto

4. Kriteria Tanda-tanda terjadi abortus inkompletus


Diagnosis
5. Diagnosis Kerja ABORTUS KOMPLETUS

6. Diagnosis Abortus Inkomplete


Banding
7. Pemeriksaan 1.Ultrasonografi : tidak didapatkan hasil konsepsi dalam rahim, endometrial
Penunjang line (+).
2. Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin, PT/APTT, Gol darah, GDS.

9
8. Tata Laksana Bila keadaan umum baik, tanpa perdarahan banyak
Tindakan Tidak ada terapi khusus
Operatif Jika < 8 mgg tidak perlu kuret
Terapi Jika > 8 minggu dilakukan kuret
Konservatif Kontrol 1 minggu kemudian
Lama perawatan

9. Edukasi Pemberian informasi bahwa janin telah meninggal

10. Prognosis Advitam : dubia adbonam


Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam

11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynekologi

14. Indikator perdarahan

15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno
Prabowo, 2010, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
2. Cunningham. Et all 2010 Williams Obstetric 23rd Edition

10
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU AMENOREA
MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian  Amenorea primer:


- Gadis yang pada usia 14 tahun belum tampak adanya tanda-tanda sex
sekunder dan juga belum pernah menstruasi, atau
- Gadis yang pada usia 16 tahun sudah tampak adanya tanda-tanda sex
sekunder tetapi belum pernah mendapatkan menstruasi

 Amenore sekunder:
Wanita yang sebelumnya sudah mendapatkan menstruasi, kemudian tidak
haid paling sedikit 3 bulan berturut

 Kriptomenorea:
Tidak menstruasi karena obstruksi akibat kelainan anatomis organ
genitalia interna maupun eksterrna, misal: atresia hymenalis, septum
vagina, atresia vagina, synechia vagina, synechia vulvae penutupan
canalis servicalis, dll

 Amenorea fisiologis: Masa hamil, masa laktasi,menopause

 Amenorea patologis:
- Gangguan sistem saraf pusat: tumor, radang, destruksi, sindroma
Seehan
- Gangguan kejiwaan: emosi, psikosis, dll
- Gangguan uterus – vagina: aplasia dan hipoplasia uteri, sindroma
Asherman, endometritis, aplasia vagina
- Gangguan pankreas : DM
- Penyakit umum : gangguan gizi, obesitas
- Gangguan hipofisis, Gangguan gonade

2. Anamnesis  Keadaan psikologi/ stress emosi


 Riwayat keluarga dengan anomali genetik
 Status nutrisi
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan organ
 reproduksi
 Penyakit sistem saraf pusat
3. Pemeriksaan  Sindroma Insentivitas Androgen:
Fisik - Ditemukan testis
- Rambut pubis dan axila tidak tumbuh
- Vagina tidak tumbuh atau pendek
 Sindroma Turner:
- Perempuan dengan tubuh pendek(short stature), webbed neck, dada

11
perisai(shield chest)
- Payudara tidak berkembang
- Tidak pernah haid
 Premature Ovarian Failure:
- Aminorea, Oligomenorea, Infertilitas dan keluhan akibat defisiensi
hormon Estrogen
 Sindroma Ovarium Resisten Gonadotropin:
- Aminorea dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh normal
 Sindroma Sweyer
 Adenoma Hipofisis Sekresi Prolaktin
 Empty Sella Syndrome
 Sindroma Sheehan:
- Kegagalan laktasi, berkurangnya rambut pubis dan aksila
 Anoreksia Nervosa:
- Dimulai antara umur 10-30 tahun
- Badan tampak kurus dengan berat badan berkurang 25 %
- Pertumbuhan rambut Lanugo, bradikardia, aktivitas berlebih, bulimia,
muntah yang disengaja, amenorea
- Banyak ditemukan pada perempuan muda dengan gangguan
emosional berat
 Sindroma Kallmann
- Penurunan persepsi bau(kopi, parfum,dll)

4. Kriteria  Sindroma Insentivitas Androgen:


Diagnosis - Ditemukan testis
- Rambut pubis dan axila tidak tumbuh
- Vagina tidak tumbuh atau pendek
 Sindroma Turner:
- Perempuan dengan tubuh pendek(short stature), webbed neck, dada
perisai(shield chest)
- Payudara tidak berkembang
- Tidak pernah haid
 Premature Ovarian Failure:
- Aminorea, Oligomenorea, Infertilitas dan keluhan akibat defisiensi
hormon Estrogen
 Sindroma Ovarium Resisten Gonadotropin:
- Aminorea dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh normal
 Sindroma Sweyer
 Adenoma Hipofisis Sekresi Prolaktin
 Empty Sella Syndrome
 Sindroma Sheehan:
- Kegagalan laktasi, berkurangnya rambut pubis dan aksila
 Anoreksia Nervosa:
- Dimulai antara umur 10-30 tahun
- Badan tampak kurus dengan berat badan berkurang 25 %
- Pertumbuhan rambut Lanugo, bradikardia, aktivitas berlebih, bulimia,
muntah yang disengaja, amenorea
- Banyak ditemukan pada perempuan muda dengan gangguan
emosional berat

12
 Sindroma Kallmann
- Penurunan persepsi bau(kopi, parfum,dll)

5. Diagnosis Kerja AMENOREA

6. Diagnosis 1.Kehamilan
Banding 2.Tumor Hipofisis
3. Sindroma Feminisasi Testikuler
4. Tumor Ovarium
7. Pemeriksaan 1. Ultrasonografi.
Penunjang 2.Pemeriksaan Hormon FSH,LH,TSH,
3. MRI
4. IVP
5. Laparoskopi diagnostik
6. Pemeriksaan Patalogi Anatomi
8. Tata Laksana  Uji P
Tindakan  Uji E+P
Operatif  Pemberian Progesteron
Terapi
 Pemberian Estrogen – Progesteron kombinasi
Konservatif
 Vaginoplasti saat akan menikah
Lama perawatan
 Kortikosteroid jangka panjang
9. Edukasi 1. Sebelum pembedahan dalam bentuk pernyataan tertulis (lisan) khusus
pada tindakan Vaginoplasti perlu dijelaskan kemungkinan resiko-
resikonya
2. Dirawat bila terjadi perdarahan hebat / anemia gravis
3. Tidak perlu cemas
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam / malam
Ad Sanationam : dubia adbonam / malam
Ad Fungsionam : dubia adbonam / malam

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian FER

14. Indikator

15. Kepustakaan 1. Sarwono Prawirohardjo; Ilmu Kebidanan; Edisi Ketiga; Cetakan 1, 2011
2. Ali Baziad; Endokrinologi Ginekologi; Edisi Ketiga; Cetakan 1, 2008

13
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH ABNORMAL UTERINE BLEEDING


YOGYAKARTA UNIT II

Semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya dimana manifestasi
PENGERTIAN klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit, dan
haid yang memanjang atau tidak beraturan

TUJUAN Sebagai acuan penegakan diagnosis dan penanganan Abnormal Uterine Bleeding

KEBIJAKAN Penanganan dilakukan secara profesional dan prosedural

Klasifikasi PUA

IGO)

PALM COEIN

E. Coagulopathy
A. Polip
F. Ovulatory
dysfunction
B. Adenomiosis
G. Endometrial

C. Leiomioma H. latrogenik
PROSEDUR
D. Malignancy and
I. Not yet classified
hiperplasia
Penegakan Diagnosis :
Ginekologik :
Perlu dilakukan pan smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma
uteri, polip, hiperplasia endomtrium atau keganasan.

14
Penunjang :
Primer Sekunder Tersier
Pemeriksaa Laboratoriu Hb, Tes Darah lengkap Prolaktin tiroid
n m kehamila hemostasis (TSH FT4)
penunjang n urin (BT CT, DHEAS,
lainnya sesuai testoteron,
fasilitas) Hemostasis (PT,
APTT,
Fibrinogen, D-
dimer)
USG USG USG
Transabdomin Transabdominal
al USG
USG transvaginal
transvaginal SIS
SIS Doppler
Penilaian Mikrokuret Mikrokuret/D&
Endometriu D&K K
m Histeroskopi
Endometrial
Sampling
(hysteroscopy
guided)
Penilaian Pap smear Pap smear
serviks (bila IVA Kolposkopi
ada
patologi)

A. Polip (PUA-P)
Gejala :
 Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula
menyebabkan PUA.
 Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas
Diagnostik :
 Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau
histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.
 Histopalogi pertumbuhan aksesif lokal dari kelenjar dan stroma
endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel
endometrium.
B. Adenomiosis (PUA-A)
Gejala :
 Nyeri Haid, Nyeri saat sanggama, nyeri menjelang atau sesudah
haid, nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik
 Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus
ubnormal
Diagnostik
 Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan
endometrium pada hasil histopatologi.
 Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan

15
pemeriksaan MRI dan USG
 Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup
untuk mendiagnosis adenomiosis
 Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada
miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertropi
miometrium
 Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma
endometrium ektopik pada jaringan miometrium
C. Leiomioma (PUA-L)
Gejala :
 Perdarahan uterus abnormal
 Penekanan terhadap organ sekitar uterus atau benjolan pada dinding
abdomen
Diagnostik :
 Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya
bukan penyebab tunggal PUA
 Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni
hubungan mioma uteri dengan endometrium dan serosa lokasi
ukuran serta jumlah mioma uteri
D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Gejala :
 Perdarahan uterus abnormal Diagnostik
 Meskipun jarang diternukan, namun hiperplasia atipik dan
keganasan merupakan penyebab penting PUA.
 Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem
klasifikasi FIGO dan WHO.
 Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.

E. Coagulopathy (PUA-C)
Gejala :
 Perdarahan uterus abnormal Diagnostik
 Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis
sistemik yang terkait dengan PUA.
 Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak
memiliki kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering
ditemukan adalah penyakit von Willebrand.

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)


Gejala :
 Perdarahan uterus abnormal

16
Diagnostik
 Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan
manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah
yang bervariasi.
 Dahulu termasuk dalam kriteria perdarahan uterus disfungsional
(PUD).
 Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan
jarang, hingga perdarahan haid banyak.
 Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium
polikistik (SOPK), hiperprolaktinernia, hipotiroid, obesitas,
penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang
berlebihan.

G. Endometrial (PUA-E)
Gejala :
 Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik
 Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan
siklus haid teratur.
 Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan
hemostasis lokal endometrium.
 Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi
seperti endothelin-i dan prostaglandin F2α serta peningkatan
aktifitas fibrinolisis.
 Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau
perdarahan yang berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal
endometrium.
 Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan
lain pada siklus haid yang berovulasi.

H. Iatrogenik (PUA-I)
 Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis
seperti penggunaan estrogen, progestin, atau AKDR.
 Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen
atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough
bleeding (BTB).
 Perdarahan seta terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam
sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut :
 Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi;
 Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin;
 Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna
anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.

17
I. Not yet classified (PUA-N)
 Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau
sulit dimasukkan dalam klasifikasi.
 Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik
atau malformasi arteri-vena.
Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA.
Penanganan Perdarahan Uterus Abnormal Berdasarkan Penyebabnya :

A. Polip (PUA-P)
Penanganan.polip endometrium dapat dilakukan dengan :

1. Reseksi secara histeroskopi (Rekomendasi C);


2. Dilatasi dan kuretase;
3. Kuret hisap;
4. Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.
B. Adenomiosis (PUA-A)
1. Didiagnosis adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
atau MRI;
2. Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan;
3. Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikan analog GnRH +
add-back therapy atau LNG IUS selama 6 bulan (Rekomendasi C);
4. Adenomiomektomi dengan teknik Osada merupakan alternatif pada
pasien yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis> 6 cm);
5. Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat
dilakukan (Rekomendasi C). Histerektomi dilakukan pada kasus
dengan gagal pengobatan.

18
1. Adenomiosis

2. Ingin hamil ?

Ya tidak

5. Analog GnRH + add-back th/ 3. Adenomiomektomi 4. Reseksi


atau dengan teknik Endometrium
Osada atau histerektomi
LNG-IUS(6 bulan)

C. Leiomioma uteri (PUA-L)


1. Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG;
2. Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan;
3. Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama bila
pasien menginginkan kehamilan (Rekomendasi B).
a. Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran < 4 cm,
b. Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat o atau 1
(Rekomendasi B),
c. Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2 (Rekomendasi
C).
4. Bila terdapat mioma uteri intra mural atau subserosum dapat dilakukan
penanganan sesuai PUA-E / o) (Rekomendasi C). Pembedahan dilakukan
bila respon pengobatan tidak cocok;
5. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan pengobatan
untuk mengurangi perdarahan dan memperbaiki anemia (Rekomendasi B).
6. Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan.
Embolisasi arteri uterina merupakan alternatif tindtakan pembedahan
(Rekomendasi A).

19
1. Leiomioma

2. Ingin hamil ?

Ya Tidak

3. submukosum 5. Penanganan medis (koreksi anemia)

Miomektomi
3.a,b,c. Histeroskopi
Operasi
reseksi
Histerektomi
4. Intramural / Subserosum Tata laksana
ekspektatif
Penanganan medis
(lihat ke PUA-E/O) Konservatif : Embolisasi arteri

Jika Gagal Operasi

Penanganan Leiomioma Uteri

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)


1. Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan
penilaian histopatologi;
2. Tanyakan apakah pasien menginginkan keharnilan;
3. Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D & K
dilanjutkan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-1US selama
6 bulan (Rekomendasi C);
4. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histerektomi
merupakan pilihan (Rekomendasi C);
5. Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histologi pada akhir
bulan ke-6 pengobatan.
6. Jika keadaan hyperplasia atipik menetap, lakukan histerektomi.

20
Malignancy and hyperplasia

Hiperplasia endometrium
atipik

Ingin hamil ?

Ya tidak

3. D&K dan Progestin (6 bulan) 4. Histerektomi


Atau
LNG-IUS
Atau
Analog GnRH

5. Biopsi (akhir bulan ke-6) 6. Hiperplasia atipik menetap

Penanganan Malignancy and hyperplasia

E. Coagutopathy (PUA-C)
1. Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis
sistemik yang terkait dengan PUA;
2. Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini
3. Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil
estrogen progestin dan LNG-IUS pada kasus ini memberikan hasil yang
sama dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi;
4. Jika terdapat kontrandikasi terhadap asam traneksamat atau PKK
dapat diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung
pada umur pasien (Rekomendasi B)
5. Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada penyakit
von Willebrand (Rekomendasi C).

21
1. Coagulopathy

2. Terapi multidisiplin

3. Asam Traneksamat dan PKK


5. Terapi spesifik
atau LNG -IUS
Desmopressin untuk
penyakit von Willebrand
4. Jika ada kontraindikasi

LNG-IUS atau Operasi

Penanganan Coagulopathy

F. Ovulatory dysfunction (PUA-0)


1. Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan
manifestasi klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah
yang bervariasi.
2. Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada
keadaan oligomenorea. Bila dijumpai hiperprolaktinemia yang
disebabkan oleh hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi.
3. Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan
endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan
pengambilan sampel endometrium.
4. Bila tidak dijumpai faktor risiko untuk keganasan endometrium lakukan
penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak.
5. Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tata
laksana infertilitas.
6. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi
hormonal dengan menilai ada atau tidaknya kontra indikasi terhadap
PKK.
7. Bila tidak dijumpai kontra indikasi, dapat diberikan PKK selama 3
bulan (rekomendasi A).
8. Bila dijumpai kontra indikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat

22
progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai
3 bulan siklus (rekomendasi A).
9. Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan.
10. Bila keluhan berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau
distop sesuai keinginan pasien.
11. Bila keluhan tidak berkurang, lakukan pemberian PKK, atau progestin
dosis tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti
atau dosis maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek
samping seperti sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan
USG TV atau S1S untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip
endometrium atau mioma uteri (rekomendasi A). Pertimbangkan
tindakan kuretase untuk menyingkirkan keganasan endometrium. Bila
pengobatan medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium,
reseksi mioma dengan histeroskopi atau histerektomi. Tindakan ablasi
endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapat ditawarkan
setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien. Pada
uterus dengan ukuran <10 minggu.

1. Ovulatory dysfunction

2 Periksa hormon tiroid. Bila terdapat amenore


atau oiigomenore lakukan pemeriksaan
prolaktin. Lakukan pap smear terutama bila
terdapat perdarahan pasca koitus

3 Umur > 35 tahun atau risiko Ya Biopsi endometrium


tinggi kanker endometrium USG TV

Tidak

4 Pertimbangkan kelainan
sistemik

Ya Tata laksana infertilitas


5 Ingin hamil

Tidak
6 Kontra indikasi PKK
Tidak Ya

23
7 PKK selama 3 bulan 8 Progestin selama 14 hari
kemudian stop selama 14
hari. Diulang selama 3 bulan

Ya
9 Perdarahan berkurang 10 Teruskan atau stop
terapi hormonal sesuai
Tidak keinginan pasien

11 Pertimbangkan pemberian PKK atau progestin dosis tinggi.


Pertimbangkan USG TV atau SIS untuk menyinkirkan Polip
endometrium atau mioma uteri. Biopsi endometrium untuk
menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan medika
mentosa tidak berhasil pertimbangkan
Penanganan untuk melakukan ablasi
ovulatory dysfunction
endometrium, reseksi dengan histeroskopi atau histerektomi
G. Endometrial(PUA-E)
1. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus
haid yang teratur
2. Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanpa
hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
(rekomendasi C). Pemeriksaan USG transvaginal atau SIS terutama
dapat dilakukan untuk menilai kavum uteri (rekomendasi A).
3. Jika pasien memerlukan kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak lanjutkan
ke 4.
4. Asam traneksamat 3 x 1 g dan asam mefenamat 3 x 500 mg merupakan
pilihan lini pertama dalam tata laksana menoragia (rekomendasi A).
5. lakukan observasi selama 3 siklus menstruasi.
6. Jika respons pengobatan tidak adekuat, lanjutkan ke 7.
7. Nilai apakah terdapat kontra indikasi pemberian PKK.
8. PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan
pertumbuhan endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja,
selanjutnya pada hari pertama siklus menstruasi (rekomendasi A).
9. Jika pasien memiliki kontra indikasi terhadap PKK maka dapat
diberikan preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14
hari tanpa obat. (rekomendasi A) Kemudian diulang selama 3 siklus.
Dapat ditawarkan penggunaan LNG-IUS.
10. Jika setelah 3 bulan, respons pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan

24
penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri.
11. Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma
submukosum segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan
histeroskopi (rekomendasi B).
12. Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10
mm, lakukan pengambilan , sampel endometrium untuk menyingkirkan
hiperplasia (rekomendasi B).
13. Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi
dengan progestin, LNG IUS, GnRHa atau histerektomi.
14. Jika hasil pemeriksaan USG TV dan SIS menunjukkan hasil normal
atau terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif
maka dilakukan evaluasi terhadap fungsi reproduksinya.
15. Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat
dilakukan ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih
ingin mempertahankan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk
mencatat siklus haidnya dengan baik dan memantau kadar Hb.

25
1. PUA-E

2. Periksa hormon tiroid, USG TV atau SIS

3. Memerlukan kontrasepsi

4. Asam traneksamat 3 x 1 g dan 7. Kontra Indikasi PKK


asam mefenamat 3 x 500mg

5. Observasi selama 3 siklus 8. PKK 3 siklus 9. Progestian selama 14 hari,


kemudian stop selama 14 hari,
ulang selama 3 siklus tawarkan
6. Respon tidak adekuat 10. respon LNG IUS
tidak
adekuat
11. Polip atau 11. Pertimbangkan
mioma reseksi dengan
11. USG submukosum histeroskopi
transvaginal atau
SIS 12. Hiperplasia 12. pengambilan
endometrium( sampel
tebal endometrium
endometrium >10)
14. Normal atau mm)
abnormal dan tidak
bisa dilakukan terapi 13. pertimbangkan
konservatif 13. adenomiosis MRI, progestin, LNG
IUS leuprolide atau
histerektomi
 Catat siklus 15. Fungsi reproduksi
menstruasi komplit
 Monitor HB

15. Pertimbangkan ablasi endometrium


atau histerektomi

Penanganan Endometrial
H. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan karena efek samping PKK

1. Penanganan efek samping PUA-E disesuaikan dengan algoritma PUA E.


2. Perdarahan sela (breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan

26
pertama atau setelah 3 bulan penggunaan PKK.
3. Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama maka penggunaan
PKK dilanjutkan dengan mencatat siklus haid.
4. Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap > 3
bulan lanjutkan ke 5.
5. Lakukan perneriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila
positif berikan doksisiklin 2 X l00 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien
minum PKK secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis
estrogen. Jika usia pasien lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi
endometrium
6. Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau histeroskopi
untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi.
7. Jika perdarahan sela terjadi setelah 3 bulan pertama penggunaan PKK,
lanjutkan ke 5.
8. Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke-9
9. Singkirkan kehamilan.
10. Jika tidak hamil,naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama.

27
1. PUA-E 2. Perdarahan sela ( 8. Amenorea
Breaktrought bleeding)

Algoritma PUA-E
9. Singkirkan
7. Setelah 3 bulan pertama kehamilan
penggunaan PKK
3. 3 bulan
pertama 10. naikkan dosis
penggunaan PKK 5. Cek klamidia dan gonorrhea
estrogen atau
(indometritis). Tanyakan
lanjutkan pil
mengenai
yang sama
3. Penggunaan kepatuhan.Naikkan dosis
PKK dilanjutkan, estrogen. Jika berusai lebih
catat siklus haid dari 35 tahun, lakukan
biopsi endometrium

4. Pasien tidak
ingin PKK atau
perdaraan
menetap > 3
bulan 6. Perdarahan menetap, lakukan TVS, SIS atau
histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan
saluran reproduksi

Penanganan latrogenik (perdarahan karena efek samping PKK)

28
Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin

C. PUA O A.Amenore atau perdarahan


bercak

D. Usia diatas 35thn B. Menasihati pasien bahwa hal


atau risiko tinggi tersebut merupakan hal yang
untukkarsinoma diharapkan
endometrium Ya

Tidak E. Biopsi endometrium

F. 4-6bln pertama G. - Lanjutkan kontrasepsi


Ya
pemakaian -Ganti dgn PKK
kontrasepsi - Suntik DMPA setiap 2bln
(khusus akseptor DMPA)

H. Perdarahan berlanjut setelah


Tidak 6 bulan

I.Berikan estrogen jangka pendek (EEK 1,25mg 4x sehari selama 7


hr)dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali.
Pertimbangkan pemilihan metode kontrasepsi lain

Perdarahan karena efek samping penggunaan AKDR

A. Nyeri pada uterus

Ya
Tidak
B. Doksisiklin 2x100mg sehari
10 hari, pertimbangkan
pengangkatan AKDR

29
YaC. Penggunaan 4-6bln D. Lanjutkan penggunaanAKDR,
pertama jika perlu dapat tambahkan AINS

Tidak

E. Berikan PKK untuk 1 D. Perdarahan abnormal


siklus berlanjut setelah 6bln/pasien
ingin diterapi

F. Jika perdarahan abnormal


menetap, angkat AKDR.
Pada pasien berusia > 35thn
lakukan biopsi endometrium

 Laboratorium
 Radiologi
UNIT TERKAIT
 Ruang bedah
 Ruang perawatan

30
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU BLIGHTED OVUM


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Kehamilan anembrionik (blighted ovum) adalah kehamilan patologik,


dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal. Di samping mudigah, kantong
kuning telur juga ikut tidak terbentuk
2. Anamnesis - Terlambat haid
- Perdarahan pervaginam
- Gejala objektif dan subjektif kehamilan ( tanda tak pasti dan pasti )
3. Pemeriksaan Palpasi:
Fisik Supel, Nyeri tekan (-), TFU tidak teraba
Inspeksi:
Tampak darah keluar dari vagina
Inspekulo:
Tampak darah keluar dari OUE, OUE tertutup
4. Kriteria Periode menstruasi terlambat
Diagnosis · perdarahan pervaginam
· Tes kehamilan (+)
5. Diagnosis Kerja BLIGHTED OVUM

6. Diagnosis Abortus
Banding
7. Pemeriksaan USG:
Penunjang Tampak kantong kehamilan tidak tampak bagian-bagian janin
Laboratorium:
PP test
8. Tata Laksana 1. Dilatasi dan kuretase (SOP dilatasi dan kuretase)
Tindakan 2..Terapi post kuretase
Operatif  Antibiotik
Terapi  Analgetik
Konservatif
Lama perawatan
9. Edukasi 1. Kehamilan sudah tidak bisa dipertahankan
2. Penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan (Dilatasi dan
kuretase)
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam / malam
Ad Sanationam : dubia adbonam / malam
Ad Fungsionam : dubia adbonam / malam
11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat A
Rekomendasi

31
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Ginekologi

14. Indikator perdarahan

15. Kepustakaan 1. Hanifa W. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
2. Mochtar R. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2.
Jakarta: EGC

32
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU CERVICITIS
MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Cervicitis akut :infeksi yang diawali di endoserviksdan di temukan pada


gonorea, infeksi post abortum atau post partum.
Cervicitis kronik :infeksi yang sering dijumpai pada wanita yang pernah
melahirkan. Infeksi ini disebabkan akibat luka kecil atau luka besar pada
cervic karena partus atau abortus, sehingga memudahkan masuknya kuman
kedalamen docerviks dan kelenjar-kelenjarnya lalu menyebabkan infeksi
menahun
2. Anamnesis Portio uteri disekitar ostium uteri eksternum berubah warna menjadi merah
dan membengkak, mengeluarkan cairan muko purulen terasa gatal dan nyeri
3. Pemeriksaan Inspekuloportioradang, discharge (+)
Fisik

4. Kriteria Anamnesis + pemeriksaanfisik


Diagnosis
5. Diagnosis Kerja CERVICITIS

6. Diagnosis CIN
Banding
7. Pemeriksaan PAP Smear
Penunjang
8. Tata Laksana 1. Chlamydial Cervicitis
Tindakan  Azitromisin 1 g oral (PO) dalam dosis tunggal atau
Operatif  Doksisiklin 100 mg PO dua kali sehari selama 7 hari
Terapi
Konservatif Pada pasien dengan infeksi gonococcus dan pada tempat prevalensi
Lama perawatan gonore tinggi. Alternatif sediaan :
 Eritromisin 500 mg PO empat kali sehari selama 7 hari, atau
 Eritromisin etilsuksinat 800 mg PO empat kali sehari selama 7 hari,atau
 Levofloxacin 500 mg PO setiap hari selama 7 hari,atau
 Ofloxacin 300 mg PO bid selama 7 hari

2. Gonococcal Cervicitis
• Ceftriaxone 250 mg intramuskular (IM) dalam dosis tunggal,
dan Azitromisin 1 g PO dalam dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg PO
selama 7 hari

Jika ceftriaxone tidak tersedia, rejimen beriku tdirekomendasikan:


• dosis tunggal rejimen sefalosporin injeksi ditambah Azitromisin 1 g PO
dalam dosis tunggal (lebih disukai) atau doksisiklin 100 mg PO bid selama 7
hari,ditambah

33
• Test-of-cure dalam 1 minggu (dengan kultur, termasuk kerentanan
antimikroba fenotipik)
Jika pasien memiliki alergi cephalosporin parah, azitromisin 2 g PO dalam
dosis tunggal ditambah Test-of-cure dalam 1 minggu.

3. Trichomoniasis
 metronidazol 2 g PO dalam dosis tunggal atau tinidazol 2 g PO dalam
dosis tunggal untuk T vaginalis infeksi.Atau
 metronidazol 500 mg POselama 7 hari

Pasien harus menghindari konsumsi alkohol selama pengobatan dengan


metronidazole atau tinidazol, serta selama 24 jam setelah selesai
metronidazole atau 72 jam setelah selesai tinidazol

Wanita menyusui yang diberikan metronidazole tidak boleh menyusui


selama pengobatan dan selama 12-24 jam setelah dosis terakhir.Wanita yang
diobati dengan tinidazol juga tidakboleh menyusui selama pengobatan, serta
untuk 3 hari setelah dosis terakhir.

Evaluasipada pasangan pria dengan tinidazol dalam dosis tunggal dari 2 g


PO atau metronidazole 500 mg PO selama 7 hari.

4. Pengobatanselamakehamilan
Kontra indikasibagi wanita hamil diberi sediaan doxycycline, ofloksasin,
levofloxacin

Wanita hamil dengan cervicitis klamidia


 Azitromisin seperti di atas atau
 Amoksisilin 500 mg PO tiga kali sehariselama 7 hari.

Eritromisin sebagai rejimen alternatif, :


• Eritromisin 500 mg PO empat kali sehari selama 7 hari, atau
• Eritromisin 250 mg PO empat kali sehari selama 14 hari,atau
• Eritromisin etilsuksinat 800 mg PO empat kali sehari selama 7 hari, atau
• Eritromisin etilsuksinat 400 mg PO empat kali sehari selama 14 hari

Wanita hamil dengan servisitis gonokokalpengobatannyasama dengan wanita


tidak hamil.
Pada mereka yang tidak bisa mentolerir cephalosporin, pertimbangkan
azitromisin 2 g PO.

Wanita hamil dengan trikomoniasis dapat diobati dengan 2 g metronidazol


dalam dosis tunggal pada setiap tahap kehamilan. Keamanan tinidazol pada
wanita hamil belum dievaluasi dengan baik.

5. Cervicitis dan HIV


Pada wanita dengan servisitis bersamaan dan infeksi HIV, rejimen
pengobatan adalah sama dengan perempuan yang tidak terinfeksi HIV.

Pada pasien dengan trikomoniasis dan koinfeksi HIV, CDC

34
merekomendasikan mempertimbangkan rejimen pengobatan multidose dari
PO metronidazole500 mg sehari selama 7 hari.

6. Cervicitis berulang
Wanita dengan trikomoniasis, kegagalan pengobatan menggunakan
metronidazol 2 g dosis tunggal, ditangani dengan metronidazol 500 mg
PO bid selama 7 hari. Jika pengobatan tidak berhasil, pertimbangkan
tinidazol atau metronidazole pada 2 g PO selama 5 hari.

7. Antibiotik resisten pada gonorrhea


Konsultasikan seorang spesialis penyakit menular untuk dugaan
kegagalan pengobatan atau untuk pengelolaan pasien yang terinfeksi
dengan strain mikroba yang telah menunjukkan resistensi vitro.
Lakukan kultur dan uji kerentanan, pasien dengan setidaknya 250 mg
ceftriaxone intramuskular / intravena (IM / IV), dan obatijugapasangan
seks pasien.

9. Edukasi 1. Pengobatan termasuk kepada pasangan untuk mencegah infeksi berulang


2. Aktivitas Seksual harus berhenti selama masa pengobatan (7 hari) yaitu
saat dimulainya pengobatan pada pasien dan hingga pasangan juga telah
diobati
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam / malam
Ad Sanationam : dubia adbonam / malam
Ad Fungsionam : dubia adbonam / malam

11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf bagian Gynecologi

14. Indikator Discharge

15. Kepustakaan 1. Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. 23 th edition. The


McGraw-Hill Companies.Inc
2. Wlilson, J. F. (2009). inthe clicic vaginistis and cervicitis. america collage:
annual of internal medicine.
3. Berek and Novak’s part I Gynekologi page 563-564 ; 2012

35
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU DEATH CONCEPTUS


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Embrio yang sudah terdapat struktur janin namun tidak terdapat tanda-tanda
kehidupan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.
2. Anamnesis Anamanesa Riwayat Obstetri
 Kehamilan yang keberapa(paritas)
 Haripertamahaidterakhir-HPHT ( “last menstrual periode”
LMP )riwayat menstruasi.
 Usiakehamilan
 Proses persalinan sebelumnya ( spontan, tindakan,
penolongpersalinan )
 Keadaanpascapersalinan, masa nifasdanlaktasi.
 Keadaanbayi ( jeniskelamin, beratbadanlahir, usiaanaksaatini ).
 Lama kawin, pernikahan yang keberapa
 Hamil kurang dari 3 bulan
Riwayat penyakit penyerta: Diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit
Asma, Alergi,
Riwayat penyakit keluarga
3. Pemeriksaan Pemeriksaantanda vital dan kondisi umum
Fisik 2. Pemeriksaan Abdomen
TFU tidak teraba, dengan nyeri atau tidak.
3. Pemeriksaan Gynecologi
Perdarahan(-), ostium servik uteri tertutup.
4. Kriteria Menyusut atau menghilangnya tanda-tanda kehamilan
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja DEATH CONCEPTUS

6. Diagnosis 1. Blighted ovum


Banding 2. Abortus
7. Pemeriksaan 1. Ultrasonografi : Ditemukantanda-tandakematianjanin
Penunjang 2. Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin, PTAPTT, Gol darah, GDS,PP test
8. Tata Laksana Persiapan :
Tindakan Keadaan umum memungkinkan : HB > 10g% vital sign dan kondisi umum
Operatif baik.
Terapi Tindakan :
Konservatif Dilatasi &Kuretase (SOP Dilatasi & kuretase)
Lama perawatan

9. Edukasi 1.Pemberian informasi bahwa janin telah meninggal


2.Harus dilakukan evakuasi / melahirkan janin tersebut

36
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam

11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynekologi

14. Indikator perdarahan

15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno
Prabowo, 2010, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
2. Cunningham. Et all 2010 Williams Obstetric 23rd Edition

37
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU DISTOSIA BAHU


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian persalinan abnormal yang ditandai oleh kelambatan atau tidak adanya
kemajuan proses persalinan dalam ukuran satuan waktu tertentu
2. Anamnesis - Riwayat persalinan, apakah mengalami kesulitan persalinan yang lalu
atau normal saja (pervaginam).
- Perkiraan berat janin
3. Pemeriksaan - Ibu dalam posisi litotomi pada tempat tidur persalinan
Fisik - Mengosongkan kandung kemih, rectum serta membersihkan daereh
perineum dengan antiseptik
4. Kriteria 1. Pembukaan serviks tidak melewati 3cm sesudah 8jam in partu
Diagnosis (perpanjangan fase laten).
2. Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per menit dan
kurang dari 40 detik (inersi uteri).
3. Terjadi inersia uteri sekunder (berhentinya kontraksi otot-otot uterus
secara sekunder diagnose CPD ). Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II.
4. Adanya edema serviks, fetal dan maternal distress. Terdapat tanda ruptur
uteri imminens (karena ada obstruksi)
5. Pembukaan serviks lengkap tetapi kepala tetap pada posisinya ( dalam
vagina) walau ibu mengedan sekuat mungkin, tidak ada kemajuan
penurunan (kala II lama).
6. Tidak terjadi putaran paksi luar apabila telah lahir (distosia bahu)
7. “Turtle Sign” kepala terdorong keluar tetapi kembali ke dalam vagina
setelah kontraksi atau ibu berhenti mengedanintroitus vagina
5. Diagnosis Kerja DISTOSIA BAHU

6. Diagnosis DKP
Banding
7. Pemeriksaan Inspekulo
Penunjang
8. Tata Laksana Tindakan Pertolongan Persalinan
Tindakan A = Ask for help (bekerja tim)
Operatif L = Lift (bokong-kaki)  Manuver McRobert
Terapi  Lakukan manuver McRobert’s - Massanti
Konservatif - Dengan posisi ibu berbaring pada punggungnya, meminta ibu untuk
Lama perawatan menarik kedua lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya. Minta
dua asisten untuk membantu ibu
- Tekan kepala bayi secara mantap dan terus-menerus ke arah bawah
(ke arah anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah
simfisis pubis. Hindari tekanan yang berlebihan pada kepala bayi
karena mungkin akan melukainya
- Secara bersamaan salah satu asisten untuk memberikan sedikit

38
tekanan suprapubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan lalukan
dorongan pada fundus, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh
dan bisa menyebabkan ruptura uteri

A = Anterior disimpaction of shoulder


- Suprapubic pressure  manuver Massanti
- Rotate to oblique internal  manuver Rubin
 Jika bahu tetap tidak lahir : (manuver rubin-wood)
- Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan
pada bahu anterior, ke arah sternum bayi, untuk memutar bahu bayi
dan mengurangi diameter bahu. Jika perlu, lakukan penekanan pada
bahu posterior ke arah sternum

39
-
R = Rotation of the posterior shoulder  Manuver Wood
M = Manual removal of posterior arm  Manuver Schwartz
Jika bahu masih tetap tidak lahir : (manuver Schwartz)
- Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan pegang tulang lengan
atas yang berada pada posisi posterior
- Fleksikan lengan bayi di bagian siku dan letakkan lengan tersebut
melintang di dada bayi
9. Edukasi

10. Prognosis Advitam : dubia adbonam


Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Obsetri

14. Indikator

15. Kepustakaan 1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta. 2006.


2. Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. 23 th edition. The
McGraw-Hill Companies.Inc

40
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU DISPROPORSI KEPALA PANGGUL


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian DKP adalah keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara besar kepala
janin dengan ukuran panggul ibu.
2. Anamnesis - Umur kehamilan ( aterm / tidak )
- Riwayat persalinan sebelumnya
- Riwayat operasi sectio sebelumnya
- Riwayat berat lahir anak sebelumnya
3. Pemeriksaan Bila terdapat salah satu atau lebih :
Fisik 1. Conjugata Obstetrica < 10 cm ( didapat dari CD – 1.5 cm, pada Vaginal
Examination )
2. Conjugata Tranversum < 12 cm ( pelvimetri )
3. Distansia Interspinarum < 10 cm (pelvimetri) atau Spina Ischiadica besar
dan menonjol pada Vaginal Examination)
4. Distansia Intertuberosum < 8,5cm ( Vaginal Examination)
5. Kelainan pada vertebra Kyphosis dan Scholiosis
6. Deformitas Tulang panggul ( panggul picak akibat penyakit maupun
riwayat trauma trauma sebelumnya)
7. Ibu dengan kelainan genetic atau gangguan pertumbuhan ( cebol )
4. Kriteria 1. Hamil Usia aterm kepala tidak masuk panggul ( Osborn tes (+) )
Diagnosis 2. Kemajuan persalinan lambat / tidak sesuai dengan Partograf
3. Terbentuknya caput suksedanum dan moulage yang berat
5. Sering terjadi malposisi dan defleksi kepala janin
6. Diagnosis Kerja DISPROPORSI KEPALA PANGGUL

7. Diagnosis
Banding
8. Pemeriksaan 1. Cek darah lengkap
Penunjang 2. Ultrasonografi
9. Tata Laksana Penatalaksanaan : Terminasi Perabdominal ( Seksio Secaria )
Tindakan - Emergency : jika dalam persalinan atau ada indikasi obstetrik emergency
Operatif lainnya selain DKP
Terapi - Elektif: jika belum dalam persalinan dan tidak ada indikasi obstetrik
Konservatif emergency lainnya.
Lama perawatan Penatalaksanaan :
DKP berat  seksio sesarea
DKP ringan  partus percobaan
Partus percobaan
1) Syarat
- Presentasi kepala
- Uterus tidak cacat (belum pernah SC, miomektomi, histerorafi, dll)

41
2) Prosedur
- Usahakan persalinan berjalan spontan
- Bila his tidak baik, induksi dan stimulasi boleh dikerjakan
Lama persalinan tidak lebih dari 18 jam
10. Edukasi 1. Resiko terjadinya ruptur uteri
2. Resiko terjadinya gawat janin ( fetal distress )
3. Resiko terjadinya kematian ibu dan bayi
11. Prognosis Advitam : dubia adbonam / malam
Ad Sanationam : dubia adbonam / malam
Ad Fungsionam : dubia adbonam / malam

12. Tingkat Evidens I/II/III/IV

13. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
14. Penelaah Kritis Staff bagian Fetomaternal

15. Indikator Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak

16. Kepustakaan 1. Obstetri Williams edisi 22, F. Gary Cuningham, et all


2. Himpunan kedokteran fetomaternal Hariadi

42
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU EKSISI SEPTUM VAGINA


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Suatu tindakan pembedahan septum vagina untuk memperbaiki kondisi


vagina
2. Anamnesis 1. menanyakan keluhan pasien
2. onset dirasakan keluhan
3. mulai menstruasi, siklus bulanan menstruasi, perdarahan selama
menstruasi
3. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan tanda vital
Fisik 2. Pemeriksaan abdomen
3. Teraba masa kistik apabila sudah sampai hematometra
4. Pemeriksaan Genitalia
Tak tampak introitus vagina
4. Kriteria Terdapat septum atau pembatas pada vegina
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja EKSISI SEPTUM VAGINA

6. Diagnosis 1. Aplasia atau atresia vagina


Banding 2. Kista vagina
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Laboratorium darah
Penunjang 2. Pemeriksaan USG
Tampak timbunan darah di vagina (hemtocolpos) dan di cavum uteri
(hematometra)
8. Tata Laksana 1. Dokter menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga mengenai
Tindakan Prosedur dan resiko tindakan dan selanjutnya menandatangani
Operatif Formulir persetujuan tindakan medis (Inform Consent)
Terapi 2. Dokter memeriksa ulang kelengkapan rekam medis
Konservatif 3. Dokter melakukan tindakan sebagai berikut
Lama perawatan a. pasien dalam posisi litotomi
b. operator dibantu asisten memasang kain lubang kecil
c. dipasang kateter tinggal nomer 14/16
d. septum dipegang dengan klem alis
e. 1) Pada septum transversal dilakukan irisan vertical untuk membagi
septum menjadi dua ujung-ujungnya dijahit
2) Pada septum longitudinal dilakukan irisan transversal
f. dilakukan irisan untuk memisahkan septum dengan mukosa vagina
g. Mukosa vagina dijahit dengan benang sintetik absorbable 3-0 secara
terputus
4. Dokter menulis laporan tindakan di rekam medis

43
9. Edukasi 1. Pemberian informasi bahwa terdapat sekat pada vagina
2. Pemberian informasi resiko dan komplikasi yang terjadi
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam / malam
Ad Sanationam : dubia adbonam / malam
Ad Fungsionam : dubia adbonam / malam

11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Urogynecologi

14. Indikator Terdapat septum pada mukosa vagina

15. Kepustakaan 1. Sarwono Prawiroharjo, Buku Acuan Nasional , Onkologi dan Ginekologi,
2010
2. Manuaba, Ida Bagus Gde 2003 Konsep Obsetri Gynecologi Indonesia
Jakarta : EGC

44
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU EKSISI SILANG HYMEN


MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Suatu tindakan pembedahan untuk memperbaiki hymen imperforate

2. Anamnesis 1. menanyakan keluhan pasien


2. onset dan kronologi dirasakan keluhan
3. mulai menstruasi, siklus bulanan menstruasi, perdarahan selama
Menstruasi,nyeri saat menstruasi.
3. Pemeriksaan 1. Pemeriksaantanda vital
Fisik 2. Pemeriksaan abdomen
Teraba masa kistik apabila sudah sampai hematometra
3. Pemeriksaan Genitalia
Tampak hymen tertutup rapat dan menonjol
4. Kriteria Terdapat Hymen imperforate
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja Hymenimperforate

6. Diagnosis 1. Vaginal septum


Banding 2. Atresia Vagina
7. Pemeriksaan 1. PemeriksaanLaboratoriumdarah
Penunjang 2. Pemeriksaan USG
Tampak timbunan darah divagina(hemtocolpos) dan dicavum uteri
(hematometra)
8. Tata Laksana 1. Dokter menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga mengenai Prosedur
Tindakan dan resiko tindakan dan selanjutnya menandatangani formulir persetujuan
Operatif tindakan medis (Inform Consent)
Terapi 2. Dokter memeriksa ulang kelengkapan rekam medis
Konservatif 3. Dokter melakukan tindakan sebagai berikut
Lama perawatan a. pasiendalam posisi litotomi
b. operator dibantu asisten memasang kain lubang kecil
c. ujung hymen dijepit dengan pinset, kemudian gunting
Metzenbaum/pisau scapel kecil yang digunakan untuk membuka hymen
dengan insisi dimulai dari jam 6 ke jam 3kemudian dilanjutkan ke jam 12
dan ke jam 9
d. tiap ujung insisi dipegang dengan pinset, dan dasarnya dijahit terputus
dengan bedang sintetik absor bable 3-0
4. Dokter menulis laporan tindakan di rekam medis
9. Edukasi 1. Pemberian informasi bahwa terdapat kelainan pada selaput dara
2. Pemberian informasi perawatan pasca tindakan pembedahan

45
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam

11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynecologi

14. Indikator Terdapat hymen imperforate

15. Kepustakaan Sarwono Prawiroharjo, Buku Acuan Nasional ,Onkologi dan Ginekologi,
2010,

46
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH ENDOMETRIOSIS


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan endometrium berupa sel-


( Definisi ) sel kelenjar dan stroma di luar kavum uterus, dan memicu reaksi
peradangan menahun.

2. Anamnesis  Nyeri haid


 Nyeri Pelvik kronik
 Dispareunia dalam
 Keluhan intestinal siklik
 Infertilitas
 Dysmenorea

3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik :


Objektif
Fisik :
- Fisik umum biasanya tanpa kelainan
- Pulau-pulau endometriosis biru kehitaman dan fibrotik pada
mukosa dinding vagina, porsio, forniks, parut sayatan kulit
- Nodul-nodul nyeri tekan pada vagina, serviks, sakrouterina,
septum retrovagina
- Uterus terfiksasi, perlekatan di uterus anterior/posterior
- Massa kistik intrapelvik/intraabdomen pada adneksa/ovarium
Pemeriksaan Inspekulo :
- Susukan kebiruan yang khas endometriosis atau lesi
hipertofik, merah yang berdarah pada sentuhan, biasanya di
forniks posterior
Pemeriksaan Palpasi bimanual
- Vagina atas : Lesi yang tampak diatas vagina atau di servik
- Serviks : Salah-letak ke lateral akibat parut pada ligamentum
sakrouterina ipsilateral
- Uterus : Uterus sukar digerakan dan lunak, Retrofleksi/atau
retroversi terfiksasi pada penyakit pelvik berat
- Kavum Douglasi, Ligamentum sakrouterina :Massa lunak,
fibrosis, nodul-nodul, Menyerbuk dalam nyeri raba atau nyeri
tekan terutama saat menstruasi, terutama di kavum douglas
dan ligamentum sakrouterina (lebih sering kiri pada 30%
penderita endometriosis), Endometriosis dalam dan perlekatan
kavum douglasi
- Palpasi Adneksa : Nyeri goyang uterus dan adneksa tidak
selalu ada
Pemeriksaan Retrovaginal :
- Nodul-nodul pada lig. Sakrouterina, kavum douglas, atau

47
septum rektovaginal
- Septum rektovaginal nyeri dan bengkak
KLASIFIKASI

Tabel 1. American Society Reproductive Medicine Revised


Classification of Endometriosis. Jika ujung fimbria tuba fallopi
tertutup sempurna, penlaian densitas menjadi 16. Stadium
1(minimal): 1-5; Stadium II(ringan): 6-15; Stadium III(moderat): 16-
40; Stadium IV(berat): >40. Dalam hal ini permukaan uterus diebut
peritoneum
Endometriosis <1 cm 1-3cm >3cm
Peritoneum Superficial 1 2 4
Deep 2 4 6
Ovary (R) Superficial 1 2 4
Deep 4 16 20
Ovary (L) Superficial 1 2 4
Deep 4 16 20
Posterior Partial Complete -
Culdesac- 4 40 -
Obliteration
Adhesion <1/3 1/3-2/3 >2/3
Ovary (R) Filmy 1 2 4
Dense 4 8 16
Ovary (L) Filmy 1 2 4
Dense 4 8 16

4. Kriteria Diagnosis  Nyeri haid


 Nyeri Pelvik kronik
 Dispareunia dalam
 Keluhan intestinal siklik
 Infertilitas
 Dysmenorea

48
5. Diagnosis Endometriosis

6. Diagnosis Banding 1. Ginekologik:


 Penyakit radang panggul:
 Abses tuba ovarium
 Salpingitis
 Endometritis
 Kista ovarii hemoragi
 Torsi ovarium
 Dismenorea primer
 Leiomioma degeneratif
2. Nonginekologik:
 Sistitis interstitial
 Infeksi saluran urin kronis
 Kalkuli ginjal
 Inflamatory bowel disease
 Irritable bowel syndrome
 Divertikulitis
 Limfadenitis mesentrik
 Gangguan muskuloskeletal

7. Pemeriksaan Penunjang :
Penunjang - Laboratorium umum: mencari fokus infeksi klinis/subklinis
- Laboratorium khusus: CA 125 tidak spefisik untuk
endometriosis, autoantibodi, enzim (aromatase),
Histopatologis (mikroskopis), Imunohistokimia
Pencitraan :
- Sinar X thorak: mencari lesi di paru
- USG transabdominal: Mencari masa intraabdomen
- USG transvaginal: Mencari massa intrapelvik
- USG transrektal: Mencari massa intrapelvik (wanita belum
menikah)
- CT Scan: Mencari rincian dan lokasi yang lebih jelas
terutama endometriosis ekstraperitoneal
Laparoskopi  gold standard penegakan diagnosis

8. Terapi Medika mentosa :


- Danazol
- GnRHa
- Gestrinon
- Mifepriston
- Pengahambat enzim aromatase (aromatic inhibitor) 
Varozole, letrozole
- Pil Kontrasepsi
- Depo medroxiprogesteron asetat (DMPA)
Operatif :
- Laparoskopi  Diutamakan untuk yang masih ingin punya
anak

49
- Laparatomi  Diutamakan untuk yang sudah punya cukup
anak

9. Edukasi 1. Sebelum pembedahan dalam bentuk pernyataan tertulis(lisan)


khusus pada tindakan Laparoskopi perlu dijelaskan kemungkinan
pengangkatan uterus saat pembedahan histerektomi total, salpingi-
ooforektomi bilateral
2. Dirawat bila terjadi nyeri yang hebat
3. Endometriosis bukan penyakit menular
4. Segera konsultasi ke dokter didapat nyeri haid, kemudian
,menikah dan tidak dikaruniai keturunan dalam waktu yang lama

10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam / malam


Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam / malam

11. Tingkat Evidens I / II / III / IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi

13. Penelaah Kritis Staf Bagian FER

14. Indikator Medis ………………………………………………………


……………………………………………………….

15. Kepustaan 1. Sarwono Prawirohardjo; Ilmu Kebidanan; Edisi Ketiga; Cetakan


1,2011
2. Tedjo Danudjo Oepomo; Endometriosis; UNS Press; Cetakan 1,
2012
3. HIFERI, Konsensus Tata Laksana Nyeri Haid Pada Endometriosis;
2013

50
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II FETAL DEATH
1. Pengertian: Kematian janin dalam rahim dengan umur kehamilan lebih dari 12
(Definisi) minggu dan sudah terbentuk struktur penulangan janin.
2. Anamnesis Anamnesa riwayat obstetri
 Kehamilan yang keberapa (paritas)
 Hari pertama haid terakhir-HPHT ( “last menstrual
periode”LMP ) riwayat menstruasi
 Usia kehamilan .
 Proses persalinan sebelumnya( spontan, tindakan, penolong
persalinan )
 Keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi.
 Keadaan bayi ( jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak
saat ini)
 Lama kawin, pernikahan yang keberapa
Anamnesa keluhan utama:
Ada terlambat haid atau amenorea kurang dari 20 minggu
Dengan atau tanpa perdarahan pervaginam
Riwayat penyakit penyerta: Diabetes melitus, penyakit jantung,
penyakit Asma, Alergi,
Riwayat penyakit keluarga
3. PemeriksaanFisik 1. Pemeriksaan tanda vital dan kondisi umum
2. Pemeriksaan Abdomen
Dengan atau tanpa nyeri perut
3. Pemeriksaan Gynecologi
Dengan atau tanpa perdarahan, ostium servic tertutup.
4. Kriteria Diagnosis Menyusut atau menghilangnya tanda-tanda kehamilan
5. Diagnosis Fetal Death
6. Diagnosis Banding 1. Missed Abortion
7.Pemeriksaan 1.Ultrasonografi : Ditemukan tanda-tanda kematian janin
penunjang 2.Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin, PT/APTT, Gol darah,
GDS.
8. Terapi 1.Lakukan prosedur induksi terlebih dahulu ( SOP induksi)
2.Pengeluaran janin dengan prosedur kuret.(SOP kuretase)
9. Edukasi 1.Pemberian informasi bahwa janin telah meninggal
2.Harus dilakukan evakuasi/melahirkan janin tersebut
10.Prognosis AdVitam : dubia ad bonam
AdSanam : dubia ad bonam
AdFungsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. PenelaanKritis Staf Bagian Gynecologi

51
14. Indikator Perdarahan
Gerakan janin (-)
15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R.
Prajitno Prabowo, 2010, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.
2. Cunningham. Et all 2010 Williams Obstetric 23rd Edition

52
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II HIPEREMESIS GRAVIDARUM

1. Pengertian: Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang hebat dalam
(Definisi) masa kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan,
penurunan berat badan atau gangguan elektrolit sehingga menggangu
aktivitas sehari – hari dan membahayakan janin didalam kandungan.
2. Anamnesis 1. Hari pertama haid terakhir-HPHT ( “last menstrual periode” LMP )
2. Kehamilan yang keberapa
3. Riwayatobstetri:
Usiakehamilan
Proses persalinan sebelumnya ( spontan, tindakan, penolong
persalinan )
Keadaan pasca persalinan, masa nifas danlaktasi.
Keadaan bayi( jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak saat ini ).
Pada primigravida :
Lama kawin, pernikahan yang keberapa
Perkawinan terakhir sudah berlangsung berapa tahun.
4. Kualitas dan kuantitas emesis pasien,
Anamnesa tambahan:
Anamnesa mengenai keluhan utama yang dikembangkan sesuai
dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan, makan, minum,
nafsu makan (kebiasaanbuang air kecil / buang air besar, kebiasaan
merokok, hewan piaraan, konsumsi obat-obat tertentu sebelum dan
selama kehamilan)
3. PemeriksaanFisik 1. Pemeriksaantanda vital
2. Periksa tanda-tandadehidrasi
Tingkat I
Ibu lemah, nafsu makan (-), BB turun, nyeri epigastric, nadi
meningkat 100x/mnt, TD sistolik turun, turgor naik, lidah kering,
mata cekung.
Tingkat II
Gejala tingkat I lebih berat ditambah dengan apatis,
hemokonsentrasi, oliguri, konstipasi &bau aseton (+)
Tingkat III
Gejala tk II dan III lebih parah, muntah berhenti, somnolen sampai
koma, nadi kecil &cepat, suhu naik, tensi turun, adanya enselopati
wernicke (nistagmus, diplopia, &perubahan mental)
3. Pemeriksaan Abdomen
Monitoring DJJ
4.Pemeriksaan Genetalia
Monitoring urin out put
4. Kriteria Diagnosis Muntah-muntah, intake kurang, asidosis, dehidrasi

53
5. Diagnosis Hiperemesis gravidarum
6. Diagnosis Banding 1.Muntah karena gastritis
2. Ulkuspeptikum
3. Hepatitis
4. Kolesistitis
5. Pielonefritis
7.Pemeriksaan 1.Pemeriksaan Lab : elektrolit
penunjang 2.Pemeriksaan Urinalisa
8. Terapi 1. Segera penderita dirawat, berikan cairan infus (Glukosa 5-10% Na
Cl Fisiologis), diberikan infus Ringer Dextrosa/asering
2. Koreksi asidosis dengan natrium bicarbonate
3. Obat anti emetic intra muscular atauperinfus
4. Penderita dipuasakan sampai muntah telah berkurang, diukur
Jumlah muntah (Cairan yang dimuntahkan) danurin 24 jam
Perawatan selama 3 hari bebas muntah di RS
5. Ukur balance cairan setiap hari
9. Edukasi 1. Pemberian informasi mengenai penyakit pasien
2. Pemberian informasi mengenai pengobatan penyakit
3. Pemberian informasi mengenai tanda bahaya dan komplikasi
Penyakit
10.Prognosis AdVitam : dubia ad bonam
AdSanam : dubia ad bonam
AdFungsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. PenelaanKritis Staf Bagian Gynecology
14. Indikator kondisidan vital sign ibu
Penatalaksanaan berdasarkan tingkatan Hiperemesis gravidarum
15. Kepustakaan 1.Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno
Prabowo, 2010, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
2. Cunningham. Et all 2010 Williams Obstetric 23rd Edition

54
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH HIPERPLASI ENDOMETRIUM


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Keadaan dimana lapisan endometrium tumbuh secara berlebihan.


Kelainan ini bersifat benigna( jinak )akan tetapi pada sejumlah
kasus dapat berkembang kearah keganasan uterus.
2. Anamnesis Perdarahan uterus abnormal.
3. PemeriksaanFisik Pada penderita perdarahan uterus abnormal yang disertai dengan
faktor resiko harus dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan
kemungkinan hiperplasia endometrium.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Klinis
3. Penunjang
5. Diagnosis Diagnosis pasti dengan Histopatologis
6. Diagnosis Banding 1. Kanker korpus uteri
2. Kanker serviks
3. Mioma uteri
7. PemeriksaanPenunjang 1. USG Transvaginal
2. Dilatasi dan Kuretase
3. Biopsi endometrium
4. Histeroskopi
8. Terapi Pada sebagian besar kasus ,terapi hiperplasia endometrium
diberikan progestin. Pada pasien hiperplasia komplek atipik
sebaiknya dilakukan histerektomi.
9. Edukasi 1. Penggunaan etsrogen pada pasca menopause harus disertai
dengan pemberian progestin untuk mencegah karsinoma
endometrium.
2. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan
terapi progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium
berlebihan.
3. Menurunkan berat badan.
10. Prognosis AdVitam: dubiaadbonam / malam
AdSanationam : dubiaadbonam / malam
AdFungsionam : dubiaadbonam / malam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. PenelaahKritis Staf Bagian Onkologi
14. IndikatorMedis Hidup tanpa hiperplasi, hidup dengan hiperplasi dan hidup dengan
kanker endometrium
15. Kepustakaan 1. Endometrial Hyperplasia, ACOG's Clinical Guidelines, 2012
2. Howard A Zacur , Endometrial Hyperplasia,UpToDate
Online, 2014
3. Berek and Novak’s, Endometrial Hyperplasia 2006.

55
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH INSISI ADHESI LABIA


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian: Suatu tindakan pembedahan untuk memperbaiki adhesi labia

2. Anamnesis 1. menanyakan keluhan pasien


2. onset dan kronologi dirasakan keluhan
3. mulai menstruasi, siklus bulanan menstruasi, perdarahan selama
menstruasi,nyeri menstruasi, nyeri divagina,nyeri perut.
3. PemeriksaanFisik 1. Pemeriksaantanda vital
2.Pemeriksaan abdomen
Teraba masa kistik apabila sudah sampai hematometra
3. Pemeriksaan Genitalia
Tampak labia mayor dan minor menyatu
Terdapatpenyatuankedua labia
5. Diagnosis Adhesi labia
6. Diagnosis Banding 1. Hymen imperforate
2. Vaginal septum
7.Pemeriksaan 1.PemeriksaanLaboratoriumdarah rutin.
penunjang 2. Pemeriksaan USG
Tampak timbunan darah divagina(hemtocolpos) dan dicavum uteri
(hematometra)
8. Terapi 1. Dokter menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga mengenai
Prosedur dan resiko tindakan dan selanjutnya menandatangani
Formulir persetujuan tindakan medis (Inform Consent)
2. Dokter memeriksa ulang kelengkapan rekam medis
3. Dokter melakukan tindakan sebagai berikut
a. pasien dalam posisi litotomi
b. operator dibantu asisten memasang kain lubang kecil
c. dilakukan penandaan pada genitalia eksterna untuk membuka
orificium sinus urogenital
d. Dilakukan incisi pada daerah adhesi
e. sonda sebesar digunakan melewati orificium sinus urogenital
dan raphe media dibuka menggunakan skalpel
f. epitel skuamous labia mayus dijahit dengan benang sintetik
absorbable 4-0
4. Dokter menulis laporan tindakan di rekam medis
9. Edukasi 1. Pemberian informasi bahwa mulut vagina menyatu
2. Pemberian informasi resiko, komplikasi, kekambuhan yang
dapat terjadi
10.Prognosis AdVitam : dubia ad bonam
AdSanam : dubia ad bonam
AdFungsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I

56
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaan Kritis Staf Bagian Urogynecology
14. Indikator Medis Terdapat penyatuan labia
15. Kepustakaan 1.Sarwono Prawiroharjo, Buku Acuan Nasional , Onkologi dan
Ginekologi, 2010,
2.Manuaba, Ida Bagus Gede,2003Konsep Obsetri dan gynekologi
Sosial Indonesia Jakarta : EGC

57
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH INDUKSI STIMULASI DENGAN OKSITOSIN


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Induksi adalah saha untuk menimbulkan his/memulai persalinan yang


sebelumnya belum terjadi.
Stimulasi usaha untuk menambah kekuatan his karena dinilai his terlalu
lemah dan tidak efektif untuk menambah pembukaan
2. Anamnesis Kondisi yang memerlukaninduksi, meliputi :
Indikasi :
- Hamil post term (serotinus)
- Ketuban pecahd ini
- Janin mati intra uterin (IUFD)
- Solutio plasenta
- Preeklampsia berat (gagal medika mentosa)
- Partuskala I tidakmaju
- Abortus insipiens
- Hamil dengan hipertensi
- Hamil dengan DM

Kontraindikasi :
- DKP (Disproporsi kepala panggul)
- Insufisiensi plasenta
- Malposisi dan malpresentasi janin
- Cacat rahim (riwayat SC, enukleasimiom)
- Grande multipara
- Gemelli
- Distensirahim yang berlebihan misalnya hidramnion
- Plasentaprevia

3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis : KU, VS : T, N, RR, S


Pemeriksaan Obstetrik :
Abdomen :
Leopold I : Teraba bagian besar janin, bulat, lunak, ballotemen (-)
Leopold II : Teraba tahanan memanjang dan bagia, Kecil janin
Leopold III : Teraba bagian besar janin, keras, bulat, ballottemen (+)
Leopold IV : Teraba bagian bawah janin masuk Panggul his (-), djj
(+) 11-12-11/reg
Genitalia :
inspekulo : vulva urethra tenang, dinding vagina dbn, portio lunak,
portio mendatar, pembukaan (-), air ketuban (+/-), lendirdarah (-)
VT : vulva urethra tenang, dinding vagina dbn, kepala turun di H2-3,
portio lunak, mencucu, pembukaan(-), kulitketuban (+/-),
penunjuk belum dapat dinilai, Air Ketuban (+/-), lendirdarah (-)
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis : sesuai dengan indikasi
Pemeriksaan fisik :
58
Status Generalis : KU, VS : T, N, RR, S
Pemeriksaan Obstetrik :
Abdomen :
Leopold I : teraba bagian besar janin, bulat, lunak, ballotemen (-)
Leopold II : Teraba tahanan memanjang dan bagian Kecil janin
Leopold III : Teraba bagian besar janin, keras, bulat, ballottemen (+)
Leopold IV : Teraba bagian bawah janin masuk Panggul his (-), djj
(+) 11-12-11/reg
Genitalia :
inspekulo : vulva urethra tenang, dinding vagina dbn,
portio lunak, portio mendatar, pembukaan
(-), air ketuban (+/-), lendirdarah (-)
VT : vulva urethra tenang, dinding vagina dbn, kepala
turun di H2-3, portio lunak, mencucu, pembukaan(-),
kulit ketuban (+/-), penunjuk belum dapat dinilai,
Air Ketuban (+/-), lendirdarah (-)
Pemeriksaan Penunjang :
1. NST : reaktif, kategori I
2.laboratorium dalam batas normal
3. USG dalam batas normal
4.Bishop score tinggi
5. Diagnosis induksi/stimulasi dengan oksitosin sesuai dengan indikasi

6. Diagnosis Banding Sesuai indikasi


7. PemeriksaanPenunja 1. NST
ng 2. Laboratorium darah
3. USG obs
4. Dopler

8. Terapi - Pasien dilakukan infus untuk pemberian oksitosin secara drip


- Isi : 5 unit oksitosin dalam 500 ml cairan D5% atau RL
- Tetesan dimulai dengan dosis initial 5mU per menit
- Timbulnya kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila dalam
waktu 15 menit his tetap lemah, tetesan dapat dinaikkan.
- Dosis kenaikan adalah 2 mu per 15 menit sampai kontraksi his
optimal
- His optimal/efisien4x @10 menit(interval 2-3 menit lama 40 – 50
detik)
- Tetesan maksimal diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin
30-40mUI per menit.
- Bila sudah mencapai kadar ini, namun kontraksi rahim belumt
imbuljuga, maka berapapun kadar oksitosin dinaikkan tidakakan
menimbulkan tambahan kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse
oksitosin dihentikan
- Dilakukan observasi cermat timbulnya tetania uteri, rupture uteri
iminen, gawat janin
- Bila kontraksi ade kuat, kadar tetesan dipertahankan, sebaliknya jika
kontraksi rahim sangat kuat, jumlah tetesan dapat dikurangi atau
sementara dihentikan
- Infus oksitosin dipertahankan sampai persalinan selesai, yaitu 1 jam

59
setelah lahirnya plasenta
- Bila sepanjang pemberian terjadi penyulit pada ibu maupun janin,
maka infuse oksitosin harus segera dihentikan dan kehamilan segera
diselesaikan dengan seksio sesarea

9. Edukasi 1. Efek obat oksitosin terhadap ibu dan janin


2. Komplikasi dari induksi/stimulasiruptur uteri, perdarahan
3. hiperstimulasi
4. tanda-tanda gawat janin
5. Ruptur uteri iminen
6. Cara meneran / melahirkan yang benar
7. Rencana tindakan jika induksig agalruptur sampai histerektomi

10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam


Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam
Dengan observasi ketat
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. PenelaahKritis Staf Bagian Obstetri
14. IndikatorMedis Jumlah Tindakan Induksi/stimulasi Oksitosin
15. Kepustakaan 1. Sarwono. IlmuBedahKebidanan. 2010
2. ACOG : Optimizing Protocols in Obstetrics. Ocytocin for Induction.
2011

60
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH INFEKSI INTRA PARTUM


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Infeksi intrapartum yaitu infeksi yang terjadi dalam persalinan yang
( Definisi ) ditandai dengan suhu naik ≥ 38 ˚C, takikardia ( nadi≥ 100 ), takipnea ( RR
> 24), air ketuban berbau dan lekosit ≥ 15.000/mm2. Infeksi dapat terjadi
antepartum, berupa khorioamnionitis yang mungkin asimtomatik,
intrapartum dan postpartum.
 Identifikasi infeksi :
Terjadi pada pre partum, kala I, II, III, IV
 Sebab infeksi :
Infeksi nosokomial (alat)
Infeksi iatrogenic, prosedur yang tidak aseptic
Ketuban pecah dini
 Etiologi : bakteri aerob dan anaerob, antara lain :
- Eschericia coli
- Clostridium
- Pseudomonas
- Streptococcus hemoliticus, dll
a. Pada Nifas :
Infeksi yang terjadi :
1. Endometritis puerpuralis
Komplikasi :
2. Thrombophlebitis
3. Flekmasia albadolen
4. Septikemia/ shock septic
2. Anamnesis Pasien datang dengan tanda-tanda infeksi, antara lain keluhan demam
sebelum atau pun setelah melahirkan, perdarahan, lochea yang berbau
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Keadaan umum pasien,
- Status Generalis, compos mentis
- Vital sign
Suhu> 38
Nadi> 100
RR > 24
2. Pemeriksaan Abdomen yaitu untuk tentukan tinggi fundus uteri untuk
evaluasi involusi uterus, nyeritekan
3. Pemeriksaan Ginekologi : yaitu:
Vaginal Toucher :
- Uterus subinvolusi
- Slinger pain
- Locheaberbau
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan penunjang

61
5. Diagnosis kerja Infeksi intra partum
6. Diagnosis Banding 1. Febris puerperalis
2. FebrisecThypoid
3. Hamil dengan febris
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
Penunjang yaitu, peningkatan lekosit. Trombosit tetap atau menurun menurun
Clotting time dan Bleeding time bias memanjang.
2. Ultrasonografi
3. Urinalisa
4. Kultur urib dan darah
8. Terapi 1. Rawat inap
2. Antibiotik broad spectrum
3. Evaluasi beberapa infeksi
4. Urinalisa
9. Edukasi 1. Penerangan mengenai penyakit, prognosa dan komplikasi yang timbul
yaitu septicemia, shock septic, DIC, akut renal failure
2. Pada Nifas, yaitu thrombophlebitis, Flekmasia albadolen, Septikemia/
shock septic
3. Penyembuhan : sembuh total, sembuh dengan sekuel/komplikasi,
tidak sembuh meninggal
4. Pencegahan :
1. Alat-alat pemeriksaan steril
2. Prosedur pemeriksaan aseptic
3. Toilet wanita setiap pemeriksaan dan tindakan vaginal
4. Penggunaan linen steril sebagai pelengkap pemeriksaan dan
tindakan
5. Obat antiseptik yang memadai
6. Penggunaan tempat dan pakaian khusus bersalin serta ruang
bersalin yang bersih
7. Penggunaan profilaksis
5. Vulva Hygiene
10. Prognosis AdVitam : dubia ad malam
AdSanationam : dubia ad malam
AdFumgsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. PenelaahKritis Staf Bagian Fetomaternal
14. IndikatorMedis ………………………………………………………
……………………………………………………….
15. Kepustakaan 1. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, 2012. Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri.
2. Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. 23 th edition. The
McGraw-Hill Companies.Inc.

62
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU
MUHAMMADIYAH INFERTILITAS
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian  Infertilitas primer merupakan kegagalan suatu pasangan untuk


mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan
berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi.
 Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuanseseorang memiliki
anak atau mempertahankan kehamilannya.
 Infertilitas idiopatik adalah pasangan infertil yang telah mengalami
pemeriksaan standar meliputites ovulasi, patensi tuba dan analisis
semen dengan hasil normal.
2. Anamnesis  Gaya hidup
(konsumsi alkohol, merokok, olahraga)
 Obat-obatan
 Pekerjaan
 Anamnesis pada perempuan:
- Pemeriksaan ovulasi (frekuensi dan keteraturan)
 Anamnesis pada laki-laki:
- Riwayat medis/ riwayat operasi sebelumnya
- Riwayat penggunaan obat-obatan dan alergi
- Gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik
- Riwayat penggunaan alat kontrasepsi
- Riwayat infeksi sebelumnya
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan pada perempuan:
- Pemeriksaan ovulasi
- Pemeriksaan Chlamydia trachomatis
- Penilaian kelainan uterus
- Penilaian lendir serviks pasca senggama
- Penilaian kelainan tuba
Pemeriksaan pada laki-laki:
- Penampilan umum: tanda-tanda kekurangan rambut pada tubuh,
ginekomastia, BB, TB, tekanan darah.
- Palpasi skrotum saat berdiri untuk menentukan ukuran dan
konsistensi testis. Testis yang lunak dan kecil dapat
mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu.
- Palpasi epididimis untuk melihat adanya distensi atau indurasi.
Perhatikan tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.
- Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis (mikropenis,
hipospadia)
- Pemeriksaan colok dubur untuk mengidentifikasi adanya
pembesaran prostat.
Pemeriksaan pada kasus infertilitas idiopatik:
- Analisis semen

63
- Penilaian ovulasi dan evaluasi patensi tuba dengan histeroskopi,
HSG atau laparoskopi. Peran hiteroskopi dalam pemeriksaan
infertilitas adalah untuk mendeteksi kelainan kavum uteri yang
dapat mengganggu proses implantasi dan kehamilan serta untuk
mengevaluasi manfaat modalitas terapi dalam memperbaiki
endometrium.
4. Kriteria Diagnosis 1. Gangguan haid atau perdarahan abnormal amenorea
2. Gangguan akibat penekanan tumor mioma submukosum, polip
endometrium, leiomyoma
5. Diagnosis Infertilitas
6. Diagnosis Banding 1.Aminorea
2.Endometriosis
3. Mioma submukosum
4. Polip Endometrium
5. Leiomyoma
7. Pemeriksaan 1.Ultrasonografi.
Penunjang 2.pemeriksaan kadar FSH
8. Terapi 1. Laparoskopi atau Laparotomi
2. Histeroskopi
3. Obat penekan Ovulasi (progesteron, gestrinone, pil kombinasi oral,
agonis GnRH)
9. Edukasi 1. Gaya hidup sehat
2. Meningkatkan keharmonisan rumah tangga
3. Olah raga teratur
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam / malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam / malam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi

13. Penelaah Kritis Staf Bagian FER

14. Indikator Medis ………………………………………………………


……………………………………………………….

15. Kepustaan 1. HIFERI; PERFITRI; IAUI; POGI; Konsensus Penanganan


Infertilitas; 2013

64
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH IVA TEST


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Pemeriksaan inspeksi visual dengan Asam asetat (IVA) adalah


pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara melakukan
pulasan asam asetat 3–5% pada serviks secara inspekulo dan
dilihat dengan penglihatan mata langsung.

2. Anamnesis

3. Pemeriksaan Fisik Serviks yang diberi 5% asam asetat akan berespon lebih cepat
daripada 3% larutan tersebut..Efek akan menghilang 50-60 detik.
Jika semakin putih maka makin tinggi derajat kelainan
histopatologinya .
Jika pada pulasan Asam Asetat 3–5% terjadi perubahan warna
“aceto white epithelial” pada serviks, dapat ditegakkan diagnosis
adanya lesi prakanker.

4. Kriteria Diagnosis Dari temuan pemeriksaan IVA, dapat dikategorikan:


 Normal
 (Servisitis)
 IVA (+) mengindikasikan Lesi prakanker serviks
 Kanker.

5. Diagnosis Lesi Prakanker


6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Pap,smear
Penunjang 2. Pemeriksaan Kolposkopi.

8. Terapi
9. Edukasi 1. Apabila tampilan serviks sudah mencurigakan kanker ,
pemeriksaan IVA tidak perlu dilakukan.
2. Jika SSK( sambungan Skuamo kolumnar) dapat dilihat semua,
lanjutkan dengan memulas dengan asam asetat , jika SSK tidak
terlihat semuanya lanjutkan dengan pemeriksaan test pap.
10. Prognosis Ad Vitam: dubia ad bonam / malam
Ad Sanationam: dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam: dubia ad bonam / malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Onkologi
14. Indikator Medis 1. Normal : licin,merah muda bentuk portio normal
2. Atipik: ektropion polip atau ada cervikal wart
3. Abnormal ( indikasi Lesi Prakanker Serviks) : plak putih, epitel

65
acetowhite( bercak putih)
4. Kanker serviks : pertumbuhan seperti bunga kol, pertumbuhan
mudah berdarah.

15. Kepustakaan 1. Panduan Pelayanan Klinik. Kanker Gynekologi HOGI ,Edisi 3 -


2013 .
2. Sarwono Prawiroharjo, Buku Acuan Nasional , Onkologi dan
Ginekologi, 2010,

66
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KANKER SERVIKS


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Kanker serviks adalah penyakit ganas pada serviks uterus yang di
sebabkan oleh infeksi human papiloma virus (HPV) grup
onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan 18 serta
filogeniknya
3. Anamnesis Pada stadium awal belum timbul gejala klinis yang spesifik.
Sebagian besar mengeluh keputihan berulang dan bercampur
darah,perdarahan sesudah senggama, metroragia, menoragia,
menometroragia.
Pada stadium lanjut, sel kanker invasif ke parametrium dan
jaringan di rongga pelvis, sehingga menimbulkan gejala perdarahan
spontan dan nyeri panggul, bahkan ke pinggul dan paha.
Beberapa penderita mengeluh nyeri berkemih kencing berdarah dan
perdarahan dari dubur.
Metastase ke KGB inguinal dapat menimbulkan edema tungkai
bawah.
Invasi dan metastase dapat menimbulkan gejala penyumbatan
ureter distalyang mengakibatkan gejala uremia.
3. PemeriksaanFisik Inspeksi Perdarahan pervaginam atau discharge.
Palpasi RVT dapat menilai infiltrasi kanker pada vagina dan
rektum, portio berubah menjadi massa tumor, endofitik/eksofitik,
rapuh, mudah berdarah, juga menilai adakah infiltrasi di anus atau
KGB penting untuk stadium kanker serviks.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis : histopatologi jaringan Biopsi.Sebagianbesarjenisepitel
(karsinomaselskuamosa), sisanyadapatmerupakanadeno-
karsinomaataujenis lain.
Penentuan stadium pada kanker serviks dengan berdasarkan temuan
klinis oleh ahli yang berpengalaman dengan narkosis. Pemeriksaan
klinis mencakup inspeksi, palpasi, kolposkopi, kuretase
endoserviks, sistoskopi, proktosopi, IVP, X-rays toraks dan tulang.
Adanya metastasis pada kandung kencing atau rektum harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologis.

Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis


berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan ginekologik, tmsk
pemeriksaan kelnjar getah bening, pemeriksaan panggul, dan
pemeriksaan rektal.

67
Stadium Kanker Serviks menurut FIGO (2009) :
Stadium Klinis
Stadium Ia Invasi hanya dapat dikenali
secara mikroskopis.
Kedalaman invasi ke stroma
< 5 mm dan penyebaran
horisontal < 7 mm.
Stadium Ia1 Invasi stroma dg kedalaman
≤ 3mm
Stadium Ia2 Invasi stroma dg kedalaman
3-5mm

Stadium Ib Lesi lokal lanjut, namun


terbatas pada serviks
Stadium Ib1 Lesi lebih kurang atau sama
4 cm
Stadium Ib2 Lesi lebih besar dari 4 cm
Stadium II Lesi keluar melewati uterus
namun belum mencapai
dinding pelvis atau mencapai
2/3 proksimal vagina
Stadium IIa Tanpa invasi ke parametrium
Stadium IIa1 Lesi yang tampak ≤ 4 cm
Stadium IIa2 Lesi yang tampak > 4 cm
Stadium IIb Dengan penyebaran ke
parametrium
Stadium III Tumor menyebar sampai
dinding panggul dan
mencapai 1/3 bawah vagina
dan atau menyebabkan
hidronefrosis/ kerusakan
ginjal.
Stadium IIIa Tumor mencapai 1/3 distal
dinding vagina, namun
belum mencapai dinding
panggul
Stadium IIIb Penyebaran sampai dinding
panggul dan atau terdapat
hidronefrosis dan kerusakan
ginjal
Stadium IVa Penyebaran ke organ sekitar
Stadium IVb Penyebaran jauh
5. Diagnosis Kanker Serviks dengan stadium didasarkan kriteria FIGO 2009
6. Diagnosis Banding 1. Kanker Endometrium
2. Servisitis kronis
7. PemeriksaanPenunjang  Histologi
Diagnosis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan histologi:
o Biopsi diambil dari tumor primer jaringan yang segar,
direndam dalam buffer formalin.

68
o Sediaan operasi yaitu uterus dengan atau tanpa adneksa, kgb
paraaorta, iliaka komunis, iliaka eksterna, interna dan
obturatoria. (item ini tidak masuk dalam materi diagnostik).
o Deskripsi mencakup jenis histologi, diferensiasi, reaksi
limfosit, nekrosis, invasi ke saluran limfe dan vaskuler,
invasi parametrium, batas sayatan vagina, dan metastasis
kgb termasuk ukuran dan jumlah kgb.
 Radiologik
Pemeriksaan foto toraks, BNO-IVP, USG (optional: CT-scan
abdomen dengan kontras dan MRI dan, bone scanning / bone
survey)
 Endoskopi
Pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi pada stadium lanjut (>
IIb).
 Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi dan kimia darah lengkap (optional: SCC,
untuk karsinoma skuamosa dan CEA untuk adeno-karsinoma,
Ca125).
8. Terapi 1. Stadium 0/CIS konisasi (cold and hot knife)
2. Stadium IA1 (LVSI negatif)konisasi (cold knife)
3. Stadium IA1 (LVSI positif) Operatif (trakelektomi radikal dan
limfadenektomi pelvis)/radiasi
4. Stadium IA2, IB1, II A1Operatif (Radikal Histerektomi +
limfadenektomi pelvik)
Non Operatif : Radiasi (EBRT dan brakiterapi), kemoradiasi (
EBRT + kemoterapi konkuren dan brakiterapi)
5. Stadium IB2 dan IIA2 1. Neoadjuvan kemoterapi dilanjutkan
Operatif. 2.Operatif
6. Stadium IIB  1. Neoajuvan kemoterapi lanjutkan operatif. 2.
Radiasi atau kemoradiasi
7. Stadium IIIA-IIIB Kemoradiasi
8. Stadium IVA Radiasi atau kemoradiasi
9. Stadium IVB Paliatif

Kanker Serviks Residif


Definisi
Sembuh primer pascaradiasi (klinis respon komplit 3 bulan
pascaradiasi)
Bila serviks ditutup oleh epitel normal Pada pemeriksaan rekto
vaginal kalau ada indurasiterabalicin, tida kberbenjol. Tidak ada
tumor noduler hanya teraba jaringan fibrotik, tidak didapatkan
metastasis di tempat lain.

Persisten pascaradiasi (dapat berarti stable disease atau respons


partial)
Bila massa tumor mengecil tidak sampai 25% (Stable)
Bila massa tumor masih tersisa 25% (partial).

Residif pascaradiasi
Bila tumor tumbuh kembali di pelvis atau distal setelah serviks dan

69
vagina dinyatakan sembuh.

Persisten pascaoperasi
Bila dalam lapangan operasi masih terlihat masa tumor secara
makroskopik atau terjadi residif lokal dalam waktu 1 tahun pasca
operasi.

Residif post operatif


Bila ditemukan masa tumor pascaoperasi di mana massa tumor
sudah terangkat secara makroskopik dan tepi sayatan dinyatakan
bebas secara histologik.

Kegagalan sentral atau lokal


Bila terdapat lesi yang atau residif di vagina, uterus, vesika
urinaria, rektum dan bagian medial dari parametrium.

Kanker baru
Timbul lesi local setelah paling sedikit 10 tahun sesudah radiasi
pertama. Bila setelah pengobatan (radiasi/operasi) tumor
hilang kemudian timbul kembali maka disebut residif. Proses
residif dapat terjadi local yaitu, bila mengenai serviks, vagina
2/3 atau 1/3 proksimal parametrium, regional bila mengenai
distal vagina/panggul atau organ di sekitarnya yaitu rectum
atau vesi kaurinaria. Metastasis jauh bila timbul jauh di luar
panggul.
9. Edukasi Penjelasan tentang diagnosa dan stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan
10. Prognosis AdVitam : dubia ad malam
AdSanationam : dubia ad malam
AdFumgsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. IndikatorMedis 1.Monitoring efek sampingkemoterapi terhadap saluran cerna,
hematologi (kadar hemoglobin, kadar neutrofil, leukosit dan
trombosit)
2. penilaian respon secara klinis( pemeriksaan rektovaginal dan
USG)
14. Kepustakaan 1. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi, ed-3,2013,hal 32-
40.
2. European Society Gynecology Oncology (ESGO), Algoriyms for
managemant of cervical cancer, 2011.
3. Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013. National
Comprehensve Cancer network.
4. Precorelli S; Revised FIGO staging for carcinoma of the vulva,
cervix, and endometrium. Int J Gynaecol Obstet 105 (2): 103-4,
2009.

70
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KANKER OVARIUM


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Proses keganasan primer yang terjadi pada organ ovarium

3. Anamnesis Berat badan menurun, distensi perut bawah, haid tidak teratur,
keluhan dispepsia, cepat lelah dan kadang nyeri.
4. PemeriksaanFisik Pemeriksaan fisik umum ditemukan massa diabdomen atau pelvis
dan ascites. Bila massa tersebut padat, bentuk ireguler dan terfiksir
kedinding panggul keganasan perlu dicurigai.
5. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Klinis
3. Penunjang
6. Diagnosis Diagnosis pasti dengan Histopatologis
Penentuan stadium dilakukan dengan surgical staging
7. Diagnosis Banding 1. Tumor ovarium jinak
2. Tumor korpus uteri
3. Mioma uteri
4. TBC peritoneal
5. Tumor abdomen non-ginekologis lainnya.
8. PemeriksaanPenunjang 1. USG abdominal dan vagina/rectal (dianjurkan pemeriksaan
dengan color doppler)
2. CT scan atau MRI (optional)
3. Laboratorium : Ca 125, CEA.
Bila usia muda AFP dan LDH, Beta HCG kuantitatif
9. Terapi 1. Pembedahan Laparatomi (surgical staging ataudebulking)
2. Terapi adjuvan kemoterapi
10. Edukasi 1. penjelasan tentang diagnosa dan stadium penyakit
2. Rencana terapi
3. Hasil pengobatan
4. Kemungkinan komplikasi
11. Prognosis AdVitam: dubiaadbonam / malam
AdSanationam: dubiaadbonam / malam
AdFumgsionam: dubiaadbonam / malam
12. Tingkat Evidens I
13. Tingkat Rekomendasi A
14. PenelaahKritis Staf Bagian Onkologi
15. IndikatorMedis Hidup tanpa tumor, Hidup dengan tumor, meninggal
16. Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), jakarta 2013
2. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi, jakarta 2006

71
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KANKER VULVA


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Kanker vulva merujuk pada pertumbuhan abnormal dan bersifat


kanker di organ kelamin wanita luar.
Vulva merujuk pada organ kelamin wanita luar, yang meliputi bibir
kemaluan, introitus vagina, clitoris dan perineum

2. Anamnesis  Keluhan gatal, panas atau nyeri di daerah vulva yang tidak
sembuh.
 Pembengkakan atau pertumbuhan menyerupai kutil di daerah
vulva.
 Penebalan atau kemerahan ataupun bercak putih atau pigmen
di kulit vulva.
 Perdarahan pervaginam yang tidak sesuai dengan siklus haid

3. PemeriksaanFisik  Dengan speculum tidak didapatkan kelainan di serviks


 Lesi invasive yang masih terlokalisasi terlihat di vulva
 Pemeriksaan dalam vagina-rektal dapat mengetahui besarnya
uterus, perluasan keparametrium, rectum
 Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran
hati, massa di abdomen pada penyakit yang sudah meluas

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis


2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang.
4. Histopatologi

5. Diagnosis Stadium Kanker Vulva (FIGO 2009)

IA : Lesi≤ 2cm terbatas di vulva atau perineum dengan invasistroma


< 1 mm
IB : Lesi> 2 cm terbatas di vulva atau perineum denganin vasi > 1
mm
II : Tumor dengan ukuran berapapun dengan penyebaran (1/3
bawah vagina, 1/3 bawahuretra, anus)
IIIA: Tumor dengan ukuran berapapun dengan KGB inguinal-femoral
positif
(i) 1 KGB metastasis ≥ 5 mm
(ii) 1-2 KGB metastasis < 5mm
IIIB:
(i) 2 ataulebih KGB metastasis ≥ 5 mm
(ii) 3 ataulebih KGB metastasis < 5mm

72
IIIC: Positif 1 KGB atau lebih dengan penyebaran ekstrakapsular
IVA:
(i) Tumor menginvasistruktur regional lain (2/3 atasuretra, 2/3
atas vagina). Mukosa kandung kemih, mukosa rectum, atau
melekat pada tulang pelvik
(ii) KGB inguinal-femoral yang melekat atau ulserasi
IVB: Adanya metastasis di daerah mana saja termasuk KGB pelvik

6. Diagnosis Banding  Vulvitis


 VIN
 Metastasis darikanker organ lain

7. PemeriksaanPenunjang  USG
 Laboratoriumdarah

8. Terapi Operabel
 Wide Eksisi
 Vulvektomi simple
 Vulvektomiradikal + limfadenektomi inguinal
 Radiasiajuvan
Non Operabel
 Radiasi/Kemoradiasi

9. Edukasi 1. Progresivitas penyakit


2. Rencana pengobatan
3. Kepatuhan pengobatan dan evaluasi

10. Prognosis AdVitam: dubia ad malam


AdSanationam: dubia ad malam
AdFumgsionam: dubia ad malam

11. Tingkat Evidens II

12. Tingkat Rekomendasi A

13. PenelaahKritis Staf Bagian Onkologi

14. IndikatorMedis Luaran hidup tanpa tumor, hidup dengan tumor, meninggal

15. Kepustaan 1. Himpunan Onkologi GInekologi Indonesia. Panduan Pelayanan


Klinik Kanker Ginekologi Edisi 3-2013.
2. Gatot Purwoto. Kanker Vagina dan Vulva. Buku Acuan Nasional
Onkologi Ginekologi 2010.

73
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KEHAMILAN LEWAT WAKTU


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu ( 294 hari ) atau


lebih,dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus
Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari
2. Anamnesis - Hari Pertama Haid Terakhir
- Siklus haid
- Riwayat pemeriksaan antenatal
3. Pemeriksaan Fisik 1. Status Generalis
- Tanda vital ibu
- Pemeriksaan kepala, leher, dada, extremitas
2. Status Obstetri
- Pemeriksaan Abdomen: pemeriksaan Leopold I-IV,Tinggi
Fundus Uteri, Denyut Jantung Janin, kontraksi uterus, Osborn
test.
- Pemeriksaan Genitalia:
a) Vaginal toucher: Skor Bishop
b) Inspekulo pada keadaan tertentu : Perdarahan antepartum
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis:
- Pasien merasa hamil lebih dari 10 bulan / usia kehamilan 
42 mgg
- Penderita yakin betul dengan HPHT-nya
- Siklus haid teratur
2. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan kesejahteraan janin
- Pemeriksaan keadaan serviks (skor Bishop)
3.Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium: darah, urin
- USG: Maturasi plasenta, volume air ketuban
5. Diagnosis Kehamilan lewat bulan, kehamilan serotinus, kehamilan lewat
waktu, kehamilan postterm
6. Diagnosis Banding 1.Kehamilan Aterm
2.Kehamilan dengan ibu lupa HPHT
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium: darah, urin
Penunjang 2.Doppler
3.CTG
4. USG
8. Terapi 1.Terminasi kehamilan pervaginam, bila:
- Pemeriksaan kesejahteraan janin (CTG & USG) baik
- Induksi persalinan dengan Oksitosin drip 5 IU dalam 500ml
RL (2 botol) bila Skor Bishop  5
- Induksi persalinan dengan Misoprostol tablet 25 mcg/5jam (2
seri) bila Skor Bishop < 5

74
2.Terminasi kehamilan per abdominam (Sectio Cesarea) bila:
- Kesejahteraan janin (CTG & USG) kurang baik
- Ada tanda-tanda gawat janin
9. Edukasi 1.Asfiksia janin
2. Kematian janin
10. Prognosis Ad Vitam : dubia
Ad Sanationam : dubia
Ad Fungsionam : dubia
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Fetomaternal
14. Indikator ………………………………………………………
……………………………………………………….
15. Kepustakaan 1. Hariadi, R., dkk. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal, Edisi
perdana. Jilid I..
2. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin,
Clark. 2010. William‘s Obstretics 23rd edition.

75
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH FETAL DEATH


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian: Kematian janin dalam rahim dengan umur kehamilan lebih dari 12
minggu dan sudah terbentuk struktur penulangan janin.
2. Anamnesis Anamnesa riwayat obstetri
 Kehamilan yang keberapa (paritas)
 Hari pertama haid terakhir - HPHT ( “last menstrual
periode”
 LMP ) riwayat menstruasi
 Usia kehamilan : ( abortus, preterm, aterm, postterm ).
 Proses persalinan( spontan, tindakan, penolong persalinan )
 Keadaan pasca persalinan, masanifas dan aktasi.
 Keadaan bayi ( jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak
saat ini)
 Lama kawin, pernikahan yang keberapa
Anamnesa keluhan utama:
Mulai dirasakan gerakan janin, terakhir dirasakan gerakan
janin,nyeri perut, riwayat trauma, riwayat konsumsi obat-obatan
dan alkohol, riwayat perdarahan, riwayat merokok.
Riwayat penyakit penyerta: Diabetes melitus, penyakit jantung,
penyakit Asma, Alergi,
Riwayat penyakit keluarga
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan tanda vital dan kondisi umum
2. Pemeriksaan Abdomen
Dengan atau tanpa nyeri perut
3. Pemeriksaan Gynecologi
Dengan atau tanpa perdarahan, ostium servic tertutup.
4. Kriteria Diagnosis Menyusut atau menghilangny tanda – tanda kehamilan
5. Diagnosis Fetal Death
6. Diagnosis Banding 1. Missed Abortion
2.Kehamilan Mola
7. Pemeriksaan 1. Ultrasonografi : Ditemukan tanda – tanda kematian janin
penunjang 2. Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin, PTAPTT, Gol darah,
GDS, CT, BT, fibrinogen.
8. Terapi 1.Lakukan prosedur induksi terlebih dahulu ( SOP induksi)
2.Pengeluaran janin dengan prosedur kuret.(SOP kuretase)
9. Edukasi 1.Pemberian informasi bahwa janin telah meninggal
2.Harus dilakukan evakuasi/melahirkan janin tersebut
10.Prognosis AdVitam : dubia ad bonam
AdSanam : dubia ad bonam
AdFungsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat A

76
Rekomendasi
13. Penelaan Kritis Staf Bagian Gynecologi
14. Indikator Perdarahan
Gerakan janin
15. Kepustakaan 1. Sarwono Prawiroharjo, Buku Acuan Nasional , Onkologi dan
Ginekologi, 2010,
2. Manuaba, Ida Bagus Gede,2003Konsep Obsetri dan gynekologi
Sosial Indonesia Jakarta :EGC

77
PANDUAN PRAKTEK KLINIK

RS PKU MUHAMMADIYAH KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Kematian janin dalam rahim adalah suatu keadaan dimana janin
sejak di dalam rahim sudah tidak menunjukkan tanda-tanda
kehidupan seperti denyut jantung janin, gerak janin, maupun
tanda-tanda lain yang dapat diperoleh dengan alat bantu
diagnostik.

2. Anamnesis Dirasa kehilangan gerakan janin, kehilangan berat badan dan,


perubahan payudara, dan hilangnya nafsu makan
3. PemeriksaanFisik  Pertumbuhan janin (-), bahkan mengecil sehingga tinggi
fundus uteri menurun
 DJJ tidak terdengar dengan fetoskop dan dopastikan
dengan doppler
 Berat badan ibu menurun
 Tulang kepala janin kolaps

4. Kriteria Diagnosis 1. Kriteria diagnosis


a. Pengukuran TFU
TFU lebih kecil dengan umur kehamilan.
b. Gerakan janin dalam rahim
Gerakan janin tidak ada pada umur kehamilan 18 – 20
minggu.
c. DJJ
Tidak terdengar denyut jantung janin (DJJ) pada umur
kehamilan :
 Stetoskop Laenec 18 – 20 minggu.
 Doppler 12 minggu.

5. Diagnosis Kematian Janin Dalam Rahim


6. Diagnosis Banding 1. Mioma uteri
2. Molahidatidosa
7. PemeriksaanPenunjang a. USG
Bila didapatkan satu atau lebih tanda sebagai berikut :
- “Echo discreption” dari “gestational sac”
- Pengurangan penampang GS dibanding pengukuran
yang dibuat 2 minggu terakhir.
- Tidak terlihat gerakan janin
- Tidak terlihat DJJ
- Nampak gambaran “Spalding sign” tulang tengkorak
b. Pemeriksaan Radiologi
- Angulasi tulang belakang janin
- “Spalding sign” sebagai gambaran tumpang tindih

78
tulang tengkorak janin
- Terlihat adanya udara di dalam pembuluh darah
besar janin 1 sampai 2 hari setelah kematian,
disebut “Hallo sign”
c. Pemeriksaan Laboratorium
 Ibu :
 Kadar AFP serum darah ibu.
- Kadar AFP tidak hamil 5 ug/ml
- Kehamilan 30 minggu 500 ug/ml
- Nilai AFP yang tinggi merupakan resiko
tinggi, hal ini terjadi pada :
o “Rhesus isoimmunization”
o Gawat janin sampai kematian janin
o Bila kadar AFP tetap tinggi pada 3x
pemeriksaan pertengahan kehamilan,
punya resiko kematian janin dalam rahim

 Janin :
 Pemeriksaan amnion dengan amniosintesis
Warna air ketuban normal jernih, bila
ternodamekonium maka dapat berupa warna
hijau, kuning, coklat muda, coklat tua sampai
hitam, dapat pula air ketuban kental, keruh
seperti lumpur yang merupakan tanda terjadinya
gawat janin sampai kematian janin.
 Kreatinin fosfokinase
- Kadar normal dalamcairan amnion 30 uU/ml
- Pada kematian janin dapat meningkat sampai
1.000 IU/ml
- Kenaikan kadar kreatinin fosfokinase terjadi
pada 4-5 hari kematian janin dalam rahi
 AFP -- --
- Kematian janin dalam rahim dapat diduga jika
ditemukan :
- Kadar AFP serum padakehamilan 13 minggu
+ 100% AFP cairan amnion padakehamilan
normal
- AFP serum maupun cairan amnion menurun
sampai 1/100 dari kadar normal
 Bila kadar AFP maupun cairan amnion tetap
tinggi
 Kromosom
Monosomiautosom dianggap sebagai penyebab
kematian janin
 Amniografi
Air ketuban diperiksa setelah disentri fuge
dengan spektro foto meter untuk melihat
kensentrasi bilirubin dan oksihemoglobin  bila
kadar bilirubin sangat tinggi, kemungkinan

79
kematian janin dalam waktu 7-10 hari sebesar
56% - 80%.
 Fetoskopi
Merupakan cara untuk melihat janin dan plasenta
secara langsung dengan endoskop.
8. Terapi Janin yang mati dalam rahim sebaiknya segera dikeluarkan
secara :
1. Lahir spontan
75% akan lahir spontan dalam 2 minggu.
2. Persalinan anjuran
a. Dilatasi serviks dengan batang laminaria
Setelah dipasang, 12-24 jam kemudian dilepas dan
dilanjutkan dengan infusoksitosin sampai terjadi
pengeluaran janin dan plasenta.
b. Dilatasi serviks dengan kateter Folley
 Untuk umur kehamilan > 24 minggu kateter
Folley no. 18 dimasukkan dalam kanalis
servikalis di luar kantong amnion.
 diisi 50 ml aquadest steril.
 Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat
katrol, ujung tali diberi beban sebesar 500 gr.
 Dilanjutkan infusoksitosin 10 U dalam dekstrose
5% 500 ml, mulai 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes
tiap 15 menit sampai his adekuat
c. Infusoksitosin
Keberhasilan sangat tergantung pada pematangan
serviks yang dinilai dengan skor Bishop, bila nilai =
5 akan lebih berhasil. Dipakai oksitosin 5-10 U
dalam dekstrose 5% 500 ml, mulai 8 tetes/menit
dinaikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai his adekuat.
d. Induksi prostaglandin
Dosis :
1. PgE-2 dalam bentuk suppositoria diberikan 20
mg, diulang 4-5 jam.
2. PgF-2 diberikan dalam bentuk suntikan IM 400
mg
3. PgE-2 5 mg/ml dalam larutan NaCl 0,9%
dimulai 0,625 mg/ml dalam bentuk infus.
3. Persalinan buatan
Tindakan untuk mengakhiri persalinan yang sedang
berlangsung :
a. Lewat vagina
Bedah destruktif : kraniotomi, eviserasi, kleidotomi
b. Lewat abdomen
- Bedah Caesar : bila ada indikasi obstetri yang
jelas, misalnya kematian janin dalam rahim
pada plasenta previa totalis
- Laparotomi : pada kasus ruptura uteri untuk
mengambil anak dilanjutkan dengan
histerektomi/histerorafi.

80
9. Edukasi  Mencegah trauma emosional yang beraa bila waktu
kematian janin dan persalinan cukup lama
 Jelaskan kepada pasien dan keluarga seluruh prosedur
pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan.
 Bila belum pasti penyebab kematian hindari
memberikan informasi yang tidak tepat
 ANC rutin untuk kehamilan selanjutnya
 Persiapan prekopsepsi untuk kehamilans elanjutnya

10. Prognosis AdVitam : dubia ad bonam


AdSanationam : dubia ad bonam
AdFunsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. PenelaahKritis Staf Fetomaternal
14. IndikatorMedis  Anamnesa
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Patologianatomi
15. Kepustakaan 1. Prawirohardjo S. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. KematianJanin, 2006
2. Mochtar R. Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif dan
Obstetri Sosial, 1998
3. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. 2005

81
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KEMOTERAPI


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Kemoterapi adalah cara pengobatan terhadap kanker dengan


menggunakan obat-obat anti kanker yang lazim disebut sitostatika.
2. Anamnesis - Riwayat Perdarahan pervagianam , flour Albus
- Riwayat menstruasi,
- Riwayat contact Bleeding
3. PemeriksaanFisik - Conjungtiva ,
- Pemeriksaan Thorax
- Pemeriksaaan Genetalia
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinikal staging
2. Surgical staging
3. Pemeriksaaan Histopatologi PA
5. Diagnosis
6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan Penunjang 1. PemeriksanLaboratorium:


a. Hb> 11 g%
b. Lekosit> 5000/mm3
c. Trombosit> 150.000/mm3
2. Pemeriksaaan Xray Thorax
3. Pemeriksaan Ultrasonografi
4. Pemeriksaan Faal ginjal dan hatibaik..
8. Terapi Beberapa kemoterapi yang biasa dipakai:
1 Mitomycin (MMC): 10 mg/m2, iv bolus.
2 Methotrexate (MTX): 0,4 mg/kgBB/hari, im (5 hari).
3 Etoposide: 100 mg/m2/hari, iv bolus (5 hari).
4 Cyclophosphamide: 400 – 600 mg/m2, perdrip.
5 Cisplatinum: 40 – 60 mg/m2, perdrip.
6 Doxorubicin: 60 mg/m2, perdrip.
7 Vinblastine 0,3 mg/m2, iv, bolus.
8 Bleomycin 15 mg, iv, bolus.
Catatan:
- Pemberian obat-obat perdrip memperhatikan diuresis (diukur
tiap jam, bila< 100 cc beri injeksi Furosemid 1 amp., iv).
- Bila pasien masih muntah-muntah hebat, bisa diberikan
Primperan tambahan 1 amp., IV.
- Bila pengobatan dan infus selesai (jumlah cairan yang masuk
4000 ml), pasien diberikan:
 Dexamethason 3 x 1 tab (5 hari)
 Primperan 3 x 1 tab (5 hari)
 Inbion 1 x 1 tab (5 hari)
- Interval pemberiantiap 4 minggu.

82
-Periksa:
o Ureum, Creatinin: minggu 2
o Hb, AL, AT: minggu 1, minggu 3
 Protein total, albumin, globulin, SGOT, SGPT,
Bilirubin direk/indirek, Hb, AL, AT.
o Pasienharusdiberisekurang-kurangnya 3 seri pengobatan
sebelum rejimen tersebut dianggap tidak efektif.
Cara pemberian:

1. Protokol pemberian Cisplatin dan Doxorubicin (AP)


Jam Uraian Keterangan

0 a. PasangNaCl 0,9% 500 cc Habis 2 jam (80 tpm)


b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
2 a. Pasang Dextrose 5%
b. Masukkan Doxorubicin dosis penuh Habis 2 jam (80 tpm)
kedalam botol infus
4 a. PasangNaCl 0,9% 500 cc
b. MasukkanCisplatin ½ dosis
kedalam botol infus Habis 2 jam (80 tpm)
c. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
6 a. PasangNaCl 0,9% 500 cc
b. MasukkanCisplatin ½ dosis Habis 2 jam (80 tpm)
kedalam botol infus
8 a. Pasang Dextrose 5% Habis 4 jam (40tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
12 a. Pasang Dextrose 5% Habis 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
16 a. Pasang Dextrose 5% Habis 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
20 a. Pasang Dextrose 5% Habis 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg

2. Protokol pemberian Cyclophosphamide-Doxorubicin-Cisplatin


(CAP)

83
Jam Uraian Keterangan

0 a. PasangNaCl 0,9% 500 cc Hbs 2 jam (80 tpm)


b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui
Diazepam 5 mg slang infus
Cyclophosphamide dosis penuh selama 10’
2 a. Pasang Dextrose 5%
b. Masukkan Doxorubicin dosis penuh Hbs 2 jam (80 tpm)
kedalam boto linfus
4 a. PasangNaCl 0,9% 500 cc
b. MasukkanCisplatin ½ dosisHbs 2 jam (80 tpm)
kedalam botol infus
c. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
6 a. PasangNaCl 0,9% 500 cc
b. Masukkan Cisplatin ½ dosisHbs 2 jam (80 tpm)
kedalam botol infus
8 a. Pasang Dextrose 5% Hbs 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
12 a. Pasang Dextrose 5% Hbs 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
16 a. Pasang Dextrose 5% Hbs 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
20 a. Pasang Dextrose 5% Hbs 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg

3. Protokol pemberian Cisplatin-Vinblastine-Bleomycin (PVB)

Jam Uraian Keterangan

0 a. Pasang NaCl 0,9% 500 cc Hbs 2 jam (80 tpm)


b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui
Diazepam 5 mg slang infus
Masukkan Vinblastine dosis penuh
Diencerkan dengan 8,5 ml NaCl
2 a. Pasang Dextrose 5% Hbs 2 jam (80 tpm)
b. Masukkan Bleomycin dosis penuh diencerkan dengan 5 ml
NaCl

84
4 a. PasangNaCl 0,9% 500 cc
b. MasukkanCisplatin ½ dosisHbs 2 jam (80 tpm)
kedalam botol infus
c. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
6 a. PasangNaCl 0,9% 500 cc
b. MasukkanCisplatin ½ dosisHbs 2 jam (80 tpm) kedalam
botol infus
8 a. Pasang Dextrose 5% Hbs 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
12 a. Pasang Dextrose 5% Hbs 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
16 a. Pasang Dextrose 5% Hbs 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg
20 a. Pasang Dextrose 5% Hbs 4 jam (40 tpm)
b. Metoclopramide 1 amp
Dexamethasone 1 amp Melalui slang infus
Diazepam 5 mg

Waktupemberian regimen PVB

Mgg 1 Mgg 2 Mgg 3 Mgg 4 Mgg 8 Mgg 12 Mgg 16


PVB B B PV PV PV PV
Jumlahpemberian 3 – 6 seri.

4. Protokol pemberian Methotrexate

Obat Jam/ha 1 2 3 4 5 Cara


ri
MTX 08.00 Dosis Dosis Dosis Dosis Dosis IM
FA 20.00 5 mg 5 mg 5 mg 5 mg 5 mg IM
Cursil 3x1 3x1 3x1 3x1 3x1 Oral
Catatan:
- FA = FolinicAcid (antidotum MTX). FA parenteral dapatdiganti
tablet dengandosis 3 x 1.
- Cursil = Hepatoprotektor
- Interval terapi 7 hari

85
5. Protokol pemberian Etoposide

Obat Jam/ha 1 2 3 4 5 Cara


ri
Primpe 08.00 1 amp 1 amp 1 amp 1 amp 1 amp IM
ran
Etopos 09.00 Dosis Dosis Dosis Dosis Dosis IV
ide
Cursil 3x1 3x1 3x1 3x1 3x1 Oral
9. Edukasi EfekSamping:
- Langsung: Syokanafilaktik, aritmia jantung, nyeri pada tempat
suntikan.
- Dini (< 7 hari): mual, muntah, sistitis, perasaan seperti flu.
- 7 – 21 hari: supresi sumsum tulang, stomatitis, diare, alopesia,
neuropati perifer, ileus paralitik, kerusakan ginjal.
- Lambat (> 21 hari): hiper pigmentasi, kerusakan organ vital,
amenore, feminisasi, virilisasi.

10. Prognosis Ad Vitam: dubia ad bonam / malam


Ad Sanationam: dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam / malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. PenelaahKritis Staf Bagian Onkologi

14. IndikatorMedis Pemeriksaan fisik dan Penunjang


15. Kepustakaan 1. Protap RSDM 2011
2. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi 2010
3. Buku Ajar OnkologiKlinik , 2014
5. Panduan Pelayanan Klinikm Kanker Ginekologi, ed 2013.

86
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KEHAMILAN EKTOPIK


YOGYAKARTA UNIT II

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dengan hasil konsepsi


1. Pengertian
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri
- Amenorea atau terlambat haid
- Gejala akut abdomen
2. Anamnesis
- Nyeri perut hilang timbul
- Perdarahan vagina atau spotting
- Tanda-tanda syok : hipotensi, takikardi, ekstremitas pucat,
dingin
3. Pemeriksaan Fisik
- Akut abdomen : perut tegang, nyeri tekan
- Adanya cairan bebas dalam rongga perut
- Serviks lunak, nyeri tekan dan nyeri goyang
4. Kriteria Diagnosis
- Kavum douglasi menonjol karena terisi darah
KEHAMILAN EKTOPIK / KEHAMILAN EKTOPIK
5. Diagnosis
TERGANGGU
1. Radang panggul
2. Neoplasma ovarium yang mengalami torsi, pecah atau
6. Diagnosis Banding terinfeksi dengan atau tanpa kehamilan
3. Abortus imminens
4. Apendisitis
1. Pemeriksaan laboratorium : Kadar Hb, Test Kehamilan
2. Pemeriksaan USG : GS di luar cavum uteri dan atau tanpa
7. Pemeriksaan Penunjang adanya hematokel retrouterina
3. Pemeriksaan kuldosentesis
4. Laparoskopi
1. Transfusi darah dan pemberian cairan
8. Terapi 2. Laparatomi eksplorasi Emergency
3. Penghentian Perdarahan / Salpingektomi
1. Kehamilan sudah tidak bisa dipertahankan
9. Edukasi 2. Penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan(risiko,komplikasi)
Ad Vitam: dubia ad bonam / malam
10. Prognosis Ad Sanationam: dubia ad bonam / malam
Ad Fungsionam: dubia ad bonam / malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
Staf Bagian Gynecologi
13. Penelaah Kritis
Anemia
14. Indikator
HB serial
1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R.
15. Kepustakaan
Prajitno Prabowo, 2010, PT Bina Pustaka Sarwono

87
Prawirohardjo, Jakarta.2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo Jakarta. 201

88
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KISTA BARTHOLINI


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat sumbatan pada
salah satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat
disekresi. Kista dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau
pada duktus bartholini.
2. Anamnesis 1. Kesulitan pada saat koitus
2. Rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk
3. Gejala seperti panas, gatal atau mengeluh adanya
benjolan/pembengkakan yang nyeri pada daerah kemaluan.
4. Apakah pernah berganti pasangan seks.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi: tampak pembengkakan pada kista pada posisi jam 5
atau jam 7 pada labium minus posterior disertai kemerahan
dan tampak ada secret di vagina.
2. Palpasi: teraba penonjolan / pembengkakan yang nyeri saat
dipalpasi pada salah satu sisi vulva.
4. Kriteria Diagnosis 1. Kista Unilateral
2. Bulat / lonjong
3. Keras
4. Disekeliling abses secara khas ada eritem dan sakit pada
palpasi.
5. Massa biasanya terlokalisasi di labia mayor posterior atau
vestibula bawah.
5. Diagnosis Kista Bartholini
6. Diagnosis Banding 1. Kista sebaseus
2. Kista epidermal
3. Kista disontogenik
4. Fibroma
5. Lipoma
6. Kista vestibuler
7. Hidroadenoma
8. Adenokarsinoma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Gram untuk membedakan bakteri penyebab.
2. Pemeriksaan dengan menggunakan apusan darah tepi untuk
melihat ada atau tidaknya leukositosis.
3. Pemeriksaan kultur jaringan untuk mengidentifikasi bakteri
penyebab.
4. Biopsi dilakukan jika dicurigai terjadi keganasan.
5. Plano tes untuk memastikan tidak dalam kehamilan.
8. Terapi 1. Incisi dan drainase pada kista dan abses yang memiliki gejala
nyeri.
2. Marsupialisasi
3. Eksisi kelenjar bartholin pada kasus yang recurent.

89
4. Antibiotik: Ceftriaxone, Ciprofloxacin, Doxycycline,
Azitromisin
9. Edukasi 1. Hygiene vagina
2. Rendam air hangat

10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam / malam


Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam / malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynekologi
14. Indikator Medis Benjolan divagina

15. Kepustaan 1. Sarwono Prawirohardjo; Ilmu Kandungan; Edisi Keempat;


Cetakan Ketiga
2. Berek and Novok’s part I Gynekologi page 424-425, 2012

90
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KISTA OVARII (OVARIAN CYST)


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Tumor jinak Kistik yang berasal dari ovarium


2. Anamnesis 1. Timbul benjolan dalam waktu relatif lama
2. Kadang-kadang disertai gangguan haid, gangguan BAK/BAB
3. Nyeri perut jika terpuntir, pecah
3. Pemeriksaan fisik 1. Ditemukan tumor di rongga perut bagian bawah dengan ukuran
kurang atau >5 cm pada pemeriksaan dalam letak tumor ka/ki
atau mengisi cavum douglas
2. Konsistensi kistik, terfixir/mobile permukaan tumor umumnya
rata atau berbenjol
4. Kriteria Diagnostik Klasifikasi dari Kista Ovarii
 Kista fungsional
1. Kista Folikel
2. Kista Korpus Luteum
3. Luteoma
4. Kista inklusi germinal
5. Kista theca lutein
6. Kista paraovarian
7. Endometrioma
8. Kista Stein Levental
 Kista Non fungsional
1. Kistoma Ovarii simpleks
2. Kistadenoma ovarii serosum
3. Kistadenoma ovarii musinosum
4. Kista endometroid
5. Kista dermoid

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemakaian USG transvaginal
Dapat meningkatkan ketajaman diagnosis karena mampu
menjabarkan morfologi dengan baik
bisa juga dengan USG transabdominal
4. Indeks morfologi USG
 Volume
 Adanya bagian padat
 Tebal septum
 Adanya pertumbuhan papil
 Jika alat USG dilengkapi dengan doppler, perlu
diperiksa neovaskularisasi dengan penurunan
indeks resistensi (<0,41)

91
5. Penilaian scoring keganasan
Skor
Penurunan berat badan 2
Asites 2
USG: ada bagian padat 2
USG: RI<0,41 2
Ca 125> 35 2

6. Risk of Malignancy index


Risk RMI Women Risk Of
(%) Cancer
Low <250 40 <3
Moderate 25-250 30 20
high >250 30 75
RMI = UxMxCa 125
U = Ultrasound multilocular cyst
Evidence of solid areas
Evidence of metastases
Presence of ascites
Bilateral lesions
Menopausal status
Post menopausal  M=3
Pre menopausal  M =1
5. Diagnosis Kista Ovarii
6. Diagnosis Banding 1. Tumor akibat radang
2. Kista endometriosis
3. Tumor uterus
4. Kehamilan
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah rutin , kimia klinik golongan darah
Penunjang 2. Tes kehamilan
3. Ultrasonografi
4. Histopatologi hasil operasi
5. Tumor marker
8. Terapi Bila Ukuran kista <5 cm
 Observasi massa tumor 3 bulan, sampai massa tumor
menghilang
Bila Ukuran kista >5 cm
1. Pembedahan  kistektomi jika masih ada jaringan ovarium
yang sehat
2. Ooforektomi atau salphingoooforektomi unilateral jika sudah
tidak ada jaringan ovarium yang sehat
3. Histerektomi totalis atau salphingoooforektomi bilateral jika
ditemukan pada usia > 50 thn atau sudah menopause. Pada usia
muda uterus dapat ditinggalkan dengan rencana substitusi
hormone
4. Pada ovarium tersangka ganas, dalam informed consent harus
dijelaskan kemungkinan akan dilakukan histerektomi pada
pasien yang muda

92
5. Jika ganas – konsul ke divisi onkologi untuk penatalaksanaan
lebih lanjut.
9. Edukasi Pemberian informasi tentang ukuran tumor, komplikasi resiko
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynekologi Onkologi
14. Indikator Ukuran masa
15. Kepustakaan 1. Jonathan S Berek, Novak’s gynecology, edisi 12th, 1996,
William & Wilkin, Baltimore Maryland, USA, page 508-509
2. Novak ER, Jones GS, Jones HW. Novak’s textbook of
gynecology. 3rd Asian Ed. Igaku Shoin Ltd, 1975;361
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Sumapraja S, saifuddin AB.
Ilmu kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka, 1976;364

93
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KONTRASEPSI


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan


2. Anamnesis 1. Menunda/mencegah kehamilan (usia dibawah 20 tahun)
2. Menjarangkan Kehamilan (usia 20-35 tahun)
3. Menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan (usia diatas 35
tahun dengan cukup anak)
3. Pemeriksaan Fisik 1.Penilaian keadaan umum (anamnesis dan pemeriksaan Fisik) dan
keadaan emosional pasien
Pada wanita dengan kondisi medis khusus :
•Hipertensi
•Diabetes
•PenyakitJantungIskhemik
•Stroke
•PenyakitJantung katup dengan Hipertensi
•Karsinoma Payudara
•Karsinoma endometrium
•Infeksi Menular Seksual
•HIV/AIDS
•Sirosis Hepatis
•Hepatoma
•Penyakit Tropoblas Ganas
•Penyakit Sel Sickle
•Skistosomiasis dengan fibrosis hati
•Tuberkulosis
2.PemeriksaanTekananDarah
3.PemeriksaanBeratBadan
4.Riwayatoperasi abdomen/panggul
5.RiwayatRadangPanggul, hamilektopik, appendisitis
6.Anemia (Hb<8 g%)
4. Kriteria Diagnosis Fase Menunda Kehamilan (di bawah 20 tahun)
• Pil
• IUD
• Implan
• Suntikan
Fase Menjarangkan Kehamilan (20-35 tahun)
• IUD
• Suntikan
• Minipil
• Pil
• Implan
• Steril (CukupAnak)
Fase Tidak Hamil Lagi (Di atas 35 tahun)
• Steril
94
• IUD
• Implan
• Suntikan
• Pil
5. Diagnosis Kontrasepsi
6. Diagnosis Banding -
7. PemeriksaanPenunjang 1. Tes Kehamilan
2. Pemeriksaan Tekanan Darah
3 Pemeriksaan Berat Badan
4 Cek Lab
8. Terapi Metode :
A.Perilaku
1.Metode Amenore Laktasi (MAL)
Merupakan kontrasepsi yang mengandalkan pemberian air susu ibu
(ASI) secara ekslusif.
Syarat :
- menyusui secara penuh(full brest feeding) ≥ 8 kali sehari
- belum haid
- Umur bayi kurang dari 6 bulan (efektif sampai 6
bulan)
- Dilanjutkan metode kontrasepsi lainnya
2.Sanggama terputus
Metode sanggama terputus (coitus interruptus), adalah pria
menghentikan hubungan seksual (mengeluarkan penis dari vagina)
sebelum ejakulasi.
3.MetodeOvulasi Billings (MOB)
Mengenali masa subur dengan memantau lender serviks yang keluar
dari vagina, pengamatan sepanjang hari dan ambil kesimpulan pada
malam hari. Periksa lender serviks dengan jari atau tissue di luar
vagina dan perhatikan perubahan kering-basah
B.Hormonal
1.pil oral,
- Pilkombinasi : mengandung kombinasi antara hormone estrogen
dan progesterone terbagi :
 Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet yang
mengandung hormone aktif estrogen/ progestin dalam dosis
yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif
 Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormone aktif estrogen/progestin dengan 2
dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif
 Trifasik: pil yang tersedia dalam 21 tablet yang
mengandung hormone aktif estrogen/progestin dengan 3
dosis yang berbeda dengan 7 tablet tanpa hormone aktif
- Pil progestin / minipiladalahpil yang hanya mengandung
progesterone saja dimana jenis minipil yaitu:
 Kemasandenganisi 35 pil: 300 mg levonorgestrelatau 350
mg noretindron.
 Kemasandenganisi 28 pil: 75 mg desogestrel
2. implan/susuk di bawahkulit
Implan yaitu alat kontrasepsi yang berupa kapsul tipis yang

95
fleksibel yang dibuat semacam karet lunak yang berisi hormon yang
sintetik( jenisprogesteron), yang dipasang dibawah kulit wanita
pada lengan atas, melalui operasi kecil.
jenis-jenis implant ada 3 macam:
a. Norplant adalah implan yang terdiri dari 6 batang silastik dengan
panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, diisi dengan 36 mg
levonogestrol, dengan lama kerjanya 5 tahun.
b. Jadena dan Indoplan adalah implan yang terdiridari 2 batang,
diisidengan 75 mg levonogestrel dengan lama kerjanya 3 tahun
c. Implanon adalah implant yang terdiri dari 1 batang putih lentur,
panjang 40 mm, dan diameter 2 mm, diisi dengan 68 mg 3-keto-
desogestrel, lama kerjanya 3 tahun.
3.Suntikan
Suntik di bagi menjadi 2 :
a.Suntikan kombinasi yaitu: 25 mg Depomedroksi progesterom
Asetat dan 5 mg estradiol sipionat yang di berikan injeksi IM, 1
bulan sekali(cyclofem), dan 50 mg Noretindrondan 5 mg estradiol
valerat yang di berikan IM 1 bulan sekali.
b.Suntikan progestin di bagi menjadi 2 jenis yaitu:
 Depo medroksi progesterone asetat (depoprovera)
mengandung 150mg (DMPA) yang di berikan setiap 3
bulan dengan cara di suntik IM
 Depon nerotisteron enantat (deponoristerat), yang
mengandung 200 mg noretindronenantat, di berikan setiap 2
bulan dengan cara suntik IM
4. AKDR dengan progestin
- AKDR yang mengandung hormonsteroid
-Prigestase yang mengandung progesteron
-Mirena yang mengandung levonogestrel
-AKDR
-AKDR cuT-380A
5. Metodebarier
1. Kondom
2. Diafragma
3. Spermisida
6.Sterilisasi
- Tubektomi untuk wanita
-Vasektomi untuk pria
9. Edukasi -
10. Prognosis AdVitam: dubia ad bonam / malam
AdSanationam: dubia ad bonam / malam
AdFumgsionam: dubia ad bonam / malam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynecologi
14. Indikator Medis Berdasarkan keluhan yang ada
15. Kepustakaan 1. Berek & Novak’s; Gynecology; Part 1, 217-254; Jonathan S.
Berek
2. Ilmu Kebidanan; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
905-921;

96
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II
LESI PRA-KANKER

1. Pengertian Kondisi serviks yang berpotensi menjadi kanker. Kondisi serviks


berupa displasia ringan sel-sel epitelial mukosa serviks yang
kemudian berkembang menjadi displasia sedang-berat, karsinoma
insitu dan akhirnya kanker invasif
2. Anamnesis 1.Pada umumnya asimptomatik
2. Keputihan berulang dengan terapi konvensional mrp gejala yang
tidak spesifik.
3. PemeriksaanFisik Inspekulo
4. Kriteria Diagnosis 1. Pap-smear
2. IVA test
3. Test DNA-HPV
5. Diagnosis Klasifikasi Histologi
NIS (Neoplasia Intraepitel Serviks)
1.Normal
2.Atypia
3.NIS 1 termasuk Kondiloma
4. NIS 2
5. NIS 3
6 Karsinoma invasif
6. Diagnosis Banding 1. Servisitis
2. Eritroplakia
3. Makulo-papula
7. PemeriksaanPenunjang 1. Kolposkopi
2. Histopatologi
8. Terapi -Observasi ulang test3 bulan jika hasil (-)
-NIS 1 :
Test DNA-HPV (-) atau tidak dilakukan observasi
Test DNA-HPV(+)  terapi ablasi
-NIS 2:
Terapi ablasi
-NIS 3
Bedah eksisi
9. Edukasi 1. Progresifitas penyakit
2. Kepatuhan kontrol pasien
10. Prognosis AdVitam: dubia ad bonam
AdSanationam: dubia ad bonam
AdFumgsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. PenelaahKritis Staf Bagian Onkologi
14. IndikatorMedis 1.Monitoring efek samping perdarahan per vaginam.

97
2. Penilaian respon berdasarkan hasil histopatologi
3. Outcome : tidak ditemukan lesi pra-kanker
15. Kepustakaan 1. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3,
2013,Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia, Jakarta.

2. Onkologi Ginekologi : Buku Acuan Nasional edisi 1 cetakan 2 /


Andi Darma ; Endy M.Moegiri,Jakarta , 2010, PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, hal. 399

98
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH MENOPAUSE


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Berhentinya siklus menstruasi secara permanen karena


menurunnya fungsi ovarium
2. Anamnesis Keluhan berupa :
- Hot Flashes
- Berkeringat
- Dispareuni
- Gangguan Haid
- Keluhan lain

3. Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan Ginekologi


- Tekanan Darah
- USG/mammografi/Palpasi Payudara
- Penyakit lain

4. Kriteria Diagnosis Usia antara 40- 65 tahun


Keluhan vasomotorik
Keluhan psikologik
Keluhan pada sistem urogenital

5. Diagnosis MENOPAUSE
6. Diagnosis Banding Sindroma Premenstruasi
Depresi
Kehamilan
Phaeochromocytoma
Sindroma Karsinoid
7. Pemeriksaan Penunjang FSH, LH, Papsmear, SGOT,SGPT, HDL,LDL,Ureum,kreatinin,
Guladarah.

8. Terapi Hormonal

9. Edukasi Konseling menopause


10. Prognosis AdVitam : dubia ad bonam / malam
AdSanationam : dubia ad bonam / malam
AdFumgsionam : dubia ad bonam / malam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. PenelaahKritis Staf Bagian Gynekologi
14. IndikatorMedis Berdasarkan keluhan yang ada
15. Kepustaan Endokrinologi Ginekologi :Prof.DR.Med Ali
Baziad,SpOG(K)FER

99
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH MISSED ABORTION


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Kematian pada janin yang berusia kurang dari 20 minggu yang
masih belum dikeluarkan dari rahim selama 8 minggu atau lebih.
2. Anamnesis a. Gejala hamil subjektif dan objektif (tanda tak pasti dan pasti )
b. Perdarahan, spotting sampai dengan perdarahan banyak
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik kehamilan muda : servik tertutup, perdarahan :
spotting – perdarahan banyak, fetal pool (-), tinggi fundus uteri
lebih kecil dari usia kehamilan.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5. Diagnosis Missed Abortion
6. Diagnosis Banding Abortus Imminens
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Lab darah rutin, PT/APTT
2. Kadar hCG (PP test )
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen
4. USG ( Transvaginal ; Transabdominal )
8. Terapi Evakuasi kavum uteri dengan misoprostol 50mg/5jam sampai
ekspulsi / kuretase
Mengatasi komplikasi dari missed abortion seperti
hipofibrinogenemia dan infeksi  konsul interna.
9. Edukasi 1. Kehamilan sudah tidak bisa dipertahankan.
2. Penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan (evakuasi
produk kehamilan)
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Gynecologi
14. Indikator Medis Perdarahan
15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R.
Prajitno Prabowo, 2011, PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta.
2. Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. Edisi 23
Williams Obstetric 23rd Edition

100
PARTUS PREMATURUS IMMINEN
1. Pengertian Persalinan yang berlangsung antara umur kehamilan 20-36
minggu dari hari pertama haid terakhir (HPMT) atau antara
hari ke 140 dan 259 dengan berat janin kurang dari 2500 gram

2. Anamnesis - Tentukan hari pertama haid terakhir


- Riwayat kencang teratur
- Riwayat keluarnya lendir darah dari jalan lahir

3. PemeriksaanFisik - Adanya kontraksi yang teratur dari rahim ibu


- Pengukuran tinggi fundus uteri
- Adanya bukaan serviks uterus pada pemeriksaan dalam
- Adanya bercak lendir darah pada sarung tangan saat
pemeriksaan dalam

4. Kriteria Diagnosis 1. Umur kehamilan antara 28 sampai 37 minggu


2. Adanya kontraksi uterus yang teratur
3. Adanya pembukaan serviks
4. Adanya lendir darah pada pemeriksaan dalam
5. USG, umur kehamilan antara 28 sampai 37 minggu dengan
berat janin kurang dari 2250 gram

5. Diagnosis Partus Prematurus Imminen


6. Diagnosis Banding 1. Partus fisiologis
2. Partus palsu (kontraksi Braxton-Hicks)
7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan darah
2. Cardiotocography
3. Ultrasonography
8. Terapi 1. Konservatif
Bila pada partus prematurus didapatkan bukaan serviks
sampai dengan 3 cm dengan kulit ketuban masih utuh
- Tokolitik
 Obat-obat tokolitik
β-2 Agonisefek samping ibu  palpitasi, janin →
hipoksia intrauterin
Nama Generik Dosis
i.v/mnt per os
Isoxuprine 60-200µg 4-8x1 Omg
Salbutamol 20-50µg 2-4x 4mg
Terbutalin 10-20µg 3x 5mg
Hexoprenaline 0,075-0,3µg 8x 0,5mg
 Non steroid anti inflamasi agents :
Cox-2 inhibitor (Nimesulide) oral, dosis 3x100mg/ hari
(Nsaid lain spt Indomethasin dll tidak dianjurkan → efek
penutupan dini duktus arteriosus
 Calsiumantagonis:

101
Nipedipine oral 3x10 mg/hari, efek samping → sakit
kepala, hipotensi
 Progesteron: Cygest (parenteral/oral sesuai dosis)
 Oxytocin inhibitor/Antagonist: Atociban
Konservatif
 Kortikosteroid untuk memacu pematangan paru janin
intra uteri:
 Betametason 12-16 mg(3-4amp) im/hari ->2 hari
 Dexametason 6 mg/im,4 dosis /6 jam → tidak
dianjurkan untuk ulangan pemberian o/k efek samping
thd ibu (hipertensi) dan anak gangguan perkembangan
syaraf)
 Antibiotik untuk mencegah infeksi perinatal (ibu dan
bayi):
Ampisilin sulbactam parenteral 2x1,5gr/hari -> 2 hari
dilanjutkan oral 3x375mg/hari -> 5 hari
2. Aktif
 Terdapat Gawat Janin
 Terdapat Ketuban Pecah Dini yang sudah sangat
terinfeksi
1. Lakukan manejemen Kehamilan Preterm dengan
Ketuban Pecah Dini
 Pastikan diagnosa ketuban sudah pecah : inspikulo →
tampak air ketuban di forniks posteior, nitrazin test,
periksa adanya lanugo&verniks dgn mikroskop, indigo
carmine test
 Tentukan usia hamil dan maturasi paru janin : HPMT,
USG → letak, TBJ, tanda2 oligohidramnion. Maturasi
→ Lesitin/ spingomyelin rasio (L/S ≥ 2)
9. Edukasi 1. Tingkat maturasi organ
2. Resiko terjadinya sindrom gawat nafas
3. Resiko kematian janin setelah dilahirkan

10. Prognosis AdVitam: dubiaadbonam / malam


AdSanationam: dubiaadbonam / malam
Ad Fungsionam: dubiaadbonam / malam

11. Tingkat Evidens I / II / III / IV


12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis Staf fetomaternal
14. Indikator Berat badan janin, Ballard skor,
15. Kepustaan Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. 23 thedition.
The McGraw-Hill Companies.Inc

102
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
PRE EKLAMPSI
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Preeklamsia : Sindroma klinik dalam kehamilan viable yang


ditandai hipertensi, proteinuria dan edema.
Eklamsia : Preeklamsia disertai dengan penurunan kesadaran,
kejang sampai koma dan biasanya bersifat mendadak (akut) yakni
tidak ada kelainan neurologic sebelumnya.
2. Anamnesis Riwayat hipertensi sebelumnya
Riwayat minum obat hipertensi sebelumnya ?
Riwayat ANC sebelumnya
Riwayat persalinan sebelumnya
Ada nyeri kepala atau tidak ?
Ada pandangan kabur atau tidak?
Ada nyeri ulu hati yang disertai dengan muntah ?
Ada bengkak diseluruh badan atau tidak?
3. Pemeriksaan Fisik Preeklamsia ringan : jika tekanan darah ≥ 140/90 - < 160/110
mmHg ; Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam, dipstick : ≥ +1Oedem (
anasarka )
Preeklamsia berat : jika tekanan darah > 160/110 mmHg ;
Proteinuria ≥ +2, dpt disertai gejala subyektif : nyeri epigastrium,
sakit kepala, oliguria (Fetomaternal- 2004) atau Preeklamsia
dg salah satu atau lebih gejala dan tanda :
- Sistolik ≥ 160 dan Diastolik ≥ 90 mmHg
- Proteinuria : ≥ 5 gr/ jumlah urin 24 jam, dipstick : + 4
- Oliguria : urin < 400-5—cc/24 jam
- Kenaikan kreatinin serum
- Oedem paru atau sianosis
- Nyeri epigastrium, kuadran kanan atas abdomen (karena
teregangnya kapsula Glisone - hepar)
- Gangguan otak-visus : nyeri kepala dan pandangan
kabur
- Gangguan fungsi hepar
- Hemolisis mikroangiopatik
- Trombositopenia : < 100.000
- Sindroma HELLP( Fetomaternal – 2005 )
impending eklamsia bila dijumpai tanda-tanda berikut :
- Nyeri ulu hati/epigastrium dan nyeri kepala hebat
- Pandangan kabur atau visus menurun
Eklamsia: apabila terjadi kejang, penurunan kesadaran atau koma

4. Kriteria Diagnosis - Anamnesis


- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang

103
5. Diagnosis Kerja PRE EKLAMPSI
6. Diagnosis Banding 1 Hipertensi kronik
2. Hipertensi gestasional
3. Superimposed preeklampsia
4. Eklampsi
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Cek laboratorium (Darah lengkap, SGOT, SGPT, Ureum,
Kreatinin, Albumin, GDS, LDH, protein uri)
2. Foto thorax
3. Pemeriksaan visus
4. EKG
5. USG
6. USG Doppler
7. Kardiotokografi

8. Terapi a. Preklamsia ringan:


- Rawat jalan
- Diet rendah garam dan tinggi protein
- Anti hipertensi, sedatif ( sesuai indikasi )
b. Preeklamsia Berat :
- Ekspektatif/ konservatif ( UK< 37 mg )
Kehamilan dipertahankan selama UK memenuhi syarat janin
dapat dilahirkan sambil memberikan terapi medikamentosa.
Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu.
Indikasi : UK < 37 mg tanpa gejala impending eklamsia.
Terapi Medikamentosa :
- Segera masuk RS, tirah baring miring kekiri scr intermiten
- Infus RL at Ringer Dekstrose 5%
- MgSO4 ( pencegahan dan terapi kejang )
- Dosis awal : 8 gr IM (40%) atau 4 gr IV (20%)
- Dosis lanjutan : 4 gr IM / 6 jam – gantian Bo Ka – Ki atau 1 gr
/jam IV dapat dengan syringe pump atau drip perinfus
- Intravena (secarakontinyu) infuse dengan infusion pump
a. Dosisawal :
4 gram (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan kedalam 100 cc ringer
lactat, berikan selama 15-20 menit.
b. Dosis pemeliharaan:
10 gram dalam 500 cc cairan RL, kecepatan 1-2
gram/jam (20-30 tetes per menit
- Anti hipertensi ( Nifedipin 10 mg ) jika tensi > 160/110
Tidak dibenarkan sublingual, absorbsi baik lewat GIT
- Bila T>180/120 pertimbangkan pengunaan antihipertensi
intravena misal diltiazem, tikardipine, klonidin, dsb.
- Diuretikum : pada kasus dg oedem paru, payah jantung
kongestif, oedem anasarka.
- Diet : kurangi protein dan kalori berlebihan.
- Bila psn sudah kembali ke Preeklamsia ringan, maka masih
dirawat 2-3 hari lg  baru bisa pulang.
- Pemberian Glukokortikoid pd UK 32-34 mg selama 48 jam.
- Perawatan di RS :

104
 Monitoring tiap hari : tanda-tanda impending eklamsia
 Timbang BB saat masuk dan diikuti setiap hari
 Periksa proteinuria saat masuk dan diulang tiap 2 hari
 Vital sign dan laboratorium sesuai preeklamsia
 Periksa USG : UK, skrining preeklamsia, IUGR, fetal well
being, plasenta dan air ketuban
NST tiap hari. ( feto maternal 2005 )
- Penderita boleh pulang : jika telah bebas dari gejal preeklamsia
berat dan masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.
Cara persalinan :
Tidak inpartu kehamilan dipertahankan sampai aterm
Inpartu  persalinan diteruskan ( kurva friedman )
Persalinan diutamakan pervaginam, kec : ada indikasi
untuk pembedahan sesar.
- Aktif/ agresif ( UK> 37 mg )
Kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk
stabilisasi ibu.

Indikasi IBU :
- Kegagalan terapi medikamentosa
- Ada tanda-tanda impending eklamsia
- Gangguan fx hepar, fx ginjal, trombositopenia  HELLP
- Dicurigai Solusio Plasenta
- Ketuban pecah dini, perdarahan
Indikasi JANIN :
- UK ≥ 37 mg
- IUGR ( USG )
- NST non reaktif dan profil biofisik abnormal
- Oligohidramnion
Indikasi Laboratorium :
- Trombositopenia progresive HELLP syndrome
Terapi medikamentosa ( spt diatas )

Cara Persalinan :
- Sedapat mungkin diarahkan persalinan pervaginam
- Belum Inpartu :
a. Induksi persalinan bila Bishop skor >6
- Pematangan serviks dg misoprostol
- Sp Kala II dalam 24 jam, jika lebih-gagal SC
b. Seksio sesaria jika :
- Tidak ada indikasi persalinan pervaginam
- Bishop skor rendah atau Induksi persalinan gagal
- dengan pemberat atau fetal distress
- Sudah Inpartu :
a. akselerasi persalinan dengan oksitosin
Persajalan persalinan dg kurva Friedman
b. Memperpendek kala II
c. Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal
distress dan fetal distress
d. Anestesia : Regional A at epidural ( not general A)

105
Terminasi kehamilan bila
- janin sudah viabel atau 34 minggu lebih
- preeklamsia dengan komplikasi atau tak respon terapi
- eklamsia

c. Eklamsia :
Kehamilan dengan eklamsia harus segera dikakukan terminasi
(diakhiri), sedangkan perawatan yang dilakukan adalah untuk
stabilisasi kondisi pasien dalam rangka terminasi kehamilan
tersebut.

Bila pasien sadar dan keadaaan membaik, kehamilan segera


diakhiri sebisa mungkin mengusahakan partus pervaginam dengan
mempercepat kala II.
Bila dalam 6 jam keadaan tidak membaik (klinis maupun
laboratoris) dan pasien belum sadar, maka kehamilan harus segera
diakhiri juga

9. Edukasi 1. resiko terjadinya kejang atau eklampsi


2. resiko terjadinya gawat janin bahkan kematian janin
3. resiko terjadinya morbiditasdanmortalitaspadaibudanjanin
4. resiko terjadinya multi organ failure
5. resiko terjadinya pertumbuhan janin yang terhambat
10. Prognosis AdVitam : dubiaadbonam / dubia
AdSanationam : dubiaadbonam / dubia
AdFumgsionam : dubiaadbonam / dubia
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. PenelaahKritis Staf Bagian Fetomaternal
14. IndikatorMedis Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak
15. Kepustaan 1. William obstetri edisi 23
2. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Hariadi
3. Pedoman pengelolaan Hipertensi dalam kehamilan di Indonesia
4. current diagnosis & treatment Lange 11th edition

106
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II PENYAKIT TROFOBLAS GANAS

1. Pengertian Penyakit keganasan yang berasal dari sel-sel trofoblas gestasional.

2. Anamnesis 1.Perdarahan jalan lahir disertai / tidak adanya gelembung mola.


2.Mual-muntah

3. Pemeriksaan Fisik 1.Pembesaran uterus yang tidak normal


2.Perdarahan jalan lahir disertai / tidak adanya gelembung mola.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis PTG berdasarkan data klinik dengan atau tanpa histologi.
Adapun beberapa kriteria diagnostik :
 Setidaknya terdapat peningkatan kadar hCG secara berurutan
pada hari ke1,7,14,21.
 Peningkatan kadar hCG tanpa berurutan dengan interval
pemeriksaan 2 minggu pada hari ke 1, 7 dan 14.
 Kadar hCG menetap 3 minggu atau lebih.
 Kadar hCG di atas nilai normal sampai 14 minggu setelah
evaluasi.
 Uterus lebih besar dari normal dengan kadar hCG > normal.
 Perdarahan dari uterus dengan kadar hCG > normal.
 Dijumpai lesi metastasis dengan kadar hCG > normal.
Metastasis paru didiagnosis dengan foto rontgen toraks.

WHO Scoring System


WHO menetapkan sistem skoring dengan beberapa parameter antaralain
parameter umur, kehamilan sebelumnya, interval kadar hCG sebelum
terapi, ukuran tumor terbesar, tempat metastasis, jumlahmetastasis dan
kegagalan kemoterapi sebelumnya skor diberikanantara 0-4.Risiko
rendah bila skor 6 atau kurang, risikodan risiko tinggi bila skor 7 atau
lebih.

107
5. Diagnosis Kerja Penyakit Trofoblas Ganas
6. Diagnosis Banding 1.Kanker endometrium
2.Koriokarsinoma
3.Abortus
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan HCG serum secara serial
Penunjang 2. Pemeriksaan darah lengkap termasuk hitung darah tepi, platelets,
PT,PTT, fibrinogen, BUN, kreatinin, dan tes fungsi hati
3. Foto rontgen toraks
4. MRI atau CT otak apabila ada kecurigaan metastasis di otak.
5. CT scan liver jika ada indikasi. Whole body CT scan pada pasien yang
ditemukan adanya metastasis di paru-paru.
6. Kuretase harus dilakukan jika ada perdarahan berasal dari uterus.
Biopsi pada tempat metastasis sangat berbahaya karena timbulnya
perdarahan banyak pada tempat biopsi.
16. MRI dilakukan atas indikasi. T4, dan test fungsi tiroid lainnya atas
indikasi.
8. Terapi 1. PTG risiko rendah, skor WHO kurang dari 6 :
a. Methotreksate 0,4 mg/KgBB IM tiap hari selama 5 hari, diulang
tiap 2 minggu.
b. Metotreksat 1,0mg/KgBB selang satu hari sampai 4 dosis dengan
ditambahkan Leukovorin 0,1 mg/KgBB 24 jam setelah MTX,
diulang tiap 2 minggu.
c. Metotreksat 50 mg/m2 diberikan secara weekly.
d. Actinomycin-D 1,25 mg/m2 diberikan tiap 2 minggu.
e. Actinomycin-D 12 ug/KgBB IV tiaphari selama 5 hari diulang
tiap 2 minggu. Protokol ini digunakan pada pasien
mengangangguan fungsi hati.
f. Metotreksat 250 mg infusselama 12 jam, diulang tiap 2 minggu.
g. Kemoterapi dilanjutkan 1 atau 2 kali setelah kadar hCG normal.

108
2. PTG risiko tinggi, dengan skor WHO lebih dari atau sama dengan 7
( tujuh ).
3. Terapi primer adalah EMA-CO (Etoposide, MTX, Actinomycin,
CyclophosphamiddanOncovin (Vincristine).
Jika respon kurang baik atau resisten alternatif lain adalah :
o EMA – PA (Etoposide,MTX, Actinomycin – Cisplatin dan
Adriamycin).
o EMA – EP (Etoposide, MTX, Actinomycin – Etoposide
Platinum).

Jika EMA-EP resisten dapat diberikan alternatif :


o Paclitaxel – Cisplatin
o Paclitaxel – Etoposide
o Paclitaxel – 5 FU
o ICE ( Iphosphamid , Cisplatin, danEtoposide)
o Regimen BEP.

9. Edukasi 1. Progresivitas penyakit


2. Rencana Pengobatan
3. Kepatuhan Pengobatan dan Evaluasi

10. Prognosis Ad Vitam: dubia adbonam / malam


Ad Sanationam: dubia adbonam / malam
Ad Fumgsionam: dubia adbonam / malam
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr.Heru SpOG (K)
2. dr.Hermawan SpOG (K)
3. dr.Teguh P. SpOG (K)
4. Staf Bagian Onkologi

14. Indikator Luaran hidup dengan penyakit trofoblas gestasional,hidup tanpa penyakit
trofoblas gestasional,meninggal.

15. Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. Panduan Pelayanan Klinik


Kanker Ginekologi Edisi 3-2013
2. Bratakoesoema D.S.Penyakit Trofoblas Gestasional.
3. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi 2010

109
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II
PERDARAHAN ANTE PARTUM
1. Pengertian: Perdarahan dari jalan lahir pada usia kehamilan lebih dari 22
minggu.
2. Anamnesis a. Evaluasi kegawat daruratan dan lakukan pertolongan pada
kegawat daruratan
b. Perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 22 minggu atau
lebih
c. Timbulnya perdarahan pervaginam secara spontan tanpa
melakukanaktifitas atau akibat trauma pada abdomen disertai
kontraksi atau tanpa kontraksi uterus
d. Beberapa faktor predisposisi :
- Riwayat solusio plasenta
- Perokok
- Hipertensi
- Multi paritas
- Janin besar
- Riwayat kuretase
- Riwayat sectio ceassaria
3. PemeriksaanFisik Status Generalis : keadaan tensi, nadi, pernafasan
Status Obstetrik :
- Periksa luar : Leopold I,II,III,IV
Osborn Test
- Inspekulo : Evaluasi perdarahan berasal dari ostium uteri
eksterna atau dari kelainan serviks dan vagina.
- Periksa dalam di atas meja operasi (PDMO) : Bila akan
mengakhiri kehamilan/persalinan secara perabdominal
- USG
4. Kriteria Diagnosis - Anamnesa
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis PERDARAHAN ANTE PARTUM

6. Diagnosis Banding 1.Solusio Plasenta : - Ringan


- Sedang / Berat
2. Plasenta Previa
3.Vasa Previa

7.Pemeriksaan 1. USG
penunjang 2. PemeriksaanLaboratoriumdarah
3. Pemeriksaan Kardiotokografi

110
8. Terapi Solusio plasenta
Ringan :
Ekspektatif bila ada perbaikan perdarahan berhenti,
Kontraksi uterus tidak ada, janin hidup
- Tirah baring
- Atasi anemia
- USG dan KTG serial kalau memungkinkan
- Tunggu persalinan spontan
Aktif bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus,
kontraksi uterus berlangsung, dapat mengancam ibu/janin)
- Partus pervaginam (amniotomi/oksitosin infus).
- Bila perdarahan dan pelvik scor < 5, atau persalinan
masih lama > 6 jam seksio sesarea
Sedang / berat :
- Resusitasi cairan
- Atasi anemi (transfusi darah)
- Partus pervaginam bila diperkirakan dapat berlangsung
dalam 6 jam (amniotomi dan infus oksitosin)
- Partus perabdominal dan dipertimbangkan bila partus
pervaginam tak dapat berlangsung dalam 6 jam.

Plasenta previa :
A. Plasenta previa dengan perdarahan minimal
A.1 Jika Usia Kehamilan < 38 minggu, konservatif
pertahankan kehamilan dirawat sampai 3 hari bebas flek.
A.2. Jika Usia Kehamilan > 38 minggu, terminasi
perabdominal
B. Plasenta previa tanpa perdarahan atau belum dalam
Persalinan.
B.1 Jika Usia kKehamilan < 38 minggu, Evaluasi 2 jam dapat
rawat jalan,kontrol poliklinik
B.2 Jika Usia Kehamilan > 38 minggu, terminasi
Perabdominal elektif
C Jika perdarahan banyak diterminasi tanpa melihat
Usia Kehamilan
PDMO : plasenta previa → partus perabdominal → seksio
sesarea
Bukan plasenta previa → partus pervaginam
Vasa previa
Janin mati : partus pervaginam
Janin hidup : partus perabdominal

111
9. Edukasi Syok Hipovolemik,gawat janin,IUFD,atonia uteri,Death on Table

10.Prognosis AdVitam : dubia


AdSanam : dubia
AdFungsionam: dubia
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. PenelaanKritis Staf Bagian Obstetri
14. IndikatorMedis Terdapat perdarahan pervaginam usia kehamilan 22 minggu lebih
15. Kepustakaan 1. Sarwono Prawiroharjo, Buku Acuan Nasional , Onkologi dan
Ginekologi, 2010,

112
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH PERDARAHAN MASA NIFAS


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Perdarahan masa nifas yaitu perdarahan pervaginam antara 24 jam


hingga 12 minggu setelah persalinan, tidak termasuk 24 jam
pertama sesudah kala III.
2. Anamnesis Pasien telah melahirkan lebih dari 24 jam, mengeluh keluar darah
dari jalan lahir.
Gejala Klinik :
a. Perdarahan dari jalan lahir
b. Lemah, riwayat pingsan
c. Berkeringat dingin, menggigil

3. Pemeriksaan Fisik a.Nilai kondisi dan kegawatan


b.Nilai tanda-tanda syok : pucat, akral dingin, nadi cepat,
tekanan darah rendah
c.Status generalis : KU : baik/sedang/lemah
tanda vital : Tensi, Nadi, RR, Suhu
d.Status obstetrik :
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), involusi uteri, TFU,
kontraksi
Genitalis :
inspekulo : vulva urethra tenang, dinding vagina dbn,
portio utuh/tidak, OUE kesan terbuka/
tertutup, darah (+), laserasi,
VT : vulva urethra tenang, dinding vagina dbn,
portio lunak, OUE terbuka/tertutup, darah (+),
laserasi, sisa plasenta
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis : Perdarahan berulang atau tetap pada masa nifas,
kadang-kadang ada febris, karena ada infeksi nifas
2. Pemeriksaan fisik : kadang-kadang penderita febris, nadi dan
suhu naik dan syok
3. Pemeriksaan obstetri : fundus uteri masih tinggi dan kontraksi
uterus tidak baik
4. Pemeriksaan ginekologi : uterus masih membesar, sub involusi
dan nyeri tekan kalau ada infeksi, tampak perdarahan
pervaginam. Mungkin teraba adanya sisa plasenta dalam
cavum uteri.
5. Pemeriksaan penunjang : anemia, kadang disertai gangguan
pembekuan darah, pada USG didapatkan gambaran massa
amorf
5. Diagnosis Kerja Perdarahan Post Partum karena Retensi sisa plasenta
6. Diagnosis Banding 1. Tonus :kontraksi uterus tidak baik
2. Trauma : Laserasi jalan lahir

113
3. Thrombin : Gangguan pembekuan darah
4. Tissue : Retensi sisa plasenta
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium : golongan darah, PT/aPTT
2.USG obstetri  retensi sisa plasenta
8. Terapi 1. Perdarahan sedikit : cukup bed rest, uterotonika, kalau ada
infeksi diberikan antibiotika dan bila anemia ditransfusi
darah
2. Bila perdarahan sedang : diberikan oksitosin intravena (20
unit dalam 500 cc RL). Bila dengan pengobatan ini
perdarahan dapat dihentikan dan tidak didapatkan bukti
adanya sisa plasenta yang tertinggal, tidak perlu dilakukan
kuret. Apabila didapatkan gejala-gejala infeksi, dapat diberi
antibiotik parenteral
3. Perdarahan banyak : pertama-tama dipasang cairan intra vena
dan diberi transfusi darah. terus menerus transfusi
cairan/darah dan antibiotika kemudian dilakukan kuretase.
Bila setelah kuretase tidak berhasil menghentikan perdarahan
dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.
9. Edukasi 1. risiko terjadinya infeksi sampai dengan kematian
2. transfusi dan komplikasinya
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam
Tergantung jumlah perdarahan dan kecepatan penatalaksanaan
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Fetomaternal
14. Indikator Medis Jumlah kasus perdarahan post partum
15. Kepustakaan 1. Sarwono. Ilmu Bedah Kebidanan. 2010
2. Permenkes No 5 Tahun 2014 : Panduan Praktis Klinis
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
3. WHO guidelines : prevention and treatment of post
partum haemorhage
4. RCOG. Prevention and Management Post Partum
Haemorhage. 2009

114
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH PERDARAHAN POST PARTUM


YOGYAKARTA UNIT II

Adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayilahir


pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada section
sesaria
Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam
24 jam pertama setelah melahirkan.
Perdarahan post partum lambat adalah perdarahan yang terjadi
selama masa nifas setelah 24 jam pertama setelah kelahiran.
Faktorpredisposisi:
• Partus lama
• Kelahiran dengan alat (vakum, forseps)
1.Pengertian
• Grande multigravida (G5+, umur 35 th+)
• Hamil dengan mioma uteri
• Plasenta previa, Abruptio placentae
• Over-distended uterus: Hidramnion, Kehamilan ganda, Janin
besar (DM)
• Persalinan pacuan (oksitosin, misoprostol)
• Riwayat PPP dahulu
• Preeklamsia-Eklamsia
• Anemia, gizi buruk
Persalinan dengan anesthesia dll
Perdarahan banyak dari jalan lahir
2.Anamnesis Riwayat yok/renjatan

1. Pemeriksaan Status generalis Keadaan umum, vital sign


2. *Atonia Uterus
Uterus tidak berkontraksi &lembek
*Robekan jalan lahir
- Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir
- Kontraksi uterus baik
- Plasentalengkap
- Pucat, lemah, menggigil
* Retensiplasenta
4.Pemeriksaan Fisik
- Plasentabelumlahirsetelah 30 menit
- Kontraksibaik
- Talipusatputusakibattraksi
* Retensisisaplasenta
- Plasentalahirtidaklengkap
- Kontraksi uterus baik
- TFU meninggi (perdarahan di dlm kavum uteri)

115
1. Anamnesa
4.Kriteria Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5.Diagnosis Kerja Perdarahan post partum
Abnormal Uterine Bleeding
6.Diagnosis Banding
Diambil spesimen darah lengkap untuk memeriksa hemoglobin,
7.Pemeriksaan Penunjang profil pembekuan darah, elektrolit dan penentuan golongan darah,
serta cross match
1. Ask for help
Segera meminta pertolongan, pendekatan multi disiplin
eruntuk mengoptimalkan resusitasi cairan dan monitoring
pemberian cairan.
2. Asses and resuscitate
Nilai tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah, dan bila
fasilitas memungkinkan satu rasi oksigen harus dimonitor.
Saat memasang jalur infus dengan abocath 14G-16G harus
segera diambil spesimen darah untuk memeriksa
hemoglobin, profil pembekuan darah, elektrolit dan
penentuan golongan darah, serta cross match.
3. Menentukan penyebab :
- Menentukanetiologiperdarahan
- Tetapdilakukanresusitasi
- Nilaikontraksi uterus
4. Massage uterus
Bila uterus tetaplembekharusdilakukankompresi bimanual
internadenganmenggunakankepalantangankanandidalam
uterus dankepalantangankirimelakukanmasase di fundus
uteri, kemudian berikan obat-obatan uterotonika
8.Terapi 5. Obat-obatan uterotonika

OKSITOSI METIL MISOPROS


N ERGONOVI TOL
N
Dosisawal IV:20U/L IM/IV : 0,2 Oralataurek
infuselektr mg (pelan2 tal 600 µg
olit (60
tpm)
IM : 10U
Dosis IV: 20U Ulangi 400µg 2-4
Pemeliharaan dlm 1 liter 0,2mg jam
infus (40 setelah setelahdosis
tts/m) 15menit awal
DosisPemelih Tidaklebih 5 dosis 1200 µg /
araan dari 3 liter (1mg) 3 dosis
infus
DosisMaksim Tidakbole Preeklamsia, Asma
um h bolus IV hipertensi, Nyeri
penyjantun)
 transfusidarah,

116
6. Shift to theatre
Bila perdarahan masih tetap terjadi, segera bawa pasien
keruang operasi. Bila diduga ada sisa jaringan, segera
dilakukan tindakan kuretase. Kompresi bimanual dilakukan
selama ibu dibawa keruang operasi .
7. Tamponade or uterine packing atau pasang balon cateter
1. Ambil 1 kondom baru
2. Siapkan 1 kateter besar (no 20 atau 24)
3. Masukkan ujung kateter kedalam kondom, ikat
dengan benang silk yang besar (no 1)
4. Masukkan kondom kedalam kavum uteri
5. Sambung ujung kateter dengan 1 plabot NaCl atau
apa saja (500 ml)
6. Alirkan dengan cepat
7. Tahan kondom dalam rahim selama 24 jam .
8. Apply compression suture
Dilakukan B-lynch suture, benang yang direkomendasikan
adalah kromik catgut no.2 tetap ivicryl 0 juga dapat dipakai
dengan hasil yang baik. Pada modifikasi B-Lynch ini tidak
dilakukan sayatan di SBR dahulu, tetapi langsung dilakukan
penjahitan satu-satu membentuk seperti kerang
9. Systemic Pelvic Devascularization
a) LigasiArteriUterina
b) LigasiArteriHipogastrika
10. Subtotal or total abdominal hysterectomy
 Perdarahan post partum yang berat bias mengakibatkan
kontraksi uterus yang jelek sehingga menyebabkan atonia uteri
sehingga berpotensi untuk dilakukan pengangkatan rahim
9.Edukasi (histerektomi)
 Infeksi
 Hal paling berat dari perdarahan post partum adalah kematian

Ad Vitam: dubia ad bonam


10.Prognosis Ad Sanationam: dubia ad bonam
Ad Fungsionam: dubia ad bonam
11.Tingkat Evidens I / II / III / IV
12.Tingkat Rekomendasi A/B/C
13.PenelaahKritis Staf Bagian Fetomaternal
14.IndikatorMedis
 Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, 2012. Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri.
 Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta. 2006.
15.Kepustakaan Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Perdarahan Setelah Bayi Lahir
 Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. 23 th edition.
The McGraw-Hill Companies.Inc.

117
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil
atau lingkar perut kurang atau sama dengan 5 persentil atau FL/AC
> 24
2. Anamnesis 1. Pertambahan berat badan < 5 kg pada UK 24 mgg atau < 8 kg
pada UK 32 mgg (untuk ibu dengan BMI < 30)
2. Ibu merasa gerakan janin berkurang
3. Faktor resiko
- Sosio ekonomi rendah
- Riwayat PJT dalam keluarga
- Riwayat obstetric buruk
- Berat badan sebelum dan selama kehamilanrendah
- Komplikasi obstetric dalam kehamilan
- Komplikasi medis lain dalam kehamilan
4. Etiologi
a. Maternal : antara lain hipertensi dalam kehamilan, penyakit
jantung, DM, hemoglobin pati, penyakit autoimun,
malnutrisi, merokok, narkotik, kelainan uterus dan
trombofilia
b. Plasenta dan talipusat : Twin to Twin Tranfusion Syndrome
(TTTS), kelainan plasenta, solusio plasenta
c. Infeksi : HIV, sitomegalovirus, rubella, herpes, tokso
plasmosis, sifilis
d. Kelainan kromosom/genetik : Trisomi 13, 18 dan 21,
triploidi, sindroma Turner danpenyakit metabolisme
3. PemeriksaanFisik 1. Status generalis : Keadaan umum, vital sign
2. Status Obstetri :
- Leopold I – IV
- TBJ < 10 persentil
- TFU 3 cm atau lebih di bawah normal
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik : TFU 3 cm atau lebih di bawah normal
3. Pemeriksaan penunjang (USG) :
- HC/AC > 1
- FL/AC > 24
- Biometri tidak berkembang secara bermakna setelah 2
minggu
- Amniotic Fluid Index (AFI)5 cm atau kurang
- Sebelum UK 34 mgg plasenta grade 3
5. Diagnosis PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT
6. Diagnosis Banding 1. Kehamilan Preterm
2. Kecil MasaKehamilan

118
7. PemeriksaanPenunjang 1. USG
2. USG Doppler
3. Lab lengkap
4. Urinrutin
5. Kardiotokografi (KTG)
8. Terapi 1. Pengelolaan
a. Pemantauan janin : Doppler USG
b. Biophysical Profile Score (BPS)
c. Jika end diastolic (ED) masih ada, tunda sampai UK 37
mgg
d. Bila pada surveillance ada absent end diastolic
flow(AEDF) atau reverse end-diastolic flow(REDF),
sebaiknya diberikan steroid. Jika ditambah (BPS, venous
Doppler) abnormal segera diterminasi. Pada UK > 34 mgg,
meskipun yang lain normal, pertimbangkan terminasi
e. Pemberian kortikosteroid UK < 36 mgg untuk mengurangi
kejadian Respiratory Distress Syndrom(RSD)
f. Evaluasi KTG
2. Monitoring intra partum dengan KTG
3. Dilakukan terminasi kehamilan bila :
- Rasio FL/AC ≥ 26
- Doppler velocimetry a/v umbilikalis (PI ≥ 1,8)
disertai AEDF/REDF
- AFI ≤ 4
- BPS memburuk
- KTG deselerasi lambat
5. Terminasi kehamilan dengan :
- UK ≥ 37 mgg : SC atau pervaginam (Bishop score ≥ 5)
- UK 32-36 mgg : konservatif terutama pada preeklampsia
- UK < 32 mgg : sebagian besar kasus berakhir dengan
terminasi
9. Edukasi 1. Menghilangkan faktor resiko
2. Dianjurkan persalinan dilakukan di unit yang memiliki fasilitas
dan ahliperinatologi / neonatus yang baik
3. Edukasi keluarga tentang komplikasi bayi berat badan lahir
rendah (BBLR) antara lain : hipotermia, hipoglikemia, RDS,
infeksi
10. Prognosis AdVitam : dubia
AdSanationam : dubia
AdFumgsionam : dubia
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. PenelaahKritis Staf Bagian Fetomaternal
14. IndikatorMedis ………………………………………………………
……………………………………………………….
15. Kepustaan 1. Panduan Penatalaksanaan KasusObstetri ; Himpunan
Kedokteran Maternal (HKFM) 2012

119
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
POST NATAL CARE
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Post Natal care adalah kegiatan pemeriksaan dan perawatan setelah
melahirkan 1 bulan setelah pulang dari rumah sakit. Bertujuan
mengidentifikasi komplikasi nifas dan edukasi keluarga berencana
2. Anamnesis Petugas melakukanAnamnesa:
» Menanyakan Identitas
» Menanyakan riwayat persalinan dan keadaan bayi yang baru
lahir.
» Menanyakan keluhan ibu dalam masa nifas.
» Menanyakan apakah ada keluhan ibu dalam proses dan masa
menyusui
» Menanyakan proses involusi ibu
3. PemeriksaanFisik 1. Status Generalis
- KU:
- Vital Sign:
- Mata: anemis / tidak
2. Status Obstetri
- Mammae: bengkak? Tanda-tanda infeksi?
- Abdomen: Tinggi Fundus Uteri
3. Status Ginekologis
- Adakah nyeri daerah pelvis
- Lochea (Rubra, Sanguinolenta, serosa, alba dan purulenta)
- Adakah perdarahan post partum lambat
ovaginitis atau infeksi pada luka episiotomi,
- adakah ruptur perinei sub total/total, dengan
penyembuhan tidak baik.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa: (sesuai No 2)
2. PemeriksaanFisik: (sesuai No 3)
3. PemeriksaanPenunjang:
Lab: - DarahRutin
- Urinalisa (bilaperlu)
USG: - adakah IUD
- Endometrial Line?
5. Diagnosis -Febris puerpuralis
- Mastitis
- Dehisensi luka episiotomi
- Retensi Urine
6. Diagnosis Banding 1. Infeksi Saluran Kemih
2. Febrispost partum
7. PemeriksaanPenunjang 1. Lab: - Darah Rutin
- Urinalisa (bilaperlu)

120
2. USG:- Adakah IUD
- Endometrial Line?
8. Terapi * Infeksi post partum :
- Pemberian antibiotik untuk gram negatif dan anaerob.
* Perdarahan post partum lambat retensi sisa plasenta
- Kuretase
* Sepsis puerpuralis :
- Pemberian antibiotik yang sesuai, konsul interna bila perlu
* Mastitis :
- Abses : Perawatan luka, Breast care, konsul bedah bila perlu
* Retensiasi :
- Breast care dan masase mammae
* Retensi urine:
- Bladder Trainning
9. Edukasi Menerapkan dan memperhatikan vulva hygine
10. Prognosis AdVitam: dubia ad bonam
AdSanationam: dubia ad bonam
AdFumgsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. PenelaahKritis Staff Bag Fetomaternal
14. IndikatorMedis Laboratorium: Darah rutine dan urinalisa bila perlu
15. Kepustakaan Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics, 24th Edition. The
McGraw-Hill Companies. Inc

121
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
PRESENTASI BOKONG
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Adalah keadaan dimana janin letaknya memanjang dengan bokong


menempati bagian bawah rongga rahim
2. Anamnesis  Gerakan janin lebih aktif di bagian bawah,
 Teraba bagian keras di bagian perut atas,
 Mudah terasa buang air kecil,
 Rasa tidak nyaman di ulu hati.
3. PemeriksaanFisik Abdomen :
1. Teraba janin tunggal Intra uterine memanjang
2. Teraba bagian keras di fundus uteri
3. Teraba bagian lunak di leopold III
4. Teraba bagian kecil dibagian kanan atau kiri leopold II
4. Kriteria Diagnosis 1. Gerakan janin dirasa bagian bawah
2. Teraba kepala di fundus uteri
3. DJJ setinggi/lebih tinggi pusat ibu
4. Periksa dalam : teraba bokong, anus, kaki
5. Diagnosis Presentasi Bokong
6. Diagnosis Banding 1. Letak Lintang
2. Letak oblik
7. PemeriksaanPenunjang 1. Ultrasonografi
2. Kardiotokografi
8. Terapi 1. Persalinan pervaginam
2. Persalinan per abdominal
9. Edukasi Dalam kehamilan :
1. Pada kehamilan < 34 minggu
Posisi Lutut Dada (PLD)
- Berhasiltunggu sampai aterm
- Gagal PLD – control tiap minggu

2. Kehamilan> 34 minggu
Versi luar :
- Berhasilaterm bila tidak ada kontraindikasi
- Gagal PLD – control tiap minggu

Dalam persalinan :
1. Pembukaan kurang 4 cm, KK +, tidak ada kontraindikasi VL
Gagal – nulliparaTBj> 3000 – 3250 gr > SC

2. Pembukaan lebih 4 cm, KK +/-


- NulliparaTBj> 3000 – 3250 gr  SC

122
- NulliparaTBj< 3000 – 3250 gr, multi : Evaluasi
partusmajupervaginam

3. Multigravida : janin besar, KK lebih 12 jam, janin besar > SC


- Partus tak maju + KK (+) atau KK (-) < 12 jam 
stimulasi
- KK (-) > 12 jam  SC
- Kepala deflexi SC
4. Pervaginam : Brach, manual aid, ekstraksi

10. Prognosis AdVitam: dubia ad malam


AdSanationam : dubia ad malam
AdFumgsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens III
12. Tingkat Rekomendasi B
13. PenelaahKritis Staf Bagian Fetomaternal

14. IndikatorMedis 1. Outcome perinatal


2. Outcome maternal
15. Kepustakaan 1. Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. 23 thedition. The
McGraw-Hill Companies.Inc
2. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, 2012

123
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH PROLAPSUS UTERI


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis


- Perasaan berat pada perut bagian bawah
- Benjolan keluar dari kemaluan
2. Anamnesis
- Inkontenansia urin – pada sisitokel
- Defekasi sulit – pada rektokel
- Prolapsus uteri ringan dilakukan tes Valsafa
- Tampak portio atau korpus uteri di luar vulva
- Dinding depan vulva menonjol ( sistokel)
3. Pemeriksaan Fisik - Dinding belakang vagina menonjol (rektokel)
- Perhatikan adanya ulkus pada Portio
- Bila perlu lakukan pemeriksaan sitologi ( Papsmear)

Kriteria Diagnosis :
Hasil Pengukuran POPQ
0 : tidak ada prolaps
1 : tepi terjauh prolaps < 1 cm
4. Kriteria Diagnosis
2 : tepi terjauh prolaps antara -1 dan +1
3 : tepi terjauh prolaps antara +1 dan (tvl – 2) cm
4 : tepi terjauh prolaps antara (tvl – 2) dan tvl cm
*tvl : total vaginal lenght
5. Diagnosis PROLAPSUS UTERI
1. Elongatio serviks
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang Inspekulo
a. Tanpa pembedahan
 Prolapsus derajat I dengan latihan otot dasar panggul
 Pemasangan pesarium, jika keadaan umum pasien jelek,
terdapat ulkus dekubitus, kehamilan atau nifas atau pasien
tidak mau dilakukan pembedahan
8. Terapi
b. Pembedahan
 Operasi Manchaster − Forthergill
 Histerektomi Vagina
 Operasi Le Fort
 SSF (Sacro Spinosum Fixation)
1. Membatasi jumlah anak
2. Mnecegah partus pervaginam dengan tindakan
9. Edukasi 3. Menurunkan berat badan
4. Mengurangi angkat berat
5. Mengobati bila batuk kronis
Ad Vitam: dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad Sanationam: dubia ad bonam

124
Ad Fumgsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Urogynekologi
14. Indikator Medis
1. Junizaf et al, Buku Ajar: Ginekologi; 2002, Divisi
Uroginekologi – Rekonstruksi Departemen Obstetri dan
15. Kepustakaan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM, Jakarta
2. Schorge JO et al,Williams Gynecology 1st ed .New York,Mc
Graw Hill,2008

125
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
RUPTUR PERINEUM DERAJAT III DAN IV
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian - Ruptur perineum derajat III adalahkerusakanpada perineum


danototsfingteranitermasuksfingteranieksternadansfingteraniint
erna
o 3a:<50% ketebalansfingteranieksterna (SAE)
o 3b:>50% ketebalansfingteranieksterna (SAE)
o 3c: mengenaikeduasfingteranieksternadaninterna
- Ruptur perineum derajat IV
adalahkerusakanototsfingteranisampaimukosarektum
2. Anamnesis - Petugas melakukanAnamnesa :
o MenanyakanIdentitas
o Menanyakan riwayat persalinan
3. PemeriksaanFisik Derajat kerusakan perineum dan sfingter ani harus diperiksa secara
menyeluruh sebelum dilakukan reparasi.
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis - Subinvolusi oleh karena endometritis puerpuralis
- Subinvolusi oleh karena retensi sisa plasenta dengan
perdarahan
- Febris puerpuralis oleh karena mastitis
6. Diagnosis Banding
7. PemeriksaanPenunjang Pemeriksaan klinis dan ultrasonografi sama baiknya untuk menilai
kerusakan sfingter ani
8. Terapi - Reparasi kerusakan sfingter ani eksterna dapat dilakukan
dengan teknik tumpang tindih atau ujung ke ujung
- Reparasi ruptur perineum derajat III dan IV dapat dilakukan
dengan anestesi regional dan blok pudendal
- Tidak didapat perbedaan kejadian fekal inkontinensia pada
teknik tumpang tindih atau ujung ke ujung dengan evaluasi
ultrasonografi transperineum
- Reparasi SAE dijahit dengan benang monofilamen
polidiaxanone (PDS) atau polyglactin (Vicril) dengan hasil
sama baiknya
- Reparasi SAE dijahit dengan benang PDS 3-0 atau vicril 2-0
dapat mengurangi iritasi dan ketidaknyamanan
- Penggunaan antibiotika spectrum luas dan laksansia
direkomendasikan setelah reparasi sfingter ani untuk
mengurangi kejadian infeksi pasca operasi dan dehisensi
9. Edukasi - Menjaga kebersihan daerah kewanitaan ibu
- Wanita pasca reparasi perineum disarankan bedah sesar elektif
pada kehamilan berikutnya
10. Prognosis Prognosis reparasi SAE baik (60-80% asimtomatiksetelah 12
bulan). Gejala yang dapat berulang adalah inkontinensia alvi

126
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. PenelaahKritis Staf bagian Urogynekologi
14. IndikatorMedis Laboratorium: AL (jumlahleukosit), Hb
15. Kepustakaan Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. 24thedition. The
McGraw-Hill Companies.Inc

127
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
RUPTUR UTERI
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Ruptura uteri : robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum viscerale. Jenis-
jenis rupture uteri antara lain : Ruptur Uteri Spontan, Ruptur Uteri
Traumatik, dan Ruptur Uteri JaringanParut
2. Anamnesis Pada anamnesis biasanya didahului dengan gejala rupture uteri
membakat, yaitu :
1. HIS yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat
diperut bagian bawah.
2. Pasien merasa kesakitan yang luar biasa, gelisah, takut,
pucat dan keluar keringat dingin
3. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus
4. Muntah-muntah akibat perangsangan peritoneum
5. Syok, nadi kecil dancepat, tekanan darah turun bahkan tak
terukur
6. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak terlalu
banyak
7. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke
tungkai bawah dan bahu
8. Kontrkasi uterus biasanya hilang
9. Terdapat defans muscular dan kemudian menjadi kembung
dan meteorismus
Adanya Faktor predisposisi seperti :
- Multiparitas/Grandemultipara
- Pemakaian oxytosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang
tidak tepat
- Kelainan letak dan implantasi plasenta
- Kelainan bentuk uterus
- Hidramnion
3. Pemeriksaan Fisik 1. Status Generalisata :
Keadaan umum pasien biasanya gelisah, Taki kardi dan
hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut.
2. Status Obstetricus :
Pemeriksaan abdomen : teraba bagian-bagian janin
- sewaktu persalinankontur uterus yang abnormal atau
perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukan
adanya ekstruksi janin. Kontraksi uterus dapat berhenti
mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang.
- Sewaktu atau segera melahirkan abdomen sering sangat
lunak disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya
perdarahan intra peritoneum.
3. Pemeriksaan Pelvis :
- Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi
128
dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah
mengalami ekstrusi kedalam rongga peritoneum.
- Perdarahan pervaginam mungkin hebat
- Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali dengan eksplorasi
manual segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri.
Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat yang paling
lazim dari ruptur.
4. Kriteria Diagnosis Kriteria diagnosis ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
1. Sakit perut mendadak
2. Perdarahan pervaginam
3. Syok yang cenderung tidak sesuai dengan jumlah darah
yang keluar karena adanya perdarahan intra abdominal
4. Adanya penyulit operasi pada rahim, trauma, partus sulit,
dsb.
5. Kadang-kadang disertai aspek napas/napas cuping hidung
atau sakit di bahu karena tekanan napasnya intra abdominal
pada diafragma
6. Teraba bagian janin langsung dibawah kulit dinding perut
disertaitanda sakit perut mendadak, bunyi jantung janin
tidak terdengar
7. Kadang urin hemoragis
5. Diagnosis Ruptur Uteri
6. Diagnosis Banding 1. Moladestruens
2. Kehamilan ekstopik lanjut terganggu

7. PemeriksaanPenunjang 1. Hb dan hematokrit darah


2. USG

8. Terapi 1. Atasi syok dengan segera, termasuk infuse cairan intravena,


pemberian darah, oksigen dan antibiotika
2. Laparotomi :
- Segera cari sumber perdarahan, lakukan haemostatis
- Selanjutnya nilai dinding robekan
- Robekan campang camping lakukan hysterektomi subtotal
- Robekan disegment bawah dan tepi dapat diperbaiki
lakukan hystereoraphi + tubektomi
9. Edukasi 1. Memberikan penjelasan mengenai penyakit dan kondisi pasien
sampai kemungkinan terjadi sepsis
2. Memberikan penjelasan tentang komplikasi penyakit dan
tindakan yang akan dilakukan seperti histerektomi.
10. Prognosis AdVitam : dubiaadbonam / malam
AdSanationam : dubiaadbonam / malam
AdFumgsionam : dubiaadbonam / malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis 1. Ruptur uteri pada jaringan parut bekas seksio sesaria klasik
(vertical), biasanya terjadi pada kehamilan lewat waktu atau
prematur, pada kasus nyeri akut abdomen dansyok, pada proses
persalinan sangat tinggi hampir 90%.

129
2. Rupture uteri pada jaringan parut di segmen bawah uterus terjadi
pada persalinan percobaan pada pasien bekas seksio sesaria
3. Ruptur Uteri Spontan biasanya terjadi pada multi pasa dengan
persalinan dengan penyulit seperti: (malpresentasi janin,
disproporsi cophalo pelvik). Disamping itu Ruptur Uteri Spontan
bisa juga terjadi pada kontraksi yang terlalu kuat
14. Indikator Medis Ruptur uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi ibu dan lebih-
lebih bagi janin. Angk amortalitas yang ditemukan dalam berbagai
penelitian berkisar 50%-75%. Janin umumnya meninggal pada
rupture uteri. Tetapi jika janin masih hidup pada saat peristiwa itu
terjadi, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin
adalah dengan persalinansegera, yang paling sering dilakukan
adalah tindakan laparotomi.
Diagnosis cepat, tindakan cepat, ketersediaan darah dalam jumlah
besar dan terapi antibiotic dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas ibu dan bayi.
15. Kepustakaan 1. Obstetri Williams edisi 22, F. Gary Cuningham, Norman F. Gant,
Kenneth J. Leveno, Larry C. Gilstrap III, John C. Hauth,
Katharine D. Wenstrom : 824-838
2. Departemen Kesehatan RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta. TridasaPrinter : 5-16.
3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2007 :
185

130
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
SECTIO CAESARIA
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada perut dan dinding rahim (segmen bawah uterus=SBR) dengan
syarat dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
2. Anamnesis Indikasi :
Ibu :
- Panggul sempit
- DKP/Disproporsi Kepala Panggul
- Ruptura uteri iminens
- Plasenta previa
- Stenosis serviks/vagina
- Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
Janin :
- Kelainan letak
- Gawat janin
- Kelainan kongenital
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Keadaan umum, vital sign, status kesadaran
2. Status Obstetri
Leopold I,
menentukan usia kehamilan dan juga untuk mengetahui bagian janin
apa yang terdapat di fundus uteri (bagian atas perut ibu).
Leopold II,
menentukan di mana letak punggung
ataupun kaki janin pada kedua sisi perut ibu.
Leopold III,
menentukan bagian janin apa (kepala
ataubokong) yang terdapat di bagian bawahperut
ibu, serta apakah bagian janin tersebut sudah
menyentuh pintu atas panggul.
Leopold IV,
mengetahui seberapa jauh bagian
Bawah janin telah memasuki pintu atas panggul.

Evaluasi HIS, DJJ, Bundle ring


3. Status Ginekologi
Inspeskulo : dalam kasus-kasus tertentu
Vaginal Toucher :
Menilai tanda-tanda persalinan dan mengevaluasi kemajuan
persalinan
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Abdomen
4. Pemeriksaan Ginekologi
131
5. Diagnosis Diagnosis yang memerlukan tindakan operasi section caesaria baik
emergency atau elektif
6. Diagnosis Banding 1. Dalam persalinan
2. Belum dalam persalinan
7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan laboratorium lengkap seperti Lab darah lengkap,
Gol. Darah, HbSAg, PT/APTT, GDS, HIV rapid, GDS. LDH,
SGOT, SGPT, Ur, Cr, Albumin, Elektrolit pada kasus-kasus
tertentu
2. Pemeriksaan Ultrasonografi untuk membantu dalam
menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, jumlah
janin serta kelainan janin.
3. Pemeriksaan CTG
4. Pemeriksaan EKG, pada kasus-kasus tertentu
8. Terapi Informed consent, konsul anestesi, konsul jantung (pada kasus-kasus
tertentu)
Proseduroperasi :
1. Pasien ditidurkan di meja operasi dalam stadium anestesi
2. Dilakukan insisi pada dinding abdomen, kemudian diperdalam
lapis demi lapis sampaidengan peritoneum parietale
3. Dilakukan identifikasi dan eksplorasi
4. Dilakukan Insisi pada uterus, kemudian insisi diperdalam dan
diperlebar sampai dengan kulit ketuban
5. Bayi dilahirkan, dilakukan penjepitan dan pemotongan tali
pusat, bayi diserahkan ke bagian perinatologi
6. Plasenta dilahirkan, evaluasi perdarahan, jika terdapat
perdarahan dirawat
7. Dilakukan penjahitan SBR, dilanjutkan penjahitan dinding
abdomen lapis demi lapis
8. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kassa penutup
9. Operasi selesai

9. Edukasi 1. Adanya resiko durante operasi antara lain : perdarahan, trauma


usus/organ abdomen. Pengangkatan rahim/histerektomi, emboli,
kematian di meja operasi
2. Adanya resiko post operasi yaitu adanya perdarahan, dehisensi
luka operasi
3. Adanya resiko tindakan pembiusan
10. Prognosis AdVitam: dubia
AdSanationam: dubia
AdFumgsionam: dubia
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis 1. Staf fetomaternal
2. …………………………………………………….
3. …………………………………………………….
14. IndikatorMedis Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
15. Kepustakaan Cunningham. Et all. 2010. Williams Obstetrics. 23 the edition. The
McGraw-Hill Companies. Inc

132
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
SINDROM OVARUIM POLIKISTIK (SOPK)
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Adalah sekumpulan gejala atau gangguan seperti Oligomenorrhea


atau Amenorrhea dengan bukti klinis dan laboratoris adanya
Hiperandrogenemia. Lebih jauh saat ini telah diketahui bahwa
wanita yang SOPK dan kelebihan berat badan maka akan
menderita Hiperinsulinemia.
2. Anamnesis Dipusatkan pada pola haid, kehamilan sebelumnya (jika pernah
terjadi), obat-obatan yang dikonsumsi, kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol, pola makan, identifikasi keluarga dengan DM
atau penyakit kardiovaskular.
3. PemeriksaanFisik Ditunjukan pada:
- Kebotakan, jerawat, klitoromegali, distribusi rambut tubuh,
tanda resistensi insulin (obesitas, distribusi lemak
sentripetal, akantosis nigrikan).
- Pemeriksaan bimanual: pembesaran ovarium
4. Kriteria Diagnosis Penegakkan diagnosis didasarkan dari Consensus of the National
Institutes of Health and Child Health and Human Dsevelopment
(1977), maka untuk mendiagnosis SOPK ditetapkan paling sedkit
terdapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria Minor, yaitu:
Kriteria Mayor:
- Anovulasi
- Hiperandrogenemia
Kriteria Minor:
- Resistensi insulin
- Hirsutisme
- Obesitas
- LH / FSH > 2,5
- Secara USG terbukti ditemukan ovarium polokistik kriteria
minimal untuk mendiagnosis SOPK adalah 1 kriteria
mayor berupa anovulasi dan 2 kriteria minor berupa LH /
FSH > 2,5 dan terbukti adanya ovarium polokistik secara
USG.
Gambaran USG Sindrom Ovarium Polikistik adalah
ditemukannya folikel-folikel pada ovarium dengan
diameter 7-10mm (seperti gambaran roda pedati)
5. Diagnosis Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK)
6. Diagnosis Banding 1. Kistoma Ovarii.
2. Ca Ovarii
7. PemeriksaanPenunjang Pemeriksaan Laboratorium:
Kadar testosteron atau DHEAS dehidroepiandrosteron sulfat yang
tinggi menunjukkan adanya hiperandrogenisme ovarium.
Pencitraan Medik:

133
Ultrasonografi pelvik (kadang dapat memperlihatkan gambaran
ultrasonografi dari ovarium polikistik)
Pemeriksaan Hormonal yang dilakukan:
- Hormon LH,FSH,Prolaktin,Testosteron
- Gold standart penegakkan diagnosis sindrom Ovarium
Polikistik adalah Laparoskopi
8. Terapi 1. Olahraga
2. Diet
3. Atur siklus haid Pil Kontrasepsi Kombinasi (E+P)
4. Anti Androgen  Spironolakton 2x50mg
5. Ingin punya anak  induksi Ovulasi: Klomifen sitrat (dosis
max.150mg/hari)
6. Metformin
7. Pembedahan Laparoskopi: Driling (tujuannya mengeluarkan
cairan nyang terdapat didalam folikel-folikel didalam ovarium.
Jumlah tusukan lobang pada ovarium tidak boleh lebih dari 10
lobang)
Lama pengobatan dengan anti Androgen:
- Dapat diberikan 1-2 tahun
- Bila 6-12 bln tidak menunjukkan perbaikan  cek ulang
Hormon Testosteron dan DHEAS. (bila DHEAS tinggi
curiga kerusakan sistem enzim di suprarenal)
Prognosis dengan Anti Androgen:
- Bila penyebabnya bukan karena tumor  keberhasilan 65-
80%
- Bila Hirsutisme telah berlangsung lama  prognosis buruk
- Kadang perlu tindakan kosmetik  elektroepilasi
9. Edukasi 1. Penanganan nyeri
2. Diet / pengaturan berat badan
10. Prognosis AdVitam: dubia ad bonam
AdSanationam: dubia ad bonam
AdFumgsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. PenelaahKritis Staf bagian Gynecologi
14. IndikatorMedis Menstruasi ovulasi
15. Kepustaan 1. Consensus on Women’s Health Aspects of Polycystic
Ovary syndrome (PCOS): The Amsterdam ESHRE /
ASRM – Sponsored 3rd PCOS Consensus Workshop Grup
2. Williams Obstetric 23rd Edition

134
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
TERMINASI KEHAMILAN
YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Pengakhiran kehamilan untuk mengeluarkan produk kehamilan.

2. Anamnesis Terminasi kehamilan dapat dilakukan apabila terdapat komplikasi,dapat


beresiko untuk kehidupan ibunya, dan untuk kesehatan mental ibu.

3. Pemeriksaan Fisik a. Status generalis:


- Vital sign
- Tinggi badan dan berat badan.
- Cloasma gravidarum, tyroid, Mammae, Abdomen, Perineum, ekstremitas)
b. Status Obstetri
- Leoppold I – IV
- Komplikasi kehamilan
- Pemeriksaan dalam (Jika ada indikasi)
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5. Indikasi Terminasi - Missed Abortion
- Blighted ovum
- Mola hidatidosa
- Abortus inkomplit
- Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
- Kehamilan lewat waktu
- Pertumbuhan janin terhambat (PJT) berat
- Kematian janin dalam rahim
- Indikasi ibu : penyakit yang membahayakan ibu apabila kehamilan
diteruskan, seperti: eklamsi, penyakit jantung dan komplikasi, keganasan, dll
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium darah lengkap, urin rutin
2. Kardiotokografi
3. Ultrasound
8. Terapi 1.Pengakhiran kehamilan sampai umur kehamilan 12 minggu
Persiapan :
o Keadaan umum baik : Hb> 10 g%, tekanan darah baik
o Pada abortus febrilis, diberikan dulu antibiotika 3 hari baru akan
dilakukan kuretaseta jam atau 6 jam bila akan dilakukan kuretase vakum
o Pada missed abortion, periksa juga : trombosit, waktu pembekuan, waktu
perdarahan dan waktu protrombin, diatese hemoragik.
Tindakan :
• Kuretase vakum
• Dilatasi dan kuretase
2. Pengakhiran pada umur kehamilan 13-20 minggu
a. Dilatasi dengan Preparat prostaglandin/misoprostol, diberikan atas izin
dan pengawasan serta dosis dari spesialis (50 mcg/5 jam)

135
d.Untuk membantu pembukaan serviks dapat dilakukan pemasangan batang
laminaria 12 jam sebelum pengakhiran kehamilan
e. Dilakukan kuretase bila masih terdapat sisa jaringan.
3. Pengakhiran pada umur kehamilan > 20 minggu
Diberikan oksitosin 5 IU dalam 500 cc Dekstrose 5%, timbulnya kotraksi
dinilai tiap 15 menit, bila dalam waktu 15 menit ini kontraksi tetap lemah,
tetesan dapat dinaikkan. Tetesan maksimal sampai kadar oksitosin 30-40 m
UI/menit
4. Persalinan per abdominal dilakukan bila pervaginam tidak berhasil atau
terdapat kontraindikasi persalinan pervaginam.
9. Edukasi 1. Terminasi dapat dilakukan dengan medikasi (terminasimedik/ obat-obatan),
atau melalui prosedur vakum.
2. Komplikasi induksi
3. Terdapat resiko perdarahan, DIC, infeksi, cedera pada uterus, dan atau organ
lainya, atau sulit terjadi kehamilan selanjutnya.
10. Prognosis AdVitam : dubia ad bonam
AdSanationam : dubia ad bonam
AdFumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. PenelaahKritis Staf Bagian Fetomaternal

14. IndikatorMedis 1.Keadaan umum ibu pasca terminasi kehamilan baik


2. Ibu mudah untuk hamil kembali jika diinginkan
15. Kepustakaan 1. Cunningham, F, Gant, N, Leveno, J, Gillstrap III L, Hauth, J, Wenstrom K.
OBSTETRI WILLIAM, edisi 23. EGC, Jakarta, 2010. Hal 151-153
2. Cunningham, F, Gant, N, Leveno, J, Gillstrap III L, Hauth, J, Wenstrom K.
OBSTETRI WILLIAM, edisi23. EGC, Jakarta, 2010. Hal 968-970
3. Mochtar, R. OBSTETRI OPERATIF dan OBSTETRI SOSIAL, jilid 2.
EGC, Jakarta, 1998. Hal 41-46
4. Sofi Rifayani Krisnandi, Pedoman Diagnosis dan Trapi Obstetri dan
Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung 2005;
hal 24-25.
5.Winkjosastro, H, ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2002. Hal 905 – 93

136
KARDIOTOKOGRAFI
1. Pengertian Pemakaian alat Kardiotokografis ebagai alat bantu untuk mengetahui
kesejahteraan janin
2. Anamnesis  Anamnesis untuk mencari indikasi penggunaan CTG yaitu pada:
1. Kehamilan lewat waktu (postdate/postterm)
2. Primigravida tua (usia ibu ≥ 35 tahun)
3. Ibu dengan penyakit sistemik (Hipertensi, DM, Jantung, Ginjal
kronis, Hipertiroid, Anemia berat)
4. Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
5. Ketuban Pecah Dini
6. Kehamilan multiple
7. Riwayat lahir mati
8. Riwayat obstetri buruk
9. Oligohidramnion/ polihidramnion
10. Ibu merasa gerak janin berkurang
 Anamnesis untuk mengetahui apakah ibu sudah dalam persalinan
atau tidak.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Keadaanumum dan status generalis
2. Pemeriksaanstatus obstetri:
- Leopold
- Evaluasi His
3. PemeriksaanGinekologi : yaitu Inspekulo :
Memeriksa adanya tanda persalinan, indikasi penggunaan CTG
Vaginal Toucher : Memeriksa adanya tanda persalinan, indikasi
penggunaan CTG
4. Prosedur 1. Tegakkan diagnosis dan indikasi untuk pemeriksaan CTG
2. Penjelasan kepada pasien tentang tujuan dan manfaat pemeriksaan
CTG
3. Minta persetujuan dokter konsulen
4. Dilakukan pemeriksaan NST (Non Stress Test) pada pasien belum
inpartu (tidak ada his) dengan memasang doppler pada bagian
terdekat dengan jantung janin dan ibu menekan tanda gerakan
janin saat janin dirasa bergerak atau CST (Contraction Stress Test)
pada pasien sudah inpartu (ada his) dengan memasang doppler
pada bagian terdekat dengan jantung janin dan toco pada fundus
uteri.
5. Kesimpulanhasil NST atau CST dilaporkankekonsulen
6. Hasilkonsuldicatat di status pasien
7. Pasien yang bolehpulangharusmendapat saran dananjuran yang
jelas
8. Pasien yang mondoksegeradibuatpengantarrawatinap.
5. Kriteria Diagnosis 1. Dilakukan pemeriksaan KTG sesuai indikasi
2. NST (Non Stress Test) pada pasien belum inpartu (tidak ada his)
sedangkan CST (Contraction Stress Test) pada pasien sudah
inpartu (ada his)
6. Diagnosis
7. Diagnosis Banding
8. Pemeriksaan Penunjang

137
9. Edukasi 1. Penjelasan kepada pasien tentang tujuan dan manfaat pemeriksaan
CTG
2. Pasien dijelaskan mengenai hasil KTG
10. Prognosis
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. .Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis Staff Fetomaternal

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
Sarwono Prawirohardjo 2009

138
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KETUBAN PECAH DINI


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput ketuban tanpa diikuti
adanya persalinan 6 jam kemudian.
2. Anamnesis 1. Keluhan pasien adanya cairan ketuban / air kawah di jalan lahir
2. Keluhan tanda-tanda infeksi seperti demam, air ketuban yang
warnanya keruh dan berbau
3. Keluhan adanya tanda-tanda persalinan, antara lain adanya
kontraksi dan adanya lender darah
3. Pemeriksaan Fisik 1. PemeriksaanKeadaanumum dan status generalis
2. Pemeriksaanstatus obstetri:
-Leopold I - DJJ dengan doppler
-Leopold II - Evaluasi kontraksi uterus
-Leopold III - Tanda-tanda bundle ring
-Leopold IV
3. PemeriksaanGinekologi : yaitu
Inspekulo :
Memeriksa adanya cairan ketuban di vagina, Nitrazin test
Vaginal Toucher :
Memeriksa adanya cairan ketuban di vagina, menilai tanda-tanda
persalinan dan mengevaluasi kemajuan persalinan, yaitu menilai
pembukaan dan pendataran serviks, penurunan kepala, kulit
ketuban, air ketuban dan adanya sarung lendir darah, Nitrazin test
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan keadaan umum dan status generalis
3. Pemeriksaan status obstetri
4. Pemeriksaan status ginekologi
5. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Ketuban pecah dini
6. Diagnosis Banding 1. In partu
2. Belum inpartu
7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan laboratorium lengkap seperti Lab darah lengkap,
Gol. Darah, HbSAg, GDS, Urine rutine lengkap
2. Nitrazin test
3. Pemeriksaan Ultrasonografi
4. Pada pasien konservatif cek angka leukosit tiap 3 hari
8. Terapi Konservatif (Pada kehamilan < 37 minggu)
- Rawat di RS Bedrest total, posisi trendelenberg
- Berikan antibiotik inj. Ampicilin 2 hari dilanjutkan dengan

139
pemberian Amoxicilin 3x500mg selama 5 hari
- Inj MgSO4 4 gr/ 6 jam diberikan i.m pada usia kehamilan 24-36
minggu
- Jika usia kehamilan <37 minggu, dirawat seaterm mungkin
selama air ketuban masih keluar. Dapat dipulangkan bila sudah
tidak keluar atau ada pertimbangan medis tertentu.
- Jika usia kehamilan 24-34 minggu, belum in partu, tidak ada
infeksi, beri inj deksametason 5 mg/12 jam selama 2 hari,
observasi tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan seaterm mungkin
- Jika usia kehamilan <37 minggu, sudah in partu (pembukaan
cervik 4 cm) tidak ada tanda infeksi lanjutkan persalinan.
- Jika usia kehamilan <37 minggu, ada infeksi beri antibiotik dan
terminasi kehamilan
Aktif
- Kehamilan ≥ 37 minggu dalam persalinan  lanjut persalinan.
- Kehamilan ≥ 37 minggu belum dalam persalinan dilakukan
induksi persalinan dengan penilaian bishop score. Bila bishop
score ≥5 induksi dengan 10 IU oksitosin dalam 1000 cc RL. Bila
bishop score < 5 dapat diberikan cervikal ripening dengan
misoprostol 25 mcg pervaginam 2x pemberian dilanjutkan
dengan 10 IU oksitosin dalam 1000 cc RL. Dapat pula diberikan
misoprostol 25 mcg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali bila
gagal dengan seksio sesaria,
- Bila ada tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi, dan
terminasi kehamilan : Bila belum dalam persalinan : 1. Bila skor
pelvik<5, lakukan pematangan servik kemudian induksi. Jika
tidak berhasil diakhiri persalinan dengan seksio sesaria. Bila skor
pelvik≥ 5 induksi persalianan, partus pervaginam. Bila dalam
persalinan: lakukan stimulasi. Bila terdapat perburukan pada
janin / gagal lakukan seksio cesaria

BAGAN RINGKASAN
KPD < 37 minggu

Dalam persalinan Belum dalam


Ø≥ 4 cm persalinan

Infeksi Non infeksi Infeksi Non infeksi

Stimulasi Lanjut Terminasi Konservatif


Persalinan kehamilan
m

140
KPD ≥37minggu

Dalam persalinan Belum dalam


persalinan

Infeksi Non infeksi Infeksi Non infeksi

Stimulasi Lanjut SC Induksi


Persalinan Persalinan

9.Edukasi 1. Adanya resiko infeksi baik pada ibu maupun bayinya


2. Adanya resiko induksi persalinan seperti adanya perdarahan
3. Risiko prematuritas pada bayi, sindrom gagal nafas neonatorum
10.Prognosis AdVitam : dubia
AdSanationam : dubia
AdFumgsionam: dubia
11.Tingkat Evidens I /II/III/IV
12.Tingkat Rekomendasi A/B/C
13.Penelaah Kritis Staff Bagian Fetomaternal

14.Indikator Medis 1. Luaran Maternal


2. Luaran Perinatal
15. Kepustakaan 1. Cunningham et al. 2010. Williams Obstetrics 23th edition. The Mc
Graw Hill Companies
2. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri HKFM 2012

141
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH KANKER ENDOMETRIUM


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Kanker endometrium di negara maju seperti Amerika Serikat dan


Eropa Barat merupakan kanker yang terbanyak pada kanker
ginekologi. Sekitar 75% dijumpai pada stadium I di mana angka
ketahanan hidupnya 75% atau lebih.
1.1 Tumor Primer
Korpus uteri merupakan 2/3 atas dari uterus dengan batas ostium
uteri internum ke kranial.
1.2 Metastasis
Lokasi metastasis utama kanker endometrium adalah vagina dan
paru.

2. Anamnesis Pasien biasanya mengeluh ada riwayat perdarahan jalan lahir yang
abnormal ( metroragia, perdarahan pasca menopause )

3. Pemeriksaan Fisik Faktor predisposisi: obesitas, rangsangan estrogen terus menerus,


menopause terlambat (> 52 tahun), nulipara, siklus anovulasi,
pengobatan tamoxifen, dan hiperplasia endometrium.
Faktor yang melindungi terhadap penyakit ini: pil kontrasepsi,
wanita perokok terutama pada wanita gemuk dimana nikotin
dianggap mempunyai efek antiestrogen.
Uterus bentuk dan ukuran normal atau lebih besar dari normal,
cervix biasanya licin atau mungkin juga terdapat proses,
parametrium biasanya masih lemas, biasanya adneksa tidak terdapat
massa.

4. Kriteria Diagnosis - Ultrasonografi / SIS (SalineInfusion Sonography)


- Pippele (mikrokuret)
- Kuretase bertingkat
- Sitologi endometrium (Endoram)
- Histereskopi Diagnostik dengan atau tanpa biopsy terarah.
- Pemerikisaan USG (transvaginal dan / atau transrektal dan
abdominal)
- Pemeriksaan Ca 125 jika invasi ke adneksa atau kecurigaan
kanker ovarium.

142
Stadium Surgikal Kanker Endometrium FIGO (2008)
Stadium Klinis
I Tumor terbatas pada corpus uterus
IA Tidak ada invasi atau invasi < dari ½
miometrium

IB Invasi > ½ miometrium


II Tumor menembus stroma serviks, tapi
tidak menembus keluar dari uterus
III Tumor menyebar lokal atau regional
IIIA Menginvasi ke lapisan serosa dari
corpus uterus dan atau adnexa.
IIIB Penyebaran ke pelvic dan atau
parametrium
IIIC Metastasis ke kelenjar getah bening
pelvik dan atau paraaorta
III C 1 Kelenjar getah bening pelvik positif
III C 2 Kelenjar getah bening para aorta positif,
dengan atau tanpa kelenjar getah bening
pelvik (+)
IV Tumor menginvasi kandung kemih,
dan/atau rmukosa usus dan/atau
metastasis jauh

IVA Invasi ke kandung kemih dan/atau


mukosa usus.
IVB Metastasis jauh termasuk ke rongga
abdomen dan/atau kelenjar getah
bening inguinal
Keterlibatan kelenjar endoserviks harus diperhatikan hanya pada
stadium I dan stadium II

5. Diagnosis Kanker Endometrium


6. Diagnosis Banding 1. kanker serviks
2. kanker ovarium
3. kanker corpus uteri

7. Pemeriksaan Sebelum tindakan operasi, pemeriksaan yang perlu dilakukan:


Penunjang 1. Foto toraks untuk menyingkirkan metastasis paru-paru.
2. Tes Pap, untuk menyingkirkan kanker serviks.
3. Pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah tepi,
faal hati, faal ginjal, elektrolit.
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan perioperatif (IPD/Kardiologi dan anestesi)
6. Pemeriksaan Ca 125

143
7. CT Scan diperlukan bila dicurigai adanya kanker primer lainnya

8. Terapi Operasi pada Kanker Endometrium


Pada stadium dini, dengan diferensiasi baik cukup dilakukan
histerektomi totalis dan salpingoooforektomi bilateral.
Operasi dilakukan dengan insisi mediana, dilakukan bilasan
peritoneum abdomen dan pelvis, eksplorasi dan palpasi
kemungkinan metastasis ke organ abdomen, termasuk bagian atas
abdomen, histerektomi total dan salpingo-ooforektomi bilateral,
kemudian uterus dibelah untuk melihat kedalaman invasi ke
miometrium; bila tidak jelas perlu dilakukan frozen section.
Kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta dan omentektomi
partialis dilakukan berdasarkan kriteria kelompok risiko tinggi :
a. Infiltrasi ke miometrium lebih dari setengah ketebalan
miometrium
b. Perluasan ke isthmus/serviks
c. Perluasan keluar uterus (termasuk adneksa)
d. Tipe histologik : serosa, sel jernih, skuamosa, atau diferensiasi
buruk
e. Pembesaran kelenjar getah bening pelvis
f. Histologik derajat 3 adenokarsinoma.

Pada stadium II :
Dilakukan histerektomi radikal modifikasi, salpingo-ooforektomi
bilateral, diseksi kelenjar getah bening pelvis dan biopi paraaorta
bila mencurigakan, bilasan peritoneum, biopsi omentum
(omentektomi partialis),biopsi peritoneum.
Pada stadium III dan IV :
Operasi dan/atau radiasi dan/atau kemoterapi. Pengangkatan tumor
merupakan terapi yang utama, walaupun telah bermetastasis ke
abdomen.
Terapi
Pada stadium II:
Dilakukan histerektomi radikal modifikasi, salpingoooforektomi
bilateral, deseksi kelenjar getah bening pelvis dan biopi paraaorta
bila mencurigakan, bilasan peritoneum, biopsi omenteum
(omentektomi partialis), biopsi peritoneum.
Pada stadium III dan IV :
Operasi dan/atau radiasi dan/atau kemoterapi.
Pengangkatan tumor merupakan terapi yang utama, walaupun telah
bermetastasis ke abdomen.
Radioterapi
Radiasi pelvik dan brakhiterapi vagina (adjuvan) pascabedah.
Pasien dengan risiko rendah (stadium IA, derajat 1 atau 2) Tidak
memerlukan radiasi :

144
a. Pasien stadium IB, IC, IIA dan IIB; derajat 3 pada setiap
stadium
b. Pasien dengan stadium III dan IV (metastasis jauh) mendapat
radiasi secara individual, tergantung letak metastasis dan
adjuvan Cisplatin dan Doxorubicin (protokol penelitian).
Perluasan radiasi para-aorta diberikan bila:
o Kelenjar getah bening para-aorta positif.
o Metastasis luas di daerah adneksa.
o Infiltrasi 1/3 bagian luar miometrium disertai histologi
derajat 2 atau 3.
Kemoterapi
1. Kemoterapi.
Diberikan pada pasien dengan kanker endometrium residif.Jenis
kemoterapi yang dipilih adalah Cisplatin dan Doxorubicin
2. Hormon.
Tumor dengan reseptor estrogen atau reseptor progesteron :
a. Depo-Provera, 400 mg/IM/minggu
b. Tablet Provera 4 x 200 mg/hari
c. Megestrol asetat (Megace) 4 x 800 mg/oral/hari.
Pengamatan Lanjut
Pengamatan lanjut (follow-up) dilaksanakan 2 bulan sekali pada 2
tahun pertama; selanjutnya setiap 6 bulan pada 3 tahun berikutnya.
Setelah 5 tahun, pemeriksaan dilaksanakan 5 tahun sekali.
Pemeriksaan terutama ditujukan pada kelenjar getah bening pelvis.
Juga diperhatikan timbulnya massa di pelvis, perdarahan pervaginam,
dan gangguan respirasi.

9. Edukasi 5 Years Survival


Stadium %
I 82
II 66
III 44
IV 16
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Staf Bagian Onkologi
14. Indikator Medis 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin, kadar
neutrofil, dan trombosit
2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengobatan (overall treatment)
3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovagina touché
dan USG)

145
15. Kepustakaan 1. Crowder S, Lee Christine, Santoso T. Cancer servix. In: JT
Santoso and RL Coleman, Handbook of Gyn Oncology, Mc
Graw-Hill, New York, 2000, Pp 25-32
2. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging classifications and
clinical practice guidelines of gynaecologic cancer. FIGO and
IGCS, 2nd edit, November 2003.
3. Clinical practice Guidelines in Oncology V.1.2003. National
Comphrensive Cancer Network
4. NCCN 2013
5. Ali Ahyan. Textbook of gynaecological oncology, 2010 gubes
publishing

146
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH FISTULA RECTOVAGINALIS


YOGYAKARTA UNIT II

1. Pengertian Terdapatnya saluran abnormal yang menghubungkan traktus


urinarius dan traktus genitalis

2. Anamnesis - Pasien mengeluh flatus dan keluar feses melalui vagina


- Timbul bau dan cairan busuk dari vagina
- Vaginitis kronis sampai berulang
- Ekskoriasi pada kulit perianal
- Dispareuni
- Riwayat penyakit sebelumnya (operasi daerah rectovaginalis,
radiasi daerah pelvik, penyakit infeksi usus)

3. Pemeriksaan Fisik - Ditentukan posisi, ukuran, dan hubungannya dengan sfingter.


- Pemeriksaan spekulum ditemukan feses dan lubang pada
vagina yang berhubungan dengan rektum
- Kolposkopi untuk identifikasi pembukaan fistula
- Pemeriksaan bimanual
- Methylene blue test : Menempatkan tampon pada vagina pada
rektum dimasukkan cairan metilen blue. Warna biru
membasahitampon setelah 10-15 menit  fistula (+)
- Tes lain : Pasien posisi litotomi atau Tredenleburg dan
mengisi vagina dengan air. Udara dimasukkan dalam rektum,
adanya gelembung udara  fistula (+)

4. Kriteria Diagnosis Klasifikasi Fistula Recto-vaginal :


1. Tepi distal fistula > 3cm dari hymen
2. Tepi distal fistula 2,5 – 3 cm dari hymen
3. Tepi distal fistula 1,5 - < 2,5 cm dari hymen
4. Tepi distal fistula < 1,5 cmdari hymen
 Ukuran < 1,5 cm pada diameter terlebar
 Ukuran 1,5 – 3 cm pada diameter terlebar
 Ukuran> 3 cm pada diameter terlebar
- Tidak ada atau hanya terjadi fibrosis ringan sekitar
fistula dan/atau vagina
- Fibrosis sedang atau berat
- Keadaan khusus misalnya pascaradiasi, penyakit
inflamasi, keganasan, pasca perbaikan.

147
5. Diagnosis Fistula Recto-Vaginalis

6. Diagnosis Banding Kanker rektum


7. Pemeriksaan Penunjang - CT Scan
- MRI
- (Kontras yang digunakan : watersoluble vaginogram,
gastrograffin enema, barium enema, atau fistulogram

8. Terapi 1. Untuk fitula kecil yang timbul pasca persalinan atau beberapa
hari pascaoperasi ginekologi.
Terapi:
 Katerisasi 2-3 minggu
 Pemberian antibiotik
 Pemberian steroid
Bila gagal dilakukan reparasi fistula secara operatif minimal
setelah 3 bulan.
2. Operatif :
Untuk fistula yang besar, fistula dalam atau fistula yang gagal
dengan terapi konservatif
3. Terapi:
Reparasi fistula dapat dilakukan transvaginal atau
transabdominal atau kedua-duanya. Sebaiknya perawatan
fistula pasca reparasi harus diperhatikan karena berpengaruh
besar terhadap kesembuhan.

9. Edukasi 1. Proses penutupan fistula memerlukan ketekunan, kesabaran,


dan pengalaman dari pembedahan dan perawatan pasca
operasi
2. Diusahakan post operasi penutupan fistula, keadaan feses
dalam keadaan yang lembek untuk menghindari trauma.

10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam


Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat Rekomendasi A


13. Penelaah Kritis Staf Bagian Urogynekologi

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R.
Prajitno Prabowo, 2011, PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta.

148
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II
SINDROM OVARIUM POLIKISTIK (SOPK)
1. Pengertian Adalah Sekumpulan gejala atau gangguan seperti Oligomenorrhea
atau Amenorrhea dengan bukti klinis dan laboratories adanya
Hiperandrogenemia. Lebih jauh saat ini telah diketahui bahwa
wanita yang SOPK dan kelebihan berat badan maka akan
menderita Hiperinsulinemia.
2. Anamnesis Anamnesa dipusatkan pada pola haid, kehamilan sebelumnya (jika
pernah terjadi), obat-obatan yang dikonsumsi, kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol, pola makan, identifikasi keluarga dengan DM
atau penyakit kardiovaskular
3. PemeriksaanFisik Ditujukan pada

 Kebotakan, jerawat, klitoromegali,distribusi rambut tubuh,


tanda resistensi insulin (obesitas, distribusi lemak
sentripetal, akantosis nigrikan).
 Pemeriksaan bimanual : pembesaranovarium
4. Kriteria Diagnosis Penegakkan diagnosis didasarkandari Consensus of the National
Institutes of Health and Child Health and Human Development
(1977), makauntukmendiagnosis SOPK ditetapkan paling
sedikitterdapat 1 kriteria Mayor dan 2 kriteria Minor ,yaitu:
Kriteria Mayor :
- Anovulasi
- Hiperandrogenemia
Kriteria Minor
- Resistensi Insulin
- Hirsutisme
- Obesitas
- LH / FSH > 2,5
- Secara USG terbukti ditemukan ovarium polikistik
Kriteria minimal untuk mendiagnosis SOPK adalah 1 kriteria
mayor berupa anovulasi dan 2 kriteria minor berupa LH/FSH > 2,5
dan terbukti adanya ovarium polikistik secara USG.
Gambaran USG Sindrom Ovarium Polikistik adalah ditemukannya
Folikel-folikel pada ovarium dengan diameter 7-10mm (seperti
gambaran roda pedati)
5. Diagnosis Sindrom Ovarium Polikistik(SOPK)

149
6. Diagnosis Banding 1. Kistoma Ovarii.
2. Ca Ovarii
7. PemeriksaanPenunjang Pemeriksaan Laboratorium:
o Kadar testosteron atau DHEAS – dehidroepiandrosteron sulfat
yang tinggi menunjukkan adanya hiperandrogenisme ovarium

Pencitraan Medik:
o Ultrasonografi pelvik (kadang dapat memperlihatkan
gambaran ultrasonografi khas dari ovarium polikistik)

Pemeriksaan Hormonal ygdilakukan :


o Hormon LH,FSH,Prolaktin,Testosteron.
o Gold standart penegakkan diagnosis Sindrom Ovarium
Polikistik adalah Laparoskopi.

8. Terapi Terapi :
1. Olahraga
2. Diet
3. AturSiklusHaidPilKontrasepsiKombinasi (E+P)
4. Anti AndrogenSpironolakton 2x50mg
5. Ingin Punya AnakInduksi Ovulasi : Klomifen Sitrat
(dosis max.150mg/hari)
6. Metformin
7. Pembedahan Laparoskopi : Drilling (tujuannya
mengeluarkan cairan yang terdapat didalam folikel-folikel
didalam ovarium. Jumlah tusukan lobang pada ovarium
tidak boleh lebih dari 10 lobang)

Lama Pengobatandengan Anti Androgen:


1. Dapat diberikan 1 -2 tahun
2. Bila 6 – 12bln tidak menunjukkan perbaikancekulang
Hormon Testosterondan DHEAS. (Bila DHEAS tinggi
curiga kerusakan system enzim di suprarenal)

Prognosis dengan Anti Androgen :


1. Bila penyebabnya bukan karena tumor keberhasilan 65-
80%
2. Bila Hirsutisme telah berlangsung lama prognosis buruk.
3. Kadang perlu tindakan kosmetikelektroepilasi
9. Edukasi

10. Prognosis AdVitam: dubia ad bonam


AdSanationam: dubia ad bonam
AdFumgsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C

150
13. PenelaahKritis Staf Bagian FER
14. IndikatorMedis
15. Kepustakaan 1. Consensus on Women’s Health Aspects of Polycystic Ovary
Syndrome (PCOS) : The Amsterdam ESHRE/ASRM –
Sponsored 3rd PCOS Consensus Workshop Group
2. Williams Obstetric 23rd Edition

151
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RS PKU MUHAMMADIYAH
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL
YOGYAKARTA UNIT II (PUD)
1. Pengertian Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran
reproduksi, penyakit medis tertentu atau kehamilan
2. Anamnesis Pasien mengeluh mengalami perdarahan dari jalan lahir
Meno-metrohagia
Kadang tampak tanda-tanda anemia
3. PemeriksaanFisik Ginekologik :
Perlu dilakukan kuretase diagnostik / pap smear dan harus
disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan.
4. Kriteria Diagnosis
A.Perdarahan Uterus Abnormal

B.Anamnesis&pemeriksaan fisik

C.Kehamilan

YA TIDAK

C.Tatalaksanakehamilan D.Penyebabiatrogenik

YA TIDAK

D.Stop penyebab iatrogenik E.Kelainan sistemik

YA
TIDAK

E.Medikamentosa F.Patologi saluran reproduksi

YA TIDAK

H.Tatalaksana lebih G.PERDARAHAN UTERUS


lanjut DISFUNGSIONAL

I.Displasia J.Polip K.Massa di M.Servisitis atau


serviks Endoserviks uterus/adneksa endometritis

152
I.Kolposkopi J.Polipektomi K.USG TV/SIS M.Antibiotika

L.Kehamilan ektopik,mioma uteri, tumor ovarium/endometrium

Operatif
Perdarahan Akut dan Banyak
Hipotensi ortostatik /hemoglobin<10 g/dl / perdarahan aktif&banyak

Ya Tidak

A.Rawat inap B.Rawat Jalan

C. Infus RL&oksigen&transfusi D.EEK 2,5mg oral/6jm tambah


darah jika Hb<7,5 g/dl prometasin 25mg oral/injeksi
D.EEK 2,5mg oral/6jm tambah tiap 4-6jm.As.tranexamat 3x1g
prometasin 25mg oral/injeksi diberikan bersamaan dengan
tiap 4-6jm.As.tranexamat 3x1g EEK
diberikan bersamaan dengan E.D&K jika perdarahan masih
EEK berlangsung dlm 12-24 jm
E.D&K jika perdarahan masih F.Setelah perdarahan akut berhenti
berlangsung dlm 12-24 jm diberikan PKK 4x1 tab(4hr),3x1
F.Setelah perdarahan akut berhenti tab(3hr)2x1 tab(2hr) 1x1 tab, 3
diberikan PKK 4x1 tab(4hr),3x1 mgg & 1 mgg bebas PKK
tab(3hr)2x1 tab(2hr) 1x1 tab, 3 PKK siklik selama 3 bln
mgg & 1 mgg bebas PKK G.Jika terdapat kontraindikasi PKK
PKK siklik selama 3 bln dapat diberikan progestin 14 hr

GnRH agonis 3 siklus bersama kemudian stop 14hr.


PKK ulangi 3 bln.
G. Jika terdapat kontraindikasi H. USG transvaginal / transrektal
PKK dapat diberikan progestin TSH, DPL, PT, aPTT
14hr kemudian stop 14hr. I. Tablet hematinik 1x1 tab
ulangi 3 bln.
H. USG transvaginal / transrektal
TSH, DPL, PT, aPTT
I. Tablet hematinik 1x1 tab

J. Bila terapi medikamentosa tidak berhasil / ada kelainan


organik, lakukan terapi pembedahan seperti ablasi
endometrium, miomektomi, polipektomi / histerektomi 153
Perdarahan Irreguler

A. Perdarahan irreguler

B. Periksa hormon tiroid. Bila terdapat amenore/oligomenore


lakukan pemeriksaan prolaktin. Lakukan papsmear terutama
bila terdapat perdarahan pasca coitus

C. Umur> 35thn/ resiko C. Biopsi endometrium,


tinggi kanker USG TV
endometrium

D. Asam tranexamat 3x1 g, tambahkan asam mefenamat


3x500mg, bila ada nyeri

Ya
E. Ingin hamil E. Tatalaksana infertilitas

Tidak
F. Kontraindikasi PKK

TidakYa

G. PKK selama 3 bulan H. Progestin selama 14hr,


kemudian stop selama 14hr.
diulang selama 3bln

Ya C, Teruskan / stop
I.Perdarahan berkurang terapi hormonal
sesuai keinginan
Tidak pasien

K. Pertimbangkan pemberian PKK/progestin dosis


tinggi.Pertimbangkan USG TV/SIS untuk menyingkirkan
endometrium/mioma uteri. Biopsi endometrium untuk
menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan
medikamentosa tidak berhasil pertimbangkan untuk
melakukan ablasi endometrium, reseksi dengan histerokopi
atau histerektomi
154
Menoragia
A. Menoragia

B. Periksa hormon tiroid, USG TV / SIS

Tidak C. Memerlukan kontrasepsi Ya

D. As.tranexamat G. Kontraindikasi PKK


3x1g+As.mefenamat
3x500mg,bila nyeri

H. PKK I.Progestin slm 14hr,


E. Observasi selama 3 3 siklus kmdn stop slm 14hr.
siklus ulang slm siklus
LNG IUS

F. Respon tidak J. Respon tidak


adekuat adekuat

K. USG transvaginal/SIS K. K.Pertimbangk


Polip/mioma an reseksi dgn
submukosum histeroskopi
N. Normal / abnormal&
tdk bisa dilakukan terapi
konservatif L. Hiperplasia I.Pengambilan
endometrium( sampel
tebal>10mm) endometrium
P. Catat
siklus
menstruasi O. Fungsi
Tidak
monitor M. M.
reproduksi Adenomiosis Pertimbangkan
Hb komplit MRI,progestin,
LNG IUS
Ya leuprolide/
histerektomi
O. Pertimbangkan ablasi
endometrium/histerektomi

155
Perdarahan karena Efek Samping Kontrasepsi PKK

B. Perdarahan sela
A.Menoragia (breakthrough H. Catat siklus
bleeding)

Algoritma Menoragia

C. 3 bln G. Setelah 3bln I.Singkirkan


pertama pertama kehamilan
penggunaan penggunaan PKK
PKK

C. Penggunaan J. Naikkan dosis


PKK estrogen / lanjutkan
dilanjutkan, pil yg sama
catat siklus
haid

D. Pasien tidak
ingin melanjutkan
PKK/perdarahan
menetap>3bln

E. Cek klamidia dan gonorea (endometritis. Tanyakan


mengenai kepatuhan. Naikkan dosis estrogen. Jika
berusia > 35 thn, lakukan biopsi endometrium

F. Perdarahan menetap, lakukan TVS,SIS/histeroskopi


untuk menyingkirkan kelainan slauran reproduksi

156
Perdarahan karena Efek Samping Kontrasepsi Progestin

C. Perdarahan Irreguler A.Amenore atau Perdarahan


Bercak

D. Usia diatas 35thn atau B. Menasihati pasien bahwa hal


risiko tinggi untuk tersebut merupakan hal yang
Karsinoma Endometrium diharapkan

Tidak E. Biopsi Endometrium

F. 4-6bln pertama G. – Lanjutkan kontrasepsi-


Ya
pemakaian Ganti dgn PKK- Suntik DMPA
kontrasepsi setiap 2bln (khusus akseptor
DMPA)

H. Perdarahan berlanjut setelah


Tidak 6 bulan

I.Berikan estrogen jangka pendek (EEK 1,25mg 4x sehari u/ 7 hr)dapat


diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan
pemilihan metode kontrasepsi lain

157
Perdarahan karena Efek Samping Penggunaan AKDR

A. Nyeri pada uterus

Ya
Tidak
B. Doksisiklin 2x100mg sehari
10 hari, pertimbangkan
pengangkatan AKDR

YaC. Penggunaan 4-6bln D. Lanjutkan penggunaan


pertama AKDR, jika perlu dapat
tambahkan AINS

Tidak

E. Berikan PKK untuk 1 D. Perdarahan abnormal


siklus berlanjut setelah 6bln/pasien
ingin diterapi

F. Jika perdarahan abnormal


menetap, angkat AKDR.
Pada pasien berusia > 35thn
lakukan biopsi endometrium

Medikamentosa
Non Hormonal
 AsamTranexamat
 AINS
Hormonal
 Estrogen
 PKK
 Progestin
 Androgen
 GnRHAgonis
5. Diagnosis Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD)

158
6. Diagnosis Banding 1. Perdarahan Uterus Abnormal (PUA)
2. Keganasan
3. Pre-Menopause
7. Pemeriksaan Penunjang :
Penunjang
Primer Sekunder Tersier
Pemeriksaa Laboratoriu Hb, Tes Darah lengkap Prolaktin tiroid
n m kehamila hemostasis (TSH FT4)
penunjang n urin (BT CT, DHEAS,
lainnya sesuai testoteron,
fasilitas) Hemostasis (PT,
APTT,
Fibrinogen, D
dimer)
USG USG USG
Transabdomin Transabdominal
al USG
USG transvaginal
transvaginal SIS
SIS Doppler
Penilaian Mikrokuret Mikrokuret/D&
Endometriu D&K K
m Histeroskopi
Endometrial
Sampling
(hysteroscopy
guided)
Penilaian Pap smear Pap smear
serviks (bila IVA Kolposkopi
ada
patologi)

8. Terapi Seperti tersebut di atas sesuai etiologi.

9. Edukasi 1. Perdarahan per vaginam selama terapi harus tetap dievaluasi


2. Bila kadar Hb rendah (< 7 mg/dl) disarankan untuk mendapat
transfusi.
3. Banyak makan makanan bergizi untuk mencegah anemia.

10. Prognosis AdVitam: dubia ad bonam


AdSanationam: dubia ad bonam
AdFumgsionam: dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens I / II / III / IV


12. Tingkat Rekomendasi A/B/C

159
13. PenelaahKritis Staf Bagian FER

14. IndikatorMedis

15. Kepustakaan 1. Ilmu Kandungan, editor Mochammad Anwar, Ali Baziad, R.


Prajitno Prabowo, 2011, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.

160

Anda mungkin juga menyukai