Anda di halaman 1dari 5

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

RSU UMI BAROKAH BOYOLALI

BEDAH SESAR
SECTIO CAESARIA / SC

1. Pengertian (Definisi) Bedah besar adalah tindakan operasi obstetrik sebagai upaya
melahirkan janin setelah umur kehamilan 20 minggu dan atau
berat diatas 500 gram melalui irisan pada kulit, dinding
abdomen dan rahim atas dasar indikasi maternal, fetal atau
keduanya dengan tujuan mengurangi morbiditas dan
mortalitas baik ibu dan bayi. Dilakukan pada dinding rahim
yang masih intak. Prosedur dapat dilakukan secara terencana
(elektif) maupun darurat (emergency).
2. Tujuan Merupakan opsi setelah persalinan pervaginam baik dengan
bantuan maupun spontan tidak dapat dilakukan, ataupun
memungkinkan terjadinya morbiditas dan mortalitas yang
tinggi bagi ibu dan janin.
3. Indikasi A. Ibu
- Panggul sempit atau panggul picak
- Obstruksi jalan lahir
- DKP/Disproporsi kepala panggul
- Ruptura uteri iminen
- Malpresentasi atau malposisi (kelainan letak atau
posisi)
- Inkoordinasia uteri
- Plasenta previa atau plasenta letak rendah
- Solusio plasenta
- Obstructed labor atau plasenta letak rendah
- Kala II tak maju / kala II lama / partus macet
- Induksi gagal atau stimulasi gagal
- Gmeli atau triplet atau multi fetal pregancy
- Patologi obstetri maupun non obstetri yang
mengindikasikan persalinan dilakukan dengan
cepat dalam kondisi serviks belum matang (bishop
score rendah), misal pre eklamsia dan lainnya
- Patologi obstetri maupun non obstetri yang
mengindikasikan persalinan dilakukan tanpa nyeri,
tanpa kontraksi dan tanpa hejan, misal penyakit
jantung dengan chf kelas fungsi III dan IV dan
lainnya
- Bekas SC atau jenis operasi lain yang melakukan
sayatan pada otot rahim.
B. Janin :
- Fetal hypoxia
- Fetal compromise
- Fetal distress
- Fetal growth restriction
- Oligohidrramnion
- Infark plasenta
- Janin besar / makrosomia
- Fetal anomaly : omfalokel, gastroksis, spina bifida,
meningioensafalokel,meningiokel,
meningiomielokel, dan lainnya.
C. Ekspertise klinis berbasis bukti ilmiah
4. Kontraindikasi 1. Ketidaksiapan operator, anastesiologis, asisten operator,
instrumen operasi, bahan, ruang operasi, dan atau arana
penunjang lainnya akibat suatu kondisi yang tidak dapat
diduga.
2. Syok yang belum mendapat langkah stabilisasi
3. Infeksi berat sistemik/sepsis yang belum mendapatkan
langkah stabilisasi
4. Trombositopernia atau gangguan koagulasi berat yang
belum mendapat langkah koreksi.
5. Prosedur Pre Operatif 1. Identifikasi pasien dan memastikan kesiapan operasi
(ruang operasi, operator, anastesiologis, pediactrian,
asisten operator, bahan.
2. Pengecekan klinis dan laboratorium terkini dan terkait
operasi (obstetri dan anastesi)
3. Informed consent
4. Puasa
5. Pemasangan infus dan kateter tinggal bagi yang belum
dilakukan
6. Memeriksa dan memebersihkan medan operasi
7. Pemberian antibiotika pre-operatif
8. Edukasi kontrasepsi dan laktasi
9. Informasi administratif
10. Memeriksa kesiapan ruangan inap pasca operasi.
6. Proedur Operasi 1. Dalam stadium narkose (anastesi regional) persiapan
medan operasi
2. Insisi pfannesteil atau mediana atau irisan luka lama
3. Irisan diperdalam lappis demi lapis secara tajam dan
tumpul dengan teknik bloodless menggunakan
elekrokauter
4. Setelah peritoneum parietale dibuka identifikasi segmen
bawah rahim
5. Plika vesikouterina dibuka dan diarahkan kaudal
6. Segmen bawah rahim diiris semilunar, dilebarkan secara
tumpul
7. Bayio dilahirkan abdominal dengan meluksir kepala atau
meraih kaki dengan sebelumnya memecahkan selaput
ketuban atau tanpa memecahkan. Tali pusat diklem dan
dipotong
8. Plasenta dilahirkan secara traksi terkendali, dan dipastikan
lengkap
9. Bloody angle diklem dan dijahit
10. Segmen bawah rahim dijahit jelujur terkunci satu lapis
bersama plika vesikouterina dengan benang kromik catgut
no. 2
11. Kontrol pendarahan, bila diperlukan hemostatic suture
dilakukan menggunakan kromik catgut no 2 atau 1
situasional
12. Reperetonealisasi
13. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
14. Kulit dijahit intrakutan
15. Kontrol pendarahan
16. Operasi selesai
17. Evaluasi kondisi pasien pasca bedah di ruang rekondisi,
sebelum pindah ke ruang rawat inap
7. Prosedur Pasca Operasi 1. Pemantauan klinis dan laboratoris pasca operasi oleh
DPJP hingga pasien pulang
2. Pemberian antibiotik post operasi injeksi dan analgesik
injeksi hingga hari 1 pasca operasi
3. Pemberian uterotonika hingga 24 jam pasca operasi
4. Pemberian antibiotika oral, analgesik oral, serta
roboransia oral pasca operasi
5. Makan dan minum bertahap setelah 6 jam pasca operasi
6. Mobilisasi miring 8 jam pasca operasi
7. Mobilisasi bertahap duduk dan jalan 1 hari pasca operasi
8. Lepas infus dan kateter setelah perawatan 1 hari pasca
operasi
9. Ganti verban pada hari pasien pulang hari ke 2 atau ke 3
pasca operasi
10. Pasien dapat pulang setelah pemeriksaan dan dinyatakan
layak pulang pada hari ke 2 atau hari ke 3, situasional
8. Bila ada hal yang terjadi sebagai komorbid, penyulit maupun
komplikasi terkait tindakan bedah atau diagnosis maka DPJP
memiliki kewenangan untuk melakukan manajemen klinis
(diagnostik – terapeutik) di luar PPK ini dengan berdasarkan
pada bukti ilmiah.

Boyolali, ..........................

Ketua Komite Medik DPJP Obsgyn

dr. M. Adrianes Bachnas, Sp.OG (K) FM dr. Haris Sukastyo, Sp.OG

Rumah Sakit Umi barokah


Direktur

dr. Dwi Rakhmawati, Sp.KK

Anda mungkin juga menyukai