Anda di halaman 1dari 112

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018 51
INFEKSI NIFAS
1. Batasan Infeksi alat genital dalam masa nifas yang ditandai dengan meningkatkan suhu > 380C
yang terjadi selama 2 har berturut-turut dalam 10 hari pertama pascasalin, kecuali 24
jam pertama pascasalin
2. Faktor Faktor predisposisi antara lain :
Predisposisi 1. Partus lama
Antara Lain 2. Ketuban pecah dini
3. Persalinan traumatis
4. Pelepasan plasenta secara manual
5. Infeksi intra uterin
6. Infeksi kandung kemih
7. Anemia
8. Pertolongan persalinan yang tidak bersih
3. Diagnosis Klinis :
 Febris
 Nadi cepat
 Nyeri perut bagian bawah
 Sub-inivolusi rahim
Inspekulo : Lokia berbau
PD : Uterus dan parametrium nyeri pada perabaan
4. Pemeriksaan  Kultur bakteri aerob dan anaerob dari bahan yang berasal dari serviks, uterus dan
Penunjang darah
 Fakor-faktor pembekuan darah
 USG jika dicurigai adanya abses
5. Pengelolaan  Antibiotic spektrum luas
 Selanjutnya pemberian tergantung hasil kultur dan resistensi
 Jika tidak ada perbaikan dalam 72 jam, pikirkan kemungkinan tromboplebitis
pelvic, abses dan septik emboli
 Septik emboli walaupun jarang terjadi tapi merupakan komplikasi yang paling
berbahaya. Hal ini perlu dipertimbangkan jika tidak ada respon terhadap
pemberian antibiotik dan adanya nyeri dada akut/manifestasi paru lainnya
 Bila ada abses harus dilalukan insisi dan drainase. Jika abses Douglas lakukan
kolpotomi posterior disertai pemasangan drain. Jika abses terdapat intra abdomen
lakukan laparotomi. Jika uterus merupakan fokus infeksi, terutama pada kasus
persalinan dengan seksio sesarea dan terdapat dehisensi luka lakukan
histerektomi
 Syok spetik ditandai oleh suhu tinggi, status kardiovaskular tidak stabil,
penurunan lekosit
Pengobatan : rawat di ICU, O 2 terapi cairan, transfusi darah, antibiotik,
kortikosteroid, vasopresor/digitalis serta anti koagulan jika diperlukan
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018 52
KURETASE
1. Pengertian Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding
(Definisi) kavum uteri dengan melakukan invasi dan manipulasi instrumen (sendok kuret) ke
dalam kavum uteri
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam persiapan pelaksanaan kuretase
3. Prosedur A. Persiapan Alat
 Alat kuretase :
- 1 buah cunam tampon
- 1 buah tenakulum
- 2 buah klem ovum (forester clamp) lurus dan lengkung
- 1 set sendok kuret
- 1 buah sondage uterus
- 1 pasang speculum sim’s atau I
- Spuit 5 cc dan spuit 3 cc
- Dilatator
- Kassa steril
 Kain alas bokong
 Larutan antispetik
 Oksigen dengan regulator
 Celemek plasti, masker, kaca mata, sepatu/boot karet
 Sarung tangan DTT/steril 4 pasang
 1 buah lampu sorot
 Penampung darah dan jaringan
 Waskom air klorin 0,5%
 Waskom air DTT
B. Persiapan Pasien
 Siapkan lingkungan
 Memberitahu pasien dan keluarga pasien tentang hal-hal yang akan
dilakukan
 Informed concent
 Kosongkan kandung kemih pasien
C. Persiapan Obat-obatan
 Analgetika
 Sedativa
 Atropine sulfas
 Uterotonika
4. Pelaksanaan  Pasang sampiran
 Bidan mempersiapkan pasien yang akan dilakukan kuretase
 Bidan/residen/mahasiswa memberikan bimbingan mental dan fisik pasien
 Bidan/residen/mahasiswa mengontrol kembali persiapan alat-alat dan obat-obatan
yang akan dipakai untuk tindakan kuretase
 Bidan/residen/mahasiswa menyiapkan pasien dengan letak litotomi
 Dokter spesialis/residen Anestesi memberikan suntkan narkoleptik yang telah
disetujui (bila umur pasien > 40 tahun, harus dikonsulkan ke Departemen
penyakit dalam)
 Dokter spesialis/residen Obsgin melakukan tindakan kuretase
 Bersihkan ibu dan tempat pasca kuretase
 Bereskan alat-alat dan rendam dalam klorin0,5% selama 10 menit kemudian
bilas, cuci dan sterilisasi
 Periksa kembali tanda vital pasien
 Pendokumentasian
5. Unit Terkait Dipergunakan di kamar bersalin, ruang rawat inap, emergensi kebidanan dan
kandungan, dan ruangan-ruangan yang memerlukan tindakan ini.
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 53
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
EMBRIOTOMI
1. Pengertian Prosedur penyelesaian salinan persalinan dengan jalan melakukan pengurangan
(Deinisi) volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi
peluang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut.
2. Tujuan Sebagai acuan langkah-langkah dalam melaksanakan tindakan ebriotomi pada pasien
yang akan melahirkan dikamar bersalin ruang kebidanan dan kandungan.
3. Kebijakan  Memberikan pelayanan pertolongan persalinan bermasalah pada ibu-ibu yang mau
melahirkan dilingkungan Ruang Besalin RSUP Dr. HASAN SADIKIN
BANDUNG
 Seluruh dokter dan bidan yang betugas dilingkungan ruang kebidanan dan
kandungan
4. Indikasi  Penyakit jantung dan paru-paru
 Preeklamasi dan eklamasi
 Suhu lebih dari 380 C
 Edema jalan lahir
 Kelelahan ibu
 Letak lintang
 Persalinan dengan bayi sudah mati
5. Syarat  Pembukaan lengkap
 Ketuban negatif
 Konjugata vera >8 cm
6. Prosedur 1. Persiapan
 1 sel partus
 Skapel
 Perforator neagle / siebold
 Cunam muzeaus/kranioklas braun
 Cunam boer
 Gunting siebold
 Speculum sim’s
 Gunting
 Cunam abortus
 Larutan antiseptic
 Klem forester
 Larutan klorin 5.5%
 Tempat sampah medis
 Bangkok
2. Persiapan pasien
 Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
 Informed concent/persetujuan tindakan
 Tutup gordyn/sampiran
 Beri tahu pasien tentang hal – hal yang akan dilakukan
 Siapkan untuk pertolongan persalinan
 Perlengkapan bahan dan obat yang digunakan
 Mengenakan apron plastic, masker, kaca mata dan tutup kepala
 Ibu dalam posisi litonomi pada tempat tidur persalinan
 Melepaskan semua perhiasan
 Mencuci tangan hingga siku dengan sabun di bawah air mengalir
 Keringkan tangan dengan hancuk kecil
 Pakai sarung tangan steril
 Mengosongkan kandung kemih, rectum serta membersihkan daerah
perincum dengan antiseptic, bila perlu menggunting rambut daerah
tersebut.
7. Tindakan a. Kramitomi
persalinan  Masukkan tangan secara obsterik ke jalan lahir (lindungi kandung kemih
dengan dan ureter)
embriotomi  Instruksikan asisten untuk menahan kepala bayi dari luar
 Fluat lubang pada ubun – ubun besar atau sutura sagitalis dengan skapel
 Masukkan perforator naegele (dalam keadaan tertutup) secara horizontal
dengan bagian lengkung menghadap ke atas (perforator beberapa kali
dalam arah tegak lurus hingga lubang perforasi berbentuk irisan silang
 Keluarkan perforator (lindungi dengan tangan yang lain)
 Lakukan pengurangan volume kepala dengan forester klem melalui insisi
 Jepit kulit kepala dan kalvaria dengan cunam muzecaux (pada kedua tepi
luka insisi) kemudian lakukan traksi dengan arah yang sesuai degnan
sumbu jalan lahir dan mengikuti putaran paksi dalam setelah kepala lahir,
lahirkan seluruh badan janin.
 Pada presentasi bokong (kepala menyusul, kraniotomi dibuat pada foramen
magnum yang dapat dikerjakan dari arah belakang atau dari arah muka di
bawah mulut
b. Dekapitasi
 Pada bayi dengan letak lintang dan lengan menumbung menumbung ikat
bilangan tersebut dengan tali kemudian minta asisten untuk menarik ke arah
bokong ibu
 Masukan tangan yang dekat dengan leher bayi ke dalam Jalan lahir untuk
mencekam leher. Ibu jari berada di depan leher dan jari lain berada di
belakangnya
 Dengan tangan lain, Masukan pengait braun ke Jalan lahir untuk mengait
leher
 Setelah terkait dengan baik, Arahkan ke bawah dan putar ( lindungi manuver
ini dengan tangan yang lain) untuk mematahkan tulang leher ( instruksikan
asisten untuk menekan kepala)
 Putuskan jaringan lunak dengan gunting siebold
 Melahirkan badan janin dengan cara menarik lengan janin
 Melahirkan kepala secara Mauriceau
c. Kleidotomi
 Masukkan satu tangan ke Jalan lahir, pegang clavicula terendah ( clavicula
posterior)
 Tangan lain memotong clavicula dengan gunting siebold hingga patah,
bersamaan dengan itu kepala bayi ditekan dengan kuat oleh seorang asisten
d. Eviserasi/eksenterasi
 Masukkan satu tangan ke dalam Jalan lahir
 Ambil dengan baik dan keluarkan dari vagina
 Tarik dengan baik ke bawah ( menjauhi perut bayi)
 Pasang spekulum pada dinding vagina bawah
 Gunting dinding dada dan dinding abdomen hingga mencapai rongga dada
abdomen
 Keluarkan organ organ visceral ( sebanyak mungkin) menggunakan cunam
ovum (forester) melalui lubang pada dinding dada abdomen
 Lanjutkan dengan tindakan spondilotomy yaitu dengan gunting siebold
dengan lindungan tangan dalam potongan satu ruas tulang belakang hingga
terputus, eta ucapkan banget leher diantara ruas tulang belakang dan putar
(lindung dengan tangan dalam) hingga tulang belakang terpisah dua
 Tarik lengan bayi agar badan bayi terlipat ( dibantu dengan tangan dalam)
sehingga dapat dilahirkan
 Pada letak lintang badan bayi dilahirkan dengan versi ekstraks
e. Fungsi (pada hidrosefalus)
 Pastikan pembukaan serviks di atas 4 cm
 Pasang spekulum di atas dan bawah agar kulit kepala Janin dapat terlihat
dengan jelas
 Jaket kulit kepala dengan cunam willet/muzeaux
 Tusukan jarum fungsi spinal dengan ukuran 16/18 (yang akan dihubungkan
dengan semprit) pada suara/ubun-ubun kepala janin.
 Lakukan aspirasi sedikit untuk membuktikan benar atau tidaknya cairan otak
yang keluar
 Lepaskan semperit (tabung suntik) dari jarum fungsi kemudian hubungkan
jarum dengan selang plastik sehingga cairan seresbropinal dapat ditampung
dalam wadah khusus
 Lakukan dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca tindakan
8. Perawatan pasca  Periksa tanda vital pasien catat kondisi buat laporan tindakan dalam kolom
tindakan yang tersedia
 Buat instruksi pengobatan Pemantauan dan gejala-gejala yang harus
diwaspadai dalam periode pasca tindakan
Jelaskan pada petugas untuk menjalankan instruksi perawatan dan jadwal
pemberian obat serta segera laporkan bila ditemui komplikasi pasca tindakan
9. Unit Terkait Dipergunakan di kamar bersalin ruang Kebidanan dan kandungan
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 54
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
EKSTRAKSI FORSEP
1. Pengertian Persalinan dengan ekstraksi forsep adalah tindakan Obsterik yang bertujuan untuk
(Definisi) mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala)
dengan 2 buah instrumen dengan bilah melengkung (curved blades).
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam persiapan pelaksanaan pada pasien
dengan tindakan persalinan ekstraksi forsep di ruang rawat Kebidanan dan
kandungan
3. Kebijakan 1. Memberikan pelayanan Perawatan pada ibu yang melahirkan dengan ekstraksi
forsep di lingkungan ruang rawat inap Kebidanan dan kandungan
2. Seluruh bidan, residen, mahasiswa kebidanan dan mahasiswa kedokteran yang
bertugas di lingkungan ruang rawat inap Kebidanan dan kandungan
4. Prosedur A. Persiapan Alat
1. Alat Steril
 1 set Forsep Ekstraktor (Naegele/Kielland/Boema)
 1 set Alat Partus
 1 set alat Hecting
 Alat Resusiasi Bayi
 1 set alat untuk eksplorasi jalan lahir, 2 pasang speculum sim’s atau L, 2
klem ovum, 1 cunam tampon
 Kateter karet
 Spuit 5 cc & spuit 3 cc
2. Alat tidak steril
 Celemek plastic, sepatu boot, kaca mata, masker, handuk kecil, penutup
kepala
 Tesimeter + stetoskop, stetoskop monoaural, doptone
 Bengkok (nierbekken)
 Tempat plasenta
 Penghisap lender
 Waskom berisi air klorin 0,5%
 Waskom berisi air DTT
 Kain panjang 2 buah
 Handuk 1 buah
 Tempat sampah medis
 Tempat kain kotor
Persiapan pasien
 Siapkan lingkungan
 Memberitahu pasien dan keluarga pasien tentang hal – hal yang dilakukan
 Informed concent
 Pasien telah terpasang infus
 Kosongkan kandung kemih pasien
Persiapan Obat – obatan
 Obat – obatan uterotonika (oksitosin, ergometrin)
 Lidokain injeksi
5. Pelaksanaan Pasang sampiran
 Bidan Dokter Residen Obigin memeriksa kembali persiapan dan
kelengkapan alat – alat untuk persalinan yang akan dipakai
 Bidan/Residen mahasiswa memberitahukan bagian Perinatologi bahwa akan
dilakukan Ekstraksi Forsep
 Bidan Dokter Residen Obigin memberikan bimbingan mental kepada pasien
 Pasien di siapkan untuk tindakan Ekstraksi Forsep dengan posisi liotomi
 Mencuci tangan
 Residen atau Dokter Spesialis Obigin melakukan tindakan ekstraksi forsep
sesuai protap dikamat bersalin atau energensi kebidanan
 Dokter bagian Perinatologi merawat bayi sesuai prosedur
 Observasi kontraksi uterus dan pendarahan
 Dokter/Residen Obigin melakukan oksplorasi jalan lahir untuk memeriksa
ada tidaknya robekan perincum/robekan vaginal/robelan porio
6. Unit Terkait Dipergunakan diruang bersalin, emergensi kebidanan dan kandungan dan
ruangan – ruangan yang memerlukan tindakan ini.
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 55
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
EKSTRAKSI VAKUM
1. Pengertian Persalinan dengan ekstraksi vakum adalah usaha untuk melahirkan bayi dengan
(Definisi) memasang sebuah mangkuk (cup) vakum dikepala bayi dengan tekanan negative
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah – langkah dalam persiapan pelaksanaan pada
pasien dengan tindakan persalinan ekstraksi vakum diruang bersalin dan emergensi
kebidanan dan kandungan
3. Kebijakan  Memberikan pelayanan perawatan pada ibu yang melahirkan dengan ekstraksi
vakum dilingkungan ruang rawat inap kebidanan dan kandungan
 Seluruh bidan, Residen, Mahasiswa Kebidanan dan Mahasiswa Kedokteran
yang bertigas di lingkungan ruang rawat inap kebidanan dan kandungan
4. Prosedur  Persiapan Alat
 Alat Steril
 1 set ekstraktor Vakum
 1 set alat Partus
 1 set alat jahit (hecting sel)
 Alat Resusiasi Bayi
 1 set alat untuk eksplorasi jalan lahir, 2 pasang speculum Sim’s U atau L, 2
klem ovum, 1 cunan tampon
 Kateter karet
 Spuit 5 cc & Spuit 3 cc
 Alat tidak steril
 Celemek plastic, sepatu boot, kaca mata, masker, handuk kecil, penutup
kepala
 Tensimeter + Stetoskop, Stetoskop moniaural, doptone
 Bengkok (nirbekken)
 Tempat plasenta
 Penghisap lender
 Waskom berisi air klorin 0,5%
 Waskom berisi air DTT
 Kain panjang 2 buah
 Kain panel 2 buah
 Handuk 1 buah
 Tempat sampah medis
 Tempat kain kotor
Persiapan Pasien
 Siapkan lingkungan
 Memberitahu pasien dan keluarga pasien tentang hal – hal yang dilakukan
 Informed concent
 Pasien telah terpasang infus
 Kosongkan kandung kemih pasien
Persiapan Obat – Obatan
 Obat – obatan uterotonika (oksitosin, ergometrin)
 Lidokain injeksi
5. Pelaksanaan Pasang Sampiran
 Bidan Dokter Residen Obigin memeriksa kembali persiapan dan
kelengkapan alat – alat untuk persalinan yang akan dipakai
 Bidan, Residen, Mahasiswa memberitahukan bagian perinatology bahwa
akan dilakukan Ekstraksi Vakum
 Bidan Dokter Residen Obigin memberikan bimbingan mental kepada pasien
 Pasien di siapkan untuk tindakan Ekstraksi Forsep dengan posisi liotomi
 Mencuci tangan
 Residen atau Dokter Spesialis Obigin melakukan tindakan ekstraksi forsep
sesuai protap dikamat bersalin atau energensi kebidanan
 Dokter bagian Perinatologi merawat bayi sesuai prosedur
 Observasi kontraksi uterus dan pendarahan
 Dokter spesialis/Residen Obigin melakukan oksplorasi jalan lahir untuk
memeriksa ada tidaknya robekan perincum/robekan vaginal/robelan portio
 Bila ada robekan pada introitus vagiana dan perineum (robekan jalan lahir),
lakukan penjahitan jalan lahir.
 Bersihkan ibu dan tempat persalinan pascasalin
 Bereskan alat – alat dan rendam dalam klorin 0,5% selama 10 menit
kemudian bilas, cuci dan sterilisasi
 Cuci tangan setelah melakukan tindakan
 Periksa kembali tanda vital pasien
 Pendokumentasian
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 56
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
SEKSIO SESAREA
1. Pengertian Bedah seksio sesarea adalah suatu tindakan bedah untuk melahirkan janin dengan
(Definisi) berat diatas 500 gram melalui sayatan pada uterus
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah – angkah dalam persiapan pasien yang akan
dilakukan tindakan bedah seksio sesarea
3. Persiapan A. Persiapan Alat
 Transfusion set
 IV Cateter
 Cairan infus RL atau NaCL 0,9%
 Folley Cateter
 Urine Bag
 Spuit 10 cc
 Set s.c
B. Persiapan Pasien
 Beritahu pasien tentang hal yang akan dilakukan
 Isian formulir Informed Consent
 Untuk pasien diruang perawatan puasa ± 6 jam sebelum operasi
C. Persiapan obat – obatan
 Obat antibiotik
4. Pelaksanaan  Pasang sampiran
 Bidan mempersiapkan pasien yang akan dilakukan bedah seksio sesarea
 Bidan/Residen/mahasiswa memberikan fisik dan mental kepada pasien
 Keluarga pasien mengisi Informed Consent
 Bidan.residen/mahasiswa memeriksa apakah pasien memakai perhiasan atau
gigi palsu. Bila pasien memakai, bantu untuk melepaskannya
 Bidan/residen/mahasiswa melakukan pemasangan infus dan kateter
 Bidan/residen mengambil sampel darah untuk cross-matching
 Bidan/residen memberikan antibiotil profilaktik pre-operatif
 Bidan/mahasiswa/residen mengantar pasien ke kamar operasi dan serah
terima dengan petugas kamar operasi
5. Prosedur  Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptic di daerah abdomen dan
sekitarnya, dilakukam insisi mediana inferior sepanjang kurang lebih 10 cm
(atau kalau diperlukan diperluas secara indiferen) atau insisi Pfannenstiel ±
10 cm
 Setelah peritoneum dibuka, dilakukan identifikasi Pilka Vesic Outerna
 Pika Vasicouterna diidentifikasi kemudian disayat konkaf keladam
ligamentum proprium kiri dan kanan
 Segmen bawah Rahim diinsisi melintang, bagian tengahnya ditembus secara
tumpul dan diperlebar ke kanan dan kiri (sebagai perbandingan dilakukan
insisi langsung vertikan corpus utera pada jenis teknikkorporal tanpa
membuka plika vesicouterna)
 Bayi dilahirkan dengan cara meluksir kepala atau menarik kaki
 Kemudian plasenta dilahirkan
 Luka segmen bawah Rahim atau korpos uteri dijahit dengan cara lapis
(double laver) secara kontinyu
 Setelah yakin taka da lagi pendarahan. Dilakukan reperitonealisasi
 Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah
 Luka operasi dijahit lapis demi lapis
 Fascia dijahit dengan plyglactin (PGA) no.1
 Kulit dijahit secara subtikuler
 Perdarahan dan diuresis selama operasi dihitung
6. Unit terkait Dipergunakan dikamar bersalin, ruang rawat inap, emergensi kebidanan dan
kandungan dan kamar operasi
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 57
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
INVERSIO UTERI
1. Pengertian Uterus terpuntur balik sehingga endometrium terdapat disebelah luar
(Definisi)
2. Klasifikasi 1) Inkomplit uterus terbalik tapi tidak keluar dari seviks sehingga hanya terdapat
lekukan pada fundus uteri
2) Komplit fundus uteri menonjol keluar dari serviks
3) Inversion prolapse; seluruh uterus yang berputar balik terdapat diluar intronius
vagina
Berdasarkan waktu
1) Akut; terjadi setelah persalinan
2) Subakut; sudah terdapat konstriksi serviks
3) Kronik; terjadi lebih dari 4 minggu setelah persalinan atau tidak berhubungan
dengan persalinan atau karena kelainan ginekologis
3. Diagnosis 1) Dicari factor risiko seperti; pengelolaan kala III yang tidak benar, kelemahan
inometrium kongenital atau didapat, mioma uteri terlahir
2) Syok atau pendarahan pervaginaan
3) Terdapat massa merah kebiruan yang berdarah pada vagina atau diluar vulva
4) Pada pemeriksaan luar tidak teraba fundus uteri atau terdapat lekukan
4. Diagnosis Prolapus Uteri
Binding
5. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium;
penunjang Hemoglobin, hematocrit, trombosit, leukosit
6. Terapi 1) Atasi syok
2) Pemberian analgetik kuat
3) Reposisi manual dalam narkose umum. Agar reposisi lebih mudah dapat
diberikan Terbutaline 0,25 mg bolus IV. Berikan segera antibiotic, setelah
reposisi berhasil berikan oksitosin 20 IU dalam dextrose 5% paling sedikit
selama 24 jam
4) Tindakan pembedahan dilakukan bila reposisi manual tidak berhasil
a. Per abdominal (jika uterus masih besar/pasca salin) dengan teknik Haultain
dan Hauntingon
b. Pervaginam (jika ukuran uterus sudah mengecil) antara lain dengan teknik
Kustbner atau Spinelli)
7. Perawatan Diperlukan
rumah Sakit
8. Penyulit Infeksi, Kematian
9. Pregnosis Dubia ad bonam
10. Informed Dilakukan Informed consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostic
Consent maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 58
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
RUPTURA PERINEUM
1. Pengertian Robeknya mukosa vagina dan atau kulit badan perineum yang disebabkan proses
(Definisi) persalinan normal, episiotomy, persalinan buatan, atau trauma lainnya
2. Diagnosis Anamnesia :
 Tidak dapat menahan flatus, feses cair atau lembek yang dirasakan setelah
persalinan
 Fases keluar dari vagina saat BAB
 Riwayat persalinan dengan episiotomy
 Riwayat persalinan dengan bantuan alat
 Persalinan dengan dugaan trauma traktus genital
 Pernah mengalami robekan perineum, antara lain :
- Persalinan dengan ekstraksi forsep (7%)
- Nulipara (4%)
- Kala II lebih dari 1 jam (4%)
- Distosia bahu (4%)
- Episiotomy mediana (3%)
- Posisi oksipito posterior menetap (3%)
- Berat bayi >4000gr (2%)
- Induksi persalinan (2%)
- Analgesia epidural (2%)
Pemeriksaan ginekologis :
 Pemeriksaan inspeksi daerah genital
 Pemeriksaan inspekulo
 Pemeriksaan retal toucher
 Pemeriksaan pill rolling acton
3. Klasifikasi Klasifikasi trauma perineum menurut RCOG
Derajat 1 : Laserasi hanya mengenai mukosa vagina dan/atau kufa
perineum
Derajat 2 : Robekan mencapai otot – otot perineum tetapi tidak
mengenai otot stingter ani
Derajat 3 : Robekan mengenai oto sfingter yang dibagi menjadi
Derajat 3a : Robekan mengenai <50% otot sfingter ani eksterna
Derajat 3b : Robekan mengenai >50% otot sfingter ani eksterna
Derajat 3c : Robekan menganai otot sfingter ani interna
Derajat 4 : Derajat 3 disertai denngan robekan mukosa anus
4. Pemeriksaan  USG
penunjang  Anal manometri
5. Konsultasi Tidak diperlukan
6. Terapi  Perbaikan perincum kangsung dilakukan setelah persalinan atau maksimal 24
jam pascasalin bila tidak ada infeksi atau inflamasi dengan golden-period 6 – 8
jam)
 Bila lebih dari 24 jam pascasalin maka perbaikan perineum dilakukan 3 bulan
pascasalin
 Teknik pembedahan
- Stingterorafi
- Perineoprafi
- Stingteriplasli
- perincoplasti
7. Perawatan Diperlukan
Rumah Sakit
8. Penyulit Infeksi Keganasan
9. Prognosis Dubia ad bonam
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi
dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 60
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
KISTA OVARIUM
1. Pengertian Kista ovarium adalah massa kistik yang berasal dari ovarium yang bersifat jinak
(Definisi)
2. Diagnosis Adanya massa kistik pada adaeksa yang dibuktikan melalui pemeriksaan dalam dan
penunjang
3. Diagnosis  Myoma uteri substerosa (D25)
Banding  Keganasan ovarium (C56)
 Appendicitis (K35)
4. Pemeriksaan USG :
Penunjang  Massa kistik unilokuler atau multilokuler
 Tidak didapatkan pertumbuhan papilifer maupun neovaskularisasi
5. Terapi 1) Observasi dilakukan pada kista dengan ukuran kurang dari 7 cm
2) Operatif bila ukuran kista lebih dari 7 cm, atau kista mengalami puntiran, atau
kista rupture, atau kista mengalami infeksi. Dilakukan kistekomi (65,2),
ovarektomi (65,3, 65,5), atau salpingo ovarektori (65,6, 65,6)
6. Perawatan Perawatan rumah sakit dilakukan bila :
Rumah Sakit a. Kista direncanakan untuk diangkat melalui operasi
b. Kista mengalami puntiran, rupture atau terinfeksi
7. Penyulit Perdarahan intraabdomen, peritonitis, syok neurogenic, syok hipovlemik, sepsis,
perubahan ke arah ganas, kematian
8. Prognosis Dubia
9. Informed Dilakukan informent consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostic maupun
Consent terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa
10. Output Jaringan kista dapat diangat
11. Patologi Jaringan yang diangkat (tuba, ovarium)
Anatomi
12. Otopsi Diperlukan pada kasus kematian akibat penyulit tindakan operatif maupun
keadaan penyakitnya sendiri
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 61
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
MIOMA UTERI
1. Pengertian Mioma uteri adalah tumor jinak dari unsur otot polos dinding rahim
(Definisi)
2. Diagnosis Mungkin tanpa gejala
 Mungkin ada gangguan haid
 Gangguan akibat penekanan tumor; disuri, polakisuri, retensi utin, konstipasi
Pemeriksaan ginekologis :
 Pembesaran uterus, konsistensi kenyal padat, berbatas jelas permukaan
berbenjol, umumnya multipel
3. Diagnosis 1) Keganasan uterus (C55)
banding 2) Neoplasma ovarium (C56)
4. Pemeriksaan USG :
penunjang 1) Massa homogeny yang berasal dari dinding rahim
2) Kuretase
5. Konsultasi Konsultasi dengan Departemen bedah bila dicurigai kelainan berasal dari traktus
digestivus
6. Terapi Observasi, bila ukuran mioma urang atau sama dengan uterus gravida 12 minggu.
Operatif
1) Dilakukan bila ukuran uterus lebih dari gravida 12 minggu dan atau disertai
penyulit seperti perdarahan, trosi, infeksi, degenerasi, gejala penekanan akibat
tumor, atau infertilitas
2) Dilakukan miomektomi (68,29) bila fungsi reproduksi masih diinginkan atau
histerektomi (68,4) bila pertumbuhannya cepat atau tidak diperlukan bagi
fungsi reproduksi.
Pada pasien yang menolak pembedahan dan tanpa keluhan dapat dicoba diberikan
terapi hormone seperti progesterone dan GnRH analog
7. Perawatan Diperlukan bila :
Rumah Sakit a. Direncanakan untuk dioperasi
b. Disertai penyulit seperti perdarahan banyak, torsi, infeksi, degenerasi atau
penekanan massa tumor yang berat
8. Penyulit Perdarahan
 Perdarahan
 Infertile
 Infeksi/sepsis
 Torsi (pada tumor yang bertangkai)
 Degenerasi merah, degenerasi ganas (miosarkom)
 Komplikasi akibat tindakan operatif
9. Prognosis Dubia
10. Informed Dilakukan Informed Consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostic maupun
consent terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa.
11. Output Jaringan mioma dapat diangkat.
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 62
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
PENYAKIT TROFOBILAS
1. Penyakit 1) Trofoblas kehamilan (gestational trophoblastic desease) iaalah penyakit
trofoblas terdiri trofobilas yang berhubungan dengan kehamilan dan
dari penyakit 2) Penyakit trofobilas yang tidak berhubungan dengan kehamilan (non gestationl
throphoblastic disesase) tetapi berasal dari sel indung telur dan kejadiannya
sangat jarang
Yang dibicarakan disini adalah penyakit trofoblas yang berhubungan dengan
kehamilan, sedangkan yang tidak berhubungan dengan kehamilana akan dibicarakan
pada bab keganasan ovarium (bab teratoma).
Perkembangan hasil konsepsi ada kalanya menhalami kelainan antara lain hasil
konsepsi tidak berupa janin, melainkan berkembang secara patologis berupa
gelembung – gelembung yang disebut mola hidatidosa.
Penyakit trofoblas terdiri dari mola hidatidosa (jinak) dan koriokarsioma (ganas).
Umumnya penderita mola akan menjadi baik setelah diobati, tetapi sekitar 15% akan
mengalami degenerasi keganasan menjadi koriokarsioma.
Dalam perjalanannya penyakit trofoblas sering menunjukkan gejala – gejala
diluar bidang obsteri-ginekologi, misalnya tritokiskosis, sesak, batuk darah
dan kelainan neurologis. Karena itu penanganan dirumah sakit perlu
kerjasama bagian DEP./SMF Obsteri dan Ginekologi dengan Departemen
Penyakit Dalam, Neurologi Laboratorium, serta pemeriksaan penunjang
lainnya. Pasien trofoblas harus mendapat pengawasan selama waktu
tertentu untuk mendeteksi adanya keganasan pada stadium dini.
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 63
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
MOLA HIDATIDOSA
1. Pengertian Kegagalan kehamilan normal yang disertai dengan proliferasi sel trofoblas yang
(Definisi) berlebihan dan degenerasi hidropik, yang secara klinis tampak sebagai gelembung-
gelembung
2. Klasifikasi 1. Mola hidatidosa komplit (O01.0)
2. Mola hidatidosa parsial (O01.1)
3. Kriteria Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis  Amenore
 Keluhan gestosis seperti hyperemesis gravidarum yang berat
 Uterus yang lebih besar dari usia kehamilan
 Klinis terlihat gelembung mola yang keluar dari uterus
4. Pemeriksaan 1. USG : didapatkan gambaran gelembung vesikel (vesicular intrasonic pattern)
Penunjang 2. Kadar βhCG yang lebih tinggi
3. Pemeriksaan patologi anatomi
5. Diagnosis Tumor trofoblas gestasional (C58)
Banding
6. Terapi Perbaiki keadaan umum:
 Transfusi darah (99.0)
 Pengobatan gestosis sesuai protocol
 Evakuasi dengan vakum kuretase (69.0)
 Kemoterapi profilaksis
 Histerektomi dilakukan bila usia lebih dari 35 tahun dengan jumlah anak cukup
(68.4)
 Tirotoksikosis (pengobatan bersama-sama dengan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam)
 Emboli paru (pengobatan bersama-sama dengan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam)
1. Evakuasi:
(sesuaikan dengan cara terminasi kehamilan trimester I)
Vakum kuretase
a. Bila gelembung sudah keluar.
Setelah keadaan umum diperbaiki langsung dilakukan vakum kuretase dan
untuk pemeriksaan PA dilakukan pengambilan jaringan dengn kuret tajam.
Bila perdarahan banyak: bersamaan dengan perbaikan KU, evakuasi harus
segera dilakukan.
b. Bula gelembung belum keluar.
Pasang laminaria stift, 12 jam kemudian dilakukan vakum kuretase tanpa
pembiusan, kemudian dilakukan kuretase tajam, untuk mengambil jaringan
(untuk pemeriksaan PA).
(Pada laporan harus dituliskan:jumlah dan diameter jaringan mola,
perdarahan, ada tidaknya janin atau bagian janin seperti kantong janin,
cairan ketuban dan lain-lain).
Khusus untuk pasien umur 35 tahun atau lebih dengan jumlah anak cukup,
dilakukan histerektomi totalis, baik dengan jaringan mola intoto atau
beberapa hari pasca kuret.
2. Terapi profilaksis: dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Kemoterapi
b. Histerektomi
a) Kemoterapi
DIberikan pada pasien dengan risiko tinggi, yaitu:
 Hasil PA mencurigakan keganasan
 Umur pasien 35 tahun atau lebih yang menolak dilakukan histerektomi.
Obat yang diberikan adalah:
 Metotreksat (MTX): 20 mg/hari IM selama 5 hari (ditambah dengan
asam folat) atau
 Aktinomisin D (ACTD): 1 vial (0,5 mg)/hari IV selama 5 hari
b) Histerektomi
c) DIlakukan terutama pada pasien yang berumur ≥35 tahun dengan
jumlah anak cukup
3. Pengawasan lanjut:
Bertujuan untuk mengetahu sedini mungkin adanya perubahan ke arah
keganasan.
Lama pengawasan: satu tahun.
Pasien dianjurkan jangan hamil dulu, dengan menggunakan KB kondom/system
kalender, atau pil KB bila haid teratur dan tidak dinajurkan menggunakan IUD atau
suntikan
Akhir pengawasan
Bila setelah pengawasan satu tahun, kadar βhCG dalam batas normal, atau bila telah
hamil lagi
Jadwal pengawasan
3 bulan ke-I : 2 minggu sekali
3 bulan ke-II :1 bulan sekali
6 bulan terakhir : 2 bulan sekali
Pemeriksaan yang dilakukan selama pengawasan:
 Pemeriksaan klinis dan βhCG setiap kali dating
 Foto toraks, pada bulan ke-6 dan ke-12 atau bila ada keluhan
7. Penyulit  Perdarahan
 Syok hipovolemik
 Preeklamsi/eklamsi
 Tirotoksikosis
 Infeksi
 Emboi paru
 Keganasan
8. Konsultasi 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Departemen Anestesiologi
9. Indikator Klinis 1. Penurunan angka kematian
2. Penurunan angka rekurensi
10. Unit Terkait 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Departemen Anestesiologi
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 64
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
TUMOR TROFOBLAS GESTASIONAL
1. Batasan Keganasan yang berasal dari jaringan trofoblas yang berhubungan dengan kehamilan
2. Klasifikasi 1. Mola invasive (koriokarsinoma vilosum)
Mola hidatidosa yang mempunyai daya penetrasi ke dalam dinding rahim atau
mengadakan metastasis atau kedua-duanya.
Pada gambaran PA ditemukan vili korialis.
2. Koriokarsinoma
Trofoblas gestasional ganas yang pada gambaran PA tidak ditemukan vili
korialis.
3. Koriokarsinoma klinis
Tumor trofoblas gestasional yang dasar diagnosisnya secara klinis berdasarkan
kenaikan kadar βhCG dan atau adanya metastasis.
4. Placental Site Trophoblastic Tumor
Tumor trofoblas gestasional yang terdapat pada bekas tempat implantasi
plasenta. Hanya terjadi setelah kehamilan cukup bulan saja.
3. Stadium 1. Stadium I : terbatas di Rahim
2. Stadium II : Metastasis ke vagina dan parametrium
3. Stadium III : Metastasis ke paru-paru
4. Stadium IV : Metastasis ke organ lain
4. Dasar Diagnosis 1. Klinis
 Perdarahan tidak teratur
 Rahim subinvolusi
 Batuk darah
 Benjolan kebiru-biruan, sering terdapat di vagina
2. Laboratorium: pemeriksaan penunjang
 Kadar βhCG meninggi lagi dalam waktu 4 minggu atau lebih pasca evakuasi
 Kadar βhCG
o 6 minggu pasca evakuasi mola >100 mIU/mL
o Atau bila ada keluhan
3. Histopatologi: dapat dibedakan jenis keganasannya.
Pemeriksaan klinik dan kadar βhCG setiap kali datang, sedang foto toraks, pada
bulan ke-6 dan ke-12 atau 8 minggu pasca evakuasi >30 mIU/mL
SUSPEK MOLA HIDATIDOSA
**CATATAN
Pengawasan selama 1 tahun
3 Bulan I : 2 minggu sekali
3 Bulan II : 1 bulan sekali
6 Bulan terakhir : 2 bulan sekali
Diperiksa:
 Pemeriksaan klinik dankadar βhCG setiap datang
 Foto toraks bulan ke-6 dan ke-1
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 65
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
KANKER SERVIKS
1. Pengertian Keganasan primer pada serviks uteri
(Definisi)
2. Klasifikasi Stadium klinis kanker serviks (FIGO, 1987)
Stadium 0 Kanker in-situ intraepitel
Stadium I Kanker terbatas pada servks
IA Kanker praklinis yang hanya didiagnosis secara
mikroskopis
IA 1 Lesi Nampak secara mikroskopik dengan invasi stroma
minimal
IA 2 Lesi Nampak secara mikroskopis dapat ditukar, ke dalam
invasi tidak lebih dari 5 mm dari dasar epitel baik
permukaan maupun kelenjar dengan penyebaran horizontal
tidak lebih 7 mm
IB Lesi yang lebih besar dari stadium IA2 baik yang tampak
secara klinis maupun tidak
Stadium II Kanker meluas keluar serviks tetapi belum mencapai
dinding panggul. Kanker sudah mencapai vagina tetapi
sampai 1/3 distal
Stdium IIA Parametrium masih bebas
Stadium IIB Parametrium sudah terkena
Stadium III Kanker sudah mengenai dinding panggul, tumor mengenai
1/3 distal vagina, semua kasus dengan hidronefrosis atau
afungsi ginjal yang bukan oleh sebab lain.
Penyebaran belum sampai dinding panggul
Penyebaran sudah ke dinding panggul dan ada
IIIA hidronefrosis atau
Afungsi ginjal
IIIB Kanker sudah meluas ke luar panggul atau sudah mengenai
Lanjutan IV mukosa kandung kencing atau rectum
Menyebar ke mukosa kandung kencing dan atau rektum
Stadium IVA Menyebar ke organ yang lebih jauh

IVB
4. Kriteria Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis  Lekore
 Perdarahan pervaginam, spontan tau pasca senggama
 Gejala metastasis tergantung organ yang terkena seperti andung kencing, rektum,
tulang, paru-paru, dll
5. Pemeriksaan 1. Kolposkopi
Penunjang 2. Biopsi, bila perlu dilakukan dilatasi kuretase
3. Pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematocrit, trombosit, fibrinogen, kimia
darah
4. Foto rontgen paru-paru, foto polos abdomen/pielografi intravena
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan serviks
6. Rektoskopi dan sistoskopi
6. Diagnosis Baning Polip seviks
7. Terapi a. Pembedahan (68.6)
 Pembedahan histerektomi ekstrafacial bila kanker mikroinvasif <5 mm dan
tidak terdapat sel tumor pada pembuluh darah/limfe
 Pembedahan radikal: histerektomi radikal + limfadenektomi pelvis
dilakukan pada stadium I-IIA, bila tidak ada kontraindikasi
b. Radiasi
Radiasi interna + radiasi eksterna. Sebaiknya dilakukan pemberian kemoradiasi
(sebelum radiasi diberikan kemoterapi)
c. Kemoterapi (99.25)
d. Kombinasi antara pembedahan, kemoterapi, radiasi
8. Pengawasan 1. Terjadinya residif kebanyakan dalam 2 tahun pertama setelah pengobatan dan
Lanjut jarang setelah 5 tahun
2. Pemeriksaan berkala dilakukan setiap 2 bulan untuk selama 2 tahun, dan setiap 4
bulan tahun ketiga dan setersnya 6 bulan sekali
9. Penyulit Metastase ke ginjal, dinding panggul, ke luar panggul, dank e organ yang lebih jauh
10. Perawatan Diperlukan
Rumah Sakit
11. Konsultasi 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Departemen Ilmu Bedah Digestif
3. Departemen Ilmu Bedah Urologi
4. Departemen Anestesiologi
12. Indikator Klinis 1. Penurunan angka kematian
2. Penurunan angka rekurensi
13. Unit terkait 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Departemen Ilmu Bedah Digestif
3. Departemen Ilmu Bedah Urologi
4. Departemen Anestesiologi
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
KANKER SERVIKS DENGAN KEHAMILAN

Kanker in situ Stad I-IIA Stad IIB-IV

Kehamilan Trim I- Trim II Trim III Trim I- Trim II Trim III


ditunggu awal II akhir awal II akhir
aterm,
persalinan
pervaginam Radiasi Radiasi/
Histerotomi
Tunggu Tunggu
matangnya matangnya
Histerektomi patu janin
patu janin

Seksio sesarea klasik Seksio sesarea klasik

Histerektomi radikal + limfadenektomi Radiasi


(kemoradiasi)

Pengawasan lanjut
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 66
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
KANKER OVARIUM
1. Pengertian Tumor ganas berasal dari ovarium. Sering juga disebut kanker ovarium. Karena
(Definisi) sebagian besar kanker ovarium bersifat krsinoma, maka kanker ovarium sering
dianggap identik dengan karsinoma ovarium.
2. Klasifikasi Secara singkat berdasarkan pemeriksaan histopatologi terdapat tiga jenis kanker
ovarium yang terbanyak adalah:
1. Tumor ganas epitel (malignant epithelial tumor)
2. Tumor ganas sel benih (malignant germ cell tumor)
3. Tumor ganas stroma (malignant stromal/sex cord tumor)
Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tua umur psien, makin besar
kemungkinan tumor berasal dari unsur epitel. Sebaliknya, tumor sel benih lebih
sering dijumpai pada gadis dan wanita muda.
Tumor ganas epitel
Tumor ganas ovarium yang berasal dari epitel germinal atau mesotel.
I. Neoplasma epitel
 Jenis serosum
 Jenis musinosum
 Endometrioid
 Mesonefroid
 Tumor Brenner (transisional)
 Kombinasi jenis-jenis epitel
 Kombinasi epitel dengan unsur lain
 Kanker yang tak berdiferensiasi
II. Neoplasma stroma gonad
1. Tumor sel granulosa
2. Tumor sel Sertolli – Leydig
3. Ginandroblastoma
III. Tumor sel lipoid
IV. Neoplasma sel germinal
1. Disgerminoma
2. Tumor sinus endodermal
3. Kanker embryonal
4. Koriokarsinoma
5. Teratoma
V. Gonadoblastoma
VI. Tumor jaringan ikat lain yang tidak khas ovarium
VII. Limfoma maligna
VIII. Tumor primer yang tidak dapat diklasifikasi
IX. Tumor metastasis
3. Stadium Kanker Stadium I. Tumor terbatas pada ovarium.
Ovarium (FIGO IA Tumor terdapat pada satu ovarium, tidak ada tumor pada permukaan luar,
1985) kapsul utuh
IB Tumor terdapat pada kedua ovarium, tidak ada asites, tidak ada tumor pada
permukaan lluar, kapsul utuh
Tumor stadium IA dan IB, disertai pertumbuhan tumor pada permukaan
satu atau dua ovarium, atau kapsul pecah, atau terdapat asites yang
mengandung sel-sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif
Stadium II. Tumor terdapat pada salah satu atau kedua ovarium dengan penyebaran
ke panggul.
IIA Penyebaran dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba
IIB Penyebaran ke jaringan panggul lain
IIC Tumor stadium IIA dan IIB,disertai pertumbuhan tumor pada permukaan
satu atau 2 ovarium, atau kapsul pecah, atau disertai asites yang
mengandung sel-sel ganas atau bilasan peritoneum positif.
Stadium III. Tumor terdapat pada salah satu atau kedua ovarium dengan implantasi
anak sebar di luar pelvis dan/atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau
inguinal positif.
IIIA Tumor terbatas pada rongga pelvis minor, KGB negatif tetapi dengan
penyebaran mikroskopis di permukaan peritoneum abdomen
IIIB Tumor pada salah satu atau kedua ovarium denganpenyebaran pada
permukaan peritoneum abdomen, dengan garis tengah yang tidak melebihi
IIIC 2 cm; KGB negatif
Terdapat implantasi tumor di abdomen dengan diameter lebih besar dari 2
cm dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal positif
Stadium IV. Tumor meliputi salah satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh,
efusi pleura bila ada, sitologi harus positif, metastasis jauh ke parenkim hepar
10. Diagnosis 1. Timbul benjolan di perut dalam waktu yang relative singkatrasonografi
2. Gangguan buang air kecil/buang air besar, nyeri perut
3. Ditemukan tumor
a. Di rongga pelvis dan dapat meluas hingga rongga perut, di kiri/kanan
uterus, di kavum DOuglasi
b. Permukaan tidak rata
c. Konsistensi padat, kistik dan kistik dengan bagian padat
d. Mobilitas terbatas, karena perlekatan, nyeri perut
e. Seing disertai asites
4. Mungkin ada gangguan haid
5. Laparotomi untuk mengetahui jenis histopatologi dan penentuan stadium
11. Diagnosis Banding Kista ovarium (D.27)
12. Pemeriksaan 1. Ultrasonografi
penunjang 2. Pemeriksaan foto meliputi foto toraks, abdomen, barium enema, pielografi
intravena
3. CT scan
4. Sitologi cairan asites
13. Terapi 1. Pembedahan (staging laparotomi) (68.6)
a. Aspirasi cairan rongga peritoneum untuk pemeriksaan sitologi, bila tidak
ada cairan peritoneum dilakukan bilasan peritoneal
b. Biopsi pada:
 Daerah bagian bawah diafragma
 Lateral dari kolon asenden dan kolon desenden
 Kavum Douglasi
 Peritoneum kandung kemih
c. EKsplorasi daerah/organ seperti hati, ginjal, mesenterium, usus halus, dan
usus besar
d. Hanya ovarektomi unilateral saja bil stadium IA atau tidak ada
perlengketan, jenis tumor borderline, usia muda, dan belum punya anak,
atau histerektomi totalis dengan salfingoovarektomi bilateralis pada
stadium I dan II dan pembedahan sitoreduksi pada stadium III dan
e. Omentektomi
 Omentektomi parsial bila secara makroskopis tidak ditemukan lesi
metastasis
 Omentektomi total bila secara makroskopis ditemukan lesi metastasis
f. Biopsi pada setiap perlekatan
g. Limfadenektomi/biopsy KGB yang membesar di daerah pelvik dan
paraaorta
2. Kemoterapi (99.25)
Pada umumnya diberikan setelah terapi pembedahan, kadang-kadang sebelum
pembedahan (neoajuvan)
 Untuk kanker ovarium jenis epitel sebaiknya kombinasi CAP
(siklofosfamid, adriamisin, sisplatin), atau AP (adriamisin, sisplatin), atau
EP (epirubisin, sisplatin), Taksol atau Taksol + Karboplatin
 Untuk jenis sel germinal diberikan: VAC (vinkristin, adriamisin,
siklofosfamid) atau PVB (sisplatin, vinblastine, bleomisin)
3. Radiasi
Diberkan setelah terapi pembedahan (pengangkatan massa tumor secara
optimal, atau dengan tumor terangkat seluruhnya atau bila dengan residu tumor
minimal 1,5-2 cm)
4. Kombinasi antara:
Pembedahan, kemoterapi, radiasi
14. Penyulit Penyulit sebelum pembedahan: hipoalbuminemia, efusi pleura
Penyulit selama pembedahan: perdarahan, cedera usus, kandung kemih, ureter
Penyulit kemoterapi
15. Prognosis Dubia
16. Informed Consent DIlakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostic maupun
terapeutik, ecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa
17. Patologi Anatomi Sitologi cairan peritoneum
Biopsi:
 Daerah bagian bawah diafragma
 Lateral kolon asenden dan kolon desenden
 Kavum Douglasi
 Peritoneum kandung kemih, ovarium, omentum, kelenjar getah bening
18. Perawatan Rumah Diperlukan
Sakit
19. Ijin Tindakan Diperlukan
20. Lama Perawatan Lampiran protokol
21. Catatan Medik Mencakup keluhan utama, gejala medis, riwayat obstetric, pemeriksaan fisik &
penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak lanjut, konsultasi, prognosis
22. Indikator Klinis 1. Penurunan angka kematian
2. Penurunan angka rekurensi
23. Konsultasi 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Departemen Ilmu Bedah Digestif
3. Departemen Ilmu Bedah Urologi
4. Departemen Anestesiologi
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 67
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
KANKER VULVA
1. Kanker Mikro Diameter tumor ≤2 cm dan invasi ke stroma ≤5 mm
Invasif
2. Klasifikasi TNM TUMOR PRIMER
Kanker Vulva Tis Kanker pra invasive (in-situ)
(FIGO) T1 Tumor terbatas pada vulva dan atau perineum, diameter ≤2 cm
T2 Tumor terbatas pada vulva dan atau perineum, diameter tumor > 2
T3 cm
Tumor dari semua ukuran dengan penyebaran ke uretra dan atau
T4 vagina dan atau anus
Tumor dari semua ukuran dengan adanya infiltrasi ke mukosa
kandung kencing dan atau mukosa rektum, termasuk bagian
proksimal dari mukosa uretra dan atau penyebaran ke tulang
KGB REGIONAL
N0 Tak ada penyebaran tumor ke KGB
N1 Penyebaran tumor unilateral ke KGB regional
N2 Penyebaran tumor bilateral ke KGB regional
PENYEBARAN JAUH
M0 Secara klinis tak ada penyebaran tumor
M1 Terdapat penyebaran jauh (termasuk KGB pelvis)
8. Etiologi Tidak diketahui
9. Faktor  Distropia vulva kronis
Predisposisi  Kondiloma akuminata
 PHS (penyakit hubungan seksual) dengan lesi granulomatosa
10. Gejala-gejala Keluhan: pruritus vulva
11. Diagnosis Inspeksi: DIlakukan untuk menentukan daerah yang akan dibiopsi
Bentuk pra invasif, gambarannya sebagai berikut:
Bercak-bercak kemerahan atau keputihan yang menebal, kadang-kadang
hiperpigmentasi
Bentuk invasif: lesi lebih keras, meninggi, noduler, dan bentuknya tidak teratur.
Seringkali lesi ini bersifat unilokal dan menunjukkan ulserasi
12. Palpasi Palpasi dilakuka pada lesi dan pada kelenjar-kelenjar getah bening regional
13. Pemeriksaan Disertai juga dengan pemeriksaan Pap Smear, untuk mencari penyakit lain yang
Dalam mungkin bersamaan. Sebaiknya dilakukan juga:
1. Kolposkopi, walaupun nilainya trbatas terutama bermanfaat pada jenis
adenokarsinoma
2. Pewarnaan dengan Toluidine blue. Biopsi dilakukan pada bagian yang berwarna
biru tua
14. Biopsi Lesi yang mencurigakan perlu dibiopsi; diagnosis pasti diperoleh melalui
pemeriksaan histopatologis.
Gambarannya dapat berbentuk:
1. Kanker epidermoid vulva
2. Adenokarsinoma vulva (Paget’s disease)
3. Melanoma malignum
15. Pengelolaan Kanker vulva pra invasif
Jenis pengobatan tergantung letak dan luasnya penyakit.
Tindakan dapat berupa:
1. Krim 5 FU
2. Kriosasi
3. Eksisi local luas
4. Vulvektomi parsial atau hemi vulvektomi, vulvektomi total atau subtotal,
“Skinning” vulvektomi
Kanker vulva mikro invasif
Terapi:
1. Vulvektomi total
2. Vulvektomi radikal dengan pengangkatan KGB inguinal bilateral
Kanker vulva invasif
Dikelola dengan vulvektomi radikal disertai pengangkatan KGB inguinal bilateral
16. Pengelolan Kanker Vulva

Lesi mencurigakan

Biopsi PA

Kanker vulva

Intra
Invasif
Epitel(PA)

Kanker in Kanker Kanker Melanoma


Paget’s Disease
situ sel basal epidermoid Maligna

Tetapkan stadium
Cari adakah
organ lain yang
terkena
Mikro Invasif Invasif

Kelola
Lesi tunggal Lesi banyak

Krem 5 FU topikal
Kriosasi dengan CO2
Eksisi luas Eksisi luas lokal Vulvektomi radikal

17. Penyulit Akan timbul bila lesinya sangat luas sampai ke


serviks uteri
18. Pengelolaan  Kista inklusi dieksisi
 Kista Gartner, lesi endometriosis, perlu diangkat
bila menyebabkan ketidaknyamanan
 Kondiloma akuminata dapat diberikan terapi
pedofilin bila lesi vagina sedikit dan kecl tau
eksisi local, krioterapi, kauterisasi, laser-CO2
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 68
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
KANKER VAGINA
1. Batasan Tumor ganas primer pada vagina
2. Definisi Kanker pra invasive:
Stadium : Kanker in situ, kanker intraepitel
Kanker invasif
Stadium I : Kanker terbatas pada dinding vagia
Stadium II : Kanker sudah mengenai jaringan sub vagina, tetapi belum mengenai
dinding pelvis
Stadium III : Kanker sudah menyebar ke dinding pelvis
Stadium IV : Kanker sudah menyebar keluar rongga pelvis atau sudah mengenai
mukosa kandung kencing atau rectum (edema bulosa saja belum masuk stadium
IV)
3. Stadium Kanker  Kanker vagina primer adalah salah satu keganasan yang jarag, hanya 1-2%
Ovarium (FIGO dari kanker ginekologi. Kanker vagina yang paling sering adalah tipe sel
1985) skuamosa (80-90%). Kankervagna seradi pada wanita berumur 55-75 tahun.
 Penyebab kanker ini belum jelas, meskipun trdapatbeberapa bukti yang dapat
melibatkan iritasi mukosa vagina menahun seperti pemekaian pesarium dan
prosidentia.
 Virus mungkin merupakan salah satu faktor penyebab kanker vagina
4. Dasar Diagnosis  Kanker vagina in situ sering asimptomatis, tetapiperlu diwaspadai bila
terdapat hasil pap semar abnormal pada wanita yang sebelumnya mengalami
histerektomi akibat kanker, baik in situ maupun invasif
 Kebanyakan pasien kanker vagina invasif megeluh perdarahan pervaginam
tanpa nyeri atau adanya pengeluaran sekret vagina
 Kebanyakan lesi ditemukan pada bagian atas dinding posterior yang
berdekatan dengan serviks postrior. Walaupun pap smear berguna dalam
menemukan karsinoma in situ, namun sering tdak tepat ila terapat lesi
eksofitik. Pada daerah yang mencurigakan perlu dilakukan biopsi.
Untuk menentukan stadium kanker vagina invasif perlu pemeriksaan dalam
pembiusan, pielografi intravena, sistoskopi dan proktoskopi
5. Pemeriksaan 1. Tes Pap
Penunjang 2. Biopsi
3. Kolposkopi
6. Penyulit 1. Rekurensi
2. Proktitis
3. Sistitisl
4. Fiste
7. Pengelolaan Pengelolaan kanker vagina tergantung pada stadium penyakit, besarnya tmor dan
kondisi pasien.
Beberapa cara pengobatan pada stadium in situ adalah krim 5-FU, bedah eksisi,
radiasi.
Beberapa cara pengobatan pada stadium invasif adalah:
1. Operasi
2. Radiasi
SUSPEK KANKER VAGINA

Perdarahan pervaginam
Faktor risiko Sitologi

Pemeriksaan dalam
Kolposkopi + Biopsi

Singkirkan Diagnosis
Displasia serviks
Kanker serviks
Kanker vulva
Kanker endometrium Karsinoma in situ Kanker invasif
Lesi vagina jinak
Kondiloma akuminata
Herpes genitalis

Penilaian fokus multiple Penilaian stadium klinik


Penentuan penyebaran Besar lesi dan lokasi di vagina

Krim 5 FU, Terbatas 1/3 Mengenai Penyebaran


Vaginektomi
eksisi, ra diasi proksimal pertengahan luas
dan 1/3
bawah
Radiasi atau
Histerektomi
radikal + Radiasi Paliatif
Limfadenektomi
pelvik
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 69
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PEMBERIAN KEMOTERAPI
1. Batasan Cara pengobatan terhadap kanker dengan menggunakan obat-obat anti kanker yang
lazim disebut sitostatika.
2. Faktor-faktor 1. Keadaan umum; status penampilan pasien antarlain menurut skor kemoterapi
Yang 2. Tingkat (stadium) penyakit
Mempengaruhi 3. Lokasi penyakit
Respon Terhadap 4. Sensitivitas terhadap obat
Kemoterapi 5. Timbulnya resistensi terhadap obat
6. Pengobatan sebelumnya
7. Gangguan fungsi organ-organ
3. Penentuan Skala A. Skala Karnofsky
Keadaan Umum Derajat Tingkat Aktivitas
100% Aktivitas normal; tanpa keluhan, tidak ada kelainan
90% Aktivitas normal; keluhan/gejala minimal
80% Aktivitas normal dengan beberapa keluhan gejala
70% Mampu merawat diri; tak mampu melakukan aktivitas normal atau
bekerja
60% Kadang-kadang perlu bantuan tetapi umumnya dapat melakukan
aktivitas untuk keperluan sendiri
50% Perlu bntuan dan umumnya perlu obat-obatan
40% Perlu bantuan dan perawatan khusus
30% Perlu pertimbangan masuk rumah sakit
20% Sakit berat, perlu perawatan rumah sakit, pengobatan aktif-suportif
10% Mendekati ajal
0% Meninggal
Penentuan skala keadaan umum menurut Karnofsky terlampau rumit
sehingga sulit dihapal, lagipula kurang mempunyai arti klinis yang berarti.

Manado, 2 April 2018


Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 70
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PROLAPSUS UTERI
1. Pengertian Turunnya/descend/descencus atau penonjolan (protusius/ bulging) hermisasi isi organ
(Definisi) panggul ke dalam vagina atau ke luar vagina akibat keemahan struktur penyokong
dasar panggul
2. Diagnosis Anamnestis :
 Perasaan Berat Pada Perut Bagian Bawah
 Penonjolan Atau Protusio Jaringan Pada Vagina Tau Melewati Vagina
 Low Back Pressure/Pain (Merasa Ada Tekanan Tau Rasa Berat Atau Nyeri
Daerah Panggul)
 Perubahan Fungsi Seksual
 Keluhan Berkemih Meliputi :
- Inkontinesia Stress (Tekanan)
- Urgensi Dan Inkontinesia Urge
- Inkontinensia Campuran
- Disfungsi Berkemih (Bersitansi Atau Gangguan Pengosongan Kandung
Kemih)
 Perlu Memasukkan Organ Prolapses Saat Berkemih
 Sulit Difekasi Pada Rektokel
Pemeriksaan Ginekologis
 Pemeriksaan System PDP-Q (Prolapse Organ Pelvie Quantification System)
Untuk Menentukan Derajat Prolapses Uteri, Sistokel Dan Rektokel
 Tes Stress/Tes Valsava
 Tes Bonney
 Perhatikan adanya ulkus pada porsio
 Pemeriksaan sitology (pap smear untuk menyingkirkan keganasan serviks)
3. Diagnosis Inversion uteri kronis
Banding
4. Pemeriksaan Pap smear
penunjang
5. Kontribusi Tidak diperlukan
6. Terapi 1. Tanpa pembedahan, dilakukan pada prolapses uteri derajat. Dilakukan latihan oto
dasar panggul atau pemakaian pessarium
2. Pembedahan
a. Histerektomi vagina
b. Kolporafi anterior
c. Kolpoperineorafi
d. Operasi menchester Fothergil
e. Operasi LeFort
f. Fiksasi sakrospinosus
g. Kolposuspensi dengan mesh
7. Perawatan Diperlukan bila :
Rumah Sakit a. Direncanakan untuk operasi
b. Disertai penyulit seperti infeksi, gangguan fungsi ginjal berat
8. Penyulit Infeksi, keganasan
9. Prognosis Dubia ad bonam
10. Informed Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostic ataupun
consent lerapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa
11. Output Prolapses uteri terkoreksi
12. Patologi Jaringan yang diangkat
Anatomi
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 71
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
KOLPOSKOPI
1. Pengertian Pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu alat yang dapat disamakan
(Definisi) dengan mikroskop pembesaran rendah dengan sumber cahaya di dalam
2. Indikasi Kelainan pada serviks, vagina, atau vulva
3. Bahan/Alat 1. Larutan NaC1 fisiologis
2. Larutan asam asetat 3%
3. Larutan asam metakresilsulfonat pekat
4. Larutan formalin
5. Tang tampon
6. Pinset anatomi panjang
7. Kassa dan tampon vagina
8. Alat biopsi
9. Spekulum cocor bebek
10. Spekulum endoserviks
11. Kolposkop
4. Prosedur  Pasien ditidurkan dalam posisi litotomi
 Vulva dibersihkan, dipasang spekulum cocor bebek
 Serviks dan vagina diperiksa dengan kolposkop tanpa dilakukan pembersihan
terlebih dahulu. Mukus diserviks dibersihkan dengan asam cuka 3%. Serviks
diperiksa secara sistematis dengan koloskop mulai arah jam 1 berputar searah
jarum jam sampai kembali ke daerah semula. Serviks berulang kali dibersihkan
dengan larutan NaC1 fisiologis
 Jika sambungan skuamokolumnar tidak terlihat jelas, digunakan spekulum
endoserviks untuk membuka kanalis serviks
 Bila diperlukan, dapat dilakukan biopsi
5. Konsultasi Devisi Onkologi Ginekologi
6. Interpretasi 1. Normal
2. Abnormal
3. Gambaran kolposkopik tidak memuaskan
4. Gambaran kolposkopik tidak memuaskan
5. Distrofi
7. Perawatan Tidak diperlukan
Rumah Sakit
8. Penyulit Nyeri, perdarahan, infeksi
9. Prognosis Ad bonam
10. Ninformed Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostik maupun
Consent terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa
11. Output Diagnosis dapat ditegakkan
12. Patologi Anatomi Jaringan yang biopsi
13. Catatan Medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, pemeriksaan fisik & penunjang, terapi,
operasi, perawatan, tindaklanjut, konsultasi, prognosis

Manado, 2 April 2018


Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 72
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
KONISASI
1. Pengertian Pengeluaran sebagian serviks sedemikian rupa sehingga bagian yang dikeluarkan
(Definisi) berbentuk kerucut dengan kanalis servikalis menjadi sumbu kerucut
2. Indikasi 1. Pap smear abnormal dengan koloskopi tidak memuaskan
2. Sambungan skuamokolumnar tidak dapat dilihat seluruhnya
3. Lesi menjorok ke dalam kanalis servikalis dan tidak tampak seluruhnya dengan
pemeriksaan kolposkopi
4. Hasil kuret endoserviks menunjukkan lesi prakanker derajat berat
5. Biopsi yang dipandu kolposkopi menunjukkan adanya mikroinvasi
6. Lesi prakanker derajat berat tetapi ada keinginan untuk mempertahankan fertilitas
7. Pengamatan lanjut menunjukkan progresifitas penyakit secara nyata
3. Prosedur 1. Tindakan sebaiknya dilakukan setelah haid selesai
2. Pasien dalam norkose umum dengan posisi litotomi
3. Dilakukan tindakan a dan antiseptic di daerah genitalia eksterna
4. Dipasang spekulum Sims dengan pemberat
5. Bibir depan portio dijepit dengan tenakulum
6. Dilakukan penjahitan paraservikal setinggi ostium uteri internum dengan benang
kromik nomor 0 dan 1
7. Ditentukan batas luar eksisi dengan bimbingan kolposkop atau dengan pewarnaan
lugol 5%
8. Infiltrasi bibir depan dan bibir belakang serviks dengan larutan NaC1 fisiologis
yang mengandung zat vaskokonstriktor pada jam 3, 6, 9, 12
9. Dilakukan sondase uterus menlanjutkan dengan diatasi kanalis servikalis
menggunakan dilatator Hegar sampai no. 8
10. Dilakukan eksisi konus dengan pisau scott atau pisau tajam no. 11 dimulai dari
arah jam 6 mengikuti arah jarum jam. Konisasi mencakup ekto dan endoserviks
dan terambil 50% tanpa mengenai ostium uteri internum
11. Beri tanda dengan benang pada jam 12
12. Konus ditarik keluar dengan klem allis
13. Dilakukan kuretase kanalis servikalis dan kavum uteri dengan kuret tajam
14. Dilakukan elektrokoagulasi pada tempat sayatan untuk menghentikan perdarahan
15. Bila eksisi cukup luas, dilakukan penjahitan sturmdorf
16. Dipasang tampong vagina selama 24 jam
17. Dilakukan pemberian antibiotika
4. Konsultasi Devisi Onkologi Ginekologi
5. Perawatan Tidak diperlukan
Rumah Sakit
6. Penyulit Nyeri, perdarahan, infeksi
7. Prognosis Ad bonam
8. Ninformed Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostik maupun
Consent terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa
9. Output Diagnosis dapat ditegakkan
10. Patologi Anatomi Jaringan yang biopsi
11. Catatan Medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, pemeriksaan fisik & penunjang,
terapi, operasi, perawatan, tindaklanjut, konsultasi, prognosis
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 73
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
LAPAROSKOPI
1. Pengertian Visualisasi kavum peritonei secara endoskopi melalui dinding peru depan, setelah
(Definisi) dibuka pneumoperitoneum
2. Diagnosis 1. Pemeriksaan infertilitas
2. Tersangka endometriosis
3. Penilaian operasi rekonstruksi tuba
4. Nyeri panggul kronis
5. Tersangka infeksi panggul kronis
6. Nyeri abdomen akut
7. Tersangka kehamilan ektopik
8. Evaluasi atau konfirmasi massa intrapelvis
9. Kelainan uterus
10. Torsi tumor adneksa
11. Penilaian keganasan
Operatif :
1. Sterlisasi
2. Pengambilan benda asing
3. Operasi untuk infertilitas (adhesiolisis, salpingoovariolisis, fimbrioplasti,
salpingostomi)
4. Fulgurasi sarang-sarang endometriosis
5. Operasi kehamilan ektopik
6. Operasi kista ovarium
7. Miomektomi
8. Laparoscopy-assisted vaginal hysterectomy
9. Total laparoscopy hysterectomy
10. Histerektomi radikal
11. Kolposuspensi burch
12. Sakrokolposuspensi
3. Kontrandiksi Absolut :
1. Penyakit jantung dan pernapasan yang berat
2. Hernia
3. Peritonitis umum
4. Ileus obstruktif dan paralitik
5. Tumor intraabdomen yang besar
Relatif :
1. Obesitas
2. Riwayat laparotomi atau peritonitis sebelumnya
3. Riwayat dehisensi luka laparotomi
4. Kehamilan
5. Kanker yang mengenai dinding depan abdomen
4. Prosedur 1. Pasien dalam narkose umum
2. Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya
3. Dibuat sayatan di daerah infraumbilikal
4. Dilakukan insersi jarum Veress, diperiksa apakah telah masuk ke dalam rongga
abdomen
5. Dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan gas CO2 melalui jarum Veress
6. Jarum Veress dicabut
7. Dimasukkan trokar melalui insisi infraimbilikal
8. Laparaskop dimasukkan, diperiksa keadaan rongga abdomen
9. Bila tindakan telah selesai, laparoskop dikeluarkan
10. Trokar dicabut
11. Luka insisi dijahit
5. Konsultasi 1. Divisi Endokrinologi Reproduksi & Fetilitas
2. Divisi Onkologi Ginekologi
3. Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi
6. Perawatan Diperlukan untuk tindakan laporaskopi operatif
Rumah Sakit
7. Penyulit Nyeri, perdarahan, infeksi, komplikasi anestesi, cedera usus, kematian
8. Prognosis Ad bonam
9. Ninformed Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostik maupun
Consent terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa
10. Output Diagnosis dapat ditegakkan
11. Patologi Anatomi Jaringan yang biopsi
12. Catatan Medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, pemeriksaan fisik & penunjang,
terapi, operasi, perawatan, tindaklanjut, konsultasi, prognosis
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 75
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
HISTEREKTOMI RADIKAL
1. Prosedur  Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya,
dilakukan insisi mediana inferior sepanjang kurang lebih 10 cm (atau kalau
diperlukan diperluas secara indiferen)
 Setelah peritoneum dibuka, dilakukan eksplorasi
 Dipasang kassa perut untuk melindungi usus dan restaktor abdomen
 Ligamentum rotundum kanan dan kiri diklem, dipotong, dan diikat
 Plika vesikouterina diindentifikasi kemudian disayat konkaf kearah ligamentum
proprium kiri dan kanan, dibuat jendela pada daerah avaskular
 Ligamentum infundibulopelvikum kiri dan kanan diklem, dipotong dan diikat
 Arteri uterina kiri dan kanan diindentifikasi, kemudian diklem, dipotong, dan
diikat dengan ligasi ganda
 Dibuat cuff depan setinggi batas arteri uterina dan cuff belakang setinggi + 1 cm
di atas ligamentum sakrouterina
 Ligamentum kardinal, ligamentum sakrouterina kiri dan kanan diklem, dipotong
dan diikat di dalam cuff
 Portio diindentifikasi, kemudian dengan 2 buah klem bengkok, puncak vagina
disayat sehingga uterus dapat diangkat seluruhnya
 Puncak vagina dijahit satu-satu dengan mengikutsertakan ligamentum
sakrouterina, ligamentum kardinal kiri dan kanan pada kedua ujung-ujungnya
 Perdarahan dirawat
 Setelah yakin tidak ada perdarahan lagi, cuff depan dan belakang dijahit satu-satu
 Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah
 Dilakukan pembilasan rongga abdomen dengan NaC1 0,9%
 Kassa perut diangkat
 Luka opersi dijahit lapis demi lapis
 Fascia dijahit dengan polyglactin (PGA) no. 1
 Kulit dijahit secara subkutikuler
 Perdarahan dan diuresis selama operasi dihitung
 Massa tumor dibelah di luar dan diindentifikasi
2. Unit Terkait Dipergunakan di kamar operasi
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 76
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
HISTEREKTOMI VAGINAL TOTALIS
1. Prosedur  Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah abdomen dan daerah
genitalia eksterna, dilakukan pengosonga kandung kencing. Bagian depan portio
diidentifikasidan dijepit dengan tenakulum
 Dilakukan sondase dari ostium urtera untuk menentukan vesika urinaria,
dilakukan insisi T terbalik, 1 cm di atas ujung serviks bagian depan. Selanjutnya
jaringan dibebaskan smpai mencapai plika vesiko uterina
 Serviks bagian belakang diidentifikasi dan dibuat sayatan melingkar sampai
bertemu dengan sayatan depan dan dibebaskan dari rektum
 Ligamentum kompleks sakrouterina-kardinal diidentifikasi, diklem, dipotong, dan
diikat kiri dan kanan
 Arteri uterine diindentifiksi kemudian diklem, dipotong, dan diikat
 Selanjutnya dengan bantuan telunjuk, meluksasi bagian bawah fundus uteri
kemudian ditarik ke bawah
 Ligamentum rotundum diklem, dipotong dan diikat
 Ligamentum ovarii proprium dan pangkal tuba diklem, dipotong dan diikat
 Dilakukan reperitonealisasi dengan peritoneum kandung kencing, dan dilakukan
penggantungan tumpul vagina dengan cara McCall Culdoplasty dengan kedua
ligamentum kompleks sakrouterina-kardinal
 Bila ada sistokel dilakukan kolporafi anterior dengan cara insisi berbentuk
segitiga pada dinding depan vagina dengan puncak + 1 cm distal dari puncak
vagina dan dengan dasar 2 cm dari orifisium uretra eksternum
 Perdarahan dirawat, jaringan submukosa dijahit secara matras horizontal, dan
jaringan mukosa dijahit satu-satu
 Bila ada rektokel dilakukan kolporafi posterior dengan cara insisi berbentuk
segitiga dengan puncak puncak + 1 cm distal dari puncak vagina dan dengan
dasar daerah introitus vagina
 Perdarahan dirawat, jaringan submukosa dijahit secara matras horizontal, mukosa
vagina dijahit satu-satu
 Kulit daerah perineum dijahit satu-satu
 Dipasag kateter folley no. 16 dan tampon vagina
 Perdarahan selama operasi dihitung
2. Unit Terkait Dipergunakan di kamar operasi
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 77
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
HISTEREKTOMI RADIKAL
1. Pengertian Histerektomi radikal melibatkan pengangkatan rahim, leher rahim, dan sepertiga atas
(Definisi) sampai setengah dari vagina bersama dengan jaringan parametrium
2. Indikasi  Kanker serviks tadium IA2 IIA2 (FIGO)
 Kanker vagina invasif stadium I dan II (FIGO)
 Kanker endometrium stadium II (FIGO)
 Kanker serviks persisten atau berulang terbatas pada serviks atau forniks
proksimal vagina, yang setelah dilakukan radioterapi
3. Prosedur  Insisi mediana inferior atau insisi transversal rendah (Maylard, Cherney, atau
Plannenstiel) dapat memberikan eksposur yang cukup untuk kasus-kasus tertentu
 Reseksi ligamentum sakrouterina didekat perletakan paling distal juga dilakukan.
Pengangkatan ovarium yang tidak terlibat bukan merupakan bagian yang
diharuskan dari prosedur dan harus dilakukan berdasarkan pertimbangan
independen
 Jika terapi radiasi adjuvant dapat dilakukan, ovarium dapat dialihkan ke atas
tulang Krista iliaka untuk membantu mengurangi resiko menopause yang
disebabkan oleh radiasi. Prosedur ini biasanya disertai limfadenektomi, kelenjar
getah bening panggul harus diperiksa secara teliti untuk menentukan resekabilitas
 Ligamentum rotundum diklem, diligasi, dan dipotong hingga dekat dinding
samping panggul
 Peritoneum diinsisi sehingga ruang retroperitoneal terbuka
 Salpingo-ooforektomi dapat dilakukan jika ada indikasi
 Ruang paravesikal kemudian diperluas
 Memperluas ruang paravesikal dan pararektal
 Diseksi tumpul ruang paravesikal dan pararektal menggunakan jari, gunting, atau
klem
 Ruang paravesikal dapat diperluas sebelm transeksi ligamentum rotundum
 Limfadenektomi panggul dapat dilakukan sebelum atau setelah histerektomi
radikal
 Limfadenektomi panggul dimulai dengan menginsisi peritoneum yang melapisi
arteri iliaka eksternal
 Dilanjutkan dengan pengangkatan lengkap jaringan limfatik yang terlihat. Hal
tersebut merupakan prosedur diagnostik dan terapeutik
 Limfadenektomi dimulai proksimal pada arteri iliaka komunis dan hingga distal
sampai ke dalam sirkumfleksa iliaka vena menyilang hingga arteri iliaka eksternal
 Pasien ini memiliki anomali yang tidak biasa dari vena cava inferior yang
terduplikasi
 Ruang obturator dapat dimasuki dari sisi lateral atau medial hingga pembuluh
darah ilika eksternal
 Nervous obturator terlihat lateral ada iliaka eksternal, dan beberapa kelejar getah
bening obturator telah diangkat, diseksi lebih lanjut akan mengangkat jaringan
limfatik tambahan
 Setelah memperluas ruang panggul dan transeksi ligament rotundum, peritoneum
vesikouterina diinsisi untuk memobilisasi kandung kemih dari uterus, serviks, dan
vagina bagian atas untuk diseksi kandung kemih
 Diseksi ini lanjutkan turun ke bawah sampai bagian atas 1-2 cm vagina
 Arteri uterina didiseksi dari panggkalnya, cabang anterior dari arteri iliaka interna
 Ureter berjalan dibagian inferior dari arteri uterina
 Arteri uterina dapat diikat/diligasi
 Ureter dibebaskan melalui kanal parametrium sampai insersinya ke dalam
kandung kemih
 Transeksi ligamentum sakrouterina
 Ureter telah dimobilisasi dari medial ligamentum yang luas dan terpisah dari
ligamentum uterosakral
 Ligamentum sakrouterina ditranseksi
 Setelah ligamentum sakrouterina transeksi dan kandung kemih secara memadai
dimobilisasi dari vagina anterior, vagina ditranseksi
 Bagian atas 1-2 cm dari vagina dijepit dengan klem Wertheim atau Zeppelin klem
 Vagina kemudian disayat dengan pisau, gunting, atau elektrokauter
 Vagina telah diaproksimasi dengan jahitan hemostatik atau stapler
torakoabdominal
 Rongga panggul dan peritoneum panggul tidak perlu ditutup
 Abdomen ditutup dengan metode standar
4. Unit Terkait Dipergunakan di kamar operasi
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 78
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
STAGING SURGIKAL
1. Pengertian Prosedur standar staging surgical pada karsatoma ovarium tahap awal termasuk insisi
(definisi) midline vertical yang adekuat, pencucian peritoneal, eksplorasi menyeluruh rongga
abdomen dan pelvis, biopsy lesi yang mencurigakan, biopsy peritoneum pelvis secara
acak, paracolic guttersand diaphragm, histerektomi abdomen total, salpigooforektomi
bilateral, diseksi kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta bilateral dan omentekomi
intiakolik
2. Indikasi  Kanker endomenterium
 Kanker ovarium tahap awal
3. Prosedur  Insisi midline vertical, dapat diperluas melebihi umbilicus
 Lemak subkutan dan fasia dinsisi dengan menggunakan pisau bedah atau kauter
listrik (electrocametry)
 Linca alba yang terletak diantara dua otot rektus abdominis diidentifikasi dan
peritoneum yang di bawahnya dijepit dengan hemostats atau forsep dan diisi
dengan menggunakan gunting metzenbaun atau pisau bedah
 Segerah setelah memasuki abdomen, dilakukan pencucian peritoneum dengan
menggunakan salin hangat yang paling dependen dari pelvis
 Massa dikeluarkan agar memperoleh mobilitas adekuat untuk melakukan
prosedur
 Self-retaining retractor ditempatkan pada abdomen. Pada pasien yang relative
kurus menggunakan retractor Ralfour, sedangkan pasien obesitas menggunakan
retractor Bookwalter.
 Klem Kelly yang besar ditempatkan pada kornu uterus untuk menarik uterus
 Usus halus disingkirkan keluar dari lapangan operasi dengan spons lap yang
lembab dan besar.
 Saat specimen sudah dikeluarkan, maka dapat dikirim untuk potongan beku
intraoperative untuk menentukan potnesi keganasannya
 Jika prosedur staging yang komprehensif dibutuhkan. Insisi diperluas dan sisa
prosedur dilaksanakan.
 Untuk pasien muda yang masih ingin untuk mmepertahankan potensi fertilitas
maka dapat memodifikasi prosedur.
 Pada adneksa kontraleteral, ligamentum rotundum dan ligament
influndibulopelvikum didentifikasi.
 Bagian distal dari ligamentum routundum dijahit. Sebuah cabang kecil dari
arteri uterus yaitu arteri Samson, menyediakan supplai darah ke ligamentum
rotundum
 Ligamentum rotundum kemuudian ditranseksi menggunakan kauter lisrik atau
gunting
 Kemudian dilakukan diseksi peritoneum
 Ureter diidentifikasi dengan cara diseksi menggunakan bagian belakang forsep
secara perlahan dari lateral ke medial menuju sacrum agar dapat menemukan
ureter
 Sebuah kendela dibuat pada peritoneum dibawah ligament
infundibulepelvikum, dimana terdapat arteri dan vena ovarium, dan diatas
ureter yang telah diidentifikasi sebelumnya.
 Ligament infundibulpelvikum diklem dengan dua klem right-angled atau
serupah telah untuk sepenuhnya menyumbat pembuluh darah ovarium
 Ligament infundibulopelvikum ditranseksi dengan menggunakan gunting
Metzenbaum, pisau bedah, atau kauter.
 Kedua ujung sisi distal ligament infundibulopelvikum diligasi dengan sebuah
ikatan bebas sederhana karena akan diangkat keluar bersamaan dengan
specimen. Sisi prooksimal diligasi, pertama dengan ikatan bebas dengan benang
yang absorbsinya tertunda dan kemudian sebuah jahitan dengan jarum CT-1
atau lebih kecil ditempatkan diatas ikatan bebas ini
 Bladder flap dibuat secara anterior dengan menggunakan sebuah right-clamp
atau dengan alat serupa untuk membatasi bidang yang tepat pada peritoneum
veskouterina yang teletak superior terhadap refleksi kandung kemih.
 Segmen uterus bawah dipisahkan dari kandung kemih dan insisi peritoneum
vaskouterina menggunakan elektrokauter
 Kandung kemih dimobilisasi jauh dari uterus dan serviks agar dapat melakukan
ligase arteri uterine
 Skeletonizing arteri uterine dilakukan dengna forsep agar dapat memisahkan
dengan jaringan sekitarnya.
 Ligamentum cardinal ditransaksi dengan menggunakan kauter listrik saat sudah
sepenuhnya diisolasi, arteri uterus dapat ditemukan.
 Arteri uterus
 Arteri uterus diklem secara bilateral dengan klem Zeppelin bengkok setinggi
ostium servikalis interna atau ismus uterus, kemudian ditranseksi menggunakan
gunting dan diligasi dengan benang absorbsi tertunda seperti polyglacitin atau
polydioxanone.
 Kemudian ligamentum cardinal dan ligamentum sakrouteria dijepit dengan
klem Zeppelin lurus, ditranseksi dan ligase suture
 Kandung kemih dimobilisasikan baik agar dapat menempatkan klem dibawah
serviks selama transeksi vagina
 Klem Zeppelin bengkok atau alat yang serupa ditempatkan pada vagina di
persambungan servikovagina secara bilateral
 Guntung Jorgenson bengkok yang berat digunakan untuk transeksi vagina dan
mengeluarkan specimen
 Masing – masing sudut vagina diligasi dengan benang yang diabsorbsi tertunda
 Aspek vagina yang tersisa dapat dijahit dengan jahitan vontinous locked
running atau jelujur angka 8
 Diseksi iliaka eksterna
 Diseksi praaorta lengkap
 Diseksi kelenjar getah bening parasorta rendah, tingkat diseksi tersebut untuk
pengambilan smapel yang adekuat pada kanker endomentrium. Untuk kanker
ovarium, drainase limfatik mengikuti jalur vena ovarium dan pengambilan
smapen nodus harus dilanjutkan hingga pembuluh renal
 Omendektomi infrakolik untuk staging surgical tahap awal kanker ovarium atau
kanker endomentrium risiko tinggi, bertujuan untuk menentukan terjadinya
microscopic seeding
 Biopsy acak dilakukan jika penyakit tidak ditemukan diluar pelvis saat
laparotomy, biopsy acak diperoleh untuk mencari penyakit mikroskopis.
Sedikitnya delapan lokasi didalam abdomen dan pelvis harus disampel. Hal ini
termasuk diafragma secara bilateral. Paracolic gutter secara bilateral, pelvis
kanan, pelvis kiri dancul-de-sacc juga anterior, dan eul-de-sae posterior. Area
mencurigakan apapun juga harus dibiopsi. Specimen biopsy harus sedikitnya
memiliki diameter 2-3 cm agar dapat memperoleh specimen adekuat untuk
analisis patologis
 Appendektomi harus dilakukan jika ada diagnosis atau kecurigaan eoplasma
ovarium mucinous. Paling sering, tumor ovarium mucinous, terutama
borderline tumor diperkirakan secara primer dari ovarium padahal ternyata
mereka adalah metastasis dari tumor appendiks tumor atau tumor
gastrointestinal lainnya
 Abdomen ditutup dengan metode standar.
4. Unit terkait Dipergunakan dikamar operasi
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 79
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
BIOPSI, EKSISI LESI JINAK VULVA
1. Indikasi Lesi pada vulva yang dicurigai ganas
2. Prinsip kerjadan Biopsi vulva merupakan tindakan sederhana yang tidak memerlukan anestesi umum
Pengenalan Alat ataupun alat yang canggih. Namun demikian, prosedur ini perlu dilakukan dengan
benar agar bahan yang diambil dapat mewakili patologi vulva yang ada, khussunya
untuk menyingkirkan atau memastikan adanya keganasan.
Penggunaan kolposkopi disertai aplikasi asam asetat atau biru toluidin dapat
membantu mengidentifikasi area yang paling dicurigai untuk dilakukan biopsi.
Biopsi dapat dilakukan dengan eksisi lesi atau menggunakan alat khusus (Keyes
Punch) yang biasa digunakan oleh ahli dermatologi. Kedua teknik ini digunakan
untuk mengambil jaringan kulit secara “fill thickness” agar ahli patologi
mendapatkan jaringan yang lengkap untuk diidentifikasi.

3. Teknik Posisi litotomi, a adan antiseptik vulva, pasang duk steril


Anestesi dilakukan dengan menggunakan teknik infiltrasi lidokain 1-2% dibawah dan
disekitar lesi. Untuk memperpanjang kerjaobat dapat digunakan tambahan adrenalin.
Keyes Punch digunakan untuk mengambil jaringan berbentuk sirkuler yang
kedalamannya ditentukan oleh tekanan operator saat memutar dan memotong dengan
alat tersebut. Jaringan yang akan dibiopsi kemudian diambil dari bagian basalnya
menggunakan skalpel (Gambar 25). Lubang yang terbentuk biasanya kecil sehingga
penjahitan jarang diperlukan.

Gambar 25. Biopsi vulva menggunakan alat keyes punch


Biopsi eksisi atau inssii dilakukan dengan anestesi yang sama, menggunakan skalpel
dengan ukuran yang sesuai.
Insisi berbentuk elips perhatikan ketebalan jaringan yang akan diambil harus
mencapai “full thickness”
4. Konplikasi  Pendarahan

Manado, 2 April 2018


Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 80
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
KISTEKTOMI
5. Pengertian Tindakan kistektomi berarti mengangkat kista tanpa merusak fungsi ovarium
(Definisi)
6. Indikasi Kista Ovarium Jinak
7. Prinsip Kistektomi dapat dilakukan dengan pembedahan laparotomi atau laparoskopi. Pada
kerjadan pendekatan laparotomi, alat yang diperlukan adalah set ginekologi mayor
Pengenalan
Alat
8. Teknik Pada umumnya kista ovarium jinak mempunyai kapsul yang jelaskecual ipada kista
endometriosis yang sering kali diperlukan diseksi tajam untuk memisahkan dinding kista
dengan jarringan ovarium sehat.
Urutan tindakan :membuka dinding perut, eksplorasi kavum abdomen, ekstraksi kista
ovarium besar, insisi kapsul kista, repair jaringan kista yang tersisa, dan penutupan
abdomen. (Gambar 26)

Pada kasus kista ovarium retroperitoneal, tindakan pengangkatan kista harus didahului
dengan membuka ruang intraperitonral dan identifikasi ureter (Gambar 27)

9. Konplikasi  Pendarahan
 Infeksi
 Cedera usus
 Cedera ureter
 Kerusakan ovarium permanen
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 81
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
MIOMEKTOMI
1. Pengertian Pengangkatan massa mioma dengan semaksimal mungkin menyelamatkan fungsi
(Definisi) uterus

2. Indikasi Mioma uteri yang disertai keluhan akibat mioma tersebut pada pasien yang masih
menginginkan fungsi reproduksinya.
3. Prinsip kerjadan Ukuran dan letak tumor sangat menentukan pendekatan yang dipakai pada saat
Pengenalan Alat melakukan miomektomi. Untuk itu seringkali uterus harus dikeluarkan dari kavum
abdomen sehingga evaluasi lenih mudah dilakukan.
Peralatan yang dibutuhkan adalah set ginekologi mayor, dilengkapi dengan mioma
screw, klem miomektomi dari Bonney.
Persiapan tindakan :
 Pemeriksaan USG untuk memastikan diagnosis mioma
 Intravena pielografi untuk melihat adanya bendungan ureter atau pergeseran
letak ureter akibat desakan mioma
 Persiapan crossmatch darah bila terjadi komplikasi perdarahan yang
memerlukan transfusi

4. Teknik Urutan tindakan (Gambar 28 dan 29)


 Insisi dinding abdomen
 Pengeluaran dan inspeksi uterus
 Hemostasis
 Insisi pada uterus
 Pengeluaran mioma
 Penutupan rongga yang terbentuk akibat pengangkatan mioma

Gambar 29 Penutupan rongga yang terbentuk akibat pengangkatan mioma

5. Konplikasi  Pendarahan
 Kehilangan uterus dan kemungkinan kehamilan
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 82
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PEMERIKSAAN PRA BEDAH DAN PASCA BEDAH
1. Pemeriksaan Pra Diagnosis dibuat atas dasar pemeriksaan yang seksama terdiri dari pemeriksaan fisik,
Bedah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
2. Riwayat Penyakit Persiapan pra-bedah sudah dimulai diinstalasi rawat jalan dengan anamnesis yang
lengkap dan teliti.
Anamnesa yang baik, pemeriksaan prabedah yang teliti, persiapan fisik dan mental
pasien, merupakan hal yang esensial untuk mendapatkan hasiil pengobatan yang baik.
3. Macam  Operasi elektif, bila setelah persiapan selesai, dipilih waktu operasi yang
Pembedahan menguntungkan
 Operasi darurat, bila tidak bisa menunggu lama karena memahayakan pasien
 Operasi paliatif, bertujuan untuk mengurangi penderitaan pasien, tetapi tidak
menyembuhkan penyakitnya
 Laparotomi eksplorasi (laparotomi percobaan), dilakukan untuk mendapat
kepastian tentang jenis penyakit di rongga perut

4. Beberapa Indikasi 1. Keperluan diagnosis, umumnya ringan antara lain : biopsi, kerokan, laparoskopi,
yang sering dan lain-lain
didapatkan pada 2. Tindakan untuk mengangkat tumor jinak atau ganas
pembedahan 3. Tindakan dilakukan sebagai akibat persalinan, trauma, dan/atau radang
Ginekologi

Pada pembedahan elektif dilakukan pemeriksaan seteliti mungkin untuk membuat


diagnosis dan untuk menilai kondisi pasien.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang umum dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan ginekologis (termasuk anamnesis ginekologi)
Ada beberapa hal penting untuk mendapatkan anamnesis ginekologi:
 Riwayat haid
 Hari pertama haid terakhir
 Riwayat obstetri serta komplikasinya
2. Riwayat perkawinan
3. Pemeriksaan payudara
4. Pemeriksaan abdomen
5. Pemeriksaan pelvis dan rektum
6. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain
7. Pemeriksaan lain, termasuk :
a. Evaluasi fisik keseluruhan, terutama mengenai organ vital
b. Risiko faktor usia
c. Evaluasi paru-paru
d.
Persiapan pasien Contoh Persiapan Kistektomi :
prabedah diruang Diberikan Povidon Iodine (Betadin) douche atau supositiria vagina Nitrofurazine,
rawat inap dimasukkan di puncak vagina setiap malam, selama 2-3 hari pra bedah
Untuk wanita pasca menopause diberikan suppositoria estrogen atau krem vaginal selama
4-6 minggu prabedah
Pada malam sebelum operasi pasien diberi makan yang mudah dicerna dan sekurang-
kurangnya 6 jam sebelum operasi pasien dipuasakan
Obat lain yang diberikan adalah klisma
Pemberian premedikasi diatur oleh ahli anestesi
Perisapan Pra bedah Dilakukan pembersihan pencukuran daerah abdomen dan vulva, kemudian dipasang
di kamar Operasi kateter.
Bila perlu pasien dibius ringan untuk pemeriksaan pelvis bimanual ulang. Perineum dan
vagina dibersihkan
Setelah vagina dibersihkan, abdomen dibersihkan juga selama lebih kurang 5 menit,
dengan betadin atau larutan antiseptik lain.
Perawatan Pasca Masa kritis pasien pasca bedah berlangsung sampai 72 jam
Bedah Pada periode ini pasien harus dinilai cadangan fisiologisnyadengan teliti. Pengawasan
ketat pada sistem kardiovaskuler, ginjal, dan pernafasan.
Pasien ditempatkan di ruang khusus (recovery room0 dengan menjaga jalan pernafasan
tetap bebas, dan harus tetap dijagasampai pasien sadar.
Pada hari operasi dan esok harinyabila mengeluh kesakitan, dapat diberikan analgetik
ringan
Pasien pasca bedah, kecuali operasi kecil, keluar dari kamar operasi diberikan cairan
intravenaantara lain NaCl 0.9% atau Dekstrose 5% yang diberikan bergantian menurut
rencana tertentu. Infus cairan ini diberikan karena pada saatpembedahan pasien
kehilangan sejumlah cairan dan darah, sehingga kadang-kadang memerlukan transfusi
darah. Dalam 24 jam diperkirakan lebih kurang 3 liter cairan harus dimasukkan untuk
menggantikan cairan yang keluar yaitu urin, cairan yang keluar dari muntah, dan
evaporasi dari kulit dan pernafasan.
Dalam 24 sampai 48 jam pasca bedah pasien diberi makanan cair dan bila sudah flatus
dapat diberi makanan lunakyang bergizi untuk lambat laun diganti makanan biasa.
Pemberian antibiotik tergantung jenis operasi yang dilakukan
Jahitan tergantung jenis pembedahan.
Komplikasi Pasca 1. Syok
Bedah 2. Perdarahan
3. Gangguan saluran kemih antara lain
a. Retensio urin
b. Infeksi saluran kemih
4. Distensi perut
5. Terbukanya luka operasi adan eviserasi
6. Tromboflebitis
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 83
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
PEMBERIAN RADIOTERAPI
1. Batasan Cara pengobatan kanker dengan menggunakan bahan radioaktif.
Radioterapi adalah terapi lokal, berpengaruh pada lapangan terbatas saja. Oleh karena
itu misalnya dalam terapi radiasi karsinoma serviks digunakan radiasi eksterna dan
brakiterapi intra kaviter.
2. Pembagian a. Tumor ganas yang radiosensitif
Golongan Tumor Mudah dihancurkan dengan dosis penyinaran kira-kira 3000-4000 rad dalam 3-4
Berdasarkan minggu.
Sensitivitasnya Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :
Terhadap  Disgerminoma
Radiasi b. Tumor ganas yang radioresponsif
Tumor jenis ini dapat dihancurkan dengan dosis lebih tinggi yaitu 4000-5000 rad
dalam 4-5 minggu.
Jenis tumor ini antara lain :
 Karsinoma sel skuamosa
c. Tumor ganas yang radioresisten
Tumor jenis ini sukar untuk dihancurkan karena dosis yang harus diberikan
sangat tinggi melebihi 6000 rad, dan dosis demikian telah melebihi batas
toleransi jaringan sehat sekitarnya sehingga menimbulkan kerusakan sel jaringan
sehat.
Kelompok tumor ini antara lain :
 Fibrosarkoma
 Osteosarkoma
 Miosarkoma
 Adenokarsinoma
 Melanosarkoma
3. Radiasi Eksterna Tujuan radiasi eksterna adalah memberi penyinaran pada daerah kelenjar getah
bening pelvis dan parametrium yang terkena penjalaran tumor.
Radiasi diberikan bertahap 200 rad setiap hari, 5x seminggu sebanyak 25
kali untuk stadium II B ke atas.
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 84
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
PENGELOLAAN NYERI KANKER GINEKOLOGIS
1. Batasan Nyeri merupakan keluhan yang umum dijumpai pada pasien kanker. Keluhan ini
biasanya dijumpai pada pasien dengan stadium klinis yang sudah lanjut.
Pemilihan pengobatan yang tepat untuk menghilangkan rasa nyeri harus memenuhi
beberapa parameter yakni:
1. Lokasi rasa nyeri
2. Mekanisme rasa nyeri
3. Keadaan penyakit
4. Kondisi mental dan fisik pasien
5. Penatalaksanaan penanggulangan rasa nyeri
2. Mekanisme Rasa Rasa nyeri ini disebabkan oleh akibat langsung atau tidak langsung dari satu atau
Nyeri Akibat lebih penyebab:
Kanker 1. Penekanan pada saraf/pleksus oleh tumor, atau metastasis pada tulang yang
berdekatan dengan saraf
2. Infiltrasi tumor ke saraf dan pembuluh darah yang menimbulkan limfangitis
perivaskuler dan perineural
3. Obstruksi tumor pada saluran pencernaan makanan dan saluran kemih
4. Hambatan pada pembuluh darah oleh tumor yang menyebabkan bendungan
pembuluh darah
5. Infiltrasi ke jaringan fasia, periostium atau organ lain yang sensitif terhadap rasa
nyeri
6. Nekrosis, atau radang pada organ akibat infiltrasi tumor
Penyebab nyeri kanker:
1. Faktor jasmani, dapat terjadi:
 Akibat tumor
 Berhubungan dengan tumor
 Akibat pengobatan tumor
 Akibat tidak langsung dari tumor maupun pengobatan
2. Faktor kejiwaan, dapat terjadi akibat marah, cemas, depresi
Jenis nyeri kanker:
Berdasarkan patofisiologinya, nyeri digolongkan dalam :
1. Nonseptif, yaitu nyeri yang timbul akibat rangsangan pada aferen serta saraf
perifer
2. Nyeri neurogen, yaitu nyeri yang terjadi akibat kerusakan saraf perifer
3. Nyeri psikogen akibat faktor kejiwaan
3. Penatalaksanaan Penatalaksanaan rasa nyeri yang diakibatkan oleh kanker dibagi 2 (dua) bagian,
Dan Pengobatan yakni penanggulangan primer yang ditujukan kepada patologi yang menimbulkan
Nyeri Akibat rasa nyeri, dan penanggulangan simptomatis dengan menghilangkan atau
Kanker mengalihkan perasaan nyeri pada susunan saraf pusat

4. Penanggulangan Penanggulangan primer yang pada umumnya bersifat paliatif dapat berupa:
Primer 1. Pembedahan misalnya operasi by-pass pada obstruksi saluran pencernaan
makanan, saluran air kemih
2. Radiasi: dilakukan pada metastasis kelenjar getah bening para aorta, metastasis
tulang yang menimbulkan nyeri.
3. Kemoterapi: dengan tujuan untuk memperkecil proses tumor atau metastasisnya,
yang mengakibatkan rasa nyeri. Cara ini sangat bergantung kepada respon tumor
terhadap kemoterapi tersebut
5. Penanggulangan Bila pengobatan spesifik terhadap tumor yang menimbulkan nyeri tidak berhasil,
Simptomatis maka diperlukan pengobatan simptomatis.
Pengobatan simptomatis dapat berupa obat-obat analgetik, pembedahan neurologis,
blokade saraf, pendekatan psikologis. Pada umumnya, mula-mula diberi analgetik
berpotensi rendah yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan diberikan secara tunggal
atau kombinasi. Pemberian analgetik narkotik hanya diberikan pada rasa nyeri yang
hebat dan pada tingkat terminal.

6. Blokade Saraf Bertujuan untuk menghilangkan/menghambat rangsangan rasa sakit dengan cara:
1.a. Blokade subarahnoid dengan alkohol. Cara blokade ini dilakukan dengan cara
menyuntikkan alkohol 0,1 ml dengan jarum lumbal ke ruangan subarahnoid, ke arah
pusat sisi yang sakit, sehingga timbul parestesia pada daerah yang dimaksud. Bila
sudah tepat ditambahkan 0,2 ml alkohol lagi dan 3 menit kemudian ditambahkan lagi
0,2 ml. Bila lebih dari 2 akar saraf yang akan dirusak, lebih baik diberikan suntikan
lain yang terpisah pada 2 ruang subarahnoid.
Blokade subarahnoid ini diberikan pada pasien dengan rasa nyeri akibat kompresi
saraf oleh masa tumor. Kontra indikasi pengobatan ini bila tumor menginvasi saraf
atau bermetastasis ke tulang.
b. Blokade subarahnoid dengan fenol 6%.
Cara ini hampir sama dengan cara blokade dengan alkohol, tetapi efektivitasnya
kurang.
c. Kordotomi serviks perkutaneus. Cara ini adalah suatu teknik pembedahan saraf
dengan merusak jaringan medula spinalis antero lateral setinggi C1-C2 dengan
elektro koagulasi sampai sebatas persarafan daerah rasa nyeri yang diderita.
d.
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
RSUP Dr. R. D. KANDOU MANADO 85
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
REHABILITASI PASIEN KANKER GINEKOLOGIS
1. Tujuan Rehabilitasi pada pasien kanker adalah membantu sedapat mungkin memulihkan
fungsi normal; termasuk di dalamnya mengatasi masalah fisik, sosial, psikologis dan
ekonomi.
Tujuan utama rehabilitasi
a. Pemulihan
Usaha langsung sedapat mungkin mengembalikan kepada fungsi yang normal.
Pasien dianjurkan merawat edema kaki, mengontrol kolostomi dan
mengembalikan aktivitas seksual
b. Penyokong
Pasien yang diangkat sebagian organ tubuhnya, sebaiknya dibantu fisik,
psikologi dan sosial.
c. Paliatif
Program rehabilitasi tidak hanya membantu memulihkan fungsi tetapi juga
menunjang emosional pasien.
2. Masalah Pada setiap pasien kanker umumnya akan timbul masalah emosional dan sosial.
Psikologis Dan 1. Mengusahakan mengembangkan motivasi pasien dan menolong untuk
Sosial menguasai emosi menghadapi masalah hidup.
2. Kanker dapat dianggap sebagai penyakit kronis, sehingga pasien harus
mendapat program rehabilitasi yang baik.
3. Nyeri Salah satu faktor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah menghilangkan rasa
nyeri.
(Lihat bab pengelolaan nyeri kanker ginekologis)
4. Pasien  Merasa sehat fisik dan mental
Diizinkan  Sudah toleran terhadap diit normal
Pulang Kalau:  Berkeinginan untuk pulang
 Sudah dapat memelihara diri sendiri.
5. Limfedema Limfedema dapat terjadi pada ekstremitas bawah, sebagai akibat sekunder
pembedahan radikal pelvis atau terapi radiasi agresif, terutama bila kelenjar limfe
superfisial diangkat.
Program untuk pasien
1. Latihan menggerakkan tungkai yang bersangkutan secara maksimal
2. Bila pasien duduk kaki diluruskan
3. Dua kali sehari selama 10-15 menit berbaring dilantai atau tempat tidur dengan
kaki diluruskan pada dinding
4. Menyangga kaki dalam sikap lurus di tempat tidur
5. Menggunakan ‘stocking’ khusus begitu bangun dari tempat tidur
6. Diuretik diberikan sesuai anjuran
Stoma Intestinal
Biasanya dilakukan pada pasien dengan tindakan pembedahan eksenterasi.
Keadaan ini menimbulkan banyak masalah psikologis.
Rehabilitasi pasien stoma dimulai segera sebelum operasi.
Tim rehabilitasi stoma terdiri dari :
Ahli bedah, psikiater, perawat, enterostomal terapis, dan pekerja sosial.
6. Rehabilitasi Bila diperlukan rekonstruksi vagina dapat dilakukan skin graft yang diambil dari kulit
Seksual perut atau kulit paha. Usus besar pun dapat digunakan karena relatif lebih tebal dan
lebih baik sebagai vagina
7. Nutrisi Pasien ostomi yang mengalami problem diit harus memilih diit yang tepat. Diitnya
harus mengandung tinggi kalori, cukup protein , lemak, karbohidrat dan tambahan
vitamin setiap hari. Perhatikan jumlah cairan yang masuk setiap hari.
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 86
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
FISTULA UROGENITAL
1. Balasan Fistula erogenital adalah adanya hubungan antara sluran kemih dan vagina sehingga
terjadi kebocoran melalui vagina
2. Klasifikasi Berdasarkan etiologi :
a. Fistula ibsteri
b. Fistula ginekologi
Jenis fistula yang berhubungan dengan saluran kemih :
a. Fistel vesikovagina
b. Fistel uretrovagina
c. Fistel ureterovagina
d. Fistel vesikouterina
e. Fistel uretrivesikovagina
f. Fistel multipel
3. Etiologi Fistula obsteri :
 Trauma obstetric
 Partus lama/kala II lama
 Partus dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forsep cymbryotomi, seksio
sesarea)
Fistula ginekologi :
 Trauma bedah
 Sistoskopi
 Tumor ganas; kanker serviks
 Radiasi
 Batu kandung kemih
 Kelainan bawaan
 Trauma prosedur urologi
4. Diagnosis a. Anamnesis
Adanya pengeluaran urin melalui vagina. Keluhan ini terjadi setelah proses
persalinan atau operasi atau radiasi
b. Pemeriksaan dengan spekolum
Dapat mengetahui lokasi, ukuran serta adanya penyulit disekitar fistula, atau
dengan tes methylene blue, kandung kemih diisi methylene blue sebanyak 150-
200cc, dan melihat zat warna tersebut keluar dar lubang fistula ke vagina.
c. Pemeriksaan dalam
d. Tes pewarnaan urin
Dilakukan bila pemeriksaan dengan speculum, lokasi dan ukuran fistel tidak
dapat ditentukan. Caranya yaitu dengan memasang tampon dalam vagina lalu
kandung kencing diisi methylene blue sebanyak 150-200cc melalui kateter.
Pasien disuruh berjalan beberapa saat ± 10 menit, bila tampon vagina bagian
distal yang terwarnai, maka kebocoran berasan dari uretra, bila bagian poksimal
yang terwarnai maka jenisnya adalah fistula vesikovagina
Tes indigo carmine/Adona
Dilakukan bila tes methylene blue hasilnya negative. Indigo carmine/Adona
sebanyak 1 ampul disuntikkan IV, kemudian ditunggu selama 1-2 jam, hasilnya
positif bila didapatkan tampon di vagina terwarnai, maka kebocoran berasal dari
ureter,
e. Pemeriksaan dengan kateter atau sonde
f. Pemeriksaan radiologis
 Pielografi intravena
 Sistografi
Pemeriksaan endoskopi
 Sistoskopi
5. Pengelolaan 1. Pengelolaan prabedah
2. Pengelolaan bedah
3. Pengelolaan pasca bedah
I. Pengelolaan Prabedah
 Persiapan fisik dan laboratorium seperti pada operasi ginekologi lainnya
 Persiapan mental
 Waktu terbaik tergantung terjadinya fistula :
1. Bila ditemukan saat operasi langsung diperbaiki
2. Fistula diperbaiki 3 bulan pascasalin atau setelah tindakan ginekologi
3. Fistula akibat radiasi diperbaiki setelah 2 tahun
 Infeksi saluran kemih atau bakteriuri harus diobati, bila perlu lakukan kultur
dan uji sensitivitas kuman
II. Pembedahan
a. Reparasi transvagina
b. Reparasi transvesika
c. Reparasi transabdomina
II.a. Reparasi transvagina
Reparasi cara standar/flap sliding technique
1. Tepi fistel disayat
2. Pars vaginalis dibebaskan dari pars vesika dan dibuang secukupnya
3. Tepi fistel dijahit secara satu-satu
4. Dilakukan tes terhadap kebocoran. Bila tidak bocor kemudian dilakukan
jahitan tetap kedua secara matras horizontal kontinyu
5. Dinding/mukosa vagina dijahit
II.b. Reparasi transvesika
Indikasi
1. Bila operasi transvagina sulit dikerjakan
2. Muara ureter pada kandung kemih dekat dengan tepi fistel
II.c. Reparasi transabdominal
Keunggulan cara ini adalah dapat memisahkan langsung dinding kandung kencing
dnegan dinding vagina, dan bila harus dilakukan ureteroneosistotomi atau diversi
aliran urin dapat langsung dikerjakan
III. Pengelolaan pascabedah
a. Katenterasi/drainase urin dipasaang selama 14 hari
Latihal pemulihan kandung kencing dinilai hari ketujuh pasca badah. Bila
ada kecurigaa kebocoran saat perawatan, reparasi ulang dilakukan minimal 3
bulan kemudian
b. Pencegahan terhadap infeksi
Berikan antibiotic profilaktik
c. Pesan khusus
Pasien pasca reparasi harus dipesan untuk
 Tidak melakukan hubungan seksual selama 3 bulan pasca bedah
 Bila terjadi kehamilan maka persalidanannya harus
dilakukan dengan bedah sesar primer
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 94
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
KEGUGURAN BERULANG
1. Batasan Keguguran berulang adalah kejadian keguguran paling tidak sebanyak dua kali atau
kebih berturut – turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan/atau berat
janin kurang dari 500 gram
2. Etiologi 1. Kelainan kromosom
2. Kelainan hormone
3. Kelainan endometrium
4. Kelainan imunologis (sindrom antifospolipid)
5. Kelainan koagulasi
6. Kelainan anatomi
7. Kelemahan serviks
3. Klinis 1. Keguguran preembrionik dan embrionik (<6 minggu)
2. Keguguran janin (6-8 minggu)
3. Keguguran trimester kedua (8-20 minggu)
4. Anamnesis 1. Usia kehamilan saat mengalami keguguran
2. Riwayat pemeriksaan hormone hCG
3. Riwayat pemeriksaan USG (gambaran kantung gestasi, strukturjanin, aktivitas
denyut jantung janin)
4. Riwayat obsterik
5. Riwayat penyakit terdahulu
6. Riwayat penyakit keluarga
7. Riwayat tindakan pembedahan
8. Riwayat pemakaian obat-obatan/obat tradisional
9. Gaya hidup
10. Masalah psikososial
5. Pemeriksaan 1. Pemeiriksaan fisik umum
fisik 2. Pemeriksaan ginekologis lengkap
6. Pemeriksaan  USG transvaginal
penunjang  Pemeriksaan antibody β2GPL, ACA, LA
 Pemeriksaan system koagulasi
 Pemeriksaan hormin system reproduksi
Keguguran preembionik dan embrionik berulang

Darah orang ------------------- B. Analisis ------------- Jaringan abortus


tua kromosom

Normal C. Keadaan
kromosom

Pemeriksaan hormon E. Hiper/hipoteroid

Normal
Hormon Metabolik F. TGT/Diabetes

G. SOPK

Hormon H. Hiperprolaktinemia
Reproduksi
J. Pemeriksaan imunilogi Defel fase luteal

Normal K. Sindrom antifosfolipid

Idiopatik

Keguguran trimester 2 berulang

B. Pemeriksaan uterus

C. Kelainan fusi dan resorbsi


Normal
D. Gangguan ukuran dan
sirkulasi
Pemeriksaan serviks

G. Pemeriksaan infeksi F. Inkompetensi serviks

H. Bakteriosis vaginalis

7. Pengelolaan a. Kelainan kromosom :


- Konseling terkait pada penurunan kelainan kromosom,
kemungkinan berulang dan ketidaktersediaan terpai berkoordinasi
dengan ahli genetika
- Skrining prenatal dianjurkan dengan chorionic villi sampling (CV5)
atau amniosentesis
b. Gangguan tiroid dan diabetes
- Kolaborasi dengan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
c. Defek fase luteal atau SPOK
- Defek fase luteal ditangani dengan pemberian preparat progestogen
selama masa luteal (14 hari)
- SPOK ditangani dengan stimulasi ovarium menggunakan klomifen
sitrat, aromatase inhibitor atau rekombian FSH
d. Hiperprolaktinemia
- Singkirkan kemungkinan ooooooooohipertiroid, penggunaan obat
yang memicu peningkatan kadar hormone prolactin, atau adanya
massa di hipofisis
- Pemberian dopamine agonis (bromokriptin) mulai dosis terendah
sampel maksimum 7,5 mg/hari atau kebergolin mulai 0,25
mg/minggu
e. Sindroms Antifosfollpid
- Pemnerian aspirin 1x81 mg/hari segera setelah pasien positif hamil
dan dihentikan paling tidak 3 minggu sebelum persalinan
- Pemberian Heparin setelah adanya detak jantung janin:
 Unfractioned Hepatin (UFH) 2x5000 iu/hari subkutan sampai
1 hari sebelum persalinan
 Low molecular Weight Heparin (LMWH) 1x40 mg/hari
subkutan sampai 5 hari sebelum persalinan dan diganti
dengan UFH sampai 1 hari sebelum persalinan
Target heparin adalah aPTT 1x5 kontrol
Suplemen kalsium 2x600 mg/hari diberikan untuk mencegah
osteopenia
f. Kelainan uterus berupa gangguan fusi dan resorbsi dari duktus muller
serta adanya massa abnormal menggangu kontur dari kavum uteri serta
memicu terjadinya gangguan sirkulasi (myoma uteri, polip
endomenterium) dapat diatasi dengan melakukan tindakan
pembedahan untuk melakukan koreksi serta pengangkatan massa
tersebut
g. Kelainan kelemahan (inkompetensi) serviks
Tindakan sirklase menggunakan teknik Shirodkar atau McDonald
h. Infeksi BV
Pemberian obat kombinasi : Prednison 20 mg/hari dan
Progestogen (didrogesteron) 20 mg/hari hingga usia
kehamilan 12 minggu. Aspirin 80mg/hari hingga usia
kehamilan 28 minggu, dan asam folat 5 mg/hari tiap 2 hari
sekali selama masa kehamilan
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
FERTILITAS
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 97
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
ENDOMETRIOSIS
1. Batasan Penyakitditandaidenganditemukannyajaringanmenyerupaikelenjardanstroma
endometrium di luarkavum uterus yang menyebabkanperadangankronik.
Endometriosis merupakankelainanjinak, bersifatkronis, dantergantung estrogen.
2. Faktor risiko Pertumbuhandankeberlangsunganimplan endometriosis dibawahpengaruh steroid
ovariumterkaitdenganperubahan yang terjadiatasdasarperubahan hormonal,
imunologidangeneticindividu
3. Gejala Klinis Dismenore
NyeriPanggul
Dispareunia
Gangguanusus (konstipasi, diare)
Nyeriusus
Infertilitas
KistaOvarium
Disuria
4. Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik:
 Serviks tertarikkesatusisiakibatdorongan/tarikanimplan di cavum Douglas
atauligamentum uterosakral
 Nodulnyeri di daerah cul-de-sac, ligamentum uterosakral, atauseptum rektovaginal
 Penebalandanindurasiligamentum uterosakral
 Nyerigoyang uterus
 Massa yang nyeri di adneksa
 Uterusterfiksasike posterior .
 Laboratorium: tidakada yang sensitif
 USG: kistaendometrioma
 Laparoskopidiagnostik: visualisasiimplan
5. Diagnosis Kehamilanektopik, PID, interstitial cystitis, adenomyosis, neoplasmaovarium,
Diferensial adhesipelvik, irritable bowel syndrome, kanker kolon, diverticular disease, dansplenosis
6. Klasifikasi Berdasarkan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) 1979 danrevisi 1996:
Stage I: minimal, implantterisolir,tanpaadhesi..
Stage II:mild endometriosis, implansuperfisial< 5 cm di
Peritoneumdanovarium. Tanpaadhesi..
Stage III: moderate, implantmultipel, baiksuperficialdaninvasif.
Disertaiadhesiperitubaldanperiovarian.
Stage IV: berat, implantsuperficialdandalam, kistaendometrioma yangbesar.
Adhesiserabutpadat.
7. Pengobatan Didasarkanatasumurpasien, keluhan, adainfertilitasatautidak, lama infertilitas yang
diderita, jenisdanberatnya endometriosis
sehinggamenentukanpilihanmedikamentosaataupembedahan
Pilihanterapi:
a) Managemenekspektasi
b) Analgesia: memblok prostaglandin(asammefenamat)
c) Hormonal:
- Medroksiprogesteronasetat 5-10 mg/hariataunorethindroneasetat 5
mg/hariselama 6 bulan.
- Depot medroxyprogesterone acetate (DMPA) tiap 3 bulan.
- LNG-IUD tiap 5 tahun.
- Etonogestrelsubdermal implant selama 1 tahun.
- Dienogest 2mg/hari
- Kontrasepsikombinasi estrogen-progestin
- Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonists:
nyerimoderatatauberatselama 3-6 bulan.
- Danazol400 - 800 mg /hariselama 6 bulan
- Aromatase inhibitor:anastrozole (1 mg) atauletrozole (2,5 mg/hari)
d) Operasi:
Bilaterapimedicinalgagalataumempunyaikontraindikasiterapimedisinal,
memerlukan diagnosis yang
lebihpastiselainmenyingkirkankeganasandanmemperbaikifertilitaspadawanita
yang tidakdapatmenjalaniinduksiovulasidaninseminasi/program IVF.
- Reseksidanablasiimplan endometriosis
- kistektomiatau
- histerektomidanbilateraisalpingo-oforektomi
e) Kombinasiterapimedikal pre/post operasi:
Pemberian hormonal pasca-operasi:pilkontrasepsi
kombinasi, progestin, LNG-IUD atauGnRHagonist.
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
FERTILITAS
RSUP PROF. DR.. R. D. KANDOU MANADO 98
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
ADENOMIOSIS
1. Batasan Ditemukannyakelenjardanstroma endometrium di lapisanototrahim (uterine
adenomyomatosis).
2. Pathogenesis Berasaldariinvaginasi endometrium keendomyometrialataude novo sisamullerian

3. Gejala Klinis - Haid yang banyakdannyeri


- NyeriPelvikkronik
- Dismenore
- Infertilitas
4. Diagnosis - USG transvaginal
- magnetic resonance imaging (MRI).
- Pemeriksaanhistologydarijaringanhisterektomi.
5. Diagnosis Kehamilan, leiomioma, endometriosis, danpolip endometrium, miomasubmukosa,
diferensial hiperplasiaendometrium, sinekia, adenokarsinoma, atauinfeksi (endometritis)
6. Pengobatan/ - Histerektomibilaanakcukup.
Penanganan Bilamenolakhisterektomilakukanreseksiadenomyosisdanterapi lain
untukmenghilangkannyeri.
- Terapidenganprogestins (termasuklevonorgestrel-releasing intrauterine
contraception [IUC]), gonadotropin releasing hormone analogs, atau
aromatase inhibitor efektifuntuk menorrhagia dan dysmenorrhea.
- Terapi nyeri lain menggunakankontrasepsikombinasi estrogen-progestin
kontinyu

Manado, 2 April 2018


Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
FERTILITAS
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 99
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
PENATALAKSANAAN INFERTILITAS
1. Pengertian Infertilitas primer merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan
2. (Definisi) kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur
tanpa kontrasepsi
Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau
mempertahankan kehamilannya.
3. Etiologi Faktor laki-laki
Faktor perempuan:
- Faktor gangguan ovulasi
- Faktor gangguan tuba dan peritoneum
- Faktor gangguan uterus
4. Pemeriksaan  Pemeriksaan ovulasi
Untuk Istri - Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada seorang
perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan frekuensi haid yang
teratur setiap bulannya, kemungkinan mengalami ovulasi (Rekomendasi B)
- Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami
infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya
ovulasidengan cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal madya
(hari ke 21-28) (Rekomendasi B)
- Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan yang
memiliki siklus haid panjang (oligomenorea). Pemeriksaan dilakukan pada
akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat diulang tiap minggu sampai siklus
haid berikutnya terjadi
- Pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan untuk
mengkonfirmasi terjadinya ovulasi (Rekomendasi B)
- Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk
melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon gonadotropin
(FSH dan LH).
- Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat apakah
ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis (Rekomendasi C)
- Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya dilakukan
jika pasien memiliki gejala (Rekomendasi
Pemeriksaan untuk melihat ovulasi dan cadangan ovarium
Ovulasi Cadangan Ovarium
- Riwayat menstruasi - Kadar AMH
- Progesteron serum - Hitung folikel antral
- Ultrasonografi transvaginal - FSH dan estradiol hari ke-3
- Temperatur basal
- LH urin
- Biopsi Endometrium

Untuk pemeriksaan cadangan ovarium, parameter yang dapat digunakan


adalah AMH dan folikel antral basal (FAB). Berikut nilai AMH dan FAB
yang dapat digunakan:
1. Hiper-responder (FAB > 20 folikel / AMH > 4.6 ng/ml
2. Normo-responder (FAB > 6-8 folikel / AMH 1.2 - 4.6 ng/ml)
3. Poor-responder (FAB < 6-8 folikel / AMH < 1.2 ng/ml)
 Penilaian kelainan uterus
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penilaian uterus
HSG USG-TV SIS Histeroskopi
Sensitivitas dan Dapat PPV dan NPV Metode
PPV rendah mendeteksi tinggi, untuk definitif invasif
untuk patologi mendeteksi
mendeteksi endometrium patologi intra
patologi dan kavum uteri
intrakavum uteri myometrium

 Penilaian kelainan tuba


- Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID),
kehamilan ektopik atau endometriosis, disarankan untuk melakukan
histerosalpingografi (HSG) untuk melihat adanya oklusi tuba. Pemeriksaan
ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan laparaskopi. (Rekomendasi
B)
- Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sono-histerosalpingografi dapat
dipertimbangkan karena merupakan alternatif yang efektif (Rekomendasi
A)
- Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai patensi tuba, dianjurkan
untuk dilakukan pada perempuan yang diketahui memiliki riwayat penyakit
radang panggul, (Rekomendasi B)
Beberapa teknik pemeriksaan tuba yang dapat dilakukan:
Teknik Keuntungan Kelemahan
HSG Visualisasi seluruh Paparan radiasi
panjang tuba dapat Reaksi terhadap zat
menggambarkan kontras
patologi seperti Peralatan dan staf khusus
hidrosalping dan SIN Kurang dapat
efek terapeutik menggambarkan adhesi
pelvis
Saline infusion Visualisasi ovarium, Pelatihan khusus
sonography uterus dan tuba Efek terapeutik belum
terbukti
Laparaskopi Visualisasi langsung Invasif
kromopertubasi seluruh organ Biaya tinggi
reproduksi interana
Memungkinkan terapi
konkomiten
5. Pemeriksaan  Anamnesis
Pihak Suami  Selain identitas, usia, riwayat fertilitas sebelumnya (bila ada), frekuensi
hubungan seksual, perlu ditanyakan pula faktor risiko yang kemungkinan
terkait infertilitas seperti riwayat testis un-desensus, pertumbuhan selama
pubertas, riwayat operasi genitalia, infeksi pada genitalia, , masalah ereksi
atau ejakulasi.

 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi adanya
penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan umum
harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut pada tubuh atau
ginekomastia yang menyarankan adanya defisiensi androgen. Tinggi, berat
badan, IMT, dan tekanan darah harus diketahui.
 Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan ukuran dan
konsistensi testis. Apabila skrotum tidak terpalpasi pada salah satu sisi,
pemeriksaan inguinal harus dilakukan. Orkidometer dapat digunakan untuk
mengukur volume testis. Ukuran rata-rata testis orang dewasa yang dianggap
normal adalah 20 ml.
 Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan keras. Konsistensi
normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang lunak dan kecil dapat
mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu.
 Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat adanya distensi atau indurasi.
Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan sering berhubungan
dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis dan sensasi seperti
meraba “sekantung ulat” pada tes valsava merupakan tanda-tanda
kemungkinan adanya varikokel.
 Pemeriksaan akan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga harus
dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis atau hipospadia dapat
mengganggu proses sperma mencapai bagian proksimal vagina.
Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran prostat dan
vesikula seminalis.
 Analisis Sperma
Referensi hasil analisa sperma menurut WHO 2010
Referensi analisa sperma dan 95% confidence intervals WHO

PARAMETER BATAS REFERENSI 95%


CONFIDENCE
INTERVAL
Volume sperma (ml) 1.5 1.4-1.7

Konsentrasi sperma 15 12-16


(106/ml)
Jumlah total (106/ejakulat) 39 33-46

Motilitas (PR, NP, %) 40 38-42

Motilitas progresif (PR, 32 31-34


%)
Morfologi (%) 4 3.0-4.0

Vitality 58 55-63

NP: non progressive motility, PR: progressive motility

- Penapisan antibodi antisperma tidak dianjurkan karena tidak ada bukti


pengobatan yang dapat meningkatkan fertilitas
- Jika pemeriksaan analisis sperma dikatakan abnormal, pemeriksaan tes
konfirmasi ulangan sebaiknya dilakukan setelah 3 bulan, namun jika
ditemukan Azoospermia atau oligozoospermia berat), pemeriksaan untuk
konfirmasi harus dilakukan secepatnya
- Pemeriksaan fungsi endokrinologi.
 Dilakukan pada pasien dengan konsetrasi sperma < 10 juta/ml
 Penemuan secara klinik bahwa pasien tersebut menderita kelainan
endokrinologi
 Pada kelainan endokrinologi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan hormon
seperti testosteron dan FSH serum
- Penilaian antibodiantisperma merupakan bagaian standar analisis semen.
Menurut kriteria WHO, pemeriksaan ini dilakukan dengan pemeriksaan
imun atau dengan melihat reaksi antiglobulin. Namun saat ini pemeriksaan
antibodi antisperma tidak dilakukan sebagai penapisan awal karena tidak ada
terapi yang efektif untuk meningkatkan fertilitas laki-laki.
6. Penatalaksanaan  Penatalaksanaan infertilitas dapat dilihat pada lampiran.
Infertilitas
Lampiran Penatalaksanaan Infertilitas
Lampiran Penatalaksanaan Pada Kelainan Uterus Dan Tuba
Lampiran Penatalaksanaan Kelainan Ovulasi

Lampiran Penatalaksanaan Kelainan Sperma

Manado, 2 April 2018


Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi
dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KONTRASEPSI
RSUP PROF DR. R. D. KANDOU MANADO 100
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
KONSELING KELUARGA BERENCANA
1. Pengertian Suatu usaha untuk merencanakan atau mengatur jumlah jarak kehamilan.
(Definisi)
2. Tujuan Merencanakan atau mengatur jumlah anak untuk mencapai keluarga sejahtera
3. Kebijakan Pelayanan keluarga berencana dapat dilakukan dengan cara penyuluhan atau
konseling secara individu / kelompok dengan memberikan pilihan sesuai keadaan
akseptor
4. Prosedur A. Persiapan alat
1. Poster-poster / alat peraga
2. Macam-macam alat kontrasepsi
B. Pelaksanaan
Pelayanan keluarga berencana secara individu
1. Pasangan usia subur calon akseptor datang ke klinik kebidanan
2. Lakukan anamnesa lengkap tentang paritas, riwayat haid serta riwayat
penyakit yang pernah diderita
3. Lakukan pemeriksaan fisik dan ginekologi lengkap untuk mengetahui
keadaan kesehatan calon akseptor
4. Jelaskan calon akseptor dan pasangannya tentang jenis-jenis alat
kontrasepsi, cara kerja serta efek sampingnya
5. Bantu calon akseptor dan pasangannya untuk menentukan pilihan
kontrasepsi yang paling sesuai baginya.
6. Calon akseptor dan pasangannya menandatangani formulir persetujuan
tindakan medis
7. Berikan pelayanan kontrasepsi sesuai dengan pilihan pasangan tersebut
8. Catat hasil tindakan pada dokumen pasien dan buku register pelayanan
keluarga berencana

Manado, 2 April 2018


Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KONTRASEPSI
RSUP PROF DR. R. D. KANDOU MANADO 101
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
METODE AMENORRHOE LAKTASI (MAL)
1. Pengertian (Definisi) MAL (Metode Amenorrhoe Laktasi ) adalah Kontrasepsi yang mengandalkan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, sehingga ovulasi tertekan
karena kadar prolaktin yang tinggi
2. Tujuan Sebagai acuan langkah-langkah dalam pelayanan MAL
3. Kebijakan Pilihan metoda kontrasepsi ditentukan oleh calon akseptor dan pasangannya
setelah mendapat konseling
4. Prosedur 1. Pemberian ASI diberikan segera setelah bayi lahir
2. Bayi harus berusia kurang dari enam bulan
3. Wanita yang belum mengalami menstruasi setelah 42 hari post partum
4. Pemberian ASI ekslusif
5. Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. IGD
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 102
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PELAYANAN KONTRASEPSI KONDOM
1. Pengertian Kondom untuk pria merupakan bahan karet (lateks) polyuretan (plastik) atau bahan
(Definisi) sejenis yang kuat, tipis elastis, benda tersebut ditarik menutupi penis yang sedang
ereksi untuk menangkap semen selama ejakulasi dan mencegah sperma masuk ke
dalam vagina. Kondom efektif untuk mencegah penyebaran HIV AIDS dan
mengurangi risiko penyakit menular seksual.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam pelayanan akseptor kondom.
3. Kebijakan 1. Dapat mencegah kehamilan.
2. Dapat mencegah dan mengurangi penularan penyakit menular seksual.
3. Dapat dipakai kapan saja bila pasangan memerlukan
4. Prosedur A. Persiapan Alat
1. Kondom
2. K.I. KB
3. K.IV KB
B. Persiapan Pasien
1. Pasien membawa K.I.P
2. Petugas menyediakan K.I, K.IV KB
3. Lakukan anamnesa
Data Identitas Pribadi (nama, umur, alamat, nama istri, pendidikan,
pekerjaan)
Data obstetri (jumlah anak, umur anak terkecil)
4. Pasien membawa surat ijin istri
5. Memberikan penjelasan cara pemakaian kondom pada saat penis ereksi
C. Pelaksanaan
1. Memberikan alat kontrasepsi kondom
2. Follow up
3. Mencatat dibuku register PKBRS
5. Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. PKBRS
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 103
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PELAYANAN KONTRASEPSI PIL
1. Pengertian Kontrasepsi pil merupakan salah satu alat kontrasepsi berbentuk pil yang harus
(Definisi) diminum setiap hari untuk mencegah/menunda kehamilan.
2. Tujuan Untuk memberikan pelayanan kontrasepsi kepada pasangan usia subur yang
membutuhkan.
3. Kebijakan Pilihan alat kontrasepsi ditentukan oleh calon ekseptor dan pasangannya setelah
mendapatkan konseling dan pemeriksaan fisik sebelumnya.
4. Prosedur 1. Siapkan calon ekseptor dan pasangannya
2. Lakukan anamnesis lengkap untuk mengetahui jumlah anak, siklus haid, riwayat
penyakit
3. Lakukan pemeriksaan fisik untuk mrngetahui kemungkinan adanya kehamilan
atau kontraindikasi pemakaian kontrasepsi pil.
4. Jelaskan cara penggunaan pil yaitu :
a. Pil mulai diminum pada hari kelima haid
b. Pil harus diminum setiap malam secara berurutan
c. Bila ekseptor lupa minum satu pil, segera minum pil yang terlupa pagi
harinya dan malamnya minum pil yang seharusnya diminum hari itu
5. Berikan konseling mengenai efek samping yang mungkin timbul.
6. Catat hasil pemeriksaan serta kontrasepsi yang diberikan dalam dokumen rekam
medis pasien rawat jalan.
5. Dokumen terkait 7. Dokumen rekam medis pasien rawat jalan.
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 104
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PELAYANAN KONTRASEPSI SUNTIK
1. Pengertian Kontraseps suntik merupakan salah satu alat kontrasepsi berbentuk injeksi yang
(Definisi) diberikan setiap 1 bulan atau 3 bulan untuk mencegah/menunda kehamilan.
2. Tujuan Untuk memberikan pelayanan kontrasepsi kepada pasangan usia subur yang
membutuhkan.
3. Kebijakan Pilihan alat kontrasepsi ditentukan oleh calon ekseptor dan pasangannya setelah
mendapatkan konseling dan pmeriksaan fisik sebelumnya.
4. Prosedur 1. Sapa calon ekseptor dan pasangannya
2. Lakukan amnesis lengkap untuk mengetahui jumlah anak, siklus haid, riwayat
penyakit yang pernah diderita serta harapan pasangan dalam menggunakan alat
kontrasepsi
3. Lakukan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan kemungknan adanya kehamilan
atau kontra indikasi pemakaian kontrasepsi suntik
4. Berikan penjelasan kepada pasien tentang hal yang akan dilakukan
5. Minta pasien untuk berbaring miring
6. Isap obat dengan alat suntik dan keluarkan udara yang ikut terhisap kedalam
tabung suntik
7. Tentukan daerah yang akan disuntik
8. Lakukan disinfeksi kulit daerah yang akan disuntik dengan kapas yang dibasahi
larutan klorin 70%
9. Tusukan jarum tegak lurus permukaan kulit dan dorong sedalam dalamnya
10. Tarik penghisap sedikit untuk melihat tidak ada darah yang terhisap untuk
meyakinkan jarum tidak tembus pembuluh darah
11. Masukan obat perlahan-lahan sampai habis, kemudian cabut jarum dari tempat
suntikan.
12. Buang alat suntik dan kapas bekas pakai kedalam tempat sampah medis
13. Sampaikan kepada pasien bahwa tindakan telah selesai dan rapikan pasien
kembali
14. Berikan konseling mengenai efek samping yang mungkin timbul dan sampaikan
jadwal kunjungan berikutnya
15. Catat hasil pemeriksaan serta kontrasepsi yang diberikan dalam status pasien
5. Unit terkait 1. Instalasi Rawat jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Klinik PKBRS
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 105
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PEMASANGAN IMPLAN
1. Pengertian Prosedur pemasangan implan adalah input suatu alat kontrasepsi yang dipasng
(Definisi) dibawah kulit yang dibungkus dalam kapsul silatik silicon polidimetri yang
dipasang pada lengan kiri atas bagian dalam, terdiri dari dua kapsul berisi
levornorgestrel yang dilepaskan secara bertahap dapat mencegah terjadinya
kehamilan dan bekerja secara efektif selama 3 tahun.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam pelayanan pada calon ekseptor
implan.
3. Kebijakan 1. Belum adanya keseragaman dalam persiapan alat, persiapan pasien, dan
pelaksanaan pemasangan implan
2. Pemasangan implan untuk mncegah kehamilan selama 3 tahun.
4. Prosedur Persiapan alat :
1. Tensimeter – stetoscop
2. Timbangan BB
3. Sarung tangan steril dalam tempatnya
4. Spuit 5 cc
5. Bisturi + Scapel
6. Trocart
7. Korentang
8. Pola gambar dan spidol
9. Bethadine
10. Kasa steril
11. Verband + plester
12. Handyplast
13. Kapas alkohol
Cairan chlorine 0,5% persiapan pasien :
1. Pasien membawa KTP
2. Petugas menyiapkan KB
3. Melakukan anamnesa :
Data identitas pribadi (nama, umur, alamat, nama istri, pendidikan,
pekerjaan, dll).
Data obstetri (jumlah anak, umur anak terkecil, haid terakhir, penyakit
yang pernah diderita, dll).
4. Pasien menandatangani informed consent.
5. Pasien mencuci lengan kiri atasmenggunakan sabun
6. Diperiksa TD, TB, dan BB pasien
Pelaksanaan :
1. Bidan mencuci tangan
2. Melihat keadaan umum pasien
3. Pasien ditidurkan terlentang dengan posisi berada di sebelah kiri petugas.

4. Dilakukan pemeriksaan pada daerah yang akan dipasang implan (lengan


kiri atas bagian bawah).
5. Dilakukan penitikan gambar dengan pola, hindari adanya pembuluh darah
6. Memakai sarung tangan.
7. Melakukan aseptik dan antiseptik.
8. Dilakukan anestesi lokal dengan cara penyuntikan lidocain 4 cc pada titik
yang akan diincisi dilanjtkan ke arah pertengahan titik 1-2 dan
ditempatkan sampai selesai masing-masing 0,5 ml.
9. Menyayat/melubangi daerah yang telah ditentukan 0,5 cm
10. Kulit direnggangkan dengan telunjuk dan jempol masukan trocart pada
lubang sayatan dan mendorongnya ke arah titik pertama sampai batas,
lakukan sesuperficial mungkin
11. Tarik (keluarkan) pendorong trocart, masukan implan dorong dengan
pendorong sampai ada tahanan.
12. Tangan kanan menahan pendorong, tangan kiri menarik trocart ke arah
pendorong perlahan-lahan sampai terdengar bunyi “trik” tarik trocart
sampai batas garis pertama sambil memegang implan yang telah
dimsukan kemudian agar diputar ke arah kanan (parker).
13. Dorong kembali k earah titik kedua sampai batas.
14. Setelah pemasangan kapsul implan terakhir (kedua) control masing-
masing posisi implan, lepaskan trocart.
15. Masukan alat bekas pakai kedalam larutan chlorine 0,5% selama 10 menit
lalu cuci bersih.
16. Bersihkan luka dan sekitarnya dengan bethadine.
17. Memfixir implan dengan verband.
18. Membereskan alat-alat
19. Mengadakan kolaborasi dengan medis untuk pemberian obat antibiotik
dan analgetik.
20. Penyuluhan agar luka tidak terkena air pada hari pertama
21. Penyuluhan follow up.
5. Unit Terkait 1. Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan
2. PKBRS
6. Dokumen Terkait 1. Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
2. Buku Register PKBRS
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 106
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PELEPASAN IMPLAN
1. Pengertian Prosedur pelepasan implan adalah melepaskan implan karena hal-hal sebagai berikut :
(Definisi) 1. Setelah tiga tahun isersi implan
2. Atas permintaan klien
3. Adanya keluhan
4. Ingin hamil atau terjadi kehamilan
Keadaan yang tergolong sebagai perhatian khusus bagi insersi implan, sehingga
sebaiknya mengganti dengan cara non hormonal yang lain.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam pelayanan pada ekseptor implan
yang ingin dilepas implannya
3. Kebijakan Belum adanya keseragaman dalam persiapan alat, persiapan pasien, dan pelaksanaan
pelepasan implan
4. Prosedur Persiapan Alat :
1. Tensimeter – stetoscop
2. Timbangan BB
3. Sarung tangan steril dalam tempatnya
4. Spuit 5 cc
5. Lidocain
6. Bisturi + scapel
7. Korentang
8. Klem Mosquito atau crile
9. Bethadine
10. Kasa steril
11. Verband dan plester
12. handyplast®
13. kapas alkohol dan cairan chlorine 0,5%
Persiapan Pasien :
1. Pasien membawa KTP
2. Petugas menyiapkan KB
3. Melakukan anamnesa :
Data identitas pribadi (nama, umur, alamat, nama istri, pendidikan, pekerjaan,
dll)
Data obstetri (jumlah anak, umur anak terkecil, haid terakhir, penyakit yang
pernah diderita, dll)
4. Pasien menandatangani informed consent
5. Pasien mencuci lengan kiri atas menggunakan sabun
6. Diperiksa TD, TB, dan BB pasien
Persiapan petugas :
1. Mencuci tangan
2. Melihat keadaan umum pasien
3. Pasien ditidurkan terlentang dengan posisi berada di seebelah kiri petugas
4. Dilakukan pemeriksaan pada daerah yang akan dicabut implan (lengan kiri atas
bagian bawah)
5. Memakai sarung tangan
Pelaksanaan:
1. dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
2. tentukan lookasi kapsul indoplant® (kapsul 1-2), kalau perlu kapsul didorong
ke arah tempat insisi akan dilakukan.
3. Daerah insisi di disinfeksi, kemudian ditutup dengan kain steril yang berlubang
4. Lakukan anistesi lokal
5. Kemudian lakukan insisi selebar 5-7 mm ditempat yang paling dekat dengan
kapsul indoplant®
6. Klem dimasukan kedalam lubang insisi dan kapsul didorong dengan jari tangan
lain ke arah ujung klem, selanjutnya klem dibuka lalu kapsul dijepit dengan
ujung klem
7. Selanjutnya kapsul sudah dijepit kemudian ditarik pelan-pelan, apabila perlu
dibantu dengan mendorong kapsul dengan jari tangan lain. Adakalanya kapsul
sudah terbungkus dengan jarigan sekitarnya sehingga dilakukan insisi pada
jaringan yang membungkus kapsul tersebut perlahan-lahan sampai kapsul
menjadi bebas sehingga mudah menriknya keluar.
8. Lakukan prosedur ini berturut-turut untuk mengeluarkan kapsul kedua. Jika
sewaktu mengelarkan kapsul terjadi pendarahan maka
9. Hentikan terlebih dahulu pendarahannya
10. Setelah semua kapsul dikeluarkan dan tidak terjadi pendarahan tutup luka
dengan kasa steril kemudian diplester
11. Pada umumnya tidak diperlukan jahitan pada kulit
12. Informasikan kepada pemakai untuk tidak membasahi luka selama 3 hari
5. Unit Terkait Instalasi Rawat Jalan
6. Dokumen Terkait Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 107
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PEMASANGAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)
1. Pegertian (Definisi) Prosedur pemasangan AKDR adalah suatu tindakan memasukan AKDR kedalam
rahim wanita dengan tujuan untuk mencegah/menjarangkan kehamilan
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langakah tentang pelaksanaan pemasangan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
3. Kebijakan 1. Dilakukan dengan teknik aseptik
2. Dilakukan pada wanita usia subur yang telah mempunyai anak
3. Adanya ketidak seragaman dalam persiapan alat, persiapan calon akseptor KB
dan pelaksanaan pemasangan AKDR
4. Prosedur Persiapan Alat
1. Meja ginekologi lengkap
2. Sarung kaki pasien 2 (dua) buah
3. Lampu sorot
4. Baki yang beralaskan dock steril atau bak instrumen steril
5. 3 (tiga) buah kom steril masing-masing berisi : bethadine, alkohol
6. Spekulum cocor bebek
7. Tenakulum
8. Sonde uterus
9. Tampon tang
10. Gunting panjang
11. Sarung tangan steril
12. Deppers steril
13. Kom berisi kapas lembab
14. Macam-macam AKDR sesuai dengan kebutuhan
Persiapan Calon Akseptor
1. Calon akseptor diberitahukan tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Calon akseptor ditidurkan dengan posisi lithotomic pada meja ginekologi
Cara Kerja
1. Kedua sarung kaki dipasangkan ke calon akseptor
2. Petugas/bidan cuci tangan
3. Petugas memakai sarung tangan kanan
4. Dilakukan pemeriksaan dalam untukbsarnya uterus,posisi uterus / dengan
terlebih dahulu dilakukan desinfeksi vulva dengan kapas lembab
5. Pasang sarung tangan kiri
6. Desinfeksi daerah vulva dengan bethadine
7. Pasang speculum
8. Daerah portio didesinfeksi dengan bethadine
9. Pasang tenakulum di portio pada jam 11 untuk posisi retroflexi,
Jam 7 untuk posisi anteflexi
10. Ukur uterus dengan sonde uterus
11. Buka AKDR dari bungkusnya oleh asisten
12. MasukanAKDR kedalam rahim sesuai sonde uterus
13. Keluarkan insrter dan rendam pada larutan bayclean
14. Potong benang AKDR sesuai dengan kebutuhan dan lakukan pada fornix
posterior
15. Daerah vulva ekseptor dibersikan
16. Alat-alat bekas pakai direndam kedalam bayclean 1:9
5. Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Inap
2. Instalasi Rawat Jalan
3. IGD
4. Instalasi Beda Sentral
5. Klinik Kebidanan dan Penyakit kandungan
6. PKBRS
6. Dokumen Terkait 1. Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
2. Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap
3. Buku Register PKBRS
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 108
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PEMASANGAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM PASCA (AKDR) PLASENA
1. Pengertian Prosedur pemasangan AKDR adalah suatu tindakan memasukan AKDR kedalam
(Definisi) rahim wanita dengan tujuan untuk mencegah/menjarangkan kehamilan 10 menit
setelah lahirnya plasenta saat perslinan
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah tentang pelaksanaan pemasangan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) pasca plasenta
3. kebijakan 1. dilakukan dengan teknik aseptik dan antiseptik
2. dilakukan pada wanita dalam proses persalinan 10 menit setelah plasenta lahir
3. Adanya ketidak seragaman dalam persiapan alat, persiapan calok eksptor KB
dan pelaksanaan pemasangan AKDR pasca plasenta
4. Prosedur Persiapan Alat
1. Meja ginekologi lengkap
2. Sarung kaki pasien 2 (dua) buah
3. 2 pasang sarung tangan steril
4. Lampu sorot
5. Baki yang beralaskan dock steril atau bak instrumen steril
6. 3 (tiga) buah kom steril masing-masing berisisi: bethadine, alcohol
7. IUD tembaga
Cara Kerja
1. Dilakukan setelah pasenta lahir dan sebelum perineorrhaphy
2. Ibu dalam posisi litotomi
3. Bersihkan vulva dan vagina dengan bethadine
4. Ganti sarung tangan
5. Jepit IUD diantara jari telunjuk dan jari tengah
6. Tangan masuk kedalam uterus secara gentle melalui vagina dan serviks
7. Tangan lain memegang fundus uteri dan abdmen
8. Letakan IUD di medial fundus uteri
9. Keluarkan tangan secara perlahan dari uterus
10. Jika IUD tergeser reposisi secepatnya
11. Pasien kontrol 4 hari setelah insersi
12. Harus diingatkan dan diberi surat kontrol seebelum pulang
13. Selanjutnya pada 42 hari, 3 bulan, 6 bulan
14. Benang digunting saat kontrol 4 hari
Benang tidak terlihat saat kontrol 4 hari post insersi dilakukan USG apabila terlihat,
pasien kontrol 42 hari
5. Unit Terkait 1. Kamar bersalin
2. IGD
6. Dokumen Terkait 1. Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
2. Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap
3. Buku Register PKBRS
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 110
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP/SMF : OBSTERI DAN GINEKOLOGI
RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO
2018
PERSIAPAN PASIEN PRA TINDAKAN MEDIS OPERASI WANITA
1. Pengertian Prosedur sterilisasi/MOW/tubektomi adalah tindakan penutupan saluran tuba kiri dan
(Definisi) kanan sehingga sel sperma dan sel telur tidak bisa bertemu dan kehamilan pun tidak
terjadi
2. Tujuan Sebagai acuan langkah-langkah dalam pelayanan persiapan sebelum pelaksanaan
medis operasi sterilisasi wanita pada calon akseptor
3. Kebijakan 1. Harus ada penandatangani informed consent
terkait 2. Harus ada persetujuan dokter anestesi
3. Harus ada surat ijin suami
4. Tindakan dilakukan dengna teknik aseptic
5. Adanya ketidakseragaman dalam persiapan pra tindakan medis operasi wanita
4. Prosedur Persiapan Alat
1. Tensimeter – sthetoscope
2. Timbangan BB – TB
3. Sarung tangan kanan dalam tempatnya
4. Karentang
5. Larutan air sabun
6. K I K B
7. K IB K B
8. Register
Persiapan Pasien
1) Pasien membawa KIP/K IV KB
2) Petugas menyiapkan K IV KB
Melakukan anamnesa :
Data identitas pribadi (nama, umur, alamat, nama istri, pendidikan, pekerjaan, dll)
Data obstetric (jumlah anak, umur anak terkecil, haid terakhir, penyakit yang
pernah diderita, dll)
3) Persetujuan dari dokter Anestesi
5. Unit terkait 1) Instalasi rawat Inap
2) Instalasi rawat Jalan
3) IGN
4) Instalasi Bedah Sentral
5) Klinik kebidanan dan Penyakit Kandungan
6) PKBRS
6. Dokumen 1) Dokumen rekam Medis Pesien Rawat Jalan
terkait 2) Dokumen rekam Medis Pasien Rawat Inap
3) Buku Register PKBRS
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KONTRASEPSI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 111
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PELAYANAN STERILISASI TUBEKTOMI INTERVAL
DENGAN MINILAPARATOMI
1. Pengertian Merupakan operasi minor untuk menghentikan kesuburan secara permanen pada
(Definisi) seorang wanita dengan cara menutup kedua tuba faloppii.
2. Tujuan Untuk memberikan pelayanan kontrasepsi kepada pasangan usia subur yang ingin yang
menghentikan kesuburannya secara permanen.
3. Kebijakan Terkait Sterilisasi tubektomi dilakukan pada seorang wanita yang sudah mempunyai cukup
anak dan atau karena keadaan kesehatannya tidak memungkinan untuk hamil dan
bersalin lagi.
4. Prosedur Persiapan Alat:
1. Kamar operasi
2. Alat laparoskop
3. Kain steril
4. Manipulator uterus (kanula Rubin)
5. Vulsellum serviks
6. Pisau bedah
7. Jarum Verres dan trokar
8. Bethadine
9. Kassa steril
10. Spuit 10 cc
11. Aquabides
12. Gas CO
13. Selang plastic
14. Cincin Falope dan Loadingcone
15. Jarum otot dan kulit
16. Benang catgut
17. Bandaid®
Persiapan Pasien:
1. Pasien dalam posisi lithotomi dengan kaki agak terangkat ke atas untuk
memberikan relaksasi otot perut sebaik-baiknya, vulva dan vagina sudah
didesinfeksi, kemudian dipasang kain steril.
2. Kandung kencing dikosongkan, kemudian dipasang manipulator uterus (kanula
Rubin) dan difiksasika dengan Vulsellum serviks yang dicekamkan pada bibir
depan portio.
Pelaksanaan:
Pneumoperitoneum
1. Kulit pinggir umbilical inferior dipegang menggunakan ibu jari dan telunjuk
tangan kiri operator, kulit di bawah pusat dilukai dengan ujung sudut 45 0
menembus fascia superfisialis abdominis dan peritoneum.
2. Dilakukan tes dengan cara memasukkan aqua dalam spuit 5 – 10 cc. untuk
mengetahui apakah jarum Verres masuk rongga perut, bila tidak ada tahanan
berarti berhasil.
3. Selang plastic untuk mengeluarkan gas CO2/udara biasa dialirkan dengan
kecepatan aliran satu liter per menit dengan tekanan 10 – 15 mmHg sejumlah 2
– 2,5 liter.
Pemasangan Laparoskop:
1. Pasien dijaga dalam posisi datar, sayatan diperlebarsatu sentimeter, trokar
dengan kanula dimasukkan ke dalam cavum peritonei kea rah symphisis.
2. Trokar diambil, kanula ditinggalkan pada tempatnya.
3. Cincin Falope dipasang dalam aplikator dengan pertolongan loadingcone.
4. Selang plastik untuk mengalirkan gas CO2 dan kabel penghantar cahaya segera
dipasang pada laparoskop dan kemudian laparoskop, aplikator dan cincin yang
telah terpasang dimasukkan melalui kanula ke dalam rongga perut sambil terus
diawasi melalui lubang penglihatan.
5. Dengan menggerak-gerakkan manipulator uterus (kanula Rubin) dari bawah
akan tampak seluruh organ panggul.
6. Untuk mempertahankan pneumoperitoneum selama tindakan, gas dialirkan
terus menerus dengan tekanan darah
7. Tuba dicari, setelah didapat kemudian tuba dijepit dengan tang dan pelatuk
ditarik penuh ke belakang, cincin Falope 1 terdorong ke depan dan melingkar
tuba pertama. Adaptor cincin Falope diputar ke bawah untuk menempatkan
cincin Falope II pada posisi “siap dorong”.
8. Sebelumnya pelatuk didorong ke depan untuk membebaskan tuba pertama yang
sudah dilingkari cincin Falope. Kemudian tuba kedua dijepit dengan tang dan
pelatuk ditarik kembali penuh ke belakang.
9. Cincin Falope II akan terdorong ke depan melingkari tuba kedua. Setelah tang
dibebaskan dari tuba kedua dengan mendorong pelatuk ke depan, tuba diperiksa
sekali lagi untuk meyakinkan bahwa cincin telah terpasang dengan baik.
10. Pada tuba yang tidak bisa dipasang cincin dilakukan elektrokoagulasi bipolar
pada tiga empat.
11. Kemudian laparoskop diambil dan gas dikeluarkan dari rongga perut.
Selongsong trokar (kanula) dikeluarkan, sayatan sub-umbilikal dijahit dengan
satu atau dua jahitan catgut.
12. Luka ditutup dengan plaster disinfeksi (band-aid)
13. Hal yang sama bisa dilakukan apabila digunakan laprokator
Kontrol:
1. Semua penderita pulang selama antara 2 – 4 jam pascaoperasi. Kepada
penderita diberikan analgetika ringan dan antibiotika profilaksis.
Pemeriksaan pada penderita dilakukan satu minggu setelah tindakan, atau setiap saat
apabila ada keluhan
5. Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Kamar Operasi
4. ICU
6. Dokumen Terkait Status pasien
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KONTRASEPSI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 112
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PELAYANAN STERILISASI TUBEKTOMI INTERVAL
DENGAN LAPAROSKOPI
1. Pengertian Merupakan operasi minor dengan menggunakan alat laparoskopi untuk menghentikan
(Definisi) kesuburan secara permanen pada seorang wanita dengan cara menutup kedua tuba
faloppii.
2. Tujuan Untuk memberikan pelayanan kontrasepsi kepada pasangan usia subur yang ingin yang
menghentikan kesuburannya secara permanen dengan menggunakan alat laparoskopi.
3. Kebijakan Terkait Sterilisasi tubektomi dilakukan pada seorang wanita yang sudah mempunyai cukup
anak dan atau karena keadaan kesehatannya tidak memungkinan untuk hamil dan
bersalin lagi.
4. Prosedur Persiapan Alat:
1. Kamar operasi
2. Alat laparoskop
3. Kain steril
4. Manipulator uterus (kanula Rubin)
5. Vulsellum serviks
6. Pisau bedah
7. Jarum Verres dan trokar
8. Bethadine
9. Kassa steril
10. Spuit 10 cc
11. Aquabides
12. Gas CO
13. Selang plastic
14. Cincin Falope dan Loadingcone
15. Jarum otot dan kulit
16. Benang catgut
17. Bandaid®
Persiapan Pasien:
1. Pasien dalam posisi lithotomi dengan kaki agak terangkat ke atas untuk
memberikan relaksasi otot perut sebaik-baiknya, vulva dan vagina sudah
didesinfeksi, kemudian dipasang kain steril.
2. Kandung kencing dikosongkan, kemudian dipasang manipulator uterus (kanula
Rubin) dan difiksasika dengan Vulsellum serviks yang dicekamkan pada bibir
depan portio.
Pelaksanaan:
Pneumoperitoneum
4. Kulit pinggir umbilikal inferior dipegang menggunakan ibu jari dan telunjuk
tangan kiri operator, kulit di bawah pusat dilukai dengan ujung sudut 45 0
menembus fascia superfisialis abdominis dan peritoneum.
5. Dilakukan tes dengan cara memasukkan aqua dalam spuit 5 – 10 cc. untuk
mengetahui apakah jarum Verres masuk rongga perut, bila tidak ada tahanan
berarti berhasil.
6. Selang plastik untuk mengeluarkan gas CO2/udara biasa dialirkan dengan
kecepatan aliran satu liter per menit dengan tekanan 10 – 15 mmHg sejumlah 2
– 2,5 liter.
Pemasangan Laparoskop:
1. Pasien dijaga dalam posisi datar, sayatan diperlebar satu sentimeter, trokar
dengan kanula dimasukkan ke dalam cavum peritonei kea rah symphisis.
2. Trokar diambil, kanula ditinggalkan pada tempatnya.
3. Cincin Falope dipasang dalam aplikator dengan pertolongan loadingcone.
4. Selang plastik untuk mengalirkan gas CO2 dan kabel penghantar cahaya segera
dipasang pada laparoskop dan kemudian laparoskop, aplikator dan cincin yang
telah terpasang dimasukkan melalui kanula ke dalam rongga perut sambil terus
diawasi melalui lubang penglihatan.
5. Dengan menggerak-gerakkan manipulator uterus (kanula Rubin) dari bawah
akan tampak seluruh organ panggul.
6. Untuk mempertahankan pneumoperitoneum selama tindakan, gas dialirkan
terus menerus dengan tekanan darah
7. Tuba dicari, setelah didapat kemudian tuba dijepit dengan tang dan pelatuk
ditarik penuh ke belakang, cincin Falope 1 terdorong ke depan dan melingkar
tuba pertama. Adaptor cincin Falope diputar ke bawah untuk menempatkan
cincin Falope II pada posisi “siap dorong”.
8. Sebelumnya pelatuk didorong ke depan untuk membebaskan tuba pertama yang
sudah dilingkari cincin Falope. Kemudian tuba kedua dijepit dengan tang dan
pelatuk ditarik kembali penuh ke belakang.
9. Cincin Falope II akan terdorong ke depan melingkari tuba kedua. Setelah tang
dibebaskan dari tuba kedua dengan mendorong pelatuk ke depan, tuba diperiksa
sekali lagi untuk meyakinkan bahwa cincin telah terpasang dengan baik.
10. Pada tuba yang tidak bisa dipasang cincin dilakukan elektrokoagulasi bipolar
pada tiga empat.
11. Kemudian laparoskop diambil dan gas dikeluarkan dari rongga perut.
Selongsong trokar (kanula) dikeluarkan, sayatan sub-umbilikal dijahit dengan
satu atau dua jahitan catgut.
12. Luka ditutup dengan plaster disinfeksi (band-aid)
13. Hal yang sama bisa dilakukan apabila digunakan laprokator
Kontrol:
1. Semua penderita pulang selama antara 2 – 4 jam pascaoperasi. Kepada
penderita diberikan analgetika ringan dan antibiotika profilaksis.
Pemeriksaan pada penderita dilakukan satu minggu setelah tindakan, atau setiap saat
apabila ada keluhan
5. Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Kamar Operasi
4. ICU
6. Dokumen Terkait Status pasien
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KONTRASEPSI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 113
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PELAYANAN STERILISASI TUBEKTOMI POST PARTUM
DENGAN MINILAPARATOMI
1. Pengertian Merupakan operasi minor dengan menggunakan alat laparoskopi untuk menghentikan
(Definisi) kesuburan secara permanen pada seorang wanita dengan cara menutup kedua tuba
faloppii yang dilakukan 48 jam pertama post partum.
2. Tujuan Untuk memberikan pelayanan kontrasepsi kepada pasangan usia subur yang ingin yang
menghentikan kesuburannya secara permanen.
3. Kebijakan Terkait Sterilisasi tubektomi dilakukan pada seorang wanita yang sudah mempunyai cukup
anak dan atau karena keadaan kesehatannya tidak memungkinan untuk hamil dan
bersalin lagi.
4. Prosedur Persiapan Alat:
1. Kamar operasi
2. Pisau bedah
3. Klem
4. Pean 2 buah
5. Gunting
6. Rektraktor abdomen kecil 1 buah
7. Pinset anatomi panjang
8. Pinset Chirurgis
9. Pemegang jarum
10. Jarum otot dan kulit
11. Benang chromic no.1
12. Wadah berisi larutan betadine 10%
13. Kassa steril
14. Sarung tangan steril dan jubah operasi steril
15. Doek steril
16. Wadah berisi larutan klorin 0,5%
Pelaksanaan:
1. Pastikan calon akseptor dalam keadaan puasa minimal 6 jam.
2. Minta calon akseptor untuk mengosongkan kantung kencing
3. Cukur rambut pubis
4. Atur pasien dalam posisi terlentang
5. Penolong memakai baju khusus operasi, topi dan masker
6. Penolong mencuci tangan sebelum tindakan
7. Penolong memakai jubah operasi dan sarung tangan steril
8. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya
9. Buat insisi di bawah umbilikus sepanjang ± 2 cm sampai menembus
peritoneum. Pasang refraktor abdomen sehingga penolong dapat melihat ke
dalam rongga pinggul
10. Ubah posisi trendelenburg
11. Dengan menggunakan elevator uterus, gerakan uterus sehingga tuba kiri-kanan
dapat diidentifikasi
12. Setelah tuba dijahit, diikat dan dipotong. Lakukan hal yang sama pada tuba sisi
yang lain
13. Pastikan tidak ada perdarahan bekas potongan tuba
14. Lepaskan refraktor/abdomen, kemudian jahit luka insisi lapis demi lapis dan
balut luka dengan kassa yang dibasahi larutan betadine 10%.
15. Masukan semua alat bekas pakai dalam wadah berisi larutan klorin 0,5% dan
rendam selama 10 menit
16. Cuci sarung tangan sebelum dilepaskan dalam larutan klorin 0,5% dan lepaskan
dalam keadaan terbalik serta rendam dalam larutan tersebut selama 10 menit.
17. Sampaikan pada pasien bahwa tindakan sudah selesai dan rapikan pasien
kembali
18. Penolong mencuci tangan setelah menyelesaikan tindakan
19. Berikan konseling mengenai efek samping yang mungkin timbul dan
sampaikan jadwal kunjungan berikutnya
20. Catat hasil tindakan dalam status pasien
5. Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Kamar Operasi
4. ICU
6. Dokumen Terkait Status pasien
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KONTRASEPSI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 114
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
PELAYANAN KONTRASEPSI DARURAT
1. Pengertian Kontrasepsi Darurat (Kondar) adalah kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan bila
(Definisi) digunakan sesudah berhubungan seksual. Sering disebut juga kontrasepsi
pascasenggama.
Ada 2 macam Kondar yaitu mekanik dan Medik
Mekanik: Satu-satunya alat Kondar mekanik yaitu AKDR yang mengandung tembaga
Medik: Ada 5 macam metode Kondar hormonal yang dikenal secara luas yang
diberikan peroral.
2. Tujuan Untuk memberikan pelayanan kontrasepsi darurat kepada pasangan usia subur yang
ingin yang membutuhkan untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan.
3. Kebijakan Terkait Pilihan alat kontrasepsi ditentukan oleh calon akseptor dan pasangannya setelah
mendapatkan konseling dan pemeriksaan fisik sebelumnya.
4. Prosedur Pemberian Kondar sesuai dengan tabel dibawah ini:
Cara Merek Dagang Dosis Waktu Pemberian
I. Mekanik
AKDR-Cu Copper T Satu kali Dalam waktu < 7 hari
Multiload pemasangan pascasenggama
Nova T
II. Medik
Pil Kombinasi Microgynon 50 2x2 tablet Dalam waktu 3 hari
Oviral pascasenggama dosis
Neogynon kedua 12 jam
Norgiol kemudian
Eugynon

Microgynon 30 2x4 tablet Dalam waktu 3 hari


Mikrodiol pascasenggama dosis
Nordette kedua 12 jam
kemudian

Progestin Postinor 2x1 tablet Dalam waktu 3 hari


pascasenggama dosis
kedua 12 jam
kemudian

Estrogen Lynoral 2,5 mg/dosis Dalam waktu 3 hari


Premarin 10 mg/dosis pascasenggama 2x1
Progynova 10 mg/dosis dosis selama 5 hari

Mifepriston RU-486 1x600 mg Dalam waktu 3 hari


pascasenggama

Danazol Danocrine 2x4 tablet Dalam waktu 3 hari


Azol pascasenggama dosis
kedua 12 jam
kemudian
5. Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. IGD
6. Dokumen Terkait Status pasien
Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KONTRASEPSI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 115
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2018
ALUR TATALAKSANA INFEKSI
1. Penatalayana
n penggunaan Dokter menentukan diagnosis infeksi
Antimikroba

Dokter tidak memberikan terapi antimikroba bila secara klinis tidak


ditemukan kemungkinan sumber infeksi karena mikroba patogen

Dokter memberikan terapi antimikroba dalam kurun waktu 1 jam penegakan


diagnosa kerja pada pasien sepsis berat dan infeksi yang mengancam jiwa

Dokter melakukan pengambilan spesimen pada pasien sebagai bahan


pemeriksaan kultur dan resistensi sebelum pemberian antimikroba terapi

Dokter melakukan order antimikroba empiris yang sesuai kepada depo


farmasi berdasarkan diagnosis dan klinis (sesuai Clinical pathway dan
penilaian dokter penanggung jawab pasien/DPJP terkait dengan beratnya
penyakit dan/atau penggunaan antimikroba sebelumnya). Antimikroba yang
digunakan adalah antimikroba kategori I, apabila akan menggunakan
antimikroba kategori II dan III menggunakan Formulir Permintaan
Antimikroba, penggunaan antimikroba kategori III harus mendapat
persetujuan tim PPRA sesuai dengan Prosedur Program Penatalayanan
Antimikroba Restriksi dan Preotorisasi
Lanjutan
Petugas depo farmasi menyiapkan antimikroba empiris sesuai order dokter

Petugas depo farmasi mengkaji lama pemberian antimikroba pada order


dokter, apabila pemberian antimikroba mendekati hari ketiga, petugas depo
farmasi meminta dokter penulis resep untuk mengisi formulir Telaah 72 jam
Antimikroba diberikan dan menyerahkannya kepada tim PPRA melalui
apoteker satelit depo

Tim PPRA melakukan evaluasi/Telaah 72 jam antimikroba empiris diberikan

Dokter menghentikan terapi antimikroba atau melanjutkan sebagai terapi


empiris, atau mengubah rute pemberian dari intravena ke oral, atau
melakukan perubahan antimikroba menjadi terapi definitif/kombinasi
berdasarkan hasil evaluasi Tim PPRA. Data kultur dan tes suseptibilitas

7 Dokter mengisi Formulir Telaah 5-7 hari antimikroba diberikan


Lanjutan
Tim PPRA melakukan evaluasi/telaah 5-7 hari antimikroba diberikan
terhadap antimikroba empiris/definitif

Dokter memberikan antimikroba terapi definitif sesuai hasil kultur dan


kepekaan kuman dengan spektrum antimikroba yang lebih sempit

Dokter memberikan antimikroba definitif berdasarkan pada efikasi klinis


untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan
kondisi klinis pasien serta penunjang lainnya

Dokter penanggung jawab pasien/apoteker dapat berkonsultasi untuk


pemberian antimikroba dengan tim PPRA
2. Formulir
Telaah 72 jam

TIM PPRA (PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA)


RSUP PROF R. D. KANDOU MANADO

Nama Pasien

No. Rekam Medik

Ruang Perawatan

Masuk Ruangan

Indikasi/Diagnosis Tanggal Bulan Tahun

Tanggal Mulai Antimikroba

Jenis Antimikroba yang Digunakan

Hasil Kultur

Nama DPJP/Dokter yang meresepkan

Hasil evaluasi Antimikroba (Silahkan √)


1. Stop Antimikroba

2. Terapi Empiris

3. De-Eskalasi/Streamlining

4. Terapi Definitif/Kombinasi

5. Lain-lain
3. Formulir
Telaah
5-7 hari

TIM PPRA (PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA)


RSUP PROF R. D. KANDOU MANADO

Nama Pasien

No. Rekam Medik

Ruang Perawatan

Masuk Ruangan

Indikasi/Diagnosis

Tanggal Mulai Antimikroba

Jenis Antimikroba yang Digunakan

Hasil Kultur

Nama DPJP/Dokter yang meresepkan

Hasil evaluasi Antimikroba (Silahkan √)


1. Stop Antimikroba

2. De-Eskalasi/Streamlining

3. Terapi Definitif/Kombinasi

4. Lain-lain
4. Program Kategori I : Antimikroba yang tidak membutuhkan persetujuan Tim PPRA untuk
Penatalayanan diberikan
Antimikroba Kategori II : Antimikroba yang boleh diresepkan atas indikasi spesifik yang
Restriksi dan
kemudian ditinjau oleh Tim PPRA dalam kurun waktu 3 hari kerja
Preotorisasi
atau 72 jam
Kategori III : Antimikroba yang membutuhkan persetujuan sebelum diberikan.
Persetujuan diberikan oleh tim PPRA dengan menggunakan
Formulir Permintaan Antimikroba.
5. Penggolongan
Antimikroba KATEGORI I KATEGORI II KATEGORI III
berdasarkan Aminopenisilin Sefalosforin (gen Vankomisin
pembatasan 3 dan 4)
peresepan Penisilin Sefalosforin Teikoplanin
Antipseudomonas
Sefalosforin (Gen Florokuinolon Linezoid
1 dan 2) Antipseudomonas
Kloramfenikol Flukonazole Tigesiklin
Asam Fusidat Fosfomisin Karbapenem
Linkosamid Asiklovir Aminoglikosida
Makrolida Pirimetamin Flourokuinolon
(gen 4)
Metronidazole Piperacilin
Tazobactani
Florokuinolon Colistin
(gen 1 dan 2)
Tetrasiklin Varikonazol
Trimetropim Mikafungin
Sulfametoksazol
Nitofurantoin Anidulafungin
Albendazol Gansiklovir
Mupirosin
Sulfadiazin
6. Alur Program
Penatalayanan Dokter menulis order antimikroba pada Formulir Permintaan Antimikroba
Antimikroba apabila akan menggunakan antimikroba kategori III
Restriksi Dan
Preotorisasi

Dokter menyerahkan Formulir Permintaan Antimikroba kepada apoteker


satelit yang ada di ruangan depo farmasi untuk diserahkan kepada Tim
PPRA

Dokter meminta persetujuan lewat telepon kepada tim PPRA apabila akan
menggunakan antimikroba kategori III diluar jam kerja sesudah mengisi
formulir permintaan antimikroba, selanjutnya dilakukan persetujuan tertulis
pada jam kerja

Tim PPRA mengkaji permintaan antimikroba/masalah antimikroba yang


tertera pada formulir permintaan antimikroba

Tim PPRA memberikan jawaban secara tertulis kepada dokter penanggung


jawab pasien melalui apoteker satelit/depo farmasi
7. Formulir
Permintaan
Antimikroba

Formulir Permintaan Antimikroba

Nama Pasien

Umur Th/bln L P
Nomor MedRek

Nama Ruangan

Antimikroba

Dosis & Frekuensi

Indikasi

Nosocomial ≥ 48 jam
Komunitas
dirawat (opname)
*kolonisasi tidak perlu diobati

Diagnosa

Kultur dikirim Spesimen : Darah/ BAL/ Air seni/ Jaringan/ Nanah/ CSF/
sebelum pemberian Cairan tubuh
antibiotik (Silahkan
garis bawah)
Hasil kultur
(Silahkan
lampirkan jika ada
hasil uji resistensi
Menyetujui tanda
tangan spesialis
*Silahkan lampirkan formulir ini bersama dengan resep dokter/slip saran sebelum
dikirim ke farmasi
8. Alur
Penatalayanan
penggunaan Dokter menentukan kelas operasi apakah kelas operasi bersih dan bersih
Antibiotik terkontaminasi atau operasi terkontaminasi dan kotor
Profilaksis

Dokter perawat menyerahkan order antibiotik profilaksis kepada petugas


depo farmasi

Petugas depo farmasi menyiapkan antibiotik profilaksis sesuai dengan order


dokter (antibiotik profilaksis hanya diberikan oleh depo farmasi ruang
bedah)

Perawat memberikan antibiotik profilaksis kurang dari 60 menit sebelum


insisi kulit dengan rute pemberian intravena drip

Dokter memberikan antibiotik profilaksis dengan dosis tunggal

Dokter memberikan dosis ulangan antibiotik profilaksis apabila operasi


berlangsung lebih dari 3 jam atau perdarahan lebih dari 1500mL pada pasien
dewasa atau 25 cc/kgBB pada pasien anak. Waktu pemberian antibiotik
ulangan disesuaikan dengan waktu paruh antibiotik profilaksis yang
digunakan
9. Formulir
permintaan
antibiotik di
kamar operasi

TIM PPRA (PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA)


RSUP PROF R. D. KANDOU MANADO

FORMULIR PERMINTAAN ANTIBIOTIK DI KAMAR OPERASI

Nama Pasien : ................................


Tanggal Lahir : ................................
Nomor Rekam Medis : ................................
DPJP : ................................
Dokter yang meminta : ................................. Ttd ...................
Tanggal masuk rawat : .................................
Tanggal tindakan : ..................................
Diagnosis : ...................................

Tindakan : ...................................

Perkiraan lama operasi : ................jam Di Ruang.......................


Tipe Operasi : A. Elektif B. Emergensi
Jam Pemberian Antibiotik : ........... Jam Insisi........................
Nama Antibiotik : .................................... Dosis...............................
Alasan Antibiotik tsb : ................................

Indikasi Antibiotik : A. Profilaksis B. Terapeutik


Kategori kelas operasi : A. Clean
B. Clean contaminated
C. Contaminated
D. Dirty/Infectious

ASA A. ASA 1 - Normal dan sehat


B. ASA 2 - Kelainan sistemik ringan
C. ASA 3 - Kelainan sistemik berat
D. ASA 4 - Kelainan sistemik berat dan life support
E. ASA 5 - Keadaan kritis

Komorbiditas yang ada : .......................................

Pasang implant : A. Tidak B. Ya, yaitu...............


Manado, 2 April 2018
Ketua Komite Medik Kepala Departemen/SMF Osbtetri & Ginekologi

dr. B.J. Waleleng, SpPD-KGEH Prof. Dr. dr. Freddy W. Wagey, Sp.OG(K)
NIP. 195912211987031004 NIP. 195405141985031001

Anda mungkin juga menyukai