Anda di halaman 1dari 80

Youtube Video Webinar 2 : https://youtu.

be/ZPtps_Yyrkw
Kenapa diperlukan tata ruang?
• Ruang itu terbatas
• Ada yang pemanfaatannya untuk fungsi kawasan lindung ada
juga untuk budidaya
• Agar semua fungsi yang ada di dalam ruang tersebut
berjalan dengan baik dan berkelanjutan
• Secara bertingkat tata ruang dilakukan dari tingkat
nasional, provinsi, kab./kota hingga kecamatan
• RDTR penting sekali karena
disusun pada ketelitian detail
(skala 1:5000) dan menjadi
dasar perijinan pemanfaatan
ruang
PP NO.63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA:
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009
tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota
HUTAN KOTA ≠ RIMBA KOTA
Lampiran Nomor 14 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Basis Data Peta Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta Peta Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten/Kota, Tabel II.8 Hal 50
Berdasarkan Kamus Bahasan Indonesia
Rimba dapat diartikan hutan lebat (yang luas dengan pohon yang besar-besar):

Berlaku Hukum Rimba

Apakah hutan kota dapat di artikah hutan


lebat yang ada di kota sehingga harus diganti
dengan kata Rimba Kota?
Contoh kalimat
tentu jawabannya TIDAK
Tarzan Raja Rimba
Atau kata rimba dapat berarti jiga tidak jelasa asal usulnya,,

Apakah hutan kota tidak jelas asal usulnya?, tentu saja tidak
Kalimat Hutan Rimba dapat diartikan sebagai hutan yang dipenuhi
vegetasi flora dan fauna satu sama lain tidak dapat dipisahkan,
keberadaannya secara alami tanpa campur tangan manusia, terdiri dari
satu jenis pohon atau beberapa jenis pohon berkayu, berbagai jenis
semak belukar dan tumbuhan lainnya ( parasit & Epipit) serta tempat
hidup berbagai fauna.

Hutan Kota tidak tepat berubah menjadi Rimba Kota


Apagi keberadaannnya merupakan bagian dari Zona Ruang
terbuka
Ataukah ini jawabannya kenapa menggunakan kata Rimba pada hutan kota?
KONTRADIKTIF
HUTAN KOTA

Yang Mana Hutan Kota ?


PENGERTIAN HUTAN KOTA
PP NO.63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA:
Hutan Kota adalah Suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan
rapat di dalam wilayah perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan
sebai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

Jorgensen, E. Deneke, F. G. Kuchelmeister Robert W. Miller


(1974) (1993) (1993) (1997)
Hutan Kota adalah cabang Hutan Kota adalah Hutan Kota adalah perpaduan Hutan Kota dapat
khusus dari kehutanan yang perencanaan berkelanjutan, antara arborikultur, hortikultura didefinisikan sebagai jumlah
bertujuan untuk budidaya dan penanaman, perlindungan, hias dan pengelolaan hutan. Ini dari semua kayu dan vegetasi
pengelolaan pohon untuk pemeliharaan, dan perawatan terkait erat dengan arsitektur terkait di dalam dan sekitar
kontribusi saat ini dan pohon, hutan, ruang hijau dan lansekap dan manajemen pemukiman padat manusia,
potensialnya bagi sumber daya di dalam dan taman dan harus dilakukan mulai dari komunitas kecil di
kesejahteraan fisiologis, sekitar kota dan masyarakat bersama-sama dengan para pedesaan hingga wilayah
sosiologis dan ekonomi untuk manfaat ekonomi, profesional di bidang ini serta metropolitan.
masyarakat perkotaan. lingkungan, sosial, dan dengan perencana kota.
kesehatan masyarakat bagi
masyarakat.
PENGERTIAN HUTAN KOTA
WIKIPEDIA
Sebuah hutan kota adalah hutan , atau koleksi pohon, yang
tumbuh dalam kota , kota atau pinggiran kota . Dalam arti yang
lebih luas, ini dapat mencakup semua jenis tumbuhan berkayu yang
tumbuh di dalam dan sekitar pemukiman manusia

SINGAPURA MENGACU KEPADA FAO


FAO mendefinisikan hutan kota sebagai “jaringan atau
sistem yang terdiri dari semua hutan, kelompok pohon, dan
pohon individu yang terletak di daerah perkotaan dan
pinggiran kota ” - istilah tersebut mencakup segala sesuatu
mulai dari taman hingga satu pohon

MALAYSIA
Hutan kota dapat didefinisikan sebagai semua pohon milik publik
dan pribadi di dalam wilayah perkotaan
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009
PENGERTIAN tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota
• Penunjukkan hutan kota
adalah penetapan awal suatu wilayah
tertentu sebagai hutan kota yang
dapat berupa penunjukan di dalam
wilayah perkotaan baik pada tanah
negara maupun tanah hak.
TUJUAN, MAKSUD & FUNGSI
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

TUJUAN pasal 2 ayat (1)

kelestarian, keserasian
Penyelenggaraan hutan kota bertujuan untuk

dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur


lingkungan, sosial dan budaya.
TUJUAN, MAKSUD & FUNGSI
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

MAKSUD pasal 2 ayat (2)

Penyelenggaraan hutan kota


dimaksudkan untuk:
1. menekan/mengurangi peningkatan suhu udara
di perkotaan;
2. menekan/mengurangi pencemaran udara
(kadar karbonmonoksida, ozon,
karbondioksida, oksida nitrogen, belerang dan
debu);
3. mencegah terjadinya penurunan air tanah dan
permukaan tanah; dan
4. mencegah terjadinya banjir atau genangan,
kekeringan, intrusi air laut, meningkatnya
kandungan logam berat dalam air.
TUJUAN, MAKSUD & FUNGSI
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

FUNGSI pasal 2 ayat (3)

Fungsi hutan kota adalah untuk :


1. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;
2. meresapkan air;
3. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan
fisik kota; dan
4. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
FUNGSI HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Memperbaiki Dan Menjaga Iklim


Mikro Dan Nilai Estetika
pasal 2 ayat (3)
Iklim mikro merupakan iklim dalam satu wilayah spesifik
dalam satu area yang lebih luas. Kota tanpa pohon
memiliki iklim mikro yang cenderung panas dan tidak
nyaman. Keberadaan hutan kota dapat menurunkan
kondisi iklim mikro perkotaan sekaligus menambah nilai
etetika kota dari bentuk pohon (daun dan bunga).
FUNGSI HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Meresapkan Air
pasal 2 ayat (3)

Pada permukaan yang memiliki vegetasi lebih dapat


menyerap air dibandingkan dengan permukaan tanpa
vegetasi. Air meresap kedalam lapisan tanah yang lebih
dalam melalui tanah yang bervegetasi dan selanjutnya
mungkin sebagian kecil akan bergerak secara lateral
(troughflow).
FUNGSI HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Menciptakan Keseimbangan Dan


Keserasian Lingkungan Fisik Kota
pasal 2 ayat (3)
Di tengah padatnya aktivitas manusia di wilayah
perkotaan, keberadaan makhluk hidup selain manusia
penting untuk juga diperhatikan. Agar lingkungan tetap
nyaman dan sehat, aman dari ancaman polusi dan
pemanasan global, tumbuhan adalah komponen
lingkungan yang keberadaannya sangat penting.
FUNGSI HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Mendukung Pelestarian
Keanekaragaman Hayati Indonesia
pasal 2 ayat (3)
Inti dari ekosistem kota hijau adalah keanekaragaman
hayati (tingkat genetik, spesies, dan ekosistem) yang
menyebabkan suatu ekosistem kota berfungsi optimal
secara berkelanjutan didalam menghasilkan beragam
jenis produk dan jasa lingkungan yang penting untuk
menunjang perikehidupan makhluk hidup, khususnya
masyarakat kota tersebut.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PENUNJUKAN HUTAN KOTA pasal 5-9

Luas Wilayah pasal 8


Daerah perkotaan dengan jumlah penduduk yang
padat menyebabkan berkurangnya lahan untuk
vegetasi. Salah satu ruang bervegetasi adalah
hutan kota. Hutan kota bermanfaat untuk mensuplai
kebutuhan oksigen, menyerap molekul karbon
di udara, dan sebagai medium serapan air.
Luas hutan kota yang dibangun kawasan perkotaan
minimal 30% berdasarkan UU penataan ruang 26
tahun 2007 dari luas kawasan perkotaan.
Dan 10 persen dari luas kota atau 0,25 /Ha
berdasrkan Permen Kehutanan No:P.71/Menhut-
II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan
Kota
Pasal 28 ayat (3) dan (4)
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PENUNJUKAN HUTAN KOTA pasal 5-9

Jumlah
Penduduk pasal 8

Permen pu no. 5 tahun 2008 tentang RTH

Berdasarkan Permen pu no. 5 tahun 2008 tentang rth Suatu wilayah kota dengan jumlah
penduduk minimum 480.000 diharuskan memiliki RTH dengan luas minimal 4,0 m2 per penduduk
dalam bentuk hutan kota.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PENUNJUKAN HUTAN KOTA pasal 5-9

Tingkat Pencemaran pasal 8


Hutan kota yang tahan terhadap pencemar dan
efektif dalam menurunkan kandungan pencemar
dapat menjadikan lingkungan kota menjadi lebih
sehat. Tak hanya sebagai penyaring polusi udara,
hutan kota juga dapat berfungsi sebagai paru-
paru kota.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PENUNJUKAN HUTAN KOTA pasal 5-9

Kondisi Fisik Kota pasal 8


Kondisi fisik kota merupakan keadaan bentang
alam kota berupa bangunan alam di atas tanah
perkotaan termasuk tumbuhan, sungai, danau,
rawa, bukit, hutan dan bangunan buatan sebagai
sarana prasarana seperti jalan, gedung-gedung,
permukiman, lapangan udara, lapangan terbuka
hijau, taman dan sejenisnya termasuk
lingkungannya.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PENUNJUKAN HUTAN KOTA pasal 5-9

b. Penunjukan Luas Hutan Kota

1) Luas hutan kota dalam


satu hamparan yang
kompak paling sedikit
0,25 (dua puluh lima per
seratus) hektar.
2) Persentase luas hutan
kota paling sedikit 10%
(sepuluh per seratus) dari
wilayah perkotaan dan
atau disesuaikan dengan
kondisi setempat.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA pasal 10-27

a. Rencana Pembangunan Hutan Kota pasal 12-24


1) Aspek Teknis pasal 8

Kesiapan lahan Jenis Tanaman bibit teknologi


PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA pasal 10-27

a. Rencana Pembangunan Hutan Kota pasal 12-24


2) Aspek Ekologis pasal 8

Pembangunan Hutan Kota


harus memperhatikan
keserasian hubungan
manusia dengan
lingkungan alam kota.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA pasal 10-27

a. Rencana Pembangunan Hutan Kota pasal 12-24


3) Aspek Ekonomi pasal 8

biaya Hutan Kota


PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA pasal 10-27

a. Rencana Pembangunan Hutan Kota pasal 12-24


4) Aspek sosial dan budaya setempat pasal 8

Pembangunan Hutan Kota harus memperhatikan nilai dan norma sosial serta
budaya setempat.
TIPE HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

1. TIPE KAWASAN PERMUKIMAN pasal 16


Tipe kawasan permukiman dibangun pada areal
permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen,
penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin,
dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman
pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman
perdu dan rerumputan

2. TIPE KAWASAN INDUSTRI pasal 17


Tipe kawasan industri dibangun di kawasan industri yang
berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan,
yang ditimbulkan dari kegiatan industri

3. TIPE KAWASAN REKREASI pasal 18


Tipe rekreasi berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan
rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang
indah dan unik.
TIPE HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

4. TIPE KAWASAN PELESTARIAN PLASMA NUTFAH pasal 19


Tipe pelestarian plasma nutfah berfungsi sebagai pelestari
plasma nutfah, yaitu sebagai konservasi plasma nutfah
khususnya vegetasi secara insitu dan sebagai habitat khususnya
untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan.

5. TIPE PERLINDUNGAN pasal 20


Tipe perlindungan berfungsi untuk :
a. mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor
pada daerah dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai
karakter tanah;
b. melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi);
c. melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah
menipisnya volume air tanah dan atau masalah intrusi air laut;

6. TIPE KAWASAN PENGAMANAN pasal 21


Tipe pengamanan berfungsi untuk meningkatkan keamanan
pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat jalur
hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu.
BENTUK HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

1. BENTUK JALUR pasal 23 ayat (1)


Hutan kota dengan bentuk dibangun memanjang antara lain
berupa jalur peneduh jalan raya, jalur hijau di tepi jalan
kereta api, sempadan sungai, sempadan pantai dengan
memperhatikan zona pengaman fasilitas/instalasi yang
sudah ada, antara lain ruang bebas SUTT dan SUTET.

2. BENTUK MENGELOMPOK pasal 23 ayat (2)


Hutan kota dengan bentuk mengelompok dibangun dalam
satu kesatuan lahan yang kompak.

3. BENTUK MENYEBAR pasal 23 ayat (3)


Hutan kota dengan bentuk menyebar dibangun dalam
kelompok-kelompok yang dapat berbentuk jalur dan atau
kelompok yang terpisah dan merupakan satu kesatuan
pengelolaan.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA pasal 10-27

b. Pelaksanaan Pembangunan Hutan Kota pasal 25-27


1) Penataan Areal pasal 26

Penataan Areal dilaksanakan berdasarkan


kondisi fisik lapangan dengan melakukan
penataan bagian-bagian lahan sesuai
dengan persyaratan teknis dan
peruntukannya.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA pasal 10-27

b. Pelaksanaan Pembangunan Hutan Kota pasal 25-27


2) Penanaman pasal 26

persiapan tanaman pelaksanaan penanaman


(pengadaan bibit, ajir/bronjong,
penyiapan lubang tanaman)
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA pasal 10-27

b. Pelaksanaan Pembangunan Hutan Kota pasal 25-27


3) Pemeliharaan pasal 26

pemupukan penyiangan penyulaman Pemangkasan Penjarangan


PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA pasal 10-27

b. Pelaksanaan Pembangunan Hutan Kota pasal 25-27


4) Pembangunan sipil teknis pasal 26

Pembangunan sipil teknis dapat berupa


terassering, sesuai kondisi setempat dan
sarana penunjang lainnya
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PENETAPAN HUTAN KOTA pasal 28-31

a. Tanah hak yang karena keberadaannya, dapat dimintakan penetapannya sebagai hutan kota oleh
pemegang hak tanpa pelepasan hak atas tanah.
b. Pemegang hak memperoleh insentif atas tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota. Insentif
tersebut berupa:
• insentif langsung yang antara lain berbentuk subsidi finansial dan atau natura, infrastruktur,
bimbingan teknis; dan/atau
• insentif tak langsung yang berupa kebijakan fiskal.
c. Tanah hak ditetapkan sebagai hutan kota untuk jangka waktu paling sedikit 15 (lima belas) tahun
sebagai jaminan terhadap pemberian insentif dan manfaat ekonomi apabila terjadi perubahan
penggunaan atas tanah.
d. Tanah hak yang dimintakan penetapannya sebagai hutan kota harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
• terletak di wilayah perkotaan dari suatu Kabupaten/Kota atau provinsi untuk Daerah Khusus
Ibukota Jakarta;
• merupakan ruang terbuka hijau yang didominasi pepohonan;
• mempunyai luas yang paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar dan mampu
membentuk atau memperbaiki iklim mikro, estetika, dan berfungsi sebagai resapan air.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PENGELOLAAN HUTAN KOTA pasal 32-40

Pengelolaan hutan kota dilakukan sesuai dengan tipe


dan bentuk hutan kota agar berfungsi secara optimal
berdasarkan penetapan hutan kota.

Pengelolaan hutan kota meliputi tahapan kegiatan :


a. penyusunan rencana pengelolaan;
b. pemeliharaan;
c. perlindungan dan pengamanan;
d. pemanfaatan; dan
e. pemantauan dan evaluasi.
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PENGELOLAAN HUTAN KOTA pasal 32-40

Pengelolaan hutan kota yang berada


pada tanah negara dapat dilakukan
oleh:
a. Pemerintah Daerah;
b. masyarakat.
A. PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN pasal 34-35

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Penyusunan rencana pengelolaan disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan yang meliputi :

1. PENETAPAN TUJUAN PENGELOLAAN


Penetapan tujuan pengelolaan dimaksudkan dalam rangka optimalisasi fungsi hutan kota.

2. PENETAPAN PROGRAM JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG


Penetapan program jangka pendek dan jangka panjang dilaksanakan dengan memperhatikan
lingkungan strategis.

3. PENETAPAN KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN


Penetapan kegiatan dan kelembagaan dimaksudkan agar kegiatan dapat berjalan dengan baik,
yang meliputi :
a. penetapan organisasi;
b. batas-batas kewenangan pihak terkait.

4. PENETAPAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI


Sistem monitoring dan evaluasi dilakukan melalui penetapan :
a. kriteria;
b. standar;
c. indikator; dan
d. alat verifikasi.
B. PEMELIHARAAN pasal 36

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Pemeliharaan dilaksanakan dalam rangka menjaga dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat
hutan kota melalui :

1. OPTIMALISASI RUANG TUMBUH DAN DIVERSIFIKASI TANAMAN


Optimalisasi ruang tumbuh dan diversifikasi tanaman antara lain meliputi kegiatan:
a. penyulaman;
b. penjarangan;
c. pemangkasan; dan
d. pengayaan.

2. PENINGKATAN KUALITAS TEMPAT TUMBUH


Optimalisasi ruang tumbuh dan diversifikasi tanaman antara lain meliputi kegiatan:
a. penyulaman;
b. penjarangan;
c. pemangkasan; dan
d. pengayaan.
C. PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN pasal 37-38

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Perlindungan dan pengamanan hutan kota bertujuan untuk


menjaga keberadaan dan kondisi hutan kota agar tetap
berfungsi secara optimal. Perlindungan dan pengamanan
hutan kota dilakukan melalui upaya:
1. pencegahan dan penanggulangan kerusakan lahan;
2. pencegahan dan penanggulangan pencurian fauna
dan flora;
3. pencegahan dan penanggulangan kebakaran; dan
4. pengendalian dan penanggulangan hama dan
penyakit.

Indikator perubahan dan penurunan fungsi hutan kota


ditunjukkan oleh penurunan kondisi di sekitar lokasi hutan
kota, di antaranya suhu udara, sistem tata air, tingkat erosi,
kecepatan angin, keutuhan pepohonan, yang
mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi hutan kota.
C. PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN pasal 37-38

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Setiap orang dilarang :


a. membakar hutan kota;
b. merambah hutan kota;
c. menebang, memotong, mengambil, dan
memusnahkan tanaman dalam hutan kota,
tanpa izin dari pejabat yang berwenang;
d. membuang benda-benda yang dapat
mengakibatkan kebakaran atau
membahayakan kelangsungan fungsi hutan
kota; dan
e. mengerjakan, menggunakan, atau
menduduki hutan kota secara tidak sah.
D. PEMANFAATAN pasal 39

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Pemanfaatan hutan kota antara lain untuk


keperluan :
1. pariwisata alam, rekreasi dan atau olah
raga;
2. penelitian dan pengembangan;
3. pendidikan;
4. pelestarian plasma nutfah; dan atau
5. budidaya hasil hutan bukan kayu.

Pemanfaatan hutan kota dilakukan sepanjang


tidak mengganggu tujuan, maksud dan fungsi
hutan kota.
D. PEMANTAUAN DAN EVALUASI pasal 40

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Pemantauan dan evaluasi dimaksudkan untuk meningkatkan


kinerja pengelola melalui penilaian kegiatan pengelolaan
secara menyeluruh.

Hasil penilaian kegiatan pengelolaan dipergunakan sebagai


bahan penyempurnaan terhadap pengelolaan hutan kota.

Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara periodik.

Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap tahapan-


tahapan dan penyelesaian kegiatan berdasarkan rencana
dan tata waktu yang telah disusun, yang meliputi
pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan pemanfaatan.

Pedoman pengelolaan hutan kota diatur dengan Peraturan


Daerah.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PEMBINAAN pasal 41

1. Menteri melakukan pembinaan terhadap


penyelenggaraan hutan kota yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah.
2. Menteri dapat melimpahkan pembinaan atas
penyelenggaraan hutan kota di
Kabupaten/Kota kepada Gubernur selaku
wakil pemerintah di daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Pembinaan meliputi pemberian pedoman,
bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.
4. Pemerintah Daerah melakukan pembinaan
terhadap pengelolaan hutan kota yang
dilakukan oleh masyarakat.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

PENGAWASAN pasal 42

1. Menteri melakukan pengawasan terhadap


penyelenggaraan hutan kota yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah.
2. Menteri dapat melimpahkan pengawasan atas
penyelenggaraan hutan kota di Kabupaten/Kota
kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah
sesuai peraturan perundang-undangan.
3. Gubernur atau Bupati/Walikota melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan hutan kota
di wilayah kerjanya.
4. Pelaksanaan pengawasan dilakukan bersama-sama
masyarakat secara terkoordinasi dengan instansi
pemerintah yang terkait.
PERAN SERTA MASYARAKAT
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Peran serta masyarakat dilakukan sejak penunjukan, pembangunan, penetapan, pengelolaan,


pembinaan dan pengawasan.

Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota dapat berbentuk :


1. penyediaan lahan untuk penyelenggaraan hutan kota;
2. penyandang dana dalam rangka penyelenggaraan hutan kota;
3. pemberian masukan dalam penentuan lokasi hutan kota;
4. pemberian bantuan dalam mengidentifikasi berbagai potensi dalam masalah penyelenggaraan
hutan kota;
5. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;
6. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyelenggaraan hutan kota;
7. pemanfaatan hutan kota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
8. bantuan pelaksanaan pembangunan;
9. bantuan keahlian dalam penyelenggaraan hutan kota;
10. bantuan dalam perumusan rencana pembangunan dan pengelolaan;
11. menjaga, memelihara dan meningkatkan fungsi hutan kota.
TUJUAN Aman Nyaman
PENATAAN RUANG
 Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
 Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber
daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia;
untuk mewujudkan  Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan
ruang yang aman, dampak negatif terhadap lingkungan akibat
nyaman, produktif, pemanfaatan ruang.
dan berkelanjutan

Berkelanjutan
Produktif 52
DASAR HUKUM RDTR & PZ
1. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang penataan
Ruang
2. Permen ATR No.Tahun 2018 Tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota
PENGERTIAN RDTR
Permen ATR/BPN No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kab/Kota

Rencana Detail Tata Ruang yang


selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang
tata ruang wilayah kabupaten/kota
yang dilengkapi dengan peraturan
zonasi kabupaten/kota.
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut
PZ kabupaten/kota adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona
peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana detail
tata ruang
KONSEPSI PENATAAN RUANG
JENJANG DAN KOMPLEMENTARITAS RENCANA TATA RUANG
RTRWN RTRW Kabupaten
(Rencana Tata Ruang Wilayah (Rencana Tata
Nasional Ruang Wilayah
Kabupaten

Skala 1: 50.000
Skala 1: 1.000.000

RDTR
Skala 1: 100.000 (Rencana Detail Tata
RTRWP RTRW Kota Ruang)
(Rencana Tata Ruang (Rencana Tata Ruang Skala 1: 5.000
Wilayah Provinsi Wilayah Kota
RENCANA TATA RUANG
Ps. 17 ayat (1)

Rencana Struktur Ruang Rencana Pola Ruang


Ps. 17 ayat (2)
Ps. 17 ayat (3)

Rencana Sistem Pusat Rencana Sistem Peruntukan Kawasan Peruntukan Kawasan


Permukiman Jaringan Prasarana Lindung Budidaya

Ps. 17 ayat (4)

Sistem Wilayah Sistem Jaringan Kegiatan Pelestarian


Transportasi Lingkungan Hidup
Sistem internal
Perkotaan Sistem Jaringan Energi
& Kelistrikan Kegiatan Sosial

Sistem Jaringan Kegiatan Budaya


Telekomunikasi
Kegiatan Ekonomi
Sistem Persampahan &
Sanitasi Kegiatan Pertahanan &
Keamanan

Sistem Jaringan SDA,


dll.
dalam RTRW ditetapkan kawasan hutan paling
sedikit 30 %dari luas DAS
Ps. 17 ayat (5)
RENCANA ZONA LINDUNG
DEFINISI RUANG TERBUKA HIJAU
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Menurut Pasal 1 Butir 30, Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau


Kawasan Perkotaan

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 Pasal 1 bahwa dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri ini yang dimaksud dengan :

1. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya
Iebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
2. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung
manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
DEFINISI RUANG TERBUKA HIJAU
Permen PU No.05/ PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
Pasal 1 dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/ialur dan/atau mengelompok, yang


penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
2. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
JENIS RUANG TERBUKA HIJAU
Jika dilihat dari jenis aktivitas atau kegiatannya, ruang terbuka terbagi menjadi dua yaitu
ruang terbuka aktif dan ruang terbuka pasif:

RUANG TERBUKA AKTIF, mempunyai unsur kegiatan


didalamnya seperti bermain, berolahraga, jalan-jalan.
Ruang ini dapat berupa Plaza, lapangan olahraga,
tempat bermain anak dan remaja, penghijauan tepi
sungai sebagai tempat rekreasi.

RUANG TERBUKA PASIF, ruang terbuka yang tidak


digunakan untuk kegiatan, lebih berfungsi sebagai
ekologis dan pengindah visual, seperti penghijauan
tepi jalan, penghijauan bantaran kereta api, sungai
dan daerah alami.
ZONA LINDUNG
Permen ATR No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota

1. Zona Hutan Lindung (HL)


Hutan lindung (protected forest) adalah
kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah atau kelompok masyarakat
tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi
ekologisnya—terutama menyangkut tata air
dan kesuburan tanah—tetap dapat berjalan
dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di
sekitarnya.
ZONA LINDUNG
Permen ATR No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota

2. Zona yang Memberikan Perlindungan terhadap


Zona Dibawahnya (PB)
a. Zona Lindung Gambut (LG)
Gambut adalah lahan basah yang terbentuk dari
timbunan materi organik yang berasal dari sisa-sisa
pohon, rerumputan, lumut, dan jasad hewan yang
membusuk.

b. Zona Resapan Air (RA)


Kawasan resapan air adalah kawasan yang
mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air
hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi
(aquifer) yang berguna sebagai sumber air
ZONA LINDUNG
Permen ATR No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota

3. Zona Perlindungan Setempat (PS)


a. Zona Sempadan Pantai (SP) b. Zona Sempadan Sungai (SS)

c. Zona Sekitar Danau/Waduk (DW) d. Zona Sekitar Mata Air (MA)


ZONA LINDUNG
Permen ATR No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota

4. Zona RTH Kota (RTH)

a. Hutan Kota (RTH-1)


b. Taman Kota (RTH-2)
c. Taman Kecamatan (RTH-3)
d. Taman Kelurahan (RTH-4)
e. Taman RW (RTH-5)
f. Taman RT (RTH-6)
g. Pemakaman (RTH-7).
ZONA LINDUNG
Permen ATR No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota

a. Cagar Alam (KS-1)


5. Zona Konservasi (KS) b. Suaka Margasatwa (KS-2)
c. Taman Nasional (KS-3)
d. Taman Hutan Raya (KS-4)
e. Taman Wisata Alam (KS-5)

Zona konservasi adalah


Zona hutan dengan ciri khas tertentu
yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. zona yang dilindungi
ditetapkan oleh pemerintah
berdasarkan berbagai macam kriteria
sesuai dengan kepentingannya.
ZONA LINDUNG
Permen ATR No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota

5. Zona Lindung Lainnya

kawasan lindung lainnya, meliputi:


cagar biosfer, ramsar, taman buru,
kawasan perlindungan plasma-nutfah,
kawasan pengungsian satwa, terumbu
karang, dan kawasan koridor bagi jenis
satwa atau biota laut yang dilindungi.
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Permen Kehutanan No:P.71/Menhut-
Penataan Ruang Pasal 29 II/2009 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Hutan Kota
Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang
Pasal 28 ayat (3) dan (4)
terbuka hijau publik dan ruang
terbuka hijau privat.
ZONA LINDUNG
Dimana Posisi RTH 10 % Privat 20 % publik Sesuai UU Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 Pasal 29

Hutan Kota (RTH-1) Taman Kota (RTH-2) Taman Kecamatan (RTH3) Taman Kelurahan (RTH-4)

Taman RW (RTH-5) Taman RT (RTH-6) Pemakaman (RTH-7)


RTH merupakan bagian Zona Lindung sehingga :

RTH  Zona Hutan Lindung (HL)


 Zona yang Memberikan
Perlindungan terhadap
Zona Dibawahnya (PB)
≠  Zona Perlindungan
Setempat (PS)
 Zona Konservasi (KS)
 Zona Lindung Lainnya
 Zona Hutan Lindung (HL)
 Zona yang Memberikan
Perlindungan terhadap
Zona Dibawahnya (PB)
 Zona Perlindungan
Setempat (PS)
 Zona Konservasi (KS)
 Zona Lindung Lainnya

a. Hutan Kota (RTH-1)


b. Taman Kota (RTH-2)
c. Taman Kecamatan (RTH-3)
Apabila tidak ada. d. Taman Kelurahan (RTH-4) MAKA RTH = 0
e. Taman RW (RTH-5)
f. Taman RT (RTH-6)
g. Pemakaman (RTH-7).
Cara Merencanakan Hutan Kota dalam RDTRK

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN

KEBUTUHAN RUANG

JUMLAH PENDUDUK

PERMASALAHAN RUANG
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Luas Wilayah pasal 8


Luas hutan kota yang dibangun kawasan
perkotaan minimal 10% dari luas
kawasan perkotaan.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Jumlah Penduduk pasal 8


Suatu wilayah kota dengan jumlah penduduk
minimum 480.000 diharuskan memiliki RTH dengan
luas minimal 4,0 m2 per penduduk dalam bentuk
hutan kota.
1. TIPE KAWASAN PERMUKIMAN pasal 16
Tipe kawasan permukiman dibangun pada areal
permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen,
penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin,
dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman
pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman
perdu dan rerumputan

3. TIPE KAWASAN REKREASI pasal 18

Tipe rekreasi berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan


rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang
indah dan unik.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota

Tingkat Pencemaran pasal 8


TIPE KAWASAN INDUSTRI pasal 17
Tipe kawasan industri dibangun di kawasan industri yang
berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan,
yang ditimbulkan dari kegiatan industri

. BENTUK JALUR pasal 23 ayat (1)


Hutan kota dengan bentuk dibangun memanjang antara lain
berupa jalur peneduh jalan raya, jalur hijau di tepi jalan
kereta api, sempadan sungai, sempadan pantai dengan
memperhatikan zona pengaman fasilitas/instalasi yang
sudah ada, antara lain ruang bebas SUTT dan SUTET.

2. BENTUK MENGELOMPOK pasal 23 ayat (2)


Hutan kota dengan bentuk mengelompok dibangun dalam
satu kesatuan lahan yang kompak.
Kondisi Fisik Kota pasal 8

4. TIPE KAWASAN PELESTARIAN PLASMA NUTFAH pasal 19


Tipe pelestarian plasma nutfah berfungsi sebagai pelestari
plasma nutfah, yaitu sebagai konservasi plasma nutfah
khususnya vegetasi secara insitu dan sebagai habitat khususnya
untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan.

5. TIPE PERLINDUNGAN pasal 20


Tipe perlindungan berfungsi untuk :
a. mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor
pada daerah dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai
karakter tanah;
b. melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi);
c. melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah
menipisnya volume air tanah dan atau masalah intrusi air laut;

6. TIPE KAWASAN PENGAMANAN pasal 21


Tipe pengamanan berfungsi untuk meningkatkan keamanan
pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat jalur
hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu.
PENEMPATAN HUTAN KOTA HARUS MEMPERHATIKAN KAWSAN TERBANGUN

URBAN HEAT ISLAND

Anda mungkin juga menyukai