Anda di halaman 1dari 2

Asal-Usul Nama Bukittinggi

Bukittinggi (Bahasa Minang: Bukiktinggi) adalah kota terbesar kedua di Provinsi Sumatera Barat setelah
Kota Padang. Semasa perjuangan pergerakan kemerdekaan dulu, kota ini pernah dijadikan sebagai
ibukota darurat pemerintahan Republik Indonesia. Disamping itu, kota ini juga pernah dijadikan sebagai
ibukota darurat bagi Provinsi Sumatera dan Provinsi Sumatera Tengah.

Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Pegunungan Bukit Barisan. Persisnya 90 km dari arah utara
Kota Padang. Bukittinggi dikelilingi oleh dua buah gunung yaitu Gunung Marapi dan Gunung
Singgalang, serta berada di tepi Ngarai Sianok. Lokasinya terletak pada ketinggian 909–941 meter di atas
permukaan laut, sehingga menjadikan Bukittinggi sebagai kota berhawa sejuk dengan suhu kisaran 16.1–
24.9 °C.

Berbicara mengenai asal-usul nama, setelah menelusuri berbagai macam sumber dan pegangan, saya
menemukan fakta bahwa kota ini dahulunya memiliki dua versi sejarah mengenai asal-usul nama di
sepanjang perkembangannya.

Untuk versi mana yang lebih dahulu berkembang di telinga masyarakat, mohon maaf saya belum
mengetahui hal tersebut secara pasti, karena di berbagai sumber yang telah saya singgung tadi tidak
disebutkan secara jelas mengenai kronologi waktu kejadian. Tapi jika dikemudian hari saya berhasil
menemukan informasi mengenai hal tersebut, saya akan berusaha untuk memperbaiki tulisan ini kembali.

Cerita pertama (Ini menurut versi zaman perjuangan pergerakan kemerdekaan), berawal dari Kota
Bukittinggi yang masih hanya berupa sebuah bukit kosong. Kemudian pada tahun 1825 seiring dengan
berjalannya waktu, kedatangan Belanda lambat-laun sedikit demi sedikit berhasil memberi perubahan
pada kota ini. Mereka mulai mendirikan sebuah kubu sebagai tempat pertahanan dari musuh. Kubu
pertahanan tersebut diketahui berbentuk sebuah benteng yang kemudian mereka beri nama Fort de Kock,
yang sekaligus menjadi tempat persinggahan bagi opsir-opsir Belanda yang sedang berada di wilayah
jajahan mereka. Pada masa penjajahan Hindia Belanda tersebut, kota ini selalu ditingkatkan perannya
dalam lingkungan ketatanegaran. Hingga pada akhirnya Bukittinggi berkembang menjadi sebuah
stadsgemeente (kota), dan juga berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan
Onderafdeeling Oud Agam.

Ketika masa pendudukan Jepang, Kota Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan
militer untuk kawasan Sumatera, bahkan hingga ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat
kedudukan komandan militer ke 25 Kenpeitai, dibawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji.
Kemudian kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho
(sayangnya tidak disebutkan secara pasti darimana datangnya kata "Bukittinggi" ini). Daerah Bukittinggi
Si Yaku Sho diperluas dengan cara memasukkan nagari-nagari sekitarnya. Seperti Sianok Anam Suku,
Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba dan Bukit Batabuah. Kalau untuk pemerintahan sekarang
daerah-daerah tersebut dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Agam.

Beranjak ke versi kedua, cerita ini didasarkan pada sejarah yang disampaikan oleh para pemuka adat.
Menurut mereka, sejarah Kota Bukittinggi berawal dari adanya sebuah pasar yang didirikan dan dikelola
oleh Penghulu Nagari Kurai. Orang Minang biasa menyebut pasar ini sebagai pakan. Pakan yang awalnya
hanya dibuka pada hari Sabtu ini lama-kelamaan semakin ramai dan semakin padat pengunjung.

Untuk selanjutnya, akhirnya pakan ini juga dibuka pada hari Rabu. Pakan tersebut terletak disebuah bukit
yang paling tinggi diantara 27 bukit yang tersebar di wilayah itu. Saat orang-orang disekitar wilayah
Nagari Kurai ㅡ yaitu wilayah Kabupaten Agam saat ini ㅡ bertanya, “Dima pasa Rang Kurai (dimana
pasar Orang Kurai)?” maka akan selalu dijawab “Di bukik nan tatinggi/dibukik tinggi (di bukit yang
paling tinggi)”. Dengan demikian populerlah nama Nagari Kurai dengan sebutan Bukittinggi. Akan tetapi,
seiring dengan berjalannya waktu pasar tersebut berganti nama menjadi Pasar Ateh. Sedangkan nama
Bukittinggi menjadi julukan untuk Nagari Kurai itu sendiri.

Menurut sumber lain dikatakan juga bahwa pada awalnya pasar tersebut diberi nama Bukik Kubangan
Kabau. Setelah digelar pertemuan adat Suku Kurai akhirnya pasar tersebut berganti nama menjadi Bukik
nan Tatinggi. Nama bukik (bukit) yang terakhir inilah yang akhirnya berganti menjadi Bukittinggi.
Sedangkan Pasar Kurai tadi beralih nama menjadi Pasar Bukittinggi.

Mungkin sekian yang dapat saya ceritakan mengenai asal-usul nama Bukittinggi. Setiap daerah setiap
nama memiliki keunikan dan ceritanya masing-masing. Ada baiknya kita sebagai generasi muda ㅡ yang
memang baru terlahir setelah nama tersebut turun-temurun dipergunakan ㅡ mengetahui dan memahami
mengenai asal-usul nama daerah masing-masing. Karena itu merupakan bukti bahwa kita memang pantas
mengakui daerah asal kita masing-masing sebagai kampung halaman kita.

Anda mungkin juga menyukai