Sepintas Sejarah Pasa Ateh
Sepintas Sejarah Pasa Ateh
Ekonomi Bukittinggi
Selasa, 31/10/2017 | 14:04 WIB
Saat itu, para pedagang berjualan di Pakan Kurai yang berkonstruksi kayu,
bambu dan atap rumbia atau alang-alang. Sebagian pedagang yang lain
menjual barang dagangan mereka di dalam wadah dari bambu atau di atas
daun pisang.
Hingga akhirnya, saat meneroka pasar di atas bukit dengan nama Bukit
Kubangan Kabau tersebut, pemerintah Hindia Belanda membebaskan
penduduk Nagari Kurai dari tenaga rodi.
Bagaimana pun, pendirian Pasa Ateh dipicu karena Pakan Kurai tidak bisa
lagi menampung ‘pasar’ yang semakin luas. Namun, menurut Zulqayyim,
bukan berarti Pakan Kurai sebagai cikal bakal Pasar Bukittinggi hari ini.
“Pakan Kurai lebih awal berdiri daripada Pakan Bukittinggi, karena menjadi
kelengkapan untuk berdirinya Nagari Kurai. Setelah Pakan Bukittinggi
berdiri dan berkembang, menyebabkan Pakan Kurai menepi dan semakin
sepi,” jelas Zul kemarin.
“Setiap pekan gadang atau hari balai pada Sabtu, jika ada yang membantai
kambing, lembu, atau kerbau, maka kepalanya dipersembahkan kepada
Kepala Laras yang bertugas saat itu,” tulis Zulqayyim.
Sepintas Sejarah Pasa Ateh,
Hegemoni Ekonomi Bukittinggi
Selasa, 31/10/2017 | 14:04 WIB
Los yang di bangun tersebut dinamakan Loih Galuang (Los melengkung) hal
ini disebabkan karena bentuk atap setengah lingkaran.
Los ini dibangun di sisi bukit sebelah Timur, agar limbah air dapat dialirkan ke
selokan di bawah bukit. Lokasi los yang terletak di kemiringan, warga
Bukittinggi menyebutnya pasar teleng (miring). Rumah potong sapi terletak di
sisi Selatan (Jl. Pemuda), di pinggir anak sungai. Pasar ternak berada 500 m
ke arah Barat.
Dengan menyebut pasar Bukittinggi dengan pasar Fort de Kock Tahun 1900,
Belanda membangun pasar secara permanen, pasar itu disebut loih galuang,
karena bentuk atap yang melengkung, sekarang disebut Pasar Atas.
Tahun 1901-1909, pada masa pemerintahan Controleur Oud Agam, L.C.
Westenenk, dibangun 3 los, bersebelahan dengan los galuang, satu los di
Timur Laut, lokasi lebih rendah, untuk penjual ikan kering (loih maco).
Sedangkan dua los lagi terletak di kaki bukit dengan lokasi agak datar dan
terletak lebih rendah, dinamakan pasar bawah. Los pasar bawah membujur
Utara-Selatan, sejajar, untuk penjual kelapa, beras, buah-buahan dan sayur-
sayuran. Dekat stasiun kereta api, ada pasar Aua Tajungkang. Penjual
diizinkan mendirikan toko.
Tahun 1923 dibangun 8 (delapan) blok rumah toko, setelah kios pedagang
sisi Barat dan Timur Loih Galuang dirobohkan.
Sebelah Barat, ada 4 blok sejajar (Muka Pasar), sedangkan di sebelah Timur
ada 4 blok, berjajar dua (Belakang Pasar).
Belanda memberikan izin pada penjual Cina dan Keling (India) untuk
mendirikan toko. Penjual Cina berada sebelah Barat (sekarang Jl. A. Yani
atau kampung cina). Penjual dari India berada di sebelah Utara, dikenal
dengan nama kaliang (Kampung Keling).
Belanda membuat akses menuju Pasar Atas dari berbagai sudut, berupa
tangga (janjang) : janjang Ampek Puluah, janjang gudang dan jalan pasar
lereng. Lahan yang terbatas menyebabkan Belanda membuat beberapa
pasar berdasarkan jenis barang yang dijual. Seperti daging dan ikan basah di
Pasar Lereng, sayur, buah, dan kelapa di Pasar Bawah.
Sejak masa pemerintahan Belanda sampai saat ini, Pasar Atas sudah
beberapa kali mengalami renovasi, karena kebakaran.
“Aur Kuning dulu tanah orang Kurai yang ‘dirampas’ Jepang. Kemudian
menjadi milik Pemda Bukittinggi setelah merdeka,” ujarnya.
Menurut Zul, para pengulu kepala diberi ’rumah’ di dekat jalan ke kebun
binatang. Mereka secara bergiliran disilahkan Belanda untuk memungut pajak
ke padagang yang berjualan di pasar tersebut.
“Para penghulu itu menyebut giliran mereka dengan babantai gadang (kalau
tidak salah). Untuk mengatakan, hari itu giliran mereka mendapat ‘bagian’atau
keuntungan dari pasar,” bilang Zul.
Sejak mengambil alih Bukittingi secara penuh tahun 1888, pemerintah Hindia
Belanda, mulai memegang kendali Pasar Bukittinggi secara penuh.
Disebutkan Zul, sejak zaman Jepang, para penghulu kepala tidak lagi
mendapat ‘jatah’ dari pengelolaan pasar. Berikutnya, sejak tahun 1947,
pengelolaan pasar diambil alih oleh pemerintah Bukittinggi, seiring
’penyerahan’ nagari Kurai menjadi bagian integral Kota Bukittinggi. (Tim)