Anda di halaman 1dari 9

Jembatan Siti Nurbaya Di Kota Padang Nan

Melegenda
Jembatan Siti Nurbaya Di Kota Padang Nan Melegenda Salah satu ikon wisata di Kota Padang
Sumatera Barat adalah Jembatan Siti Nurbaya. Jembatan ini adalah jembatan besar yang berdiri di
atas Sungai/Muara Batang Arau.
Panjang badan jembatan 100 meter dengan panjang total mulai dari kaki jembatan di jalan Nipah
sampai dengan jalan Batang Arau sepanjang 600 meter. Jembatan ini juga menghubungkan kota tua
Padang dengan Taman Siti Nurbaya, tempat Siti Nurbaya dimakamkan.

Asal Usul Nama Jembatan Siti Nurbaya

Gunung padang dimana siti nurbaya bertemu pertama kalinya dengan kekasihnya samsul bahri
Asal usul nama jembatan siti nurbaya karena jembatan ini menghubungkan kawasan Kota Tua
Padang di Berok Nipah dengan kaki Gunung Padang di seberangnya.
Gunung Padang sendiri menurut novel Siti Nurbaya, merupakan bukit di tepi pantai dimana Siti
Nurbaya pertama kali bertemu dengan kekasihnya Samsul Bahri, disitu juga mereka dimakamkan.
Terlepas dari kebenaran cerita Siti Nurbaya, memang terdapat sebuah makam di puncak gunung
Padang yang diklaim sebagai makam Siti Nurbaya.

Makam Siti Nurbaya di gunung padang


Wisata Jembatan Siti Nurbaya
Waktu yang paling cocok untuk mengunjungi lokasi wisata ini adalah pada waktu menjelang matahari
terbenam, karena Anda dapat menyaksikan keindahan pemandangan matahari terbenam dari
jembatan tersebut.

Keindahan Jembatan Siti Nurbaya menjelang terbenamnya matahari


Setelah itu area di sekitar jembatan akan dipenuhi oleh para penjual makanan yang
menawarkan kuliner khas Padang sumatera barat dengan harga yang cukup bersahabat, disini Anda
dapat mencicipi sate Padang, pisang bakar, jagung bakar dan berbagai minuman khas sesuai selera.

[Kota Tua Padang, Sumatera Barat


yang terlupakan] Pasar Tua
Posted on April 12, 2013
Kota tua merupakan saksi sejarah kota Padang, dibalik arsitektur bangunannya yang
mengagumkan menyimpan Misteri akan peristiwa sejarah di masa lampau. Inilah selintas
mengenai kota tua di Padang. Saya akan menuliskannya dalam beberapa postingan berseri.

Kota Padang adalah salah satu Kota tertua di pantai barat Sumatera di Lautan Hindia. Menurut
sumber sejarah pada awalnya (sebelum abad ke-17) Kota Padang dihuni oleh para nelayan, petani
garam dan pedagang. Ketika itu Padang belum begitu penting karena arus perdagangan orang
Minang mengarah ke pantai timur melalui sungai-sungai besar. Namun sejak Selat Malaka tidak
lagi aman dari persaingan dagang yang keras oleh bangsa asing serta banyaknya peperangan dan
pembajakan, maka arus perdagangan berpindah ke pantai barat Pulau Sumatera.

Suku Aceh adalah kelompok pertama yang datang setelah Malaka ditaklukkan oleh Portugis pada
akhir abad ke XVI. Sejak saat itu Pantai Tiku, Pariaman dan Inderapura yang dikuasai oleh raja-
raja muda wakil Pagaruyung berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan penting karena posisinya
dekat dengan sumber-sumber komoditi seperti lada, cengkeh, pala dan emas.

Kemudian Belanda datang mengincar Padang karena muaranya yang bagus dan cukup besar serta
udaranya yang nyaman dan berhasil menguasainya pada Tahun 1660 melalui perjanjian dengan
raja-raja muda wakil dari Pagaruyung. Tahun 1667 Belanda membangun gudang-gudang untuk
menumpuk barang sebelum dikapalkan melalui pelabuhan Muara Padang yang berada di muara
Batang (sungai) Arau. Kawasan inilah yang merupakan kawasan awal Kota Tua Padang. Batang
Arau yang berhulu sekitar 25 kilometer ke pegunungan Bukit Barisan merupakan salah satu dari
lima sungai di Padang. Sungai ini sangat penting karena posisinya sangat strategis dibanding
Batang Kuranji, Batang Tarung, Batang Tandis dan Batang Lagan. Status sebagai pusat
perniagaan kemudian memacu pertumbuhan fisik kota dan semakin berkembang pasca
terbangunnya pelabuhan Emma Haven yang sekarang disebut sebagai Teluk Bayur pada abad ke
19.

Menurut masyarakat setempat, kawasan kota ini dahulunya merupakan bagian dari kawasan
rantau yang didirikan oleh para perantau Minangkabau dari dataran tinggi (darek). Tempat
pemukiman pertama adalah perkampungan di pinggiran selatan Batang Arau di tempat yang
sekarang bernama Seberang Padang.Seperti kawasan rantau Minangkabau lainnya, pada awalnya
kawasan daerah pesisir pantai barat Sumatera berada di bawah pengaruh kerajaan Pagaruyung.
Namun pada awal abad ke-17 kawasan ini telah menjadi bagian dari kedaulatan kesultanan Aceh.
Sungai Batang Arau di Padang, Sumatera Barat, mengalir di kawasan Kota Lama Padang.
Kawasan inilah yang menjadi pusat niaga Kota Padang ketika Belanda masih bercokol di Sumatra
Barat. Maka kawasan ini menjadi salah satu tujuan yang menarik bagi pendatang, selain melihat
berbagai bangunan tua bergaya kolonial, campuran Tionghoa, bahkan perpaduan India Keling,
juga menikmati pemandangan sekitar kota Padang.

Pertama kali menyusuri kota tua di Padang, saya memulai dari jl. Pasar Gadang, Kawasan inilah
yang merupakan kawasan awal Kota Tua Padang. Konon katanya Belanda membangun gudang-
gudang untuk menumpuk barang sebelum dikapalkan melalui pelabuhan Muara Padang yang
berada di muara Batang Arau. Batang Arau yang berhulu sekitar 25 kilometer ke pegunungan
Bukit Barisan merupakan salah satu dari lima sungai di Padang. Sungai ini sangat penting karena
posisinya sangat strategis dibanding Batang Kuranji, Batang Tarung, Batang Tandis dan Batang
Lagan. Status sebagai pusat perniagaan kemudian memacu pertumbuhan fisik kota dan semakin
berkembang pasca terbangunnya pelabuhan Emma Haven yang sekarang disebut sebagai Teluk
Bayur pada abad ke 19. Kota ini lebih melesat lagi setelah ditemukannya tambang batubara di
Umbilin, Sawah Lunto/Sijunjung, oleh peneliti Belanda, De Greve. Namun sentra perdagangan
tetap di Muaro.

Bangunan tua di jl. Pasar Mudik


Bangunan tua di kawasan jl.Pasar Gadang

Bangunan tua di kawasan jl.Pasar Gadang

Bangunan tua di kawasan jl.Pasar Gadang


Saat menyusuri pasar lama di jl. Pasar Gadang saya tertarik dengan salah satu bangunan yang
bertuliskan 5 2 1918 kemungkinan besar gedung ini dibuat pada tanggal 2 Mei tahun 1918,
kalau di lihat dari bentuk bangunannya dan tahun pembuatannya gedung tersebut dibuat pada
zaman pemerintahan Belanda.

Sangat disayangkan, kawasan yang dahulunya pernah ramai dan menjadi cikal-bakal kota Padang
ini, kurang terawat. Sepanjang Muaro, Pasar Gadang, Pasar Mudik dan Pasar Batipuh saat ini
hanya difungsikan sebagai gudang saja. Nilai estetikanya kurang diperhatikan sebagian gedung-
gedung tersebut dibiarkan begitu saja menghitam karena timbunan lumut. Muaro masa kini
memang masih menjadi daerah perniagaan tetapi tidak seramai jaman dahulu.
Bangunan tua yang dibangun tanggal 5 2 1918 tampak tak terawat
Diujung jl. Pasar Padang saya menemukan bangunan yang tampak masih baru, tetapi sudah
berubah bentuk dari bentuk aslinya, menurut saya ini sangat disayangkan sekali karena nilai
history dari bangunan tersebut sudah hilang.

Bangunan tua yang sudah direnovasi


Selain bangunan di daerah Pondok, ada bangunan lama lainnya, antara lain Pasar Batipuh yang
dahulunya merupakan tempat transaksi dagang pada zaman penjajahan Belanda, ada juga
Museum Bank Indonesia yang dahulunya merupakan bekas De Javasche Bank.
Bangunan tua yang tidak terawatt di jl. Pasar Batipuh
Melihat begitu banyak gedung tua dan pasar tua di kawasan kota tua Padang ini, saya
membayangkan betapa kota Padang pada masa jayanya sudah ramai orang berniaga di sini,
pantaslah kalau banyak orang minang yang pandai berdagang.

Gunung Padang

Gunung Padang Legenda Hidup Siti Nurbaya

Gunung Padang merupakan objek wisata yang menjadi legenda hidup cerita Siti Nurbaya.
Bukit yang tak begitu tinggi tersebut, dimanfaatkan kalangan pencinta olahraga climbing
untuk menguji nyali

Gunung Padang merupakan objek wisata yang menjadi legenda hidup cerita Siti Nurbaya.
Bukit yang tak begitu tinggi tersebut, dimanfaatkan kalangan pencinta olahraga climbing
untuk menguji nyali. Tak jarang empat jalur pemanjatan yang ada di kawasan Siti Nurbaya
tersebut menjadi dinding alam favorit bagi para climber.
Tebing yang terbentuk dari batuan basal ini menjulang dengan ketinggian sekitar 30 meter.
Menariknya, tebing Gunung Padang menyediakan tingkat kesulitan yang bervariasi. Menurut
informasi, terdapat sekitar 4 jalur yang bisa dimanfaatkan para climber untuk menguji nyali.
Di antaranya Jalur H&R (5.9) dipanjat tahun 1991 oleh Harera dan Edu, Jalur Camp (5.11
c/d) dipanjat tahun 1990 oleh Rizal N Jalur Fasting (5.12) dipanjat tahun 1992 oleh Valdi dan
Jalur Trek Eureka (5.11 c/d) oleh Radit.

Selain menawarkan wisata alam, Gunung Padang juga menyimpan wisata sejarah. Di bukit
tersebut, pernah ditanam jasad Siti Nurbaya yang mewakili budaya kelam kawin paksa
wanita Minang. Kisah roman Kasih Tak Sampai: karangan Marah Rusli tersebut bermula dari
keelokan Gunung Padang.

Di Gunung Padang, pengunjung juga akan menjumpai sejumlah meriam tua peninggalan
tentara Jepang sebagai benteng pertahanan untuk menghalau musuh yang hendak masuk ke
tepian Muara Pantai Padang.

Akses menuju Gunung Padang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Pengunjung bisa
memarkirkan kendaraan di kaki gunung tersebut sebelum melanjutkan dengan berjalan kaki.
Uniknya, jalan menuju Gunung Padang itu pengunjung harus mendaki ratusan anak jenjang
yang panjang dan berliku. Kepenatan menaiki anak tangga akan terobati saat melempar
pandangan ke sebelah kanan.

Indahnya riak gelombang laut, semaraknya gedung-gedung yang menjulang di tengah Kota
Padang, dan belasan kapal nelayan lego jangkar, akan Anda temui. Panorama itu akan
mehilangkan kepenatan kaki Anda saat menghitung satu demi satu jenjang menuju puncak
Gunung Padang. Selain wisata sejarah, sekelompok anak muda juga memanfaatkan dataran di
puncak bukit sebagai areal camping. Ratusan kuburan cina dengan motif dan ukiran nan
indah akan menghiasi setiap jengkal puncak Gunung Padang
Pantai Air Manis

PANTAI Air Manis berkaitan erat dengan legenda Malin Kundang di


Sumatera Barat. Malin Kundang adalah karakter dalam dongeng yang
berubah menjadi batu, bersama-sama dengan kapalnya, setelah durhaka
kepada ibunya. Di tepi pantai, terdapat Batu Malin Kundang dan beberapa
perlengkapan kapalnya, yang juga berubah menjadi batu. Berdasarkan
cerita, Malin Kundang dikutuk oleh ibunya karena menolak mengakui
ibunya setelah bepergian ke daerah lain dan menjadi kaya.

Di balik cerita rakyat dan legenda Batu Malin Kundang ternyata batu ini
memang ada lho dan terletak di Pantai Air Manis. Pantai ini adalah tempat
wisata favorit bagi wisatawan lokal dan asing karena memiliki gelombang
yang rendah dan pemandangan indah Gunung Padang. Ada juga sebuah
pulau kecil bernama Pisang Kecil. Dari pagi hingga sore, Anda bisa
berjalan kaki ke pulau yang memiliki luas satu hektar ini melalui air
dangkal.

Di sore hari, air pasang mulai naik dan Anda harus menggunakan perahu
untuk kembali. Di sebelah kanannya, ada pulau lain yang disebut Pisang
Besar. Penduduk lokal di pulau ini sebagian besar petani dan nelayan.

Daya tarik legenda Malin Kundang sangat menarik wisatawan yang datang
ke Pantai Air Manis ini. Walaupun ketika melihat batu ini saya antara
percaya dan tidak akan kebenaran dari cerita tersebut, karena Batu Malin
Kundang ini semakin terkikis oleh ombak laut dan perbaikan batu ini yang
membuat menjadi tidak natural. Terlepas benar apa tidaknya cerita
tersebut, lebih baik kita menikmati keindahan Pantai Air Manis ini. Pantai
ini sangat panjang dan kita bisa berjalan dari ujung teluk ke ujung lainnya
sambil memotret keindahannya.
Selain menikmati keindahan pantai Anda juga bisa berkeliling pantai dan
menyeberang ke Pulau Pisang Kecil. Pengunjung juga bisa menyewa
perahu motor untuk mengunjungi Pulau Sikuai yang terletak di sebelah
Pulau Pisang. Dekat pantai, ada restoran yang menjual ikan bakar, nasi
kapau dan makanan ringan lainnya.

Pantai Air Manis terletak 15 km dari pusat Kota Padang, Sumatera Barat.
Dari Bandara Internasional Minangkabau, pengunjung bisa pergi ke Air
Manis melalui Kota Padang. Jika Anda ingin menggunakan transportasi
umum, pertama Anda harus pergi ke Plaza Sentral Pasar Raya dari pintu
keluar bandara di Simpang Ketaping. Dari pusat kota, Anda dapat
mengambil angkutan umum dengan trayek Padang-Bungus.

Selain bermain di air dan berenang, pengunjung bisa menyewa perahu


motor untuk mengunjungi Pulau Pisang Kecil dan Pisang Besar, kepulauan
yang terletak sekitar 500 meter dari pantai. Di Pulau Pisang Kecil,
pengunjung bisa duduk di bawah gazebo dan menikmati pemandangan
laut dan pantai. Jika Anda ingin bermalam di Pulau Pisang Besar, Anda
bisa tinggal di rumah penduduk setempat atau tenda Anda sendiri.

Ada banyak hotel di dekat pantai Air Manis. Anda juga bisa melakukan
perjalanan satu hari ke Padang, atau menginap di Pisang Besar atau Pulau
Sikuai.Jika Anda mengunjungi pantai Air Manis, Anda harus
mempersiapkan pakaian ekstra di dalam tas Anda. Pasalnya Anda pasti
akan tergoda untuk berenang atau berjalan-jalan ke Pulau Pisang Kecil.

Anda mungkin juga menyukai