Anda di halaman 1dari 10

Glodok

Glodok adalah salah satu bagian dari kota lama Jakarta. Secara administratif,
daerah ini merupakan Kelurahan yang termasuk dalam wilayah kecamatan Taman
Sari, Jakarta Barat. Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, daerah ini juga
dikenal sebagai Pecinan terbesar di Batavia dan dikenal sebagai pusat perdagangan
yang ramai. Dibangun pada 1743, kemudian dirubuhkan, lalu dibangun kembali
pada 1972. Arealnya terus meluas dari tahun ke tahun. Mayoritas warga Glodok
merupakan keturunan Tionghoa. Kini, Glodok telah menjelma menjadi pusat
perdagangan elektronik, alat-alat teknik industri, elektrik dan suku cadang yang
terbesar dan teramai di Asia Tenggara. Keistimewaannya, selain barangnya
berlimpah, juga tersedia dalam berbagai jenis, ukuran dan merek, serta harganya
lebih murah dibanding tempat lain.
Secara umum, dilihat dari produk yang dijajakan, kawasan ini bisa dibagi dua.
Pertama, daerah yang menjual barang elektronik. Ini meliputi Glodok Harco, Orion
dan Glodok Plaza, Glodok Makmur dan ruko-ruko dekat Glodok Plaza. Kedua,
daerah alat-alat teknik industri. Ini mencakup Glodok HWI, Glodok Jaya, Glodok
Metro, Glodok Blustru dan ruko-ruko dekat Glodok Jaya.

Sejarah
Kata Glodok berasal dari Bahasa Sunda "Golodog". Golodog berarti pintu
masuk rumah, karena Sunda Kelapa (Jakarta) merupakan pintu masuk ke kerajaan
Sunda Kelapa. Sebelum dikuasai Belanda, Sunda Kelapa dihuni oleh orang Sunda.
Perubahan 'G' jadi 'K' di belakang sering ditemukan pada kata-kata Sunda yg dieja
oleh orang non-Sunda, terutama suku Jawa dan Melayu yang kemudian banyak
menghuni Jakarta.
Nama Glodok juga berasal dari suara air pancuran dari sebuah gedung kecil
persegi delapan di tengah-tengah halaman gedung Balai Kota (Stadhuis), pusat
pemerintahan Belanda di kota Batavia. Di situ mengalir air bersih yang dapat

digunakan tak cuma bagi serdadu Belanda tapi juga dimanfaatkan minum bagi kudakuda serdadu usai mengadakan perjalanan

jauh. Bunyi

air pancurannya

grojok..grojok..grojok. Sehingga kemudian bunyi yang bersumber dari gedung kecil


persegi delapan itu dieja penduduk pribumi sebagai Glodok.
Dari nama pancuran akhirnya menjadi nama sebuah daerah yang kini
dikenal sebagai Pancoran atau orang di kawasan Jakarta Kota menyebutnya
dengan istilah Glodok Pancoran. Hingga kini kedua nama yakni Glodok dan Glodok
Pancoran masih akrab di telinga orang Jakarta, bahkan hingga ke luar Jakarta.

Glodok Tempo Dulu


Suasana kawasan Glodok tempo dulu masih kental dengan ciri-ciri Cinanya. Tulisantulisan Mandarin terlihat di semua toko dan tempat perdagangan, diselingi bahasa
Indonesia. Sementara rumah-rumah masih meniru tradisi di negeri leluhur - daratan
Cina, dengan genteng-genteng meruncing di bagian atasnya.

Glodok 1872

Glodok 1932

Pasar Glodok 1948

Toko di Kawasan Glodok 1953 - 1960


Reformasi - Kerusuhan Mei 1998

Glodok 1957

Pertengahan tahun 1998, kondisi perekonomian Indonesia sangatlah


memprihatinkan, situasi yang nantinya akan merujuk pada satu titik didih berbuntut
kerusuhan dan penjarahan massal.
Setelah masyarakat mulai mengalami keresahan tingkat tinggi, maka sangat
mudah beredarnya berbagai macam isu, terutama mengenai kesenjangan sosial.
Pribumi saat itu mayoritas berkutat pada bisnis kelas kecil dan menengah.

Kebanyakan dari mereka bangkrut dan ribuan orang kehilangan pekerjaan yang
sudah pasti tidak lagi memiliki penghasilan untuk menghidupi keluarganya.
Disaat seperti itu munculah isu bahwa orang-orang
nonpribumi, terutama Tionghoa, tidak mengalami hal-hal
yang sama seperti pribumi pada umumnya. Kecemburuan
sosial sangat cepat hadir dan mengompori jiwa - jiwa yang
kelaparan. Orang-orang Tionghoa dinilai oleh masyarakat
pribumi adalah orang - orang kaya dan masih bisa hidup
bermewah - mewahan dikala masyarakat pribumi dan
keluarganya kebingungan mencari uang untuk makan. Orang
- orang Tionghoa pun menjadi target penjarahan masyarakat
pribumi. Kawasan Glodok yang mayoritas

dihuni kaum

Tionghoa menjadi salah satu sasaran kerusuhan berbau


SARA pada Mei 1998. Pasar Glodok pun tak luput dari aksi
penjarahan dan perusakan massa. Glodok yang merupakan
kawasan pecinan terbesar di Jakarta diluluhlantahkan
sekaligus dibakar oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab,
sehingga ratusan warga etnis Tionghoa terbakar hidup-hidup
di kawasan ini.

Renovasi Pasca Kerusuhan


Pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang, umumnya bangunan di
kawasan Glodok dan sekitarnya, arsiteknya bergaya Tiongkok dan Belanda.
Bangunan Pasar Glodok yang baru berlantai tujuh, dengan arsitektur bergaya
Tiongkok. Menurut cerita para orang tua di daerah itu, dulunya Pasar Glodok
merupakan simbol kepala naga sebagai ciri kota perniagaan. Pasar Glodok tidak
dibangun dengan gaya arsitektur bangunan sebelumnya yang hangus dibakar
massa dalam kerusuhan pada Mei 1998. Hal ini berkaitan dengan program Pemda
DKI yang akan membangun kawasan Glodok dan sekitarnya sebagai China Town.

Sejak masa berdirinya, Pasar Glodok telah beberapa kali mengalami


perbaikan dan renovasi, karena terjadi kerusakan, kebakaran, dan kerusuhan.
Rentetan kejadian itulah yang menyebabkan Pasar Glodok mengalami renovasi dan
pembangunan kembali. Pasar Glodok adalah korban kerusuhan medio Mei 1998
yang paling parah di-banding lima pasar milik PD Pasar Jaya yang lain. Itulah
sebabnya, Pasar Glodok harus dibangun mulai dari dasar lagi. Saat ini, Pasar
Glodok telah memiliki bangunan baru yang secara administratif dikelola oleh PD
Pasar Jaya, dengan bentuk bangunan yang lebih modern, layaknya pusat-pusat
perbelanjaan modern lainnya.
Di pasar Glodok, para penikmat wisata belanja dapat melongok keindahan
arsitektur khas Cina yang telah berbaur dengan gaya lokal. Sejak mengalami
renovasi terakhir, tahun 2000, bangunan Pasar Glodok masih mempertahankan
arsitektur Cina, sebagai ciri utamanya. Hal ini untuk mempertahankan keserasian
dengan beberapa bangunan khas Cina yang masih bertahan di daerah Glodok.

Pasar Glodok

Harco Glodok

Menyusuri gang-gang sempit di kawasan perkampungan Pecinan, Glodok Jakarta


Barat, seakan memberi nuansa etnis China yang begitu kental. Dominasi warna
merah dan kuning sebagai warna khas masyarakat Tionghoa dapat dijumpai dengan
mudah. Bahkan bau khas hio, begitu menyengat tatkala kita menyusuri setiap lorong
yang ada di sana. Masih di kawasan Glodok, di Petak Sembilan, kita dibuat kagum
oleh dekorasi Cina di sepanjang jalan. Hampir di sisi sebelah kiri dan kanan dari
jalan penuh dengan ornamen yang membuat suasana lebih hidup.

Petak Sembilan Glodok

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Glodok
http://m.wisatamelayu.com/id/tour/782-Pasar-Glodok/navgeo
http://www.indonesiamedia.com/rubrik/berta/berta00june-glodok.htm
http://bimowiwoho.wordpress.com/2013/04/11/kerusuhan-sipil-dan-penjarahanmassal-di-jakarta-pada-tahun-1997-1998-penelitian-menggunakan-teoricollective-behaviour-smelser/
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Pasar_Glo
dok_te_Djakarta_TMnr_10014938.jpg
http://jakartalife.wordpress.com/2011/02/04/chinese-new-year-celebration-at-chinatown/
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=253704

Anda mungkin juga menyukai