Anda di halaman 1dari 2

Jam Gadang adalah landmark kota Bukittinggi tepatnya terletak di pusat kota Bukittinggi

Provinsi Sumatera Barat. Lokasinya di kelilingi oleh Pasar Bawah, Pasar Atas, Plaza Bukittinggi
dan Istana Bung Hatta Provinsi Sumatra Barat di Indonesia. Simbol khas Sumatera Barat ini pun
memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun. Nama Gadang sendiri
berasal dari bahasa Minangkabau yang berarti Gadang/besar, nama ini diambil karena jam yang
terdapat di keempat sisi menara tersebut yang berdiameter cukup besar, yaitu 80 cm. Dibalik
pembuatannya, ternyata Jam Gadang memiliki keunikan tersendiri, yaitu angka Romawi yang
terdapat pada jam tersebut. Tulisan angka empat yang ada di jam tersebut menyimpang dari pakem,
karena tertulis IIII, bukan IV. Namun di sinilah letak keunikannya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kota Sawahlunto adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Barat. Kota yang terletak 95 km
sebelah timur laut kota Padang ini, dikelilingi oleh 3 kabupaten di Sumatera Barat, yaitu kabupaten
Tanah Datar, kabupaten Solok, dan kabupaten Sijunjung. Pada masa pemerintah Hindia Belanda,
kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Kota ini sempat mati, setelah
penambangan batu bara dihentikan.

Sawahlunto berasal dari suku kata yaitu ”sawah” dan ”lunto”. Kedua suku kata yang dimaksud
merujuk kepada sawah yang terletak di sebuah lembah yang dialiri oleh sebuah anak sungai yang
bernama ”Batang Lunto atau Sungai Lunto”, yang sekaligus juga berfungsi untuk mengairi area
persawahan itu. Masyarakat Nagari Lunto meyakini bahwa kata ”lunto” itu berasal dari sebuah
legenda tentang sebuah pohon besar yang berbunga. Pohon itu berada di pinggir jalan yang selalu
dilintasi oleh penduduk Nagari Kubang dan Nagari Lunto. Pohon besar yang berbunga itu selalu
menjadi pusat perhatian dan tanda tanya baik setiap orang yang melewatinya. Setiap kali orang
menanyakan nama pohon tersebut, maka dijawab oleh penduduk setempat secara singkat dan cepat
dengan ungkapan ”luntau”. Ucapan kata ”luntau” yang cepat dengan logat yang khas daerah
tersebut kedengarannya menjadi ”Lunto”. Padahal luntau yang dimaksudkan dalam bahasa
Minangkabau lengkapnya adalah “alun tau atau belum tau”. Sehingga sungai tersebut dinamakan
‘Batang Lunto’. Karena sawah yang mereka garap tersebut dialiri oleh batang lunto, akhirnya
mereka memberi nama daerah itu dengan ”Sawahlunto”.
Kota Bukittinggi (bahasa Minang: Bukiktinggi) adalah kota dengan perekonomian terbesar kedua
di Provinsi Sumatra Barat. Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia. Kota ini pada zaman kolonial Belanda disebut dengan Fort de Kock
dan mendapat julukan sebagai Parijs van Sumatra. Bukittinggi dikenal sebagai kota perjuangan
bangsa dan merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri Republik Indonesia, di antaranya
adalah Mohammad Hatta dan Assaat yang masing-masing merupakan proklamator dan pejabat
presiden Republik Indonesia. Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Pegunungan Bukit Barisan
atau sekitar 90 km arah utara dari Kota Padang. Kota ini berada di tepi Ngarai Sianok dan
dikelilingi oleh dua gunung yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi.

Sejarah berdirinya Kota Bukittinggi diawali dengan adanya sebuah pasar yang berdiri serta
dikelola oleh penghulu Nagari Kurai. Orang Minangkabau biasa menyebutnya Pakan. Pakan
tersebut terletak di perbukitan yang tinggi sehingga disebut Bukittinggi untuk pasar di negeri
Kurai tersebut. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu pasar itu kemudian berubah nama menjadi
pasar ateh. Sementara nama Bukittinggi sendiri menjadi julukan untuk negeri Kurai.

Pada sumber lainya menyebutkan bahwa pasar itu diberi nama Bukik Kubangan kabau. Terjadi
pertemuan adat Suku Kurai yang kemudian mengganti nama menjadi Bukik Nan Tatinggi. Nama
Bukik (Bukit) yang terakhir itulah yang kemudian menjadi Bukittinggi. Sedangkan nama pasar
Kurai menjadi Pasar Bukittinggi.

Anda mungkin juga menyukai