Anda di halaman 1dari 89

BAB I

HUKUM EKONOMI

1.1. LATAR BELAKANG


Dalam setiap kedudukan kehidupan perekonomian yang sangat dbutuhkan oleh setiap
Negara, baik Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang menginginkan kelancaran
jalannya proses perekonomian. Sehingga membutuhkan ketaatan-ketaatan dalam setiap proses
ekonomi. Dengan adanya aspek hukum dalam ekonomi yang mengatur setiap jalannya
ekonomi, akan memperlancar dan mengatur perekonomian dengan aturan-aturan yang telah
ditentukan dan dibuat secara kesepakatan.
Banyak orang yang menyalahgunakan aturan hukum ekonomi. Yang seharusnya
dijalankan sesuai dengan aturan yang ditentukan, tetapi karena ingin kemudahan atau
kelancaran yang lebih cepat sehingga ia mengubah aturan tersebut. Disinilah sebenarnya
bagaimana aturan dalam ekonomi itu harus di laksanakan.

1.2. TUJUAN
Untuk menambah pengetahuan tentang aspek hukum dalam ekonomi dan mengulas
kembali pelajaran mata kuliah aspek hukum dalam ekonomi. Diharapkan juga agar dapat
bermanfaat bagi kita semua.
1.3. ASPEK HUKUM
1. Pentingnya Hukum Bagi Pelaku Ekonomi /Bisnis.
Dewasa ini aktivitas bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah ke
berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Hukum Ekonomi/Bisnis merupakan
salah satu pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi dan
pembangunan.
Dalam melakukan Ekonomi/bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari hukum
karena hukum sangat berperan mengatur bisnis agar ekonomi/bisnis bisa berjalan dengan
lancar, tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan
tersebut, contoh hukum ekonomi/bisnis adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UU No. 8 tahun 1999). Dalam undang-undang perlindungan konsumen dalam pasal disebut
diatur tentang kewajiban Pengusaha mencantumkan lebel halal dan kadaluarsa pada setiap
produk yang ia keluarkan. Dengan kewajiban tersebut konsumen terlindungi kesehatannya
karena ada jaminan perlindungan jika produk sudah daluarsa. Begitu juga dengan konsumen
umat Islam adanya lebel halal akan terjamin dari mengkonsumsi produk haram. Contoh-
contoh hukum yang mengatur dibidang Ekonomi/bisnis, Hukum Perusahaan (PT, CV,
Firma), Kepailitan, Pasar Modal, Penanaman Modal PMA/PMDN, Likuidasi, Merger,
Akuisisi, Perkreditan, Pembiayaan, Jaminan Hutang, Surat Berharga, Hukum
Ketenagakerjaan/Perburuhan, Hak Kekayaan Intelektual, Hukum Perjanjian (jual
beli/transaksi dagang), Hukum Perbankan, Hukum Pengangkutan, Hukum Investasi, Hukum
Teknologi, Perlindungan Konsumen, Hukum Anti Monopoli, Keagenan, Distribusi, Asuransi,
Perpajakan, Penyelesaian Sengketa Ekonomi/bisnis, Perdagangan Internasional/WTO,
Kewajiban Pembukuan, dll.
Dengan demikian jelas aturan-aturan hukum tesebut diatas sangat dibutuhkan dalam
dunia bisnis. Aturan-aturan hukum itu dibutuhkan karena :
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan/perjanjian bisnis itu membutuhkan sesuatu
yang lebih dari pada sekadar janji serta itikad baik saja.
2. Adanya kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya hukum yang dapat digunakan
seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, tidak memenuhi janjinya.
Disinilah peran hukum bisnis tersebut.
Untuk itu pemahaman Hukum Ekonomi/Bisnis dewasa ini dirasakan semakin penting,
baik oleh pelaku bisnis dan kalangan pembelajar hukum, praktisi hukum maupun pemerintah
sebagai pembuat regulasi kebijakan yang berkaitan dengan dunia usaha. Hal ini tidak terlepas
dari semakin intens dan dinamisnya aktifitas bisnis dalam berbagai sektor serta
mengglobalnya sistem perekonomian.
Menurut Ismail Saleh dalam bukunya “HUKUM DAN EKONOMI” 1996, :
”Memang benar ekonomi merupakan tulang punggung kesejehateraan masyarakat dan
memang benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tiang-tiang penopang kemajuan
suatu bangsa namun tidak dapat disangkal bahwa hukum merupakan pranata yang pada
akhirnya menentukan bagaimana kesejehateraan yang dicapai tersebut dapat dinikmati secara
merata, bagaimana keadilan sosial dapat diwujudkan dalam kehidupan masyarakat dan
bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membawa kebahagiaan rakyat
banyak”.
Berdasarkan hal diatas, sangatlah terlihat bahwa hukum sangat penting dalam dunia
ekonomi/bisnis sebagai alat pengatur bisnis tersebut. Kemajuan suatu ekonomi/bisnis tidak
akan berarti kalau kemajuan tidak berdampak pada kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati
secara merata oleh rakyat. Negara harus menjamin semua itu. Agar tidak ada terjadi
pengusaha kuat menindas pengusaha lemah, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin
miskin, sehingga tidak ada keseimbangan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Disinilah
peran hukum membatasi hal tersebut. Maka dibuat perangkat hukum yang mengatur dibidang
bisnis tersebut (hukum Ekonomi/bisnis).
Dengan telah dibuatnya Aspek Hukum Ekonomi/bisnis tersebut (peraturan perundang-
undangan) imbasnya adalah hukum ekonomi/bisnis tersebut harus diketahui/dipelajari oleh
pelaku bisnis sehingga bisnisnya berjalan sesuai dengan koridor hukum dan tidak
mempraktikkan bisnis yang bisa merugikan masyarakat luas (monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat).
Bagaimanapun juga adanya pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks
melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama ekonomi/bisnis yang terjadi sangat
beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman
kerjasama ekonomi/bisnis ini tentu saja melahirkan masalah serta tantangan baru karena
hukum harus siap untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.
2. Hukum, Bisnis dan Hukum Ekonomi/Bisnis
a. Hukum

Untuk itu pula ada baiknya memberikan Definisi Hukum sebagai acuan kita
untuk mempelajari mata kuliah Hukum Ekonomi /Bisnis.

Definisi hukum dari dulu para ahli belum ada satu kesatuan. Masing-masing
mereka mendefinisikan yang berbeda-beda pula namun maknanya sama. Mugkin itulah
ciri khas ilmu sosial bahwa sebuah definisi tidak harus baku. Lain hal dengan ilmu
eksak/pasti sebuah definisi harus ajeg dan tidak boleh berubah-rubah. Namun, tatkala
kita kan mempelajari hukum positif yaitu hukum yang berlaku di suatu negara seperti
negara Indonesia, maka tentu perlu sebuah batasan definisi sebagai acuan/pegangan
sehingga kita akan mudah dalam mempelajari sebuah hukum tersebut.

Mengapa masyarakat masih butuh hukum ? Padahal dalam kehidupan sehari-


hari sudah ada semacam peraturan-peraturan yang hidup yang mengatur pergaulan
mereka sehari-hari. Peraturan hidup yang dimaksud adalah norma/kaidah, seperti
norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan. Dimana norma-norma tersebut
sudah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Mengapa norma hukum
masih diperlukan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa perlunya norma hukum karena ketiga
norma tersebut tidak mampu memberikan secara langsung rasa keadilan dan kebenaran
bagi masyarakat. Norma agama hanya berlaku bagi agamanya masing-masing, tidak
berlaku secara menyeluruh bagi agama yang lain. Norma kesopanan dan kesusilaan
juga hanya berlaku pada golongan tertentu. Sebab bisa saja golongan satu menganggap
ini tidak sopan/tidak susila sementara golongan yang lain itu adalah sopan/susila.

Untuk itu perlu sebuah norma yang mengatur kepentingan yang sama dan
menyeluruh dalam penegakannya tanpa kecuali. Dalam hukum dikenal dengan istilah
berlaku secara unifikasi (berlaku bagi seluruh golongan). Norma semacam ini dapat
berlaku secara menyeluruh dikarenakan dalam pembuatan norma itu jelas, baik itu tata
cara pembuatannya, bentuknya maupun siapa yang membuat. Tata cara pembuatannya
tentu harus mengacu pada kepentingan-kepentingan masyarakat yang harus dilindungi.
Bentuknya tentu harus tertulis yang dikenal dengan istilah azas legalitas. Sedangkan
siapa yang membuatnya tentu lembaga yang berwenang sebagai lembaga perwakilan
yang berkepentingan (rakyat).

Hukum ? Apa itu hukum ? Banyak sekali para ahli memberikan definisi
hukum. Tidak ada kesamaan definitif atas definisi tersebut. Hal ini kata Prof. Dr.
Satjipto Rahardjo, SH, hukum ranahnya sangat luas. Namun walaupun para ahli tidak
mempunyai kesamaan dalam memberikan definisi. Hakikat dan maksud dari definisi
para ahli tersebut sama. Para fakar hukum sepakat bahwa dengan kompleksitas dan
multiperspektif, hukum tidak dapat didefinisikan secara komprehensif dan
representatif. Sebagaimana ditegaskan oleh Van Apeldoorn, tidaklah mungkin suatu
definisi untuk ”hukum”. Pernyataan tersebut bukanlah suatu pandangan yang
pesimistis, tetapi didasarkan pada kenyataan betapa kompleks dan multipersepektif
untuk mendefinisikan hukum. Dalam bukunya berjudul Inleiding tot de studie van Het
Netherlandse Recht, 1955, Apeldoorn menyebutkan bahwa hukum yang banyak
seginya dan meliputi segala macam yang menyebabkan tak mungkin orang membuat
suatu definisi apa sebenarnya hukum itu)

Beberapa Definisi Hukum :

1. Van Apeldoorn, hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga tidak
mungkin menyatakanya dalam (satu) rumusan yang memuaskan.
I Kisch, oleh karena hukum itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera maka
sukarlah untuk membuat definisi tentang hukum yang memuaskan.
2. Lemaire, hukum yang banyak seginya dan meliputi segala macam hal itu
menyebabkan tak mungkin orang membuat suatu definisi apapun hukum itu
sebenarnya.
3. E. Utrecht, Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus
ditaati oleh masyarakat itu.
4. SM. Amin, SH, Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari
norma dan sanksi-sanksi.
5. J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto, Hukum adalah peraturan-
peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam
lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan
yaitu hukuman tertentu.
6. M.H. Tirtaatmidjaja, SH, Hukum adalah semua aturan (norma yang harus diturut
dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman
mesti mengganti kerugian —- jika melanggar aturan-aturan itu akan
membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan
kemerdekaannya, di denda dsb.
7. Van Vollenhoven (Het adatrecht van Nederlandsche Indie), Hukum adalah suatu
gejala dalam pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan bentur
membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala lainnya.
8. Wirjono Prodjodikoro, hukum adalah rangkaian peraturan2 mengenai tingkah
laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat.
9. Soerojo Wignjodipoero, hukum adalah himpunan peraturan2 hidup yang bersifat
memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau perizinan untuk bebruat tidak
bebruat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan
masyarakat.
Walaupun kita mengkompilasi sejumlah pendapat sarjana dalam definisi apa
hukum itu, namun tetap tidak akan mampu memperoleh suatu definisi yang
memuaskan semua pihak. Namun demikian paling tidak dari sejumlah pendapat
sarjana diambil pemahaman yang saling melengkapi satu sama lain. Kita tidak
bebicara masalah puas atau tidak, tetapi memberikan pemahaman tentang pengertian
hukum. Untuk itu dari sekian definisi tersebut, penulis akan memberikan definisi
berdasarkan kesimpulan dari definisi-definisi para ahli tersebut. Tujuannya adalah
agar mahasiswa bisa memahami secara mendasar tentang hukum dalam rangka
mempelajari mata kuliah hukum bisnis selanjutnya.

“Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur pergaulan


hidup masyarakat, yang dibuat oleh lembaga yang berwenang, bersifat memaksa,
berisi perintah dan larangan yang apabila dilanggar akan mendapat sanksi yang
tegas”.

Berdasarkan Definisi di atas dapat diuraikan :

1. Himpunan Peraturan-peraturan yang mengatur pergaulan hidup masyarakat


maksudnya adalah bahwa hukum itu dibuat secara tertulis yang terdiri dari
kaedah yang yang mengatur kepentingan-kepentingan masyarakat maupun
negara.
Dibuat oleh lembaga yang berwenang adalah hukum tersebut dibuat oleh
lembaga yang benar-benar diberi amanat untuk membuatnya oleh rakyat asal
tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat sehingga masyarakata
aman, tentram, tertib dan damai.
2. Bersifat Memaksa karena hukum itu dalam penegakannya dapat dipaksakan
walaupun masyarakat menolaknya.
3. Berisi Perintah dan larangan maksudnya adalah bahwa hukum tersebut adanya
sesuatu yang harus dilaksanakan dan sesuatu harus ditinggalkan.
4. Adanya Sanksi yang tegas maksudnya adalah hukum tersebut apabila
dilanggar maka mendapat sanksi yang langsung dapat diberikan walaupun
melalui proses persidangan terlebih dahulu.

Perlu diketahui definisi diatas bersifat positivisme, maksudnya definisi dalam


arti Hukum Positif yaitu hukum yang berlaku dan dibentuk oleh negara atau atas
dasar kesepakatan yang diakui juga sebagai undang-undang.

b. Pengertian Hukum

Pengertian hukum dapat dibedakan menjadi pengertian hukum menurut para ahli
dan pengertian hukum secara umum. Pengertian hukum menurut para ahli yang
dimaksud disini adalah pengertian hukum yang diberikan oleh ahli hukum. Terdapat
beberapa pengertian hukum menurut para ahli yang berbeda-beda satu sama lain. Hal ini
terjadi karena hingga saat ini belum ada kesepahaman antara para ahli mengenai definisi
hukum yang dapat disepakati. Berikut ini adalah beberapa pengertian hukum menurut
para ahli hukum Indonesia maupun ahli hukum Luar Negeri.
 Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum di Indonesia

Berikut ini adalah beberapa pengertian hukum menurut para ahli hukum yang
berasal dari dalam negeri, antara lain:

1. M.H. Tirtaatmidjaja, SH.


Hukum adalah semua aturan norma yang harus diturut dalam tingkah laku
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti
kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau
harta .
2. Prof. Achmad Ali .
Seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam suatu sistem, yang
menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia
sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, yang bersumber
dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh
otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan
oleh warga masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalam kehidupannya dan
jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas
tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal.
3. Prof. Soedikno Mertokusumo.
Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu
kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam
suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan
sanksi

 Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum Luar Negeri.

Berikut ini adalah pengertian hukum menurut para ahli hukum yang berasal dari
luar negeri, antara lain:

1. Plato
Merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat
masyarakat

2. Aristoteles
Sesuatu yang sangat berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspresikan
bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para
hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap
pelanggar

3. Van Vanenhoven
Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan
berbenturan tanpa henti dari dan dengan gejala-gejala lain

4. Karl Marx
Suatu pencerminan dari hubungan umum ekonomis dalam masyarakat pada suatu
tahap perkembangan tertentu
Setelah diuraikan pengertian hukum menurut para ahli dari luar negeri dan pengertian
hukum menurut para ahli dari dalam negeri, selanjutnya mari kita lihat pengertian hukum
secara umum.

 Pengertian Hukum Secara Umum

Selain pengertian hukum menurut para ahli yang disebutkan diatas, terdapat juga
pengertian hukum secara umum sebagai berikut:
Himpunan peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat, dibuat oleh
lembaga yang berwenang dan bersifat memaksa serta berisi perintah dan larangan yang
apabila dilanggar akan mendapat sanksi.

C. Tujuan Hukum dan Sumber Hukum

 Tujuan Hukum

Secara singkat tujuan hukum terbagi atas 3 bagian, yaitu :


*keadilan
*kepastian
*kemanfaatan

Jadi, pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin


adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas
dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga serta mencegah agar tiap orang tidak
menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim
berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.

 Sumber Hukum

Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah: segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekutan yang bersifat memaksa,yakni
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.

Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal:

1. Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut,


misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat dan sebagainya.

2. Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah:

a) Undang-Undang (Statute)
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

b) Kebiasaan (Costum)
Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal sama.
c) Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Keputusan Hakim ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian
keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan (Standart-arresten)
untuk mengambil keputusan.

d) Traktat (Treaty)
Traktat yaitu perjanjian mengikat antara kedua belah pihak yang terkait
tentang suatu hal.

e) Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)


Doktrin yaitu pendapat sarjana hukum yang ternama juga mempunyai
kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.

D. Kaidah atau Norma Hukum

Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat untuk mengukur


apakah tindakan yang dilakukan merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima
atau tindakan yang menyimpang.Norma dibangun atas nilai sosial dan norma sosial
diciptakan untuk mempertahankan nilai sosial.

Jenis-Jenis Norma Sosial:

1. Norma Sosial Dilihat Dari Sanksinya:

1. Tata Cara .merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan
sanksi yang ringan terhadap pelanggarnya. Misal : aturan memegang garpu dan
sendok saat makan dan penyimpangannya : bersendawa saat makan.

2. Kebiasaan merupakan cara bertindak yang digemari oleh masyarakan dan


dilakukan berulang-ulang yang mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar
dari tata cara, misal : membuang sampah pada tempatnya dan penyimpangannya
: membuang sembarangan dan mendapat teguran bahkan digunjingkan
masyarakat.

3. Tata Kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama
dan ideolagi yang dianut masyarakat. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan
suatu perbuatan dan di lain pihak melarang suatu perbuatan sehingga secara
langsung ia merupakan alat pengendalian sosial agar anggota masyarakat
menyesuaikan tindakan-tindakan itu.

4. Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun kuat mengikat sehingga
anggota masyarakat yang melanggar adat akan menderita karena sanksi keras
yang kadang secara tidak langsung seperti pengucilan, dikeluarkan dari
masyarakat, atau harus memenuhi persyaratan tertentu.

5. Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis.
Sanksinya tegas dan merupakan suatu rangkaian aturan yang ditujukan kepada
anggota masyarakat yang beirsi ketentuan, perintah, kewajiban dan larangan
agar tercipta ketertiban dan keadilan.
2. Norma Sosial Dilihat dari Sumbernya:
a) Norma Agama, yakni ketentuan hidup yang bersumber dari ajaran
agama(wahyu dan revelasi)
b) Norma Kesopanan, ketentuan hidup yang berlaku dalam interaksi sosial
masyarakat
c) Norma Kesusilaan, ketentuan yang bersumber pada hati nurani,moral,atau
filsafat hidup
d) Norma Hukum, ketentuan tertulis yang berlaku dari kitab undang-undang
suatu negara

Fungsi Norma Sosial:

a) Sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat


b) Merupakan wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat
c) Suatu standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat

1.4 Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan
antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
jumlahnya terbatas. Sehingga, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi
yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari
dalam masyarakat.

Hukum Ekonomi di bedakan menjadi 2,yaitu :


1. Hukum Ekonomi Pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan
pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan
ekonomi Indonesia secara Nasional.

2. Hukum Ekonomi Sosial, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum


mengenai cara-cara pembangian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil
dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.

Asas-asas Hukum Ekonomi Indonesia :

a. Asas manfaat
b. Asas keadilan dan pemerataan yang berperikemanusiaan.
c. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan.
d. Asas kemandirian yang berwawasan kebangsaan.
e. Asas usaha bersama atau kekeluargaan
f. Asas demokrasi ekonomi.
g. Asas membangun tanpa merusak lingkungan.

Dasar Hukum Ekonomi Indonesia :

a. UUD 1945
b. Tap MPR
c. Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Keputusan Presiden
f. Sk Menteri
g. Peraturan Daerah

Ruang lingkup hukum ekonomi jika didasarkan pada klasifikasi Internasional


pembagiannya sbb:

1. Hukum ekonomi pertanian atau agraria,


2. Hukum ekonomi pertambangan.
3. Hukum ekonomi industri, industri pengolahan
4. Hukum ekonomi bangunan.
5. Hukum ekonomi perdagangan, termasuk juga norma-norma mengenai perhotelan
dan pariwisata.
6. Hukum ekonomi prasarana termasuk gas, listrik air, jalan.
7. Hukum ekonomi jasa-jasa, profesi dokter, advokad, pembantu rumah tangga,
tenaga kerja.
8. Hukum ekonomi angkutan
9. Hukum ekonomi pemerintahan termasuk juga pertahanan dan keamanan (hankam)

Sumber Hukum Ekonomi :

1. Meliputi : perundang-undangan; perjanjian; traktat;jurisprudensi; kebiasaan dan


pendapat sarjana (doktrin)
2. Tingkat kepentingan dan penggunaan sumber-sumber hukum. Hal ini sangat
tergantung pada kekhususan masing-masing masalah hukum atau sistem hukum
yang dianut di suatu negara.

Fungsi Hukum Ekonomi dalam Pembangunan :

a. Sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan


b. Sebagai sarana pembangunan
c. Sebagai sarana penegak keadilan
d. Sebagai sarana pendidikan masyarakat

Tugas Hukum Ekonomi :

a. Membentuk dan menyediakan sarana dan prasarana hukum bagi


b. Peningkatan pembangunan ekonomi
c. Perlindungan kepentingan ekonomi warga
d. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
e. Menyusun & menerapkan sanksi bagi pelanggar
f. Membantu terwujudnya tata ekonomi internasional baru melalui sarana & pranata
hukum.
BAB II
SUYEK DAN OBYEK HUKUM

2.1 Subyek Hukum (Manusia dan Badan Usaha)

1. Subyek Hukum

Subyek hukum adalah orang pembawa hak dan kewajiban atau setiap mahkluk
yang berwenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak, dan kewajiban
dalam lalu lintas hukum.

Subyek hukum terdiri dari 2 yaitu :

a. Manusia

Manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan
hak nya dan di jamin oleh hukum. Pada prinsipnya orang sebagai subyek hukum
dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut Pasal 2
KUHP, bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir
dan menjadi subyek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti dalam hal
kewarisan. Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka menurut
hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk subyek hukum.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subyek hukum, karena
tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :

1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah
2. Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan,
pemabuk, pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHP, yg sudah
dicabut oleh SEMA No.3/1963

b. Badan Hukum

Badan hukum adalah orang yang diciptakan oleh hukum. Jadi badan hukum
sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan persetujuan – persetujuan,
memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggotanya. Misalnya
suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :

a) Didirikan dengan akta notaris


b) Diumumkan dalam berita negara RI
c) Dimintakan pengesahan anggaran dasar kepada Menteri Kehakiman dan HAM
khusus untuk Badan Hukum Dana Pensiun oleh Menteri Keuangan

2.Badan hukum dibagi menjadi dua macam bagian, yaitu :

a) Badan Hukum Privat


Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang
didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan
banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang
didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya
perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

b) Badan Hukum Publik


Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang
didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau
orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang
dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan
secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang
diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah
Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.

2.3 Obyek Hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan
dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Misalkan benda-benda ekonomi,
yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan”
dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut
inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak
dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi
tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk
objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan
pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.

Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah
akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar matahari,
air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir melalui
sungai-sungai atau saluran-saluran air.

Bagian-Bagian Objek hukum dapat dibedakan menjadi :

a) Benda Bergerak
Dibedakan menjadi 2, benda bergerak karena sifatnya, dan benda bergerak
karena ketentuan undang-undang.

Benda Bergerak karena sifatnya :


Benda yang dapat dipindahkan : meja, kursi, lemari, dll.
Benda yang dapat bergerak sendiri : ternak

Benda Bergerak karena Ketentuan Undang – Undang : saham, obligasi, cek,


tagihan – tagihan, dll.

b) Benda tidak bergerak


Pengertian benda tidak bergerak adalah Penyerahan benda tetapi dahulu
dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk menyerahkan
suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum lain dalam
bentuk akta balik nama. dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Benda tidak bergerak karena sifatnya
Tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa
dikenal dengan benda tetap.
contohnya : pohon dan tanah

2. Benda tidak bergerak karena tujuannya


Segala apa yang meskipun tidak secara sungguh – sungguh digabungkan
dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk
waktu yang agak lama
contohnya : mesin pabrik

3. Benda tidak bergerak karena Ketentuan Undang-Undang


Segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak.

2.4 Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Utang (Jaminan


Umum dan Jaminan Khusus)

a. Jaminan Umum

Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH


Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan
bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak
maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang
dibuatnya.

Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur


menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang
kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan
yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada
alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila
telah memenuhi persyaratan antara lain :
- Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
- Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

b. Jaminan khusus

Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan
tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

1. Gadai
Dalam pasal 1150 KUH Perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang
diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh
debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Selain itu
memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari
barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-
biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di keluarkan untuk
memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
Sifat-sifat Gadai yakni :

i. Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud.

ii. Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian


pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu
lalai membayar hutangnya kembali.

iii. Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa
digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak
yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan
berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa
(aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta
hak paten.

iv. Hak Pemegang Gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak


selama gadai berlangsung :
a) Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang di gadaikan
atas kekuasaan sendiri (eigenmachti geverkoop. Hasil penjualan
diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya di
kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus di
lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat
dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.
b) Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa
biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda
gadai .
c) Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak
retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah hutang
dan bunga).
d) Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan)
dari kreditur-kreditur yang lain.
e) Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika
debitur menuntut di muka hukumsupaya barang gadai di jual
menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang
dan biaya serta bunga.

2. Hipotik
Hipotik berdasarkan Pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas
benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan
suatu perhutangan (verbintenis).

Sifat-sifat hipotik yakni :


- Bersifat Accesoir yakni seperti halnya dengan gadai.
- Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak hipotik
senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda
tersebut berada dalam Pasal 1163 ayat 2 KUH Perdata .
- Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de
preference) berdasarkan Pasal 1133-1134 ayat 2 KUH Perdata.
- Obyeknya benda-benda tetap.
Obyek hipotik yakni :

Sebelum dikeluarkan Undang-Undang No.4 Tahun1996, Hipotik berlaku untuk


benda tidak bergerak termasuk tanah namun sejak di keluarkan undang-undang No.4
tahun1996 tentang hak tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan berlakunya undang-undang HT
maka obyek hipotik hanya meliputi hal berikut :

Kapal laut dengan bobot 20 m³ ke atas berdasarkan pasal 509 KUH perdata,
pasal 314 ayat 4 KUH dagang dan undang-undang N0.12 tahun 1992 tentang pelayaran
sementara itu kapal berdasarkan pasal 509 KUH perdata menurut sifatnya adalah benda
bergerak karena bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan berdasarkan pasal 510
KUH perdata kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang, gilingan-gilingan dan
tempat pemandian yang di pasang di perahu atau berdiri terlepas dan benda-benda
sejenis itu adalah benda bergerak.

Namun Undang-Undang No.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran menyatakan


kapal merupakan kendaraan air dari jenis apapun kendaraan yang berdaya dukung
dinamis, kendaraan di bawah air, alat apung dan bangunan air tetap dan terapung,
sedangkan dalam pasal 314 KUH dagang mengatur bahwa kapal laut yang bermuatan
minimal 20m³ isi kotor dapat di bukukan di dalam suatu register kapal-kapal menurut
ketentuan-ketentuan yang akan di tetapkan dalam suatu undang-undang tersendiri.

Kapal terbang dan helikopter berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 1992


tentang penerbangan dalam hukum perdata status hukum pesawat udara adalah benda
tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat terbang dan helikopter dioperasikan
harus mempunyai tanda pendaftaran yang berlaku di Indonesia.
BAB III
HUKUM PERDATA

3.1 Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan


antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil
law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat
atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal
pembagian semacam ini.

KUHPerdata

Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang
berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia
adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan
Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah
dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai
UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.you

Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi
ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing
sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan
Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April
1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD


1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda
disebut juga Kitab Undang-Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum
perdata Indonesia.

3.2 Sejarah Singkat Hukum Perdata

Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia,
tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula dari benua Eropa, terutama di
Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis
dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu
sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa
tidak terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki peraturan-
peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.

Oleh karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian
hukum yang menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan
keseragaman hukum. Pada tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum
Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang
juga dapat disebut “Code Napoleon”.
Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi
anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman
Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab
undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.

Sejalan degan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja
Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk
Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon”
untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).

Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan


Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap
berlaku di Belanda (Nederland). Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah
beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda
mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya
5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan
WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan
bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais danCode de
Commerce. Dan pada tahun 1948,kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland
ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk
Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek vanKoophandle).

3.3 Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia

Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di


dalam masyarakat. Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat
materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.

Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan
kepentingan dari masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya
terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam
hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat tertentu.

Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang
sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya
hukum yang memuat segala aperaturan yang mengatur bagaimana caranya
melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.

 Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia

Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat
majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor
yaitu:
1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena
negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa
2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi
penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:

- Golongan Eropa dan yang dipersamakan


- Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang
dipersamakan.
- Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).

Pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-


masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang
diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:

1. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan
Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum
Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.

2. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku
Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan
rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup
dalam tindakan-tindakan rakyat

3. Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-
masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina,
India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat
baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum
tertentu saja.

Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia


ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S)
yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut

Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara
Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab Undang-undang yaitu di
Kodifikasi). Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang
berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).

Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab,
dan lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya,
dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di
bawah suatu peraturan bersama denagn bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik
secara umum maupun secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.

Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesai ditulis di dalam Undang-undang.


Maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka,
yaitu Hukum Adat. Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat
untuk bangsa Indonesia seperti:
a. Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).
b. Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 70
berhubungan dengan No 717).

Dan ada pula Peraturan-Peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga
negara, yaitu:

a. Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)


b. Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
c. Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
d. Ordonansi tentang Pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98)

3.4 Sistematika Hukum Perdata di Indonesia

Sistematika Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat pertama
yaitu, dari pemberlaku Undang-undang berisi:

 Buku I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri


seseorang dan hukum kekeluargaan.

 Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan
dan hukum waris.

 Buku III : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan
kewajiban timbal balik antar orang-orang atau pihak-pihak tetentu.

 Buku IV : Berisi tentang pembuktian dak daluarsa. Di dalamnya diatur tentang


alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa.

Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum/Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:

a. Hukum Tentang diri seseorang (Pribadi).


Yaitu mengatur tentang manusia sebagai subyek dan hukum, mengatur
tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk
bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentan hal-hal
yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

b. Hukum Kekeluargaan.
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan
kekeluargaan yaitu: perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak,
perwalian dan curatele.

c. Hukum Kekayaan.
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan
uang. Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap
tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang hanya
berlaku terhadap seseorang atau pihak tetetu saja dan karenanya dinamakan
hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat
terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.

Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat
terlihat.

Hak seorang pelukis atas karya lukisannya


Hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak
saja.

d. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meningal.
Disamping itu hukumwarisan mengatur akibat-akibat dari hubungan
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
BAB IV
Hukum Perjanjian dan Hukum Perikatan

4.1. Standar Kontrak

1.Menurut Mariam Darus, Standar Kontrak terbagi dua yaitu :


1. Kontrak Standar Umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih
dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak Standar Khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah
baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh
pemerintah.

2.Menurut Remi Syahdeini, Keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi
dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak
dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan

Suatu kontrak harus berisi:


a) Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
b) Subjek dan jangka waktu kontrak
c) Lingkup kontrak
d) Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
e) Kewajiban dan tanggung jawab
f) Pembatalan kontrak

4.2. Macam-macam Perjanjian

Jenis-jenis Perjanjian :
i. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
ii. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
iii. Perjanjian bernama dan tidak bernama
iv. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator
v. Perjanjian konsesual dan perjanjian real

Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut :


a) Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang
satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian
dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan
suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi
dirinya sendiri.

b) Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik


Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban
pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian
yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c) Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat
antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian
formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu,
yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain
diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.

d) Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran


Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah
mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V
sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama
ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah
perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit
dikualifikasikan.

4.3. Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian
harus memenuhi empat syarat yaitu :
a) Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian
itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang
diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak
ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang
untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya
setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut
hukum.
c) Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk
dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338
KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
d) Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk
mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal
ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila
atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab
yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.

Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat-
syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena
mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
4.4. Saat Lahirnya Perjanjian

Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :


1. Kesempatan penarikan kembali penawaran
2. Penentuan resiko
3. Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
4. Menentukan tempat terjadinya perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas
konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang
dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak
antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang
disepakati.

Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan


kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak
yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak
dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut
sepakat dan itu yang menimbulkan / melahirkan kontrak/perjanjian.

Ada beberapa Teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya
kontrak yaitu:

1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)


Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran
telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada
pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.

2. Teori Pengiriman (Verzending Theori)


Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya
kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya
kontrak.

3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)


Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi
diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.

4. Teori Penerimaan (Ontvangtheorie)


Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya
jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak
dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si
penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
4.5. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian Pembatalan Perjanjian

Suatu Perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya
terjadi karena :
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam
jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami
kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Pekerja meninggal dunia
4. Jangka waktu perjanjian kerja berakhir
5. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap
6. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.

Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami


kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
a) Terkait resolusi atau perintah pengadilan
b) Terlibat hokum
c) Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan
perjanjian

Pelaksanaan Perjanjian

Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif
untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian
yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh
diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

4.6. Hukum Perikatan

Hukum perikatan dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut
sistem terbuka, yakni setiap orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apapun
sesuai dengan kehendaknya, artinya dapat menyimpang dari yang sudah ditetapkan.

Perikatan adalah hubungan yang terjadi antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni
pihal yang satu berharap prestasi sedangkan pihak lainnya akan memenuhi prestasi,
begitu juga sebaliknya.
Dasar Hukum Perikatan

Dasar-dasar hukum perikatan dalam KUH Perdata terdapat tiga sumber, yaitu .

1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)


2. Perikatan yang timbul dari Undang—undang.
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi karena ada perbuatan pelanggaran hukum.

Asas-asas dalam Hukum Perjanjian

Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata, yakni menganut
asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.

1. Asas Kebebasan Berkontrak.


Asas kebebasan Berkontrak bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah
bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
2. Asas Konsensualisme.

Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat anatara para pihak mengenai hal-hal pokok dan tidak memerlukan suatu
formalitas. Dengan demikian jika dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
maka dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian inti dan bagian bukan inti.

Wanprestasi

Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang di
perjanjikan, misalnya ia lalai atau ingkar janji.

Akibat-Akibat Wanprestasi

1. Membayar ganti rugi yang diderita oleh kreditur


2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
3. Perlaihan risiko.
Hapusnya Perikatan

1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;


2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau pengikutan;
3. Pembaharuan utang;
4. Perjumpaan utang atau kompensasi;
5. Percampuran utang;
6. Pembebasan utang;
7. Musnahnya baran yang terutang;
8. Batal/Pembatalan;
9. Berlakunya suatu syarat batal;
10. Lewat waktu

Memorandum of Understanding (MoU)

MoU merupakan perkembangan baru dalam aspek hukum dalam ekonomi, karena di
Indonesia istilah MoU baru akhir-akhir ini dikenal. Sebelumnya dalam ilmu ekonomi
maupun ilmu hukum tidak ada.

Asas kebebasan berkomtrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada
para pihak untuk

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;


2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4. Menentukan bentuk perjanjian, tertulis atau lisan.

Seluruh kebebasan berkontrak tersebut dibatasi dengan rambu-rambu hukum yang


terdaftar.

Kedudukan yuridis suatu MoU terdapat dua perbedaan pendapat, adalah sebagai
berikut.

1. Pendapat yang mengatakan bahwa MoU hanya merupakan aggreement gentlement,


artinya hanya sebagai pengikat moral tanpa kewajiban hukum untuk memenuhinya.
2. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa sekali suatu perjanjian dibuat apapun
bentuknya tetap merupakan perjanjian, sehingga pengikat MoU yang
kedudukannya sama dengan perjanjian biasa.

Ciri-Ciri Memorandum of Understanding

1. Isinya seringkali ringkas, kadang hanya satu halaman saja


2. Berisikan hal-hal yang pokok saja
3. Hanya bersifat pendahuluan saja
4. Mempunyai jangka waktunya (1 bulan,6 bulan atau setahun)
5. Dibuat dalam bentuk perjanjian dibawah tangan
6. Tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk melakukan
sesuatu perjanjian lebih detail.

Tujuan Memorandum of understanding

Tujuan dari MoU ini adalah memberikan kesempatan kepada pihak yang bersepakat
untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika dilakukan
kerjasama.

Jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, tetapi jika sanksi-sanksi sudah
dicantumkan dalam MoU akan bertentangan dengan hukum perjanjian/perikatan.
BAB V
Hukum Dagang (KUHD)

5.1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan
perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus
menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum
perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan
hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum
tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex
generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat
umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum
Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

5.2. Berlakunya Hukum Dagang

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan


Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan
yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan
penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami
perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak
mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun
demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada
pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan
terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia
dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang.

5.3. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya

Pengusaha (pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan


usahanya secara bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari
satu orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan
yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang
disebut sebagai pembantu pengusaha.

Secara umum Pembantu Pengusaha dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:


a) Pembantu-pembantu pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko,
pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan
perusahaan.
b) Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara,
noratis, makelar, komisioner.

Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang


pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan
tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk
membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.

Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :


1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan

Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang


termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a) Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b) Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c) Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seseorang


pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan
tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang lain untuk
membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.

Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua


fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan
1. Pembantu di dalam perusahaan
Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub
ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian
perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, pemimpin filial,
pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.

2. Pembantu di Luar Perusahaan


Mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar
sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan
penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792
KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan
komisioner.

Dengan demikian , hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang


termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:
1. hubungan pemburuhan , sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
2. hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
3. hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata.

5.4. Pengusaha dan Kewajibannya


a) Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut
agamanya
b) Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu,
kecuali ada ijin penyimpangan
c) Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
d) Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan
e) Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
f) Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
g) Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-


undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
a. Membuat pembukuan ( sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan ), dan di dalam pasal 2 undang-
undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari
dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
i. Dokumen keuangan terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba,
rekening, jurnal transaksi harian )
ii. Dokumen lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang
mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung
denagn dokumen keuangan.
b. Mendaftarkan perusahaannya ( sesuai Undang0undang Nomor 3 tahun 1982
tentang Wajib daftar perusahaan ). Dengan adanya undang-undang nomor 3 tahun
1982 tentang wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang
menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985.

Berdasarkan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan


hapus, jika terjadi :
1. Perusahaan yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya
2. Perusahaaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa
3. Perusahaan yang bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan
suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap.

5.5. Bentuk-bentuk Badan Usaha

Secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan
dilihat dari status hukumnya.
a) Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya terdiri dari
perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan
b) Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahan
berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.

Didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :


1. Perusahaan Swasta
Perusahaan swasta terbagi menjadi 3 bentuk :

a) Perusahaan swasta nasional


b) Perusahaan swasta asing
c) Perusahaan patungan / campuran

2. Persahaan Negara
Perusahaan disebut dengan BUMN yang terdiri dari 3 bentuk :
a) Perusahaan Jawatan
b) Perusahaan Umum
c) Perusahaan Perseroan

5.6. Perseroan Terbatas (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007)

Perseroan Terbatas adalah kumpulan orang yang diberi hak dan pengakuan oleh
hukum untuk mencapai tujuan tertentu. Modal yang ada didalamnya adalah modal dasar,
modal yang ditempatkan, dan modal yang disetorkan. Sedangkan organ-organ yang ada
dalam PT adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris.

Dalam Perseroan Terbatas dapat terjadi penyatuan perusahaan yaitu dengan


penggabungan (merger), Peleburan (konsolidasi), Pengambilalihan (akuisisi).

a. Penggabungan (merger) adalah enggabungan dua atau lebih perusahaan ke dalam


satu perusahaan.
b. Peleburan (konsolidasi) adalah peleburan dua atau lebih perusahaan menjadi satu
perusahaan yang baru sama sekali, sementara tiap-tiap perusahaan yang meleburkan
diri berakhir kedudukannya sebagai badan hukum atau perusahaan.
c. Pengambilalihan (akuisisi) adalah pembelian seluruh atau sebagian saham dalam
satu atau lebih oleh perusahaan atau pemilik perusahaan lainnya.

5.7. Koperasi (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992)

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum
yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha
koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat 1. Dengan adanya
penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 koperasi berkedudukan sebagai soko guru
perekonomian nasional sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalma sistem
perekonomian nasional.

Sebagai salah satu pelaku ekonomi, koperasi merupakan organisasi ekonomi


yang berusaha menggerakkan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan
kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi tersebut terbatas dan dalam
mengembangkan koperasi harus mengutamakan kepentingan anggota, maka koperasi
harus mampu bekerja seefisien mungkin dan mengikuti prinsio-prinsip koperasi adn
kaidah-kaidah ekonomi.
Organ-organ dalam Koperasi yakni Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas.
5.8. Yayasan (Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-undang nomor 28
Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No 16 Tahun 2001)

Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan
bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan
persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang.
Organ-organ dalam yayasan meliputi Pembina, Pengurus dan Pengawas.

5.9. Badan Usaha Milik Negara

BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam
bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan
Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang Undang.
BAB VI
Wajib Daftar Perusahaan

6.1. Dasar hukum wajib daftar perusahaan

Pertama kali diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)


pasal 23 Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang
disediakan untuk itu pada Kepaniteraan raad van justitie (Pengadilan Negeri) daerah
hukum tempat kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero
diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang
diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari
daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar
resmi.

Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan
akta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada,
selanjutnya pada tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri
yaitu UUWDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan
KUHD sebagai ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap
perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran
perusahaan.

Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No.1
Tahun 1995, dengan adanya undang-undang tersebut maka hal-hal yang berkenaan
dengan PT seperti yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta
perubahannya dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.

Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan
Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan
Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib
Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007
tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan
berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan
peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi,
promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat,
meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana
WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)

Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang
lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer,
Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan
keputusan menteri yang berkompeten.
6.2. Ketentuan wajib daftar perusahaan

Dasar Pertimbangan Wajib Daftar Perusahaan


a) Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan
perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula
berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar
Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang
berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan
perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik
Indonesia
b) Adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan
pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang
sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat
secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin
perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha,
c) Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang
tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Ketentuan Umum Wajib Daftar Perusahaan

Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib


Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar
perusahaan adalah :
1. Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau
berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan
pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap
perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran
perusahaan. Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan
lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan
2. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha
yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba. Termasuk juga perusahaan-perusahaan
yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya,
yayasan
3. Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan
hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Dalam hal pengusaha
perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
4. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang
perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba
5. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.

6.3. Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan

Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat


secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk
semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya
tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin
kepastian berusaha (Pasal 2).
Tujuan Daftar Perusahaan :
1. Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data
serta keterangan lain tentang perusahaan.
2. Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan.
3. Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
4. Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
5. Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.

Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan
sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga
sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).

6.4. Kewajiban Pendaftaran

1. Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.


2. Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang
bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat
kuasa yang sah.
3. Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk
melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi
kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
4. Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di
wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara
Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan
perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan ( Pasal 5 ).

6.5. Cara & Tempat serta Waktu Pendaftaran

Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapka


oleh menteri pada kantor tempat pendaftaran. Pendaftaran dilakukan di Kantor
departemen perindustrian dan Perdagangan atau Dinas yang membidangi Perdagangan
Kabupaten/Kota selaku Kantor Pendaftaran Perusahaan (KPP)

Caranya:
i. Mengisi formulir pendaftaran yang disediakan
ii. Membayar biaya administrasi
iii. Pendaftaran Perusahan wajib dilakukan oleh pemilik/ pengurus/
penanggung jawab atau kuas perusahaan.

Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangkawaktu 3 bulan setelah perusahaan


mulai menjalankan usahanya. Suatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya
pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang.
6.6. Hal – hal yang wajib didaftarkan

Hal-hal yang wajib didaftarkan itu tergantung pada bentuk perusahaan, seperti
; perseroan terbatas, koperasi, persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa
oleh perbedaan bentuk perusahaan. Menurut H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi
contoh apa saja yang yang wajib didaftarkan bagi suatu Perusahaan berbentuk
Perseroan Terbatas sebagai berikut

A. Umum:

1. nama perseroan
2. merek perusahaan
3. tanggal pendirian perusahaan
4. jangka waktu berdirinya perusahaan
5. kegiatan pokok dan kegiatan lain dari kegiatan usaha perseroan
6. izin-izin usaha yang dimiliki
7. alamat perusahaan pada waktu didirikan dan perubahan selanjutnya
8. alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, agen serta perwakilan perseroan.

B. Mengenai Pengurus dan Komisaris


1. nama lengkap dengan alias-aliasnya
2. setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan nama sekarang
3. nomor dan tanggal tanda bukti diri
4. alamat tempat tinggal yang tetap
5. alamat dan tempat tinggal yang tetap, apabila tidak bertempat tinggal Indonesia
6. Tempat dan tanggal lahir
7. negara tempat tanggal lahir, bila dilahirkan di luar wilayah negara RI
8. kewarganegaran pada saat pendaftaran
9. setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan yang sekarang
10. tanda tangan
11. tanggal mulai menduduki jabatan

C. Kegiatan Usaha Lain-lain Oleh Setiap Pengurus dan Komisaris


1. modal dasar
2. banyaknya dan nilai nominal masing-masing saham
3. besarnya modal yang ditempatkan
4. besarnya modal yang disetor
5. tanggal dimulainya kegiatan usaha
6. tanggal dan nomor pengesahan badan hukum
7. tanggal pengajuan permintaan pendaftaran

D. Mengenai Setiap Pemegang Saham


1. nama lengkap dan alias-aliasnya
2. setiap namanya dulu bila berlainan dengan yang sekarang
3. nomor dan tanggal tanda bukti diri
4. alamat tempat tinggal yang tetap
5. alamat dan negara tempat tinggal yang tetap bila tidak bertempat tinggal di
Indonesia
6. tempat dan tanggal lahir
7. negara tempat lahir, jika dilahirkan di luar wilayah negara R.I
8. Kewarganegaraan
9. jumlah saham yang dimiliki
10. jumlah uang yang disetorkan atas tiap saham.

E. Akta Pendirian Perseroan

Pada waktu mendaftarkan, pengurus wajib menyerahkan salinan resmi akta


pendirian perseroan.
BAB VII
SURAT SURAT BERHARGA

6.1.Tujuan Instruksional Umum

Pada akhir pokok ini mahasiswa diharapkan dapat :

1. Memahami pengertian surat berharga dan ruang lingkup surat berharga

2. Memahami pengertian dan penggunaan surat berharga dan jenis-jenisnya

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan mengenai pengertian surah berharga

2. Menjelaskan mengenai jenis-jenis surat berharga

3. Menjelaskan mengenai surat yang berharga seperti cek dan wesel dan fungsi surat berharga

Ad. 1. Pengertian Surat Berharga

Sesuatu surat dapat dikatakan sebagai surat berharga apabila surat-surat tersebut mempunyai
nilai seperti uang tunai dan dapat ditukarkan dengan uang tunai.

Surat-surat berharga yang dikeluarkan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu :

a. Surat Berharga (Negotiable Instrument), dikatakan surat berharga apabila surat tersebut
sengaja diterbitkan sebagai pemenuhan suatu prestasi, berupa pembayaran sejumlah uang,
tetapi tidak dilakukan dengan mata uang melainkan dengan alat pembayaran lain seperti cek,
wesel, surat sanggup, commercial paper dll.

b. Surat yang Berharga (Letter of Value) merupakan surat yang diterbitkan sebagai pemenuhan
prestasi yang berupa bukan pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi
pemegangnya, seperti KTP, SIM, Kartu Kredit, ATM dll.
Ad. 2. Jenis- jenis Surat Berharga

Dalam lalu lintas uang dikenal dengan antara lain :

· Wesel, Cek, Bilyet Giro, Surat Sanggup, Commercial Paper, Surat Berharga Pasar Uang,
Garansi Bank, Sertifikat Bank Indonesia.

“Wesel” di dalam naskah surat wesel yang bersangkutan dan perintah tidak bersyarat untuk
membayar sejumlah uang tertentu ; nama orang yang harus membayar (tersangkut / tertarik),
penetapan hari bayar, penetapan tempat pembayaran yang harus dilakukan, tanggal dan tempat
wesel diterbitkan, dan tanda tangan penerbit.

Apabila salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi, maka surat tersebut tidak dapat diperlakukan
sebagai Surat Wesel, kecuali ada syarat pengecualian yang telah diaturnya.

Akseptasi adalah suatu pernyataan sanggup untuk membayar dari tertarik / pembayar yang
ditulis di atas surat-surat weselserta ditanda tangani. Maka terdapat suatu Hak Regres, yaitu
merupakan hak untuk menegur bagi setiap tertarik yang menolak untuk melakukan akseptasi /
menolak untuk menyetujui pembayaran wesel tersebut, walaupun hari pembayarannya belum
tiba.

Macam-macam wesel berdasarkan penentuan hari pembayaran surat wesel.

Terdapat 4 macam surat wesel di mana pengaturan hari pembayaran yang berlainan, yaitu :

1. Wesel yang harus dibayar pada saat ditunjukannya (wesel unjuk)

2. Wesel yang harus dibayar pada waktu setelah ditunjukkannnya (wesel setelah unjuk)

3. Wesel yang harus dibayar pada waktu sejak tanggal penarikannya

4. Wesel yang harus dibayar pada tanggal tertentu yang tertera dalam surat weselnya.

Pasal 132 ayat (2) KUH Dagang, apabila wesel yang hari bayarnya dilakukan dengan cara lain
selain ke-4 (empat) cara di atas atau menetapkan pembayaran dengan cara di atas atau
menetapkan pembayaran dengan cara diangsur maka dianggap batal demi hukum.

Ad. 3. Surat-surat berharga


CEK, merupakan warkat yang berisi perintah tidak bersyarat kepada bank-bank yang
memelihara rekening nasabah untuk membayarkan suatu jumlah uang tertentu kepada orang
tertentu atau yang ditunjuk olehnya atau pembawanya.

Dasar hukum pengaturan cek diatur dalam pasal 178 sampai dengan 229 KUH Dagang, di
samping itu ada tambahan penjelasan yang dimuat dalam surat edaran Bank Indonesia. Dalam
pasal 178 KUH Dagang ditentukan syarat untuk cek sebagai surat berharga :

1. Harus terdapat perkataan “Cek” dalam bahasa yang dipakai untuk merumuskan bunyi cek
tersebut.

2. Surat cek harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

3. Nama orang yang harus membayar (tertarik) harus selalu disuatu bank.

4. Penunjukkan tempat pembayaran.

5. Penyebutan tanggal dan tempat penarikan cek.

6. Tanda tangan yang menarik cek.

Apabila salah satu syarat tersebut di atas belum terpenuhi maka surat tersebut tidak dikatakan
sebagai cek menurut pasal 179 (1) KUH Dagang.

Cek merupakan salah satu surat berharga, karena itu hak atas cek dapat dipindah tangankan
kepada orang lain, dengan cara endosemen dan dilanjutkan dengan penyerahan.

Jenis-jenis cek berdasarkan ketentuan yang bersifat khusus menyebabkan adanya beberapa
jenis cek yaitu :

a. Cek atas unjuk / pembawa (Aan forder), di mana bank akan membayarkan kepada siapa saja
yang datang untuk meng-uang-kan cek tersebut kepadanya.

b. Cek atas nama (Aan order), di mana bank akan membayar kepada orang yang namanya
tercantum di dalam cek yang bersangkutan.
c. Cek atas pembawa, di mana bank akan memperlakukan cek semacam ini sebagai cek atas
unjuk, akan tetapi hal ini berbeda apabila sebutan pembawa dicoret, maka cek tersebut berlaku
sebagai cek atas nama.

d. Cek mundur (Post dated cheque), merupakan cek yang oleh penariknya diberi tanggal akan
datang, dengan demikian cek yang bersangkutan hanya dapat diuangkan pada tanggal yang
telah dicantumkan dalam cek yang bersangkutan.

e. Cek silang (Crossed cheque), merupakan cek yang diberikan tanda silang (crossed cheque)
// garis miring yang sejajar pada bagian muka. Tanda silang tersebut memberikan petunjuk
kepada bank pembayar bahwa cek tersebut hanya dapat dibayarkan kepada suatu bank yang
disebut di antara kedua garis silang sejajar, dengan demikian cek silang hanyalah untuk
disetorkan ke dalam rekening saja, sehingga cek yang bersangkutan hanya dapat dikliringkan
pada bank tersebut.

f. Cek kosong, merupakan cek yang pada saat diajukan kepada bank tertarik untuk diuangkan,
tidak tersedia dana yang cukup pada rekening nasabah penarik cek tersebut.

Apabila nasabah (pemegang rekening) tersebut melakukan penarikan cek kosong selama 3
(tiga) kali berturut-turut dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, maka rekening harus segera
ditutup dan penutupan harus dilaporkan kepada Bank Indonesia, yang berarti pemegang
rekening tersebut tidak boleh berhubungan dengan bank-bank yang ada di Indonesia maupun
di luar negeri.

Setiap pemegang hak atas cek mempunyak Hak Regrets apabila tidak berhasil menguangkan
cek yang diunjukkan kepada Bank karena bank menolak untuk membayarnya, oleh UU
diberikan hak untuk menuntut para penghutan (penerbit, endosan, avails) cek untuk melakukan
pembayaran asalkan cek yang dimaksud belum kadaluarsa.

Bilyet Giro

Merupakan surat perintah dari nasabah kepada Bank penyimpan dana untuk memindahkan
sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan
namanya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa bilyet giro merupakan surat yang
berharga dapat dialihkan/diperdagangkan serta ditukarkan dengan uang seperti halnya cek,
apabila bilyet giro tersebut tidak disebutkan tidak diisikan nama si penerima dana oleh
penariknya, sehingga mudah untuk dialihkan dari tangan yang satu ke tangan yang lain.

Dengan demikian pembayaran bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak
dapat dipindahtangankan melalui endosemen. Endosemen adalah penyerahan suatu surat atas
tertunjuk oleh seseorang yang berhak/pemegang kepada orang lain dengan disertai pernyataan
mengalihkan haknya atas surat yang ditulis pada surat tersebut.

Dasar hukum bagi bilyet giro, diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPB,
tanggal 4 Juli 1995 jo Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir, tanggal 4
Juli 1995.

Suatu Bilyet Giro harus memenuhi syarat format sebagai berikut:

1. Nama “Bilyet Giro” dan nomor bilyet giro yang bersangkutan

2. Nama tertarik

3. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahkan dana atas beban rekening penarik

4. Nama dan nomor rekening pemegang

5. Nama bank penerima

6. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-
lengkapnya.

7. Tempat dan tanggal penarikan

8. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai persyaratan
pembukaan rekening

Bilyet giro yang tidak memenuhi persyaratan di atas maka tidak berlaku sebagai bilyet giro.

Surat Sanggup (Surat Promes/aksep)


Merupakan surat yang dibuat oleh seseorang yang berisikan suatu kesanggupan untk membayar
sejumlah uang pada waktu tertentu.

Dasar hukum surat sanggup diatur dalam Pasal 174 sampai dengan Pasal 177 KIH Dagang.

Agar surat sanggup dapat dikatakan sebagai surat sanggup maka harus berisikan hal-hal
sebagai berikut:

1. Penyebutan “Surat Sanggup” dimuatkan dalam teksnya sendiri

2. Kesanggupan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu

3. Penetapan hari bayarnya

4. Penetapan tempat di mana pembayaran harus dilakukan

5. Nama orang yang kepadanya pembayaran harus dilakukan

6. Tanggal dan tempat surat sanggup itu ditandatangani

7. Tanda tangan orangyang mengeluarkan surat sanggup itu.

Salah satu di atas tida ada maka surat tersebut tidak dapat dikatakan sebagai surat sanggup,
kecuali:

a. Bila tidak menyebutkan hari bayarnyamaka dianggap dibayar pada saat diunjukkan

b. Bila tidak menyebutkan tempat pembayaran maka tempat penandatangan dianggap sebagai
tempat pembayaran

c. Bila tidak menyebutkan tempat ditandatangani maka dianggap ditanda tangani di tempat
yang tertera di samping nama penanda tangan.

Perbedaan poko antara surat sanggup dengan wesel adalah bahwa wesel merupakan surat
perintah membayar, sedangkan surat sanggup adalah surat janji/kesanggupan untuk membayar.
Karena wesel merupakan surat perintah untuk membayar maka dalam wesel ada pihak yang
diperintah untuk membayara yang disebut dengan tertarik, sedangkan dalam surat sanggup
tidak ada.
Surat sanggup dapat diterbitkan oleh subjek hukum baik yang merupakan subjek hukum
perorangan maupun badan hukum. Khusus surat sanggup yang diterbitkan oleh badan hukum
merupakan Perusahaan Pembiayaan (Financial Institution) yang diatur dalam Surat Keputusan
Menteri Keuangan No. 606/KMK/1995, tanggal 19 Desember 1995, yang pada intinya bahwa
perusahaan pembiayaan dalam menerbitkan surat sanggup berlaku beberapa ketentuan yaitu:

a. Perusahaan pembiayaan dialrang menerbitkan surat sanggup kecuali sebagai jaminan atas
hutan kepada bank yang menjadi kreditor

b. Perusahaan pembiayaan dilarang memberikan jaminan dalam segal bentuk kepada pihak lain

c. Surat sanggup yang diterbitkan sesuai dengan yang dimaksud pada huruf a diatas tidak dapat
dialihkan dan dikuasakan kepada pihak manapun juga (non negotiable).

Berdasarkan huruf b diatas, maka perusahaan pembiayaan tidak diperbolehkan menjadi


penjamin hutan pihak lain termasuk dalam bentuk corporate quarantee.

Commercial Paper

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia SE No. 28/49/UPG, tanggal 11 Agustus 1995
mengenai Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial
Paper) melalui Bank Umum di Indosia, yaitu merupakan surat sanggup tanpa jaminan
berjangka waktu pendek yang diterbitkan oleh perusahaan bukan bank dan diperdagangkan
melalui bank (Bank Umum sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan) atau perusahaan efek dengan sistem diskonto.

Commercial Paper dapat diterbitkan dan diperdagangkan melalui perbankan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

1. Mencantumkan:

a. Klausula sanggup dan kata-kata “Surat Sanggup” di dalam teksnya dan dinyatakan dalam
bahasa Indonesia

b. Janji tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu

c. Penetapan hari bayar


d. Penetapan tempat pembayaran

e. Nama pihak yang harus menerima pembayaran atau penggantian

f. Tanggal dan tempat CP diterbitkan

g. Tanda tangan penerbit

2. Berjangka waktu paling lama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari

3. Diterbitkan oleh perusahaan bukan bank yang berbadan hukum Indonesia

4. Telah memperoleh peringkat yang ditetapkan oleh lembaga dari Bapepam

5. Pada halaman muka CP sekurang-kurangnya dicantumkan hal-hal sebagai berikut:

a. Kata-kata “Surat Berharga Komersial” (Commercial Paper) yang ditulis setelah kata-kata
“Surat Sanggup”

b. Klausula dapat diperdagangkan pada bagian atas dan dicetak dengan huruf tebal

c. Pernyataan tanpa protes dan tanpa biaya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 jo Pasal
145 KUH Dagang

d. Nama bank atau perusahaan efek dan nama serta tanda tangan pejabat bank atau perusahaan
efek yang ditunjuk sebagai agen penerbit sebagai tanda keaslian CP, dengan menempatkan
logo bank atau perusahaan efek secara tidak menyolok

e. Nama dan almat bank yang ditunjuk sebagai agen pembayaran, dengan menempatkan logo
bank yang bersangkutan secara tidak menyolok

f. Nomor seri CP

g. Keterangan mengenai cara penguasaan CP sebagai berikut:

1) CP yang jatuh waktu dapat ditagihkan sejumlah nilai nominal pada agen

pembayaran selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak saat jatuh waktu.
2) Setelah jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut CP hanya dapat ditagihkan

langsung kepada penerbit.

h. Pada halaman belakan CP dicantumkan hal-hal sebagai berikut:

1) Pernyataan mengenai endossement blako tanpa hak regres dengan klausula untuk saya
kepada pembawa tanpa hak regres. Dengan pengertian bahwa pemindahtangan CP untuk
pertama kalinya dilakukan dengan cara endossement blako seperti diatur dalam Pasal 111 jo
Pasal 113 KUH Dagang sehingga CP dapat bersifat sebagai surat sanggup atas unjuk setelah
diendosir, dan untuk memenuhi persyaratan tanpa jaminan dari endosan, endosemen tersebut
harus dinyatakan dengan jelas yaitu tanpa hak regres (without recourse)

2) Cara penghitungan nilai tunai

i. CP yang pencantuman jumlah uangnya berbeda antara yang tertulis dalam angka dengan
yang tertulis dalam huruf, yang berlaku adalah jumlah dalam huruf selengkap-lengkapnya

j. CP yang jumlah uangnya dicantumkan berkali-kali dan tidak sama besarnya, maka yang
berlaku adalah jumlah yang terkecil.

k. Setiap perubahan alamat yang telah tertulis pada CP harus ditandatangani oleh penerbit dan
pengatur penerbitan di tempat kosong yang terdekat dengan perubahan dengan mencantumkan
tanggal perubahan tersebut dilakukan Persyaratan sebagai agen penerbit, agen pembayar,
pedagang efek dan pemodal atas suatu Commercial Paper harus memenuhi persyaratan yaitu:

1. Dalam 12 (dua belas) bulan terakhir tingkat kesehatan dan permodalan tergolong sehat

2. CP yang bersangkutan termasuk dalam kualitas investasi (investment grade) sebagaimana


ditetapkan olehlembaga pemerintah efek.

3. CP tersebut bukan diterbitkan oleh perusahaan yang merupakan anggota grup/kelompok


bank yang bersangkutan (tidak berlaku apabila bank bertindak sebagai pedagang efek).

4. CP tersebut bukan diterbitkan oleh perusahaan yang pada saat merencanakan penerbitan CP
dimaksud mempunyai pinjaman yang digolongkan diragukan dan macet sebagaimana diatus
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/22/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 26/4/BPPP masing-masing tertanggal 29 Mei 1993 tentang Kualitas Aktiva
Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif.

5. Kewajiban bank yang bertindak sebagai pengatur penerbitan adalah:

a. Menyiapkan dan menyebarluaskan memorandum penerbitan yang obyektif

b. Melaporkan kegiatan sebagai pengatur penerbitan CP kepada Bank Indonesia

6. Kewajiban bank yang bertindak sebagai agen penerbit adalah meneliti kebenaran prosedur
penerbitan CP baik dari segi administrasi maupun yuridis

7. Persyaratan bagi bank yang bertindak sebagai pemodal atas suatu CP adalah:

a. Pembelian CP oleh bank untuk kepentingan sendiri, diperlakukan sebagai pembelian surat
berharga.

b. Pembelian CP oleh bank tidak dapat diperhitungkan sebagai angsuran atau pelunasan kredit
bank secara langsung maupun tidak langsung yang telah diberikan oleh bank tersebut kepada
penerbit CP.

Pelanggaran oleh bank atas ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia mengenai CP dikenakan sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam Pasal 52
dan Pasal 53 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
BAB VIII

HUKUM ASURANSI

A. DEFINISI DAN UNSUR ASURANSI

Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen(peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang
Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana
harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan
karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.

Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst)


adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak
maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.

Beberapa hal penting mengenai asuransi:

1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh
Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan
ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang
Perlindungan Konsumen;
3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga
diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan;
4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan
perjanjian asuransi;
5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan
kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:

1. Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);


2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
4. Tujuan yang ingin dicapai;
5. Resiko dan premi;
6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
7. Syarat-syarat yang berlaku;
8. Polis asuransi.

B. TUJUAN ASURANSI
a. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta
kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi
(penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.

b. Pembayaran Ganti Kerugian


Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko
berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang
besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu
dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan
demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti
kerugian yang sungguh–sungguh diderita.
Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prinsip subrogasi (diatur
dalam pasal 1400 KUH Per) dimana penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang
pihak ketiga (penanggung/pihak asuransi) – yang membayar kepada si berpiutang (nilai klaim
asuransi) – terjadi baik karena persetujuan maupun karena undang-undang.
1. C. BERLAKUNYA ASURANSI
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi
walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan
disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya
premi. Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau
perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD).
A. POLIS ASURANSI
1. 1. Fungsi Polis
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam
bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji
khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan
tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polismerupakan alat bukti
tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.
Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya Tertanggung)
wajib memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau
kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan
(dispute).
1. 2. Isi Polis
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus
memuat syarat-syarat khusus berikut ini:

a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;

b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;

c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;

d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);


e. Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung;

f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;

g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji
khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE, jika
terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan
dengan siapa pemilik atau pemegang hak.
Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya harus
pula menyebutkan:

1. Letak barang tetap serta batas-batasnya;


2. Pemakaiannya;
3. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap
obyek pertanggungan;
4. Harga barang-barang yang dipertanggungkan;
5. Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barang-barang bergerak
yang dipertanggungkan itu berada.
Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi, perlu diperhatikan
tujuh aspek penutupannya, yaitu:
1. Bencana yang ditutup;
2. Yang ditutup;
3. Kerugian yang ditutup;
4. Orang-orang yang ditutup;
5. Lokasi-lokasi yang ditutup;
6. Jangka waktu yang ditutup;
7. Bahaya-bahaya yang dikecualikan.
1. 3. Jenis Klausula Asuransi
Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara tegas dalam
polis, yang lazim disebut Klausula asuransi yang maksudnya untuk mengetahui batas tanggung
jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut ditentukan oleh sifat objek asuransi itu,
bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara lain:

a. Klausula Premier Risque


Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah nilai benda terjadi kerugian,
penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang
diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan pada asuransi
pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.
b. Klausula All Risk
Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala resiko atau benda yang
diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat
peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal
276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD).
1. Klausula Total Loss Only (TLO)
Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya menanggung kerugian yang merupakan
kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.

1. d. Klausula Sudah Diketahui (All Seen)


Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini menentukan bahwa penanggung
sudah mengetahui keadaan, konstruksi, letak dan cara pemakaian bangunan yang
diasuransikan.

1. e. Klausula Renunsiasi (Renunciation)


Menurut Klausula penanggung tidak akan menggugat tertanggung, dengan alasan pasal 251
KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakuan secara jujur
atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. berarti apabila timbul kerugian
akibat evenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada
penanggung, maka penanggung tidak akan mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung
akan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung.
1. Klausula Free Particular Average (FPA)
Bahwa penaggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat
peristiwa khusus di laut (Particular Average) seperti ditentukan dalam pasal 709 KUHD
dengan kata lain penanggung menolak pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh
tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan
klausula FPA.
1. g. Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)
Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12 orang, yang
dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum
dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain,
yang belum dianggap sebagai huru-hara.
Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok pekerja,
minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja
kurang dari 24 orang),yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam usaha untuk
memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap
peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan oleh majikan.
Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana sejumlah besar massa
secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan suasana gangguan
ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta
rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda, sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan
umum, yang ditandai dengan terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat
perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut
selama minimal 24 jam secara terus menerus yang dimulai sebelum, selama atau setelah
kejadian tersebut.
1. 4. Hal yang harus diperhatikan:
Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam Polis yang
hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana dalam polis secara tegas dinyatakan
bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek
pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi (polis).
Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan hutang piutang antara Debitur dan
Kreditur dimana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga klausula ini
bukan merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam Polis.

E. JENIS ASURANSI

Asuransi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: Asuransi Kerugian dan
Asuransi Jiwa.
1. Asuransi Kerugian terdiri dari: a. Asuransi Kebakaran; b. Asuransi Kehilangan dan
Kerusakan;
c. Asuransi laut; d. Asuransi Pengangkutan; e. Asuransi Kredit.

2. Asuransi Jiwa terdiri dari


a. Asuransi Kecelakaan; b. Asuransi Kesehatan; c. Asuransi Jiwa Kredit.

F. BATALNYA ASURANSI
Suatu pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan suatu
perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak
memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:

1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada
penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251
KUHD);
2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal
269 KUHD);
3. memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui pengadilan
membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272
KUHD);
4. Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282
KUHD);
5. Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh
diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang
digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-
undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).
G. SANKSI

Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tetanggung dapat dikenakan
sanksi berupa:

1. Sanksi Administratif, (berlaku hanya untuk perusahaan perasuransian, bukan pada


tertanggung); dan
2. Sanksi Pidana.
1. 1. Sanksi Administratif
Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
1. Perizinan usaha;
2. Kesehatan keuangan;
3. Penyelenggaraan usaha;
4. Penyampaian laporan;
5. Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung;
dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan izin
usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:

1. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan


keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca
dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda
administratif Rp. 1.000.000.000 (satu juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;
2. Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak
menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan
dikenakan denda administratif Rp. 500.000 (lima ratus ribu Rupiah) untuk setiap hari
keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).
1. 2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU
Asuransi, berikut ini:

1. a. Terhadap pelaku utama


Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin usaha,
menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan
atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan
Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta
Rupiah).

1. b. Terhadap pelaku pembantu


Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali kekayaan
perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau patut diketahuinya
bahwa barang–barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau
Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, dianjam dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).
1. c. Terhadap pemalsu dokumen
Orang yang secara sendiri–sendiri atau bersama–sama melakukan pemalsuan atas dokumen
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi,
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000
(dua ratus lima puluh juta Rupiah).
BAB IX

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Pengertian

Istilah hak kekayaan intelektual terdiri dari dua kata yaitu hak kekayaan dan intelektual. Hak
kekayaan adalah hak yang mendapat perlindungan hukum, dalam arti orang lain dilarang
menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan inteletual berkenaan dengan kegiatan
intelektual berdasarkan kegiatan daya cipta dan daya pikir. Jadi hak kekayaan intelektual
adalah hak yang timbul dari kemampuan berpikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu
produk atau proses yang berguna untuk manusia.

Prinsip Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

1. Prinsip Ekonomi, yakni hak intelektual yang berkaitan dari kegiatan kreatif suatu
kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan
memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2. Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja
membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemilikannya.
3. Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk
meningkatkan kehidupan manusia.
4. Prinsip Sosial, yakni hak yang diakui oleh hukum dan telah diberiukan kepada
individu merupakan suatu kesatuan, sehingga perlindungan diberikan berdasarkan
keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

Hak Cipta

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan—pembatasan menurut peraturan perundang—undangan yang berlaku. Hak cipta
terdiri dari hak ekonomi dan hak moral.

Cipta yang dilindungi


1. Buku, Program, dan semua hasil karya tulisan;
2. Ceraamah,kuliah ,pidato, dan ciptaan lain yang berkaitan;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan;
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;
6. Seni rupa dan segala brntuk seni rupa;
7. Arsitektur;
8. Peta;
9. Seni batik;
10. Fotografi;
11. Sinematografi;
12. Terjemahan, tafsiran;

Sementara itu yang tidak ada hak cipta meliputi:

1. Hasil rapat terbuka;


2. Peraturan perundang-undangan;
3. Pidato kenegaraan;
4. Putusan pengadilan atau penetapan haki;
5. Keputusan badan arbitrase dan badan—badan lainnya.

Pelamggaran Hak Cipta

Pelanggaran terhadap hak cipta telah diatur dalam pasal 72 dan pasal 73 undan—undang
nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta, yang dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan
oleh negara untuk dimusnahkan.

Hak Paten

Hak paten merupakan hak eklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan.

Jangka Waktu Paten


Berdasarkan pasal 8 Undang—undang Nomor 14 tahun 2001 tentang paten, paten diberikan
dalam jangka waktu 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak
dapat diperpanjang.

Permohonan Paten

Sementara itu paten diberikan berdasarkan permohonan, permohonan paten diajukan dengan
membayar biaya kepada Direktorat Jenderal Hak Paten Departemen Kehakiman dan Ham
untuk memperoleh sertifikat hak atas paten.

Penyelesaian Sengketa

Pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan atas ganti rugi kepada
pengadilan niaga terhadap siapapun yang dengan sengaja atau tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dengan perundang—undangan ini.

Hak Merek

Pengertian hak merek berdasarkan pasal 1 Undang—undang nomor 15 tahun 2001 tentang
merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf—huruf, angka—
angka,susunan warna, atau kombinasi dari unsur—unsur tersebut. Hak atas merek adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merk yang terdaftar dalam daftar umum
merek untuk jangka waktu tertentu.

Pendaftaran Merek

Setiap permohonan merek diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Paten Departemen
Kehakiman dan HAM dan setiap permohonan yang telah disetujui akan mendapatkan lisensi
yang terdaftar dalam daftar umum merek. Sedangkan jangka waktunya adala selama 10 tahun
sejak lisensi diterima.

Perlindungan Varietas tanaman

Pengertian perlindungan varietas tanaman adalah perlindungan khusus yang diberikan negara
terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman terhadap varietas tanaman
yang dihasilkan. Dan jangka waktu yang diberikan selama 2o tahun sejak varietas tanaman
tersebut diberikan lisensi.
Subjek perlindungan varietas tanaman

1. varietas turunan esensial yang berasal dari suatu varietas yang dilindungi atau varietas
yang namanya telah terdaftar.
2. Varietas yang tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi.
3. Varietas yang diproduksi dengan selalu menggunakan varietas yang dilibdungi.

Dengan demikian hak varietas tanaman meliputi :

1. Memproduksi atau memperbanyak benih,


2. Menyiapkan untuk tujuan propagasi,
3. Mengiklankan,
4. Menawarkan,
5. Menjual atau memperdagangkan,
6. Mengekspor,
7. Mengimpor, dan
8. Mencadangkan untuk keperluan dalam butir a sampai dengan g.

Perlaihan Hak perlindungan Varietas Tanaman

Diatur dalam undang—undang nomor 29 tahun 2000 :

1. Pewarisan;
2. Hibah;
3. Wasiat;
4. Perjanjian dalam bentuk akta notaris;
5. Sebab lain yang dibenarkan undang—undang.

Berakhirnya Hak Perlindungan Varietas tanaman

Dalam pasal 56 Undang—undang no 29 Tahun 2000 :

1. Berkahirnya jangka waktu;


2. Pembatalan;
3. Pencabutan.

Rahasia Dagang
Pengertian rahasi adagang yang terkandung dalam undang—undang nomor 30 tahun 2000
tentang rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi
dan/atau bisnis yang mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan
dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Ruang lingkup rahasia dagang meliputi
metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang
teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilkai ekonomi. Jangka waktu perlindungan rahasia
hak dagang tidak terbatas lamaya sampai rahasia tersebut menjadi milik rahasia umum.

Objek Rahasia Dagang

1. Formula
2. Metode pengolahan bahan kimia dan makanan
3. Metode dalam menyelemggarakan usaha
4. Daftar konsumen
5. Tingkat kemampuan debitur mengembalikan kredit
6. Perencanaan
7. Rencana arsitektur
8. Tabulasi data
9. Informasi teknik manufaktur
10. Rummus—rumus perancangan
11. Rencana pemasaran
12. Perangkat lunak komputer
13. Kode—kode akses
14. Personal identification number (PIN)
15. Data pemasaran, dan
16. Rencana usaha.

Objek yang dilindungi

1. Semau informasi yang telah menjadi milik umum (publik)


2. Informasi yang telah dipublikasaikan di muka umum.

Pengalihan Hak Rahasia Dagang

1. Pewarisan;
2. Hibah;
3. Wasiat;
4. Perjanjian dalam bentuk akta notaris;
5. Sebab—sebab lain yang dibenarakan o leh perudang—undangan, misalnya putusan
pengadilan.

Desain Industri

Pengertian desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi, atau komposisi
garis warnam atau gabungan keduanya dalam bentuk 3 dimensi atau 2 dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola 2 dimensi atau 3 dimensi serta
dapat dipakai untuk menghasilkan suatu kerjinan tangan ,produk, atau komoditas lainnya.
Jangka waktu yang diberikan adalah 10 tahu sejak tanggal pemberian hak desain industri.

Sanksi

Setiap tindak pidana terhadap desain industri merupakan delik aduan yang dikenakan sanksi
pidana/ kurungan/ penjara dan denda.

Desain tata letak Sirkuit Terpadu

Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi yang didalamnya
terdapat berbagai elemen dan sekurang—kurangnya satu elemen tersebut adalah elemen aktif,
sebagian atau seleuruhnya saling berkaitan, serta dibentuk secara terpadu didalam sebuah
bahan semi konduktor dimaksudkan untuk menghasilkan suatu fungsi elektronik. Jangka
waktu yang diberikan terhadap tata letak sirkuit terpadu tersebut selama 10 tahun sejak
diberikan perlindugan.

Pengalihan Hak

1. Pewarisan;
2. Hibah;
3. Wasiat;
4. Perjanjian dalam bentuk akta notaris;
5. Sebab—sebab lain yang dibenarakan o leh perudang—undangan, misalnya putusan
pengadilan.
Sanksi

Setiap tindak pidana terhadap tata letak sirkuit terpadu merupakan delik aduan yang
dikenakan sanksi pidana/ kurungan/ penjara dan denda.
BAB X

PASAR MODAL

Pengertian pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek atau perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya atau
lembaga profesi yang berkaitan dengan efek untuk melakukan transaksi jual beli.

Dasar Hukum

1. Undang—Undang Nomor 8 Tahun 1995.


2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
4. SK Menteri Keuangan Nomor 645/KMK.010/1995.
5. SK Menteri Keuangan Nomor 646/KMK.010/1995.
6. SK Menteri Keuangan Nomor 647/KMK.010/1995.
7. Keputusan Presiden Nomor 117/1999.
8. Keputusan Presiden Nomor 120/1999.
9. Keputusan Presiden Nomor 121/1999.
10. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor SK 38/SK/1999.

Produk-Produk Yang Terdapat Dalam Pasar Modal

1. Saham, Saham Merupakan penyertaan dalam modal dasar suatu perseroan terbatas,
sebagai tanda bukti penyertaan tersebut dikeluarkan surat saham/saham kolektif kepada
pemegang saham. Hak—hak pemegang saham adalah deviden, suara dalam RUPS,
peningkatan modal atau selisih nilai yang mungkin ada.
2. Obligasi, Obligasi merupakan surat pernyataan utang dari perusahaan kepada para
pemberi pinjaman, yakni para pemegang obligasi. Hak-hak pemilik obligasi adalah
pembayaran bunga, pelunasan utang, penignkatan nilai modal yang mungkin ada,
apabila obligasi dijual kembali.
3. Reksadana, Reksadana merupakan sertifikat yang menjelaskan bahwa pemilik
menitipkan uang kepada pengelola reksadana untuk digunakan dalam investasi di pasar
modal atau pasar uang. Hak –hak pemilik sertifikat obligasi adalah dividen yang
dibayarkan secara berkala, peningktan nilai modal yang ada, apabila setifikat dijual
kembali, hak menjual kembali kepada PT Danareksa.

Para Pelaku Pasar Modal

1. Pelaku, yakni pembeli dana/modal baik perorangan maupun kelembagaan/badan usaha


yang menyisihkan kelebihan dana/uangnya untuk usaha yang bersifat produktif.
2. Emiten, yakni pihak yang melakukan penawaran ummum atau perusahaan yang
memperoleh dana melalui pasar modal. Sementara itu dalam pasar modal ada dua
kesempatan untuk menjadi pemodal, yakni pasar perdana dan pasar sekunder.
3. Komoditi, yakni barang yangdiperjual belikan, dapat berupa bursa uang, modal, timah,
karet, tembakau, minyak, emas, perkapalan, asuransi, perbankan dan lain lain.
4. Lembaga Penunjang, yakni lembaga yang terkait dalam kegiatan pasar modal serta
lembaga—lembaga swasta yang terkait sebagai profesi penunjang.
5. Investasi , yakni kegiatan menanamkan modal, baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan harapan pada waktunya mendapatkan sejumlah keuntungan.

Instansi yang terkait Dalam Pasar Modal

1. Badan Pengawas pasar modal, yaitu pengelola pasar modal dibawah departemen
keuangan.
2. Bursa Efek yaitu lembaga yang menyelenggarakn dan menyediakan sistem atau atau
sarana untuk mempertemukan pemilik modal dan yang membutuhkannya.
3. Lembaga Kliring dan Penjamin yaitu pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan
penjamin penyelesaian transaksi bursa.
4. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yaitu pihak yang menyelenggarakn kegiatan
custodian sentral bagi bank cusstodian, perusahaan efek, dan lain—lain.

Profesi Penunjang Pasar Modal

1. Notaris

Notaris adalah pejabat umum yang berhak membuat akta otentik dan terdaftar di Bapepam.

2. Konsultan Hukum
Konsultan Hukum adalah pihak yang memeberikan nasihat dan pendapat dari segi hukum
mengenai kewajiban yang mengikat perusahaan yang hendak go public secara hukum.

3. Akuntan Publik

Akuntan publik adalah pihak yang bertanggung jawab memberikan pendapat terhadap
kewajaran kewajiban laporan keuangan perusahaan yang hendak go public dan bukan
kebenaran atas laporan keuangan.

4. Perusahaan Penilai

Perusahaan penilai adalah pihak yang melakukan kegiatan penilaian kekayaan yang dimilik
oleh perusaah yang hendak go public.

Larangan Dalam Pasar Modal

1. Penipuan dan manipulasi dalam kegiatan efek.


2. Perdagangan orang dalam.
3. Larangan bagi orang dalam., yaitu mempengaruhi pihak lain dan memberikan informasi
terhadap pihak lain.
4. Larangan bagi pihak yang disamakan dengan orang dalam.
5. Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam.

Sanksi Terhadap Larangan

1. Sanksi administrasi, yaitu peringatan terulis, denda, pembatasan kegiatan usaha,


pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, pembatalan perjanjian, pembatalan
pendaftaran.
2. Sanksi pidana, yaitu dikenakan pelanggaran pidana di pasar modal dan denda
BAB XI

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pengertian

Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang—undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Asas dan Tujuan

1. Asas manfaat, segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus


memberikan manfaat yang sebesar—besarnya bagi konsumen.
2. Asas Keadilan, memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan kewajibannya.
3. Asas keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha , dan pemerintah dalam materi ataupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, untuk memberikan jaminan atas keamanan
dan keselamatan kepada konsumen atas penggunaan , pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum, yakni baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen.

Tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah :

1. Meningkatkan kesadaran ; kemampuan; kemandirian konsumen untuk melindungi diri


sendiri;
2. Mengangkat harkat martabat konsumen;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih.

Hak dan Kewajiban Konsumen:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang,


2. Hak untuk memilih,
3. Hak atas informasi yang benar dan jelas,
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya,
5. Hak untuk mendapatkan advokasi dalam perlindungan konsumen,
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan untuk konsumen,
7. Hak untuk diperlakukan dan dilayani,
8. Hak utuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi,
9. Hak-hak yang diatur dalam undang-0-undang.

Kewajiban

1. Membaca, mengikuti petunjuk informasi dan prosedur,


2. Beritikan baik dalam bertransaksi pembelian,
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati,
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa secara patuh.

Hak dan Kewajiban Pelaku usaha

Hak

1. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan,


2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas itikat konsumen yang tidak baik,
3. Hak untuk membela diri sepatutnya dalam perlindungan hukum,
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik bila telah terbukti bersalah dalam pengadilan,
5. Hak—hak yang diatur dalam undang—undang.

Kewajiban

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.


2. Melakukan informasi yang benar , jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang.
3. Memperlakukan konsumen secara benar.
4. Menjamin mutu barang atau jasa.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan mencoba barang yang
diperdagangakn.
6. Memeberi kompensasi dan/atau ganti rugi kepada pihak yang dirugiikan.

Tanggung Jawab Pelaku Usaha


Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas apa yang diperdagangkannya , tanggung
gugat produk timbul karena ada kerugian yang dialami pihak konsumen sebagai akibat dari
produk yang cacat. Bentuk kerugian jonsumen dengan ganti rugi berupa pengembalian uang,
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan,
dan/atau pemberian santunan sesuai dengan peraturan perundang—undangan yang berlaku.

Sanksi

Sanksi yang diberikan oleh Undand—undang Nomor 8 Tahun 1999 yang terulis dalam pasal
60 sampai dengan pasal 63 dapat berupa sanksi administratif , dan sanksi pidana pokok, serta
tambahan berupa penempatan barang tertentu, pengumunan keputusan hakim, pembayaran
ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan kerugian bagi pihak
konsumen.
BAB XII

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Berdasarkan undang-undang yang ada dan pembuktian lainnya dalam beberapa hukum negara
bahwa praktik monopoli tersebut harus dibuktikan adanya unsur-unsur yang mengakibatkan
persaingan tidak sehat berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Asas Tujuan

Dengan melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonom i
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan
umum. Seperti yang diatur dalam undang—undang sebagai berikut :

1. Menjaga kepentingan umum dan menjaga efisiensi ekonomi nasional,


2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan yang sehat,
sehingga menjamin adanya kesempatan berusaha yang sama.
3. Mencegah praktik monopoli dan persaingan tidak sehat,
4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis adalah monopoli, monopsoni, penguasaan pasar,
persekongkolan, dominan, jabatasn rangkap, pemilikan saham mayoritas dalam perusahaan
sejenis dan persaingan tidak sehat.

1. Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-kurangnya


sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat
dikendalikan.
2. Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang
pembeli, oligopsoni yang terbatas terhadap seorang pembeli.
3. Penguasaan pasar adalah proses, cara atau perbuatan menguasai pasar. Dengan
demikian pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri
ataupun bersama—sama pelaku usaha lainnya.
4. Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan sesuatu kejahatan atau
kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang dalam undang-undang
no 5 tahun 1999.
5. Posisi Dominan artinya pengaruhnya sangat kuat yang merupakan suatu keadaan
dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan
dalam pasar yang digelutinya.
6. Jabatan Rangkap adalah seseorang yang menduduki jabatan direksi atau komisaris dari
suatu perusahaan pada waktu yang bersamaan dalam suatu perusahaan.
7. Pemilikan saham adalah pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada
beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan yang sama dalam mendirikan
perusahaan.
8. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambil alihan adalah mengarahkan pelaku usaha
yang berbadan hukum ataupun tidak untuk menjalankan usahanya secara terus menerus
dan tetap dengan tujuan mencari keuntungan.

Perjanjian yang Dilarang

Dalam bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha, antara lain oligopoli, penetapan
harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, dan
perjanjian dengan pihak luar negeri.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli atau
persaingan secara tidak sehat.

Sanksi

Ketentuan pemberian sanksi terhadap pelanggaran bagi pelaku usaha yang melanggar
undang—undang ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok , antara lain sanksi
administratif yaitu sanksi dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, atau pemberhentian
tindakan produksi yang melanggar konsumen dan sanksi pidana pokok dan tambahan yaitu
sanksi yang dierikan denda antara lain adalah pencabutan izin usaha, penghentian kegiatan
usaha, larangan bagi terdakwa untuk menduduki jabatan tertentu.
BAB XIII

KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN HUTANG

Sejak tahun 1998 kepailitan diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun
1998 tentang Kepailitan, kemudian ditetapkan dengan UU Nomor 4 Tahun 1998 dan telah
diperbaharui dengan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.

Undang-undang ini didasarkan pada asas-asas berikut ini:

1. Asas Keseimbangan

Di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, sedangkan pihak lain dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan yang tidak beritikad baik.

2. Asas Kelangsungan Usaha

Ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor prospektif tetap dilangsungkan.

3. Asas Keadilan

Mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran


atas tiap tagihan terhadap debitor dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.

4. Asas Integrasi

Sitem hukum formil dan materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum
perdata dan hukum acara perdata nasional.

1. Pengertian Pailit

Pasal 1 butir 7 mengartikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitor pailit
(Pasal 1 butir 4: debitor yang sudah dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan) yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Dalam Pasal 1 butir 7 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan utang adalah kewajiban yang
dinyatakan dalam jumlah uang, baik mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari karena perjanjian atau undang-undang
dan wajib dipenuhi oleh debitor, bila tidak dipenuhi kreditor berhak mendapat pemenuhannya
dari harta kekayaan debitor.

2. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan

1. Debitor yang memiliki minimal dua kreditor yang tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit
oleh pengadilan, baik atas permohonan sendiri maupun satu atau lebih
kreditornya
2. Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan kepentingan
umum, misalnya:
1. Debitor melarikan diri
2. Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan
3. Debitor berutang kepada BUMN / badan usaha lain penghimpun dana
masyarakat
4. Debitor berutang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat
luas
5. Debitor tidak beritikad baik/kooperatif dalam menyelesaikan masalah
utang piutang yang telah jatuh waktu
6. Dalam hal lainnya menurut kejaksaan adalah kepentingan umum
7. Debitor adalah bank maka permohonan pernyataan pailit bagi bank
sepenuhnya merupakan kewenangan BI
8. Debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan
penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian, permohonan hanya
dapat diajukan oleh BPPM karena lembaga tsb melakukan kegiatan
yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam
efek di bawah pengawasan BPPM
9. Debitor adalah perusahaan asuransi, reasuransi, dana pension, atau
BUMN di bidang kepentingan public maka permohonan pernyataan
pailit sepenuhnya ada pada menteri keuangan.
Putusan pernyataan pailit yang berkaitan dengn undang-undang ini diputuskan oleh pengadilan
di daerah tempat kedudukan hukum debitor. Jika debitor telah meninggalkan wilayah RI,
pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyatan pailit adalah
pengadilan di daerah tempat kedudukan hukum terakhir debitor. Jadi pengadilan yang berhak
adalah pengadilan niaga dalam lingkungan peradilan umum.

Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
dan dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan diajukan suatu upaya hukum.

Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan/diucapkan setiap kreditor,
kejaksaan, BI, BPPM, atau menteri keuangan dapat mengajukan permohonan kepada
pengadilan untuk:

1. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian/seluruh kekayaan debitor


2. Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan
pembubaran kepada kreditor, pengalihan atau penggunaan kekayaan debitor dalam
kepailitan merupakan wewenang kurator.

Dengan demikian, dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat kurator dan hakim pengawas
yang ditunjuk oleh hakim pengadilan niaga yang mengawasi pengurusan dan pemberesan harta
pailit yang dilakukan oleh kurator.

Kedudukan Wewenang

Hakim Pengawas Memimpin pelaksanaan kepailitan berbagai kewenangna yang


ada padanya sebagaimana diatur dalam pasal UUK.Pengadilan
wajib mendengar pendapat hakim pengawas sebelum
mengambil keputusan mengenai pengurusan atau pemberesan
harta pailit

Kurator Mengurus atau membereskan harta pailit sejak tanggal putusan


pailit diucapkan meski terhadap putusan tersebut diajukan
kasasi atau peninjauan kembali

Dalam hal putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau peninjauan
kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan kurator sebelum tanggal kurator menerima
pemberitahuan tentang putusan pembatalan tetap sah dan mengikat debitor. Perbuatan kurator
tak dapat digugat di pengadilan mana pun.

Bila kreditor atau debitor tidak mengajukan usul pengangkatan kurator ke pengadilan maka
Balai Harta Peninggalan (BHP) bertindak selaku kurator, namun bila yang bukan BHP diangkat
sebagai kurator maka kurator tsb harus independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan
dengan pihak kreditor dan debitor.

3. Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya

Demi hukum debitor telah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya
yang termasuk dalam harta pailit. Bila debitor adalah perseroan terbatas, organ perseroan tsb
tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan
berkurangnya harta pailit maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit adalah
wewenang kurator. Putusan dihitung sejak tanggal pernyataan pailit diucapkan sejak pukul
00.00 waktu setempat.

Namun ketentuan sebagaimana dalam Pasal 21 di atas tidak berlaku terhadap barang-barang
sbb:

1. Benda termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan
pekerjaannya, bagian makanan untuk tiga puluh hari bagi debitor dan keluarganya yang
terdapat di tempat itu
2. Segala sesuatu yang diperoleh dari debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian
atau jasa sebagai upah, pensiun, uang tunggu, uang tunjangan sejauh yang ditentukan
oleh hakim pengawas
3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi kewajiban memberi nafkah
menurut undang-undang

4. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengurusan Harta Pailit

1. Hakim pengawas (mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit)


2. Kurator (mengurus dan atau membereskan harta pailit)

Dalam Pasal 70, kurator dapat dilakukan oleh BHP dan kurator lain sbb:
1. Orang-perseorangan yang berdomisili di Indonesia yang memiliki keahlian khusus
yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit
2. Terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
hukum dan peraturan perundang-undangan.

Kurator dapat meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan berdasarkan alasan
pengamanan harta pailit melalui hakim pengawas. Kurator harus membuat pencatatan harta
pailit paling lambat dua hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai kurator.
Pencatatan tsb dapat dilakukan di bawah tangan oleh kurator dengan persetujuan hakim
pengawas.

1. Panitia kreditor yang terdiri atas tiga orang yang dipilih dari kreditor yang telah
mendaftarkan diri untuk diverifikasi dengan maksud memberi nasihat kepada kurator.

Kreditor yang diangkat dapat mewakilkan tugas-tugasnya dalam panitia kepada orang lain dan
dapat mengadakan rapat dengan kurator bila dimintai nasihat. Namun kurator tidak terikat pada
pendapat panitia kreditor sehingga jika kurator tidak menyetujui pendapat panitia kreditor
maka kurator wajib memberitahukan hal tsb kepada panitia kreditor dalam waktu tiga hari.

Dalam rapat kreditor (seperti rapat verifikasi, rapat membicarakan akur, rapat luasr biasa, dan
rapat pemberesan hart pailit), kurator wajib hadir dan hakim pengawas bertindak sebagai ketua.

5. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Dalam Pasal 222, penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh debitor yang
memiliki lebih dari satu kreditor. Penundaan ini diberikan jika debitor tidak dapat membayar
utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih dengan maksud mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.

Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diajukan kepada pengadilan niaga
dengan ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya. Permohonan tersebut harus disertai
daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitor beserta surat bukti secukupnya.

Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut perpanjangannya ditetapkan


pengadilan berdasarkan:
1. Persetujuan lebih dari 1/2 jumlah kreditor konkruen yang haknya diakui yang hadir dan
mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara
diakui dari kreditor konkruen atau kuasanya yang hadir dalam sidang tsb
2. Persetujuan lebih dari 1/2 jumlah kreditor tentang hak suara kreditor yang piutangnya
dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas
kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh
tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tsb.

Selama penundaan kewajiban pembayaran, debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat
melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Bila
debitor melanggar ketentuan tsb, pengurus berhak melakukan segala sesuatu yang diperlukan
untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan.

6. Pencocokan (Verifikasi) Piutang

Pencocokan piutang akan menentukan perimbangan dan urutan hak masing-masing kreditor
yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak putusan pernyataan pailit yang memiliki kekuatan
hukum tetap.

Dalam hal ini hakim pengawas dapat menetapkan:

1. Batas akhir pengajuan tagihan


2. Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besar pajak sesuai undang-undang di
bidang perpajakan
3. Hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan ulang

Semua kreditor wajib menyerahkan piutangnya masing-masing kepada kurator disertai dengan
perhitungan/keterangan tertulis lainnya yang menunjukkan sifat dan jumlah piutang, disertai
dengan surat bukti atau salinannya dan suatu pernyataan ada atau tidaknya kreditor mempunyai
suatu hak istimewa, hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan , hipotik, hak agunan atas
kebendaan lainnya, atau hak untuk menahan benda.

Dengan demikian kurator berkewajiban mencocokkan perhitungan yang dimasukkan dengan


catatan dan keterangan bahwa debitor telah pailit. Setelah itu kurator harus membuat daftar
piutang dengan memilah-milah antara piutang yang disetujui dan yang dibantah. Salinan daftar
piutang tsb harus diletakkan di kantor kurator untuk tujuh hari sebelum rapat pencocokan
piutang agar dapat dilihat oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

7. Perdamaian / Accord

Debitor pailit berhak mengajukan perdamaian kepada kreditornya paling lambat delapan hari
sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di kepaniteraan pengadilan agar dapat
dilihat oleh pihak yang berkepentingan. Rencana perdamaian tsb wajib dibicarakan dan segera
diambil keputusan setelah pencocokan piutang selesai.

Bila rencana perdamaian telah diajukan kepada panitera, hakim pengawas harus menentukan:

1. Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada pengurus


2. Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan akan dibicarakan dan
diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin hakim pengawas

Rencana perdamaian ini diterima bila disetujui dalam rapat kreditor oleh lebih dari 1/2 jumlah
kreditor konkruen yang hadir dalam rapat dan haknya diakui yang mewakili paling
sedikit 2/3 jumlah seluruh piutang konkruen yang diakui dari kreditor konkruen atau kkuasanya
yang hadir dalam rapat tsb.

Pengadilan wajib menolak pengesahan perdamaian bila:

1. Harta debitor termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu
benda jauh lebih besar dari jumlah yang disetuui dalam perdamaian
2. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin
3. Perdamaian dicapai karena penipuan/persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor
atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah
debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini

Dengan demikian perdamaian yang disahkan berlaku bagi semua kreditor yang tidak berhak
didahulukan dengan tanpa pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan
maupun tidak.
Dalam hal ini pengesahan perdamaian telah mendapat kekuatan hukum tetap. Kepailitan
berakhir dan kurator wajib mengumumkan perdamaian dalam Berita Negara Indonesia dan
paling sedikit dua surat kabar harian yang beredar secara nasaional.

Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan bila debitor lain
memenuhi isi perdamaian tsb. Debitor wajib membuktikan bahwa perdamaian yang telah
dipenuhi. Bila tidak dapat dibuktikan maka dalam putusan pembatalan perdamaian
diperintahkan supaya kepailitan dibuka kembali.

8. Permohonan Peninjauan Kembali

Terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan
permohonan peninjauan kembali kepada MA bila:

1. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada
waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan
2. Dalam putusan hakim ybs terdapat kekeliruan yang nyata.
BAB XIV

PENYELESAIAN SENGKETA

Pengertian Sengketa
Sebelum membahas secara mendalam tentang sengketa ekonomi, maka terlebih perlu dipahami
defenisi dari sengketa, dimana di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia sengketa berarti
pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-
orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.

Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan pleh
pihak lain. Perasaan tidak puas akan muncul kepermukaan apabila terjadi conflict of
interest. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak
kedua, apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah
konflik tersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau
memiliki nilai-nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
Penyelesaian sengketa secara formal berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri atas
proses melalui pengadilan/litigasi dan arbitrase/perwasitan, serta proses penyelesaian-
penyelesaian konflik secara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang
bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.

Adapun defenisi sengketa menurut beberapa ahli diantaranya adalah :

1. Menurut Winardi,
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang
mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang
menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

2. Menurut Ali Achmad,


Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sengketa adalah prilaku
pertentangan antara dua orang atau lebih yang mana nantinya dapat menimbulkan suatu akibat
hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerja
sama dalam dunia ekonomi. mengingat kegiatan ekonomi khususnya bisnis yang semakin
meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat.

Perlu diketahui bahwa Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang
melatar belakanginya, terutama karena adanya Conflict Of Interest diantara para pihak.
Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis
atau perdagangan dinamakan sengketa ekonomi.

2.2 Sengketa Dalam Kegiatan Ekonomi


Secara rinci sengketa dalam ranah ekonomi dapat berupa sengketa sebagai berikut :

1. Sengketa perniagaan 8. Sengketa pekerjaan


2. Sengketa perbankan 9. Sengketa perburuhan
3. Sengketa Keuangan 10. Sengketa perusahaan
4. Sengketa Penanaman Modal 11. Sengketa hak
5. Sengketa Perindustrian 12. Sengketa property
6. Sengketa HKI 13. Sengketa Kontrak
7. Sengketa Konsumen 14. Dll.
2.3 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Perlu dipahami bahwa Penyelesaian sengketa ekonomi bertujuan untuk menghentikan
pertikaian dan menghindari kekerasan dan akibat-akibat yang mungkin akan terjadi akibat dari
persengketaan tersebut. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh
melalui cara-cara sebagai berikut: Negosiasi (perundingan), Enquiry atau penyelidikan,
Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, Judicial Settlement atau Pengadilan, serta Organisasi-organisasi
atau Badan-badan Regional. Adapun penjelasannya, antara lain :
1. Negosiasi/Perundingan
Negosiasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua
belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.

Adapun Keuntungan Negoisasi :

1. Mengetahui pandanga pihak lawan.


2. Kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar pihak lawan
3. Memungkinkan sengketa secara bersama-sama.
4. Mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
5. Tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum.
6. Dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
Adapun Kelemahan Negoisasi :

1. Mengetahui pandanga pihak lawan.


2. Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.
3. Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil kesepakatan
4. Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang.
5. Memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi yang
dirahasiakan lawan.
6. Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak.
7. Dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
Tahapan Negoisasi menurut William Ury dibagi menjadi Empat Tahap yaitu :

1. Tahapan Persiapan :
 Persiapan sebagai kunci keberhasialan
 Mengenal lawan, pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan penelitian
 Usahakan berfikir dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan lawan sama
dengan kepentingan anda
 Sebaiknya persiapkan pertanyaan – pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan dalam
bahasa yang jelas dan jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak lawan.
 Memahami kepentingan kita dan kepentingan lawan.
 Identifikasi masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama?
 Menyiapkan agenda, logistik, ruangan dan konsumsi dan Menyiapkan tim dan strategi.
 Menentukan BTNA (Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative lain atau
harga dasar (Bottom Line).
2. Tahap Orientasi dan Mengatur Posisi :
 Bertukar Informasi
 Saling menjelaskan permasalahan dan kebutuhan
 Mengajuakan tawaran awal.
3. Tahap Pemberian Konsensi/ Tawar Menawar
 Para pihak saling menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk pihak
lain untuk menerimanya.
 Dapat menawarkan konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai imbalanya
 Mencoba memahai pemikiran pihak lawan
 Mengidentifikasi kebutuhan bersama
 Mengembangkan dan mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.
4. Tahapan Penutup
 Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan kriteria obyektif.
 Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih baik, bila tidak
berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen.
1. Enquiry (penyelidikan)
Enquiry (penyelidikan) adalah merupakan kegiatan untuk mencari fakta yang dilakukan oleh
pihak ketiga.

2. Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para
pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang
esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat
perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima
atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala
sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.

Dan Merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa yang
melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang
bersifat kompromistis. Pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa
dinamakan mediator.
Mediasi mengandung unsur-unsur :
1. Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
4. Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-
pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Tugas Mediator antara lain :
1. Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi yang dapat
dilaksanakan.
2. Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi para pihak dan
berupaya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang timbul (penyesuaian persepsi)
sehingga mengarahkan kepada satu keputusan bersama.
Berikut ini adalah prosedur mediasi :
 Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis
hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
 Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator
berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
 Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini
diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak
yang berperkara.
 Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22
harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan. Jika terdapat
perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk
mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam pengertian lain
Konsolidasi (conciliation), dapat pula diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai.
Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu,
pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang
berarti:

1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai
conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan
mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang
digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang
ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim. Lain
halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea
Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai
alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke
pengadilan.

4. Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak
menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk
memberikan putusan. Pengertian Arbitrase menurut beberapa ahli :

1. Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan” Subekti : merupakan suatu
penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan
persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada atau menaati keputusan yang akan
diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih.
2. Abdulkadir Muhamad : peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh
pihak-pihak yang bersengketa.
3. Pasal 3 ayat 3 UU No 14 tahun 1970 menyatakan bahwa penyelesaian perkara di luar
pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrsase tetap diperbolehkan tetapi putusan
arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah
untuk dieksekusi dari pengadilan.
UU arbitrase nasional : UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Berdasarkan UU tersebut, Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata
di luar pengadilan umum, yang didasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
para pihak yang bersengketa.

Azas- Azas Arbitrase :


1. Azas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa
oramg arbiter.
2. Azas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
3. Azas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui
arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak
yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
4. Azas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat
yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas
ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Penjanjian arbitrase tidak batal meskipun :
1. Meninggalnya salah satu pihak.
2. Bangkrutnya salah satu pihak.
3. Novasi (Pembaharuan utang)
4. Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar)salah satu pihak.
5. Pewarisan.
6. Berlakunya syarat-syarat hapusnya peikatan pokok.
7. Bilamana pelaksanaan perjanjian dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan
pihak yang melakukan perjanjian arbitrase.
8. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Jenis Arbitrase :
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter : merupakan arbitrase yang dibentuk secara
khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu.
2. Arbitrase institusional : merupakan suatu lembaga yang bersifat permanen sehingga
arbitrase institusional tetap berdiri untuk selamanya, meskipun perselisihan telah selesai.
Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase, yaitu :
1. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
2. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).
Tujuan Arbitrase Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah
untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya
oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil, Tanpa adanya
formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan
perselisihan.
Selain dari pada beberapa proses penyelesaian sengketa diatas, adapaun cara lain yang dapat
ditempuh Yaitu melalui proses Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa
melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya
:
5. Pengadilan Umum

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik :

1. Prosesnya sangat formal


2. Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4. Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding)
5. Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah)
6. Persidangan bersifat terbuka
7. Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang
mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI.

Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Prosesnya sangat formal


2. Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4. Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding)
5. Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)
6. Proses persidangan bersifat terbuka
7. Waktu singkat.
Akan tetapi jika melakukan penyelesaian sengketa melalui sistem peradilan, maka akan
menimbulkan beberapa dampak, diantaranya :

1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada
lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara
di pengadilan.
Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan,
1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. HA S Natabaya, 2006, Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia,
Sekretariat Jenderal an Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
2. Joni Emirzon,2004, Hukum Bisnis Indonesia, Kajian Hukum & Bisnis Fakultas
Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang.
3. Hadi Setia Tunggal, 2003,UU Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002), Harvarindo
2003, Jakarta.
4. Abdul R. Saliman / Hermansyah &.Ahmad Jalis, 2008, Hukum Bisnis untuk
Peusahaan Teori & Contoh Kasus,Kencana, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai