Anda di halaman 1dari 29

EKT 1

MAKALAH

HUKUM PRODUKSI DAN PENJUALAN KOSMETIK SECARA ILEGAL DI INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Hukum Bisnis

Dosen Pengampu :

Budiastuti Fatkar, SE., MM.

Disusun Oleh :

Erliana

(2306010115)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF


KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Besar yang tak
hentinya melimpahkan segala rahmat, karunia dan petunjuk-Nya. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Makalah ini dengan judul ‘‘HUKUM PRODUKSI DAN PENJUALAN
KOSMETIK SECARA ILEGAL DI INDONESIA’’. Adapun Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Bisnis.

Terselesaikannya Makalah yang dibuat oleh penulis, melalui banyak sekali proses,
hambatan, rintangan dan segala hal yang dapat dilalui penulis berkat dukungan dari
berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Oleh karena
itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada para pihak yang telah membantu jalannya pembuatan Makalah ini.

Penulis sadar bahwa dalam Makalah ini terdapat banyak sekali kekurangan. Oleh sebab itu,
saya meminta saran, kritik dan petunjuk dari berbagai pihak untuk menjadikan makalah ini
lebih baik dan berguna untuk masa yang akan datang.

Tangerang, 2024
DAFTAR ISi

KATA PENGANTAR..........................................

DAFTAR ISi

BABI

PENDAHULUAN
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antar bangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan,
investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-
batas suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik
yang sama dengan internasionalisasi, dan istilah ini sering dipertukarkan (Apridar, 2012).
Keberadaan globalisasi menjadi suatu kenyataan yang harus dihadapi oleh seluruh negara di
dunia.

Salah satu dampak dari terjadinya globalisasi adalah perkembangan teknologi. Perkembangan
teknologi yang paling banyak memberikan pengaruh adalah keberadaan media internet.
Keberadaan media internet menghadirkan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh
informasi dan wawasan mengenai produk dan barang kebutuhan sehari-hari.Salah satu upaya
pemanfaatan fasilitas internet adalah peluang usaha. Peluang usaha dapat dilakukan oleh
pengusaha menengah ke bawah untuk mengenalkan produknya tanpa menggunakan banyak
modal. Sedangkan peluang usaha bagi pengusaha menengah ke atas adalah ajang promosi
produk yang akan dijual agar lebih dikenal secara luas. Pada akhirnya strategi pemasaran
menjadi hal yang pokok dalam mengembangkan produk yang akan dijual. Saat ini, trategi
pemasaran dengan menggunakan media internet telah menjadi trend.Peluang usaha pada
kenyataannya mewujudkan fungsi internet sebagai media transaksi jual beli secara online.
Pada transaksi jual beli online, proses jual beli dapat dilakukan walaupun dipisahkan jarak dan
waktu. Peluang jual beli pada era globalisasi lebih banyak mengarah pada penggunaan media
internet atau dikenal dengan istilah jual beli online.

e-commerce adalah proses dari pengembangan, pemasaran, penjualan, pengiriman, pelayanan,


dan pembayaran untuk berbagai produk dan jasa yang diperjualbelikan dalam pasar global
berjaringan para pelanggan dengan dukungan dari jaringan pada mitra bisnis di seluruh dunia.
Secara sederhana pengertian e-commerce sendiri adalah segala bentuk transaksi perdagangan
atau perniagaan barang atau jasa dengan menggunakan media elektronik. Kegiatan dalam
e–commerce antara lain transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem
manajemen inventori otomatis dan sistem pengumpulan otomatis.
1.2.1 Apa pengertian Hukum dan Hukum Bisnis serta fungsinya?

1.2.2 Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi seseorang untuk melakukan produksi
dan penjualan kosmetik ilegal? Dan sebutkan dampak-dampak nya!

1.2.3 Jelaskan hukum-hukum tentang pelindugan kosmetik dan konsumen di Indonesia?

1.2.4 Bagaimana cara yang tepat dalam menangani permasalahan maraknya kosmetik ilegal
di Indonesia!

1.2.5 sebutkan dan jelaskan Hukum kosmetik ilegal di Indonesia dan beberapa negara lain l?

1.2.6 Apa saja aturan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha di bidang kosmetik?

1.2.7 Apa peran dan manfaat BPOM dalam predaran kosmetik?

1.3.1 Mengetahui perbedaan Hukum dan Hukum bisnis serta fungsinya.

1.3.2 Mengetahui penyebab seseorang dapat melakukan produksi & penjualan kosmetik ilegal.

1.3.3 Mengetahui Hukum-hukum tentang pelindugan kosmetik di Indonesia.

1.3.4 Mengetahui bagaimana cara menangani maraknya produksi & penjualan kosmetik ilegal

1.3.5 Menjelaskan hukuman yang akan di dapat oleh seseorang bila melakukan produksi
&penjualan kosmetik secara ilegal.

1.3.6 menyampaikan manfaat apa saja yang harus diketahui dalam usaha di bidang kosmetik.
Pengantar Ilmu Hukum merupakan fundamental bagi upaya mempelajari ilmu hukum dalam
berbagai bidang. Hukum memiliki keterkaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat. Dalam
kenyataan, perkembangan kehidupan masyarakat diikuti dengan perkembangan hukum yang
berlaku di dalam masyarakat, demikian pula sebaliknya. Pada dasarnya keduanya saling
mempengaruhi.Dengan mengerti ilmu hukum kita akan memperoleh sedikitnya pegangan yang
dapat kita terapkan kedalam kehidupan masyarakat.Menurut , ilmu hukum
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan
membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu
sendiri. Demikian luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing
pendapat orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa ditentukan”.
Selanjutnya, menurut , ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum.
Dengan demikian maka ilmu hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai hukum,
misalnya mengenai asal mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber,
perkembangan, fungsi dan kedudukan hukum di dalam masyarakat. Ilmu hukum sebagai ilmu
yang mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau fenomena
kehidupan manusia dimanapun didunia ini dari masa kapanpun. Seorang yang berkeinginan
mengetahui hukum secara mendalam sangat perlu mempelajari hukum itu dari lahir, tumbuh
dan berkembangnya dari masa ke masa sehingga sejarah hukum besar perannya dalam hal
tersebut.

1. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hukum sebagai
petunjuk bertingkah laku untuk itu masyarakat harus menyadari adanya perintah dan
larangan dalam hukum sehingga fungsi hukum sebagai alat ketertiban masyarakat
dapat direalisiasikan.

2. Hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin. Hukum yang
bersifat mengikat, memaksa dan dipaksakan oleh alat negara yang berwenang
membuat orang takut untuk melakukan pelanggaran karena ada ancaman hukumannya
(penjara, dll) dan dapat diterapkan kepada siapa saja. Dengan demikian keadilan akan
tercapai.
3. Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai daya
mengikat dan memaksa dapat dimamfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan
masyarakat ke arah yang maju.

4. Hukum berfungsi sebagai alat kritik. Fungsi ini berarti bahwa hukum tidak hanya
mengawasi masyarakat semata-mata tetapi berperan juga untuk mengawasi pejabat
pemerintah, para penegak hukum, maupun aparatur pengawasan sendiri. Dengan
demikian semuanya harus bertingkah laku menurut ketentuan yang berlaku dan
masyarakt pun akan merasakan keadilan.

5. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian

Pada kenyataannya, kita hidup dikelilingi sederet peraturan, Tak kecuali dalam berbisnis kita
juga dikelilingi aturanaturan yang dapat dijadikan pedoman saat melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan bisnis. Aturan-aturan tersebut seringkali disebut dengan istilah hukum
bisnis.

Hukum bisnis adalah perangkat hukum yang mengatur suatu tatacara dan pelaksanaan suatu
urusan atau suatu kegiatan perdagangan, industri, ataupun tentang kegiatan keuangan yang
berhubungan dengan kegiatan pertukaran barang dan jasa, kegiatan produksi maupun suatu
kegiatan menempatkan uang yang dilakukan oleh para pengusaha bisnis dengan usaha dan
usaha yang lainnya, dimana enterpreneur sudah Mempertimbangkan suatu segala resiko yang
mungkin terjadi.

Terdapat cukup banyak pengertian hukum bisnis menurut para ahli .Berikut ini adalah
beberapa pengertian hukum bisnis menurut para ahli, antara lain:

1. Menurut Pengertian hukum binis adalah suatu perangkat atau kaidah


hukum termasuk upaya penegakannya yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan
urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan
produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para
enterpreneur dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif untuk
mendapatkan keuntungan.

2. Menurut Dalam persepsi manusia modern,


pengertian hukum bisnis adalah seperangkat kaidah hukum yang diadakan untuk
mengatur serta menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul dalam aktivitas antar
manusia, khususnya dalam bidang perdagangan.
1. Untuk menjamin berfungsinya keamanan mekanisme pasar secara efisien dan lancar.

2. Untuk melindungi berbagai suatu jenis usaha, khususnya untuk jenis Usaha Kecil
Menengah (UKM).

3. Untuk membantu memperbaiki suatu sistem keuangan dan sistem perbankan.

4. Memberikan perlindungan terhadap suatu pelaku ekonomi atau pelaku bisnis.

5. Untuk mewujudkan sebuah bisnis yang aman dan adil untuk semua pelaku bisnis.

1. Sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi bisnis

2. Untuk memahami hak-hak dan kewajibannya dalam praktik bisnis, dan

3. Agar terwujud watak dan perilaku aktivitas di bidang bisnis yang berkeadilan, wajar,
sehat dan dinamis (yang dijamin oleh kepastian hukum).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecanduan seseorang untuk melakukan produksi dan


penjualan kosmetik ilegal antara lain:

1. Pola pikir masyarakat : Masyarakat yang mudah tergiur akan harga murah dan produk
yang menyukai hasil instan.

2. Kecenderungan masyarakat : Masyarakat yang membeli kosmetik online, memiliki pola


berpikir terhadap hasil yang instan, dan memiliki kurun waktu yang cepat untuk
memperoleh hasil tersebut

3. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat : Masyarakat yang memiliki tingkat


pendidikan rendah lebih mudah tergiur akan produk kosmetik yang mengandung bahan
berbahaya

4. Persaingan yang ketat : Persaingan yang ketat di pasar kosmetik yang dapat
menimbulkan keuntungan besar dari produk kosmetik ilegal

5. Kemudahan diperjualbelikan : Produk kosmetik ilegal yang tidak memenuhi izin edar
atau standar produk yang mampu dapat dijual melalui internet, yang membuat
produknya lebih mudah didapat.

6. Kemudahan diimpor : Produk kosmetik ilegal dapat diimpor dari luar negeri, yang
membuat produknya lebih mudah diperoleh dan dipercayai konsumen, terutama jika
produk itu langsung diimpor dari negara asalnya.

7. Keuntungan yang besar : Produk kosmetik ilegal yang tidak memenuhi izin edar atau
standar produk yang mampu dapat menghasilkan keuntungan yang besar, yang menjadi
alasan utama mengapa produsen memproduksi kosmetik palsu ada pula karena harga
lebih murah dapat menarik minat pembeli.

Beredarnya di pasar bahan kosmetik yang palsu tentunya menjadi sesuatu yang tidak aman
serta terlalu membuat rugi untuk semua konsumen. Akibat yang membuat rugi dengan
memakai kosmetik palsu tentunya menjadi sesuatu yang harus dijauhi sedini mungkin.
Kesehatan konsumen yang dibahayakan dari kosmetik yang melebihinya standar yang dipakai
pada kosmetik dalam timbul risiko kesehatan. Dengan tidak sadar keadaan diakibatkan
konsumen yang ceroboh ketikan beraktivitas dalam keseharian yang tidak sadar cat kuku yang
dipakai terkandung zat kimia, jadi zat kimia akan memasuki tubuh. Cat kuku yang
mengandung zat kimia akan terserap dari pori-pori kukunya yang menyebabkan masuknya ke
tubuh. Saluran pencernaan yang rusak bisa pula disebabkan karena zat kimia pada kosmetik
palsu, berdasar pada hasil temuan BPOM kosmetik palsu kandungannya berbahaya, terlebih
lagi kosmetik yang terdapat merkury.

Kosmetik ilegal yang dipakai menyebabkan efek samping yang dapat mengancam keselamatan
tubuh. Kosmetik mengakibatkan efek samping dengan berkepanjangan yang mengakibatkan
gagal jantung dan terjangkit kanker. Zat kimia yang ada dalam kosmetik dan melampaui
standar yang dipakai pada kosmetik dapat membuat munculnya risiko kesehatan. Dengan
tidak sadar keadaan diakibatkan konsumen yang ceroboh ketikan beraktivitas dalam
keseharian yang tidak sadar cat kuku yang dipakai terkandung zat kimia, jadi zat kimia akan
memasuki tubuh. Cat kuku yang mengandung zat kimia akan terserap dari pori-pori kukunya
yang menyebabkan masuknya ke tubuh. Saluran pencernaan yang rusak bisa pula disebabkan
karena zat kimia pada kosmetik palsu, berdasar pada hasil temuan BPOM kosmetik palsu
kandungannya berbahaya. terlebih lagi kosmetik yang terdapat merkury. Mercury yang dipakai
dalam kosmetik menimbulkan efek, yaitu :

1. Bisa membuat janin terlambat bertumbuh

2. Menyebabkan mandul serta matinya janin (keguguran).

3. Kulit yang mempunyai flek hitam akan pudar, namun jika berhenti memakainya flek
tersebut bisa muncul lagi maupun semakin parah.

4. Memberi reaksi sebaliknya sebagai efek REBOUND (kulit mengusam ketika berhenti
memakai kosmetik).

5. Untuk wajah yang sebelumnya bagus lama-kelamaan muncul flek yang parah.
6. Bisa menyebabkan kanker kulit.

7. Ekskresi, distribusi, serta tansportasi.

Setelah masuk pada tubuh, sehingga merkury tersebut pada waktu yang cepat tetap
mempunyai bentuk logam pada darah jaringan secara singkat teroksidasi jadi ion merkuri Hg
2+ selanjutnya terikat pada protein darah inorganik merkuri tersebut beredar pula dengan sel
darah merah serta plasma. Lokasi ion ditampung didapatkan banyak di otak serta ginjal
walaupun ekresi kebanyakan dari ginjal serta usus. Kosmetik yang mempunyai unsur merkuri
bisa menyerap lewat kulit yang selanjutnya mengalir lewat darah menuju seluruh tubuh serta
merkurinya memasuki ginjal yang mengakibatkan terjadi gagal ginjal. Krim pemutih
terkandung merkuri yang bisa saja tidak dicantumkan di label bisa memunculkan terkena
racun jika dipakai dalam jangka yang lama.

Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia


terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional. Artinya perlindungan adalah suatu
tindakan atau perbuatan yang dilakukan dengan cara-cara tertentu menurut hukum atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap kosmetika yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar berupa
notifikasi dari Kepala Badan POM. Prosedur atau tata cara pengajuan notifikasi kosmetika
tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 12 tahun 2020 tentang Tata
Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika.

Peredaran kosmetik krim wajah tanpa notiffikasi sangatlah meresahkan dan merugikan
masyarakat, karena dalam menguji kelayakan suatu produk obat-obatan, makanan dan
kosmetik haruslah tidak merugikan masyarakat. BPOM mempunyai peran dan fungsi yang
sangat besar. BPOM sebagai Badan yang mempunyai kewenangan dalam menggeluarkan izin
edar terhadap suatu produk kosmetik dimana pencatutan izin edar palsu ini dianggap
melanggar kewenangan BPOM dan dapat merusak citra atau nama baik BPOM juga di tengah-
tengah masyarakat karena masyarakat menggangap bahwa BPOM lah yang mengeluarkan izin
edar atas produk kosmetik berbahaya tersebut, padahal izin edar pada produk kosmetik
berbahaya tersebut adalah palsu dan tidak dikeluarkan secara sah oleh BPOM.

Dampak lain yang dialami akibat peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan
nomor izin edar BPOM palsu adalah merugikan negara, karena menurunnya pendapatan negara
bukan pajak. Dimana seperti diketahui dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika Pasal 13 ayat (1)
menyatakan bahwa terhadap permohonan notifikasi dikenai biaya sebagai Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu di
tengah-tengah masyarakat tentunya sangat merugikan para konsumen sebagai orang pertama
yang terkena dampaknya dan paling dirugikan, karena merasakan langsung dampak dari
kosmetik berbahaya tersebut. Hal ini harus mendapatkan perhatian yang khusus dalam
penanganannya agar peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin
edar BPOM palsu dapat dicegah dan dihilangkan.

Khusus untuk sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap produsen ataupun pelaku usaha kosmetik
berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu, pihak BPOM sendiri lebih
cenderung menggunakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tercantum
dalam Pasal 196 dan 197. Pasal 196 menyatakan:

 “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehataan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak RP1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal
98 ayat (2), setiap orang yang dimaksud dalam Pasal 196 adalah setiap orang yang tidak
memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah,
mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan berkhasiat obat. Ketentuan mengenai
pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat
kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.11 Sanksi dalam Pasal 197 menyatakan:

 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat Kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud pada
Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).”

Apabila pelaku usaha memperdagangkan kosmetik yang tidak terdaftar dalam BPOM
merupakan termasuk perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha sebagaimana yang telah
diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UUPK, maka barang tersebut wajib ditarik dari peredarannya.13
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Beredarnya Krim wajah tanpa notifikasi BPOM.

Pelaku usaha diharuskan mendapat izin edar sebelum kosmetik diedarkan di pasaran. Pada
pasal 106 ayat (1) UU tentang Kesehatan dijelaskan bahwa : “persediaan farmasi dan alat
kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar”. Kosmetik merupakan salah
satu bahasan dalam Pasal ini, karena berdasarkan Pasal 1angka 4 UU Nomor 36 tahun 2009
tentang
Kesehatan diatur bahwa : “yang dimaksud dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat,
obat tradisional, dan kosmetika”. Jadi dalam Pasal 106 ayat (1) ini mengharuskan sediaan
farmasi atau kosmetik hanya dapat diedarkan dipasaran jika telah memperoleh izin edar.

Kosmetik krim wajah tanpa notifikasi adalah kosmetik yang tidak didaftarkan oleh pelaku
usaha ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (yang selanjutnya disebut BPOM) untuk
mendapatkan izin edar yang berupa notifikasi BPOM. Notifikasi sendiri merupakan bentuk
peraturan baru dari BPOM yang harus ditaati produsen. Keharusan pelaku usaha untuk
mendapatkan notifikasi dijelaskan pada pasal 3 ayat (1) Permenkes Nomor
1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. yang mana pada Pasal tersebut
dijelaskan bahwa setiap kosmetik hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari
Menteri. Kemudian pada ayat (2) pasal ini juga disebutkan bahwa izin edar sebagaimana
dimaksud ayat (1) berupa Notifikasi. Jadi kosmetik yang beredar itu harus mendapat izin edar
berupa notifikasi.2 Pasal 2 huruf c Keputusan Kepala BPOM tentang Kosmetik disini sangat
jelas bahwa semua kosmetik yang beredar di Indonesia harus mendapatkan izin edar dari
BPOM, selain melanggar Pasal 2 huruf c, peredaran kosmetik krim wajah tanpa notifikasi ini
juga melanggar Pasal 10 ayat (1) Keputusan Kepala BPOM Tentang Kosmetik, dimana pada
Pasal 10 ayat (1) tersebut diatur bahwa kosmetik sebelum diedarkan harus didaftarkan untuk
mendapat izin edar dari Kepala Badan. Pelaku usaha dalam mengedarkan kosmetik ini dirasa
kurang memperdulikan mengenai dampak negatif yang akan diterima oleh konsumennya
ketika konsumen menggunakan kosmetik tersebut, yang pelaku usaha pikirkan hanyalah
bagaimana barang dagangannya bisa laku keras di pasaran dan mereka bisa mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Padahal, pada dasarnya produsen sangat bergantung atas
dukungan konsumen sebagai pelanggan, tanpa dukungan konsumen, tidak mungkin produsen
dapat terjamin kelangsungan usahanya. Sebaliknya, konsumen kebutuhannya sangat
bergantung dari hasil produksi produsen.

Adapun sanksi pidana bagi pelaku usaha yang memproduksi dan mengedarkan kosmetik yang
mengandung bahan kimia berbahaya terdapat dalam:

1. Pasal 62 undang-undang nomor 8 tahun 1999

2. Pasal 8 undang-undang nomor 8 tahun 1999

3. Pasal 9 undang-undang nomor 8 tahun 1999

4. Pasal 63 undang-undang nomor 8 tahun 1999

5. Pasal 196 undang-undang nomor 36 tahun 2009

6. Pasal 197 undang-undang nomor 36 tahun 2009

7. Pasal 7 peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 7
tahun 2016
Pengertian hak konsumen menurut Sudikno Martokusumo adalah kepentingan hukum yang
dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi
oleh hukum. Hak konsumen diatur didalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
yakni:

1. Hak atas kea manan, kenyamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa


perlindungan konsumen secara patut

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.

Bentuk perlindungan konsumen itu dapat dibedakan menjadi dua aspek yaitu :

1. 1) Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen tidak


sesuai dengan apa yang telah disepakati.

2. Perlindungan konsumen diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen.

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang
mana disertai (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan
tersebut, Sanksi tersebut dijatuhkan baik kepada perorangan maupun badan usaha yang telah
melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri dan/atau orang lain, salah satunya
memproduksi produk kosmetik menggunakan bahan-bahan berbahaya.

Sedangkan pelaku usaha harus bertanggung jawab terhadap konsumen peristiwa yang sangat
penting dalam perlindungan konsumen. Secara umum, prinsipprinsip tanggung jawab dalam
hukum dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Kesalahan (liability based on fault)


2. Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability)

3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability)

4. . Tanggung jawab mutlak (strict liability);

5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).

6. Tanggung jawab pelaku usaha dalam menjual

Tanggung jawab pelaku usaha dalam menjual produk krem wajah tanpa notifikasi BPOM yaitu
prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Berdasarkan prinsip tanggung jawab mutlak
yang dimana pelaku usaha harus bertanggung jawab kepada konsumen yang merasa dirugikan
akibat produk krem wajah tanpa notifikasi BPOM. Prinsip pertanggung jawaban mutlak ini agar
tidak ada terjadinya lagi bagi pelaku usaha untuk berbuat curang menjual produk krem wajah
yang dapat mengakibatkan kerugian para konsumen.Dalam pasal 19 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen “Pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Sebagaimana ganti
kerugian yang dibebankan kepada pelaku usaha sesuai dengan kerugian, kerusakan, atau
pencemaran yang diderita oleh konsumen setelah menggunakan krem wajah tanpa notifikasi
BPOM.

pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen “Ganti rugi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan Kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bahwa ganti rugi
kerugian sebagaimana dimaksud adalah ganti kerugian berupa pengembalian uang atau barang
yang sejenis atau setara nilainya, pemberian santunan, atau penggantian kerugian terhadap
keuntungan yang harusnya didapat oleh konsumen.

Didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya mengatur mengenai sanksi


berupa ganti rugi, namun juga sanksi administratif kerugian paling banyak Rp.200.000.000
(dua ratus juta rupiah). Sanksi administrasi dibebani kepada pelaku usaha yang tidak
berkehendak dalam bertanggung jawab. Jadi berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dimana pelaku usaha dapat bertanggungjawab
dengan memberikan ganti rugi kepada konsumen berupa pengembalian uang atau penggantian
barang terkait kerugian konsumen yang diderita.
Pada zaman modern saat ini, kosmetik telah menjadi salah satu kebutuhan penting oleh
masyarakat, terutama kaum hawa yang ingin berpenampilan menarik. Berkembangnya stigma
bahwa cantik itu identik dengan kulit putih, membuat kosmetik yang banyak diminati oleh
masyarakat adalah kosmetik pemutih. Tingginya permintaan pasar akan kosmetik pemutih,
tentu menjadi peluang yang menguntungkan bagi para pelaku usaha di bidang kosmetik.
Namun dengan besarnya peluang tersebut, menjadi celah yang dapat dimanfaatkan pelaku
usaha untuk memproduksi kosmetik pemutih ilegal yang menggunakan bahan-bahan
berbahaya seperti merkuri, hidrokinon, asam retinoat, bahkan streroid yang selanjutnya
dipasarkan kepada masyarakat luas dengan harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan
dengan kosmetik legal yang berkualitas. Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM pada tahun
2018, ditemukan kosmetik ilegal sebanyak lebih dari 126 miliar dan hampir separuh dari
jumlah tersebut merupakan jenis kosmetik pemutih. Kosmetik pemutih ilegal ini dijual dalam
bentuk satuan maupun dalam bentuk paket yang terdiri dari krim siang, krim malam, sabun
cair dan toner.

Berdasarkan Peraturan Badan POM No. 23 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika, bahan kosmetika harus memenuhi persyaratan teknis meliputi keamanan,
kemanfaatan dan mutu. Bahan berbahaya yang paling sering ditemukan pada kosmetik
pemutih ilegal antara lain hidrokinon, merkuri, tretinoin atau asam retinoat, dan steroid, yang
merupakan bahan-bahan yang tidak boleh digunakan dalam kosmetik pemutih wajah. Terdapat
berbagai artikel jurnal yang membahas dampak bahan-bahan berbahaya tersebut yang
dicampurkan ke dalam kosmetik pemutih, namun masih jarang pembahasan tentang modus
kejahatan yang dilakukan dengan obyek kosmetik pemutih. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1175/MENKES/PER/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik,
kosmetik pemutih atau pencerah harus diproduksi oleh industri kosmetik golongan A. Selain
memiliki izin produksi, industri kosmetik harus menerapkan aspek Cara Pembuatan Kosmetik
yang Baik (CPKB). Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan (termasuk kosmetik) hanya dapat diedarkan
setelah mendapatkan izin edar. Izin edar kosmetik kemudian diatur dalam Peraturan Badan
POM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika, dimana setiap
kosmetik yang beredar di Indonesia wajib memiliki izin edar berupa notifikasi, untuk
menjamin pemenuhan kriteria keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan dan klaim.

Modus pembuatan maupun peredaran kosmetik yang tidak sesuai dengan peraturan
perundangundangan dapat diklasifikasikan ke dalam suatu bentuk kejahatan. Kebijakan
penanggulangan kejahatan (criminal policy) sendiri merupakan bagian dari kebijakan
penegakan hukum (law enforcement policy) (Arief, 2011). Tujuan akhir yang ingin dicapai
dari upaya
penanggulangan kejahatan adalah memberikan perlindungan, rasa aman dan kesejahteraan
kepada masyarakat. Efektifitas penanggulangan kejahatan hanya dapat dicapai dengan
keikutsertaan masyarakat secara meluas meliputi kesadaran dan ketertiban yang nyata
(Dermawan, 1994). Upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
preventif dan represif. Upaya preventif adalah upaya pencegahan terjadinya tindak pidana,
sedangkan upaya represif adalah upaya untuk memberantas kejahatan (Bawengan, 1977).

Kosmetik pemutih ilegal hingga saat ini masih marak beredar di masyarakat. Diperlukan upaya
penanggulangan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya supply maupun demand
dari kosmetik pemutih ilegal. Supply dapat ditekan dengan intervensi yang dilakukan terhadap
produksi dan peredaran kosmetik pemutih ilegal, sedangkan demand dapat ditekan dengan
intervensi yang dilakukan terhadap konsumen pemutih ilegal.

1. Upaya represif terhadap kejahatan produksi maupun peredaran kosmetik pemutih


ilegal yang sudah terjadi dengan penegakan hukum maupun melalui tindakan
pembinaan. Upaya represif dapat dilakukan melalui:

a) . Kerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan
penindakan terhadap importir bahan baku basis krim pemutih ilegal. Basis krim ini
diketahui mengandung merkuri, dan diedarkan secara bebas di media daring.

b) Intensifikasi penindakan terhadap pelaku usaha yang memproduksi dan / atau


mengedarkan kosmetik pemutih ilegal serta bahan baku basis krim pemutih ilegal baik
di media luring maupun daring. Adapun pelaku kejahatan ini telah melanggar Pasal 196
dan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

c) Take down terhadap akun/iklan yang menjual bahan baku krim kiloan maupun
produk kosmetik pemutih ilegal di media daring.

b) Pembuatan suatu sistem elektronik untuk mempercepat proses take down terhadap
akun/iklan yang menjual produk obat dan makanan ilegal, yang memberikan otorisasi
kepada unit terkait di Badan POM yang melakukan pengawasan media daring sebagai
pemberi informasi yang akan di-take down, serta Kementerian Komunikasi dan
Informatika serta pihak penyedia platform daring sebagai pelaksana take down, dalam
suatu sistem elektronik terpadu.

e) Intensifikasi program Aksi Penertiban Pasar dari Kosmetik Ilegal dan atau
Mengandung Bahan Berbahaya, untuk mengintervensi ketersediaan kosmetik pemutih
ilegal yang dijual secara konvensional di media luring.

2. Upaya preventif dengan mengintervensi sistem/kebijakan terkait dengan


produksi dan peredaran kosmetik ilegal, maupun konsumen dari kosmetik ilegal. Upaya
preventif dapat dilakukan melalui:
a. ) Pembuatan regulasi mengenai batasan-batasan dari peracikan kosmetik. Modus
peracikan di apotek saat ini diketahui telah dimanfaatkan oleh oknum pelaku usaha
untuk memproduksi krim dalam jumlah yang banyak dan mendistribusikannnya ke
tenaga kesehatan lain dan mengklaim sebagai proses peracikan. Perlu didefinisikan
lebih lanjut mengenai batasan jumlah produk yang diracik, batasan peredaran,
termasuk batasan alat-alat yang digunakan untuk membuat krim racikan tersebut.

b) Pengkajian dan peninjauan kembali terkait regulasi peredaran produk kosmetik


dengan kemasan besar yang sering digunakan sebagai basis krim pemutih ilegal.

c) Koordinasi dengan lintas sektor lain untuk mengubah iklim usaha ilegal atau
mengalihkan mata pencaharian masyarakat yaitu produksi kosmetik pemutih ilegal di
daerah Cilamaya.

d) Intensifikasi pengawasan terhadap pemilik notifikasi yang melakukan kontrak toll


manufacturing atau maklon, karena hal ini diketahui menjadi salah satu modus
operandi yang dilakukan pelaku usaha, yakni melakukan maklon kosmetik dan
menotifikasi produk ke Badan POM, namun memproduksi produk yang sama juga di
tempat yang tidak menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik, seperti di
rumah. Berdasarkan PerBPOM No. 12 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan
Notifikasi Kosmetika, telah diatur rekomendasi pemohon notifikasi sebelum
melakukan pengajuan notifikasi kosmetik bagi importir dan BUPN yang melakukan
kontrak produksi, namun regulasi ini tidak mencakup untuk kontrak produksi di bawah
tangan. Audit yang dilakukan kepada pemilik notifikasi saat ini hanya berupa
ketersediaan Dokumen Informasi Produk (DIP) untuk kosmetika yang didaftarkan,
sedangkan audit pemenuhan aspek CPKB dilakukan terhadap sarana maklon yang
memproduksi kosmetik.

e) Pengkajian mengenai efektivitas sanksi yang diberikan oleh Badan POM terhadap
pelanggaran di bidang kosmetik dan korelasinya dengan ada/tidaknya efek jera yang
dirasakan oleh pelaku usaha, mengingat masih banyaknya pelanggaran di bidang
kosmetik. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya keberulangan maupun peningkatan
temuan kosmetik pemutih ilegal di setiap periode di sarana yang diperiksa pada
kegiatan Aksi Penertiban Pasar dari Kosmetik Ilegal dan atau Mengandung Bahan
Berbahaya.

d).Intensifikasi Komunikasi, Informasi dan Edukasi mengenai bahaya penggunaan


kosmetik ilegal terhadap masyarakat yang tingkat kerawanan peredaran dan
penggunaan kosmetik pemutih ilegalnya tinggi (berdasarkan hasil pemetaan rawan
kasus dan hasil pengawasan). Hal ini disebabkan karena masih tingginya demand
masyarakat terhadap kosmetik pemutih ilegal ini.
e) Pembuatan sistem informasi Public Warning yang menyajikan komunikasi risiko
mengenai daftar, bentuk, dan profil dari kosmetik pemutih ilegal yang telah terbukti
mengandung bahan berbahaya di website Badan POM.

f).Penyebarluasan informasi mengenai bahaya penggunaan kosmetik ilegal yang


diamplifikasi dengan konferensi pers, online spread, dan distribusi booklet Public
Warning, baik di media daring maupun media luring.

Produk kecantikan berupa kosmetik telah menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi
kebanyakan orang, terutama wanita. Tidak heran bila permintaan produk-produk kosmetik
semakin meningkat dan semakin bervariasi setiap tahunnya. Penjualan yang sangat
menguntungkan dan sasaran pasar yang luas mengakibatkan maraknya produk kecantikan yang
beredar di pasar dengan berbagai fungsi dan manfaat. Namun, perlu diketahui bahwa
memproduksi dan menjual produk kosmetik tidak bisa sembarangan.

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (selanjutnya
disingkat UU Kesehatan), kosmetik termasuk ke dalam jenis sediaan farmasi. Kosmetika
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan farmasi dan Alat Kesehatan adalah:

 "Paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir
dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi agar tetap dalam keadaan
baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit.”

Sediaan farmasi seperti kosmetik tidak dapat mati dan/atau bersumpah sembarangan tanpa
melewati proses perizinan yang telah ditentukan. Hal ini dikarenakan produk kosmetik
umumnya mengandung bahan-bahan kimia yang harus diperiksa kandungannya sehingga hasil
yang diproduksi dapat bermanfaat dan aman bagi pemakainya.[2] Oleh karena itu, produk
kosmetik hanya dapat mati setelah mendapatkan izin edar dan telah memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam Pasal 106 UU Kesehatan, yang berbunyi:

1. “ Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.

2. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi
persyaratan objektivitas dan kelayakan serta tidak berputar.

3. Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan asuransi dari peredaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian
terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
kemanfaatan, dapat disita dan menghancurkan sesuai dengan ketentuan peraturan
peraturan- undangan.”

Pelaku produksi dan penjual kosmetik ilegal dapat dipidana berdasarkan pemerintah
hukum. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, kosmetik
termasuk ke dalam jenis sediaan farmasi dan tidak dapat meninggal dan/atau menjanjikan
sembarangan tanpa melewati proses perizinan. Pelaku usaha yang memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Berikut adalah contoh sanksi hukum yang diberikan kepada pelaku produksi dan penjual
kosmetik ilegal di beberapa negara:

1. Australia : Pelaku produksi dan penjual kosmetik ilegal dapat dipidana dengan
hukuman kurungan atau denda, serta perpindahan atau penjara.

2. Indonesia : Pelaku produksi dan penjual kosmetik ilegal dapat dikenakan pidana
penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah).

3. Malaysia : Pelaku produksi dan penjual kosmetik ilegal dapat dihukum dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak RM50.000 (lima puluh ribu
ringgit Malaysia).

4. Singapura : Pelaku produksi dan penjual kosmetik ilegal dapat dihukum dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak SGD50.000 (lima puluh ribu dolar
Singapura).

5. Amerika Serikat : Pelaku produksi dan penjual kosmetik ilegal dapat dihukum dengan
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak USD500.000 (lima ratus
ribu dolar AS).

Di sisi lain, beberapa negara memiliki peraturan mengenai perlindungan hukum konsumen
terhadap produk kosmetik yang ilegal atau tidak memiliki izin edar. Contohnya, di Indonesia,
Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menetapkan bahwa
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
rupiah).

Sektor industri kosmetik di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat belakangan ini.
Banyaknya influencer, beauty vlogger dan creator yang berlomba-lomba membuat brand
kosmetiknya sendiri tentunya menambah antusias masyarakat untuk membeli produk
kosmetik. Tentunya kondisi ini mempengaruhi permintaan produk kosmetik di Indonesia.

Namun sebagai konsumen produk kosmetik, masyarakat harus waspada terhadap kosmetik
yang beredar di pasaran. Produk kosmetik harus memiliki legalitas dari Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) agar dapat dinyatakan aman digunakan oleh masyarakat. Selain memberi
jaminan akan produk tersebut bagi konsumen, nyatanya memiliki izin dari BPOM juga
memberi keuntungan bagi pelaku usaha. Produk yang telah memiliki izin BPOM bisa terhindar
dari sidak penyitaan oleh pihak berwenang. Selain itu, produk tersebut tidak boleh lagi
beredar di masyarakat.

Kosmetik di dalam peraturan perundang-undangan lebih dikenal dengan kosmetika. Kosmetika


adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar, atau gigi dan
membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan
dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi

baik

Pelaku usaha wajib menjamin kosmetika yang diproduksi untuk diedarkan di dalam negeri
atau yang diimpor untuk diedarkan di wilayah Indonesia memenuhi kriteria keamanan,
kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim

Pemenuhan kriteria tersebut wajib didokumentasikan dalam Dokumen Informasi Produk (DIP).
DIP wajib dimiliki sebelum melakukan notifikasi

Jenis kosmetika berdasarkan Pasal 5 PBPOM 12/2020 sebagai berikut:


1. Kosmetika yang diproduksi di dalam negeri, terdir atas;

 Kosmetika Dalam Negeri Kosmetika dalam negeri adalah kosmetika yang dibuat dan
dikemas oleh industri Kosmetika di dalam negeri atau dibuat di luar negeri namun
dikemas dalam kemasan primer oleh industri Kosmetika di dalam negeri.

 Kosmetika Kontrak Kosmetika kontrak adalah kosmetika yang pembuatannya


dilimpahkan kepada industri Kosmetika berdasarkan kontrak

2. Kosmetika Impor Ini merupakan jenis kosmetika yang dibuat oleh industri Kosmetika di
luar negeri, paling sedikit dalam kemasan primer.

Notifikasi kosmetika merupakan izin edar yang dibutuhkan bagi setiap kosmetika yang
diperjualbelikan. Ada tiga pihak yang bisa menjadi pemohon yaitu industri kosmetika lokal,
usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak dengan industri lokal dan importir
kosmetika (Pasal 6 PBPOM 12/2020).

Permohonan notifikasi Kosmetika Dalam Negeri dilakukan oleh industri Kosmetika


Persyaratan dokumen yang perlu disiapkan sebagai berikut

1. NIB

2. Fotokopi KTP/identitas direksi dan/atau pimpinan Perusahaan

3. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

4. Fotokopi sertifikat CPKB atau surat keterangan Penerapan CPKB

5. Surat pernyataan direksi dan/atau pimpinan industri Kosmetika tidak terlibat


dalam tindak pidana di bidang Kosmetika

 Permohonan notifikasi Kosmetika Kontrak dilakukan oleh usaha perorangan/badan


usaha Persyaratan dokumen yang perlu disiapkan sebagai berikut (Pasal 8 PBPOM
12/2020):

1. NIB

2. Fotokopi KTP/identitas direksi dan/atau pimpinan perusahaan

3. Surat rekomendasi sebagai pemohon notifikasi dari Kepala UPT BPOM setempat

4. Fotokopi izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

5. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

6. Fotokopi dokumen perjanjian kerja sama kontrak produksi dengan industri


Kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB

7. Surat pernyataan direksi dan/atau pimpinan perusahaan tidak terlibat dalam


tindak pidana di bidang Kosmetika.

 Permohonan notifikasi Kosmetika dilakukan oleh importir kosmetika Persyaratan


dokumen yang perlu disiapkan sebagai berikut (Pasal 13 PBPOM 12/2020):

1. NIB

2. Surat pernyataan direksi dan/atau pimpinan harus tidak terlibat dalam tindak
pidana di bidang Kosmetika

3. Fotokopi KTP/identitas direksi dan/atau pimpinan perusahaan

4. Surat rekomendasi sebagai pemohon notifikasi dari Kepala UPT BPOM setempat

5. Fotokopi izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

6. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

7. Fotokopi surat penunjukan keagenan yang masih berlaku dan paling sedikit
mencantumkan keterangan mengenai:

 Nama dan alamat produsen/Prinsipal negara asal

 Nama ImportirMerek dan/atau Nama KosmetikaKosmetik

 Tanggal diterbitkan

 Masa berlaku penunjukan keagenan

 Hak untuk melakukan notifikasi, impor, dan distribusi dari produsen/Prinsipal


negara asal

 Nama dan tanda tangan direktur/pimpinan produsen/Prinsipal negara asal

8. Fotokopi surat perjanjian kerja sama kontrak antara pemohon notifikasi dengan
industri Kosmetika di luar wilayah Indonesia

9. Fotokopi Certificate of Free Sale (CFS) untuk Kosmetika impor yang berasal dari
negara di luar ASEAN

10. Fotokopi sertifikat good manufacturing practice atau surat pernyataan penerapan
good manufacturing practice untuk industri Kosmetika yang berlokasi di negara
ASEAN.
Alur prosedur notifikasi ini diatur dalam Pasal 26 sampai Pasal 36 PBPOM 12/2020. Pemohon
mengisi dan mengunggah data pada template notifikasi secara elektronik melalui laman resmi
pelayanan notifikasi kosmetika BPOM

Pemohon notifikasi yang telah mengirim template notifikasi akan mendapatkan Surat Perintah
Bayar (SPB) secara elektronik. Pemohon notifikasi melakukan pembayaran sesuai dengan Surat
Perintah Bayar melalui sistem pembayaran secara elektronik sebagai penerimaan negara
bukan pajak. Sistem mengeluarkan nomor ID produk secara otomatis sebagai tanda terima
pengajuan permohonan notifikasi setelah dilakukan pembayaran. Pemohon notifikasi
menerima hasil verifikasi data notifikasi Kosmetika berupa pemberitahuan yang terdiri atas:

1. Diterima

2. Ditolak

3. Permintaan klarifikasi

Kepala BPOM menerbitkan surat pemberitahuan telah dinotifikasi jika hasil verifikasi data
notifikasi Kosmetika diterima.

BPOM adalah sebuah lembaga nonkementerian di Indonesia yang bertugas mengawasi


peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. Pengawasan obat dan makanan dilakukan
melalui sistem pengawasan yang komphrehensif, berbasis ilmiah, dan berstandar Internasional
meliputi pengawasan sejak produk belum beredar (pre market control) sampai dengan setelah
beredar di pasaran (post market control). Bentuk pengawasan tersebut termasuk dalam hal
penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran di bidang obat dan makanan. Selain
pengawasan dari aspek surplus, dilakukan pula pengawasan dari aspek demand melalui
pemberdayaan masyarakat agar mampu melindungi diri dari produk obat dan makanan yang
tidak memenuhi syarat dan berisiko terhadap kesehatan. Oleh karena itu, salah satu upaya
kemasalahatan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi terjadinya
hal- hal yang tidak diinginkan oleh para konsumen adalah membentuk badan nonkementerian
tersebut yang diberi wewenang dalam hal pengawasan obat, makanan, kosmetik dan produk
komplimen lainnya. Sebagaimana tujuan pemerintah dalam membentuk BPOM adalah
memberikan jaminan mutu, kemanfaatan, dan keamanan terhadap masyarakat melalui
pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang BPOM.

Dengan adanya laporan dari BPOM orang dapat berorientasi bahwa BPOM merupakan suatu
lembaga yang keberadaannya sangat memiliki peran penting terhadap masyarakat khususnya
dalam hal pemakaian kosmetik yang berkaitan dengan jaminan keamanan, mutu, dan
kemanfaatan suatu produk kosmetik. Kosmetik tanpa label BPOM tidak terjamin tentang
mutu, keamanan dan kemanfaatannya. Hal tersebut terjadi karena produk tersebut tidak
melalui tahap

penilaian pada proses perizinan. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan

Untuk mendukung tugas BPOM, sistem pengawasan obat dan makanan sangat penting untuk
diperkuat meliputi kelembagaannya seperti kualitas sumber daya manusia, profesionalisme,
transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, sistem teknologi informasi, laboratorium dan
sarana prasarana lainnya serta kerjasama dengan pemerintah daerah dan kementerian atau
lembaga terkait. BPOM juga berupaya meningkatkan daya saing produk obat dan makanan di
pasar lokal maupun global dengan memberikan dukungan regulatory, meningkatkan
kemandirian produsen obat dan makanan serta memberikan bimbingan teknis dalam
pemenuhan standar ketentuan.

Peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam peredaran kosmetik di Indonesia
meliputi:

1. Pengawasan Peredaran : BPOM berwenang mengawasi peredaran produk obat dan


makanan, termasuk kosmetik, di wilayah Indonesia.

2. Izin Edar : BPOM memberikan atau menarik izin produksi (Izin Edar) untuk produk
kosmetik yang akan mati di wilayah Indonesia.

3. Perlindungan Hukum : BPOM melindungi hak-hak konsumen sebagai pengguna


kosmetik melalui pengawasan, penindakan, dan perlindungan hukum.

4. Pendaftaran Pangan Olahan : BPOM melakukan pendaftaran pangan makanan, yang


termasuk kosmetik, ke BPOM secara manual maupun elektronik.

5. Upaya Pengawasan : BPOM mengeluarkan peraturan, seperti Peraturan Presiden Nomor


80 Tahun 2017 tentang BPOM, untuk mengatur pengawasan peredaran kosmetik.

6. Pengawasan Peredaran Kosmetik Ilegal : BPOM melakukan tindakan terhadap produk


kosmetik ilegal, seperti penarikan dan pemusnahan produk, serta proses pengadilan
untuk tindak pidana bagi mereka yang melanggar ketentuan.

7. Kerjasama : BPOM mengupayakan kerjasama dengan pemerintah daerah dan


kementerian atau lembaga terkait untuk memperkuat sistem pengawasan obat dan
makanan.

8. Pendukungan Peraturan : BPOM memberikan dukungan peraturan untuk meningkatkan


daya saing produk obat dan makanan di pasar lokal maupun global.
9. Bimbingan Teknis : BPOM memberikan bimbingan teknis dalam penyediaan standar
ketentuan.

10. Meningkatkan Kemandirian : BPOM mengingatkan produsen obat dan makanan untuk
mengikuti ketentuan standar, yang akan meningkatkan kemandirian produsen.

11. Pengawasan Peredaran Kosmetik Berbahaya : BPOM melakukan pengawasan kosmetik


yang mengandung bahan berbahaya, yang dapat merugikan konsumen.

12. Pengawasan Pelaksanaan : BPOM melakukan konverensi pers terkait kosmetik yang
mengandung bahan berbahaya di lingkungan kantor BPOM, dan melakukan pengawasan
pada kosmetik yang mengandung bahan berbahaya.

13. Pemeriksaan Sarana/Fasilitas Produksi dan Distribusi : BPOM melakukan pemeriksaan


sarana/fasilitas produksi dan distribusi kosmetik untuk memastikan bahwa produk
kosmetik yang diproduksi dan dijual di wilayah Indonesia memenuhi standar
keselamatan dan mutu.

14. Pengujian Obat dan Makanan : BPOM melakukan pengujian obat dan makanan,
termasuk kosmetik, untuk memastikan bahwa produk kosmetik yang dihasilkan dan
dijual di wilayah Indonesia memenuhi standar keselamatan dan mutu.

15. Pengelolaan Komunikasi, Informasi, Edukasi, dan Pengaduan Masyarakat : BPOM


melakukan pelaksanaan pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan
masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan, termasuk kosmetik.

16. Koordinasi dan Kerja Sama : BPOM melakukan koordinasi dan kerja sama di bidang
pengawasan obat dan makanan, termasuk kosmetik.

17. Pengawasan Pelaksanaan Tugas di Lingkungan BPOM : BPOM melakukan pelaksanaan


pengawasan pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM.

18. Pelaksanaan Dukungan yang Bersifat Substantif : BPOM melakukan pelaksanaan


dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh organisasi di lingkungan BPOM.

19. Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara : BPOM bertanggung jawab atas


pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang berhubungan dengan pengawasan
obat dan makanan.

20. Eksekusi Intelijen dan Penyidikan : BPOM melakukan eksekusi intelijen dan penyidikan
terhadap pelang
Kesimpulan tentang produksi dan penjualan kosmetik secara ilegal di Indonesia:

Produksi kosmetik ilegal merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Penelitian yang
dilakukan mengenai kosmetik ilegal menunjukkan bahwa masih banyak produk kosmetik yang
tidak memenuhi izin edar maupun yang mengandung bahan berbahaya yang telah beredar di
masyarakat. Pelaku usaha akan melakukan berbagai cara untuk memasarkan produk kosmetik
yang diproduksi oleh mereka, termasuk menggunakan testimoni dan iklan yang sangat
meyakinkan.Kosmetik yang beredar tidak memenuhi syarat saat ini dianggap semakin
mengecewakan, terutama karena banyaknya produk impor yang tidak tercatat dan zat-zat
yang terdapat pada produknya tidak dapat dicantumkan.

Produksi dan penjualan kosmetik secara ilegal di Indonesia terjadi karena kurangnya
perlindungan hukum yang seimbang, yang menyebabkan posisi konsumen menjadi lemah.
Produk kosmetik ilegal yang beredar di pasaran seringkali tidak memenuhi persyaratan izin
edar atau mengandung bahan berbahaya. Penjualan secara kosmetik ilegal tidak bisa
bergantung pada kosmetik yang efektif berhubungan dengan kulit manusia. Perlindungan
hukum konsumen terhadap produk kosmetik ilegal dapat dilakukan melalui pendaftaran
produk, pendaftaran nomor ijin edar, dan pemeriksaan produk oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM). Pelaku usaha yang memproduksi dan memperdagangkan kosmetik tanpa izin
edar dilarang dan dapat dijerat Pasal 8 ayat 1. Konsumen dapat membuat laporan kepada
pengadilan dan melakukan proses mediasi atau arbitrase melalui BPSK jika merasa dirugikan
dengan produk kosmetik ilegal Perlindungan hukum konsumen terhadap produk kosmetik
ilegal dapat ditingkatkan secara signifikan dengan langkah-langkah seperti pendaftaran
produk dan pemeriksaan produk oleh BPOM.

Saran tentang produksi dan penjualan kosmetik ilegal:

1. Pemerintah dan BPOM harus lebih konsisten dalam mengatur dan mengawasi produksi
dan penjualan kosmetik ilegal.

2. Pelaku usaha harus lebih berpedulian dan memperhatikan tanggung jawab hukum
terhadap peredaran kosmetik yang tidak memiliki izin edar.
3. Konsumen harus lebih sadar dan mengetahui hak-hak mereka, seperti mengetahui
informasi mengenai kandungan produk kosmetik, pendaftaran izin edar, dan
pemeriksaan kualitas produk.

4. Sistem pengawasan dan penegakan hukum harus lebih efektif untuk mencegah produksi
dan penjualan kosmetik ilegal.

5. Dilakukan peningkatan pendidikan dan pengembangan kesadaran masyarakat terhadap


risiko dan dampak produk kosmetik ilegal.

6. Melakukan peningkatan kesadaran pelaku usaha terhadap keamanan dan kualitas


produk kosmetik, serta mengikuti standar pendaftaran izin edar.

7. Dilakukan peningkatan kesadaran dan pengawasan terhadap produk kosmetik yang


tidak memenuhi standar kualitas dan keselamatan.

8. Dilakukan peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang
melakukan produksi dan penjualan kosmetik ilegal.
Dirdjosisworo, Soedjono, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni

Bandung,2003.

Fuady, Munir, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999.

Gautama Sudargo, Indonesian Business Law, PT Citra Aditya

Nakti Bandung, 1995.

Halim, A Ridwan, Hukum Dagang Dalam Tanya Jawab, Penerbit Ghalia, Jakarta, 2003.

Celine Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika,

Malang. 2014.

Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip perlindungan

hukum bagi konsumen di Indonesia,

Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana,

Rineka Cipta, jakarta, 2008.

Vita Damarsari,Perlindungan Hukum Bagi Konsumen yang Membeli Produk Kosmetik di

Jogjakarta. Skripsi, Universitas Indonesia, 2010.

15 Aynainil Mardiyah, Aldri Frinaldi, “Efektifitas Balai Besai Pengawas Obat dan
Makanan Terhadap Penertiban Pelaku Usaha Kosmetik Ilegal di Kota Padang

Anda mungkin juga menyukai