Anda di halaman 1dari 22

KELOMPOK 8

HUKUM BISNIS DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

DOSEN PENGAMPU : MAHYUDDIN,A.Md.Par.S.E,M.Par

DISUSUN OLEH :

AHMAD AL HAFIZH (2102120116)

AHMAD RAMADHAN (2102120129)

DEDEH CAHYANI TORESA (2213100414)

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH

BANDA ACEH

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini berisi pendeskripsian menegnai Hukum Bisnis dan Perlindungan Konsumen yang
diharapkan dapat memperjelas pembaca dalam memahami konteks makalah ini. Atas
terselesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan yang
menyebabkan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan penulis atas terbentuknya makalah ini, semoga makalah ini memberikan informasi bagi
mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Banda Aceh, 04 Oktober 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................5
1.3 Tujuan..............................................................................................................................5
BAB II ISI.......................................................................................................................................6
2.1 Hukum Bisnis..................................................................................................................6
2.2 Perlindungan Konsumen................................................................................................9
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................21
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini aktivitas bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah ke
berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Bisnis merupakan salah satu
pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan
bangsa. Dalam melakukan bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari hukum
karena hukum sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa berjalan dengan lancar,
tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan
bisnis tersebut, contoh hukum bisnis adalah undang-undang perlindungan konsumen
(UU No. 8 tahun 1999).
Menurut Saleh (1990), “Hukum merupakan pranata yang pada akhirnya
menentukan bagaimana kesejehateraan yang dicapai tersebut dapat dinikmati secara
merata, bagaimanakeadilan sosial dapat diwujudkan dalam kehidupan masyarakat dan
bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membawa kebahagiaan
rakyat banyak”. Sebagai pelaku bisnis tentu tidak akan terlepas dari hukum, khususnya
hukum bisnis. Hukum bisnis bertujuan untuk memberikan kepada para pelaku bisnis
berupa keadilan, kepastian hukum, dan ketertiban dalam menjalankan kegiatan bisnis
mereka.
Dengan demikian, hukum sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa
berjalan dengan lancar, tertib, danaman, sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan
akibat adanya kegiatan bisnis tersebut. Hukum sebagai salah alat pengawasan (social
control) yang efektif untuk mengendalikan praktek bisnis yang tidak sehat. Sebab
hukum menetapkan secara tegas apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan,
serta bentuknya yang tertulis memberi rasaaman bagi para pelaku bisnis, karena apabila
terjadi pelanggaran sanksinya jelas dan terdapat bukti nyata.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa fungsi dari hukum bisnis?
1.2.2 Ruang lingkup apa saja yang termasuk dalam hukum bisnis?
1.2.3 Darimanakah sumber hukum bisnis?
1.2.4 Apa saja dasar hukum perlindungan konsumen?
1.2.5 Apa tujuan perlindungan konsumen?
1.2.6 Bagaimana asas perlindungan konsumen?
1.2.7 Bagaimana hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui fungsi dari hukum bisnis.
1.3.2 Untuk mengetahui ruang lingkup hukum bisnis.
1.3.3 Untuk mengetahui sumber hukum bisnis.
1.3.4 Untuk mengetahui hukum perlindungan konsumen.
1.3.5 Untuk mengetahui tujuan perlindungan konsumen.
1.3.6 Untuk mengetahui asas perlindungan konsumen.
1.3.7 Untuk mengetahui hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
BAB II

ISI

2.1 Hukum Bisnis


Sistem perekonomian dan kegiatan bisnis yang sehat seringkali bergantung pada
sistem perdagangan/bisnis/usaha yang sehat sehingga masyarakat membutuhkan seperti
angkat aturan yang dengan pasti dapat diberlakukan untuk menjamin terjadinya sistem
perdagangan /bisnis tersebut.
Istilah hukum bisnis sebagai terjemahan dari istilah "business law". Hukum Bisnis
(Business Law) = hukum yang berkenaan dengan suatu bisnis.
Dengan kata lain hukum binis adalah suatu perangkat kaidah hukum (termasuk
enforcement-nya) yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan
dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran
barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para entrepreneur dalam risiko tertentu
dengan usaha tertentu dengan motif (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk
mendapatkan keuntungan. (Munir Fuady, 2005: 2).
Sedangkan menurut DR. Johannes Ibrahirn,SH,M.Hum, dkk, dalam bukunya
HUKUM BISNIS : dalam persepsi manusia modern, him. 27" hukum bisnis adalah
seperangkat kaidah-kaidah hukum yang diadakan untuk mengatur serta menyelesaikan
pesoalan-pesoalan yang timbul dalam aktivitas antar manusia khususnya dalam bidang
perdagangan.

2.1.1 Fungsi Hukum Bisnis


1. Sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi bisnis,
2. Untuk memahami hak-hak dan kewajibannya dalam praktik bisnis, dan
3. Agar terwujud watak dan perilaku aktivitas di bidang bisnis yang
berkeadilan, wajar, sehat dan dinamis (yang dijamin oleh kepastian
hukum).
2.1.2 Ruang Lingkup Hukum Bisnis
Secara garis besar yang merupakan ruang lingkup dari hukum bisnis,
antara lain sebagai berikut :
1. Kontrak bisnis
2. Bentuk-bentuk badan usaha (PT, CV, Firma)
3. Perusahaan go publik dan pasar modal
4. Jual beli perusahaan
5. Penanaman modal/investasi (PAM/PMDN)
6. Kepailitan dan likuidasi
7. Merger, konsolidasi dan akuisisi
8. Perkreditan dan pembiayaan
9. Jaminan hutang
10. Surat-surat berharga
11. Ketenagakerjaan / perb-uruhan
12. Hak Kekayaan Intelektual, yaitu Hak Paten (UU No. 14 tahun 2001, Hak
Merek UU No. 15 tahun 2001, Hak Cipta (UU No. 1 19 tahun 2002),
Perlindungan Varietas Tana-man (UU No. 29 tahun 2000), Rahasia Dagang
(UU No. 30 tahun 2000), Desain Industri, (UU No. 31 tahun 2000), dan
Desain Tata Letak Sir. kuit Terpadu (UU No. 32 tahun 2000).
13. Larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
14. Perlindungan konsumen (UU No.8 / 1999)
15. Keagenan dan distribusi
16. Asuransi (UU No. 2/1992)
17. Perpajakan
18. Penyelesaian sengketa bisriis
19. Bisnis internasional
20. Hukum pengangkutan (darat, laut, udara)
21. Alih Teknologi perlu perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi
pemilik teknologi maupun pengguna teknologi seperti mengenai bentuk dan
cara pengalihan teknologi asing ke dalam negeri.
22. Hukum perindustrian/industri pengolahan.
23. Hukum Kegiatan perusahan naultinasional (eksporinport)
24. Hukum Kegiatan Pertambangan
25. Hukum Perbankan (UU No. 10/ 1998) dan suratsurat berharga
26. Hukum Real estate/ perumahan/ bangunan
27. Hukum Perjanjian internasional/perdagangan internasional.
28. Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 15 tahun 2002).

2.1.3 Sumber Hukum Bisnis


Yang dimaksud dengan sumber hukum bisnis disini adalah dimana kita bia
menemukan sumber hukum bisnis itu. Yang mana nantinya sumber hukum
tersebut dijadikan sebagai dasar hukum berlakunya hukum yang dipakai dalam
menjalankan bisnis tersebut.
Sumber hukum bisnis yang utama/pokok (1338 ayat 1 KUHPerdata)
adalah:
1. Asas kontrak (perjanjian) itu sendiri yang menjadi sumber hukum utama,
dimana masing-masing pihak terikat untuk tunduk kepada kontrak yang telah
disepakati (kontrak yg dibuat diberlakukan sama dengan UU).
2. Asas kebebasan berkontrak, dimana para pihak bebas untuk membuat dan
menentukan isi dari kontrak yang mereka sepakati.
Secara umum sumber hukum bisnis (sumber hukum perundangan) tersebut
adalah:
Sumber Hukum Bisnis

Hukum Perdata

Hukum Publik
Hukum Dagang

Peraturan Perundang-undangan
Hukum Perdata (KUHPerdata); misalnya hukum perjanjian (kontrak), hak
hak kebendaan, sebagai sumber terjadinya bisnis.
Hukum Publik (Pidana Ekonomi/Bisnis), misalnya kejahatan-kejahatan di
bidang ekonomi/bisnis : Penyeludupan, illegal logging, korupsi, dll.
Hukum Dagang (KUH Dagang), misalnya kewajiban pembukuan,
perusahaan persekutuan (Firma, CV), asuransi, pengangkutan, surat berharga,
pedagang perantara, keagenan / distributor, dll).
Peraturan perundang-undangan diluar KUHPerdata dan KUHDagang,
misalnya kepailitan, perlindungan konsumen, anti monopoli/persaingan tidak
sehat, penanaman modal (PMA/PMDN), pasar modal (go public), Perseroan
Terbatas, likuidasi, akuisisi, merger, pembiayaan, hak kekayaan intelektual
(cipta, merek, paten), penyelesaian sengketa bisnis /arbitrase, perdagangan
intenasional (WTO).

2.2 Perlindungan Konsumen


Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan.
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Sedangkan hukum perlindungan konsumen itu sendiri ialah keseluruhan asas-asas
dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan
dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa konsumen.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti,
perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme.
2.2.1 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi
landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni :
Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber
hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional
diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga
mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang
dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat
Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas
transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi
konsumen.

2.2.2 Tujuan Perlindungan Konsumen


Perlindungan Konsumen bertujuan :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri,
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi,
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha,
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan konsumen.

2.2.3 Asas Perlindungan Konsumen


Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu :
1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual,
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan,
5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

2.2.4 Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

Hak dan Kewajiban Konsumen


Berdasarkan Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan
kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut :
1. Hak Konsumen
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
2. Kewajiban Konsumen
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan Pasal 6 dan 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan
kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut :
1. Hak Pelaku Usahaa.
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

2. Kewajiban Pelaku Usaha


a. Baritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutut barang dan/atau
jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi
atas barang yang dibuat atau diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau pengganti atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

2.2.5 Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha


Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah
larangan dalam memproduksi/memperdagangkan, larangan dalam menawarkan/
mempromosikan/mengiklankan, larangan penjualan secara obral/lelang, dan
larangan dalam ketentuan periklanan.

1. Larangan dalam Memproduksi/Memperdagangkan


Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkandan/atau
jasa yang :
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di persyaratkan
dan ketentuan perundang-undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam lebel atau etiket
barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam
hitungan dalam menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
e. Tidak seusai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolaan,
gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan jasa tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
dinyatakan “Halal” yang dicantumkan dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha serta keterangan lain untuk penggunaan menurut ketentuan harus
dipasang/dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku;
Selain itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak,
cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa informasi secara lengkap dan benar atasa
barang yang dimaksud.
Sementara itu, pelaku usaha yang melakukan pelanggaran atas larangan
diatas, dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib
menariknya dari peredaran.

2. Larangan dalam Menawarkan/Mempromosikan/Mengiklankan


Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu
barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. Barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga
khusus, standart mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik
tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru;
c. Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja
atau aksesoris tertentu;
d. Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. Barang atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan jasa lain;
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya,
tidak mengandung resiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang
lengkap;
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Dengan demikian, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa
yangditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan,
misalnya:
a. Harga atau tarif suatau barang atau jasa;
b. Kegunaan suatu barang atau jasa;
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau
jasad;
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. Bahaya penggunaan barang atau jasa.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa, dilarang melakukan
dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik
fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Sementara itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui
pesanan dilarang, misalnya :
a. Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuaidengan
yang dijanjikan;
b. Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi.

3. Larangan dalam Penjualan Secara Obral/Lelang


Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang,
dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen, antara lain:
a. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi
standart mutu tertentu;
b. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung
cacat tersembunyi;
c. Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan
maksud menjual barang lain;
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup
dengan maksud menjual barang lain;
e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah
cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
f. Menaikan harga atau tarif barang dan jasa sebelum melakukan obral.

4. Larangan dalam Periklanan


Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, misalnya :
a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan,
dan harga barang atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan
barang atau jasa;
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang atau jasa tersebut;
c. Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang
atau jasad;
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang danatau
jasa;
e. Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizin yang berwenang
atau persetujuan yang bersangkutan;
f. Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.

2.2.6 Tanggung Jawab Pelaku Usaha


Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan
atau diperdagangkan. Tanggung gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang
dialami konsumen sebagai akibat dari “produk yang cacat”, bisa dikarenakan
kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan/jaminan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan
kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 diatur Pasal 19 sampai
dengan Pasal 28. Dalam Pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku
usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi
ganti rugi kerugian ataukerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Bentuk kerugian konsumen dengan ganti rugi berupa pengembalian uang,
penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan
kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undanganyang berlaku.
Sementara itu, Pasal 20 dan 21 mengatur beban dan tanggung jawab
pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan
pembuktian, sedangkan Pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada
tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam
Pasal 19.
Dengan demikian, peradilan pidana kasus konsumen menganut sistem
beban pembuktian terbalik. Jika pelaku usaha menolak atau tidak meberi
tanggapan dan tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen maka menurut
Pasal 23 dapat digugatmelalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau
mengajukan ke badan peradilan ditempat kedudukan konsumen.
Pelaku usaha yang menjual barang atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:
1. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan
perubahanapapun atas barang atau jasa tersebut.
2. Pelaku usaha lain di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau
tidaksesuai dengan contoh mutu dan komposisi.
Pelaku usaha sebagaimana dimaksd pada ayat (1) dibebaskan dari
tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen apabila pelaku
usaha lain yangmembeli barang atau jasa menjual kembali kepada konsumen
dengan melakukan perubahan atas barang atau jasa tersebut.
Di dalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha
daritanggung jawab atas kerugian yang di derita konsumen, apabila:
1. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan
untuk diedarkan.
2. Cacat barang timbul pada kemudian hari.
Cacat timbul di kemudian hari adalah seduah tanggal yang mendapat
jaminan dari pelaku usaha sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis maupun
lisan.
3. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
Yang dimaksud dengan kualifikasi barang adalah ketentuan standardisasi
yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan kesepakatan semua pihak.
4. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.
5. Lewatnya jangka waktu penentuan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewatnya
jangka waktu yang diperjanjikan. Jangka waktu yang diperjanjikan itu adalah
garansi.

2.2.7 Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999, yang
tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif
dan sanksi pidana.
1. Sanksi Administratif
a. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19ayat
(2) dan ayat (3), Pasal 20, pasal 25, dan Pasal 26.
b. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak
Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2. Sanksi Pidana
a. Pelaku usaha yang menlanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
didalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal
17ayat (1) dan Pasal 18 di pidana dengan pidana penjara paling lama
5(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,00(dua miliar rupiah).
b. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimkasud
dalamPasal 11, pasal 12, Pasal 13 yat (1), pasal 14, Pasal 16 dan Pasal
17 ayat(1) di pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana dena
paling banyakRp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 62, dapat
dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
1. Perampasan barang tertentu
2. Pengumuman keputusan hakim
3. Pembayaran ganti rugi
4. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbilnyakerugian konsumen
5. Kewajiban penarikan barang dari peredaran
6. Pencabutan izin usaha.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Hukum menjamin agar kegiatan bisnis dapat berjalan dengan aman, tertib dan
terlindungi oleh kepastian hukum. Sesuai dengan fungsinya, bahwa sebagai sumber
informasi yang berguna bagi praktisi bisnis, untuk memahami hak-hak dan kewajibannya
dalam praktik bisnis, agar terwujud watak dan perilaku aktivitas dibidang bisnis yang
berkeadilan, wajar, sehat dan dinamis (yang dijamin oleh kepastian hukum).

Dan dengan adanya UU Perlindungan Konsumen, diharapkan upaya perlindungan


konsumen yang selama ini dianggap kurang diperhatikan menjadi lebih diperhatikan.
Karena, pada dasarnya setiap warga negara berhak atas perlindungan hukum, salah
satunya perlindungan terhadap konsumen.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Indra Muchlis, dkk. 2016. Hukum Bisnis. Daerah Istimewa Yogyakarta. Trussmedia Grafika:
(hal. 11-16)

Atsar, Abdul dan Rani, Apriani. 2019. Buku Ajar Hukum Perlindungan Konsumen. Yogyakarta. Penerbit
Deepublish: (hal. 5)

https://bpkn.go.id/uploads/document/99427398FAQs.pdf

https://www.academia.edu/35473729/MAKALAH_PERLINDUNGAN_KONSUMEN

Anda mungkin juga menyukai