Anda di halaman 1dari 27

MATA KULIAH ETIKA DAN HUKUM DALAM BISNIS

KELOMPOK 6
HUKUM BISNIS, HUKUM PERIKATAN,
DAN HUKUM PERJANJIAN

Dosen : Muzdalifah, S.E.,M.A

Disusun Oleh :

 Ade Novita Sari (201614500869)


 Dehan El Dura (201614500923)
 Siti Fatimah (201614500884)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
JAKARTA - 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Karunia dan Rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Etika dan Hukum Dalam Bisnis yang
berjudul “HUKUM BISNIS, HUKUM PERIKATAN, DAN HUKUM PERJANJIAN”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa banyak pihak yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu, membimbing, dan memberi motivasi.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Muzdalifah, S.E.,M.A selaku Dosen Mata Kuliah Etika dan Hukum Dalam Bisnis

Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi pemikiran untuk pihak-pihak
yang membutuhkan, terutama para teman mahasiswa dan bagi penyusun, sehingga apa yang
diharapkan dapat tercapai. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyelesaian
makalah ini, terdapat banyak kekurangan dan kesalahan.

Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca agar menjadi perbaikan untuk makalah selanjutnya. Akhir kata, kami mengucapkan
terima kasih.

Jakarta, 16 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………............................ i

Daftar Isi......................................................................................................................... ii

1. BAB 1 Hukum Bisnis ……………….……………….…………………………... 1


A. Pengertian Hukum..................................................................................................... 1
B. Tujuan Hukum Bisnis................................................................................................ 2
C. Fungsi Hukum Bisnis................................................................................................ 2
D. Ruang Lingkup Hukum Bisnis.................................................................................. 3
E. Sumber Hukum Bisnis………………………………............................................ 4
F. Peran Pemerintah dalam Pengaturan Hukum Bisnis………..................................... 5
G. Sistem Hukum Di Indonesia…………………………............................................. 6

2. BAB 2 Hukum Perikatan……………….......…………...…………………...….. 7


A. Pengertian Hukum Perikatan.................................................................................... 7
B. Pengaturan Hukum Perikatan………….................................................................... 8
C. Unsur-unsur Hukum Perikatan…………….............................................................. 10

3. BAB 3 Hukum Perjanjian……………………………………….……...………... 13


A. Pengertian dan Penafsiran Hukum Perjanjian……................................................... 13
B. Jenis-Jenis Hukum Perjanjian................................................................................... 15
C. Syarat Sahnya Perjanjian…………………………..…............................................ 17
D. Saat Lahirnya Perjanjian……………….……..…………........................................ 18
E. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian………..…....................................... 20
F. Prestasi dan Wanprestasi…………….…………………………..…....................... 21

4. BAB 4 Penutup……………….………………………………….……...………... 23
A. Kesimpulan………………....................................................................................... 23

5. Daftar Pustaka….…………….………………………………….……...………... 24

ii
BAB 1
Hukum Binis

A. Pengertian Hukum Bisnis

Hukum bisnis adalah perangkat hukum yang mengatur suatu tatacara dan pelaksanaan
suatu urusan atau suatu kegiatan perdagangan, industri, ataupun tentang kegiatan keuangan
yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran barang dan jasa, kegiatan produksi maupun
suatu kegiatan menempatkan uang yang dilakukan oleh para pengusaha bisnis dengan usaha
dan usaha yang lainnya, dimana enterpineur sudah mempertimbangkan suatu segala resiko
yang mungkin terjadi.

Pengertian Hukum Bisnis Menurut Para Ahli :


1. Munir Fuady
Menurut Munir Fuady menyatakan bahwa Hukum Bisnis merupakan suatu perangkat atau
kaidah hukum termasuk upaya penegakannya yang mengatur mengenai tata cara
pelaksanaan urusan atau aktivitas dagang , industri atau keuangan yang dihubungkan
dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para
enterpeneur dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif untuk mendapatkan
keuntungan.
2. Abdul R.Saliman dkk
Menurut Abdul R.Saliman dkk menyatakan bahwa Hukum Bisnis atau Business
Law/Bestuur Rechts merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur hak dan kewajiban yang muncul dari
perjanjian-perjanjian maupun suatu perikatan-perikatan yang terjadi dalam praktek bisnis.
3. Dr. Johannes Ibrahim, SH, M.Hum
Menurut Dr. Johannes Ibrahim, SH, M.Hum menyatakan Hukum Bisnis merupakan
seperangkat kaidah hukum yang diadakan untuk mengatur serta menyelesaikan berbagai
persoalan yang muncul dalam kegiatan antar manusia, khususnya dalam bidang
perdagangan.

Dari ketiga pengertian hukum bisnis tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukum bisnis
merupakan suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tata cara pelaksanaan urusan atau
kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran

-1-
barang atau jasa dengan menempatkan uang dari entepreneur dalam resiko dan usaha tertentu
dengan motif mendapatkan keuntungan tertentu pula.

B. Tujuan Hukum Bisnis

Tujuan Hukum Bisnis :


 Untuk menjamin berfungsinya keamanan mekanisme pasar secara efisien dan lancar
 Untuk melindungi berbagai suatu jenis usaha, khususnya untuk jenis Usaha Kecil
Menengah (UKM)
 Untuk membantu memperbaiki suatu system keuangan dan system perbankan
 Memberikan perlindungan terhadap suatu pelaku ekonomi atau pelaku bisnis
 Untuk mewujudkan sebuah bisnis yang aman dan adil untuk semua pelaku bisnis.

C. Ruang lingkup Hukum Bisnis

Ruang lingkup hukum bisnis sendiri, mencakup beberapa hal berikut ini diantaranya :
 Kontrak bisnis
 Bentuk badan usaha (PT, Firma, CV)
 Pasar modal dan perusahaan go publik
 Kegiatan jual beli oleh perusahaan
 Investasi atau penanaman modal
 Likuidasi dan pailit
 Merger, akuisisi dan konsolidasi
 Pembiayaan dan perkreditan
 Jaminan hutang
 Surat-surat berharga
 Ketenagakerjaan
 Hak Kekayaan Intelektual Industri
 Persaingan usaha tidak sehat dan larangan monopoli
 Perlindungan terhadap konsumen
 Distribusi dan agen
 Perpajakan
 Asuransi

-2-
 Menyelesaikan sengketa bisnis
 Bisnis Internasional
 Hukum pengangkutan baik melalui darat, laut, maupun udara
 Perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pengguna teknologi dan pemilik
teknologi
 Hukum perindustrian atau industri pengolahan.
 Hukum Kegiatan perusahan multinasional yang meliputi kegiatan ekspor dan import
 Hukum Kegiatan Pertambangan
 Hukum Perbankan dan surat-surat berharga
 Hukum Real estate, bangunan dan perumahan
 Hukum perdagangan internasional atau perjanjian internasional
 Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang

D. Fungsi Hukum Bisnis

Fungsi Hukum Bisnis :


 Bisa untuk dijadikan suatu sumber informasi bagi semua yang menggeluti para pelaku
bisnis.
 Pelaku bisnis bisa lebih mengetahui hak dan kewajbannya saat mambangun sebuah
usaha. agar usaha atau bisnis nya tidak menyimpang dari aturan yang ada didunia
perbisnisan yang udah tertulis di perundang-undangan dan tidak ada yang dirugikan.
 Untuk pelaku bisnis agar memahami suatu hak-hak dan kewajibannya dalam suatu
kegiatan bisnis
 Agar untuk terwujud suatu watak dan prilaku kegiatan dibidang bisnis atau kegiatan
usaha yang adil, jujur, wajar, sehat dan dinamis (yang dijamin suatu hukum bisnis).

Adapun fungsi dari hukum bisnis antara lain:

1. Sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi bisnis


2. Untuk memahami hak-hak dan kewajiban dalam praktisi bisnis
3. Agar terwujudnya watak dan perilaku aktivitas dibidang bisnis yang berkeadilan,
wajar, sehat dan dinamis.

-3-
E. Sumber Hukum Bisnis

Sumber hukum bisnis yang berkaitan dengan dasar terbentuknya hukum bisnis.
Sumber hukum bisnis yaitu sebagai berikut :
 Asas kontrak perjanjian yaitu yang dilakukan oleh para pihak, sehingga masing-masing
pihak patuh pada sebuah kesepakatan.
 Asas kebebasan berkontrak yaitu yang dimana para pelaku usaha bisa membuat dan
menentukan sendiri isi perjanjian yang disepakati.

Sedangkan menurut perundang-undangan, sumber hukum bisnis yaitu sebagai berikut :


 Hukum Perdata yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).
 Hukum Publik yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
atau Pidana Ekonomi.
 Hukum Dagang yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD),
dan
 Hukum perjanjian (kontrak), hak-hak kebendaan, sebagai sumber terjadinya bisnis
 Kejahatan di bidang ekonomi/bisnis missal : penyelundupan, korupsi dll
 Peraturan lainnya diluar KUHPerdata, KUHP, dan KUHD.

Atau menurut Munir Fuady, sumber-sumber hukum bisnis adalah:

 Perundang undangan;
 Perjanjian;
 Traktat;
 Yurisprudensi;
 Kebiasaan;
 Pendapat sarjana hukum (doktrin)

-4-
F. Peran Pemerintah dalam Pengaturan Hukum Bisnis

Pemerintah dapat berperan untuk mewujudkan keadilan dalam dunia usaha dengan
membentuk peraturan-peraturan atau hukum bisnis yang berlandaskan prinsip keadilan.
Dengan adanya hukum bisnis yang adil maka hak dan kewajiban para pelaku usaha dapat
dilindungi. Dengan adanya hukum bisnis, pemerintah juga diharapkan mampu berperan untuk
memberikan ketertiban dalam dunia bisnis. Keteraturan dan ketertiban dapat mendorong
terciptanya kondisi usaha yang baik dan lancarnya lalu lintas perekonomian. Hal ini dapat
memberikan dampak positif terhadap dunia usaha.
Hukum bisnis mengatur dan melindungi para pelakunya agar tidak melakukan praktik
kecurangan seperti monopoli dan persaingan usaha, penggelapan pajak dan lain sebagainya.
Selain itu, hukum bisnis juga ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap
masyarakat. Masyarakat sebagai konsumen atas barang dan jasa yang beredar dipasaran mesti
mendapatkan perhatian dari hukum bisnis. Masyarakat telah sering menjadi korban dalam
dunia bisnis. Telah sering ditemukan pelaku bisnis yang menciptakan dan memasarkan
produk dibawah standar dan berbahaya bagi masyarakat.
Disinilah peran dan fungsi penting dari pemerintah sebagai penyelenggara negara,
yakni melindungi warganya. Pemerintah dituntut agar mampu menciptakan dunia usaha yang
jauh dari praktek-praktek kecurangan yang dapat merugikan pelaku bisnis dan masyarakat.
Karena itulah kehadiran hukum bisnis dalam dunia usaha dipandang sebagai solusi yang
tepat. Hukum bisnis mengatur berbagai bidang, antara lain : hukum kontrak, hukum
perusahaan, hokum perlindungan konsumen, surat berharga, pasar modal serta hak dan
kekayaan intelektual dan berbagai bidang bisnis lainnya.

-5-
G. S i s t e m H u k u m d i I n d o n e s i a

Sistem hukum di Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum yang berasal dari
daratan eropa (eropa kontinental) karena adanya "arisan kolonial belanda, dan itu tebukti
sampai dengan sekarang dan masih tetap mempengaruhi dalam menyusun hukum di
indonesia.
Selain itu berlaku juga hukum adat sebagai hukum yang asli yang tumbuh dan
berkembang dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang sangat mempengaruhi proses
berlakunya hukum di indonesia, dan hukum adat ini sangat beragam di indonesia,
sehingga dalam penerapan secara umum akan menghadapi kendala, tetapi cukup efisien
untuk masyarakat setempat yang memberlakukannya.
Hukum islam menjadi bagian yang juga mempengaruhi hukum di indonesia,
karena mayoritas agama di indonesia adalah islam, yang memungkinkan hukum islam
menjadi bagian yang penting dan berpengaruh dalam hukum di indonesia. terbukti adanya
peraturan tentang penyelengaraan haji, dan ini membuktikan bahwa negara indonesia
tidak melepaskan tanggung jawab urusan beragama dengan urusan Negara pemerintah.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum indonesia dipengaruhi oleh warna hukum
kontinental, hukum adat dan hukum islam. yang pada kenyataannya masing-masing
mempunyai pengaruh yang besar dalam system hukum di indonesia. Dan ini lalu menjadi
bagiaan yang cukup sulit ketika harus membangun sistem hukum indonesia yang bisa
mewujudkan sesuatu yang persuasif dan berkeadilan sosial, karena masing-masing dari
sistem ini sendiri mempunyai kelebihan dan kekurangan.

-6-
BAB 2
Hukum Perikatan

A. Pengertian Hukum Perikatan

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”.
Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan
artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu
menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, dapat berupa
peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya
letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal
yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-
undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian,
perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum(
legal relation).
Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang
satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini
dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of
property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of
succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law). Perikatan yang terdapat dalam
bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas. perikatan yang terdapat dalam bidang-
bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:
1. Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil
tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum
yang merugikan orang lain.
2. Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena
lahirnya anak dan sebagainya.
3. Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian
pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
4. Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh
pengurusnya, dan sebagainya.

-7-
Perikatan dalam pengertian sempit

Membahas hukum harta kekayaan saja, meliputi hukum benda dan hokum perikatan,
yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda.

Peraturan Hukum Perikatan


Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata. Buku III
KUH Perdata bersifat :

a. Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan
dengan undang- undang.
b. Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh
kedua belah pihak.
c. Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena
tergantung pada kesepakatan.

B. Macam-Macam Hukum Perikatan

Dalam kenyataanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat
menurut syarat yang ditentukan oleh pihak- pihak, atau menurut jenis prestasi yang harus
dipenuhi, atau menurut jumlah subyek yang terlibat dalam perikatan itu.

1. Perikatan Bersyarat
Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang
digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan
belum pasti terjadi, baik dalam menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi
peristiwa maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak terjadi
peristiwa (Pasal 1253 KUHP dt). Perikatan bersyarat di bagi dua yaitu :
a) Perikatan dengan syarat tangguh, Apabila syarat peristiwa itu terjadi, maka
perikatan di laksanakan (Pasal 1263 KUHP dt).
b) Perikatan dengan syarat batal, Disini justru perikatan yang sudah ada akan
berakhir apabila peristiwa yang dimaksudkan itu terjadi (Pasal 1265 KUHP
dt).

-8-
2. Perikatan dengan ketetapan waktu
Syarat ketetapan waktu adalah pelaksaan perikatan itu digantungkan pada waktu
yang di tetapkan. Misalnya Anis berjanji kepada Yesi bahwa ia akan membayar utangnya
dengan hasil panen sawahnya yang sedang menguning pada tanggal 1 agustus 2014.
Dalam hal ini hasil panen yang sedang menguning sudah pasti karena dalam waktu dekat,
Anis akan panen sawah sehingga pembayaran utang pada tanggal 1 agustus 2014 sudah
dipastikan.
3. Perikatan Manasuka ( Boleh Pilih)
Pada perikatan manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan
perikatan mansuka karena, debitor boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satu
dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun, debitor tidak dapat memaksa
kreditor untuk menerima sebagian benda yang satu dan benda sebagian benda yang
lainnya. Jika debitor telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam
perikatan, dia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada
debitor jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor (Pasal 1272 dan 1273
KUHP dt).
4. Perikatan Fakultatif
Perikatan Fakultatif yaitu perikatan dimana debitor wajib memenuhi suatu prestasi
tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam perikatan ini hanya ada satu objek.
Apabila debitor tidak memenuhi prestasi itu, dia dapat mengganti prestasi lain. Misalnya,
Agung berjanji kepada Rian untuk meminjamkan mobilnya guna melaksanakan
penelitian. Jika Agung tidak meminjamkan Karena rusak, dia dapat mengganti dengan
sejumlah uang transport untuk melaksanakan penelitiannya.
5. Perikatan Tanggung-Menanggung
Pada perikatan tanggung-menanggung dapat terjadi seorang debitor berhadapan
dengan beberapa orang kreditor atau seorang kreditor berhadapan dengan beberapa orang
debitor. Apabila kredior terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung-menanggung
aktif. Dalam hal ini, setiap kreditor, berhak atas pemenuhan prestasi seluruh hutang. Jika
prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitor dibebaskan dari utangnya dan perikatan hapus
(Pasal 1278 KUHP dt). Jika pihak debitor terdiri atas beberapa orang, ini disebut
tanggung menanggung pasif, setiap debitor wajib memenuhi prestasi seluruh utang dan
dan jika sudah dipenuhi oleh seorang debitor saja, membebaskan debitor –debitor lain
dari tuntutan kreditor dan perikatannya hapus (Pasal 1280 KUHP dt)

-9-
6. Perikatan Dapat Dibagi Dan Tidak Dapat Dibagi
Suatu perikatan dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang
menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula
pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. sifat dapat atau
tidak dapat dibagi itu berdasarkan pada :
a) Sifat benda yang menjadi objek perikatan.
b) Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
7. Perikatan dengan Ancaman Hukuman
Perikatan ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitor apabila dia lalai
memenihi prestasinya. Ancaman hukuman ini bermaksut untuk memberikan suatu
kepastian atas pelaksanaan isi perikatan, seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian
yang dibuat oleh pihak-pihak. Disamping itu, juga sebagai upaya untuk menetapkan
jumlah ganti keruguan jika memang terjadi wanprestasi. Hukuman itu merupakan
pendorong debitor untuk memenuhi kewajiban berprestasi dan untuk membebaskan
kreditor dari pembuktian tentang besarnya ganti kerugian yang telah di deritanya.
8. Perikatan Wajar
Undang-undang tidak menentukan apa yang dimaksud dengan perikatan wajar
(natuurlijke verbintenis, natural obligation). Dalam undang-undang hanya dijumpai Pasal
1359 ayat (2) KUHPdt. Karena itu, tidak ada kesepakatan antara para penulis hukum
mengenai sifat dan akibat hukum dari perikatan wajar, kecuali mengenai satu hal, yaitu
sifat tidak ada gugatan hukum guna memaksa pemenuhannya. Kata wajar adalah
terjemaahan dari kata aslinya dalam bahasa Belanda “natuurlijk” oleh Prof. Koesoemadi
Poedjosewojo dalam kuliah hukum perdata pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.

C. Hapusnya Hukum Perikatan

Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu :
a) Pembayaran
Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya meliputi penyerahan
sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Dalam hal objek perikatan adalah
pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbal balik, perikatan baru berakhir
setelah pembayaran uang dan penyerahan benda.
b) Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan

- 10 -
Jika debitor telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan notaries,
kemudian kreditor menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditor itu kemudian
debitor menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk
disimpan. Dengan demikian, perikatan menjadi hapus ( Pasal 1404 KUH Perdata )
c) Pembaruan Utang ( Novasi )
Pembaruan utang terjadi dengan cara mengganti utang lama dengan utang baru,
debitor lama dengan debitor baru. Dalam hal utang lama diganti dengan utang baru,
terjadilah penggantian objek perikatan, yang disebut “ Novasi Objektif”. Disini utang
lama lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orangnya (subyeknya), maka jika
debitornya yang diganti, pembaruan ini disebut “Novasi Subjektif Pasif” jika
kreditornya yang diganti, pembaruan ini disebut “novasi subjektif aktif”. D alam hal ini
utang lama lenyap.
d) Perjumpaan Utang (kompensasi)
Dikatakan ada penjumpaan utang apabila utang piutang debitor dan kreditor secara
timbale balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan itu utang piutang lama
lenyap.
e) Pencampuran Utang
Menurut ketentuan Pasal 1436 KUH Perdata, Pencampuran utang itu terjadi apabila
kedudukan kreditor dan debitor itu menjadi satu tangan. Pencampuran utang tersebut
terjadi demi hukum. Pada pencampuran hutang ini utang piutang menjadi lenyap.
f) Pembebasan Utang
Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditor dengan tegas menyatakan tidak
menghendaki lagi prestasi dari debitor dan melepaskan haknya atas pembayaran atau
pemenuhan perikatan dengan pembebasan ini perikatan menjadi lenyap atau hapus.
Menurut ketentuan pasal 1438 KUH Perdata, pembebasan suatu hutang tidak boleh
didasarkan pada persangkaan, tetapi harus di buktikan. Pasal 1439 KUH Perdata
menyatakan bahwa pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditor
kepada debitor merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
g) Musnahnya benda yang terutang
Menurut ketentuan pasal 1444 KUH Perdata, apabila benda tertentu yang menjadi
objek perikatan itu musnah, tidak dapat lagi diperdangkan, atau hilang bukan karena
kesalahan debitor, dan sebelum dia lalai , menyerahkannya pada waktu yang telah
ditentukan; perikatan menjadi hapus (lenyap) akan tetapi, bagi mereka yang
memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya, kerena pencurian, maka musnah
- 11 -
atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitor (orang yang mencuri itu) untuk
mengganti harganya.
h) Karena pembatalan
Menurut ketentuan pasala 1320 KUH Perdata, apabila suatu perikatan tidak
memenuhi syarat-syarat subjektif. Artinya, salah satu pihak belum dewasa atau tidak
wenang melakukan perbuatan hukum, maka perikatan itu tidak batal, tetapi “dapat
dibatalkan” (vernietigbaar, voidable). Perikatan yang tidak memenuhi syarat subjektif
dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan negeri melalui dua cara, yaitu :
1) Dengan cara aktif, Yaitu menuntut pembatalan melalui pengadilan negeri dengan
cara mengajukan gugatan.
2) Dengan cara pembelaan, Yaitu menunggu sampai digugat di muka pengadilan
negeri untuk memenuhi perikatan dan baru diajukan alasan tentang kekurangan
perikatan itu.

Untuk pembatalan secara aktif, Undang-undang memberikan pembatasan waktu, yaitu


lima tahun (pasal 1445 KUH Perdata), sedangkan untuk pembatalan sebagai
pembelaan tidak diadakan pembatasan waktu.
i) Berlaku Syarat Batal
Syarat batal yang dimaksud disini adalah ketentuan isis perikatan yang disetujui oleh
kedua pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal
(nietig, void) sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut “syarat batal”.
Syarat batal pada asasnya selalu berlaki surut, yaitu sejak perikatan itu dibuat.
Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi
perkatan.
j) Lampau Waktu (Daluarsa)
Menurut ketentuan pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah alat untuk
memperolah sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang. Atas
dasar ketentuan pasal tersebut dapat diketahui ada dua macam lampau waktu yaitu :
1) Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu benda disebutacquisitieve
verjaring.
2) Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari
tuntutan disebut extinctieve verjaring.

- 12 -
BAB 3
Hukum Perjanjian

A. Pengertian dan Penafsiran Perjanjian


1. Pengertian Perjanjian
Secara etimologis perjanjian (Yang dalam Bahasa Arab diistilahkan dengan
Mu’ahadah Ittifa’, Akad) atau kontrak dapat diartikan sebagai : “perjanjian atau
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap seseorang lain atau lebih”. (Yan Pramadya Puspa, 1997 : 284).
Sedangkan WJS. Poerwadarminta dalam bukunya Kamus Umum Bahasa Indonesia
memberikan definisi/pengertian perjanjian tersebut sebagai berikut : “Persetujuan (tertulis
atau dengan lisan) yang dibuat oleh ua pihak atau lebih yang mana berjanji akan menaati
apa yang tersebut dipersetujuan itu.” (WJS.Poerwadarminta,1986 : 402).
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa,
Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara seseorang atau beberapa orang
dengan seseorang atau beberapa orang lainnya untuk melakukan sesuatu perbuatan
tertentu. Di dalam hukum kalau perbuatan itu mempunyai akibat hukum maka perbuatan
tersebut diistilahkan dengan perbuatan hukum.

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian
perjanjian ini mengandung unsur :
a. Perbuatan,
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, .
c. Mengikatkan dirinya,

- 13 -
2. Asas Perjanjian

Ada 7 jenis asas hukum perjanjian yang merupakan asas-asas umum yang harus diperhatikan
oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya.

a. Asas sistem terbuka hukum perjanjian


Hukum perjanjian yang diatur didalam buku III KUHP merupakan hukum yang bersifat
terbuka. Artinya ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang termuat didalam buku III
KUHP hanya merupakan hukum pelengkap yang bersifat melengkapi.
b. Asas Konsensualitas
Asas ini memberikan isyarat bahwa pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat lahir
sejak adanya konsensus atau kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian.
c. Asas Personalitas
Asas ini bisa diterjemahkan sebagai asas kepribadian yang berarti bahwa pada umumnya
setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk kepentingannya sendiri atau dengan
kata lain tidak seorangpun dapat membuat perjanjian untuk kepentingan pihak lain.
d. Asas Itikad baik
Pada dasarnya semua perjanjian yang dibuat haruslah dengan itikad baik. Perjanjian itikad
baik mempunyai 2 arti yaitu :
1) Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
2) Perjanjian yang dibuat harus didasari oleh suasana batin yang memiliki itikad baik.
e. Asas Pacta Sunt Servada
Asas ini tercantum didalam Pasal 1338 ayat 1 KUHP yang isinya “Semua Perjanjian yang
di buat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Asas
ini sangat erat kaitannya dengan asas sistem terbukanya hukum perjanjian, karena
memiliki arti bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak asal memnuhi syarat-
syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam pasal 1320 KUHP sekalipun
menyimpang dari ketentuan-ketentuan Hukum Perjanjian dalam buku III KUHP tetap
mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuat perjanjian.
f. Asas force majeur
Asas ini memberikan kebebasan bagi debitur dari segala kewajibannya untuk membayar
ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian karena suatu sebab yang memaksa.
g. Asas Exeptio non Adiempletie contractus

- 14 -
Asas ini merupakan suatu pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari kewajiban
membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan alasan bahwa
krediturpun telah melakukan suatu kelalaian.

B. Jenis - Jenis Perjanjian

Dalam hukum perjanjian terdapat terdapat beberapa asas sebagai berikut:

1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian (parti otonim)


2. Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)
3. Asas kepercayaan
4. Asas kekuatan mengikat
5. Asas persamaan hukum
6. Asas keseimbangan
7. Asas kepastian hukum
8. Asas moral
9. Asas kepatutan
10. Asas kebiasaan

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Perbedaan tersebut adalah sebagai
berikut :

1. Perjanjian Timbal Balik


Perjanjian Timbal Balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok
bagi kedua belah pihak. Isalnya perjanjian jual-beli.
2. Perjanjian Cuma-Cuma (pasal 1314 KUHPerdata)
Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan
bagi salah satu pihak saja. Misalnya, Hibah.
3. Perjanjian asas beban
Adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat
kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya
menurut hukum.
4. Perjanjian Bernama(Benoemd)
Perjanjian Khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya
ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk
undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari hari.

- 15 -
5. Perjanjian Tidak bernama (Onbenoemde Overeenkomst)
Diluar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama, yaitu
perjanjian-perjanjian yang tidak diatur didalam KUHPerdata, tetapi terdapat dalam
masyarakat.
6. Perjanjian Obligator
Adalah perjanjian dimana pihak-pihak epakat, mengikatkan diri untuk melkukan
penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Menurut KUHperdata perjanjian jual beli
saja belum lagi mengakibatkan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual
kepada pembeli.
7. Perjanjian Kebendaan (Zakelljk)
Perjanjian Kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan
haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblige)
pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan.
8. Perjanjian Konsensual
Adalah perjanjian dimana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian
kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah
mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUHPerdata).
9. Perjanjian Rill
Didalam perjanjian KUHPerdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hany
berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, misalnya perjanjian penitipan barang
(Pasal 1694 KUHPerdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUHPerdata). Perjanjian yang
terakhir ini dinamakan perjanjian Rill , perbedaan antara perjanjian konensual dan rill
ini adalah sisa dari hukum Romawi yang untuk perjanjian-perjanjian tertentu diambil
alih oleh Hukum perdata kita.
10. Perjanjian Liberatior
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada,
misalnya pembebasan utang (kwijschelding) pasal 1438 KUHPerdata).
11. Perjanjian Pembuktian (bewijsovereenkomst)
Perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku
diantara mereka.
12. Perjanjian Untung-untungan
Perjanjian yang Objeknya ditentukan kemudian, misalnya perjanjian asuransi
Pasal 1774 KUHPerdata.
- 16 -
13. Perjanjian Publik
Yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik,
karena salah satu pihak yang berindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta.
Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan, (subordinated) jadi
tidak berada dalam kedudukan yang sama (Co-ordinated), misalnya perjanjian ikatan
dinas.
14. Perjanjian Campuran (Contractus Sui Generis)
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur
perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa) tapi
pula menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap
perjanjian campuran itu ada berbagai paham.

C. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian


Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara
pihak yang mengikatkan diri ; cakap untuk membuat suatu perjanjian; mengenai suatu hal
tertentu; suatu sebab yang halal.
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari
perjanjian yang akan diadakan tersebut. Dengan demikian, kata sepakat tersebut dapat
dibatalkan jika terdapat unsur-unsur penipuan, paksaan dan kekhilafan. diDalam pasal
1321 KUH Perdata dinyatakan bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan secara kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan/penipuan.
2. Cakap Untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap Untuk Membuat Suatu Perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap
menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 Tahun) dan tidak dibawah
pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai Suatu Hal Tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan
terinc (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan
kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para
pihak.

- 17 -
4. Suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi dari perjanjian itu harus mempunyai tujuan
(causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang kesusilaan, atau ketertiban umum.
Dengan kata lain, Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, yakni
jika salah satu pihak tidak dipenuhi maka pihak yang lain dapat meminta pembatalan
(canceling). Dalam Pasal 1454 KUH Perdata disebutkan jangka waktu permintaan
pembatalan perjanjian dibatasi hingga lima tahun, sedangkan dua syarat yang lain
dinamakan syarat –syarat objektif, yakini jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka
perjanjian batal demi hukum, artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada (null
and void).

D. Saat Lahirnya Perjanjian

Ketetapan mengenai kapan perjanjian lahir mempunyai arti yang penting bagi :
1) Penentuan resiko.
2) Kesempatan penarikan kembali penawaran.
3) Saat mulai dihitungnya jangka waktu kedaluwarsa.
4) Menentukan tempat terjadinya perjanjian.

Hal tersebut berkaitan dengan hal penetapan, kapan dianggap bahwa pihak lain telah
menerima penawaran yang diberikan.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas
konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang
dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara
para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya
(toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.

- 18 -
Teori saat lahirnya perjanjian
1. Teori Kehendak (Wilstheorie).
Teori ini adalah yang tertua dan menekankan kepada faktor kehendak. Menurut teori
ini, jika seorang mengemukakan suatu pernyataan yang berbeda dengan apa yang
dikehendaki, maka seorang tersebut tidak terikat kepada pernyataan tersebut. Untuk
lahirnya suatu perjanjian, haruslah dipegang teguh adanya suatu persesuaian kehendak
antara kedua belah pihak. Jadi apabila kedua belah pihak tersebut berselisih, tidak
dapatlah lahir suatu perjanjian.
2. Teori Pernyataan (Uitingstheorie/Verklaringstheorie).
Teori ini lahir atas kebutuhan masyarakat yang semakin luas, yang menghendaki
adanya suatu peryataan untuk terjadinay kesepakatan. Menurut teori ini, perjanjian telah
lahir, pada saat telah ditulisnya surat jawaban penerimaan atas suatu penawaran. Dengan
kata lain, bahwa perjanjian lahir, pada saat pihak lain menyatakan penerimaan atas
penawaran yang diberikan (penerimaan yang dinyatakan dalam suatu tulisan).
Kelemahan dari teori ini adalah, bahwa orang tidak dapat menetapkan secara pasti kapan
perjanjian telah lahir.
3. Teori Pengiriman (Verzendingstheorie).
Teori ini muncul sebagai perbaikan atas kelemahan-kelemahan dari teori pernyataan.
Penerima penawaran tidak dapat lagi merubah saat terjadinya perjanjian. Menurut teori
ini, perjanjian lahir pada saat pengiriman jawaban penerimaan atas penawaran yang
diberikan. Dengan berpegang pada saat pengiriman jawaban penerimaan atas penawaran
yang diberikan, maka kapan perjanjian lahir menjadi pasti, karena sejak saat surat
penerimaan penawaran yang diberikan dikirimkan, penerima penawaran tidak lagi
mempunyai kekuasaan atas surat jawaban tersebut. Kelemahan dari teori ini adalah
bahwa perjanjian tersebut sudah lahir dan telah mengikat orang yang menawarkan, pada
saat orang yang memberikan penawaran sendiri belum tahu akan hal tersebut.
Konsekuensi dari teori ini, bahwa dalam hal orang yang menawarkan telah mengirimkan
berita penarikan kembali penawarannya lebih dulu daripada tanggal pengiriman berita
penermaan penawaran dari pihak lain, maka tidak ada perjanjian diantara mereka.

- 19 -
4. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini, perjanjian lahir setelah pihak yang menawarkan mengetahui bahwa
penawarannya telah disetujui. Atau perjanjian lahir pada saat surat jawaban penerimaan
penawaran diketahui isinya oleh orang yang menawarkan. Teori ini sebenarnya yang
paling sesuai dengan prinsip bahwa perjanjian lahir atas dasar pertemuan kedua
kehendak yang dinyatakan, dan kedua pernyataan kehendak itu harus dapat dimengerti
oleh pihak yang lain. Kelemahan teori ini adalah sulit menentukan dengan pasti kapan
perjanjian telah lahir, karena yang mengetahui betul kapan surat tersebut telah dibuka
dan dibaca adalah si penerima saja, sehingga ia bebas untuk mengundurkan saat lahirnya
perjanjian.
5. Teori Penerimaan (Ontvangsttheorie).
Teori ini muncul untuk mengatasi kelemahan dari teori pengetahuan. Menurut teori
ini, perjanjian lahir saat diterimanya surat jawaban penerimaan penawaran oleh pihak
yang menawarkan, tidak masalah apakah surat penerimaan penawaran tersebut dibuka
atau tidak. Yang terpenting adalah surat penerimaan penawaran tersebut sampai pada
alamat si penerima surat.

E. Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian

Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang
membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu
pihak biasanya terjadi karena;

1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka
waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan
atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan
perjanjian.

- 20 -
F. Prestasi dan wanprestasi

Prestasi
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap
perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban
memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan
1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak
maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan
pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan
jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-
pihak.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu :
a. Memberikan sesuatu, contohnya: Perjanjian jual beli,tukar menukar
b. Berbuat sesuatu, contohnya: membuat lukisan,perjanjian perburuhan.
c. Tidak berbuat sesuatu, contohnya :tidak mendirikan perusahaan sejenis.

Prestasi dalam suatu perikatan tersebut harus memenuhi syarat-syarat:


1. Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau sedikitnya dapat
ditentukan jenisnya. Misalnya: A melever beras Jawa 1 kwintal, tanpa adanya
ketentuan sulit untuk menentukan apakah debetur telah memenuhi prestasi atau
belum.
2. Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan
Tanpa suatu kepentingan orang tidak dapat mengadakan tuntutan. Misalnya :
concurrentie Beding (syarat untuk tidak bersaingan
3. Prestasi harus diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
4. Prestasi harus mungkin dilaksanakan

- 21 -
Wanprestasi
Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan
dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua
kemungkinan alasan, yaitu:
a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhinya kewajiban maupun
karena kelalaian.
b. Karena keadaan memaksa (overmacht), force mejeure, jadi di luar kemampuan debitur.
Debitur tidak bersalah.

Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka debetur dapat dikenai sanksi-sanksi atau
hukuman-hukuman.
a. Dipaksa untuk memenuhi perikatan
b. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur
c. Pembatalan/pemecahan perikatan
d. Peralihan resiko
e. Membayar biaya perkara kalau sampai diperkarakan ke Pengadilan.

Terhadap debetur yang melakukan wanprestasi, kreditur dapat memilih tuntutan-tuntutan


sebagai berikut:
1. Pemenuhan perjanjian.
2. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
3. Ganti rugi saja.
4. Pembatalan perjanjian.
5. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

- 22 -
BAB 4
Penutup

A. Kesimpulan

 Hukum Bisnis: Dapat disimpulkan bahwa hukum bisnis merupakan suatu perangkat
kaidah hukum yang mengatur tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri
atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa
dengan menempatkan uang dari entepreneur dalam resiko dan usaha tertentu dengan
motif mendapatkan keuntungan tertentu pula.

 Hukum Perikatan : Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang
satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini
dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of
property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law
of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law). Perikatan yang terdapat
dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas.

 Hukum Perjanjian : Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara seseorang


atau beberapa orang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya untuk melakukan
sesuatu perbuatan tertentu. Di dalam hukum kalau perbuatan itu mempunyai akibat
hukum maka perbuatan tersebut diistilahkan dengan perbuatan hukum.

- 23 -
Daftar Pustaka

Badrulzaman, Mariam Darus Dkk. Komplikasi Hukum Perikatan, Cet.1, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2001)

Pasaribu, Chairuman & Suhrawardi K, Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam Cet.3, (Jakarta
: Sinar Grafika,2004)

Sari, Elsi Kartika & Advendi Simanunsong. Hukum dalam Ekonomi, Cet.5, (Jakarta : PT
Grasindo,2008)

Subekti. Hukum Perjanjian, Cet.19, (Jakarta : Intermasa, 2002)

Suharnoko.Hukum Perjanjian :Teori dan Analisa Kasus, Cet.6, (JakartaKencana,2009)

http://makalahdanskripsi.blogspot.co.id/2008/07/makalah-hukum-perikatan.html?m=1

http://rima-suryani.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hukum-perikatan.html

- 24 -

Anda mungkin juga menyukai